Top Banner
BAB 1 LAPORAN KASUS SUBDIVISI BEDAH SARAF I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. RP Jenis kelamin : Perempuan Umur : 34 tahun Rekam Medis : 708719 MRS : 17 / 04 / 2015 Ruangan : lontara 3 bawah depan II. ANAMNESIS Keluhan utama : Nyeri kepala Anamnesis terpimpin : Dialami +/- 6 bulan yang lalu, awalnya nyeri kepala dirasakan hilang-timbul kemudian terus-menerus. Keluhan disertai dengan mual, muntah, pandangan kabur, dan perasaan lemah pada keempat tungkai. Nyeri kepala memberat +/- 2 bulan, kemudian pasien berobat di RS Hasan Sadikin didiagnosis dengan meningioma. Dan dilakukan tindakan operasi pengangkatan tumor. 1
67

Case Saraf

Dec 12, 2015

Download

Documents

bedah saraf
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case Saraf

BAB 1

LAPORAN KASUS

SUBDIVISI BEDAH SARAF

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. RP

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 34 tahun

Rekam Medis : 708719

MRS : 17 / 04 / 2015

Ruangan : lontara 3 bawah depan

II. ANAMNESIS

Keluhan utama :

Nyeri kepala

Anamnesis terpimpin :

Dialami +/- 6 bulan yang lalu, awalnya nyeri kepala dirasakan hilang-timbul

kemudian terus-menerus. Keluhan disertai dengan mual, muntah, pandangan kabur,

dan perasaan lemah pada keempat tungkai.

Nyeri kepala memberat +/- 2 bulan, kemudian pasien berobat di RS Hasan

Sadikin didiagnosis dengan meningioma. Dan dilakukan tindakan operasi

pengangkatan tumor.

Setelah operasi, pasien kemudian melanjutkan pengobatan di RS Wahidin

Sudirohusodo dengan keluhan demam, penurunan kesadaran, ada kejan, dan

perubahan kepribadian.

Riwayat Penyakit Dahulu:

-Pasien belum pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya

-Riwayat trauma kepala tidak ada

-Riwayat epilepsy tidak ada

1

Page 2: Case Saraf

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama

III. PEMERIKSAAN FISIS

A. KEADAAN UMUM

Status Generalisata : sakit sedang / gizi cukup / compos mentis

Status Vitalis : Tekanan darah : 110 / 70 mmHg

Nadi : 80 x/ menit; regular

Pernapasan : 16x/menit; thoracoabdominal

Suhu : 36,9°C

B. STATUS LOKALIS

Kepala

- Ukuran : Normocephal

- Konjungtiva : Anemis (+/+)

- Bibir : Tidak ada Sianosis

- Gusi : Perdarahan tidak ada

Leher

- Inspeksi : Tidak tampak massa tumor, warna kulit sama dengan warna

sekitar, tidak ada ulkus

- Palpasi : Tidak teraba massa tumor, tidak ada nyeri tekan

Thorax

- Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri=kanan, tidak ada

hematom, tidak ada retraksi dinding dada.

- Palpasi : Pergerakan dada simetris, krepitasi tidak ada, nyeri tekan

tidak ada, massa tidak ada.

- Perkusi : Sonor, simetris pada kedua lapangan paru.

- Auskultasi : Bunyi pernafasan vesikuler, Ronchi dan wheezing tidak

ditemukan.

2

Page 3: Case Saraf

Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis sinistra.

- Perkusi : batas atas jantung ICS II linea parasternalis sinistra

batas kanan jantung ICS III linea parasternalis dextra

batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra

- Auskultasi : S1/S2 murni, reguler, tidak ada murmur

Abdomen

- Inspeksi : datar, ikut gerak napas, tidak tampak massa tumor,

- Auscultasi : peristaltik (+) kesan normal

- Perkusi : timpani

- Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba, hepar dan

lien tidak teraba

C.STATUS NEUROLOGIK

1) KESADARAN : Somnolen

GCS : 14 (E3M6 V5)

2) TANDA RANGSANG MENINGEAL :

Kaku kuduk : (+)

Brudzinski I : (-)

Brudzinski II : (-)

Lasegue : (-)

Kernig : (-)

3) SARAF KRANIAL

1. N. I (Olfactorius ): Sulit Dinilai

2. N.II (Opticus) : Sulit dinilai

3. N.III (Oculomotorius)Kanan Kiri

Ptosis (-) (+)

3

Page 4: Case Saraf

Pupil Bentuk UkuranGerak bola mataRefleks pupil Langsung Tidak langsung

Bulat2,5 mm

N

(+)(+)

Bulat2,5 mm

(N)

(N)(N)

4. N. IV (Trokhlearis)Kanan Kiri

Gerak bola mata N (-)

5. N. V (Trigeminus) : Sulit dinilai

6. N. VI (Abduscens) : Sulit dinilai

7. N. VII (Facialis)

Kanan Kiri

Motorik Kerutkan dahi Menutup mata Lipatan nasolabial Sudut mulut Meringis Menggembungkan pipi Menaikkan alis

NNNNNNN

N(-)NNNNN

8. N. VIII (Akustikus) : Tidak dilakukan Pemeriksaaan

9. N. IX (Glossofaringeus) : Tidak dilakukan Pemeriksaan

10. N. X (Vagus) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

4

Page 5: Case Saraf

11. N. XI (Assesorius) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

12. N. XII (Hipoglossus) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

IV. SISTEM MOTORIK 3 3 P K T 3 3

V. SISTEM SENSORIK : Sulit Dinilai

VI. REFLEKS + +

RF RP - -

VII. FUNGSI KORDINASIKanan Kiri Keterangan

Test tunjuk hidungTest tumit lututGaitTandemRomberg

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

VIII. SISTEM OTONOM

Miksi : Normal

Defekasi : Normal

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. LABORATORIUM (16/04/2015)

