Top Banner
CASE REPORT NEFRITIS HSP Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik pada Bagian ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Disusun oleh : Hanna Chriswintan ( 0961050172 ) Hendra Sinaga ( 0961050181 ) Brian Pasa Nababan ( 1061050080 ) Anjelina Banjarnahor ( 1061050129 ) KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
33

Case Report HSP

Feb 19, 2016

Download

Documents

sdcancancakcknajjnaj
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case Report HSP

CASE REPORT

NEFRITIS HSP

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik pada Bagian ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

Disusun oleh :

Hanna Chriswintan ( 0961050172 ) Hendra Sinaga ( 0961050181 ) Brian Pasa Nababan ( 1061050080 ) Anjelina Banjarnahor ( 1061050129 )

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAKPERIODE 27 JULI – 3 OKTOBER 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIARS PGI CIKINI

JAKARTA

Page 2: Case Report HSP

PENDAHULUAN

Henoch-Schönlein Purpura (HSP) merupakan suatu kelainan inflamasi yang

dicirikan dengan vaskulitis menyeluruh yang meliputi pembuluh darah kulit, saluran

cerna, ginjal, sendi, dan yang jarang pada paru-paru dan sistem saraf pusat. Menurut

Consensus Conference on Nomenclature of Systemic Vasculitides, HSP merupakan

suatu vaskulitis dengan deposit imun yang didominasi oleh IgA pada pembuluh darah

kecil kulit, saluran cerna serta glomerulus dan berhubungan dengan adanya atralgia

atau arthritis. Ada banyak bukti yang menyatakan bahwa HSP dan IgA Nephropaty

(IgAN) merupakan suatu spektrum klinis dari kelainan yang serupa dimana HSP

merupakan bentuk sistemik dari IgAN.

Sindroma ini dinamai dari nama dua orang dokter jerman. Pertama kali

vaskulitis sistemik dilaporkan oleh Heberden tahun 1806, kemudian pada tahun 1837,

Johan Schönlein pertama kali menemukan beberapa kasus peliosis rheumatica atau

purpura yang berhubungan dengan arthritis. Tiga puluh tahun kemudian, Edouard

Henoch menemukan manifestasi gastrointestinal seperti muntah, nyeri perut, dan

melena. Hasil biopsi kulit memberikan gambaran vaskulitis dengan nekrosis

pembuluh darah disertai dengan deposit leukosit dominan polimormonuklear serta

mononuklear. Sehingga Henoch-Schönlein purpura juga dikenal dengan istilah

purpura rheumatica, leukocytoclastic vasculitis dan vaskulitis alergika.

Penyakit ini bisa muncul pada semua usia, tetapi umumnya ditemukan pada anak-

anak. Secara keseluruhan diperkirakan insidennya 10-20 kasus per 100.000 anak-anak

per tahun. Pada orang dewasa insidennya lebih rendah yaitu sekitar 1,3-1,4 per

100.000 orang per tahun. Pada anak-anak rasio antara laki-laki dan wanita adalah 2:1

sedangkan pada usia dewasa sekitar 1:1. Sekitar 75% gejala muncul pada usia 2-11

tahun dengan median 5 tahun. Usia yang lebih dewasa berhubungan dengan

kegagalan fungsi ginjal. Pada anak-anak, nefritis HSP (HSN) termanifestasi ada

sekitar 20–40% kasus sedangkan pada orang dewasa diperkirakan antara 50–85%

kasus. Secara keseluruhan sekitar 1-3% akan berkembang menjadi gagal ginjal kronik

yang memerlukan terapi pengganti ginjal

Page 3: Case Report HSP

LAPORAN KASUS

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kiri sejak 7 jam sebelum masuk

rumah sakit ( SMRS ), nyeri yang dirasakan hilang timbul dan seperti di remas. Awal

mulanya pasien sedang tidak melakukan aktivitas dan tiba – tiba pasien merasakan

nyeri didaerah perut kirinya. Pasien mengaku rasa sakitnya berkurang saat pasien

merubah posisi tidur ke arah kiri dan bertambah sakit saat pasien terlentang. Keluhan

lain yang dirasakan kaki pasien menjadi bengkak. Batuk disangkal, BAB tidak ada

keluhan dan demam disangkal. Pasien pernah di operasi appendiktomi 2 minggu

sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi dan di keluarga tidak ada yang pernah

mengalami penyakit seperti pasien ataupun hipertensi dan kencing manis.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan hemodinamik normal, berupa

tekanan nadi 120x/menit (kuat angkat, isi cukup, teratur), suhu 38.1’C ( axilla ) serta

respirasi 33x/menit. Pada pemeriksaan mata didaptkan kedua kelopak mata tidak

cekung, inspeksi mulut didapatkan mukosa bibir lembab. Leher pasien simetris, tidak

ada pembesaran disekitar leher pasien.

Pada pemeriksaan thoraks pasien, pergerakan dinding dada pasien simetri

kanan dan kiri serta tidak ada retraksi, vocal fremitus simetris kanan dan kiri, Perkusi

sonor / sonor dan Bunyi napas dasar pasien vesikuler tanpa ada bunyi tambahan

seperti mengi ataupun ronki. Pada pemeriksaan palpasi hepar dan lien di abdomen

tidak teraba membesar serta ada nyeri tekan dan ketuk di regio hipokondria kiri,

lumbal kiri, dan iliaca kiri. Bising usus +3x/menit. Pada kulit / Integumen pasien

didapatkan bintik – bintik kemerahan pada ekstremitas inferior sebatas lutut. dan

edem pada kedua tungkai pasien.

Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 22 September

2015 didapatkan kadar Hb 11.2 g/dl, Eritrosit 455.000 μl, Leukosit 20.700 μl,

Trombosit 580.000 μl, Ht 34%, MCV 75 hμm3, MCH 24.6 Hpg, MCHC 32.7 /dl.

Hitung jenis leukosit didapatkan Basofil 0 %, Eusinofil 2 %, Neutrofil batang 0 %,

segmen 82 %, Monosit 5 %, Limfosit 11 %. Hemostasis, Masa Pembekuan ( Lee –

White ) 10 – 12 menit, APTT , APTT pasien 29.4 detik, APTT control 31.2 detik.

Masa Protombin ( PT ), PT Pasien 10.7 detik, PT Kontrol 11.0 detik, INR 1.0,

Fibrinogen 371 mg/dL, D – dimer 18190 µg/ L.

