Top Banner
LAPORAN KASUS Spondilitis TB DOKTER PEMBIMBING dr. Nurhayati, Sp.P DISUSUN OLEH Komang Ida Widiayu Radiari Nugraha 030.10.152 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
66

Case Report - Spondilitis TB 2014

Jan 29, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case Report - Spondilitis TB 2014

LAPORAN KASUS

Spondilitis TB

DOKTER PEMBIMBING

dr. Nurhayati, Sp.P

DISUSUN OLEH

Komang Ida Widiayu Radiari Nugraha

030.10.152

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE DESEMBER 2014 – FEBRUARI 2015

Page 2: Case Report - Spondilitis TB 2014

LEMBAR PENGESAHAN

Case Report yang berjudul Spondilitis Tuberkulosa / Pott’s Disease

telah diterima dan disetujui pada tanggal 19 desember 2014

sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

periode 1 Desember 2014 – 16 Februari 2015 di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

Karawang, 19 Desember 2014

dr. Nurhayati, Sp.P

2

Page 3: Case Report - Spondilitis TB 2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Case

Report dengan judul “Spondilitis Tuberkulosa / Pott’s Disease”. Case report ini

diajukan dalam rangka melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah

Sakit Umum Daerah Karawang periode 1 Desember 2014 – 16 Februari 2015 dan juga

bertujuan untuk menambah wawasan bagi penulis serta pembaca mengenai Sponditilis

Tuberkulosa. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

atas bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan case report ini,

kepada dr. Nurhayati, Sp.P, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit

Dalam Rumah Sakit Umum Darerah Karawang.

Penulis menyadari case report ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis

mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak agar case

report ini dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semua pihak yang membacanya.

Penulis memohon maaf sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun

kekurangan dalam case report ini.

Karawang, Desember 2014

Penulis

3

Page 4: Case Report - Spondilitis TB 2014

BAB I

PENDAHULUAN

Spondilitis tuberkulosis (TB) atau dikenal dengan Pott’s disease adalah penyakit

infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang mengenai

tulang belakang. Spondilitis TB telah ditemukan pada mumi dari Spanyol dan Peru

pada tahun 1779.1 Infeksi Mycobakcterium tuberculosis pada tulang belakang

terbanyak disebarkan melalui infeksi dari diskus. Mekanisme infeksi terutama oleh

penyebaran melalui hematogen.1 Secara epidemiologi tuberkulosis merupakan penyakit

infeksi pembunuh nomor satu di dunia, 95% kasus berada di negara berkembang.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2000 memperkirakan 2 juta penduduk

terserang dan 3 juta penduduk di seluruh dunia meninggal oleh karena TB.2,3 Insiden

spondilitis TB masih sulit ditetapkan, sekitar 10% dari kasus TB ekstrapulmonar

merupakan spondilitis TB dan 1,8% dari total kasus TB.2

Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan China sebagai negara

dengan populasi penderita TB terbanyak.4 Setidaknya hingga 20 persen penderita TB

paru akan mengalami penyebaran TB ekstraparu.5 TB ekstraparu dapat berupa TB otak,

gastrointestinal, ginjal, genital, kulit, getah bening, osteoartikular, dan endometrial.

Sebelas persen dari TB ekstraparu adalah TB osteoartikular, dan kurang lebih setengah

penderita TB osteoartikular mengalami infeksi TB tulang belakang.6

Infeksi spinal oleh tuberkulosis, atau yang biasa disebut sebagai spondilitis

tuberkulosis (TB), sangat berpotensi menyebabkan morbiditas serius, termasuk defi sit

neurologis dan deformitas tulang belakang yang permanen, oleh karena itu diagnosis

dini sangatlah penting. Diagnosis dini spondilitis TB sulit ditegakkan dan sering

disalahartikan sebagai neoplasma spinal atau spondilitis piogenik lainnya.1 Diagnosis

biasanya baru dapat ditegakkan pada stadium lanjut, saat sudah terjadi deformitas

tulang belakang yang berat dan defisit neurologis yang bermakna seperti paraplegia.2,3

Tata laksana spondilitis TB secara umum adalah kemoterapi dengan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT), imobilisasi, dan intervensi bedah ortopedi/ saraf.

TINJAUAN PUSTAKA

4

Page 5: Case Report - Spondilitis TB 2014

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. Soleh

Usia : 29 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Pernikahan : Menikah

Alamat : Dusun Trimulya II RT/RW D4/002 Kelurahan Pulomulya

Agama : Islam

Nomor Rekam Medis : 551684

ANAMNESIS

Diperoleh dengan cara autoanamnesis (kepada pasien sendiri)

Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak sejak 2 minggu

SMRS.

Keluhan Tambahan : -

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien laki-laki usia 29 tahun datang ke UGD RSUD Krawang pada tanggal 22

Desember 2014 dengan keluhan batuk sejak 2 minggu. Batuk berdahak berwarna putih,

pasien juga mengeluhkan lemas, keringat malam, meriang terutama di malam hari, dan

penurunan nafsu makan. Tidak ada mual dan muntah, BAK dan BAB lancar. Pasien

juga mengeluhkan terdapat benjolan pada pinggang. Benjolan telah dirasakan sejak 1

tahun yang lalu. Benjolan terasa nyeri, panas, dan merah. Pasien merasakan lemas pada

tungkai, dan berjalan harus menggunakan bantuan. Pasien menyangkal keluar cairan

dari benjolan.

Riwayat Penyakit Dahulu

5

Page 6: Case Report - Spondilitis TB 2014

Pasien 1 tahun yang lalu keluhan benjolan di pinggang. Benjolan terasa nyeri, panas,

dan merah. Pasien sebelumnya mengalami batuk, batuk berdahak awalnya putih lama

kelamaan berubah menjadi kuning, pasien juga mengeluh lemas, keringat malam,

meriang terutama di malam hari, dan penurunan nafsu makan. Tidak ada mual dan

muntah, ada batuk bercampur darah, BAK dan BAB lancar. Sekitar dua bulan setelah

pasien mengalami batuk-batuk, muncul benjolan di pinggang sebelah kanan. Pasien

menyangkal adanya riwayat trauma, tidak ada terjatuh, terpukul ataupun terluka di

bagian benjolan sebelumnya. Awal benjolan dirasakan pasien kecil, dan tidak terasa

nyeri namun lama kelamaan pasien merasakan benjolan bertambah besar terasa ada

ganjalan.

Riwayat alergi, riwayat asma, riwayat hipertensi, riwayat DM, riwayat koleterol tinggi,

riwayat asam urat tinggi, riwayat penyakit jantung, riwayat gangguan ginjal, riwayat

penyakit kuning, hepatitis, tumor disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit darah tinggi, DM, penyakit

jantung, keganasan, maupun alergi.

Riwayat Pengobatan

Pasien mengkonsumsi OAT (-).

Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok (+)

Riwayat minum alkohol (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan tanggal 23 Desember 2014 di Bangsal Cikampek.

I. Keadaan Umum

a. Kesan Sakit : Tampak Sakit Sedang, kooperatif

b. Kesadaran : Compos Mentis

c. Status Gizi : Gizi kurang

d. Tidak ada sesak

6

Page 7: Case Report - Spondilitis TB 2014

II. Tanda Vital dan Antropometri

PEMERIKSAAN NILAI NORMAL

HASIL PASIEN

Suhu 36,5o - 37,2o C 36,7oC

Nadi 60-100 x/mnt 80x/mnt, reguler, isi cukup

Tekanan darah 120/80 mmHg 110/80 mmHg

Nafas 14-18 x/mnt 20x/mnt

Berat badan 45kg

Tinggi badan Sekitar 160 cm

BMI 18,5-22,9 underweight (BMI: 17,6)

A. Status Generalis

Kepala : Ukuran normosefali, bentuk bulat oval, tidak tampak deformitas, pada

perabaan tidak ada nyeri, rambut berwarna hitam sedikit beruban,

tipis, tidak kering, tidak mudah dicabut

Wajah : pipi tampak sedikit cekung, tidak tampak sesak, tidak kesakitan, tidak

pucat, tidak sianosis, ekspresi wajah simetris, dan tidak tampak facies

yang menandai suatu penyakit seperti facies hipocrates, tidak tampak

moon face

Mata : Bentuk normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

bulat isokor, 3mm, reflek cahaya (+/+), kornea jernih

Telinga : Normotia, kartilago sempurna, secret (-/-)

Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-/-), nafas cuping hidung (-

/-)

Mulut : labioschiziz (-),palatoschiziz (-), bibir sianosis (-), bibir kering (-),

trismus (-)

7

Page 8: Case Report - Spondilitis TB 2014

Leher : Trakhea teraba ditengah, KGB serta kelenjar tiroid tidak teraba

membesar

Paru-paru:

Inspeksi : bentuk simetris pada saat statis & dinamis, retraksi (-),

Palpasi : tidak dilakukan

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara dasar nafas vesikuler, rhonki (-/-) wheezing (-/-)

Jantung :

Inspeksi : pulsasi Ictus cordis tampak

Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba kuat setinggi ICS V axillaris anterior kiri

Perkusi : Batas jantung tidak dinilai

Auskultasi : S1 S2 normal regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

Inspeksi : datar, insersi tali pusat di tengah tanpa tanda peradangan.

