Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Penyakit ini akan menimbulkan gejala sisa (sekuele) yaitu penyakit jantung rematik. Demam rematik dan penyakit jantung rematik hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang penting di negara-negara yang sedang berkembang. Prevalensi demam rematik/penyakit jantung rematik yang diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000. Prevalensi pada anak-anak sekolah di beberapa negara Asia pada tahun 1980-an berkisar 1 sampai 10 per 1.000. Dari suatu penelitian yang dilakukan di India Selatan diperoleh prevalensi sebesar 4,9 per 1.000 anak sekolah, sementara angka yang didapatkan di Thailand sebesar 1,2 sampai 2,1 per 1.000 anak seko1ah. Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa revalensi 1
50

Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Jan 15, 2016

Download

Documents

m
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat

akut, subakut, kronik, atau fulminan, terjadi setelah infeksi Streptococcus beta

hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Penyakit ini akan

menimbulkan gejala sisa (sekuele) yaitu penyakit jantung rematik. Demam

rematik dan penyakit jantung rematik hingga saat ini masih menjadi masalah

kesehatan yang penting di negara-negara yang sedang berkembang.

Prevalensi demam rematik/penyakit jantung rematik yang diperoleh dan

penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika,

Amerika Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai

12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000.

Prevalensi pada anak-anak sekolah di beberapa negara Asia pada tahun 1980-an

berkisar 1 sampai 10 per 1.000. Dari suatu penelitian yang dilakukan di India

Selatan diperoleh prevalensi sebesar 4,9 per 1.000 anak sekolah, sementara angka

yang didapatkan di Thailand sebesar 1,2 sampai 2,1 per 1.000 anak seko1ah.

Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti,

meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa

revalensi penyakit jantung rematik berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak

sekolah. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi

demam rematik di Indonesia pasti lebih tinggi dan angka tersebut, mengingat

penyakit jantung rematik merupakan akibat dari demam rematik.

Infeksi saluran kemih (ISK)/ urinary tract infection (UTI), pada anak sering

ditemukan dan merupakan penyebab kedua morbiditas penyakit infeksi pada anak,

sesudah infeksi saluran napas. Prevalensi pada anak wanita berkisar 3-5% dan pada anak

pria ± 1%. Infeksi oleh bacteria Gram negative enterokokus merupakan penyebab

terbanyak, tetapi virus dan fungus dapat juga ditemukan pada beberapa penderita. Infeksi

berulang sering terjadi pada penderita yang rentan, atau terjadi karena adanya kelainan

anatomik atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan adanya stasis urin atau

refluks, sehingga perlu pengenalan dini dan pengobatan yang adekuat untuk

mempertahankan fungsi ginjal dan mencegah kerusakan lebih lanjut.

1

Page 2: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

1.2. Batasan Masalah

Makalah ini hanya membahas tentang demam rematik dan ISK berupa

defenisi, epidemialogi, etiologi, patogenesis, diagnosis, terapi dan prognosa.

1.2. Tujuan Penulisan

Dapat menegakkan diagnosa dan mampu menatalaksana pasien Demam

Rematik dan ISK dengan baik.

2

Page 3: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEMAM REMATIK

a. Defenisi

Demam rematik adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi

kuman Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara

akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis

migrans akut, karditis, korea sydenham, nodul subkutan dan eritema marginatum.

b. Epidemiologi

Demam rematik masih sering didapati pada anak di Negara sedang

berkembang dan inseden tertinggi kejadian demam rematik mengenai anak usia

antara 5 – 15 tahun. Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di

Indonesia untuk tahun 1981 – 1990 didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah

dan jauh lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya 5,13. Statistik rumah

sakit di negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 – 35 persen dari

penderita penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita DR dan

PJR. Data yang berasal dari negara berkembang memperlihatkan mortalitas

karena DR dan PJR masih merupakan problem dan kematian karena DR akut

terdapat pada anak dan dewasa muda.

c. Patogenesis Demam Rematik

Demam rematik adalah suatu penyakit peradangan multisitem akut,di

perantarai secara imunologis, yang terjadi setelah suatu episode faringitis

streptokokus grup A setelah interval beberapa minggu yang biasanya selama 1 – 3

minggu. Faringitis itu terkadang hampir asimtomatik. Beberapa strain

reumatogenik streptokokus grup A tampaknya berkaitan erat dengan peningkatan

resiko demam rematik, mungkin karena adanya kapsul sempurna yang sangat

antigenik.

Seperti diketahui, sel kuman streptokokus berbentuk suatu fimbriae yang

terdiri dari mukopeptid, karbohidrat grup C dan M-protein. Bagian luar fimbriae

sendiri diselaputi oleh kapsul asam hialuronik. Semua bahan – bahan itu ternyata

3

Page 4: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan virulensi kuman dan

sifat antigeniknya.

Apabila terjadi infeksi kuman streptokokus pada jaringan tubuh, maka sel-

sel kuman streptokokus akan mengeluarkan komponen-komponen yang bersifat

antigenik seperti hialuronidase, streptodornase, streptokinase, M protein dan

sebagainya. Karena komponen tersebut bersifat antigenic maka tubuh pun akan

membentuk banyak antibody untuk menetralisirnya. Diperkiarakan antibody yang

ditujukan untuk menetralisir M-protein dari kuman streptokokus bereaksi silan

dengan protein normal yang terdapat di jantung, sendi dan jaringan lain.

Kenyataannya bahwa gejala biasanya belum muncul sampai 2-3 minggu setelah

infeksi dan bahwa streptokokus tidak ditemukan pada lesi mendukung konsep

bahwa demam reumatik terjadi akibat respon imun terhadap bakteri penyebab.

4

Page 5: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Infeksi demam rematik sering terjadi secara berulang dan dikenal sebagai

reaktivasi rema. Walaupun penyakit ini merupakan suatu inflamasi sistemik, tetapi

penyakit jantung rematik meruapakan satu-satunya komplikasi demam rematik

yang paling permanen sifatnya. Tampaknya komplikasi ini ditentukan oleh

beratnya infeksi demam rematik yang pertama kali dan seringnya terjadi

reaktivasi rema. Itu sebabnya, tidak semua demam rematik akan berkembang

menjadi penyakit jantung rematik. Sebaliknya, tidak semua penyakit jantung

rematik mempunyai riwayat demam rematik yang jelas sebelumnya. Hal ini

mungkin karena gejala-gejala demam rematik pada fase dini memang tidak mudah

dikenali, atau demam rematik memang tak jarang hanya bersifat silent attack,

tanpa disertai gejala klinis yang nyata.