Page 4: Case Report HSP

Pada pemeriksaan kimia klinik tanggal 22 September 2015 didapatkan

Protein total 5.0 g/ dL, Albumin 1.8 g/ dL, Globulin 3.2 g/ dL, Ureum 12 mg/ dL,

Kreatinin 0.6 mg/ dL, Amilase 23 U/L, Lipase 72 U/L. Urinalisis Lengkap, Berat

Jenis <= 1.005 g/mL, warna ( Kuning ), Kejernihan ( Jernih ), Esterase leukosit

( trace / 15 sel / µL ), Nitrit : Negatif, Darah ( trace / 10 sel / µL ), pH = 6.0, Protein

2+ 100 mg/dL, Glukosa = negative, Bilirubin = negative, Urobilinogen = 0.2, Keton =

negative. Sedimen, Leukosit 6 / LPB, Eritrosit 4 / LPB, Epitel 1 / LPB, Silinder 0 /

LPK, Bakteri 6 / LPB.

Follow up hari ke – 2 ( 23 – 9 – 2015 )S/ Nyeri perut seperti diremas dan hilang timbul

O/ FN : 120x/ menit, FP : 24 x/ menit, Suhu : 36 º C. Thoraks : dbN, Abdomen :

Supel, Nyeri tekan + di regio hipokondria, lumbal dan iliaca dextra dan ada papula

eritem di region tibialis bilateral, serta edem pada kedua tungkai pasien.

Pada Pemeriksaan Lab :

Kimia Klinik ( 06.30 wib ), Albumin 1.9 g/ dL, Trigliserida 171 mg/dL, Kolestrol

total 147 mg/dL, Kolestrol HDL 30 mg/dL, Kolestrol LDL 98 mg/dL.

IMUNOLOGI, ANA ???, CRP 24.0 mg/L, ASTO 400, Rheumatoid Factor < 8

( Negatif ), Komplemen C 3 Pending, Komplemen C 4 Pending.

Kimia Klinik ( 16.06 wib ), Albumin 1.9 g/ dL, Trigliserida 171 mg/dL, Kolestrol

total 147 mg/dL, Kolestrol HDL 30 mg/dL, Kolestrol LDL 98 mg/dL.

IMUNOLOGI, ANA Hasil = Negatif, Nilai Rujukan = Negatif, CRP 24.0 mg/L,

ASTO 400, Rheumatoid Factor < 8 ( Negatif ), Komplemen C 3 41.3 mg/dL,

Komplemen C 4 46.19 mg/dL.

A/ Kolik Abdomen

P/ diet : Biasa, Kalori 1700 kalori, 40 gr Protein, 1 gram garam

CIV : KAEN 3B 20 TPM ( makro )

MM/ Bioxon 2 x 1 gr ( IV )

Torasix 3 x 1 amp ( IV )

Page 5: Case Report HSP

Follow up hari ke – 3 ( 24 – 9 – 2015 )S/ Belum BAB, sudah 2 hari

O/ FN : 85x/ menit, FP : 20 x/ menit, Suhu : 36.6 º C. Mulut : Stomatitis di gusi

molar atas kanan, keputihan di langit – langit. Thoraks : dbN, Abdomen : Supel, Nyeri

tekan –, pekak sisi +, pekak alih +, ada papula eritem di regio tibialis bilateral

Pemeriksaan Penunjang :

Hematologi, APTT. APTT Pasien 32.1 detik, APTT Kontrol 31.1 detik

KIMIA KLINIK, Bersihan Kreatinin ( CCT ). Tinggi Badan 137 cm, Berat Badan

39 kg, Volume Urin 2800 mL, Periode Tampung Urin 24 jam, Kreatinin Urin 18.8

mg/dL, Kreatinin Darah 0.50 mg/dL, Bersihan Kreatinin 104.55 mL/menit.

URINALISA. Esbach 0.8 g/L.

A/ Stomatitis

P/ diet : 1700 kalori, 40 gram protein, 2 gram garam

CIV : KAEN 3B 20 TPM ( makro )

Mm/ Pujimin 3 x 1 caps ( PO ), Met. Prednisolon 2 x 4 mg ( PO ), Cavit D3 2 x 1 tab

( PO ), Fenocin 3 x 1 tab ( PO ), Bioxon + 100 NaCl 2 x 1 gr ( IV ), Racet 1 x 20 mg

( IV ), Torasix 3 x 1 amp ( IV ), Albumin 20 % 1 x 10 CC ( IV ), Heparin

Follow up hari ke – 4 ( 25 – 9 – 2015 )S/ Nyeri perut -

O/ FN : 84 x/ menit, FP : 20 x/ menit, Suhu : 36.7 º C. Thoraks : dbN, Abdomen :

Supel, Nyeri tekan - , ada papula eritem di region tibialis bilateral, serta edem pada

kedua tungkai pasien.

Pemeriksaan Penunjang :

kadar Hb 9.7 g/dl, Eritrosit 398.000 μl, Leukosit 10.800 μl, Trombosit 487.000

μl, Ht 31%, MCV 77 hμm3, MCH 24.4 Hpg, MCHC 31.5 /dl. Hitung jenis leukosit

didapatkan Basofil 0 %, Eusinofil 2 %, Neutrofil batang 0 %, segmen 75 %, Monosit

6 %, Limfosit 17 %. APTT , APTT pasien 31.1 detik, APTT control 31.0 detik.

KIMIA KLINIK. Protein total 5.2 g/ dL, Albumin 2.5 g/ dL, Globulin 2.7 g/ dL.

Urinalisis Lengkap, Berat Jenis <= 1.015 g/mL, warna ( Kuning ), Kejernihan

( Jernih ), Esterase leukosit ( trace / 15 sel / µL ), Nitrit : Negatif, Darah ( trace / 10

sel / µL ), pH = 7.5 , Protein 2+ 100 mg/dL, Glukosa = negative, Bilirubin = negative,

Page 6: Case Report HSP

Urobilinogen = 0.2, Keton = negative. Sedimen, Leukosit 3 / LPB, Eritrosit 9 / LPB,

Epitel 1 / LPB, Silinder 0 / LPK, Bakteri 7 / LPB.

A/ Nefritis HSP

P/ diet : 1700 kalori, 40 gram protein, 2 gram garam

CIV : -. Tridex 27 B 20 TPM ( makro )

-. NaCl 0.9 % + 7500 iu Heparin

Mm/ Bioxon 2 x 1 gr + 10 NaCl ( IV ), Rocet 1 x 20 mg ( IV ), Fujimin 3 x 1 caps

( PO ), Met. Prednisolon 2 x 4 mg ( PO ), Cavit D3 3 x 1 ( PO ), Fenocin 3 x 1 tab

( PO ).

Follow up hari ke – 6 ( 27 – 9 – 2015 )S/ Kencing merah (+) malam, pagi belum BAK

Nyeri perut (+)

O/ FN : 84 x/ menit, FP : 20 x/ menit, Suhu : 36.7 º C. Thoraks : dbN, Abdomen :

Supel, Nyeri tekan - , ada papula eritem di region tibialis bilateral, serta edem pada

kedua tungkai pasien.