Normal Unit

5

Page 6: Case Saraf

WBC 5.1 4.0-10.0 10³/mm³

RBC 3.01 4.50-6.50 10^6/mm³

HB 9.7 13.0-17.0 gr/dL

HCT 29.5 40.0-54.0 %

PLT 215 150-400 10³/mm³

GDS 60 140 mg/dL

Ureum 3 10-50 mg/dL

Kreatinin 0.50 <1.3 mg/dL

SGOT 36 <38 U/L

SGPT 30 <41 U/L

Natrium 128 136-145 mmol/l

Kalium 2.8 3.5-5.1 mmol/l

Klorida 96 97-111 Mmol/l

B. FOTO THORAX

- Corakan bronkovaskular dalam batas normal

6

Page 7: Case Saraf

- Tidak tampak proses specific aktif maupun lesi-lesi noduler pada kedua lapangan

paru

- Cor: CTI dalam batas normal

- Kedua sinus dan diafragma baik

- Tulang-tulang intak

Kesan: Pulmo dan cor normal

Tidak tampak tanda metastasis pada foto thorax ini.

C. MSCT Kepala (dengan kontras) (26/04/2015)

7

Page 8: Case Saraf

-Tampak massa (33HU) yang menyangat post kontras (53HU) bentuk bulat, batas

tegas, tepi regular pada basis sellar dengan dural tail, ukuran 2x2 cm.

-midline tidak shift.

-Sulci dan gyri dalam batas normal

-sistem ventrikel dan ruang subarachnoid dalam batas normal

-Kedua orbita dan ruang retrobulbar dalam batas normal

-Perselubungan pada sinus sphenoidalis bilateral dan ethmoidalis kanan

-Air cell mastoid yang terscan dalam batas normal

Tulang-tulang yang terscan kesan intak

Kesan: Massa pada basis sellar sugestif meningioma

Malsinusitis

D. PATOLOGI ANATOMI (30/03/2015)

Sediaan massa tumor terdiri dari sel-sel bentuk bulat oval sampai spindle yang

tumbuh hiperplastis memadat,membentuk struktur whoris. Bentuk sel bulat, oval,

hiperkromatis,. Di antaranya tampak proliferasi pembuluh darah, struma jaringan ikat

fibrokolagen di sekitarnya, bersebukan sel darah limfosit disertai daerah perdarahan.

Kesimpulan: angiomatous meningioma (WHO GRADE I) a/r supratentorial

X. RESUME

Pasien perempuan usia 34 tahun dengan keluhan utama nyeri kepala. Dialami +/- 6

bulan yang lalu. Awalnya hilang-timbul kemudian terus menerus. Keluhan disertai

mual-muntah, penurunan visus, dan pada pasien ditemukan paraparese. Nyeri kepala

kemudian memberat +/- 2 bulan. Dan pasien berobat di RS Hasan Sadikin didiagnosis

meningioma, kemudian dilakukan operasi removal tumor.

8

Page 9: Case Saraf

Setelah operasi, pasien pindah berobat di RS Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan

demam disertai penurunan kesadaran, ada kejang. Tanda vital dalam batas normal,

pada pemeriksaan neurologis diperoleh kaku kuduk (+). Pada pemeriksaan foto

thorax tidak diperoleh pulmo dan cor dalam batas normal, tidak tampak metastasis.

Dan hasil MSCT kepala terdapat mssa pada basis sellar sugestif meningioma dan

mallsinusitis. Hasil pemeriksaan patologi anatomi diperoleh kesimpulan angiomatous

meningioma (WHO GRADE I) a/r supratentorial.

XI. DIAGNOSIS

Meningitis ec post removal meningioma

Meningitis viral DD meningitis aseptik

XII. PENATALAKSANAAN

Ceftriaxone 1 gr/12jam/intravena

Omeprazole 40 mg/12 jam/intravena

Paracetamol 500 mg

9

Page 10: Case Saraf

BAB II

PEMBAHASAN

I. MENINGIOMA

I.1 Definisi dan Klasifikasi

Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput pelindung

yang melindungi otak dan medulla spinalis. Di antara sel-sel meningen itu belum

dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat

antara tumor ini dengan villi arachnoid. Tumbuhnva meningioma kebanvakan di

tempat ditemukan banyak villi arachnoid. Pada orang dewasa menempati urutan

kedua terbanyak. Dijumpai 50% pada konveksitas dan 40% pada basis kranii.

Selebihnya pada foramen magnum, fosa posterior, dan sistem ventrikulus.

Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla

spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya (2).

Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign). Meningioma malignant

jarang terjadi. Menigioma merupakan neoplasma intrakranial nomer dua terbanyak.

Lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, terutama pada golongan umur

antara 50-60 tahun dan tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-

kanak atau pada usia yang lebih lanjut, dan memperlihatkan kecenderungan untuk

ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Paling banyak meningioma

tergolong jinak (benign) dan 10 % malignant. Perbandingan antara wanita dan laki-

laki adalah 3 : 2, namun ada pula sumber yang menyebutkan 7 : 2 (3).

