BAB IPENDAHULUAN
Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang ditandaidengan
adanya gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala
gangguanafektif.Penyebab gangguan skizoafektif tidak diketahui,
tetapi empat modelkonseptual telah dikembangkan.Gangguan dapat
berupa tipe skizofrenia atautipe gangguan mood.Gangguan
skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosisketiga yang berbeda,
yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupungangguan mood.Pada
gangguan skizoafektif, gejala klinisnya berupa gangguan episodik
darigangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam
episode penyakityang sama, baik secara simultan atau secara
bergantian dalam beberapa hari.Bila gejala skizofrenik dan manik
menonjol pada episode penyakit yang sama,gangguan disebut gangguan
skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguanskizoafektif tipe
depresif, gejala depresif yang menonjol.Gejala yang khaspada pasien
skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam
berpikir,perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan
suasana perasaanbaik itu manik maupun depresif.Kriteria diagnostik
gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR,merupakan suatu produk
beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasibeberapa diagnosis, dan
untuk memastikan bahwa diagnosis memenuhi kriteriabaik episode
manik maupun depresif dan menentukan lamasetiap episode
secaratepat.Pada setiap diagnosis banding gangguan psikotik,
pemeriksaan medislengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan
penyebab organik.semua kondisiyang dituliskan di dalam diagnosis
banding skizofrenia dan gangguan moodperlu dipertimbangkan. Sebagai
suatu kelompok, pasien dengan gangguanskizoafektif mempunyai
prognosis di pertengahan antara prognosis pasiendengan skizofrenia
dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatukelompok,
pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang
lebihburuk daripada pasien dengan gangguan depresif maupun gangguan
bipolar,tetapi memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien
dengan skizofrenia.
21
BAB III TINJAUAN PUSTAKA3.1 SKIZOAFEKTIF3.1.1 DefinisiGangguan
schizoafektifadalah penyakit mentalyang seriusyang memilikigambaran
skizofrenia dan gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki
gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga
memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol.Gangguan
skizoafektif terbagi dua yaitu tipe manik dan tipe
depresif.Skizofrenia adalah gangguanotakyang
mendistorsicaraseseorang berpikir, bertindak, mengungkapkanemosi,
merasakanrealitas, danberhubungan denganorang lain. Depresiadalah
penyakityangditandai denganperasaan sedih, tidak berharga,
atauputus asa, serta masalahberkonsentrasidanmengingatdetail.
3.1.2 EpidemiologiPrevalensi seumur hidup pada gangguan
skizoafektif kurang dari 1%, berkisar antara 0,5%-0,8%. Tetapi
gambaran tersebut masih merupakan perkiraan.Gangguan skizoafektif
tipe depresif lebih sering terjadi pada orang tua dibanding anak
muda.Prevalensi gangguan tersebut dilaporkan perempuan lebih tinggi
dibandingkan laki-laki, terutama perempuan yang sudah menikah.Usia
awitan perempuan lebih sering dibandingkan laki-laki, seperti pada
skizofrenia.Laki-laki engan gangguan skizoafektif mungkin
memperlihatkan perilaku antisocial dan mempunyai afek tumpul yang
nyata atau tidak sesuai. National Comorbidity Study menyatakan dari
66 orang dengan diagnose skizofrenia, 81% perna didiagnosa gangguan
afektif yang terdiri dari 59% depresi dan 22% gangguan
bipolar.3.1.3 EtiologiSulit untuk menentukan penyebab dari penyakit
yang telah berubah begitu banyak dari waktu ke waktu.Dugaan saat
ini bahwa gangguan skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi
skizofrenia.Oleh karena itu etiologi mengenai gangguan skizoafektif
juga mencakup kausa genetic dan lingkungan.Penyebab gangguan
skizoafektif adalah tidak diketahui, namun empat model konseptual
telah diajukan, yaitu:1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan
suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe gangguan mood2. Gangguan
skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan afektif3. Gangguan skizoafektif mungkin
merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda, tipe yang tidak
berhubungan dengan skizofrenia maupun gangguan afektif4.
Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah
kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga
kemungkinan yang pertama.Penelitian yang dilakukan untuk menggali
kemungkinan-kemungkinan tersebut telah memeriksa riwayat keluarga,
petanda biologis, respon pengobtanan jangka pendek, dan hasil akhir
jangka panjang..3.1.4 PatofisiologiMekanisme terjadinya
skizoafektif belum diketahui apakah merupakan suatu patologi yang
terpisah dari skizofrenia dan gangguan mood atau merupakan gabungan
dari keduanya yang terjadi secara bersamaan.Jika merujuk pada
kemungkinan kedua, maka telah diketahui neurobiology baik
fungsional ataupun structural yang terlibat dalam gangguan
ini.Neurobiologi fungsional yeng mendasari gejala psikotik cukup
beragam seperti yang ditunjukkan pada table 1. Secara sederhana
disimpulkan bahwa gejala psikotik muncul dari gangguan pada sistem
dopamin, serotonin, glutamate, metabolisme otak, dll.Kelebihan
dopamin atau peningkatan sensitivitas reseptor dopamine D2 menjadi
penyebab gejala psikotik positif.Serotonin dikaitkan dengan gejala
positif dan negatif.Terlihat penurunan aktivitas glutamat di
beberapa regio otak pada pasien skizofrenia, kelainan pada sistem
glutamat dikaitkan dengan gejala hiperaktivitas, hipoaktivitas, dan
neurotoksisitas.Gejala negatif terutama dikaitkan dengan aktivitas
norepinefrin yang menurun.
Tabel 1. Abnormalitas fungsi otak pada skizofrenia
Kelainan struktural yang diidentifikasi pada skizofrenia
sebagian besar berupa penurunan volume atau bentuk degenerasi yang
bervariasi pada berbagai regio otak yang masing-masing akan
menimbulkan gejala yang khas.
Tabel 2. Abnormalitas struktur otak pada skizofrenia
Gambar 1.Area yang terlibat pada gangguan afek dan mood.
3.1.5 Manifestasi Klinis.Seseorang dengan gangguan schizoafektif
memiliki perubahan suasana hati berat dan beberapa gejala psikotik
skizofrenia, seperti halusinasi, delusi, dancara berpikir yang
tidak teratur. Salah satu gejala psikotik pada gangguan schizo
affective adalah ketidak mampuan seseorang untuk membedakan
kenyataan dan apa yang sedang dipikirkan. Gejala gangguan
skizoafektif mungkin sangat bervariasi dari satu orang ke orang
lain dan mungkin ringan atau berat. Gejala gangguan skizoafektif
termasuk :Depresi Nafsu makan yang berkurang Pengurangan berat
badan Perubahan dari pola tidur biasanya ( sedikit atau banyak
tidur ) Agitasi Merasa tidak ada semangat Kehilangan rasa untuk
melakukan kebiasaan sehari-hari Merasa tidak ada harapan Selalu
merasa bersalah Tidak dapat berkonsentrasi Mempunyai pikiran untuk
melakukan percobaan bunuh diriMania Peningkatan aktivitas Bicara
cepat Pikiran yang meloncat-loncat Sedikit tidur Agitasi Percaya
diri meningkat Mudah teralihkanSchizophrenia Delusi (strange
beliefs that are not based in reality and that the person refuses
to give up, even when presented with factual information)
Halusinasi (the perception of sensations that aren't real, such as
hearing voices) Pemikiran yang tidak teratur Kebiasaan yang aneh
Pergerakan yang lambat Tidak dapat menunjukkan emosi baik pada saat
berbicara atau berkativitas Tidak memiliki motivasi Memiliki
masalah dalam berkomunikasi3.1.6 DiagnosisKonsep gangguan
skizoafektif melibatkan konsep diagnostic baik skizofrenia maupun
gangguan mood, beberapa elvolusi dalam kriteria diagnostic untuk
gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di
dalam kriteria diagnosis untuk kedua kondisi lain.
