Page 1
Case Report
ANESTESI SPINAL PADA PASIEN G3P1A1 DENGAN PRE
EKLAMSI BERAT DISERTAI IMPENDING EKLAMPSIA
Oleh :
Dita Mintardi 110.2009.088
Hanni Dayang Purpitasari 110.2009.128
Lamia Adilia 110.2009.155
Nur Ridha Safira 110.2009.209
Pembimbing:
dr. Hj, Hayati Usman, Sp.An
dr. Dhadi Ginanjar, Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD DR SLAMET GARUT
JANUARI 2015
Page 2
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. H
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM :
Diagnosis pre operatif : G3P1A1 Pre eklamsi berat dengan Impending
eklamsia
Macam Operasi : SCTP Emergency
Macam Anestesi : Anestesi spinal
Tanggal Masuk : 6 Januari 2015
Tanggal Operasi : 6 Januari 2015
Kamar : Kalimaya
Bagian : Kebidanan dan gikenologi
Operator : dr. Dadan SpOG
Asisten: dr. Isa Ilyas
Anestesi : dr. Hj. Hayati Usman, Sp.An /
dr. Dhadi Ginanjar, Sp.An
Asisten : dr. Azizah
B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI
1. Anamnesa
a. Keluhan utama : Penglihatan Kabur
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang G3P1A1 34 tahun, merasa hamil 9 bulan datang
dengan mengeluh pandangan kabur sejak 4 hari yang lalu, disertai
keluhan nyeri kepala hebat yang dirasakan sejak 4 hari yang lalu .
2
Page 3
Pergerakan janin masih dirasakan. Pasien mengaku rajin
memeriksakan diri ke bidan setiap bulannya. Saat kehamilan
memasuki usia 5 bulan pasien memiliki tekanan darah tinggi 160/90
mmHg. Pasien diberikan obat darah tinggi yaitu dopamet dan captopril
25mg. Pasien mengaku rajin meminum obat tersebut. Saat memasuki
usia kehamilan 9 bulan pasien dirujuk oleh bidan ke RSU dr. Slamet
Garut karena tekanan darahnya mencapai 200/120 mmHg.Pasien lalu
di konsultasikan ke bagian kebidanan dan ginekologi, lender darah (-),
nyeri kepala (+), pandangan kabur (+), nyeri epigastrium (+).
Riwayat Penyakit Penyerta
Pasien mengaku saat kehamilan kedua memiliki riwayat darah
tinggi yang mencapai 170/90 mmHg dan melahirkan dengan operasi
caessar di RSU dr. Slamet Garut. Pasien mengaku setelah melahirkan
tekanan darahnya turun menjadi 120/80 mmHg. Sebelum menikah
pasien menyangkal memiliki riwayat darah tinggi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat gigi goyah : disangkal
Riwayat gigi palsu : disangkal
Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
d. Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
3
Page 4
Pemeriksaan Fisik:
a. Keadaan umum : baik, CM, gizi kesan cukup, GCS E4V5M6
b. Vital sign : Tensi : 170/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 16 x/menit
Suhu : 36,50C
BB : 80 kg
TB : 155 cm
c. Status Generalis :
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor
Mulut : malampati I
Jalan nafas : tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu (-), oedem
(-), kekakuan sendi rahang (-), kaku leher (-)
Thorax : retraksi (-)
Cor : BJ I – II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), RBK
(-/-), RBH (-/-)
Abdomen : lihat status obstetri
Ekstremitas : Oedem akral dingin
d. Status Obstetri
Abdomen
1) Inspeksi : dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)
2) Palpasi : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterin,
memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, kepala
masuk panggul < 1/3 bagian, TFU : 32 cm ~ TBJ :
3200 gram, his (-)
3) Auskultasi : DJJ 12-12-12/reguler
4
Page 5
Genital VT : vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas
normal, portio lunak, mencucu, Ø : - cm, eff. 10%, kepala di
Hodge II, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, air
ketuban (-), STLD (-)
2. Pemeriksaan penunjang :
a. Laboratorium
Hemoglobin
Hct
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
:
:
:
:
:
13 g/dl
38 %
4,50.6/ul
10.4503 /ul
101.0003/ul
BJ urine
Ph urine
Nitrit urine
Protein urine
Glukosa urine
Keton urine
Urobilinogen urine
Bilirubin urine
:
:
:
:
:
:
:
:
1015
7,3
-
POS (+++)
mg/dL
- mg/dL
- mg/dL
Normal
-
b. USG : -
3. Kesimpulan :
Kelainan sistemik : ( – )
Kegawatan : ( + )
Status fisik ASA : II E
5
Page 6
A. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan Operasi
1.a.Persetujuan operasi tertulis (+)
1.b.Puasa (-)
1.c. Infus RL 20 tetes /menit
2. Jenis Anestesi : Regional Anestesi
3. Teknik Anestesi : Regional anestesi subarachnoid block
4. Premedikasi : Ondansentron 4 mg
5. Analgesi spinal : Bupivakain 15 mg
6. Maintenance : O2 3 lt/menit
7. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 15 menit, kedalaman
anestesi, cairan, perdarahan.