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Supel

Perkusi : Timpani

Genitalia/ Anorektal : tidak dinilai

Ekstremitas:

Ekstremitas Superior Inferior

Deformitas -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Akral sianosis -/- -/-

Ikterik -/- -/-

CRT < 2 detik < 2 detik

Tonus baik baik

Kulit

8

Page 9: Case Report - Spondilitis TB 2014

tidak ikterik ataupun sianotik

STATUS LOKALIS

Regio Thorakolumbal

Look : Deformitas (+) Kifosis vertebra thorakal

Benjolan (+), Tanda radang (-), Sikatriks (-), Tanda Bekas Luka (-),

Fistel (-)

Feel : Suhu teraba hangat seperti daerah sekitarnya, Nyeri (+)

Move : -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal 22 Desember 2014

Hematologi

Leukosit : 9,54 ribu/ µL

Hemoglobin : 7,4 g/Dl

Hematokrit : 21,5%

Trombosit : 215.000 / µL

9

Page 10: Case Report - Spondilitis TB 2014

GDS : 107 mg/dL

Ureum : 25,3 mg/dL

Creatinin : 0,63 mg/dL

Foto Rontgen Thorax

Foto diambil pada tangga 22/12/2014

DIAGNOSIS KERJA

Spondilitis TB

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

o OAT I

- Rifampisin 1 x 450 mg

- INH 1 x 300 mg

- Etambutol 2 x 500 mg

- Pirazinamid 2 x 500 mg

o Ranitidine 2 x 1

o Omz 2x1

o Cefixime 2 x 500

10

Page 11: Case Report - Spondilitis TB 2014

o Curcuma 3x1

o ATP Dancos 3x1

o Ambroxol 3x1

o Metyl prednisolon 3x1

Non medikamentosa

o Bed Rest

PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Fungtionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

1. Hari 1, tanggal 25 juni 2016

S : Terasa nyeri pada punggung. Batuk dengan dahak berwarna kuning kehijauan,

tidak ada nafsu makan. Tidak bisa tertidur karena batuk dan keringat malam. Demam

dirasakan saat malam namun tidak tinggi. Mual muntah disangkal.

O : KU : Tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

TD : 110/80 mmHg Pernafasan : 24x/menit

Nadi : 72x/menit Suhu : 35,7oc

Thorax :

Pulmo : suara vesikuler +/+, ronkhi +/+, whezing -/-, pergerakan dada

simetris

Regio thorakolumbal : terdapat benjolan pada vertebra L1-L2 teraba

panas, tidak terdapat pus

A : Spondilitis Tb

P : Terapi Lanjut

2. Hari 2, tanggal 26 juni 2016

11

Page 12: Case Report - Spondilitis TB 2014

S : Terasa nyeri pada punggung. Batuk berkurang hanya dirasakan pada saat

malam hari dahak berwarna kuning kehijauan, tidak ada nafsu makan. Demam

dirasakan saat malam namun tidak tinggi. Kedua kaki lemas. Mual muntah disangkal.

O : KU : Tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

TD : 110/80 mmHg Pernafasan : 24x/menit

Nadi : 72x/menit Suhu : 35,7oc

Thorax :

Pulmo : suara vesikuler +/+, ronkhi +/+, whezing -/-, pergerakan dada simetris

Regio thorakolumbal : terdapat benjolan pada vertebra L1-L2 teraba panas, tidak

terdapat pus

Spondilitis Tb

P : Terapi Lanjut

12

Page 13: Case Report - Spondilitis TB 2014

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SPONDILITIS TUBERKULOSA (POTT’S DISEASE)Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga spondilitis

tuberkulosis merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat

kronik destruktif oleh Mikobakterium tuberkulosis di tulang belakang.

Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari

fokus di tempat lain dari tubuh. Percivall Pott (1973) yang pertama

kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan tulang belakang

yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit

pott. Spondilitis tuberkulosis paling sering ditemukan pada vertebra

T8-L3, paling jarang pada vertebra C1-C2. Spondilitis tuberkulosa

biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang mengenai arcus

vertebra.

Spondilitis corpus vertebra dibagi menjadi 3 bentuk. Pada

bentuk sentral, destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra.

Bentuk ini sering ditemukan pada anak. Bentuk paradiskus terletak di

bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus

intervertebra. Bentuk ini sering ditemukan pada orang dewasa.

Bentuk anterior dengan lokus awal pada korpus vertebra di bagian

anterior, merupakan penjalaran perkontinuitatum dari vertebra di

atasnya. Proses radang spesifik di tulang ini berlangsung seperti

dijelaskan pada tuberkulosis.

Nekrosis dengan perkejuan membentuk nanah yang menjadi abses

dingin. Destruksi tulang mengakibatkan patah tulang kompresi.

Epidemiologi

13

Page 14: Case Report - Spondilitis TB 2014

Pada tahun 2005, World Health Organization(WHO) memperkirakan bahwa

jumlah kasus TB baru terbesar terdapat di Asia Tenggara (34 persen insiden TB secara

global) termasuk Indonesia. Jumlah penderita diperkirakan akan terus meningkat seiring

dengan meningkatnya jumlah penderita acquired immunodefi ciency syndrome (AIDS)

oleh infeksi human immunodefi ciency virus(HIV). Satu hingga lima persen penderita

TB, mengalami TB osteoartikular. Separuh dari TB osteoartikular adalah spondilitis

TB.3,11,12,13

Indonesia adalah penyumbang terbesar ketiga setelah India dan China yaitu

dengan penemuan kasus baru 583.000 orang pertahun, kasus TB menular 262.000 orang

dan angka kematian 140.000 orang pertahun.3,5 Kejadian TB ekstrapulmonal sekitar

4000 kasus setiap tahun di Amerika, tempat yang paling sering terkena adalah tulang

belakang yaitu terjadi hampir setengah dari kejadian TB ekstrapulmonal yang mengenai

tulang dan sendi.3, 6 Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25%-30% anak

yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5%-10% anak yang terinfeksi, dan

paling banyak terjadi dalam 1 tahun, namun dapat juga 2-3 tahun kemudian.

KLASIFIKASI SPONDILITIS TB

Klasifikasi Pott’s paraplegia disusun untuk mempermudah komunikasi antar

klinisi dan mempermudah deskripsi keparahan gejala klinis pasien spondilitis TB.

Klasifikasi klinikoradiologis untuk memperkirakan durasi perjalan penyakit

berdasarkan temuan klinis dan temuan radiologis pasien.

Klasifikasi menurut Gulhane Askeri Tip Akademisi (GATA) baru-baru ini telah

disusun untuk menentukan terapi yang dianggap paling baik untuk pasien yang

bersangkutan. Sistem klasifikasi ini dibuat berdasarkan kriteria klinis dan radiologis,

antara lain: formasi abses, degenerasi diskus, kolaps vertebra, kifosis, angulasi sagital,

instabilitas vertebra dan gejala neurologis; membagi spondilitis TB menjadi tiga tipe (I,

II, dan III).

Untuk menilai derajat keparahan, memantau perbaikan klinis, dan memprediksi

prognosis pasien spondilitis TB dengan cedera medula spinalis, dapat digunakan klasifi

kasi American Spinal Injury Association (ASIA) impairment scale. Sistem ini adalah

pembaruan dari sistem klasifi kasi Frankel dan telah diterima secara luas. ASIA

impairment scale membagi cedera medula spinalis menjadi 5 tipe (A, cedera medula

spinalis komplit, B – D, cedera medula spinalis inkomplit, E, normal) (tabel 4).

14

Page 15: Case Report - Spondilitis TB 2014

Hasil penelitian tentang prognosis pasien dengan cedera medula spinalis

menyatakan bahwa pasien dengan cedera medula spinalis ASIA A, hanya memiliki

paling tinggi lima persen kemungkinan menjadi ASIA D, 20 –50 persen pada ASIA B

untuk menjadi ASIA D dalam 1 tahun, 60 – 75 persen pada ASIA C untuk menjadi

ASIA D dalam 1 tahun.14,15

Tabel 1 Klasifikasi Pott’s paraplegia14

stadium Gambaran klinisI. Tidak terdeteksi/terabaikan

(negligible)Pasien tidak sadar akan gangguan neurologis, klinisi menemukan adanya klonus pada ekstensor plantaris dan pergelangan kaki.

II. Ringan Pasien menyadari adanya gangguan neurologis, tetapi masih mampu berjalan dengan bantuan.

III. Moderate Tidak dapat berpindah tempat (non-ambulatorik) karena kelumpuhan (dalam posisi ekstensi) dan defi sit sensorik di bawah 50 persen.

IV. Berat Stadium III + kelumpuhan dalam posisi fl eksi, defi sit sensorik di atas 50 persen,dan gangguan sfi ngter.

Tabel 2 Klasifikasi klinikoradiologis14

stadium Gambaran klinikokardiologis

Durasi perjalanan penyakit

I. Pre-destruktif Kurvatura lurus, spasme otot perivertebral, hiperemia tampak pada skintigrafi , MRImenunjukkan edema sumsum tulang.

< 3 bulan

II. Destruktif awal Penyempitan ruang diskus, erosi paradiskal. MRI memperlihatkan edema dankerusakan korteks vertebra, CT scan menunjukkan erosi marginal dan kavitasi.

2–4 bulan

III. Kifosis ringan 2–3 vertebra terkena (angulasi 10º–30º)

3–9 bulan

IV. Kifosis moderat >3 vertebra terkena (angulasi 30º–60º)

6–24 bulan

V. Kifosis berat >3 vertebra (angulasi >60º) >2 tahun

15

Page 16: Case Report - Spondilitis TB 2014

Tabel 3 Klasifikasi Gulhane Askeri Tip Akademisi (GATA) untuk spondilitis TB.

Tipe lesi penatalaksanaan contohIA Lesi vertebra

dan degenerasidiskus 1 segmen, tanpa kolaps,abses, ataupun defi sit neurologis.

Biopsi perkutan dankemoterapi

IB Adanya cold abscess, degenerasidiskus 1 atau lebih, tanpa kolapsataupun defi sit neurologis.

Drainase abses dandebridemen anterior/ posterior

II Kolaps vertebraCold abscessKifosisDeformitas stabil, dengan/ tanpadefi sit neurologisAngulasi sagital < 20º

1. debridemen dan fusianterior2. dekompresi jika terdapatdefi sit neurologis3. tandur strut kortikal untukfusi

III Kolaps vertebra beratCold abscessKifosis beratDeformitas tidak stabil, dengan/tanpa defi sit neurologisAngulasi sagital ≥ 20º

Penatalaksaan no II+ instrumentasi anterior/posterior

Tabel 4 ASIA Impairment Scale15

stadium Gambaran neurologisA. Complete Tidak ada fungsi motorik atau sensorik yang utuh pada segmen S4-

5B. Incomplete Fungsi sensorik utuh, fungsi motorik tidak utuh di bawah segmen

lesi neurologis dan segmen S4-5C. Incomplete Fungsi motorik masih utuh di bawah segmen lesi neurologis, dan

16

Page 17: Case Report - Spondilitis TB 2014

lebih dari separuh otot kunci* di bawahsegmen lesi neurologis setidaknya memiliki kekuatan motorik di bawah 3

D. Incomplete Sama seperti C, namun dengan kekuatan motorik di atas 3E. Normal Fungsi motorik dan sensorik normalSindrom Klinis Sindrom Brown Sequard, Sindrom Kauda Ekuina, Sindrom

Medula anterior, Sindrom Medula Sentral,Sindrom Konus Medularis.