Pemeriksaan Penunjang :

APTT , APTT pasien 32.1 detik, APTT control 32.6 detik. KIMIA KLINIK.

Protein total 5.7 g/ dL, Albumin 3.4 g/ dL, Globulin 2.3 g/ dL.

A/ Nefritis HSP

P/ diet : 2000 kalori, 80 gram protein, 1 gram garam

CIV : -. Tridex 27 B 20 TPM ( makro )

-. NaCl 0.9 % + 7500 iu Heparin

Mm/ Bioxon 2 x 1 gr + 10 NaCl ( IV ), Rocet 1 x 20 mg ( IV ), Fujimin 3 x 1 caps

( PO ), Met. Prednisolon 2 x 4 mg ( PO ), Cavit D3 3 x 1 ( PO ), Fenocin 3 x 1 tab

( PO ).

Follow up hari ke – 7 ( 28 – 9 – 2015 )S/ Kencing merah (-)

Nyeri perut (-)

Page 7: Case Report HSP

O/ FN : 84 x/ menit, FP : 20 x/ menit, Suhu : 36.7 º C. Thoraks : dbN, Abdomen :

Supel, Nyeri tekan - , ada papula eritem di region tibialis bilateral, serta edem pada

kedua tungkai pasien.

Pemeriksaan Penunjang :

APTT , APTT pasien 32.1 detik, APTT control 32.6 detik. KIMIA KLINIK.

Protein total 5.7 g/ dL, Albumin 3.4 g/ dL, Globulin 2.3 g/ dL. FESES LENGKAP.

Warna : Coklat kemerahan, Konsistensi : Encer , Lendir : positif, Darah : Positif,

Leukosit : 6-7 /LPB, Eritrosit : 9 – 10/ LPB, Kista : Entamoeba Histolytica, Lain-lain:

Bakteri 2+, yeast 1+. Darah Samar : Positif.

A/ Nefritis HSP

P/ diet : 2000 kalori, 80 gram protein, 1 gram

CIV : -. Tridex 27 B 20 TPM ( makro )

-. NaCl 0.9 % + 7500 iu Heparin

Mm/ Bioxon 2 x 1 gr + 10 NaCl ( IV ), Rocet 1 x 20 mg ( IV ), Fujimin 3 x 1 caps

( PO ), Met. Prednisolon 2 x 4 mg ( PO ), Cavit D3 3 x 1 ( PO ), Fenocin 3 x 1 tab

( PO ), Torasik 3x 1 amp (IV)

Follow up hari ke – 8 ( 29 – 9 – 2015 )S/ Mules (+)

BAB cair + darah 10x sampai pkl 00.00 wib

O/ FN : 84 x/ menit, FP : 20 x/ menit, Suhu : 36.7 º C. Thoraks : dbN, Abdomen :

Supel, Nyeri tekan - , ada papula eritem di region tibialis bilateral, serta edem pada

kedua tungkai pasien.

Pemeriksaan Penunjang :

HEMATOLOGI : Hb: 10,3 g/dL, Ht : 31%, Leukosit: 22.8 mm3, Trombosit :

446mm3. KIMIA KLINIK. SI : 36 uL, TIBC : 222 uL. IMUNOLOGI : Ferritin :

43,29 ng/mL. URINALISA LENGKAP. Kejernihan : agak keruh, Esterase Leukosit

: trace / 15 sel/ uL, Darah : 3+ /200 sel/ uL, Protein : 3+/ 200 sel/uL. SEDIMEN.

Leukosit : 38/ LPB, Eritrosit : 52/ LPB, Silinder : 2/ LPK, Bakteri : 452/ LPB.

Page 8: Case Report HSP

A/ Nefritis HSP

Diare akut tanpa dehidrasi

Disentri

P/ diet : 2000 kalori, 80 gram protein, 1 gram garam

CIV : -. Tridex 27 B 20 TPM ( makro )

-. NaCl 0.9 % + 7500 iu Heparin STOP

Mm/ Bioxon 2 x 1 gr + 10 NaCl ( IV ), Rocet 1 x 20 mg ( IV ), Fujimin 3 x 1 caps

( PO ), Met. Prednisolon 2 x 4 mg ( PO ), Cavit D3 3 x 1 ( PO ), Fenocin 3 x 1 tab

( PO ), Torasik 3x 1 amp (IV), Liprolac 2x 1 sach (PO), Zinc tab (PO), PCT Drip

500mg(IV) K/P, Ranitidine 2x 1amp (IV)

Follow up hari ke – 9 ( 30 – 9 – 2015 )S/ Nyeri Perut (-)

BAB cair (-) darah (-)

Kencing Darah (-)

O/ FN : 84 x/ menit, FP : 20 x/ menit, Suhu : 36.7 º C. Thoraks : dbN, Abdomen :

Supel, Nyeri tekan - , ada papula eritem di region tibialis bilateral, serta edem pada

kedua tungkai pasien.

Pemeriksaan Penunjang :

HEMATOLOGI : Hb: 9,7 g/dL, Ht : 29%, Leukosit: 15 mm3, Trombosit :

411mm3.

A/ Nefritis HSP

Diare akut tanpa dehidrasi

Disentri

P/ diet : 2000 kalori, 80 gram protein, 1 gram garam

CIV : -. Tridex 27 B 20 TPM ( makro )

-. NaCl 0.9 % + 7500 iu Heparin STOP

Mm/ Bioxon 2 x 1 gr + 10 NaCl ( IV ), Rocet 1 x 20 mg ( IV ), Fujimin 3 x 1 caps

( PO ), Met. Prednisolon 2 x 4 mg ( PO ), Cavit D3 3 x 1 ( PO ), Fenocin 3 x 1 tab

( PO ), Torasik 3x 1 amp (IV), Liprolac 2x 1 sach (PO), Zinc tab (PO), PCT Drip

500mg(IV) K/P, Ranitidine 2x 1amp (IV)

Page 9: Case Report HSP

DISKUSI KASUS

HSP sering muncul dengan gejala palpable purpura, odema, nyeri abdomen,

nyeri sendi dan gangguan ginjal. Prognosis biasanya baik apabila belum terdapat

gejala gangguan ginjal. Gejala gangguan ginjal bervariasi mulai dari hematuria and

proteinuria intermiten sampai rapid progressive glomerulonephritis. Henoch-

Schönlein nephritis (HSN) merupakan penyakit yang lebih sering memiliki prognosis

baik tetapi 1-3% penderita akan mengalami end stage renal disease (ESRD) dan 20-

35% menjadi penyakit ginjal kronik menurut penelitian jangka panjang.