5

Page 6: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Demam rematik biasanya menyerang jaringan otot miokard, endokard dan

perikard, terutama pada katup mitral dan katup aorta. Kelainan pada katup

trikuspid sangat jarang disebabkan oleh infeksi rema. Secara histopatologis,

infeksi demam rematik ditandai dengan adanya proses Aschoff bodies yang khas,

walaupun secara klinis tidak ada tanda-tanda reaktivasi rema yang jelas. Daun

katup dan korda tendinae akan mengalami edema, proses fibrosis, penebalan,

vegetasi-vegetasi dan mungkin kalsifikasi.

d. Diagnosis

Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang untuk

pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian

dikenal sebagai kriteria Jones. Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor

dan minor yang pada dasarnya merupakan manifestasi klinik dan laboratorik

demam rematik. Pada perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki

oleh American Heart Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi

streptokokus sebelumnya (Tabel 1). Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1

kriterium mayor dan 2 kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi

streptokokus sebelumnya, kemungkinan besar menandakan adanya demam

rematik. Tanpa didukung bukti adanya infeksi streptokokus, maka diagnosis

demam rematik harus selalu diragukan, kecuali pada kasus demam rematik

dengan manifestasi mayor tunggal berupa korea Syndenham atau karditis derajat

ringan, yang biasanya terjadi jika demam rernatik baru muncul setelah masa laten

yang lama dan infeksi strepthkokus.

Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya

sebagai suatu pedoman dalam menentukan diagnosis demam rematik. Kriteria ini

bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis, baik

berupa overdiagnosis maupun underdiagnosis.

Tabel.1. Kriteria Jones (update 1992)

Kriteria Mayor Kriteria Minor

Karditis

Poliartritis migrans

Korea sydenham

Klinis :

Riwayat demam rematik atau penyakit jantung

rematik sebelumnya

6

Page 7: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Eritema marginatum

Nodul subkutan

Artralgia

Demam

Laboratorium :

Peningkatan kadar reaktan fase akut (protein C

reaktif, laju endap darah, leukositosis)

Interval P-R yang memanjang

Ditambah

Disokong adanya bukti infeksi Streptokokus sebelumnya berupa kultur apus

tenggorok yang positip atau tes antigen streptokokus yang cepat atau titer ASTO

yang meningkat.

Pada tahun 2003, WHO merekomendasikan untuk melanjutkan

penggunaan criteria Jones yang diperbaharui (1992) untuk demam rematik

serangan pertama dan serangan rekuren DR pada pasien yang diketahui tidak

mengalami PJR. Untuk serangan rekuren DR pada pasien yang sudah mengalami

penyakit jantung rematik, WHO merekomendasikan untuk menggunakan 2

kriteria minor dengan diertai bukti infeksi SGA sebelumnya. Kriteria diagnostic

PJR ditujukan untuk pasien yang datang pertama kali denga mitral stenosis murni

atau kombinasi stenosis mitral dan insufisiensi mitral dan atau penyakit katup

aorta.

Kriteria DR menurut WHO tahun 2002 – 2003 dapat dilihat pada tabel 2

berikut :

7

Page 8: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

d.1. Kriteria Mayor

d.1.1. Karditis

Merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena

merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian

penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi

penyakit jantung rematik. Penderita tanpa keterlibatan jantung pada pemeriksaan

awal harus dipantau dengan ketat untuk mendeteksi adanya karditis sampai tiga

minggu berikutnya. Jika karditis tidak muncul dalam 2-3 minggu biasanya jarang

akan muncul selanjutnya.

Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan

adanya salah satu tanda berikut:

8

Page 9: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

1. Bising jantung organik. Pemeriksaan ekokardiografi yang menunjukan

adanya AI atau MI saja tanpa adanya bising jantung organic tidak

dapat disebut sebagai karditis.

2. Perikarditis ( friction rub, efusi pericardium, nyeri dada, perubahan

EKG)

3. Kardiomegali pada foto thorak

4. Gagal jantung kongestif.

d.1.2. Poliartritis Migrans

Ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan

keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik

paling sering mengenai sendi-sendi besar. Kelainan ini hanya berlangsung

beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah,

sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi

pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi,

sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai

satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor.

Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus

disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju

endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi

antistreptokokus lainnya yang tinggi. Arthritis ini mempunyai respon yang cepat

dengan pemberian salisilat, bahkan pada dosis rendah.

d.1.3. Korea Sydenham

Secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak

bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat

juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim

disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Manifestasi ini lebih nyata

bila penderita bangun dan dalam keadaan tertekan. Tanpa pengobatan gejala korea

ini menghilang dalam 1-2 minggu. Pada kasus yang berat meskipun denga terapi

gejala ini dapat menetap selama 3-4 minggu dan bahakan sampai 2 tahun,

walupun jarang.

9

Page 10: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

d.1.4. Eritema marginatum

Merupakan ruam yang khas pada demam rematik, berupa ruam yang tidak

gatal, macular dan tepi eritema yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain

mengelilingi kulit yang tampak normal, terjadi pada 5 % kasus. Lesi ini

berdiameter 2,5 cm dan paling sering ditemukan pada tubuh, tungkai proksimal

dan tidak melibatkan muka. Pada penderita kulit hitam sukar ditemukan.

d.1.5. Nodulus subkutan

Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di

daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul

ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di

atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini

pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.

d.2. Kriteria Minor

d.2.1. Riwayar demam rematik sebelumnya

Dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan

baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama.

Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang

pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit

dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.

d.2.2. Artralgia

Merupakan rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan

atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri

pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari

yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan

sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

d.2.3. Demam

Pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai

39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai

suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu(1,9,11). Demam merupakan

pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu

banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak meiliki arti diagnosis banding yang

bermakna.