*Otot-otot kunci yang dimaksud antara lain: fleksi siku (C5), ekstensi tangan (C6), ekstensi siku (C7), ekstensi jari tangan (C8), abduksi kelingking (T1), fl eksi tungkai (L2), ekstensi lutut (L3), dorsofl eksi kaki (L4), ekstensi ibu jari kaki (L5), plantar fleksi kaki (S1). pemeriksaan segmen S4 – 5 adalah dengan menilai kontraksi sfinger ani volunter dan dan sensasi perianal.

PATOFISIOLOGI

Patologi spondilitis TB

Spondilitis TB dapat terjadi akibat penyebaran secara hematogen/limfogen

melalui nodus limfatikus para-aorta dari fokus tuberkulosis di luar tulang belakang yang

sebelumnya sudah ada. Pada anak, sumber infeksi biasanya berasal dari fokus primer di

paru, sedangkan pada orang dewasa berasal dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal,

tonsil).16 Dari paru-paru, kuman dapat sampai ke tulang belakang melalui pleksus

venosus paravertebral Batson.13 Basil masuk ke korpus vertebra melalui 2 jalur utama ,

jalur arteri dan jalur vena serta jalur tambahan.

Jalur utama berlangsung secara sistemik, mengalir sepanjang arteri ke perifer masuk

kedalam korpus vertebra; berasal dari arteri segmental interkostal atau arteri segmental

lumbal yang memberikan darah ke separuh dari korpus yang berdekatan, dimana setiap

korpus diberi nutrisi oleh 4 buah arteri nutrisia. Didalam korpus arteri ini berakhir

sebagai end artery, sehingga perluasan infeksi korpus vertebra sering dimulai didaerah

paradiskal.

Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson , suatu anyaman vena epidural dan

peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada daerah

perivertebral. Pleksus ini beranastomose dengan pleksus-pleksus pada dasar otak,

dinding dada, interkostal, lumbal dan pelvis ; sehingga darah dalam pleksus Batson

berasal dari daerah-daerah tersebut diatas. Jika terjadi aliran retrograd akibat perubahan

tekanan pada dinding dada dan abdomen maka basil dapat ikut menyebar dari infeksi

tuberkulosa yang berasal dari organ didaerah aliran vena-vena tersebut.

17

Page 18: Case Report - Spondilitis TB 2014

Jalur ketiga adalah penyebaran perkontinuitatum dari abses paravertebral yang telah

terbentuk, dan menyebar sepanjang ligamentum longitudial anterior dan postrior ke

korpus vertebra yang berdekatan.17

Penyakit ini umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari

bagian sentral, bagian depan atau dari daerah epifisial korpus vertebra, bisa juga diaerah

paradiskus. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis

dan perlunakan korpus sehingga tulang menjadi lunak dan gepeng terjadi akibat gaya

gravitasi dan tarikan otot torakolumbal. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks

epifisis, diskus intervertebral dan ke korpus yang berada didekatnya.

Diskus intervertebralis relatif resisten terhadap infeksi tuberkulosis karena

avaskular. Bila diskus terkena infeksi maka diskus akan rusak karena jaringan granulasi

dan kehilangan cairan, celah sendi akan menyempit. Karena transmisi beban gravitasi

pada vertebra torakal lebih terletak pada setengah bagian anterior badan vertebra, maka

lesi kompresi lebih banyak ditemukan pada bagian anterior badan vertebra sehingga

badan vertebra bagian anterior menjadi lebih pipih daripada bagian posterior.13 Resultan

dari hal-hal tersebut mengakibatkan deformitas kifotik. Deformitas kifotik inilah yang

sering disebut sebagai gibbus (gambar 2), kemudian eksudat menyebar ke anterior

dibawah ligamentum longitudinale anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum

longitudinale anterior dan berekspansi ke berbagai arah disepanjang garis ligamentum

yang lemah.18

18

Page 19: Case Report - Spondilitis TB 2014

Gambar 2 Gibbus. Tampak penonjolan bagian posteriortulang belakang ke arah dorsal akibat angulasi kifotik

vertebra.48

Beratnya kifosis tergantung pada jumlah vertebra yang terlibat, banyaknya

ketinggian dari badan vertebra yang hilang, dan segmen tulang belakang yang terlibat.

Vertebra torakal lebih sering mengalami deformitas kifotik.19 Pada vertebra servikal dan

lumbal, transmisi beban lebih terletak pada setengah bagian posterior badan vertebra

sehingga bila segmen ini terinfeksi, maka bentuk lordosis fisiologis dari vertebra

servikal dan lumbal perlahan-lahan akan menghilang dan mulai menjadi kifosis.20

Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fascia paravertebralis dan

menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat

mengalami protusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses

faringeal. Abses ini dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus

atau kavum pleura.

Kuman membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium :

1. Stadium Implantasi, setelah bakteri berada dalam tulang, maka

bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan

berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8

minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus,

19

Page 20: Case Report - Spondilitis TB 2014

yang sering ditemukan pada orang dewasa dan pada anak-anak

umumnya pada daerah sentral vertebra.

2. Stadium destruksi awal, setelah stadium implantasi,

selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung

selama 3-6 minggu.

3. Stadium destruksi lanjut. Pada stadium ini terjadi destruksi

yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta

pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang terjadi 2-3

bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat

terbentuk tulang baju terutama di sebelah depan (wedging

anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan

terjadinya kifosis atau gibus.

4. Stadium gangguan neurologis. Gangguan neurologis tidak

berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama

ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini

ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa.

Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil

sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah

ini. bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat

kerusakan paraplegia, yaitu :

Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi

setelah melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada

tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensorik.

Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah

tetapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.

Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah

yang membatasi gerak / aktivitas penderita setelah

hiperestesia/anesthesia

Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai

gangguan defekasi dan miksi.

Tuberkulosis paraplegia atau Pott’s paraplegia dapat terjadi

secara dini atau lambat tergantung dari penyakitnya. Pada

20

Page 21: Case Report - Spondilitis TB 2014

penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena

tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat

kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya

granulasi jaringan.

Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi

oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau

oleh pembentukan jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis

paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi

tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.

Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut

sebagai paraplegia.

5. Stadium deformitas residual. Stadium ini terjadi kurang lebih 3-

5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau

gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang

massif disebelah depan.

Menurut penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, lesi vertebra

torakal terlapor pada 71 persen kasus spondilitis TB, diikuti dengan vertebra lumbal,

dan yang terakhir vertebra servikal. Lima hingga tujuh persen penderita mengalami lesi

di dua hingga empat badan vertebra dengan rata-rata 2.51.24 Jika pada orang dewasa

spondilitis TB banyak terjadi pada vertebra torakal bagian bawahdan lumbal bagian

atas, khususnya torakal 12 dan lumbal 1, pada anak-anak spondilitis TB lebih banyak

terjadi pada vertebra torakal bagian atas.25

Cold abscess terbentuk jika infeksi spinal telah menyebar ke otot psoas (disebut

juga abses psoas) atau jaringan ikat sekitar. Cold abscess dibentuk dari akumulasi

produk likuefaksi dan eksudasi reaktif proses infeksi. Abses ini sebagian besar dibentuk

dari leukosit, materi kaseosa, debris tulang, dan tuberkel basil.13 Abses di daerah

lumbar akan mencari daerah dengan tekanan terendah hingga kemudian membentuk

traktus sinus/fi stel di kulit hingga di bawah ligamentum inguinal atau regio gluteal.26

Adakalanya lesi tuberkulosis terdiri dari lebih dari satu fokus infeksi vertebra.

Hal ini disebut sebagai spondilitis TB non-contiguous, atau “skipping lesion”. Peristiwa

ini dianggap merupakan penyebaran dari lesi secara hematogen melalui pleksus venosus

Batson dari satu fokus infeksi vertebra. Insidens spondilitis TB non-contiguous

dijumpai pada 16 persen kasus spondilitis TB.27

21

Page 22: Case Report - Spondilitis TB 2014

Defisit neurologis oleh kompresi ekstradural medula spinalis dan radiks terjadi

akibat banyak proses, yaitu: 1) penyempitan kanalis spinalis oleh abses paravertebral, 2)

subluksasio sendi faset patologis, 3) jaringan granulasi, 4) vaskulitis, trombosis arteri/

vena spinalis, 5) kolaps vertebra, 6) abses epidural atau 7) invasi duramater secara

langsung. Selain itu, invasi medula spinalis dapat juga terjadi secara intradural melalui

meningitis dan tuberkulomata sebagai space occupyinglesio.28,29.

Bila dibandingkan antara pasien spondilitis TB dengan defisit neurologis dan

tanpa defisit neurologis, maka defisit biasanya terjadi jika lesi TB pada vertebra torakal.

Defi sit neurologis dan deformitas kifotik lebih jarang ditemukan apabila lesi terdapat

pada vertebra lumbalis.30 Penjelasan yang mungkin mengenai hal ini antara lain: 1)

Arteri Adamkiewicz yang merupakan arteri utama yang mendarahi medula spinalis

segmen torakolumbal paling sering terdapat pada vertebra torakal 10 dari sisi kiri.

Obliterasi arteri ini akibat trombosis akan menyebabkan kerusakan saraf dan paraplegia.

2) Diameter relatif antara medula spinalis dengan foramen vertebralisnya. Intumesensia

lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakal 10, sedangkan foramen

vertebrale di daerah tersebut relatif kecil. Pada vertebra lumbalis, foramen

vertebralenya lebih besar dan lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari

bagian anterior.