Penyebab penyakit belum diketahui dengan pasti tetapi beberapa faktor

diketahui menjadi pencetusnya, diperkirakan sebanyak 70-80% penderita HSP

mengalami infeksi saluran nafas saat mulainya perjalanan penyakit. Beberapa faktor

pencetus, khususnya infeksi streptokokus dibuktikan dengan kultur hapusan

tenggorokan dilaporkan menjadi pencetus yang paling sering yaitu dalam 20-36%

kasus. Di beberapa negara musim memiliki pengaruh dimana puncak musim dingin

merupakan waktu puncak terjadinya infeksi, sedangkan obat-obatan (antibiotika, ACE

inhibitors, NSAIDs) dan beberapa toksin (gigitan serangga, vaksinasi dan alergi

makanan) juga dikatakan memiliki peranan. Beberapa faktor-faktor pencetus antara

lain:

a. Bakteri: streptococcus pyogenes, staphylococcus aureus, mycoplasma,

shigella, yersinia, legionella, salmonella, helicobacter pylori, campylobacter

b. Virus: adenovirus, parvovirus, hepatitis B, varicella zoster, Ebstein-Barr,

coxsackie, herpes simplex, HIV

c. Obat: thiazides, antibiotika, ACE-inhibitors, NSAID

d. Lain-lain: gigitan serangga, alergi makanan, toxocara canis

e. Vaksinasi: tuberkulosis, measles, kolera, yellow fever, hepatitis B, influenza,

pneumokokus, meningokokus.

Faktor-faktor pencetus terjadinya HSP kadang-kadang sulit untuk diketahui

karena penderita kadang-kadang datang dalam kondisi dimana gejala sudah demikian

jelas dan faktor-faktor pencetus sulit diidentifikasi.

Mekanisme patogenesis HSP belum sepenuhnya diketahui. Tetapi ada bukti

yang jelas mengenai peranan IgA dalam imunopatogenensis penyakit ini dimana

ditemukan peningkatan konsentrasi serum IgA1 bersama dengan peningkatan

Page 10: Case Report HSP

circulating immunocomplexes yang mengandung IgA pada penderita HSP.

Pembentukan IgA seperti pada respon imun humoral lainnya dikontrol oleh limfosit B

dan T dan terjadinya gangguan regulasi ini menyebabkan peningkatan IgA. Gangguan

O-glycosylation dari IgA1 karena hinge region yang abnormal pada molekul IgA1

dilaporkan pada penderita HSP yang mengalami nefritis dan IgA nefropati, tetapi

tidak pada penderita HSP yang hanya memiliki gejala ekstrarenal. Terdapat beberapa

alasan bagaimana terjadinya abnormalitas dari O-glycosylation sehingga menjadi

patogenik dalam IgAN dan HSN. Hal ini mungkin terjadi akibat menurunnya

pembersihan molekul IgA1 sehingga menghasilkan peningkatan IgA dalam sirkulasi

atau dengan cara peningkatan kemampuan ikatan IgA1 untuk membentuk

immunokompleks IgA.

Peranan IgA dalam patogenesis HSP didukukung oleh fakta bahwa IgA

sekretori memainkan peranan utama dalam pertahanan terhadap atigen luar pada

daerah mukosa dan dalam pengamatan diketahui bahwa infeksi saluran nafas

mengawali onset penyakit pada 70-80% kasus. Peningkatan pembentukan IgA oleh

sel B mukosa distimulasi oleh penetrasi transmukosa oleh antigen asing.

Vaskulitis Leukositoklastik merupakan hasil akhir imunopatologis ketika

kompleks imun IgA yang bersirkulasi mengalami deposisi pada organ yang terlibat

dan menimbulkan lesi inflamasi, aktivasi sistem komplemen dan aktivasi sel secara

langsung. Hal yang penting terjadi adalah kemungkinan adanya kerusakan endotel

akibat invasi oleh leukosit pada sel endotel kemudian diikuti oleh migrasi ke jaringan.

Produk penguraian komplemen bersifat kemoatraktan dan menarik leukosit

polimorfonuklear yang terlihat pada didinding pembuluh darah kecil. Aktivasi jalur

alternatif pada sistem komplemen juga diperkirakan terjadi pada HSP fase akut karena

hasil produk degradasi kaskade komplemen tersebut juga ditemukan pada plasma dan

glomerulus, tetapi penelitian lain belum mendukung peranan komplemen dalam

patogenesis HSP. Sitokin proinflamasi seperti endothelin, TNF, dan interleukin juga

ditemukan pada penderita HSP dan kadar sitokin-sitokin ini lebih tinggi daripada

kontrol terutama pada fase akut. Sitokin dicurigai memainkan peranan penting dalam

proses inflamasi pada penderita HSP

Faktor genetika juga dicurigai berperanan dalam patogenesis HSP. Lofters et al.

melaporkan kejadian HSP pada tiga anggota keluarga yang sama yang menunjukkan

Page 11: Case Report HSP

predisposisi keluarga dalam perkembangan penyakit ini. Kemudian kemunculan

familial penyakit ini ditemukan pada kasus kembar dan saudara kandungnya. Kasus

IgA nephropathy (IgAN) primer familial yang dihubungkan dengan HSP juga pernah

dilaporkan tetapi usaha untuk mengidentifikasi gen yang bertanggungjawab terhadap

faktor familial ini belum membuahkan hasil.

Temuan terhadap 30 keluarga yang anggota keluarganya terkena penyakit ini

mendukung hipotesis bahwa IgAN merupakan penyakit kompleks yang bersifat

multifaktorial yang melibatkan lebih dari satu gen dan kemungkinan berkombinasi

dengan beberapa faktor lingkungan. Demikian pula penelitian yang bertujuan untuk

mencari kemungkinan predisposisi diturunkan pada penyakit ini belum membuahkan

kesimpulan adanya satu faktor tunggal sebagai penyebab penyakit ini walaupun

ditemukan adanya peningkatan frekuensi homozygous null C4 phenotypes (sebuah

gen yang menghasilkan produk gen yang tak teridentifikasi) pada penderita HSP dan

IgAN, menyebabkan defisiensi pada C4. Kepentingan klinis dari temuan ini masih

belum jelas, walaupun diasumsikan bahwa defisiensi C4 mungkin mencerminkan

ketidakcukupan aktivitas komplemen.

Ada beberapa laporan HSN dan IgAN yang mengenai anggota dalam satu

keluarga, keluarga dekat atau bahkan kembar baik secara simultan ataupun dalam

periode waktu tertentu, juga dilaporkan penderita yang sebelumnya terdiagnosa IgAN

kemudian berkembang menjadi HSP. Beberapa kasus yang diterapi sebagai IgAN

ketika dewasa tetapi menunjukkan gejala tipikal pada HSP ketika masa kanak-kanak

dan perbedaan pendapat masih tetap ada karena adanya kesamaan mekanisme

patogenesis keduanya.