10

Page 11: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

d.2.4. Peningkatan kadar reaktan fase akut

Perupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta

leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga

tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali

jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu

diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal

jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan

tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan

kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus.

d.3. Bukti yang Mendukung

Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik

standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya

infeksi streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit

Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun,

dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik

akutInfeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan

tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut.

Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan

adasnya infeksi streptokokus akut

d.3.1 Bukti adanya keterlibatan jantung

1. Gambaran radiologis

Berguna untuk menilai besar jantung. Tetapi gambaran radiologis mormal

tidak mengesampingkan adnya karditis. Pemeriksaan radiologis secara

berseri berguna untuk menentukan prognosis dan kemungkinan adanya

perikarditis.

2. Gambaran elektrokardiografi

Pemeriksaan EKG awal secara seri berguna dalam mendiagnosis dan

tatalaksana DRA walaupun pemeriksaan ini kadang – kadang mungkin

normal kecuali adanya sinus takikardi. Pemanjangan interval PR terjadi

pada 28-40 % penderita, jauh leboh sering daripada penyakit demam yang

lain.

d.4 Dasar Diagnosis

11

Page 12: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Highly probable (sangat mungkin)

2 mayor atau 1 mayor + 2 minor

Disertai bukti infeksi streptococcus β hemolyticus group A

ASTO

Kultur (+)

Doubtful diagnosis (meragukan)

2 mayor

1 mayor + 2 minor

Tidak terdapat bukti infeksi streptococcus β hemolyticus group A

ASTO

Kultur (+)

Exception (pengecualian)

Diagnosa DRA dapat ditegakkan bila hanya ditemukan Korea saja atau

Karditis indolen saja

d.5. Penatalaksanaan

Tatalaksana pengobatan yang dipakai sesuai Taranta dan Markowitz yang

telah di modifikasi.

1. Tindakan umum dan tirah baring

Hanya artritis Karditis

minimal

Karditis

sedang

Karditis berat

Tirah baring 1- 2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-4 bulan

Ambulasi

dalam Rumah

1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan

Ambulasi luar

(Sekolah)

2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan

Aktifitas

penuh

Setelah 6-10

minggu

Setelah 6-10

minggu

Setelah 3-6

bulan

bervariasi

2. Pemusnahan streptokok

Benzatin PNC G 1,2 juta unit i.m

untuk BB > 30 kg

satu kali

12

Page 13: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

dan 600.000 unit

untuk BB

< 30 kg

jika alergi

benzatin

penisilin G

Eritromisin 40 mg/kg BB/hari 2- 4 dosis selama

10 hari

Alternatif lain Oral Penisilin V 2 x 250 mg

Oral sulfadiazine 1 gram sekali

sehari

Oral eritromisin 2 x 250 mg

3. Pengobatan anti nyeri dan anti radang

Anti inflamasi asetosal saja diberikan pada karditis ringan sampai sedang,

sedangkan prednisone hanya diberikan pada karditis berat.

Kriteria beratnya karditis :

1. Karditis minimal : tidak jelas ditemukan kardiomegali

2. Karditis sedang : kardiomegali ringan

3. Karditis berat : jelas terdapat kardiomegali disertai tanda

gagal jantung

artritis Karditis ringan Karditis sedang Karditis berat

Prednisone 0 0 0 2-6 minggu

aspirin 1-2 minggu 3-4 minggu 6-8 minggu 2-4 bulan

Dosis : prednisone : 2 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis

Aspirin : 100 mg/kgBB/hari dibagi 4-6 dosis

Dosis prednisone di tapering off pada minggu terakhir pemberian dan

mulai diberikan aspirin. Setelah 2 minggu aspirin diturunkan, 60

mh/kgBB/hari.

4. Pencegahan

Pencegahan sekunder: pencegahan berulangnya demam rematik

Intramuskuler Benzatin PNC G 1,2 juta unit untuk setiap 28 minggu

13

Page 14: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

BB > 30 kg

600000 unit BB <

30 kg

Oral Penisilin V 125 - 250 mg 2 kali sehari

Sulfadiazin 1 gram sekali

Eritromisin 250 mg 2 kali sehari

Diberikan pada demam rematik akut, termasuk korea tanpa penyakit

jantung rematik.

Lama pencegahan diberikan sampai usia 21-25 tahun pada pasien tanpa

bukti kelainan katup, bukan pasien dengan resiko tinggi. Jika terdapat kelainan

katup diberikan seumur hidup.

d.6. Prognosis

Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis

ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang

diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk

pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam

waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan

semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.

B. INFEKSI SALURAN KEMIH

a. Definisi

ISK adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan perkembangbiakan

bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di

kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna.

Infeksi saluran air kemih adalah infeksi yang terjadi pada saluran air kemih,

mulai dari uretra, buli-buli, ureter, piala ginjal sampai jaringan ginjal. Infeksi ini dapat

berupa pielonefritis akut, pielonefritis kronik, infeksi saluran air kemih berulang,

bakteriuria bermakna, bakteriuria asimtomatis.

b. Epidemiologi

Infeksi saluran kemih (ISK)/ urinary tract infection (UTI), pada anak sering

ditemukan dan merupakan penyebab kedua morbiditas penyakit infeksi pada anak,

14

Page 15: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

sesudah infeksi saluran napas. Prevalensi pada anak wanita berkisar 3-5% dan pada anak

pria ± 1%.

Prevalensi infeksi saluran kemih berubah-ubah sesuai dengan jenis kelamin dan

umur. Infeksi saluran kemih simtomatis terjadi pada kira-kira 1,4/1000 bayi lahir. Infeksi

saluran kemih lebih umum terjadi pada bayi laki-laki yang tidak dikhitan

(uncircumcised). Sesudahnya, infeksi lebih banyak terjadi pada wanita. Infeksi saluran

kemih simtomatis dan asimtomatis terjadi pada 1,2-1,9% anak perempuan usia sekolah

dan paling banyak terjadi pada golongan umur 7 sampai 10 tahun. Infeksi sangat jarang

terjadi pada laki-laki dengan umur yang sama.

c. Etiologi

Infeksi oleh bakteria Gram negatif enterokokus merupakan penyebab terbanyak,

tetapi virus dan fungus dapat juga ditemukan pada beberapa penderita. Infeksi berulang

sering terjadi pada penderita yang rentan, atau terjadi karena adanya kelainan anatomik

atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan adanya stasis urin atau refluks,

sehingga perlu pengenalan dini dan pengobatan yang adekuat untuk mempertahankan

fungsi ginjal dan mencegah kerusakan lebih lanjut.