BENTUK TUBERKULOSIS TULANG BELAKANG

Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra, dikenal 3 bentuk spondilitis11:

a. Bentuk paradiskus, merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada orang

dewasa, lebih dari separuh jumlah kasus.

b. Bentuk sentral, infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra.. Dapat

menyebabkan kolaps vertebra dan sering dijumpai pada anak.

c. Bentuk anterior, adalah merupakan perambatan perkontinuitatum dari vertebra

diatasnya atau dibawahnya.

BIOMOLEKULAR TUBERKULOSIS TULANG BELAKANG

Patogenesis dan Patologi Spondilitis Tuberkulosa17,18,32

Karakter infeksi tuberkulosis ialah adanya destruksi tulang (osteolysis) vertebra yang

progresifitasnya berjalan lambat. Destruksi timbul dibagian anterior korpus vertebra

22

Page 23: Case Report - Spondilitis TB 2014

disertai osteoporosis regional. Proses perkijuan yang menyebar akan menghamabat

timbulnya pembentukan tulang baru dan pada saat yang bersamaan akan menimbulkan

segmen-segmen yang avaskular membentuk sekuester, terutama pada vertebra daerah

torakal. Secara bertahap jaringan granulasi akan menembus koteks korpus vertebra

yang sudah tipis sehingga menimbulkan abses paravertebra yang meliputi beberapa

korpus vertebra. Selain itu proses infeksi dapat menyebar keatas dan kebawah melalui

ligamentum longitudinale anterior dan ligamentum longitudinale posterior.

Diskus intervertebralis yang avaskular , awalnya relatif resisten terhadap infeksi

tuberkulosis. Tetapi kemudian karena dehidrasi, diskus akan meyempit dan akhirnya

akan timbul kerusakan akibat penjalaran jaringan granulasi. Destruksi progresif pada

bagian anterior menyebabkan korpus bagian anterior kolaps , mengakibatkan kifosis

yang progresif. Melalui mekanisme reaksi hipersensitif lambat, vertebra mengalami

destruksi dengan membentuk nekrosis perkijuan. Nekrosis perkijuan ini mencegah

pembentukan tulang baru dan menyebabkan tulang menjadi avaskular sehingga

terbentuk sekuester tuberkulosa yaitu serpihan tulang yang lepas dan nekrosis. Secara

bertahap jaringan granulasi menembus korteks vertebra membentuk abses paravertebra

yang dapat melewati beberapa segman vertebra, menyebar dibawah ligamentum

longitudinale anterior dan posterior mencari tempat paling rendah dengan tahanan yang

paling lemah.22

MANIFESTASI KLINIK 32,33

Gejala Umum

Penderita memperlihatkan gejala-gejala sakit kronik dan mudah lelah, demam

subfebris terutama pada malam hari, anoreksia, berat badan menurun, berkeringat pada

malam hari, takikardi dan anemia.

Gejala Lokal

Nyeri dan kaku punggung merupakan keluhan yang pertama kali muncul. Nyeri

dapat dirakan terlokalisir disekitar lesi atau berupa nyeri menjalar sesuai saraf yang

terangsang. Spasme otot-otot punggung terjadi sebagai suatu mekanisme pertahanan

menghindari pergerakan pada vertebra. Saat penderita tidur, spasme otot hilang dan

23

Page 24: Case Report - Spondilitis TB 2014

memungkinkan terjadinya pergerakan tetapi kemudian timbul nyeri lagi. Gejala ini

dikenal sebagai night cry, umumnya terdapat pada anak. Gejala lokal sesuai dengan

lokasi vertebra yang terkena penyakit.

Apabila sudah ditemukan deformitas berupa kifosis, maka patogenesis TB

umumnya spinal sudah berjalan selama kurang lebih tiga sampai empat bulan. Defisit

neurologis terjadi pada 12 – 50 persen penderita. Defisit yang mungkin antara lain:

paraplegia, paresis, hipestesia, nyeri radikular dan/ atau sindrom kauda equina. Nyeri

radikuler menandakan adanya gangguan pada radiks (radikulopati). Spondilitis TB

servikal jarang terjadi, gejala yang muncul antara lain kaku leher , nyeri vertebra yang

menjalar ke oksipital atau lengan, yang dirasakan lebih hebat bila kepala ditekan kearah

kaudal. namun manifestasinya berbahaya karena dapat menyebabkan disfagia dan

stridor, tortikollis, suara serak akibat gangguan n. laringeus. Jika n. frenikus terganggu,

pernapasan terganggu dan timbul sesak napas (disebut juga Millar asthma). gejala

Kemudian dapat terjadi deformitas, lordosis-normal akan berkurang dan anak

menopang kepalanya dengan lengan, abses retrofaringeal atau servikal, paralisa lengan

diikuti oleh paralisa tungkai. Gejala neurologik dapat terjadi karena, subluksasi antar

vertebra, penekanan medula spinalis atau radiks saraf serta diskus oleh tulang,

terbentuknya abses, reaksi terhadap infeksi lokal, terjadinya vaskulitis tuberkulosa.

Nyeri lokal dan nyeri radikular disertai gangguan motorik, sensorik dan sfingter

distal dari lesi vertebra akan memburuk jika penyakit tidak segera ditangani. Menurut

salah satu sumber, insiden paraplegia pada spondilitis TB (Pott’s paraplegia), sebagai

komplikasi yang paling berbahaya, hanya terjadi pada 4 – 38 persen penderita.9 Pott’s

paraplegia dibagi menjadi dua jenis: paraplegia onset cepat (early-onset) dan

paraplegia onset lambat (late-onset).13

Paraplegia onset cepat terjadi saat akut, biasanya dalam dua tahun pertama.

Paraplegia onset cepat disebabkan oleh kompresi medula spinalis oleh abses atau proses

infeksi. Sedangkan paraplegia onset lambat terjadi saat penyakit sedang tenang, tanpa

adanya tanda-tanda reaktifasi spondilitis, umumnya disebabkan oleh tekanan jaringan

fibrosa/parut atau tonjolan-tonjolan tulang akibat destruksi tulang sebelumnya.13,29

Gejala motorik biasanya yang lebih dahulu muncul karena patologi terjadi dari

anterior, sesuai dengan posisi motoneuron di kornu anterior medula spinalis, kecuali

jika ada keterlibatan bagian posterior medula spinalis, keluhan sensorik bisa lebih

dahulu muncul. Penelitian di Nigeria melaporkan bahwa paraplegia terjadi pada 54

persen pasien yang mengalami gangguan kekuatan motorik. Sedangkan deformitas

24

Page 25: Case Report - Spondilitis TB 2014

tulang belakang hanya terjadi pada 21 persen pasien-pasien tersebut. Tingginya angka

paraplegia mungkin disebabkan tingkat sosioekonomi dan pendidikan yang masih

rendah sehingga pasien baru datang ke layanan kesehatan jika penyakit sudah melanjut

dengan gejala yang berat.35

Pada vertebra servikal bawah dan torakal atas, ditemukan gejala lokal, misalnya

kekakuan kifosis angular sampai gibbus, nyeri sepanjang pleksus brakialis. Abses

retrofaringeal, supraklavikular dan mediastinal jarang menyebabkan gangguan saraf

spinal. Bila terjadi penekanan saraf simpatis, akan timbul sindrom Horner dan kaku

leher.

Pada daerah torakal dan lumbal dapat ditemukan kifosis angular sampai gibbus,

nyeri pada daerah tersebut dapat menyebar ke ekstrimitas bawah, khususnya daerah

lateral paha. Juga dapat ditemukan abses iliaka atau abses psoas. Pada daerah

lumbosakral dapat dijumpai gejala lokal misalnya deformitas, nyeri yang

menyebar ke ekstrimitas bawah, abses psoas, dan gangguan gerak

pada sendi panggul.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM22

1. Darah

Secara umum, sama dengan penderita penyakit kronik lainnya,sering ditemukan

anemia hipokrom. Hitung-jumlah lekosit dapat normal atau meningkat sedikit, pada

hitung jenis ditemukan monositosis. Laju endap darah meningkat tetapi tidak dapat

menjadi indikator aktivitas penyakit.

2. Tes Tuberkulin

Dengan cara Mantoux, disuntikkan PPD 5 TU (0.1 ml) intrakutan. Reaksi pada

tubuh dibaca setelah 48-72 jam. Jika indurasi < 5 mm dikatakan tes Mantoux negatif.

Indurasi > 10 mm , tes Mantoux positif; sedangkan indurasi 5 – 9 mm meragukan dan

perlu diulang.

3. Bakteriologi

Untuk pemeriksaan balteriologik dan histopatologik diperlukan pengambilan

bahan melalui biopsi atau operasi. Biopsi dapat dilakukan dengan cara fine needle

aspiration dengan tuntunan CT atau video assisted thoracoscopy. Pemeriksaan terhadap

25

Page 26: Case Report - Spondilitis TB 2014

bahan pemeriksaan yang diambil dengan biopsi dapat dilakukan dengan pemeriksaan

mikroskopik biasa, mikroskopik fluoresen atau biakan.

Pada pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan pewarnaan Ziehl Nielsen, Tan

Thiam Hok,Kinyoun-Gabbet atau dengan metoda fluorokrom yang memakai pewarnaan

auramine dan rhodamine. Pemeriksaan ini membutuhkan sedikitnya 5 x 103 kuman per

ml sputum.. Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh : jenis spesimen, ketebalan sediaan

apus yang dihasilkan, ketebalan pewarnaan, kemampuan dan keahlian pemeriksa.

Beberapa cara yang dilakukan untuk meningkatkan sensitifitas hasil pemeriksaan

sediaan apus secara mikroskopik, yaitu: cytocentrifugation dari bahan pemeriksaan

sputum, mencairkan sputum dengan sodium hypochloride diikuti dengan sedimentasi

selama satu malam.Jumlah basil tuberkulosis yang didapatkan pada spondilitis

tuberkulosa lebih rendah bila dibandingkan dengan tuberkulosis paru. Juga pada

pewarnaan biasa hanya sanggup mendiagnosa sekitar separuhnya.

4. Kultur

Semua spesimen yang mengandung mikobakteria harus di inokulasi melalui

media kultur, karena : kultur lebih sensitif dari pada pemeriksaan mikroskopis, dapat

mendeteksi hingga 10 bakteri per ml; kultur dapat melihat perkembangan organisme

yang diperlukan untuk identifikasi yang akurat dan dengan pembiakan kuman dapat

dilakukan resistensi tes terhadap obat-obat anti tuberkulosa.