Tabel 3. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif
(DSM-IV)Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada
suatu waktu. Terdapat baik episode depresif berat, episode manic,
atau suatu episode campuran dengan gejala yang memenuhi kriteria A
untuk skizofreniaCatatan : Episode depresi berat harus termasuk
kriteria A1: mood terdepresiB. Selama periode penyakit yang sama,
terdapat waham atau halusinasi selama sekurangnya 2 minggu tanpa
adanya gejala mood yang menonjolC. Gejala yang memenuhi kriteria
untuk episode ditemukan untuk sebagian bermakna dari lama total
periode aktif dan residual dari penyakitD. Gangguan bukan kareka
efek fisiologis langsung dari suatu za (misalnya obat yang
disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum
Sebutkan tipe:Tipe bipolar: Jika gangguan termasuk suatu episode
manic atau campuran (atau suatu manik suatu episode campuran dan
episode depresi berat)Tipe depresif: Jika gangguan hanya termasuk
episode depresi berat
Tabel dari DSM-IV, diagnostic and statistical manual of mental
disorders.Ed.4.Hak cipta American Psychiatric Association.
Washington. 1994DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan
apakah pasien menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau
gangguan skizoafektif tipe depresif.Seorang pasien diklasifikasikan
menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe manic
atau suatu episode campuran dan episode depresif berat.Selain itu,
pasien diklasifikasikan menderita tipe depresif.Pada PPDGJ-III,
gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena cukup
sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitiu saja.
Kondisi-kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang
tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit skizoafektif yang
sudah ada, atau dimana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau
secara bergantian dengan gangguan-gangguan waham menetap jenis
lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuali dalam
F20-F29.Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana
perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya
menyokong diagnosis gangguan skizoafektif.Tabel 4. Pedoman
Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III Diagnosis
gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitive
adanyaskizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif
dama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (stimultaneously), atau
dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini,
episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif. Tidak dapat digunakan untuk pasien
yang menampilkan gelaja skizofrenia dan gangguan afektif tetapi
dalam episode penyakit yang berbedah. Bila seseorang pasien
skizoafrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu
episode psikotik, diberi kode diagnosis F.20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia) Beberapa pasien dapat mengalami episode
skizoefektif berulang, baik berjenis manic (F25.0) maupun depresif
(F.25.1) atau campuran dari keduanya (F.25.2). pasien lain
mengalami satu atau dua episode manic atau depresi (F30-F33)
3.1.7Perjalanan Penyakit dan PrognosisSebagai suatu kelompok,
pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di
pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan
prognosis pasien dengan gangguan mood.Sebagai suatu kelompok,
pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh
lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar,
dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan
skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa
penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun
setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan
pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri. Data
menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar,
mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan
gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan premorbid yang buruk;
onset yang perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya
gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau gejala negatif; onset
yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat
keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakeristik
tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.Adanya atau tidak
adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak
meramalkan perjalanan penyakit.Walaupun tampaknya tidak terdapat
perbedaan yang berhubungan dengan jenis kelamin pada hasil akhir
gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan bahwa perilaku
bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan
skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut.Insidensi
bunuh diri di antara pasien dengan gangguan skizoafektif
diperkirakan sekurangnya 10 persen.3.1.8 PenatalaksanaanModalitas
terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di
rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial.Terapi
psikofarmaka yang diberikan pada skizoaktif tipe bipolar adalah
obat golongan mood stabilizer, baik lithium atatu carbamazepine
sama efektifnya, sedangkan untuk tipe depresif yang terbukti lebih
efektif adalah dengan pemberian carbamazepine dibanding lithium.
Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan
skizoafektif adalah bahwa antidepresan dan antimanik diberikan
sesuai bentuk afek yang menonjol dan bahwa antipsikotik digunakan
berdasarkan gejala psikotik yang muncul.Pada skizoafektif tipe
manik, terapi dilakukan lebih agresif untuk mencapai konsentrasi
obat dalam darah pada tingkat menengah sampai tinggi.Ketika pasien
sudah dalam fase maintenance, dosis dapat diturunkan untuk
menghindari efek samping yang tidak diinginkan.Pemeriksaan
laboratorium secara berkala perlu dilakukan untuk menilai fungsi
thyroid, ginjal dan sel-sel darah.Antidepresan diberikan pada
pasien skizoafektif tipe depresif, tetapi harus dengan perhatian
yang ketat karena dapat terjadi pergeseran gejala dari episode
depresif menjadi episode manik pada pemberian
antidepresan.Antidepresan lini pertama yang diberikan adalah
golongan SSRI, karena selain cukup efektif, obat ini juga memiliki
sedikit efek samping pada sistem kardiovaskular.Pasien skizoafektif
dengan gejala agitasi atau insomnia lebih berespon dengan obat
golongan trisiklik.