Infeksi saluran kemih terutama disebabkan oleh bakteri kolon. Pada wanita, 75-

90% dari semua infeksi disebabkan oleh Escherichia coli, diikuti oleh Klebsiella dan

Proteus. Beberapa laporan menyatakan bahwa pada anak laki-laki yang berumur lebih

dari 1 tahun, infeksi akibat Proteus sama banyaknya seperti E. coli, laporan lain

menyatakan suatu organisme gram-positif dalam jumlah lebih besar pada laki-laki.

Staphylococcus saprophyticus terbukti merupakan pathogen pada kedua jenis kelamin.

Infeksi virus dapat pula terjadi.

ISK nosokomial sering disebabkan E. coli, Pseudomonas sp, Coagulase negative

Staphylococcus, Klebsiella sp, dan Aerobacter species.

d. Patogenesis

Infeksi dapat terjadi melalui penyebaran hematogen (neonatus) atau secara

asending (anak-anak). Faktor predisposisi infeksi adalah fimosis, alir-balik vesikoureter

(refluks vesikoureter), uropati obstruktif, kelainan kongenital buli-buli atau ginjal, dan

diaper rash.

Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari

banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organismenya. Bakteri dalam urin

dapat berasal dari ginjal, pielum, ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Beberapa faktor

predisposisi ISK adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing, refluks

atau konstipasi yang lama. Pada bayi dan anak anak biasanya bakteri berasal dari tinjanya

15

Page 16: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

sendiri yang menjalar secara asending. Bakteri uropatogenik yang melekat pada pada sel

uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan

menyebabkan gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat

meningkatkan virulensi bakteri tersebut.

Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi

sebagai anti bakteri. Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat melekat,

membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel  dan selanjutnya

terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke  ginjal

melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter maupun

refluks intrarenal. Bila hanya buli buli yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan

spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency)

atau miksi berulang kali (frequency), sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika urinaria

menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria).

Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula ginjal

dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa atrofi

ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal,

ginjal dapat membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklear dalam jaringan interstitial,

akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu. Pada pielonefritis kronik  akibat infeksi, adanya

produk bakteri atau zat mediator toksik  yang dihasilkan oleh sel yang rusak,

mengakibatkan parut ginjal (renal scarring).

16

Page 17: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Gambar. Patogenesis dari ISK asending

e. Manifestasi Klinis

Gejala ISK bergantung dari umur penderita dan lokalisasi infeksi di dalam saluran

kemih. Manifestasi klinis seringkali gagal menunjukkan secara jelas apakah infeksi

terbatas pada kandung kemih atau telah melibatkan ginjal.

Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur penderita adalah sebagai berikut:

0-1 bln : Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan diare, kejang,

koma,panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, ikterus (sepsis).

1 bln-2 thn : Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, gangguan pertumbuhan,

anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit

keras), air  kemih berbau/berubah warna, kadang-kadang disertai

nyeri perut/pinggang.

2-6 thn     : Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan

kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan

berubah warna, diare, muntah, gangguan pertumbuhan serta

anoreksia.

6-18 thn     : Nyeri perut/pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tak dapat

menahan kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau

dan berubah warna.

f. Diagnosis

Diagnosis infeksi saluran kemih tergantung pada biakan bakteri yang berasal dari

urin. Penemuan setiap bakteri di dalam urin yang berasal dari kandung kemih atau pelvis

ginjal menunjukkan adanya infeksi. Diagnosis yang tepat mungkin sulit ditetapkan,

karena seringkali kontaminasi spesimen yang dikeluarkan atau pengobatan penderita

sebelumnya dengan antibiotika.

Diagnosis ISK ditegakkan dengan biakan urin yang sampelnya diambil dengan

urin porsi tengah dan ditemukan pertumbuhan bakteria >100.000 koloni/ ml urin dari satu

jenis bakteri, atau bila ditemukan >10.000 koloni tetapi disertai dengan gejala klinis yang

jelas dianggap ada ISK.

Pada anak-anak yang terlatih menggunakan toilet, biakan urine yang diperoleh

dari aliran urin pancar tengah (mid stream urine) diperoleh sesudah membersihkan

meatus uretra dengan larutan povidon-iodium dan membersihkannya dengan air steril atau

larutan garam faali, biasanya memuaskan. Pada wanita, labia harus dibuka secara manual

17

Page 18: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

untuk menghindarkan kontaminasi atau kontak urin dengan kulit. Pada laki-laki yang

tidak dikhitan, preputium harus ditarik ke belakang.

Untuk spesimen dari pancaran tengah, hitungan koloni seringkali digunakan

untuk membedakan spesimen yang terinfeksi dan yang terkontaminasi. Biakan yang

menunjukkan lebih dari 105 koloni/ mL organisme tunggal spesifikasinya lebih dari 90%

untuk infeksi saluran kemih. Namun demikian, harus diketahui, bahwa hitungan koloni

yang lebih rendah pada penderita terinfeksi mungkin disebabkan karena kekeringan yang

berlebihan, pengosongan kandung kemih yang terlalu dini, atau karena pengobatan

dengan antibiotika; hitungan demikian tidak mengesampingkan infeksi. Penggunaan

pungsi suprapubik kandung kemih yang penuh dengan jarum suntik berukuran 25 atau 22

menyajikan hasil yang terpercaya. Dengan anak telah terhidrasi secara tepat (bila

kandung kemih dapat diperkusi atau dipalpasi), kulit didisinfeksi dan pungsi dilakukan

selebar jari di garis tengah di atas pubis.

Dikatakan infeksi positif apabila:

-         Air kemih tampung porsi tengah : biakan kuman positif dengan jumlah

kuman ≥105/ml, kali berturut-turut.