Diagnosis HSP berdasarkan tanda klinis yang khas dan tidak ada tes

laboratorium yang spesifik. Trombosit dalam batas normal walaupun ditemukan

purpura yang luas, anemia bisa terjadi apabila penderita mengalami perdarahan

gastrointestinal atau hematuria yang berat dan dapat pula disertai dengan leukositosis.

Sebanyak 64% pasien mengalami kenaikan LED, dan IgA serum meningkat dalam

22–57 % kasus. Imunoglobulin E dan eosinophil cationic protein (ECP) dapat

meningkat sedangkan komplemen 3 (C3) dan komplemen 4 (C4) menurun pada 4,2-

20% kasus. Rasio IgA/C3 dikatakan sebagai penanda prognostik pada HSP.

Peningkatan antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA) yang merupakan isotop

IgA dilaporkan terdapat pada pasien HSP, dan peningkatan serum antistreptolysin

Page 12: Case Report HSP

(AST) juga ditemukan pada 30-35% kasus. C-reactive protein (CRP) dapat meningkat

khususnya pada penderita yang memperlihatkan gejala infeksi saluran nafas atas.

Albumin dapat menurun karena proteinuria, walaupun serum albumin subnormal juga

ditemukan pada pasien tanpa proteinuria yang mencerminkan kehilangan protein

melalui enteropati. Proteinuria serta hematuria menggambarkan telah terjadinya

keterlibatan ginjal apalagi jika ditemukan kenaikan kadar BUN dan kreatinin.

Perdarahan samar pada feses dapat ditemukan pada 25% pasien HSP. Aktivasi sistem

koagulasi terjadi sekunder karena kerusakan endotel juga dilaporkan. Konsentrasi D-

dimer dan antigen faktor Von Willebrand dapat mengalami peningkatan dan aktivitas

faktor koagulasi XIII menurun, tetapi waktu koagulasi (APTT, PTT) biasanya normal.

Pada kasus nyeri perut yang berat sebelum munculnya purpura dimana diagnosis

menjadi sulit, maka faktor XIII disarankan sebagai penanda yang berguna. Pada

penderita ini didapatkan leukositosis yang semakin berat seiring dengan anemia akibat

perdarahan saluran cerna, selain itu didapatkan pula proteinuria, hipoalbumin,

hematuria serta kenaikan BUN dan kreatinin yang menunjukkan telah terjadinya

gangguan ginjal.

Biopsi kulit merupakan kriteria diagnosis HSP dimana temuan yang khas adalah

leucocytoclastic vasculitis dengan nekrosis dinding pembuluh darah dan akumulasi

sel inflamasi perivaskular di sekitar kapiler dan venula poskapiler dermis serta deposit

IgA, C3 dan IgM pada dinding pembuluh darah (1,2,3). Keadaan ini diakibatkan oleh

adanya deposisi kompleks imun dengan aktivasi komplemen dengan leukotaksis. Juga

dapat ditemukan proliferasi sel endotel, deposit fibrin mural, dan pada kasus yang

berat nekrosis fibrinoid. Deposit IgA juga dapat ditemukan pada kulit yang tidak

mengalami purpura dan gambaran yang sama juga dapat ditemukan pada biopsi

mukosa usus. Duodenum dan usus halus merupakan tempat yang paling sering terlibat

pada penderita dengan nyeri abdomen. Pada penderita ini ditemukan gambaran biopsi

kulit vaskulitis leukositoklastik yang mendukung gambaran klinis dan laboratorium

lainnya untuk diagnosis HSP.

Temuan Immunofluoresensi dari biopsi ginjal menunjukkan deposit IgA saja

atau dengan sedikit deposit C3 dan IgG pada daerah mesangial dan dan dinding

kapiler pada nefritis HSP (HSN). Deposit ini terdistribusi secara difus pada

glomerulus, walaupun perubahan mikroskopis bisa bersifat fokal. Lesi histologis pada

HSN bervariasi dan tidak ada lesi patognomonik yang tunggal walaupun

Page 13: Case Report HSP

hiperselularitas mesangial fokal dan lokal dapat bersamaan dengan matrik mesangial

merupakan lesi paling sering. Sebanyak 37-58% HSN muncul dengan perubahan

minimal atau proliferasi mesangial, 23-36% dengan crescents pada <50% glomerulus

dan 2-45% dengan crescents pada >50% glomerulus.

Abnormalitas pada HSN diamati dengan mikroskop elektron bervariasi dari

open capillary loops dengan penebalan minimal membran basal dan penyatuan

prosesus sampai glomerulus yang hampir mengalami sklerosis dengan loops yang

telah mengalami oklusi. Sistem klasifikasi histologi ISKDC (International Study of

Kidney Diseases in Children) digunakan secara luas untuk mengklasifikasikan

beratnya temuan biopsi pada HSN. Klasifikasi ini berdasarkan atas adanya formasi

crescent, tanpa memperhitungkan maturitasnya (4,6). Dikenal sistem penilaian

semikuantitatif yang membagi beratnya perubahan akut dan kronik berdasarkan

abnormalitas pada glomerulus, tubulointerstitium dan pembuluh darah pada temuan

biopsi.

Klasifikasi biopsi ginjal menurut ISKDC pada Henoch-Schönlein purpura:

a. Grade I. Perubahan minimal

b. Grade II. Proliferasi mesangial

c. Grade III A. Proliferasi fokal atau sklerosis dengan < 50% crescent

d. Grade III B. Proliferasi difus atau sklerosis dengan < 50% crescent

e. Grade IV A. Proliferasi fokal atau sklerosis dengan50 – 75% crescent

f. Grade IV B. Proliferasi difus atau sklerosis dengan 50 – 75% crescent

g. Grade V A. Proliferasi fokal atau sklerosis dengan > 75% crescent

h. Grade V B. Proliferasi difus atau sklerosis dengan > 75% crescent

i. Grade VI. Glomerulonefritis membranoproliferatif

Klasifikasi temuan biopsi lainnya berdasarkan atas derajat hiperselularitas mesangial

(6). Klasifikasi ini membagi dalam lima derajat sebagai berikut:

a. Grade I. Dengan perubahan minimal, merupakan yang paling ringan meliputi

2% biopsi.

b. Grade II. Mesangial proliferative atau mesangiopathic glomerulonephritis,

dengan karakteristik peningkatan ringan dalam selularitas mesangial dengan

Page 14: Case Report HSP

atau tanpa leukosit yang bersirkulasi dan umumnya tanpa pembentukan

crescent dan terdapat pada 10 sampai 32% biopsi.

c. Grade III. Fokal dan segmental glomerulonephritis, juga disebut sebagai focal

segmental endocapillary proliferation, merupakan kelainan tersering dan di

jumpai pada 20 sampai 45% pasien. Lesi yang ditemukan adalah

hiperselularitas fokal dan segmental sedang pada mesangial dan sering disertai

dengan lekosit pada lumen kapiler secara segmental dengan scattered

capillary wall fuchsinophilic deposits.

d. Grade IV. Diffuse proliferative glomerulonephritis, juga disebut dengan

diffuse endocapillary proliferation, dengan karakteristik proliferasi mesangial

yang luas, leukosit intraluminal yang bervariasi dengan lebih dari 50%

crescent.

e. Grade V. Proliferasi yang lebih luas dan difus dengan formasi crescent lebih

dari 50%.