3.1.9 Farmakologi Anti Depresan1. CarbamazepineAbsorbsi
carbamazepine lambat dan tidak terprediksi.Pemberian bersama
makanan mempercepat proses absorbs. Konsentrasi puncak dicapai
dalam 2-8 jam setelah pemberian dosis tunggal dengan waktu paruh
rata-rata 26 jam.Pada penggunaan jangka panjang, waktu parah dapat
menurun hingga rata-rata 12 jam. Carbamazepine terdiri dari dua
bentuk sediaan, yaitu extended release dan kombinasi intermediate,
extended-release, dan very slow-release beads. Bentuk pertama
diberikan setelah makan untuk menjamin waktu transit
gastrointestinal yang normal,bentuk kedua lebih cocok diberikan
pada malam hari. Efek carbamazepine diduga akibat ikatannya dengan
berikatan pada voltage-dependent sodium channel di fase inaktif
sehingga memperpanjang masa inaktifnya. Selain itu juga diduga
bekera pada NMDA glutamate-receptor channel, competitive antagonism
of adenosine A1 receptor, dan sistem katekolamin.Indikasi pemberian
carbamazepine diantaranya episode manik akut; profilaksis gangguan
bipolar, skizoafektif, dan manik disforia; episode depresi
akut.Respon terhadap episode manik terlihat setelah 2-3 minggu
pemberian. Efek samping carbamazepine diantaranya diplopia,
vertigo, gangguan gastrointestinal, efek hematologi,
agranulositosis, sindrom steven Johnson, anemia aplastic, sirosis
hepatis. Dosis target untuk efek antimanik sekitar 1.200 mg per
hari dengan pemberian 3-4 kali per hari carbamazepine 300-400 mg
dalam bentuk immediate release. Carbamazepine extended release
tersedia dalam sediaan kapsul dan tablet 100, 200, dan 300 mg. Obat
dapat diberikan dengan atau tanpa makan terlebih dahulu.
2. LithiumLithium diabsorbsi secara komplit dan cepat setelah
administrasi oral dengan konsentrasi puncak terjadi setelah 1-1,5
jam denganbentuk sediaan biasa, dan 4-4,5 jam dengan bentuk sediaan
lambat atau lepas terkontrol. Waktu paruh 1,3 hari pada awal
pemberian dan menjadi 2,4 hari setelah penggunaan lebih dari satu
tahun. Indikasi pemberian lithium diantaranya episode manik,
episode depresif pada gangguan bipolar, episode depresif mayor,
skizofrenia dan skizoafektif.Penggunaan lithium pada pasien
skizoafektif lebih efektif pada pasien dengan gejala afektif yang
lebih dominan.Lithium memiliki risiko efek samping yang tinggi,
efek samping yang beragam terjadi pada 80% pengguna lithium. Untuk
itu pentung untuk meminimalisir risiko efek samping dengan cara
mengawasi kadar lithium dalam darah dan memberikan intervensi
farmakologi yang sesuai untuk mengatasi efek samping yang muncul.
Efek samping lithium dapat terjadi di semua sistem organ dengan
tingkat keparahan yang bervariasi.Pemberian lithium dengan
antipsikotik tipikal juga perlu mendapat perhatian serius karena
interaksi antara keduanya bisa memperburuk gejala
ekstrapiramidal.Lithium karbonat tersedia dalam bentuk kapsul (150,
300, 600 mg), tablet (300 mg), tablet lepas terkontrol (450mg),
tablet lepas lambat (300 mg), dan sirup (8mEq/5 mL). Dosis awal
untuk dewasa 300 mg tiga kali sehari.sedangkan untuk pasien dengan
gangguan fungsi ginjal hanya dua kali sehari. Dosis kemudian dapat
ditingkatkan sampai 1800 mg per hari untuk mencapai konsentrasi
terapetik 1,2 mEq/L. Penghentian pemberian lithium dilakukan
perlahanagar tidak terjadi rekurensi gejala manik.