5. Histopatologi

Secara histopatologik, hasil biopsi memberi gambaran granuloma epiteloid yang

khas dan sel datia Langhans, suatu giant cell multinukleotid yang khas.

6. PCR

Prinsip kerja PCR adalah 3 tahapan reaksi yang dilakukan pada suhu yang berbeda.

Yaitu: denaturasi, aneling primer, dan polimerase. Ini adalah suatu proses amplifikasi

DNA yang dilakukan berulangkali. Produk yang dihasilkan bertindak sebagai template

untuk siklus berikutnya sehingga setiap siklus menghasilkan produk secara

eksponensial. Dengan kemampuan ini PCR dapat mendeteksi basil tuberkulosa yang

jumlahnya tidak cukup untuk bisa diperiksa secara mikroskopis atau bakteriologis.

Jumlah kuman 10 – 1000 sudahdapat dideteksi dengan pemeriksaan ini. Target yang

paling sering digunakan pada pemeriksaan ini adalah IS6110. Deteksi dengan

menggunakan IS6110 ini dilakukan dari sputum (pada tuberkulosa paru) dan darah

(pada tuberkulosa diluar paru). Pemeriksaan PCR memberikan sensitifitas 94.7% ,

26

Page 27: Case Report - Spondilitis TB 2014

spesifisitas 83.3% dan akurasi 92% terhadap bahan pemeriksaan yang berasal dari

spondilitis tuberkulosa.

7. ICT Tuberkulosis

Tes immunokromatografi untuk mendeteksi mikobakterium tuberkulosa atau

ICT tuberkulosis adalah suatu pemeriksaan serodiagnostik dengan mengembangkan

antigen untuk mendetekdi antibodi yang dihasilkan oleh tubuh penderita. Pemeriksaan

ini menggunakan membran atau strip nitroselulose yang disensitisasi dengan antigen.

Teknik pemeriksaan dengan metode ini cepat dan mudah. Strip dapat dibaca secara

manual atau dibaca oleh densitometer. Antigen yang paling sering digunakan untuk

mendiagnosa tuberkulosis adalah antigen 38 kDa dengan sensitifitas 45% – 85% dan

spesifisitas 98%.22

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Radiologi hingga saat ini merupakan pemeriksaan yang paling menunjang untuk

diagnosis dini spondilitis TB karena memvisualisasi langsung kelainan fisik pada tulang

belakang. Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan seperti

sinar-X, Computed Tomography Scan (CTscan), dan Magnetic Resonance Imaging

(MRI).

Pada infeksi TB spinal, klinisi dapat menemukan penyempitan jarak antar

diskus intervertebralis, erosi dan iregularitas dari badan vertebra, sekuestrasi, serta

massa para vertebra. Pada keadaan lanjut, vertebra akan kolaps ke arah anterior

sehingga menyerupai akordion (concertina), sehingga disebut juga concertina collapse

(gambar 3).

1. Sinar-X

Sinar-X merupakan pemeriksaan radiologis awal yang paling sering dilakukan

dan berguna untuk penapisan awal. Proyeksi yang diambil sebaiknya dua jenis,

proyeksi AP dan lateral.

Pada fase awal, akan tampak lesi osteolitik pada bagian anterior badan vertebra

danosteoporosis regional. Penyempitan ruang diskus intervertebralis menandakan

terjadinya kerusakan diskus. Pembengkakan jaringan lunak sekitarnya memberikan

gambaran fusiformis.

Pada fase lanjut, kerusakan bagian anterior semakin memberat dan membentuk

angulasi kifotik (gibbus). Bayangan opak yang memanjang paravertebral dapat terlihat,

yang merupakan cold abscess.27 Namun, sayangnya sinar-X tidak dapat mencitrakan

27

Page 28: Case Report - Spondilitis TB 2014

cold abscess dengan baik (gambar 3). Dengan proyeksi lateral, klinisi dapat menilai

angulasi kifotik diukur dengan metode Konstam (gambar 5).3,36,38

Gambar 3 Pencitraan sinar-X proyeksi AP pasien spondilitis TB. Sinar-X memperlihatkan iregularitas dan berkurangnya ketinggian dari badan vertebra T9 (tanda

bintang), serta juga dapat terlihat massa paravertebral yang samar, yang merupakan cold abscess (panah putih).

Gambar 439

28

Page 29: Case Report - Spondilitis TB 2014

Gambar 5 Pengukuran angulasi kifotik metode Konstam.Pertama, tarik garis khayal sejajar end-plate superior badan vertebra yang sehat di atas dan di bawah lesi. Kedua garis tersebut diperpanjang ke anterior sehingga bersilangan. Sudut K pada gambar adalah sudut Konstam, sedangkan Sudut A adalah angulasi aktual yang dihitung. Pada contoh gambar ini, angulasi kifotik adalah sebesar 30º.3,38

Gambar 6.

Frekuensi tuberkulosis tulang yang paling tinggi adalah pada tulang belakang, biasanya

di daerah torakal atau lumbal, jarang di daerah servikal. Lesi biasanya pada korpus

vertebra dan proses dapat bermula di 3 tempat, yaitu :

Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal.

Pada tipe marginal, lesi destruktif biasanya terdapat di bagian depan korpus

vertebra dan cepat merusak diskus. Proses dapat terjadi pada dua atau vertebrata

yang berdekatan . karena bagian depan korpus vertebra paling banyak

mengalami destruksi disertai adanya kolaps, maka korpus vertebra akan

berbentuk baji dan pada tempat tersebut timbul gibbus.

Di tengah korpus disebut tipe sentral

Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus vertebra dan diskus

lambat terkena proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang, maka proses selanjutnya

adalah seperti pada tipe marginal.

29

Page 30: Case Report - Spondilitis TB 2014

Dibagian anterior disebut tipe anterior atau subperiosteal.

Pada tipe anterior, proses berlangsung dibawah periost dan meluas di bawah

ligamen longitudinal anterior. Kerusakan pada diskus terjadi lambat.(gambar 6) 31

2. CT Scan

CT-scan dapat memperlihatkan dengan jelas sklerosis tulang, destruksi badan

vertebra, abses epidural, fragmentasi tulang, dan penyempitan kanalis spinalis (gambar

7).

CT myelography juga dapat menilai dengan akurat kompresi medula spinalis

apabila tidak tersedia pemeriksaan MRI. Pemeriksaan ini meliputi penyuntikan kontras

melalui punksi lumbal ke dalam rongga subdural, lalu dilanjutkan dengan CT scan.

Selain hal yang disebutkan di atas, CT scan dapat juga berguna untuk memandu

tindakan biopsi perkutan dan menentukan luas kerusakan jaringan tulang.27 Penggunaan

CT scan sebaiknya diikuti dengan pencitraan MRI untuk visualisasi jaringan lunak.

Gambar 7 Pencitraan CT-scan pasien spondilitis TB potongan aksial setingkat T 12. Pada CT-scan dapat terlihat destruksi pedikel kiri vertebra L3 (panah hitam), edema jaringan perivertebra (kepala panah putih), penjepitan medula spinalis (panah kecil putih), dan abses psoas (panah putih besar).

3. MRI

30

Page 31: Case Report - Spondilitis TB 2014

MRI merupakan pencitraan terbaik untuk menilai jaringan lunak. Kondisi badan

vertebra, diskus intervertebralis, perubahan sumsum tulang, termasuk abses paraspinal

dapat dinilai dengan baik dengan pemeriksaan ini. Untuk mengevaluasi spondilitis TB,

sebaiknya dilakukan pencitraan MRI aksial, dan sagital yang meliputi seluruh vertebra

untuk mencegah terlewatkannya lesi noncontiguous.13,27 MRI juga dapat digunakan

untuk mengevaluasi perbaikan jaringan. Peningkatan sinyal- T1 pada sumsum tulang

mengindikasikan pergantian jaringan radang granulomatosa oleh jaringan lemak dan

perubahan MRI ini berkorelasi dengan gejala klinis. Bagaimana membedakan

spondilitis TB dari spondilitis lainnya melalui MRI akan dijelaskan pada bagian

diagnosis diferensial setelah ini. 40,41

Gambar 8 Pencitraan MRI potongan sagital pasien spondilitis TB. Pada MRI dapat dilihat destruksi dari badan vertebra L3-L4 yang menyebabkan kifosis berat (gibbus), infiltrasi jaringan lemak (panah putih), penyempitan kanalis spinalis, dan penjepitan medula pinalis. Gambaran ini khas menyerupai akordion yang sedang ditekuk.

4. Pencitraan lainnya

31

Page 32: Case Report - Spondilitis TB 2014

Ultrasonografi dapat digunakan untuk mencari massa pada daerah lumbar.

Dengan pemeriksaan ini dapat dievaluasi letakdan volume abses/massa iliopsoas yang

mencurigakan suatu lesi tuberkulosis.13

Bone scan pada awalnya sering digunakan, namun pemeriksaan ini hanya

bernilai positif pada awal perjalanan penyakit. Selain itu, bone scan sangat tidak spesifi

k dan ber-resolusi rendah. Berbagai jenis penyakit seperti degenerasi, infeksi,

keganasan dan trauma dapat memberikan hasil positif yang sama seperti pada

spondilitis TB. Pencitraan dengan 67Gadolinium diketahui berguna untuk mendeteksi

infeksi TB diseminata.3 Penggunaan pencitraan ini masih belum lazim pada spondilitis

TB.

DIAGNOSIS

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Nyeri punggung belakang adalah keluhan yang paling awal, sering tidak spesifik

dan membuat diagnosis yang dini menjadi sulit. Maka dari itu, setiap pasien TB paru

dengan keluhan nyeri punggung harus dicurigai mengidap spondilitis TB sebelum

terbukti sebaliknya. Selain itu, dari anamnesis bisa didapatkan adanya riwayat TB paru,

atau riwayat gejala-gejala klasik (demam lama, diaforesis nokturnal, batuk lama,

penurunan berat badan) jika TB paru belum ditegakkan sebelumnya. Demam lama

merupakan keluhan yang paling sering ditemukan namun cepat menghilang (satu

hingga empat hari) jika diobati secara adekuat.43

Paraparesis adalah gejala yang biasanya menjadi keluhan utama yang membawa pasien

datang mencari pengobatan. Gejala neurologis lainnya yang mungkin: rasa kebas, baal,

gangguan defekasi dan miksi.