8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan
B. TATALAKSANA ANESTESI
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi
b. Periksa tanda vital dan keadaan umum
c. Lama puasa -
d. Cek obat-obat dan alat anestesi.
e. Infus loading RL
f. Posisi terlentang.
g. Pakaian pasien diganti pakaian operasi.
2. Di ruang operasi
a.a. Jam 09.45 : pasien ditidurkan di ruang operasi dengan posisi
telentang, dilakukan pemasansgan, manset, monitor, saturasi O2 dan infus RL 500
cc.
a.b. Jam 09.50 : Pasien duduk ditopang oleh seorang asisten, diberikan
suntikan bupivakain 10 mg secara intra dural.
vi
Page 7
a.c. Jam 10.30 : bayi dilahirkan perabdominal, jenis kelamin perempuan,
berat badan 3600 gram, panjang badan 50 cm, APGAR 8-9-10, anus (+).
Diberikan methergin 200 μg IV, oxytosin 10 IU per drip.
a.d. Jam 10.40 : plasenta dilahirkan per abdominal lengkap dengan
insersio parasentral.
a.e. Jam 10.50 : infus RL 500 cc
a.f. Jam 11.10 : Infus RL 500 cc
Monitoring Selama Anestesi
Jam Tensi Nadi Sa02
09.45 220/120 92 98
10 160/90 82 98
10.15 160/85 82 98
10.3 170/90 85 98
10.45 169/90 85 98
11 163/70 95 99
11.15 170/90 98 99
3. Di ruang pemulihan
a. Jam 11.45 : pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar dalam keadaan
sadar, posisi terlentang, diberikan O2 3 liter/menit, dan tanda-tanda
vital dimonitoring tiap 15 menit.
b. Jam 12.15 : pasien stabil baik, dipindahkan ke Bangsal Mawar 1.
Monitoring Pasca Anestesi
Jam Tensi Nadi RR Keterangan
11.45 170/100 82 20 O2 3 L/menit, monitoring tanda vital
12 170/100 84 20
12.15 180/100 88 20
4. Instruksi Pasca Anestesi
a. Rawat pasien posisi setengah duduk, oksigen 3 L/mnt, kontrol
tanda vital. Bila tensi turun dibawah 90/60mmHg, berikan loading
kristaloid 250 cc / efedrin 5-10 mg. Bila muntah berikan injeksi
vii
Page 8
ondansetron 4 mg IV. Bila kesakitan berikan injeksi Ketorolac 30
mg IV.
b. Lain-lain
- Antibiotik sesuai bagian Obsgyn
- Puasa sampai dengan flatus atau bising usus (+)
- Post op cek Hb, bila <10 g/dl transfusi sampai dengan Hb>
10 g/dl.
- Monitor tanda vital, kontrol balance cairan
viii
Page 9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERSIAPAN PRA ANESTESI
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan
pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk
keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai
dengan fisik dan kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):1
a. ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
b. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan
sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis.