10

Page 11: Case Saraf

Tumor ini mempunyai sifat yang khas yaitu tumbuh lambat dan mempunyai

kecendrungan meningkatnya vaskularisasi tulang yang berdekatan, hyperostosis

tengkorak serta menekan jaringan sekitarnya. Tumor otak yang tergolong jinak ini

secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells)

yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya

meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga

memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral (3).

WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah

diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat

pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-

beda di tiap derajatnya (4).

a. Grade I

Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala,

mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodic.

Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala,

kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma

grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi lanjut.

b. Grade II

Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh

lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang

11

Page 12: Case Saraf

lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini.

Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan 7.

c. Grade III

Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma

malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari

1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang

pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor,

dapat dilakukan kemoterapi.

Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari

tumor (5):

1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah

selaput yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan

kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma

terdapat di sekitar falx.

2. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan

atas otak.

3. Meningioma Sphenoid (20%). Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah

belakang mata. Banyak terjadi pada wanita.

4. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang

menghubungkan otak dengan hidung.

12

Page 13: Case Saraf

5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah

bagian belakang otak.

6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak

pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.

7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur

antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla spinalis setingkat

thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan

gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan

nyeri tungkai.

8. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di

sekitar mata cavum orbita.

9. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di

seluruh bagian otak.

13

Page 14: Case Saraf

I.2. Etiologi

Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun

beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang

jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari

beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80%

dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen

neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12,

ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan

beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi

meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen

yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma (6).

Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor.

Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan

tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis

reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada

pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker, atau

neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor untuk mengembangkan meningioma.

Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien, terutama mereka

dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma memiliki reseptor yang

berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen, dan jarang estrogen.

Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada meningioma yang jinak, baik

14

Page 15: Case Saraf

pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian,

sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka

tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma.

Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan,

peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih

cepat pada saat kehamilan (6,7)

I.3 Patofisiologi dan Faktor Risiko

Tempat predileksi meningioma adalah di ruang kranium supratentorial ialah

daerah parasagital. Yang terletak di Krista sphenoid, paraselar dan baso-frontal

biasanya gepeng atau kecil bundar. Bilamana meningioma terletak pada infratentorial,

kebanyakan didapati di samping medial os petrosum di dekat sudut serebelopontin

(7,8)

Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun

beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang

jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Selain itu Meningioma memiliki

reseptor yang berhubungan dengan hormone estrogen, progesterone, dan androgen,

yang juga dihubungkan dengan kaknker payudara. Hal ini dibuktikan dengan adanya

perubahan ukuran tumor pada fase lutheal siklus haid dan kehamilan. Ekspresi

progesteron reseptor dilihat paling sering pada jinak meningiomas, baik pada pria dan

wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali

menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang

15

Page 16: Case Saraf

penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun

peran tepat hormon dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah

mengamati bahwa kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada

saat kehamilan (9).

Selain peningkatan usia, faktor lain yang dinilai konsisten berhubungan

dengan risiko terjadinya meningioma yaitu sinar radiasi pengion; factor lingkungan

berupa gaya hidup dan genetik telah dipelajari namunnya perannya masih

dipertanyakan. Faktor lain yang telah diteliti yaitu penggunaan hormone endogen dan

eksogen, penggunaan telepon genggam, dan variasi genetik atau polimorfisme. Faktor

lain yang dinilai berperan adalah keadaan penyakit yang sudah ada seperti diabetes

mellitus, hipertensi, dan epilepsi; pajanan timbale, pemakaian pewarna rambut;

pajanan gelombang micro atau medan magnet, merokok; trauma kepala; dan alergi

(9).

I.4 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor

pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh

terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak). Secara umum,

meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal (9).

16

Page 17: Case Saraf

Gejala umumnya seperti (9): Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk

saat beraktifitas atau pada pagi hari; Perubahan mental; Kejang; Mual muntah;

Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor (5):

Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai

Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan

status mental

Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan

pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.

Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.

Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-

otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya

berjalan,

Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus

Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan

Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata

Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing

I. 5. Pemeriksaan Penunjang Radiologi

CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak

meningioma. Tanpa kontras gambaran meninioma 75% hiperdens dan14,4% isodens.

Gambaran spesifik dari meninioma berupa enchancement dari tumor dengan

17

Page 18: Case Saraf

pemberian kontras. Meninioma tampak sebagai masa yang homogen dengan densitas

tinggi, tepi bulat dan tegas. Dapat terlihat juga adanya hiperostosis kranialis, destruksi

tulang, udem otak yang terjadi sekitar tumor, dan adanya dilatasi ventrikel (9).

Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyakit meningioma

masih memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat plak

yang hyperostosis, dan bentuk sphenoid , dan pterion (9).

Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan

hasil false-negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak dapat

ditegakkan secara langsung dengan menggunakan CT atau MRI (9).

a. Computed Tomography (CT scan)

CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak

meningioma. Tampak gambaran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum

kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras. Tumor

juga memberikan gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada beberapa kasus.

Udem peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral

sampai akumulasi cairan dapat terlihat (11).

CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma. Invasi

sepanjang dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteoblas, yang

menyebabkan hyperostosis. Gambaran CT-scan paling baik untuk menunjukkan

kalsifikasi dari meningioma(5).

18

Page 19: Case Saraf

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi

meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung pada

lokasi tumor berada. Kelebihan MRI dalam memberikan gambaran meningioma

adalah resolusi 3 dimensi. Kemampuan MRI untuk membedakan tipe dari jaringan

ikat, kemampuan multiplanar, dan rekonstruksi 3D. Dapat dilihat pada gambar

berikut (11).