-         Air kemih tampung dengan pungsi buli-buli suprapubik : setiap kuman

patogen yang tumbuh pasti infeksi. Pembiakan urin melalui pungsi

suprapubik digunakan sebagai gold standar. 

Mencari faktor resiko infeksi saluran kemih:

-  Pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk mengetahui kelainan struktur ginjal dan   

kandung kemih.

-  Pemeriksaan Miksio Sisto Uretrografi/MSU untuk mengetahui adanya refluks.

- Pemeriksaan pielografi intra vena (PIV) untuk mencari latar belakang infeksi saluran

kemih dan mengetahui struktur ginjal serta saluran kemih.

18

Page 19: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Tabel. Interpretasi Hasil Biakan Urin

g. Diagnosis Banding

Radang genitalia eksterna, vulvitis, dan vaginitis yang disebabkan oleh ragi

(yeast), cacing kremi (pinworm), dan agen lain dapat disertai gejala-gejala mirip sistitis.

Secara radiografi, ginjal hipoplastik dan displastik, atau ginjal kecil akibat gangguan

vaskuler, dapat tampak sama dengan pielonefritis kronis.

h. Penatalaksanaan

Hock-Boon (1988) mengemukakan beberapa prinsip penanggulangan ISK pada

anak sbb:

1. Konfirmasi diagnosis ISK

2. Eradikasi infeksi pada waktu serangan/ relaps

3. Evaluasi saluran kemih

4. Perlu tindakan bedah pada uropati obstruktif, batu, buli-buli neurogenik,

dll

5. Cegah infeksi berulang

6. Perlu dilakukan tindak lanjut.

Bila pengobatan dimulai sebelum tersedia hasil biakan dan tes sensitivitas,

pengobatan dengan trimetoprim-sulfametoksazol selama 7-10 hari (lihat kemudian) akan

efektif terhadap kebanyakan strain E. coli. Nitrofurantoin (5-7 mg/kg/24 jam dalam dosis

19

Page 20: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

yang terbagi 3-4) juga sangat efektif dan mempunyai keuntungan karena juga aktif

terhadap Klebsiella-Enterobacter. Amoksisilin (50 mg/kg/24 jam) juga efektif pada

pengobatan permulaan tetapi tidak jelas kelebihannya dari sulfanamida atau

nitrofurantoin.

Bila anak sakit mendadak, gunakan pengobatan parenteral dengan sefotaksim

(100 mg/kg/24 jam) atau ampisilin (100 mg/kg/24 jam) dengan aminoglikosida seperti

gentamisin (3 mg/kg/24 jam dalam dosis yang terbagi 3).

Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai, gejala ISK umumnya

menghilang. Bila gejala belum menghilang, dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang

lain sesuai dengan uji kepekaan antibiotik. Dilakukan pemeriksaan kultur dan uji

resistensi urin ulang 3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila

memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotik sesuai

hasil uji kepekaan.

Bila ditemukan ada kelainan anatomik maupun fungsional yang menyebabkan

obstruksi, maka setelah pengobatan fase akut selesai dilanjutkan dengan antibiotik

profilaksis. Antibiotik profilaksis juga diberikan pada ISK berulang, ISK pada neonatus,

dan pielonefritis akut.

Biakan urin sebaiknya diambil satu minggu setelah selesai pengobatan setiap

infeksi saluran kemih untuk meyakinkan bahwa urin tetap steril. Karena ada

kecenderungan kambuhnya infeksi saluran kemih walaupun tanpa adanya faktor

predisposisi anatomik, maka biakan urin lanjutan harus diambil pada selang waktu 3

bulan selama 1-2 tahun, meskipun anak tidak menunjukkan gejala. Bila kekambuhan

sering terjadi, profilaksis terhadap reinfeksi, baik menggunakan kombinasi

sulfametoksazol-trimetoprim atau nitrofurantoin dengan dosis sepertiga dosis terapeutik

sekali sehari, seringkali efektif.

Selain pemberian antibiotik, penderita ISK perlu mendapat asupan cairan cukup,

perawatan higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan konstipasi. Koreksi bedah

sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk menghilangkan faktor

predisposisi.

20

Page 21: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Gambar. Algoritme Penanggulangan dan Pencitraan Anak dengan ISK

 

21

Page 22: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Jenis dan dosis antibiotik untuk terapi ISKTabel : Dosis antibiotika pareneteral (A), Oral (B), Profilaksis (C) 3

Obat Dosis mg/kgBB/

hr

Frekuensi/ (umur bayi)

(A) Parenteral

Ampisilin 100tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)

tiap 6-8 jam (bayi > 1 minggu)Sefotaksim 150 dibagi setiap 6jam.

Gentamisin 5 tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)tiap 8 jam (bayi > 1 minggu)

Seftriakson 75 sekali sehariSeftazidim 150 dibagi setiap 6 jam

Sefazolin 50 dibagi setiap 8 jam

Tobramisin 5 dibagi setiap 8 jam

Ticarsilin 100 dibagi setiap 6 jam

(B) OralRawat jalan antibiotik oral (pengobatan standar)

Amoksisilin 20-40 mg/Kg/hari q8h

Ampisilin 50-100 mg/Kg/hari q6h

Amoksisilin-asam klafulanat

50mg/Kg/hari q8h

Sefaleksin 50 mg/Kg/hari q6-8h

Sefiksim 4 mg/kg q12h

Nitrofurantoin* 6-7 mg/kg q6h

Sulfisoksazole* 120-150 q6-8h

Trimetoprim* 6-12 mg/kg q6h

Sulfametoksazole 30-60 mg/kg q6-8h* Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan

insufisiensi ginjal(C) Terapi profilaksis

22

Page 23: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Nitrofurantoin* 1 -2 mg/kg

(1x malam hari)Sulfisoksazole* 50 mg/Kg

Trimetoprim* 2mg/Kg

Sulfametoksazole 30-60 mg/kg

Bab IIITINJAUAN KASUS

Identitas

Nama pasien : An. E.C

Umur : 9 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Suku : Batak

Alamat : Duren Sawit

23

Page 24: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

ORANG TUA

Ibu

Nama : Ny. J

Umur : 49 tahun

Pekerjaan : Guru

Pendidikan : S1

Agama : Kristen

Suku : Batak

Alamat : Duren Sawit

Ayah

Nama : Tn. C

Umur : 56 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMA

Agama : Kristen

Suku : Batak

Alamat : Duren Sawit

RIWAYAT PENYAKIT (14/6/14)