Angka mortalitas 16%.
c. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
d. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam
jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi
organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.
e. ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan
operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam
tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
ix
Page 10
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda
darurat.1
B. PREMEDIKASI ANESTESI
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun
tujuan dari premedikasi antara lain :1
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
4. Memberikan analgesia, misal pethidin
5. Mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid
6. Memperlancar induksi, misal : pethidin
7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin
C. ANESTESI SPINAL
Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan obat
analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls
nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya, sedang penderita tetap sadar.2
Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah
antara vertebra L2-L3 / L3-L4 (obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau
L4-L5 (obat lebih cenderung berkumpul di kaudal).2
Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi
abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki. Anestesi
ini memberi relaksasi yang baik, tetapi lama anestesi didapat dengan lidokain
x
Page 11
hanya sekitar 90 menit. Bila digunakan obat lain misalnya bupivakain, sinkokain,
atau tetrakain, maka lama operasi dapat diperpanjang sampai 2-3 jam.3
Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit
jantung, kelainan pembekuan darah, septikemia, tekanan intrakranial yang
meninggi.
1. Untuk tujuan klinik, pembagian tingkat anestesi spinal adalah sebagai
berikut:
a. Sadle back anestesi, yang terkena pengaruhnya adalah daerah
lumbal bawah dan segmen sakrum.
b. Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah
umbilikus / Th X di sini termasuk daerah thoraks bawah, lumbal dan
sakral.
c. Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini termasuk
thoraks bawah, lumbal dan sakral.
d. Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk
daerah thoraks segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.
e. Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang
lebih tinggi.
2. Teknik anestesi :
a. Perlu mengingatkan penderita tentang hilangnya kekuatan motorik
dan berkaitan keyakinan kalau paralisisnya hanya sementara.
b. Pasang infus, minimal 500 ml cairan sudah masuk saat menginjeksi
obat anestesi lokal.
c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk mengambil
lumbal pungsi, tetapi bila kesulitan, posisi duduk akan lebih mudah
untuk pungsi. Asisten harus membantu memfleksikan posisi
penderita.
d. Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka
kanan kiri akan memotong garis tengah punggung setinggi L4-L5.
e. Palpasi : untuk mengenal ruangan antara 2 vertebra lumbalis.
f. Pungsi lumbal hanya antara L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1.
xi
Page 12
g. Setelah tindakan antiseptik daerah punggung pasien dan memakai
sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan penyuntikan
jarum lumbal no. 22 lebih halus no. 23, 25, 26 pada bidang median
dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horisontal ke arah
kranial pada ruang antar vertebra lumbalis yang sudah dipilih.
Jarum lumbal akan menembus berturut-turut beberapa ligamen,
yang terakhir ditembus adalah duramater subarachnoid.
h. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar. Selanjutnya
disuntikkan larutan obat analgetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Cabut jarum, tutup luka dengan kasa steril.
i. Monitor tekanan darah setiap 5 menit pada 20 menit pertama, jika
terjadi hipotensi diberikan oksigen nasal dan ephedrin IV 5 mg,
infus 500-1000 ml NaCl atau hemacel cukup untuk memperbaiki
tekanan darah.
3. Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah :
a. Bupivakain
Bupivakain (Decain, Marcain) adalah derivat butil yang 3 kali
lebih kuat dan bersifat long acting (5-8 jam). Obat ini terutama
digunakan untuk anestesi daerah luas (larutan 0,25%-0,5%)
dikombinasi dengan adrenalin 1:200.000, derajat relaksasinya terhadap
otot tergantung terhadap kadarnya. Presentase pengikatannya sebesar
82-96%. Melalui N-dealkilasi zat ini dimetabolisasi menjadi
pipekoloksilidin (PPX). Ekskresinya melalui kemih 5% dalam keadaan
utuh , sebagian kecil sebagai PPX, dan sisanya metabolit-metabolit
lain. Plasma t1/2 1,5-5,5 jam. Untuk kehamilan, sama dengan
mepivakain dapat digunakan selama kehamilan dengan kadar 2,5-5
mg/ml. Dari semua anestetika lokal, bupivakain adalah yang paling
sedikit melintasi plasenta.