19

Page 20: Case Saraf

20

Page 21: Case Saraf

c. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari intratumoral

hemorrhage, perubahan kista yang terdapat di bagian dalam dan luar massa tumor,

kalsifikasi, invasi parenkim oleh meningioma malignan, dan massa lobus atau multi

lobules yang hanya dapat digambarkan dengan ultrasonografi (15).

d. Angiografi

Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan

gambaran “spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan kapiler memperlihatkan

gambaran vascular yang homogen dan prominen yang disebut dengan mother and law

phenomenon (15).

Magnetic resonance angiography (MRA and MRV) merupakan pemeriksaan

penunjang yang berkembang dari ilmu angiografi klasik, yang belakangan ini

merupakan alat diagnostik yang kuat untuk mengetahui embolisasi dan perencanaan

untuk operasi. Agiografi masih bisa digunakan jika terjadi embolisasi akibat tumor

(15).

Meningioma mendapat asupan makanan oleh meningeal branches dari arteri

carotid internal dan external. Basal meningiomas pada anterior dan fossa cranial

media dan meningioma pada tulang sphenoid umumnya mendapat vaskularisasi dari

arteri carotid interna. Meningioma supratentorial divaskularisasikan dari arteri carotid

interna dan eksternal (15).

21

Page 22: Case Saraf

Angiografi dapat menunjukkan peta distribusi arterial yang berguna untuk

persiapan preoperasi embolisasi. Lihat gambar berikut (15).

I.6 Penatalaksanaan

Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan

pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini

antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap

sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi.

Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko,

pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor

tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian

rekurensi (16).

Pengobatan standar untuk pasien dengan meningioma atipikal atau anaplastik

adalah reseksi bedah saraf. Dengan pendekatan ini, kontrol lokal berkisar antara 50%

dan 70%, tergantung pada status reseksi. Sebuah seri atau studi lebih kecil telah

menunjukkan bahwa radioterapi pasca operasi pada populasi pasien ini dapat

meningkatkan harapan hidup, yang diterjemahkan ke dalam kelangsungan hidup

secara keseluruhan. Namun, meningioma dikenal sebagai tumor radioresisten, dan

radiasi dosis 60 Gy atau lebih tinggi telah ditunjukkan diperlukan untuk kontrol

tumor (17).

Rekomendasi WHO untuk Meningioma Grade I (18):

22

Page 23: Case Saraf

1. Pembedahan adalah pengobatan utama untuk pasien yang bukan kandidat untuk

elektif. Reseksi tumor lengkap dikaitkan dengan tingginya tingkat harapan hidup

bebas penyakit.

2. Radioterapi dapat dipertimbangkan dalam kasus lokasi tumor tidak mungkin

untuk dioperasi (seperti sinus cavernous meningioma), tumor yang tidak dapat

direseksi, gejala penyakit sisa, atau tumor berulang. Diagnosis radiologi mungkin

cukup dalam kasus ini.

Rekomendasi WHO untuk Meningioma Grade II dan III (18):

3. Pengobatan standar operasi ditambah radioterapi. Radioterapi biasanya diberikan

dengan dosis 54-60 Gy, dalam 1,8-2,0 Gy per fraksi.

4. Pasien dengan tumor selektif mungkin menjadi kandidat untuk radiosurgery

stereotactic.

5. Terapi sistemik lainnya dapat dipertimbangkan untuk tumor yang tidak dapat

direseksi atau berulang dalam sebuah uji klinis.

Rencana Preoperatif

Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan

dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2

antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik

perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme

stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas

terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk organisme

23

Page 24: Case Saraf

anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui

mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid (13).

Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial (13):

Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal

Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura

Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura

atau mungkin perluasan ekstradural (misalnya sinus yang terserang atau tulang yang

hiperostotik)

Grade IV : Reseksi parsial tumor

Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)

Radioterapi

Radiasi memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan meningioma.

Sekitar 4% dari semua meningioma diinduksi radiasi. Menariknya, ini biasanya tidak

disertai dengan mutasi gen NF2. Sering tumor ini berasal dari pinggiran lapangan

terpancar. Bukti untuk radiasi yang berasal dari setidaknya empat sumber (19):

1. Korban tumor yang telah menerima radiasi pada mata atau leher memiliki insiden

yang signifikan pembentukan meningioma di situs tersebut 20 tahun kemudian.

2. Sebuah studi kohort pada pasien yang diikuti di Israel yang memiliki medan

radiasi rendah untuk kurap kulit kepala telah mengembangkan beberapa

meningioma 20 dan 30 tahun kemudian.

3. Korban di pinggiran ledakan bom atom menjadi menderita meningioma sebagai

efek radiasi tertunda bertahun-tahun kemudian.

24

Page 25: Case Saraf

4. Bukti epidemiologis menunjukkan bahwa mulut penuh gigi yang di x-ray yang

dihubungkan dengan insiden lebih besar untuk meningioma.

Ada kebutuhan untuk bekerja yang lebih tepat pada efek dari radiasi pada

pembentukan meningioma (19).

Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak

dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan

efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus

rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus

meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang

buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation

masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi

external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma yang

agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum

banyak dikemukakan (13).

Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan

komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan

mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan

berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi (13).

Radiasi Stereotaktik

Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan

pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan

25

Page 26: Case Saraf

stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber

energi yang digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering

digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear

accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua

teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama

pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm. Steiner dan koleganya menganalisa

pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5

tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol.

Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor

dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi

dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan

pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor

mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan

stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 % (13).