Keluhan utama : Sesak dan Nyeri dada

Keluhan tambahan : Muntah dan mual

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT :

- Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 12 jam SMRS, sesak dirasakan

saat menarik nafas. Sesak tidak disertai mengi. Sesak timbul awalnya saat

pasien bermain. Sesak tidak berkurang walaupun pasien istirahat. Sesak

dirasakan terus menerus. Pasien juga merasakan nyeri dada sebelah kiri

sejak pasien sesak. Nyeri dada tidak menjalar dan dirasakan seperti

ditusuk-tusuk. Nyeri tidak menghilang walaupun pasien istirahat. Pasien

juga mengeluh nyeri saat berkemih. Nyeri dirasakan diawal berkemih.

24

Page 25: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Pasien muntah 2x sejak 1 hari SMRS, isi cairan, ¼ aqua gelas. BAB tidak

ada keluhan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

TBC, radang tenggorokan, demam rematik (dirawat ½ bulan yang lalu)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

RIWAYAT KELAHIRAN

Tanggal lahir : 15 – 7- 2004

Anak ke : 1

Tempat bersalin : Rumah Sakit

Penolong Persalinan : Dokter

Cara persalinan : Pervaginam

Usia kehamilan : cukup bulan (39 minggu)

Berat badan lahir : 3000 gram

Panjang badan lahir : 45 cm

RIWAYAT PERKEMBANGAN

Perkembangan fisik/motorikUmur

Gigi pertama 7 bulan

Duduk 7 bulan

Jalan sendiri 18 bulan

Bicara 1 tahun

Membaca 5 tahun

IMUNISASI DASAR

Jenis I II III Ulangan

BCG √

DPT √ √ √

Polio √ √ √

Campak √

Hapatitis B √ √ √

25

Page 26: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

KESAN : Imunisasi Dasar Lengkap

PEMERIKSAAN FISIK (14/6/14)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

Frekwensi Nadi : 86 x/menit (isi cukup, kuat angkat, reguler)

Tekanan darah : 110 / 70 mmHg

Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit (adekuat, reguler)

Suhu tubuh : 36,9 O C (axilla)

Berat badan : 45 kg

Tinggi badan : 136 cm

Kepala : dalam batas normal

Rambut : dalam batas normal

Mata : Konjunctiva tidak , Sklera tidak ikterik

Telinga : dalam batas normal

Hidung : pernafasan cuping hidung (-)

Bibir : Mukosa bibir lembab, sianosis sirkum oral tidak ada.

Gigi geligi : dalam batas normal.

Lidah : Tidak kotor, tremor (-)

Tonsil : T1 – T1, hiperemis(-)

Faring : hiperemis(-)

Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba

Toraks

Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris

Retraksi interkosta (-)

Palpasi : vocal fremitus kiri dan kanan simetris

Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor

Auskultasi : Bising nafas dasar vesikuler Ronki -/-, Wheezing (-)

Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

26

Page 27: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Inspeksi : Perut tampak datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal : 4 x/menit

Palpasi : Perut lemas, Hepar dan Lien tidak teraba

Nyeri tekan suprapubik(+), Nyeri tekan epigastrium (+)

Perkusi : Timpani, Nyeri ketok epigastrium(+), nyeri ketok suprapubik(+)

Genitalia : tidak ada kelainan

Ekstremitas:

Khorea (-) nyeri persendian (+) di sendi-sendi besar

Ekstremitas superior : hangat, sianosis –, nodul subkutan -

Ekstremitas inferior : hangat, sianosis - , nodul subkutan -

Kulit : efloresensi (-), eritema marginatum(-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah : (Tanggal: 15 - 06 - 2014)

LED : 15 mm/jam

Hb : 12,1 g/dL

Eritrosit : 4,14 juta/uL

Leukosit : 12.000 /uL (↑)

Trombosit : 385.000 /uL

Hematokrit : 34 %(↑)

Hitung jenis :

o Basofil : 1 %

o Eosinofil : 3 %

o N.Batang : 0 % (↓)

o N.Segmen : 63 %

o Limfosit : 24 %

o Monosit : 9% (↑)

DIAGNOSA KERJA :

- Demam rematik + ISK

27

Page 28: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

DIAGNOSA BANDING :

- demam jantung rematik

PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan:

Rawat inap

Diet: biasa

Oksigen 2 lpm

Periksa Lab : DPL, Ul, Na, K, Ca, CKMB, CPK, Troponin I

Obat:

o Fenocyn 3 x125mg (PO)

o Vomitas syr 3x1sdo (PO)

o Omeperazol 1x1 caps (PO)

2. Konsul : dr. Todung Sp.PD KKV

FOLLOW UP

15/06/2014

S= Sesak(+), mual (-), nyeri berkemih(+), nyeri dada(-)

O= Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Frekwensi Nadi : 80 x/menit (isi cukup, kuat angkat, reguler)

Tekanan darah : 110 / 80 mmHg

Frekwensi Pernafasan : 18 x/menit (adekuat, reguler)

28

Page 29: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Suhu tubuh : 37,2 O C (axilla)

Kepala : mesocephali

Rambut : hitam, distribusi merata

Mata : Kelopak mata tidak cekung, konjunctiva tidak

pucat

Telinga : lapang, sekret -/-

Hidung : pernafasan cuping hidung (-)

Bibir : Mukosa bibir lembab, sianosis sirkum oral tidak ada.