Pemeriksaan fisik umum dapat menunjukkan adanya fokus infeksi TB di paru

atau di tempat lain, meskipun pernah dilaporkan banyak spondilitis TB yang tidak

menunjukkan tanda-tanda infeksi TB ekstraspinal.28

Pernapasan cepat dapat diakibatkan oleh hambatan pengembangan volume paru

oleh tulang belakang yang kifosis atau infeksi paru oleh kuman TB. Infiltrat paru akan

terdengar sebagai ronkhi, kavitas akan terdengar sebagai suara amforik atau bronkial

dengan predileksi di apeks paru. Kesegarisan (alignment) tulang belakang harus

diperiksa secara seksama.

Infeksi TB spinal dapat menyebar membentuk abses paravertebra yang dapat teraba,

bahkan terlihat dari luar punggung berupa pembengkakan. Permukaan kulit juga harus

32

Page 33: Case Report - Spondilitis TB 2014

diperiksa secara teliti untuk mencari muara sinus/fistel hingga regio gluteal dan di

bawah inguinal (trigonum femorale). Tidak tertutup kemungkinan abses terbentuk di

anterior rongga dada atau abdomen.40

Terjadinya gangguan neurologis menandakan bahwa penyakit telah lanjut,

meski masih dapat ditangani. Pemeriksaan fisik neurologis yang teliti sangat penting

untuk menunjang diagnosis dini spondilitis TB. Pada pemeriksaan neurologis bisa

didapatkan gangguan fungsi motorik, sensorik, dan autonom. Kelumpuhan berupa

kelumpuhan upper motor neuron (UMN), namun pada presentasi awal akan didapatkan

paralisis flaksid, baru setelahnya akan muncul spastisitas dan refleks patologis yang

positif. Kelumpuhan lower motor neuron (LMN) mononeuropati mungkin saja terjadi

jika radiks spinalis anterior ikut terkompresi. Jika kelumpuhan sudah lama, otot akan

atrofi , yang biasanya bilateral. Sensibilitas dapat diperiksa pada tiap dermatom untuk

protopatis (raba, nyeri, suhu), dibandingkan ekstremitas atas dan bawah untuk

proprioseptif (gerak, arah, rasa getar, diskriminasi 2 titik). Evaluasi sekresi keringat

rutin dikerjakan untuk menilai fungsi saraf autonom.

Pada foto rontgen tampat penyempitan sela diskus dan

gambaran abses paravertebral. Reaksi tuberkulin biasanya positif.

Untuk melakukan pemeriksaan bakteriologis, dapat dilakukan pungsi

abses atau dari debris yang didapat melalui pembedahan. Untuk

melengkapi pemeriksaan, dibuatlah standar pemeriksaan TBC tulang

dan sendi, yaitu :

1. Pemeriksaan klinis dan neurologis yang lengkap

2. Foto tulang belakang posisi AP dan lateral

3. Foto polos thorax posisi AP

4. Uji mantoux

5. Biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa

DIAGNOSIS BANDING

Hal yang perlu digaris bawahi pada spondilitis TB adalah nyeri punggung nonspesifIk,

deformitas kifotik, kompresi medula spinalis yang sering menjadi alasan penderita

untuk datang berobat. Karena itu, pemikirian kemungkinan diagnosis banding harus

didasarkan pada hal ini. Sangat penting untuk membedakan spondilitis TB dari penyakit

33

Page 34: Case Report - Spondilitis TB 2014

lainnya, karena terapi dini yang tepat dan akurat dapat mengurangi angka disabilitas

dan morbiditas pasien.44

Spondilitis piogenik adalah salah satu penyakit dengan presentasi gejala yang serupa

dengan spondilitis TB dan tidak mudah untuk membedakan keduanya tanpa

pemeriksaan penunjang yang adekuat. Spondilitis piogenik umumnya disebabkan oleh

Staphylococcus aureus, Streptococcus, dan Pneumococcus.30 Secara epidemiologi,

spondilitis piogenik lebih sering menyerang usia produktif, sekitar usia 30–50 tahun.

Hingga saat ini, prevalensi spondilitis piogenik dilaporkan meningkat diakibatkan

banyaknya penyalahgunaan antibiotik, tindakan invasif spinal, pembedahan spinal. Di

lain pihak, jumlah kasus baru spondilitis TB semakin berkurang dengan penggunaan

OAT. Spondilitis piogenik memiliki perjalanan yang lebih akut dengan gejala yang

hampir sama dengan spondilitis TB. Vertebra servikal dan lumbal lebih sering terlibat,

dibandingkan dengan spondilitis TB yang lebih sering menyerang vertebra

torakolumbal lebih dari satu vertebra.24 Dari segi hematologis, CRP, laju endap darah

(LED), jumlah leukosit, dan hitung jenis dapat membantu diagnosis. Pada spondilitis

piogenik, peningkatan CRP lebih bermakna dibandingkan peningkatan LED, meskipun

pada beberapa kasus dapat normal.24 Telah dilakukan studi untuk membedakan kedua

penyakit melalui MRI. Jung dkk34 menjabarkan beberapa perbedaan temuan MRI

secara rinci yang mengarahkan pada infeksi TB: 1) sinyal abnormal paraspinal berbatas

tegas. 2) dinding abses tipis dan halus. 3) adanya abses paraspinal dan intraoseus. 4)

penyebaran subligamen lebih dari 2 vertebra. 5) keterlibatan vertebra torakal. 6) lesi

multipel. Bila ada temuan radiologis selain yang disebutkan di atas, tampaknya

diagnosis infeksi piogenik lebih mungkin. Penelitian oleh Harada dkk menambahkan

bahwa adanya sinyal abnormal pada sendi faset merupakan karakteristik infeksi

piogenik.30 Kultur dan pewarnaan Gram spesimen tulang yang diambil melalui biopsi

perkutan/terbuka dapat memastikan diagnosis, namun tindakan ini termasuk tindakan

invasif.28

Tumor metastatik spinal mencakup 85 persen bagian dari semua tumor tulang

belakang yang mengakibatkan kompresi medula spinalis. Insiden tertinggi kasus tumor

metastasik spinal pada usia di atas 50 tahun. Urutan segmen yang sering terlibat yaitu

torakal, lumbar dan servikal. Neoplasma dengan kecenderungan bermetastasis ke

medula spinalis meliputi tumor payudara, prostat, paru, limfoma, sarkoma, dan

mieloma multipel. Metastasis keganasan saluran cerna dan rongga pelvis relatif

34

Page 35: Case Report - Spondilitis TB 2014

melibatkan vertebra lumbosakral, sedangkan keganasan paru dan mamae lebih sering

melibatkan vertebra torakal.

Keganasan primer pada pasien anak-anak yang cukup sering menyebabkan kompresi

medula spinalis meliputi neuroblastoma, Sarkoma Ewing, dan hemangioma. Formasi

abses dan adanya fragmen tulang adalah temuan MRI yang dapat membedakan

spondilitis TB dari neoplasma.3 Keluhan yang sering berupa nyeri punggung belakang

yang kronis progresif yang tidak spesifik, hal inilah yang menyebabkan neoplasma

spinal sulit dibedakan dengan spondilitis TB. Adanya riwayat keganasan di tempat lain

dapat membantu penegakkan diagnosis. Defi sit neurologis terjadi tergantung tingkat

lesi, muncul jika tumor sudah menekan epidural dan medula spinalis. Kolaps vertebra

dengan deformitas kifotik atau skoliotik terjadi akibat destruksi badan vertebra/ fraktur

oleh invasi tumor dengan diskus yang bebas dari kerusakan. MRI belum dapat secara

pasti menyingkirkan atau memastikan diagnosis tumor spinal. Semua temuan-temuan

MRI spondilitis TB bisa ditemukan pada tumor spinal.41

Fraktur kompresi badan vertebra berpotensi menyebabkan deformitas kifotik disertai

gangguan neurologis dengan derajat yang bervariasi. Trauma harus dengan kekuatan

yang besar untuk membuat badan vertebra yang bersangkutan retak, kecuali jika

didapatkan osteoporosis, usia tua atau penggunaan steroid jangka panjang. Contoh

klasik trauma yang menyebabkan fraktur kompresi seperti jatuh dari ketinggian dengan

bokong terlebih dahulu. Kecelakaan mobil juga dapat menyebabkan dampak serupa.

Mekanisme fl eksi-kompresi biasanya menyebabkan fraktur kompresi dengan bagian

anterior mengecil (wedge-shaped) dengan derajat kerusakan bagian tengah dan

posterior yang bervariasi. Medula spinalis segmen torakal lebih sering mengalami

cedera karena merupakan segmen yang paling panjang dibandingkan segmen lainnya

dan juga karena kanalis spinalisnya yang lebih sempit dengan vaskularisasi yang

tentatif. Diagnosis ditegakkan dengan temuan klinis dan adanya riwayat trauma yang

bermakna dikombinasikan dengan ada/ tidaknya faktor risiko seperti osteoporosis atau

usia tua.

Spondilitis bruselosis merupakan diagnosis diferensial yang utama pada negara dengan

angka kejadian tinggu. Demam, keringat dingin dan nyeri sendi adalah gejala yang

lebih sering ditemukan pada spondilitis bruselosis, sementara gangguan neurologis dan

deformitas lebih banyak ditemukan pada spondilitis TB. Sakroiliitis dan diskitis lebih

sering didapatkan pada pasien spondilitis bruselosis.