Kemoterapi

Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak

diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi

sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali

diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik

intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin)

menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun

regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari

26

Page 27: Case Saraf

Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide,

adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata

sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam

penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel

dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan

dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-

pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian

Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada

kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon

toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi (13).

Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan

meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan

mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan

dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest

pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter.

Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan

tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien (13).

Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg

perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14

pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor

pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun

tidak terdapat pengurangan massa tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu

27

Page 28: Case Saraf

pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah

pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil

pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis

obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar

pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur

tetap untuk terapi pada tumor ini (13).

I.7. Prognosis

Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan

tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang

dewasa survivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan

survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan

menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada

penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan

mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi (14).

II. MENINGITIS VIRAL

Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan

terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia

disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan

durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis

akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari,

28

Page 29: Case Saraf

sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga

berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang tindih

karena etiologinya sangat bervariasi.9

Meningitis juga dapat dibagi berdasarkan etiologinya. Meningitis bakterial

akut merujuk kepada bakteri sebagai penyebabnya. Meningitis jenis ini memiliki

onset gejala meningeal dan pleositosis yang bersifat akut. Penyebabnya antara lain

Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae. Jamur

dan parasit juga dapat menyebabkan meningitis seperti Cryptococcus, Histoplasma,

dan amoeba.9

Meningitis aseptik merupakan sebutan umum yang menunjukkan respon

selular nonpiogenik yang disebabkan oleh agen etiologi yang berbeda-beda. Penderita

biasanya menunjukkan gejala meningeal akut, demam, pleositosis LCS yang

didominasi oleh limfosit. Setelah beberapa pemeriksaan laboratorium, didapatkan

peyebab dari meningitis aseptik ini kebanyakan berasal dari virus, di antaranya

Enterovirus dan Herpes Simplex Virus (HSV).

Meningitis viral merupakan inflamasi dari leptomeningen sebagai manifestasi

dari infeksi SSP. Istilah viral digunakan karena merupakan agen penyebab, dan

penggunaan meningitis saja mengimplikasikan tidak terlibatnya parenkim otak dan

medula spinalis. Namun, patogen virus dapat menyebabkan kombinasi dari infeksi

yaitu meningoencephalitis atau meningomielitis.

Pada meningitis viral, perjalanan klinis biasanya terbatas, dengan pemulihan

komplit pada 7-10 hari. Lebih dari 85% kasus disebabkan oleh enterovirus non polio;

29

Page 30: Case Saraf

maka, karakteristik penyakit, manifestasi klinis, dan epidemiologi menunjukkan

infeksi enteroviral. Campak, polio, dan limfositik choriomeningitis virus (LCMV)

saat ini merupakan ancaman untuk negara berkembang. Polio tetap merupakan

penyebab utama dari mielitis pada beberapa daerah di dunia.9

II.1. Etiologi

Enteroviruses menyebabkan lebih dari 85% semua kasus meningitis virus.

Mereka merupakan keluarga dari Picornaviridae (“pico” untuk kecil, “rna”

untuk asam ribonukleat), dan termasuk echovirus, coxsackie virus A dan B,

poliovirus, dan sejumlah enterovirus. Nonpolio enterovirus merupakan

virus yang sering, sama dekat ya dengan prevalensi rhinoviruses (flu

Arboviruses menyebabkan hanya 5% kasus di Amerika Utara

Cacar: sejumlah keluarga dari Paramyxovirus, virus cacar merupakan agen

pertama dari meningitis dan meningoensefalitis.

Virus keluarga herpes: HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, dan herpes

virus manusia 6 secara kolektif menyebabkan sekitar 4% kasus meningitis

viral, dengan HSV-2 menjadi penyerang terbanyak.

Lymphocytic choriomeningitis virus: LCMV masuk k edalam keluarga

arenaviruses. Saat ini adalah jarang penyebab meningitis, virus

ditransmisikan ke manusia melalui kontak dengan tikus atau ekskeresi

30

Page 31: Case Saraf

mereka. Mereka berada pada resiko tinggi pada pekerja laboratorium,

pemilik binatang peliharaan, atau orang yang hidup dia area non higienis.

Adenovirus: Adenovirus merupakan penyebab jarang dari meningitis pada

individu immunocompeten tetapi merupakan penyebab utama pada pasien

AIDS, Infeksi dapat timbul secara simultan dengan infeksi saluran nafas

atas.

Campak: Morbili virus ini merupakan penyebab yang paling jarang saat ini.

Karakteristik ruam makulopapular membantu dalam diagnosis.

Kebanyakan kasus timbul pada orang usia muda di sekolah dan

perkuliahan. Campak tetap merupakan ancaman kesehatan dunia dengan

angka penyerangan tertinggi dari infeksi yang ada; eradikasi dari campak

merupakan tujuan kesehatan masyarakat yang penting dari WHO.

Klinisi harus mempertimbangkan secara sebagian meningitis bakterial

sebagai kemungkinan etiologi untuk aseptic dari penyakit pasien; sebagai

contoh, pasien dengan otitits bakteri dan sinusitis yang telah mengambil

antibiotic dapat timbul dengan meningitis dan penemuan CSF yang identik

terhadap meningitis viral.

Enteroviruses menyebabkan lebih dari 85% semua kasus meningitis virus.