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC adalah
1,003-1,008. Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS
xii
Page 13
disebut isobarik sedangkan yang lebih berat dari CSS adalah
hiperbarik. Anestesi lokal yang sering digunakan adalah jenis
hiperbarik yang diperoleh dengan mencampur anestesi lokal dengan
dekstrosa.4
Anestesi Lokal Berat Jenis Sifat Dosis
Bupivakain (decain)
0,5% dalam air 1,005 Isobarik 5-20 mg (1-4 mL)
0,5% dalam dekstrosa 8,25% 1, 027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3mL)
b. Fentanyl
Fentanil adalah obat dengan masa kerja pendek namun mula kerja
cepat, sekitar 2 menit. Efek fentanyl dapat mengakibatkan amnesia,
hipnosis dan analgesi yang memuaskan. Curah jantung semenit
menurun dan resistensi pembuluh darah sistemik meningkat pada
permulaan yang akan kembali normal bila anestesi diteruskan.
Apne dapat terjadi karena depresi SSP, namun dapat diatasi dengan
mengontrol dan memimpin pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul
mual muntah dan menggigil pasca bedah, juga dapat timbul gejala
ekstrapiramidal.4
c. Ondansentron
Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif yang dapat
menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan
radiasi. Ondansetron mempercepat pengosongan lambung, bila
kecepatan pengosongan basal rendah. Tetapi waktu transit saluran
cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi. Ondansentron
dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama
secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukonida atau sulfat dalam
hati. Ondansentron digunakan pada kondisi mual muntah karena
kemoterapi, radioterapi ataupun pasc operasi. Efek sampingnya berupa
nyeri kepala, obstipasi, rasa panas di muka dan perut bagian atas,
jarang sekali gangguan ekstrapiramidal dan reaksi hipersensitivitas.
xiii
Page 14
Dosis untuk pengobatan atau pencegahan mual muntah pre/pasca
operasi yaitu 4-8 mg/IM sebagai dosis tunggal atau IV perlahan-lahan.4
4. Keuntungan dan kerugian anestesi spinal :
a. Keuntungan
1) Respirasi spontan
2) Lebih murah
3) Ideal untuk pasien kondisi fit
4) Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru pada
pasien dengan perut penuh
5) Tidak memerlukan intubasi
6) Pengaruh terhadap biokimiawi tubuh minimal
7) Fungsi usus cepat kembali
8) Tidak ada bahaya ledakan
9) Observasi dan perawatan post operatif lebih ringan
b. Kerugian
1) Efeknya terhadap sistem kardiovaskuler lebih dari general sistem
2) Menyebabkan post operatif headache.
5. Komplikasi tindakan anestesi spinal
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan pemberian cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml
sebelum tindakan
b. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T-2
c. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf phrenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
xiv
Page 15
h. Blok spinal tinggi atau spinal total
D. TERAPI CAIRAN
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus
mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan
perioperatif bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi.
2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang
diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti
pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan
cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap
kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan
pada dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml / kgBB/jam
Sedang = 6 ml / kgBB/jam
Berat= 8 ml / kgBB/jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10
% EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali
volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2
kali darah yang hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
xv
Page 16
Kebutuhan cairan dan elektrolit pada dewasa:7
a. Air : 30 – 40 ml/kg BB/hari
b. Na : 1 – 2 mEq/kgBB/hari
c. K : 1 mEq/kgBB/hari.
Kebutuhan kalori rata – rata/ kgBB orang dewasa, dipengaruhi oleh
faktor trauma atau stress :8
E. PEMULIHAN
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room
yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca operasi atau anestesi. Ruang pulih
sadar menjadi batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau
masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca
operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya.8
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan
perlu dilakukan skoring tentang keadaan pasien setelah anestesi dan
pembedahan. Untuk regional anestesi digunakan skor Bromage.8
BROMAGE SCORING SYSTEM
Bromage skor< 2 boleh pindah ke ruang perawatan.