Beberapa tipe vaskulitis seperti Wegener’s granulomatosis, polyarteritis nodosa,

sistemic lupus erythematosus, vasculitis urtikaria serta vaskulitis hipersensitivitas

mempunyai gejala mirip dengan HSP. Parameter immunoserologi (seperti ANCA dan

antibodi antifosfolipid) dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk membedakan

beberapa dari penyakit tersebut. Menurut American College of Rheumatology (ACR,

1990), munculnya dua atau lebih dari gejala berikut akan membedakan HSP dengan

vaskulitis tipe lainnya yaitu, usia dibawah 20 tahun, palpable purpura, nyeri perut

yang bersifat akut, atau biopsi yang memberikan gambaran granulosit pada dinding

arteriol atau venula dan munculnya minimal dua kriteria tersebut memiliki sensitivitas

87,1% dan spesifitas 87,7%. Pada kasus ini penderita masih berusia muda, dengan

gejala klinis nyeri perut yang akut, ada purpura pada kulit dan disertai oleh gambaran

lesi patologik yang khas telah sesuai dengan kriteria HSP.

HSP muncul paling sering pada anak-anak dan muncul dengan lesi kulit yang

klasik pada ekstremitas bawah dan daerah bokong. Tetapi gambaran lesi kulit tidak

selalu terdisdribusi secara klasik pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih muda

sehingga biopsi kulit sangat penting dilakukan. Kondisi sepsis, leukemia dan

idiopathic thrombocytopenic purpura dapat menyebabkan purpura tetapi kondisi

klinis penderita tersebut biasanya lebih berat dari HSP. Glomerulonefritis akut pasca

Page 15: Case Report HSP

streptokokus yang biasanya menunjukkan gejala oedema dan lesi kulit dengan infeksi

saluran nafas atas, mirip dengan HSP tetapi rendahnya kadar serum C3 dan tanpa

nyeri perut dan nyeri sendi dapat menyisihkan penyakit tersebut. Gejala klinis pada

penderita ini sesuai dengan kriteria ACR sedangkan kecurigaan SLE disisihkan oleh

pemeriksaan ANA dan anti dsDNA yang negatif.

Istilah IgA nefropati pertama diperkenalkan oleh Berger, merupakan salah satu

bentuk glomerulonefritis yang tersering dan menjadi kausa gagal ginjal terminal yang

penting. Diagnosis IgAN berdasarkan atas temuan immunofluoresensi deposit IgA

pada daerah mesangial glomerulus. Hal tersebut ditemukan sekunder pada nefritis

HSP (HSN) dan beberapa penyakit lain. Pada HSN dan IgAN ditemukan beberapa

gambaran khas tetapi IgAN dikatakan sebagai HSN tanpa purpura. Apakah keduanya

merupakan dua fenotif penyakit penyakit yang berdiri sendiri masih menjadi

kontroversi sampai saat ini. Perbedaan keduanya adalah pada usia saat diagnosis dan

gejala yang nampak, dimana HSN lebih banyak ditemukan pada anak-anak dan selalu

meliputi gejala ekstra-renal sedangkan IgA nephritis biasanya terdiagnosis pada

dewasa muda dengan hanya gejala gangguan ginjal. Demikian juga elemen

hipersensitivitas seperti peningkatan IgE dan ECP (eosinophil cationic protein) yang

sering ditemukan pada HSP tidak ditemukan pada IgAN. Temuan histologi pada

biopsi ginjal menunjukkan lesi yang lebih akut pada pasien HSN, dan sindroma

nefritik-nefrotik lebih sering ditemukan. Pada IgAN ditemukan adanya deposit IgA

secara difus pada sel mesangial disertai dengan hiperselularitas mesangial. IgM, IgG,

C3, atau rantai halus mungkin bersamaan dengan IgA. Sangat penting untuk

memutuskan kapan onset IgA nephritis dimulai karena pada kebanyakan kasus

dimana mungkin hanya terdapat silent microscopic haematuria selama beberapa

tahun sebelum biopsi dilakukan, sedangkan onset gejala lebih jelas pada HSP oleh

karena adanya gejala ekstrarenal (purpura, nyeri abdomen dan nyeri sendi).

Pemeriksaan imunofluoresensi pada pasien HSP dengan gejala gangguan ginjal sama

dengan IgAN dan masih tetap terdapat deposit IgA pada 2/3 pasien setelah 2-9 tahun

fase akut nefritis HSP. Dalam pengamatan jangka panjang penyakit ginjal pada HSP

identik dengan nefritis IgA setelah gejala ekstrarenal akut teratasi. HSN dan nefritis

IgA umumnya disebut dengan nefropati IgA.

Beberapa terapi imunosupresan dan imunomodulator digunakan pada penderita

nefritis karena HSP (HSN), tetapi belum ada terapi spesifik yang bisa merubah

Page 16: Case Report HSP

perjalanan penyakit. Terapi antikoagulan dan fibrinolitik dikombinasikan dengan agen

imunosupresan untuk mencegah terjadinya trombosis atau keadaan hiperkoagulasi dan

pemberian faktor XIII juga digunakan sebagai konsekuensi dari temuan bahwa adanya

penurunan faktor XIII pada kasus dengan gejala klinis yang lebih berat termasuk

nefritis. ACE inhibitor digunakan untuk mengurangi proteinuria dan memberikan

proteksi terhadap penurunan fungsi ginjal dan dapat digunakan bersama preparat

imunosupresan. Hasil yang lebih baik dilaporkan apabila terapi agresif dimulai lebih

awal tetapi tidak ada rekomendasi yang baku untuk penanganan HSN.

Beberapa penelitian melaporkan tidak ada keuntungan pemberian steroid oral

pada HSN. Counahan dkk. menemukan tidak ada perbedaan pada hasil akhir antara

pasien yang mendapat kortikosteroid, imunosupresan atau keduanya dan pasien yang

tidak mendapat terapi, sedangkan Tarshish dkk. (2004) menemukan dalam penelitian

prospektif bahwa pasien yang hanya mendapat terapi suportif memiliki hasil yang

sama dengan subjek yang mendapatkan siklofosfamid. Tetapi Foster dkk. (2000)

melaporkan dalam analisis studi prospektif bahwa pasien tanpa terapi memiliki 5,9

kali risiko relatif untuk hasil yang buruk daripada mereka yang mendapat terapi

prednison dan azathioprine. Banyak penelitian yang non-randomized menekankan

keuntungan pemberian terapi imunosupresan, terutama yang ditangani secara agresif.