35

Page 36: Case Report - Spondilitis TB 2014

PENATALAKSANAAN

penanganan spondilitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yang

berjalan dapat secara bersamaan, medikamentosa dan pembedahan. Terapi

medikamentosa lebih diutamakan, sedangkan terapi pembedahan melengkapi terapi

medikamentosa dan disesuaikan dengan keadaan individual tiap pasien. Pasien

spondilitis TB pada umumnya bisa diobati secara rawat jalan, kecuali diperlukan

tindakan bedah dan tergantung pada stabilitas keadaan pasien. Tujuan penatalaksanaan

spondilitis TB adalah untuk mengeradikasi kuman TB, mencegah dan mengobati defi

sit neurologis, serta memperbaiki kifosis.28 Parthasarathy dkk melakukan penelitian

pada 235 pasien spondilitis TB tanpa paraplegia dengan tujuan membandingkan

efektivitas kemoterapi OAT dan intervensi bedah. Penelitian tersebut menyimpulkan

bahwa pada fase awal, terapi medikamentosa memberikan hasil yang lebih memuaskan

dibandingkan terapi bedah. Namun, ketika deformitas kifosis telah melanjut, terapi

medikamentosa justru tidak begitu berguna. Terapi OAT selama 9 bulan memberikan

angka remisi yang lebih baik (hingga 99 persen) dibandingkan terapi OAT selama 6

bulan.47

MEDIKAMENTOSA

Regimen 4 macam obat biasanya termasuk INH, rifampisin, dan pirazinamid

dan etambutol. Lama pengobatan masih kontroversial. Meskipun beberapa penelitian

mengatakan memerlukan pengobatan hanya 6-9 bulan, pengobatan rutin yang dilakukan

adalah selama 9 bulan sampai 1 tahun. Lama pengobatan biasanya berdasarkan dari

perbaikan gejala klinis atau stabilitas klinik pasien.48

WHO memeberikan panduan penggunaan OAT berdasarkan berat ringannya penyakit

1. Kategori I adalah tuberkulosis yang berat, termasuk tuberkulosis paru yang

luas, tuberkulosis milier, tuberkulosis disseminata, tuberkulosis disertai diabetes

mellitus dan tuberkulosis ekstrapulmonal termasuk spondilitis tuberkulosa.

2. Kategori II adalah tuberkulosis paru yang kambuh atau gagal dalam

pengobatan.

3. Kategori III adalah tuberkulosis paru tersangka aktif.

Paduan OAT untuk spondilitis tuberkulosa sesuai dengan Kategori I seperti

dalam Tabel 5.

36

Page 37: Case Report - Spondilitis TB 2014

INH diberikan sampai 12 bulan. Streptomycin hanya sebagai kombinasi terakhir

atau tambahan pada regimen yang ada. Disamping itu ada OAT tambahan tetapi

kemampuannya lemah misalnya Kanamycin, PAS, Thiazetazone, ethionamide,

dan quinolone.

World Health Organization (WHO) menyarankan kemoterapi diberikan

setidaknya selama 6 bulan.43 British Medical Research Council menyarankan bahwa

spondilitis TB torakolumbal harus diberikan kemoterapi OAT selama 6 – 9 bulan.2

Untuk pasien dengan lesi vertebra multipel, tingkat servikal, dan dengan defi sit

neurologis belum dapat dievaluasi, namun beberapa ahli menyarankan durasi

kemoterapi selama 9–12 bulan.2 The Medical Research Council Committee for

Research for Tuberculosis in the Tropics menyatakan bahwa isoniazid dan rifampisin

harus selalu diberikan selama masa pengobatan.28 Selama dua bulan pertama (fase

inisial), obat-obat tersebut dapat dikombinasikan dengan pirazinamid, etambutol dan

streptomisin sebagai obat lini pertama. Hal ini senada dengan penelitian

37

Page 38: Case Report - Spondilitis TB 2014

Karaeminogullari dkk yang mengobati pasien spondilitis TB lumbal dengan rifampisin

dan insoniazid saja selama 9 bulan, dengan hasil yang memuaskan.

Immobilisasi

Pemasangan gips bergantung pada level lesi, pada daerah servikal dapat

dilakukan immobilisasi dengan jaket minerva , pada daerah torakal, torakolumbal dan

lumbal atas immobilisasi dengan body jacket atau gips korset disertai fiksasi pada salah

satu panggul. Immobilisasi pada umumnya berlangsung 6 bulan, dimulai sejak

penderita diizinkan berobat jalan.

Selama pengobatan penderita menjalani kontrol berkala dan dilakukan

pemeriksaan klinis, radiologis dan laboratoris. Bila dalam pengamatan tidak tampak

kemajuan, maka perlu difikirkan kemungkinan resistensi obat, adanya jaringan

kaseonekrotik dan sekuester, nutrisi yang kurang baik, makan obat tidak berdisiplin.

Indikasi dan Kontraindikasi Pembedahan

dilakukan. Indikasi pembedahan antara lain27,30

A. Indikasi absolut

Paraplegi dengan onset yang terjadi selama pengobatan konservatif, paraplegia

memburuk atau menetap setelah dilakukan pengobatan konservatif, kehilangan

kekuatan motorik yang bersifat komplit selama 1 bulan setelah dilakukan

pengobatan konservatif, paraplegia yang disertai spastisitas yang tidak terkontrol

oleh karena suatu keganasan dan imobilisasi tidak mungkin dilakukan atau adanya

risiko terjadi nekrosis akibat tekanan pada kulit, paraplegia yang berat dengan onset

yang cepat, dapat menunjukkan tekanan berat oleh karena kecelakaan mekanis atau

abses dapat juga merupakan hasil dari trombosis vaskular tetapi hal ini tidak dapat

didiagnosis, paraplegia berat lainnya, paraplegia flaksid, paraplegia dalam keadaan

fleksi, kehilangan sensoris yang komplit atau gangguan kekuatan motoris selama

lebih dari 6 bulan.

B. Indikasi relatif

Paraplegia berulang yang sering disertai paralisis sehingga serangan awal sering

tidak disadari, paraplegia pada usia tua, paraplegia yang disertai nyeri yang

diakibatkan oleh adanya spasme atau kompresi akar saraf serta adanya komplikasi

seperti batu atau terjadi infeksi saluran kencing.

38

Page 39: Case Report - Spondilitis TB 2014

Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk spondilitis TB yang mengalami paraplegi

adalah costrotransversectomi, dekompresi anterolateral dan laminektomi. Prosedur tata

laksana pasien dengan komplikasi neurologi dapat dilihat seperti Gambar 1.

Sementara itu, satu-satunya kontraindikasi pembedahan pada pasien spondilitis TB

adalaha kegagalan jantung dan paru. Pada keadaan ini kegagalan jantung dan paru harus

ditangani terlebih dahulu untuk menyelamatkan jiwa pasien.3

Tabel 6. Algoritma dan tatalaksana Tb

39

Page 40: Case Report - Spondilitis TB 2014

Tabel 7. Penatalaksanaan total Tb spine22

40

Page 41: Case Report - Spondilitis TB 2014

Tirah baring, Imobilisasi, dan Fisioterapi

Terapi pada penderita spondilitis TB dapat pula berupa tirah baring disertai

dengan pemberian kemoterapi, dengan atau tanpa imobilisasi. Tindakan ini biasanya

dilakukan pada penyakit yang telah lanjut atau bila tidak tersedia keterampilan dan

fasilitas yang cukup untuk melakukan operasi tulang belakang, atau bila terdapat

permasalahan teknik operasi yang dianggap terlalu berbahaya. Jenis imobilisasi yang

dilakukan sama dengan imobilisasi pasca-operasi yang telah dijelaskan sebelumnya.

Imobilisasi dilakukan setidaknya selama enam bulan.16 Tirah baring diikuti dengan

pemakaian gips untuk melindungi tulang belakang pada posisi ekstensi, terutama pada

keadaan akut atau fase aktif. Pemasangan gips ini ditujukan untuk imobilisasi spinal,

mengurangi kompresi medula spinalis dan progresi deformitas lebih lanjut. Istirahat di

tempat tidur dapat berlangsung hingga empat minggu. Alwali dkk melaporkan bahwa

imobilisasi dengan custom-made spinal jacket bersamaan dengan kemoterapi dapat

menjadi alternatif jika tindakan bedah tidak bisa dilakukan.38

Fisioterapi diperlukan sepanjang ditemukan adanya gangguan fungsional.

Dalam hal ini gangguan fungsional dikaitkan dengan cedera medula spinalis yang

menimbulkan kelumpuhan motorik, sensorik, dan autonom. Intervensifi sioterapi yang

diberikan disesuaikan dengan modalitas yang terganggu. Paraplegia yang

mengharuskan pasien untuk terus duduk atau tidur berpotensi menyebabkan ulkus

dekubitus. Maka dari itu, posisi baring harus sering diganti. Selain itu, pemeriksaan

kulit secara menyeluruh harus rutin dilakukan. Pasien dengan gangguan defekasi dan

berkemih dapat dibantu dengan kateterisasi intermiten dan evakuasi feses setiap hari.

Mobilisasi dengan kursi roda (wheelchair) dianjurkan setidaknya 10 hari setelah

dimulai pengobatan. Jika pasien sudah stabil, dapat rencanakan untuk pelatihan

kemandirian, kemampuan sosial dan melakukan aktivitas sehari-hari dan berikutnya

dapat diberikan pelatihan vokasional. Studi prospektif pada pasien spodilitis TB yang

diterapi secara medikamentosa atau bedah, direhabilitasi mulai dari masa pre-operasi

hingga 6 bulan pasca-operasi dekompresi dan fusi spinal, membuktikan bahwa fi

sioterapi mampu meningkatkan kualitas hidup pasien spondilitis TB, terlebih jika

dikombinasi dengan terapi kuratif yang adekuat.

Terapi motorik yang dilakukan antara lain difokuskan pada otot dada, perut,

tungkai bawah, batang tubuh, dan ekstensor sakrospinal. Skor Modified Barthel Index

(MBI) meningkat secara bermakna dimana pada saat permulaan hanya 10,6 persen

41

Page 42: Case Report - Spondilitis TB 2014

pasien termasuk dalam kategori mandiri, dan pada akhir studi 70,2 persen pasien

termasuk dalam kategori mandiri.