F. ANESTESI OBSTETRI
Semua pasien yang masuk dalam obstetri sangat besar kemungkinan
membutuhkan anestesi yang baik yang direncanakan atau emergensi, oleh
xvi
Kriteria Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan 3
Page 17
karena itu seorang ahli anestesi seharusnya menyadari riwayat penyakit
sekarang dan dahulu yang berhubungan dengan pasien obstetri. Pasien yang
membutuhkan pelayanan anestesi untuk persalinan atau SC seharusnya
mendapat evaluasi pre anestesi yang detail. Semua wanita dalam persalinan
harus dijaga nutrisi per oral dan diberi cairan IV biasanya menggunakan cairan
RL dalam dextrosa untuk mencegah dehidrasi. Berbagai macam indikasi untuk
sectio caesaria antara lain:6
1. Kehamilan beresiko tinggi pada maternal dan fetal:
a. Peningkatan resiko ruptur uteri:
1) Riwayat kelahiran dengan seksio caesaria
2) Riwayat miomektomi ekstensif atau rekonstruksi uterin
a. Peningkatan resiko perdarahan maternal
1) Sentral atau parsial plasenta previa.
2) Solutio plasenta
3) Riwayat rekonstruksi vagina2. Distokia
a. Hubungan Fetopelvik yang abnormal
1) Disproporsi kepala panggul.
2) Presentasi fetal yang abnormal : letal transvers atau obliq, presbo.
b. Aktivitas disfungsional uterin.3. Keadaan-keadaan gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera.
a. Fetal distressb. Prolaps umbilikusc. Perdarahan maternald. Amnionitise. Herpes genital dengan disertai ruptur membranf. Kematian impending maternal.4
xvii
Page 18
BAB III
PEMBAHASAN
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan anestesi
pada wanita hamil yang akan melakukan persalinan. Karena dalam melakukan
tindakan anestesi harus memperhatikan teknik anestesi yang akan dipakai demi
menjaga keselamatan ibu, bayi, serta kehamilan itu sendiri. Untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan saat melakukan tindakan anestesi pada wanita
hamil, maka kita harus mengetahui perubahan-perubahan fisiologis wanita hamil
serta efek masing-masing obat anestesi.
Pada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki
keuntungan yaitu:
C. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam keadaan
sadar.
D. Relaksasi otot yang lebih baik.
E. Analgesi yang cukup kuat.
4. PERMASALAHAN DARI SEGI MEDIK
c. Emergensi
d. Menyangkut dua nyawa yaitu nyawa ibu dan anak
5. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH
B. Apabila tidak segera dilakukan pembedahan maka bisa mempersulit proses
persalinan dan mengancam jiwa janin dan ibu.
C. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi.
D. Risiko kerusakan organ yang diakibatkan pembedahan.
E. Obat-obat yang membantu kontraksi uterus harus dipersiapkan karena
pengosongan uterus lebih cepat pada Sectio Caesaria dari pada pervaginam,
untuk meminimalkan bahaya perdarahan pasca persalinan
xvii
Page 19
Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan
teknik anestesi yang aman untuk operasi yang lama, juga perlu
dipersiapkan darah untuk mengatasi perdarahan.
6. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
a. Premedikasi
Pada pasien ini seharusnya diberikan premedikasi dengan pemberian
ondansentron 4 mg per oral untuk mencegah mual muntah pasien selama
dan sesudah operasi.
b. Analgesi spinal
Pada kasus ini digunakan bupivakain 15mg (dosis 7,5 – 15 mg), karena
mula kerjanya cepat, lebih kuat, lebih lama dibandingkan lidokain, dan
aman untuk kehamilan karena paling minimal melintasi plasenta.
c. Maintenance
Dipakai O2 3 liter/menit
d. Terapi Cairan
d.a.Kebutuhan cairan selama operasi besar 1 jam
= kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi besar
= (2 cc x 80 kg x 1 jam) + (6 cc x 80 kg x 1 jam) = 190 cc + 480 cc
= 670 cc
d.b. Pendarahan yang terjadi = 200 cc
EBV = 70 cc x 80 kg = 5600 cc
Jadi kehilangan darah = 200/5600 x 100% = 3,5 %
Karena kehilangan darah < 10 % (Derajat I) jadi diganti dengan cairan
kristaloid
3 x 200 = 600 cc
Produksi urine jam I = 60 cc
d.c.Kebutuhan cairan basal total
Jam I = (1 P + M + IWL) + perdarahan + urin output =
120cc + 480cc + 600cc + 60cc = 1260cc/jam
d.d. Cairan yang sudah diberikan :
xix
Page 20
Pra anestesi : 500 cc
Saat anestesi : 1260 cc
Pada kasus ini, yang dilakukan anestesi spinal, saat operasi terjadi
penurunan tekanan darah. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal
biasanya sering terjadi. Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang
menjalani anestesi spinal. Hipotensi terjadi karena :
- Penurunan venous return ke jantung dan penurunan
cardiac out put.