Metilprednisolon pulses (MP) dikombinasikan dengan prednisolon oral saja atau

dengan tambahan agen imunosupresan seperti siklofosfamid dan azathioprine

dikatakan efektif pada HSN, dan beberapa obat-obatan fibrinolitik dan antikoagulan

seperti urokinase, heparin dan dipridamol juga dapat dikombinasi dengan agen

immunosupresan. Penderita ini mendapatkan kortikosteroid dosis tinggi tetapi tidak

memberikan respon yang baik terhadap pengobatan terutama adanya penurunan

fungsi ginjal yang progresif namun masih terjadi perbaikan dalam gejala nyeri

abdomen dan menghilangnya purpura.

Cyclosporine A (CyA) merupakan calcineurin inhibitor yang mencegah

produksi interleukin-2 (IL-2), yang memainkan peran penting dalam proliferasi

limfosit T yang mengatur produksi IgA. Cyclosporine A digunakan pada HSP

pertama kali pada dua kasus dewasa yang dilaporkan tahun 1997 dan 1998. Pada

tahun 2003 Huang dkk. melaporkan dua kasus usia 4 dan 5 tahun yang mengalami

remisi dari gejala HSP yang berat dimana terapi steroid tidak efektif. Gangguan ginjal

Page 17: Case Report HSP

berlangsung selama 4 bulan dan diterapi dengan baik pada satu kasus setelah dua

minggu pemberian CyA. Belakangan, Someya dkk. melaporkan kasus laki-laki usia 7

tahun yang mengalami sindroma nefritik tetapi tidak berespon dengan MP pulses dan

prednisolon oral. CyA diberikan dan proteinuria membaik dalam dua minggu. Shin

dkk. melaporkan serial 7 pasien dengan nephrotic-range proteinuria yang mendapat

CyA, enam diantaranya mengalami remisi lengkap dalam pengamatan rata-rata 5,5

tahun (2 – 9 tahun) dan satu mengalami penyakit ginjal menetap.

Imunosupresan lain seperti mycophenolate mofetil (MMF) bekerja dengan

menekan produksi sel B sehingga akan menurunkan kompleks imun IgA yang

bersirkulasi. Obat ini juga memiliki keuntungan dengan mempengaruhi adhesi dan

migrasi limfosit yang hasil akhirnya mempengaruhi gejala klinis HSP. Hasil dari

beberapa randomized controlled trials belum memberikan hasil yang pasti akan

keuntungan pemberian MMF. Belum ada penelitian prospektif mengenai pemberian

MMF pada nefritis HSP.

Immunoglobulin digunakan pada IgAN untuk menurunkan produksi IgA dan

menghambat deferensiasi sel B dan produksi immunoglobulin. Rostoker dkk.

memberikan immunoglobulin pada 5 orang penderita HSP dewasa dan menemukan

gejala ekstrarenal menghilang saat pengobatan dan terjadi penurunan proteinuria

tetapi penghentian terapi akan diikuti oleh kekambuhan. Efek samping pada ginjal

dilaporkan setelah pemberian immunoglobulin dosis tinggi sehingga penggunaannya

masih kontroversial. Sampai sejauh ini belum ada laporan penggunaan

immunoglobulin pada anak-anak dengan HSP. Hattori dkk. menggunakan

plasmafaresis sebagai terapi tunggal pada 9 kasus HSN berat dengan nephrotic-range

proteinuria pada awitan penyakit, dengan hasil 6 pasien (67%) menunjukkan hasil

yang baik setelah 5,4 tahun pengamatan dan semuanya berespon terhadap terapi pada

fase akut yang ditandai dengan penurunan proteinuria. Schärer dkk. dan Gianviti dkk.

juga melaporkan perbaikan segera dalam gejala penyakit tetapi tidak ada efek jangka

panjang khususnya apabila terapi dimulai lambat setelah mulainya gangguan ginjal.

Pengelolaan HSP yang baik dapat memperbaiki prognosis HSP, dimana hasil

jangka panjang sangat tergantung pada gejala gangguan ginjal. Laporan mengenai

penggunaan kortikosteroid untuk terapi HSP muncul dalam literatur sekitar tahun

1950. Beberapa penelitian retrospektif tanpa kontrol menunjukkan bahwa steroid

Page 18: Case Report HSP

mungkin memberikan efek perbaikan nyeri abdomen dan dikatakan pemberian

kortikosteroid lebih awal dapat mencegah perkembangan menjadi nephritis. Penelitian

retrospektif tanpa kontrol lain memberikan hasil yang kontroversial terhadap efek

kortikosteroid dalam mencegah keterlibatan ginjal. Pada studi prospektif pertama,

Mollica dkk. melaporkan tidak ada satupun dari 84 pasien yang mendapat prednison

dan 10 dari 84 tanpa terapi berkembang menjadi nefritis setelah 6 minggu dari

episode akut. Saulsbury melaporkan data retrospektif dari 50 pasien dimana 20

diantaranya mendapatkan kortikosteroid pada fase akut dan 30 tidak mendapat

kortikosteroid. Nefritis lambat muncul pada 4 dari kelompok pertama dan 6 dari

kelompok kedua memberikan kesimpulan bahwa pemeberian kortikosteroid lebih

awal juga tidak memberikan hasil yang berbeda. Penelitian pertama yang bersifat

randomized, placebo-controlled terhadap efek kortikosteroid dipublikasikan oleh

Huber dkk. pada tahun 2004. Sebanyak 40 anak-anak pada pusat perawatan pediatri

tersier dirandomisasi untuk mendapatkan prednison (21 orang) atau plasebo (19

orang), dengan dosis 2 mg/kg/hari pada minggu pertama dengan penurunan pada

minggu kedua. Setelah satu tahun pengamatan 3 dari 21 penderita pada kelompok

yang mendapat prednison dan 2 orang dari kelompok plasebo mengalami keterlibatan

ginjal sehingga disimpulkan bahwa pemberian prednison tidak efektif dalam

pencegahan HSN. Tetapi keterbatasan dari penelitian ini adalah pada sedikitnya

jumlah sampel dimana penghitungan post hoc asumsi insiden keterlibatan ginjal pada

satu tahun adalah sebesar 10.5% dan sama dengan kelompok plasebo.