PROGNOSIS

Prognosis pasien spondilitis TB dipengaruhi oleh: 1) usia, 2) deformitas kifotik, 3) letak

lesi, 4) defisit neurologis, 5) diagnosis dini, 6) kemoterapi, 7) fusi spinal, 8) komorbid,

9) tingkat edukasi dan sosioekonomi. Usia muda dikaitkan dengan prognosis yang lebih

baik.12 Namun, Parthasarathy dkk41 menyimpulkan bahwa pada pasien usia dibawah 15

tahun dan dengan kifosis lebih dari 30o cenderung tidak responsif terhadap pengobatan.

Kifosis berat, selain memperburuk estetika, dapat mengurangi kemampuan bernafas.

Diagnosis dini sebelum terjadi destruksi badan vertebra yang nyata dikombinasi dengan

kemoterapi yang adekuat menjanjikan pemulihan yang sempurna pada semua kasus.

Adanya resistensi terhadap OAT memperburuk prognosis spondilitis TB. Komorbid

lain seperti AIDS berkaitan dengan prognosis yang buruk. Penelitian lain di Nigeria22

mengatakan bahwa tingkat edukasi pasien mempengaruhi motivasi pasien untuk datang

berobat. Pasien dengan tingkat edukasi yang rendah cenderung malas datang berobat

sebelum muncul gejala yang lebih berat seperti paraplegia.

42

Page 43: Case Report - Spondilitis TB 2014

DAFTAR PUSTAKA

1. Hidalgo A. Pott disease (tuberculous spondylitis). Didapat dari http:// www.emedicine.com/med/topic1902.htm. Diakses tanggal 9 Maret 2005.

2. Herchline T. Tuberculosis. Didapat dari http://

www.emedicine.com/med/topic2324.htm. Diakses tanggal 9 Maret 2005.

3. Camillo FX. Infections of the Spine. Canale ST, Beaty JH, ed. Campbell’s Operative Orthopaedics. edisi ke-11. 2008. vol. 2, hal. 2237

4. Cormican L, Hammal R, Messenger J, Milburn HJ. Current diffi culties in the diagnosis and management of spinal tuberculosis. Postgrad Med J 2006; 82: 46-51.

5. Sinan T, Al-Khawari H, Ismail M, Bennakhi A, Sheikh M. Spinal tuberculosis: CT and MRI feature. Ann Saudi Med 2004; 24: 437-41.

6. WHO. Global tuberculosis control - epidemiology, strategy, fi nancing. WHO

Report 2005. WHO/HTM/TB/2005.411.

7. Leibert E, Haralambou G. Tuberculosis. In: Rom WN and Garay S, eds. Spinal tuberculosis. Lippincott, Williams and Wilkins; 2004:565-77.

8. Editors : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Jakarta : Interna Publishing, 2009.

9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.Grafi ka. Jakarta. 2006. hal. 5

10. Vitriana. Spondilitis Tuberkulosa. Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

FK-UNPAD/ RSUP dr. Hasan Sadikin , FK-UI/ RSUPN dr. Ciptomangunkusumo.

2002.

11. Leibert E, Haralambou G. Tuberculosis. In: Rom WN and Garay S, eds. Spinal tuberculosis. Lippincott, Williams and Wilkins; 2004:565-77.

12. Ozol D, Koktener A, Uyar ME. Active pulmonary tuberculosis with vertebra and rib involvement: case report. South Med J 2006; 99: 171-3.

13. Agrawal V, Patgaonkar PR, Nagariya SP. Tuberculosis of Spine. Journal of Craniovertebral Junction and Spine 2010, 1: 14.

14. Nataprawira HM, Rahim AH, Dewi MM, Ismail Y. Comparation Between Operative and Conservative Therapy in Spondylitiis Tuberculosis in Hasan Sadikin Hospital Bandung. Maj Kedokt Indon. Vo.60.No.7 (Jul 2010).

15. Young W. Spinal Cord Injury levels and Classifi cation. Page updated: 03/24/2009. Available from: URL:http://wiseyoung.wordpress.com/2008/12/19/spinal-cord-injury-levels-andclassification.

16. Vitriana. Spondilitis Tuberkulosa. Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FK-UNPAD/ RSUP dr. Hasan Sadikin , FK-UI/ RSUPN dr. Ciptomangunkusumo. 2002.

17. Tuli SM. Tuberculosis of the spine. New Delhi : Amerind, 1975 .p. 564 – 7.18. Salter B. Tuberculous osteomyelitis. In : The Musculoskeletal System. 2nd Ed. New

York : Williams & Wilkins ,1984.p.186 – 9.19. Issack PS, Boachie-Adjei O. Surgical Correction of kyphotic deformity in spinal

tuberculosis. International Orthopedics (SICOT) (2012) 36:353–357. DOI 10.1007/s00264-011-1292-9.

20. Jain AK, Dhammi IK, Jain S, Mishra P. Kyphosis in spinal tuberculosis-Prevention and correction. Indian J Orthop 2010 Apr-Jun; 44(2): 127–136.

43

Page 44: Case Report - Spondilitis TB 2014

21. Zuwanda, Janitra R. Diagnosis umum dan penatalaksanaan spondilitis Tb. CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013

22. Moesbar N. Infeksi Tuberkulosa pada Tulang belakang. Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39; No. 3 ; September 2006

23. Paramarta IGE, Purniti PS, Subanada IB, Astawa P. Fakultas Kedokteran Udayana Rumah Sakit Sanglah Denpasar.

24. Albar Z. Medical treatment of Spinal Tuberculosis. Cermin Dunia Kedokteran No. 137, 2002 29.Mason RJ, Murray JF, Broaddus VC, Nadel JA. Murray and Nadel’s Textbook of Resporatory Medicine. 4th ed. Pennsylvania: Elsevier Saunders; 2005.

25. Wilson J, MacDonald. Current Orthopedics. Elsevier Science; 2003. hal. 46826. Vitriana. Spondilitis Tuberkulosa. Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

FK-UNPAD/ RSUP dr. Hasan Sadikin , FK-UI/ RSUPN dr. Ciptomangunkusumo. 2002.

27. Polley P, Dunn R. Noncontiguous spinal tuberculosis: incidence and management. Eur Spine J (2009) 18:1096–1101.

28. Infectious and noninfectious infl ammatory disease aff ecting the spine. Dalam: Byrne TN, Benzel EC, Waxman SG. Disease of the Spine and Spinal Cord. Oxford University Press Inc. 2000.c. 9 h.325 – 335.

29. Albar Z. Medical treatment of Spinal Tuberculosis. Cermin Dunia Kedokteran No. 137, 2002 29.

30. Karraeminogullari O, Aydinli U, Ozerdemoglu R, Ozturk C. Tuberculosis of the Lumbar Spine: Outcomes after Combined Treatment of Two-drug Therapy and Surgery. Orthopedics. January 2007. Vol. 30. No.1.

31. Crenshaw AH. Spinal anatomy and surgical approach. In : Campbell’s operative orthopaedics. 8th Ed. Missouri : Mosby Year Book 1992.p.3493 – 514; 3792 – 817.

32. Ramachandran R, Paramasivan CN. What is new in the diagnosis of tuberculosis. Indian Journal of Tuberculosis 2003; 6: 182 – 8.

33. Garfin SR, Vaccaro AR. Spinal Infections. In: Orthopaedic Knowledge. Spine update.American Academy of Orthopaedic Surgeon , 1997.p.261 – 3.

34. Jain AK, Dhammi IK, Jain S, Mishra P. Kyphosis in spinal tuberculosis-Prevention and correction. Indian J Orthop 2010 Apr-Jun; 44(2): 127–136.

35. Njoku CH, Makusidi MA, Ezunu EO. Experiences in Management of Pott’s paraplegia and Paraparesis in Medical Wards of Usmanu Danfodiyo University Teaching Hospital, Sokoto, Nigeria. Annals of African Medicine. Vol. 6, No .1; 2007: 22 – 25

36. Moesbar N. Infeksi tuberkulosis pada tulang belakang. Majalah Kedokteran Nusantara. Sept 2006.Vol.39. No.3

37. El- Fiky AM. Surgical management of tuberculous spondilitis in adults. Review in 20 cases. Pan Arab J Otrh Traum. Vol (2)/ No. (2) – 195 – 201.

38. Alwali ANA. Spinal brace in tuberculosis of the spine. Neurosciences 2003; Vol. 8 (1): 17-22.

39. Buku radiologi40. Jain AK, Sreenivasan R, Saini NS, Kumar S, et al. Magnetic Resonance evaluation

of tubercular lesion in spine. International Orthopedics (SICOT) (2012) 36:261–269.41. Ahn JS, Lee JK. Diagnosis and Treatment of Tuberculous Spondilitis and Pyogenic

Spondilitis in Atypical Cases. Asian Spine Journal.Vol. 1, No. 2, pp 75~79, 2007.42. Papavramidis TS, Papadopoulos VN, Michalopoulos A, Paramythiotis D, Potsi S,

Raptou G. Anterior chest wall tuberculous abscess: a case report. J Med Case Reports. 2007; 1: 152.

44

Page 45: Case Report - Spondilitis TB 2014

43. Ahn JS, Lee JK. Diagnosis and Treatment of Tuberculous Spondilitis and Pyogenic Spondilitis in Atypical Cases. Asian Spine Journal.Vol. 1, No. 2, pp 75~79, 2007.

44. Harada Y, T Osamu, Matsunaga N. Magnetic Resonance Imaging Charasteristics of Tuberculous Spondylitis vs. Pyogenic Spondylitis. Clinical Imaging 32 (2008) 303 –309.

45. Jung NY, Jee WH, Ha KY, Park CK, Byun JY. Discrimination of Tuberculous Spondilitis from Pyogenic Spondilitis on MRI. AJR:182, June 2004. h. 1405 – 1410.

46. Kurtaran B, Sarpel T, Tasova Y, Candevir A, et al. Brucellar and tuberculous spondylitis in 87 Adult patients: a Descriptive and Comparative case series. Infectous Diseases in Clinical Practice.May 2008. Vol.16,No.3.

47. Parthasarathy R, et al. A comparison between ambulant treatment and radical surgery - ten-year report. J Bone and Joint Surg 1999; 81B: 464-71.

48. Müller I. Mistakes in the diagnosis and treatment of tuberculous spondylitis. A case study. Scripta Medica (Brno) 2000; 3:157 –60.

45