Lidah : Tidak kotor, tremor (-)

Tonsil : T1 – T1, hiperemis(-)

Faring : hiperemis(-)

Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba

Toraks

Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris

Retraksi (-)

Palpasi : Stem fremitus kiri dan kanan simetris

Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor

Auskultasi : Bising napas dasar vesikuler Ronki -/-, Wheezing (-)

Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal : 6 x/menit

Palpasi : Perut lemas, Hepar dan Lien tidak teraba

Nyeri tekan suprapubik(+), Nyeri tekan epigastrium (+)

Perkusi : Timpani, Nyeri ketok epigastrium(+), nyeri ketok suprapubik(+)

Genitalia : tidak ada kelainan

Ekstremitas:

Khorea (-), nyeri sendi (-)

Ekstremitas superior : hangat, sianosis –, Nodul subkutan -

Ekstremitas inferior : hangat, sianosis -, Nodul subkutan -

Kulit : efloresensi (-) eritema marginatum (-)

Hasil lab :

1. Kimia klinik

29

Page 30: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

a. CK (CPK) : 5,3u/l (N)

b. CK-MB : 9u/l (N)

c. Troponin I : 0,2 ng/ml (N)

2. Natrium kalium

a. Natrium darah; 143 mEq (N)

b. Kalium Darah: 4,3 mEq (N)

c. Kalsium : 9,1 mg/dl (N)

3. Darah perifer lengkap

a. Leukosit: 12 ribu/l (↑)

b. HT : 34% (↓)

c. Retikulosit : 24 permil (↑)

d. Monosit : 9 % (↑)

4. Urinalisis lengkap

a. Berat jenis ; 1,005 g/ml (↓)

b. Esterase leukosit : trace/ 15 sel/ul (+)

c. Sedimen leukosit : 4/LPB

-Konsul dr Todung Sp.PD KKV : tidak ada carditis. Jantung dalam batas normal. Pasien

masih demam rematik

-Pemeriksaan kultur urin

A: Demam Rematik + ISK

P: Diet : biasa

O2 2lpm binasal

Mm/

o Fenocyn 3 x125mg (PO)

o Vomitas syr 3x1sdo (PO)

o Omeperazol 1x1 caps (PO)

o Diazepam 3x2mg

o Urogetix 2x1tab

Konsul dr. Esther Sp.KJ dengan DK vegetative imbalance

16/6/ 2014

Perawatan hari II, Berat badan: 65 kg, Tinggi badan: 174 cm

S= Sesak(-) nyeri berkemih(+), nyeri dada(-) mual(+)

O=Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

30

Page 31: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Frekwensi Nadi : 88 x/menit (isi cukup, kuat angkat, reguler)

Tekanan darah : 110 / 70 mmHg

Frekwensi Pernafasan: 18 x/menit (adekuat, reguler)

Suhu tubuh : 36,5 O C (axilla)

Kepala : dalam batas normal

Rambut : dalam batas normal

Mata : Kelopak mata tidak cekung, konjunctiva tidak

pucat

Telinga : dalam batas normal

Hidung : pernafasan cuping hidung (-)

Bibir : Mukosa bibir lembab, sianosis sirkum oral tidak ada.

Gigi geligi : dalam batas normal.

Lidah : Tidak kotor, tremor (-)

Tonsil : T1 – T1, tenang

Faring : hiperemis(-)

Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba

Toraks : dalam batas normal

Abdomen

Inspeksi : Perut datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal : 6 x/menit

Palpasi : Perut lemas, Hepar dan Lien tidak teraba

Nyeri tekan suprapubik(+), Nyeri tekan epigastrium (+)

Perkusi :Timpani, Nyeri ketok epigastrium(+), nyeri ketok suprapubik(+)

Genitalia : tidak ada kelainan

Ekstremitas:

Ekstremitas superior dan inferior: hangat, sianosis (-), Nyeri sendi(-), khorea(-), nodul

subkutan(-)

Hasil lab : pemeriksaan kultur urin : kultur kuman aerob tidak tumbuh

Hasil Konsul dr.Ester, kesan terhadap pasien : overindulgence kode V (pola asuh terlalu

di manja)

A: Demam Rematik + ISK

P: Diet: biasa

Mm/

31

Page 32: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

o Vomitas syr 3x1sdo (PO)

o Fenocyn 3 x125mg (PO)

o Omeperazol 1x1 caps (PO)

o Diazepam 3x2mg (PO)

o Urogetix 2x1tab (PO)

o Sanprima 2x1 tab ( PO)

Konsul DR.dr. Mulyadi Sp.A(K), pemeriksaan echocardiography

17 Juni 2014

Perawatan hari III

S= sesak(-), nyeri berkemih(+), mual(-)

O=Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Komposmentis

Frekwensi Nadi : 90 x/menit (isi cukup, kuat angkat, reguler)

Tekanan darah : 120 / 80 mmHg

Frekwensi Pernafasan : 20 x/menit (adekuat, reguler)

Suhu tubuh : 36,5 O C (axilla)

Kepala : dalam batas normal

Rambut : dalam batas normal

Mata : dalam batas normal

Telinga : dalam batas normal

Hidung : dalam batas normal

Bibir : dalam batas normal

Gigi geligi : dalam batas normal.

Lidah : dalam batas normal.

Tonsil : T1 – T1, hiperemis(-)

Faring : hiperemis(-)

Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba

Toraks : dalam batas normal

Abdomen

Inspeksi : Perut datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal : 5 x/menit

Palpasi : Perut lemas, Hepar dan Lien tidak teraba

Nyeri tekan suprapubik(+), Nyeri tekan epigastrium (+)

32

Page 33: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Perkusi :Timpani, Nyeri ketok epigastrium(+), nyeri ketok suprapubik(+)

Genitalia : tidak ada kelainan

Ekstremitas:

Ekstremitas superior dan inferior: hangat, sianosis (-), nyeri sendi(-), khorea(-), nodul

subkutan(-)

Hasil Konsul dr.Mulyadi Sp.A(K): tidak ada karditis dan tidak ada PJB

A: Demam rematik + ISK dalam perbaikan

P: Diet lunak

Mm/ :

o Fenocyn 3 x125mg (PO)

o Omeperazol 1x1 caps (PO)

o Urogetix 2x1tab (PO)

o Sanprima 2x1 tab ( PO)

18/06/ 2014

S= sesak (-) mual (-), nyeri berkemih (-)

O=Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Komposmentis

Frekwensi Nadi : 88 x/menit (isi cukup, kuat angkat, reguler)

Tekanan darah : 110 / 70 mmHg

Frekwensi Pernafasan : 18 x/menit (adekuat, reguler)

Suhu tubuh : 36,6 O C (axilla)

Kepala : dalam batas normal

Rambut : dalam batas normal

Mata : dalam batas normal

Telinga : dalam batas normal

Hidung : pernafasan cuping hidung (-)

Bibir : dalam batas normal

Gigi geligi : dalam batas normal.