Mereka merupakan keluarga dari Picornaviridae (“pico” untuk kecil, “rna”

untuk asam ribonukleat), dan termasuk echovirus, coxsackie virus A dan B,

poliovirus, dan sejumlah enterovirus. Nonpolio enterovirus merupakan

virus yang sering, sama dekat ya dengan prevalensi rhinoviruses (flu

31

Page 32: Case Saraf

Arboviruses menyebabkan hanya 5% kasus di Amerika Utara

Cacar: sejumlah keluarga dari Paramyxovirus, virus cacar merupakan agen

pertama dari meningitis dan meningoensefalitis.

Virus keluarga herpes: HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, dan herpes

virus manusia 6 secara kolektif menyebabkan sekitar 4% kasus meningitis

viral, dengan HSV-2 menjadi penyerang terbanyak.

Lymphocytic choriomeningitis virus: LCMV masuk k edalam keluarga

arenaviruses. Saat ini adalah jarang penyebab meningitis, virus

ditransmisikan ke manusia melalui kontak dengan tikus atau ekskeresi

mereka. Mereka berada pada resiko tinggi pada pekerja laboratorium,

pemilik binatang peliharaan, atau orang yang hidup dia area non higienis.

Adenovirus: Adenovirus merupakan penyebab jarang dari meningitis pada

individu immunocompeten tetapi merupakan penyebab utama pada pasien

AIDS, Infeksi dapat timbul secara simultan dengan infeksi saluran nafas

atas.

Campak: Morbili virus ini merupakan penyebab yang paling jarang saat ini.

Karakteristik ruam makulopapular membantu dalam diagnosis.

Kebanyakan kasus timbul pada orang usia muda di sekolah dan

perkuliahan. Campak tetap merupakan ancaman kesehatan dunia dengan

angka penyerangan tertinggi dari infeksi yang ada; eradikasi dari campak

merupakan tujuan kesehatan masyarakat yang penting dari WHO.

32

Page 33: Case Saraf

Klinisi harus mempertimbangkan secara sebagian meningitis bakterial

sebagai kemungkinan etiologi untuk aseptic dari penyakit pasien; sebagai

contoh, pasien dengan otitits bakteri dan sinusitis yang telah mengambil

antibiotic dapat timbul dengan meningitis dan penemuan CSF yang identik

terhadap meningitis viral.

II.2. Gejala Klinis

Riwayat Penyakit

Kebanyakan pasien melaporkan demam, sakit kepala, iritabilitasm nausea,

muntah, kaku leher, atau kelelahan dalam 18-36 jam sebelumnya.

Nyeri kepala hampir selalu ada dan seringkali dilaporkan dengan intensitas

yang berat. Bagaimanapun, deskripsi klasik dari ‘sakit kepala terburuk dari

hidup saya’, ditujukan kepada perdarahan sub arachnoid aneurisma, adalah

tidak biasa

Gejala konstitusional lain adalah muntah, diare, batuk dan mialgia yang

timbul pada lebih 50% pasien.

Riwayat kenaikan temperature timbul pada 76-100% pasien yang dating

untuk mendapatkan perjatian medis. Pola yang sering adalah demam dengan

derajat rendah pada tahap prodromal dan kenaikan temperature yang lebih

tinggi pada saat terdapat tanda neurologis.

Beberapa virus menyebabkan onset cepat dari gejala diatas, sementara

lainnya bermanifest sebagai prodromal viral nonspesifik, seperti mialgia,

gejala seperti flu, dan demam derajat rendah yang timbul selama gejala

33

Page 34: Case Saraf

neurologis sekitar 48 jam. Dengan onset kaku kuduk dan nyeri kepala,

demam biasanya kembali.

Pengambilan riwayat yang hati-hati dan harus termasuk evaluasi paparan

kontak kesakitan, gigitan nyamuk, debu, aktivitas outdoor pada daerah

endemis penyakit lyme, riwayat bepergian dengan kemungkinan terpapar

terhadap tuberculosis, sama halnya dengan penggunaan medikasi,

penggunaan obat intravena, dan resiko penyebaran penyakit menular

seksual.

Bagian yang penting dari riwayat adalah penggunaan antibiotic sebelumnya,

dimana dapat mempengaruhi gambaran klinis meningitis bakterial.

Fisik

Penemuan fisik umum pada meningitis viral adalah sering untuk semua agen

penyebab, tetapi beberapa virus mempinyai manifestasi klinis unik yang

dapat membantu pendekatan diagnostic yang terfokus. Pembelajaran klasik

mengajarkan bahwa trias meningitis meliputi demam, rigiditas nuchal, dan

perubahan status mental, meskipun tidak semua pasien mempunyai gejala

ini, dan nyeri kepala hamper selalu timbul. Pemeriksaan menunjukkan tidak

ada deficit neurologis fokal pada kebanyakan kasus.

Demam lebih sering (80-100% cases) dan biasanya bervariasi antara 38ºC

and 40ºC.

34

Page 35: Case Saraf

Rigiditas nuchal atau tanda lain dari iritasi meningea (tanda Brudzinski atau

Kernig) dapat terlihat lebih pada setengah pasien tetapi secara umum kurang

berat dibandingkan dengan meningitis bakterial.

Iritabilitas, disorientasi, dan perubahan status mental dapat terlihat.

Nyeri kepala lebih sering dan berat.

Photophobia secara ralatif adalah sering namun dapat ringan, Fonofobia juga

dapat timbul.

Kejang timbul pada keadaaan biasanya dari demam, meskipun keterlibatan

dari parenkim otak (encephalitis) juga dipertimbangkan, Encephalopathy

global dan deficit neurologis fokal adalah jarang tetapi dapat timbul. Refleks

tendon dalam biasanya normal tetapi dapat berat.