3. Antipsikotik atipikalObat antipsikotik atipikal memiliki
kemampuan memblok reseptor serotonin tipe 2 dan reseptor dopamin
D2.Antispikotik atipikal bekerja lebih spesifik di mesolimbik
dibanding daerah striata. Beberapa obat golongan ini yang sering
digunakan antara lain riseridon, clozapin, olanzapin, dan
aripiprazole (golongan ketiga). Meskipun risiko terjadinya sindrom
ekstrapiramidal rendah, beberapa obat golongan atipikan sering
menyebabkan peningkatan berat badan, yang kemudian menjadi risiko
Diabetes Melitus dan Sindrom Metabolik.Obat golongan ini efektif
untuk mengatasi gejala psikosis baik akut maupun kronis pada remaja
dan dewasa.Selain mengatasi gejala positif juga berperan dalam
mengurangi gejala negatif, afektif, dan kognitif. Kasus relaps
ditemukan lebih rendah pada pasien yang diberi antipsikotik
atipikal dibanding antipsikotik tipikal Gambar 3.Struktur molekuler
antagonis serotonin-dopamin.
3.2 DEPRESI DENGAN GEJALA PSIKOTIK3.2.1 Definisi DepresiDepresi
merupakan salah satu gangguan mood. Gangguan mood dianggap sebagai
sindrom, yang terdiri atas sekelompok tanda dan gejala bertahan
selama berminggu- minggu, berbulan-bulan yang menunjukkan
penyimpangan nyata fungsi habitual seseorang serta kecenderungan
untuk kambuh, sering dalam bentu periodik atau siklik.1 Pasien
dengan mood terdepresi (yaitu, depresi) merasakan hilangnya energi
dan minat, perasan bersalah, sulit berkonsentrasi, hilang nafsu
makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri.2Episode
depresi berat harus harus ada setidaknya 2 minggu dan seseorang
yang didiagnosis memiliki episode depresif berat terutama juga
harus mengalami empat gejala dari daftar yang mencakup perubahan
berat badan dan nafsu makan, perubahan tidur dan aktivitas, tidak
ada energi, rasa bersalah, masalah da;a, berpikir dan membuat
keputusan, serta pikiran berulang mengenai kematian dan bunuh
diri.1
3.2.2 EpidemiologiGangguan depresif berat adalah suat gangguan
yang sering, dengan prevalensi seumur hidup adalah kira-kira 15
persen, kemungkinan setinggi 25 persen pada wanita. Prevalensi
gangguan depresif pada wanita dua kali lebih besar dibandingkan
laki-laki.2 Alasan perbedaan ini yang telah di hipotesiskan antara
lain perbedaan hormonal, pengaruh kelahiran anak, stressor
psikososial yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, serta
model perilaku ketergantungan yang dipelajari.1 Rata-rata usia
onset untuk gangguan depresi berat kira-kira 40 tahun, 50 % dari
semua pasien mempunyai onset antara 20 dan 50 tahun.2 Beberapa data
epidemiologi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi gangguan
depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia
kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, mungkin
berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat-zat lain
pada kelompok usia tersebut.2Pada umumnya gangguan depresi berat
terjadi paling sering pada orang tua yang tidak memiliki hubungan
interpersonal yang erat atau berpisah. 1,2
3.2.3 Etiologi dan PatofisiologiFaktor organobiologiHipotesis
yang paling konsisten mengenai gangguan mood ini berhubungan dengan
disregulasi heterogen pada amin biogenik. Norepinefrin dan
serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling terlibat dalam
patofisiologi dalam gangguan mood.3Penurunan regulasi reseptor beta
adrenergic dan respon klinik antidepresan mungkin merupakan peran
langsung system noradrenergik dalam depresi. Bukti lain yang
melibatkan reseptor 2-presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan
reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan
norepinefrin. Reseptor 2-presinaptik juga terletak pada neuron
serotonergic dan mengatur pelepasan serotonin.3Aktivitas dopamine
mungkin berkurang pada depresi.Penemuan subtipe baru reseptor
dopamine dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik
dan pascasinaptik dopamine memperkaya hubungan antara dopamine dan
gangguan mood. Dua teori terbaru tentang dopamine dan depresi
adalah jalur dopamine mesolimbik mungkin mengalami disfungsi pada
depresi dan reseptor dopamine D1 mungkin hipoaktif pada
depresi.3Aktivitas serotonin berkurang pada depresi.Serotonin
bertanggung jawab untuk control regulasi afek, agresi, tidur dan
nafsu makan. Pada bebrapa penelitian ditemukan jumlah serotonin
yang berkurang di celah sinaps dikatakan bertanggung jawab untuk
terjadinya depresi.3
Neurotransmitter yang berperan dalam terjadinya depresi, yaitu
:MonoaminPenelitian menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan
berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan
depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya
ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE dan serotonin,
dapat menyebabkan depresi.Teori ini diperkuat dengan ditemukannya
obat antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang
bekerja meningkatkan monoamin di sinaps.Peningkatan monoamin dapat
memperbaiki depresi.
SerotoninNeuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe
dorsalis batang otak ke korteks serebri, hipotalamus, talamus,
ganglia basalis, septum, dan hipokampus.Proyeksi ke tempat-tempat
ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan psikiatrik.
Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di
lokasi yang berbeda di susunan syaraf pusat.Serotonin berfungsi
sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido.Sistem serotonin
yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi
mengatur ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh,
dan fungsi axis HPA).Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin dan
dopamin memfasilitasi gerak motorik yang terarah dan
bertujuan.Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia dan
reptilia.Kelainan Serotonin (5HT) berimplikasi terhadap beberapa
jenis gangguan jiwa yang mencakup ansietas, depresi, psikosis,
migren, gangguan fungsi seksual, tidur, kognitif, dan gangguan
makan.Banyak tindakan dalam perawatan gangguan jiwa adalah dengan
jalan mempengaruhi sistem serotonin tersebut.Gejala Defisit
:Irritabilitas & Agresif, Depresi & Ansietas, Psikosis,
Migren, Gangguan fungsi seksual, Gangguan tidur & Gangguan
kognitif, Gangguan makan. Obsessive compulsive disorder
(OCD)Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi.Dari
penelitian dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah
reseptor post-sinaptik 5-HT1A dan 5-HT2A pada pasien dengan depresi
berat.Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda kerentanan
terhadap kekambuhan depresi.Dari penelitian lain dilaporkan bahwa
respon serotonin menurun di daerah prefrontal dan temporoparietal
pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar
serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh
diri.Triptofan yang merupakan prekursor serotonin juga menurun pada
pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan
mood pada pasien depresi yang remisi dan individu yang mempunyai
riwayat keluarga menderita depresi. Memori, atensi, dan fungsi
eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan.Neurotisisme
dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin.Ia
dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder akibat
berkurangnya triptofan.Penurunan serotonin pada depresi juga
dilihat dari penelitian EEG tidur dan HPA aksis.Hipofontalitas
aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak sesuai
dengan penurunan serotonin.Pada penderita depresi mayor didapatkan
penumpulan respon serotonin prefrontal dan temporoparietal.Ini
menunjukkan bahwa adanya gangguan serotonin pada depresi.
AsetilkolinNeuron kolinergik mengandung asetilkolin yang
terdistribusi difus di korteks serebri dan mempunyai hubungan
timbal balik dengan sistem monoamin. Abnormal kadar kolin
(prekursor asetilkolin) terdapat di otak pasien depresi. Obat yang
bersifat agonis kolinergik dapat menyebabkan letargi, anergi, dan
retardasi psikomotor pada orang normal. Selain itu, ia juga dapat
mengeksaserbasi simptom-simptom depresi dan mengurangi simptom
mania.Hipotesis kolinergik mengklaim bahwa penurunan fungsi
kognitif pada demensia terutama terkait dengan penurunan