Prognosis HSP biasanya baik karena sebagian besar pasien mengalami

perbaikan spontan dalam beberapa minggu. Komplikasi jarang berupa pada paru-paru

atau perdarahan gastrointestinal dapat menyebabkan morbiditas dan bahkan kematian

pada fase akut, tetapi outcome jangka panjang sebagian besar berhubungan dengan

durasi dan beratnya keterlibatan ginjal. Terdapat predominan ringan jenis kelamin

laki-laki pada penderita, tetapi risiko keterlibatan ginjal sama pada kedua jenis

kelamin. Risikonya juga lebih tinggi pada pasien diatas usia 4-7 tahun saat onset

gejala dan juga pada kasus dengan nyeri abdomen akut yang berat dan purpura

persisten saat awal gejala. Peningkatan risiko keterlibatan ginjal meningkat 7,5 kali

pada penderita yang mengalami perdarahan saluran cerna. Penderita usia dewasa lebih

Page 19: Case Report HSP

sering mengalami gangguan ginjal dengan gejala yang lebih berat dan prognosis yang

lebih buruk dibandingkan dengan anak-anak.

Sekitar 20-54% penderita HSP mengalami keterlibatan ginjal pada fase akut,

dimana mayoritas (85%) terjadi dalam 4 minggu pertama dan 97% dalam 6 bulan.

Hematuria mikroskopik atau bersama-sama proteinuria merupakan manifestasi

tersering pada HSP dengan keterlibatan ginjal. Sekitar 10-30% penderita HSP akan

mengalami sindroma nefritik atau nefrotik, sumber lain mengatakan ESRD terjadi

pada 1,1-1,5% dan mortalitas kurang dari 1%. Risiko penyakit ginjal menetap

dihubungkan dengan proteinuria yang serius dan sindroma nefritik-nefrotik dimana

sebagian besar pasien yang menunjukkan hematuria dengan atau tanpa proteinuria

ringan akan mengalami remisi dengan baik. Sekitar 8-17% pasien muncul dengan

gejala gangguan ginjal ringan pada saat onset misalnya hematuria dengan atau tanpa

proteinuria ringan (<1g/hari), sedangkan sekitar 44% - 47% pasien dengan gangguan

ginjal yang berat saat onset misalnya telah mengalami sindroma nefritik atau nefrotik,

proteinuria >1g/hari atau dengan biopsi ginjal ditemukan >50% crescents akan

memiliki prognosis yang buruk. Faktor yang mempengaruhi prognosis yang buruk

terutama pada orang dewasa adalah proteinuria, hipertensi dan penurunan fungsi

ginjal saat awitan gejala. Pada kasus ini telah terjadi gangguan fungsi ginjal yang

ditandai dengan adanya proteinuria, hematuria, hipertensi, kenaikan BUN dan

kreatinin sehingga respon terhadap terapi steroid tidak menunjukkan hasil yang baik

walaupun secara klinis ada perbaikan pada gejala ekstrarenal yaitu perbaikan pada

nyeri perut dan lesi kulit.

Page 20: Case Report HSP

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus penderita HSP yang dalam perjalanan mengalami

appendisitis. HSP merupakan penyakit yang umumnya muncul pada anak-anak dan

bisa mengalami remisi spontan, namun prognosis yang lebih buruk bisa terjadi apabila

ditemukan pada usia dewasa, gejala yang disertai dengan proteinuria, hematuria,

hipertensi serta biopsi ginjal yang menunjukkan > 50% crescent. Dari keseluruhan

data yang ada maka dapat disimpulkan bahwa kasus ini merupakan penyakit HSP

yang baru terdiagnosis saat dewasa dengan manifestasi vaskulitis pada kulit, atralgia,

nyeri abdomen, perdarahan saluran cerna serta gangguan ginjal yang progresif

sehingga memberikan prognosis jangka panjang yang lebih buruk. Perjalanan

penyakit ini telah berlangsung tanpa pengawasan dan penanganan yang baik sehingga

berlangsung progresif dan memberikan hasil akhir manifestasi sistemik. Belum

adanya standar terapi yang baku untuk penanganan HSP terutama yang telah

mengalami gangguan ginjal menyebabkan penanganan menjadi sulit walaupun terapi

steroid memberikan perbaikan pada gejala ekstrarenal tetapi belum memberikan

perbaikan pada fungsi ginjal. Pendekatan yang komperhensif harus dilakukan meliputi

edukasi, perencanaan diet, obat-obatan serta dialisis untuk mempertahankan kualitas

hidup dan prognosis penderita.

Page 21: Case Report HSP

DAFTAR PUSTAKA

1. Lerma E V et al, Immunoglobulin A Nephropathy & Henoch–Schönlein Purpura, in: Current Diagnosis and Treatment of Nephrology and Hypertension, The McGraw-Hill, 2009.

2. Faull RJ, Clarkson A R, IgA Nephropathy & Henoch–Schönlein Purpura, in: Disease in Kidney and Urinary Tract, 8th edition, Lipincott Williams and Willkins, USA, 2007.

3. Vesna GP et al, Henoch–Schönlein Purpura in Adult Patient: Extragastric, Cutaneous Manifestation of H Pylory Infection, Contributions, Sec. Biol. Med. Sci., XXIX/1 (2008), 291–301.

4. Ronkainen J, Henoch–Schönlein Purpura in Children: Longterm Outcome and Treatment, University of Oulu, Finland, 2005.

5. Bossart P, Henoch Schonlein Purpura. Available in: www.eMedicine.com, updated September 30, 2010.

6. Rai A, Nast C et al, Henoch-Schonlein Purpura Nephritis, J Am Soc Nephrol 10: 2637–2644, 1999.

7. Goel SS, Langford C A, Case Report: A 72 Years Old Man With a Purpuric Rash. Cleveland Clinic Journal of Medicine, No 6. Vol 76, 2009.

8. Knoll BM et al, Case Report: 56 Year Old Man With Rash, Abdominal pain, and Atralgias. Mayo Clinic Foundation for Medical Education and Research, June 2007;82(6):745-748. Available at www.mayoclinicproceedings.com.

9. Shresta S et al, Henoch Schonlein Purpura With Nephritis in Adults: Adverse Prognostic Indicators in a UK Population. Q J Med 2006; 99:253–265, revised January 2010.

10. Glomerular Disease, in: Harrisson’s Principles of Internal Medicine, 17th edition, McGraw-Hill Inc., USA, 2008.

11. Mills JA, Michel BA, Bloch DA, et al.: The American College of Rheumatology 1990 criteria for the classification of Henoch-Schönlein purpura. Arthritis Rheum, 33:1114–1121, 1990.

12. Pillebout E, Thervet E et al, Henoch-Schonlein Purpura in Adults: Outcome and Prognostic Factors, J Am Soc Nephrol 13: 1271–1278, 2002.