Tanda lain dari infeksi viral spesifik dapat membantu dalam diagnosis. Hal

ini meliputi faringitis dan pleurodynia pada infeksi enteroviral, manifestasi

kulit seperti erupsi zoster pada VZV, ruam maculopapular dari campak dan

enterovirus, erupsi vesicular oleh herpes simpleks, dan herpangina pada

35

Gambar 5 Tanda Brudzinski(9) Gambar 6 Tanda Kernig(10)

Page 36: Case Saraf

infeksi coxsackie virus. Infeksi Epstein Bar virus didukung oleh faringitis,

limfadenopati, cytomegalovirus, atau HLV sebagai agent penyebab. Parotitis

dan orchitis dapat timbul dengan campak, sementara kebanyakan infeksi

enteroviral dikaitkan dengan gastroenteritis dan ruam.

II.3. Pemeriksaan Penunjang

Studi Laboratorium

Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan

Pemeriksaan CSF merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan

penyebab meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan

dengan tanda neurologis abnormal untuk menyingkirkan lesi intrakranial

atau hidrosefalus obstruktif sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur CSF tetap

kriteria standar pada pemeriksaan bakteri atau piogen dari meningitis

aseptic. Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari meningitis bakteri

dapat timbul dengan pewarnaan gram negative dan maka timbul aseptic. Hal

36

Page 37: Case Saraf

berikut ini merupakan karakteristik CSF yang digunakan untuk mendukung

diagnosis meningitis viral:

o Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000 x

109/L darah telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear

predominan merupakan aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel

utama pada 12-24 jam pertama; hitung sel biasanya kemudian

didominasi oleh limfosit pada pole CSF klasik meningitis viral. Hal ini

menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana

mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada

perbedaan sel; hal ini merupakan bukan merupakan atran yang absolute

bagaimanapun.

o Protein: Kadar protein CSF biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat

bervariasi dari normal hingga setinggi 200 mg/dL.

Studi Pencitraan

o Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat

termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak

dengan gadolinium.

o CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi

intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk

penambahan sepanjang mening dan untuk menyingkirkan cerebritis,

37

Page 38: Case Saraf

abses intrakranial, empyema subdural, ataulesi lain. Secara alternative,

dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium dapat dilakukan.

o MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada

memvisualisasikan patologi intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1

lebih sering mempengaruhi basal frontal dan lobus temporal dengan

gambaran sering lesi bilateral yang difus.

Tes Lain

o Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam 24-48

jam harus dilakukan rencana kerja untuk mengetahuo penyebab

meningitis.

o Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan

kontras dan visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area temporal

adalah diperlukan.

o EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai

pada pasien yang terganggu, Periodic lateralized epileptiform

discharges (PLEDs) seringkali terlihat pada ensefalitis herpetic.

Prosedur

o Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam

mendiagnosis meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada

indikasi individu dan keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan

intrakranial, biopsi otak, dan drainase ventricular atau shunting.

38

Page 39: Case Saraf

Penemuan Histologis

o Dikarenakan dari angka mortalitas rendah dengan meningitis viral akut,

gambaran patologis lain dibandingkan dengan respon limfositik dalam

CSF secara umum bukan merupakan bukti. Leptomeningea yang

terdapat inflamasi dengan PMN dan sel mononuklear pada fase akut

penyakit. neuronophagia, dan peningkatan jumlah sel mikroglia telah

dicatat pada specimen dari sejumplah pasien yang meninggal karena

enchepalitis virus.

II.4. Penatalaksanaan

Perawatan Medis

Terapi untuk meningitis viral kebanyakan suportif. Istirahat, hidrasi, antipiretik,

dan medikasi nyeri atau anti inflamasi dapat diberikan jika diperlukan,

Keputusan yang paling penting adalah baik memberikan terapi antimikroba awal

untuk meningitis bakteri sementara menunggu penyebabnya untuk bias

diidentifikasi. Antibiotik intravena harus diberikan lebih awal jika meningitis

bakterial dicurigai. Pasien dengan tanda dan gejala dari meningoensefalitis harus

menerima asiklovir lebih awal untuk mencegah encephalitis HSV. Terapi dapat

dimodifikasi sebagai hasil dari pewarnaan gram, kultur dan uji PCR ketika telah

tersedia. Pasien dalam kondisi yang tidak stabil membutuhkan perawatan di

39

Page 40: Case Saraf

critical care unit untuk menjaga saluran nafas, pemeriksaan neurologis, dan

pencegahan dari komplikasi sekunder.

Enterovirus dan HSV keduanya mampu menyebabkan septic shock viral pada

bayi baru lahir dan bayi. Pada pasien muda ini, broad spectrum antibiotic dan

asikloviar harus diberikan secepatnya ketika diagnosis dicurigai. Perhatian

khusus harus diberikan terhadap cairan dan keseimbangan elektrolit (terutama

natrum(, semenjak SIADH telah dilaporkan. Restriksi cairan, diuretic, dan

secara jarang infuse salin dapat digunakan untuk mengatasi hiponatremia.

Pencegahan terhadap infeksi sekunder dari traktus urinarius dan system

pulmoner juga penting untuk dilaksanakan

Perawatan Pembedahan(2)

Tidak ada terapi pembedahan yang biasanya diindikasikan. Pada pasien yang

jarang dimana viral meningitis berkomplikasi pada hidrosefalus, prosedur

pemisahan CSF, seperti ventriculoperitoneal (VP) atau LP shunting, dapat

dilakukan. Ventriculostomy dengan system pengumpulan eksternal

diindikasikan pada kasus jarang dari hidrosefalus akut. Kadangkala biopsy

mening atau parenkim untuk diagnosis definitif dari infeksi viral dibutuhkan.