neurotransmisi kolinergik. Hipotesis ini telah menyebabkan minat
yang besar dalam keterlibatan putatif dari neurotransmisi
kolinergik dalam proses pembelajaran dan memori.Fungsi asetilkolin
antara lain mempengaruhi kesiagaan, kewaspadaan, danpemusatan
perhatian. Berperan pula pada proses penyimpanan dan
pemanggilankembali ingatan, atensi dan respon individu. Di otak,
asetilkolin ditemukan padacerebral cortex, hippocampus (terlibat
dalam fungs ingatan), bangsal ganglia(terlbat dalam fungs motoris),
dan cerebrlum (koordinasi bicara dan motoris).Ach merupakan
neurotransmitter yang tidak diproduksi didalam
neuron.Iaditransportasikan ke otak dan ditemukan pada seluruh
bagaian otak. AcH memilikikonsentrasi tinggi di basal ganglia dan
cortex motorik.Fungsi Utama Acetylcholine (ACh) adalah mengatur
atensi, memori, rasa haus, pengaturan mood, tidur REM,
memfasilitasi perilaku sexual dan tonus otot. Gejala Defisit:
Kurangnya inhibisi, Berkurangnya fungsi memori, Euphoria,
Antisosial, Penurunan fungsi bicara Gejala Berlebihan:
Over-inhibisi, Anxietas & Depresi dan Keluhan SomaticPeran
asetilkolin (Ach) dalam fungsi kognitif diselidiki. Keterlibatan
AcH dalam proses pembelajaran dan memori. Terutama, penggunaan
skopolamin sebagai alat farmakologis dikritik.Dalam bidang perilaku
neuroscience racun kolinergik yang sangat spesifik telah
dikembangkan.Tampaknya bahwa kerusakan yang lebih besar dan lebih
spesifik kolinergik, efek sedikit dapat diamati pada tingkat
perilaku.Korelasi antara penurunan penanda kolinergik dan penurunan
kognitif pada demensia mungkin tidak tebang habis seperti yang
telah diasumsikan. Keterlibatan sistem neurotransmitter lain dalam
fungsi kognitif secara singkat dibahas. Dengan mempertimbangkan
hasil dari berbagai bidang penelitian, gagasan bahwa AcH memainkan
peran penting dalam belajar dan proses memori tampaknya
dilebih-lebihkan. Bahkan ketika peran sistem neurotransmitter
lainnya dalam belajar dan memori dipertimbangkan, tidak mungkin
bahwa AcH memiliki peran tertentu dalam proses ini. Atas dasar data
yang tersedia, AcH tampaknya lebih khusus terlibat dalam proses
attentional dibandingkan dalam proses pembelajaran dan memori
Noradrenergik atau NorepinefrinNorepinephrine memiliki
konsentrasi tinggi di dalam locus ceruleus serta dalam konsentrasi
sekunder dalam hippocampus, amygdala, dan kortex cerebral.Selain
itu ditemukan juga dalam konsentrasi tinggi di saraf
simpatis.Norepinephrine dipindahkan dari celah synaptic dan kembali
ke penyimpanan melalui proses reuptake aktif.Fungsi Utama adalah
mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur
fight-flightdan proses pembelajaran dan memory. Gejala Defisit :
Ketumpulan. Kurang energi (Fatique), Depresi Gejala Berlebihan :
Anxietas. kesiagaan berlebih. Penurunan rasa awas, Paranoia, Kurang
napsu makan. dan Paranoid Badan sel neuron adrenergik yang
menghasilkan norepinefrin terletak di locus ceruleus (LC) batang
otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal
ganglia, hipotalamus dan talamus.Ia berperan dalam mulai dan
mempertahankan keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks).