- Penurunan resistensi perifer.
Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau terdapat
gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk
menghindari cedera ginjal, jantung dan otak, di antaranya dengan memberikan
oksigen dan menaikkan kecepatan tetesan infus dan jika perlu diberikan
vasokonstriktor seperti pada pasien ini diberikan efedrin 10 μg yang telah
diencerkan jika tekanan sistolik dibawah 100 mmHg.
Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk
mengatasi bradikardi yang terjadi dapat diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.
Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot
pernafasan, abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami
kesulitan bernafas. Untuk mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen
yang adekuat dan pengawasan terhadap depresi pernafasan yang mungkin
terjadi.
xx
Page 21
F. Pasien ini memiliki riwayat hipertensi dalam kehamilan dan didiagnosa
preeklampsia berat dengan impending eklampsia sehingga pada pasien ini
diberikan tindakan anestesi regional yaitu spinal. Anestesi spinal diindikasikan
terutama untuk bedah ekstremitas inferior, bedah panggul, tindakan sekitar
rektum dan perineum, bedah obstetri dan ginekologi, bedah urologi, bedah
abdomen bawah dan operasi ortopedi ekstremitas inferior. Anestesi spinal
yaitu dengan cara pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang
subarakhnoid di region antara lumbal 3 dan 4 dengan tujuan untuk
mendapatkan blokade sensorik, relaksasi otot rangka dan blokade saraf
simpatis. Pada pasien ini diharapkan pemberian anestesi spinal dapat
memblokade saraf simpatis yang memiliki efek hipotensi.
G. Pemberian bupivacain 0.5% pada pasien ini bertujuan untuk memberikan efek
analgetik yang lebih lama yaitu sekita 2-4 jam (long-acting) dibandingkan
dengan obat anestesi lokal yang lain. Pada pasien ini diberikan bupivacain 15
ml, atau setara dengan 75ml (dosis maksimal : 2mg/kgBB) dengan onset 15
menit. Bupivacain menghambat generasi dan konduksi impuls sadaf yang
digunakaan untuk analgetik oleh infiltrasi sayatan bedah. Bupivacain bekerja
dengan cara berikatan secara intraselular dengan natrium dan memblok influk
natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi.
Bupivacain dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri yang
tipis dan tidak memiliki selubung mielin.
H. Pemberian ondansetron 4mg IV sebagai premedikasi pada pasien ini bertujuan
untuk mengurangi mual dan muntah selama dan sesudah operasi karena obat
anetesi spinal yaitu bupivacain memiliki efek samping hipotensi berat yang
merangsang mual dan muntah.
xxi
Page 22
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus diperhatikan agar
tindakan anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan
anestesi. Anastesi umum dalam persalinan harus dilakukan dengan
mempertimbangkan keamanan ibu dan bayi. Dalam hal ini pemeriksaan pra
anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang melibatkan anestesi.
Pemeriksaan yang baik dan teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien
dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya serta dapat menentukan teknik anestesi yang akan dipakai.
Selain itu, pemilihan obat dan dosisnya harus benar-benar diperhatikan agar tidak
mendepresi janin, dimana hampir semuanya dapat mendepresi nafas janin.
Pada laporan ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi regional dengan
menggunakan teknik anestesi spinal pada Impending Eklamsia pada multigravida
nulipara hamil postdate belum dalam persalinan dengan ASA II E dengan
menggunakan induksi Bupivakain 15 mg dan maintenance O2 3 lt/menit.
Pemeriksaan pre anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi,
melalui pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien
dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga komplikasi anestesi
dapat diantisipasi ataupun ditekan seminimal mungkin. Seperti pada kasus ini
kemungkinan hipotensi yang dapat terjadi sudah diantisipasi. Walaupun terjadi
hipotensi penanganan segera yang dibutuhkan sudah tersedia sehingga akibat dan
komplikasi yang dapat ditimbulkannya ditekan seminimal mungkin.