Monitoring tekanan intrakranial, dibutuhkan untuk beberapa kasus ensefalitis,

biasanya dilakukan di tempat tidur.

Medikasi

40

Page 41: Case Saraf

Kontrol simptomatik dengan antipiretik, analgetik dan anti emetic biasanya itu

semua yang dibutuhkan dalam management dari meningitis viral yang tidak

komplikasi.

Keputusan untuk memulai terapi antibakterial untuk kemungkinan meningitis

bakteri adalah penting; terapi antebakterial empiris untuk kemungkinan patogen

harus dipertimbangkan dalam konteks keadaan klinis. Asiklovir harus digunakan

pada kasus dengan kecurigaan HSV (pasien dengan lesi herpetic), dan biasanya

digunakan secara empiris pada kasus yang lebih berat yang komplikasinya

encephalitis atau sepsis.

Agen Antiemetik: Agen ini digunakan dengan luas untuk mencegah mual

dan muntah.

- Ondansetron (Zofran) Antagonis selektif 5-HT3-receptor yang

menghentikan serotonin di perifer dan sentral, Mempunyai efikasi pada

pasien yang tidak berespon baikterhadap anti emetik lain. Dewasa: 4-8

mg IV q8h/q12h. Pediatrik: 0.1 mg/kg IV lambat maximum 4 mg/dosis;

dapat diulang q12h

- Droperidol (Inapsine): Agen neuroleptik yang mengurangi muntah

dengan menghentikan stimulasi dopamine dari zona pemicu

kemoreseptor. Juga mempunyai kandungan antipsikotik dan sedative.

Dewasa: 2.5-5 mg IV/IM q4-6 prn. Pediatrik: 6 bulan: 0.05-0.06

mg/kg/dose IV/IM q4-6 prn

41

Page 42: Case Saraf

Agen Antiviral: Terapi anti enteroviral masih dibawah investigasi untuk

meningitis viral dan dapat segera tersedia. Regimen anti HIV dan anti

tuberculosis tidak dibicarakan disini, tetapi sebaiknya digunakan jika infeksi

ini dengan kuat mendukung secara klinis atau telah dikonfirmasi dengan

pengujian. Terapi empiris dapat dihentikan ketika penyebab meningitis viral

telah tegak dan meningitis bakterial telah disingkirkan

- Acyclovir (Zovirax): Untuk diberikan secepatnya ketika diagnosis

herpetic meningoencephalitis dicurigai. Menghambat aktivitas untuk

kedua HSV-1 and HSV-2. Dewasa: 30 mg/kg/d IV dibagi q8h for 10-14

hari. Pediatrik: 30 mg/kg/d IV dibagi 8h untuk 10 hari.

II.5. Prognosis

Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi mendapatkan

sekuele atau risiko kematian. Adanya kejang dalam suatu episode meningitis

merupakan faktor resiko adanya sekuele neurologis atau mortalitas.

42

Page 43: Case Saraf

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universtas Indonesia, 2003; Hal 393-4.

2. Harsono. Tumor Otak. Dalam : Buku Ajar Neurologi Klinis Edisi pertama. Yogyakarta: UGM Press, 1999; 201-201.

3. Wonoyudo, Tri Astuti. Peran CT Scan Pada Diagnosis Tumor Otak. Cermin Dunia Kedokteran, 1992;77:12-18.

4. Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 2003.

5. Fyann E, Khan N, Ojo A. Meningioma. In: SA Journal of Article Radiology. SA: Medical University of Southern Africa,2004:3-5.

6. Anonymous. Meningioma. Tanpa Tahun; (online), (http://www.meddean.luc.edu/Lumen/meded/radio/curriculum/N/Meningioma1.htm, diakses tanggal 25 November 2011).

7. Anonymous. Manajemen Meningioma. Tanpa Tahun; (online), (http://www.google.com, diakses tanggal 25 November 2011).

8. Widjaja D. Meningioma Intracranial. Tanpa Tahun; (online), (http://www.portalkalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.pdf/09MeningiomaIntrakranial016.html, diakses tanggal 25 November 2011).

9. Anonymous. Neuroradiology Imaging Teaching Files Case Thirty Six-Meningioma. Tanpa Tahun; (online), (http://www.uhrad.com/mriarc/mri036.htm, diakses tanggal 25 November 2011).

43

Page 44: Case Saraf

10. Riadi, Djoko. Terapi Pembedahan Tumor Otak. Cermin Dunia Kedokteran, 1992;77:30-32.

11. Stephanie E Combs, Lutz Edler, Iris Burkholder, et al. Treatment of patients with atypical meningiomas Simpson grade 4 and 5 with a carbon ion boost in combination with postoperative photon radiotherapy: The MARCIE Trial. BMC Cancer,2010;10(615):1471-2407.

12. Anonymous. Meningiomas. Clinical Practice Guideline CNS-005,2009.

13. Peter Black, M.D., Ph.D., Andrew Morokoff, M.D., Ph.D., Jacob Zauberman, M.D., et.al. Meningiomas: Science and Surgery. Clinical Neurosurgery, 2007;54:91-99.

14. P. Filippo Adamo, Lisa Forrest, Richard Dubielzig. Canine and Feline Meningiomas: Diagnosis,Treatment, and Prognosis. Compendium, 2004;4:951-966.

44