Lidah : dalam batas normal

Tonsil : T1 – T1, hiperemis(-)

Faring : hiperemis(-)

Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba

33

Page 34: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Toraks : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Genitalia : tidak ada kelainan

Ekstremitas:

Ekstremitas superior dan inferior: hangat, sianosis (-) nodul subkutan(-), eritema

marginatum(-), khorea (-), nyeri persendian(-)

A: Demam Rematik + ISK dalam perbaikan

P: Diet Biasa

Mm/ :

o Fenocyn 3 x125mg (PO)

o Omeperazol 1x1 caps (PO)

o Urogetix 2x1tab (PO)

o Sanprima 2x1 tab ( PO)

Pasien boleh pulang

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan umur 9 tahun di bangsal anak RS

PGI CIKINI dengan diagnosis suspek demam rematik akut, ditegakkan

berdasarkan adanya beberapa kriteria Jones dan WHO yang dipenuhi pada pasien

ini yaitu :

Riwayat Demam Rematik 1 bulan yang lalu

Didapatkan Atralgia pada sendi-sendi besar pada pasien

Tes ASTO positif >250

34

Page 35: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

Berdasarkan kriteria yang ada pada pasien, maka menurut kriteria jones dan

kriteria WHO yang terdapat didalam tinjauan pustaka, pasien ini belum dapat di

diagnosis Demam Rematik, karena hanya memenuhi syarat kriteria minor. Pada

pasien tidak ditemukan tanda-tanda mayor. Menurut kriteria Jones, untuk

menegakkan diagnosis demam rematik atau demam jantung rematik perlu

ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor, ditambah

dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Sedangkan menurut

kriteria WHO, pasien dapat didiagnosa serangan demam rematik yang berulang

apabila ditemukan 2 kriteria minor pada pasien dengan penyakit demam jantung

rematik, sedangkan pada pasien kita temukan 3 kriteria minor tanpa demam

jantung rematik.

Akan tetapi hasil konsultasi dengan dr. Mulyadi Sp.A(K) dan dr.Todung

Sp.PD KKV, mengatakan bahwa pasien hanya demam rematik dan belum sampai

demam jantung rematik dikarenakan ASTO>250, serta hasil EKG,

Echocardiography dan enzim jantung yang masih dalam batas normal. Ditambah

lagi pasien memiliki riwayat demam rematik sebelumnya.

Oleh karena hasil pemeriksaan jantung yang tidak ada kelainan dan pasien

mengeluhkan dadanya sakit, serta kondisi pasien yang tidak sesuai dengan

keluhan yang dikeluhkan, maka perlu dipertimbangkan untuk konsul ke psikiater.

Hasilnya pasien tidak terdapat kelainan kejiwaan akan tetapi pasien memiliki pola

asuh yang dimanja sehingga kemungkinan pasien tidak benar-benar sesak atau

nyeri dada supaya pasien tidak ke sekolah itu ada, karena pasien ternyata juga

kurang nyaman dengan suasana di sekolahnya.

Terapi yang diberikan untuk demam rematik sudah sesuai dengan tinjauan

pustaka yaitu penicilin yaitu fenocyn. Benzytin tidak digunakan karena sering

menimbulkan reaksi hipersensitifitas.

Pasien juga mengeluh sakit saat berkemih dan pada pemeriksaan urin

lengkap ditemukan leukosit esterase pada urin, hal ini menandangan terjadi

peradangan pada saluran kemih. Akan tetapi hasil kultur urin untuk bakteri aerob

yaitu tidak tumbuh, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebab peradangannya

bukanlah bakteri aerob. Berdasarkan epidemiologi dapat disebabkan bakteri

anaerob, virus, dan parasit. Menurut tinjauan pustaka, jika penyebabnya bakteri

35

Page 36: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

maka diagnosis ISK ditegakkan dengan biakan urin yang sampelnya diambil dengan urin

porsi tengah dan ditemukan pertumbuhan bakteria >100.000 koloni/ ml urin dari satu

jenis bakteri, atau bila ditemukan >10.000 koloni tetapi disertai dengan gejala klinis yang

jelas dianggap ada ISK. Perlu dilakukan pemeriksaan lainnya jika ingin mengetahui

etiologinya.

Berdasarkan tinjauan pustaka, pemberian sanprima yang isinya trimetrophim dan

sulfametoxazole sebagai antibiotik ISK yang disebabkan oleh bakteri dapat diberikan.

Pemberian Urogetix tidak diwajibkan dalam penatalaksanaan ISK, pemberiannya

bertujuan untuk menghilangkan rasa tidak enak, atau perih saat kencing. Pemberian

omeprazole diberikan karena pasien sempat muntah dan mual.

Pada hari ke 5, keadaan pasien sudah membaik. Nyeri dada, sesak, dan nyeri

berkemih sudah tidak ada lagi dan pasien diperbolehkan rawat jalan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Madiyono. Bambang, Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak.

Jakarta: UKK Kardiologi Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005.

2. Sastroasmoro. Sudigdo, dkk Penyunting. Buku Ajar Kardiologi Anak.

Jakarta:BPIDAI; 1994; 279 – 316.

3. Baraas, Faisal. Penyakit Jantung Pada Anak. Jakarta; FKUI; 1995; 215 –

223.

4. Robbins, dkk. Buku Ajar Patologi volume 2 edisi 7 . Jakarta: EGC; 2007

36

Page 37: Case Report Demam Rematik Dr Bukit Mmartha

5. Rusdidjas, Rafita Ramayati. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Buku Ajar Nefrologi

Anak. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 2002.

6. Behrman, Kliegman. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak

Nelson Vol. 3. Edisi 15. EGC. Jakarta: 2000.

7. Noer M.S., Ninik Soemyarso. Infeksi Saluran Kemih. Diakses dari http://pediatrik.com

37