Penatalaksanaan operasi dan penatalaksanaan anestesi pada kasus ini
terdapat komplikasi hipotensi tetapi secara umum berjalan lancar karena persiapan
operasi baik pre operasi dan selama operasi sudah baik di bangsal.
xxii
Page 23
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi, M, dkk. 1989. Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif, FKUI, CV Infomedia, Jakarta.
2. Rustam M. 1998. Sinopsis Obstetri, jilid I edisi 2, cetakan I, EGC, Jakarta.
3. Cunningham F.G., et al. 1995. Obstetri Williams, edisi 18, editor Devi
H.R., EGC, Jakarta.
4. Boulton T.H., Blogg C.E. 1994. Anesthesiology, cetakan I. EGC, Jakarta.
5. Morgan G.E., Mikhail M.S.1992. Clinical Anesthesiology. 1st ed. A large
medical Book
6. Kumpulan protocol. 2008. Penanganan kasus Obstetri & Ginekologi,
Lab/SMF obsgyn FK UNS / RSUD dr Moewardi Surakarta.
7. Michael B D. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. cetakan I. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
8. Ery L. 1998. Belajar Ilmu Anestesi. FK Univ. Diponegoro. Semarang.
xxii
Page 24
Tabel 1. Aldrete Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Aktivitas
motorik
Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas
atas perintah atau secara sadar.
Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas
perintah atau secara sadar.
Tidak mampu menggerakkan ekstremitas
atas perintah atau secara sadar.
2
1
0
2 Respirasi Nafas adekuat dan dapat batuk
Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi
Apneu/tidak bernafas
2
1
0
3 Sirkulasi Tekanan darah berbeda ± 20% dari semula
Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari
semula
Tekanan darah berbeda >50% dari semula
2
1
0
4 Kesadaran Sadar penuh
Bangun jika dipanggil
Tidak ada respon atau belum sadar
2
1
0
5 Warna kulit Kemerahan atau seperti semula
Pucat
Sianosis
2
1
0
Aldrete skor ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.
xxiv
Page 25
Tabel 2. Steward Scoring System
No. Kriteria Skor
1 Kesadaran Bangun
Respon terhadap stimuli
Tak ada respon
2
1
0
2 Jalan
napas
Batuk atas perintah atau menangis
Mempertahankan jalan nafas dengan baik
Perlu bantuan untuk mempertahankan jalan
nafas
2
1
0
3 Gerakan Menggerakkan anggota badan dengan tujuan
Gerakan tanpa maksud
Tidak bergerak
2
1
0
Mallampati Test
1. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk menentukan
kesulitan atau tidaknya dalam melakukan intubasi. Penilaiannya
yaitu:
i. Mallampati I : palatum molle, uvula, dinding
posterior
oropharynk, tonsilla palatina dan tonsilla
pharingeal
ii. Mallampati II : palatum molle, sebagian uvula,
dinding posterior
uvula
iii. Mallampati III : palatum molle, dasar uvula
iv. Mallampati IV: palatum durum saja
xxv
Page 26
Robertson Test
1. Pernafasan
Kemampuan untuk mempertahankan pernafasan, penilaiannya :
20-30 detik = normal
15-19 detik = baik
10-14 detik = cukup
1-9 detik = buruk
0 detik = tidak ada
2. Fonasi
3. Diadochokinesis
- Mampu untuk mengulangi “oo-ee” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “pa-pa” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “la-la” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “ka-la” dengan cepat (N)
- Mampu untuk mengulangi “p-t-k” dengan cepat (N)
Apache III Test
Test ini menggabungkan dan menilai beberapa variabel, yaitu beberapa
diantaranya seperti :
a. variasi variabel fisilologik (seperti mean arterial pressure, temperatur, tekanan
parsial arteri oksigen, alveolar arterial O2 difference, frekuensi nadi dan
pernapasan)
b. nilai laboratorium (beberapa seperti hemoglobin, kreatinin, hitung sel darah
putih)
c. usia
xxvi
Page 27
d. variabel penyakit kronik
e. status neurologik /Glasgow Coma Scale (GCS)
xxvi