Proyeksi noradrenergik ke hipokampus terlibat dalam sensitisasi
perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus ceruleus
dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang
dipelajari.Locus ceruleus juga tempat neuron-neuron yang
berproyeksi ke medula adrenal dan sumber utama sekresi norepinefrin
ke dalam sirkulasi darah perifer.Stresor akut dapat meningkatkan
aktivitas LC.Selama terjadi aktivasi fungsi LC, fungsi vegetatif
seperti makan dan tidur menurun.Persepsi terhadap stressor
ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan
ke LC, selanjutnya ke komponen simpatoadrenal sebagai respon
terhadap stressor akut tsb. Proses kognitif dapat memperbesar atau
memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut
tersebut.Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin
penting di otak) meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang
dan perilaku yang bertujuan. Stressor yang menetap dapat menurunkan
kadar norepinefrin di forbrain medial. Penurunan ini dapat
menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada
depresi.Hasil metabolisme norepinefrin adalah
3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol (MHPG).Penurunan aktivitas
norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan penurunan ekskresi
MHPG.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG mengalami
defisiensi pada penderita depresi.Kadar MHPG yang keluar di urin
meningkat kadarnya pada penderita depresi yang di ECT (terapi
kejang listrik).DopaminBerbagai penelitian menunjukkan dopamin juga
makin mendekatkan pada kesimpulan bahwa neurotransmiter jenis ini
mempengaruhi proses pengingatan. Melalui mekanisme kompensasi yang
di munculkan oleh dopamin, maka hubungan zat kimia ini dalam proses
belajar dan ingatan dapat terlihat jelas.Dopamin di produksi pada
inti-inti sel yang terletak dekat dengan sistem aktivasi
retikuler.Dopamin di bentuk dari asam amino tirosin, yang berfungsi
membantu otak mengatasi depresi, meningkatkan ingatan dan
meningkatkan kewaspadaan mental.Walaupun dopamin di produksi oleh
otak, individu tetap membutuhkan asupan tirosin yang cukup guna
memproduksi dopamin. Tirosin di temukan pada makanan berprotein
seperti : daging, produk-produk susu (sperti keju), ikan , kacang
panjang, kacang-kacangan dan produk kedelai. Dengan 3-4 ons protein
sehari, energi kita akan lebih terjaga.Fungsi Dopamin sebagai
neururotransmiter kerja cepat disekresikan oleh neuron-neuron yang
berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini terutama berakhir
pada regio striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya
sebagai inhibisiDopamin bersifat inhibisi pada beberapa area tapi
juga eksitasi pada beberapa area. Sistem norepinefrin yang bersifat
eksitasi menyebar ke setiap area otak, sementara serotonin dan
dopamin terutama ke regio ganglia basalis dan sistem serotonin ke
struktur garis tengah (midline)Ada empat jaras dopamin di otak,
yaitu tuberoinfundobulair, nigrostriatal, mesolimbik,
mesokorteks-mesolimbik.Sistem ini berfungsi untuk mengatur
motivasi, konsentrasi, memulai aktivitas yang bertujuan, terarah
dan kompleks, serta tugas-tugas fungsi eksekutif.Penurunan
aktivitas dopamin pada sistem ini dikaitkan dengan gangguan
kognitif, motorik, dan anhedonia yang merupakan manifestasi simptom
depresi.GlutamateAsam amino glutamat dan glisisn merupakan
neurotransmiter utama di SSP, yang terdistribusi hampir di seluruh
otak.Ada 5 reseptor glutamat, yaitu NMDA, kainat, L-AP4, dan
ACPD.Bila berlebihan, glutamat bisa menyebabkan
neurotoksik.Obat-obat yang antagonis terhadap NMDA mempunyai efek
antidepresan.Glutamat merupakan neurotransmitter excitatory utama
pada otak dimana hampir tiap area otak berisi glutamate.Glutamat
memiliki konsentrasi tinggi di corticostriatal dan di dalam sel
cerebellar. Gangguan pada neurotrasmitter ini akan berakibat
gangguan atau penyakit bipolar afektif dan epilepsi.Fungsi Utama
Glutamat adalah pengaturan kemampuan memori dan memelihara fungsi
automatic. Gejala Defisit : Gangguan memori, Low energy,
Distractibilitas. Schizophrenia Gejala Berlebihan : Kindling,
Seizures dan Bipolar affective disorder.
GABAGABA merupakan neurotransmitter yang memegang peranan
penting dalam gejala-gejala pada gangguan jiwa.Hampir tiap-tiap
area otak berisi neuron-neuron GABA.GABA (gamma-aminobutyric acid)
memiliki efek inhibisi terhadap monoamin, terutama pada sistem
mesokorteks dan mesolimbik.Pada penderita depresi terdapat
penurunan GABA. Stressor khronik dapat mengurangi kadar GABA dan
antidepresor dapat meningkatkan regulasi reseptor GABA. Banyak
pathway di otak menggunakan GABA dan merupakan Neurotransmitter
utama untuk sel Purkinje. GABA dipindahkan dari synaps melalui
katabolism oleh GABA transaminaseFungsi Utama adalah menurunkan
arousal dan mengurangi agresi, kecemasan dan aktif dalam fungsi
eksitasi. Gejala Defisit : Irritabilitas, Hostilitas, Tension and
worry, Anxietas, Seizure. Gejala Berlebihan : Mengurangi rangsang
selular, Sedasi dan Gangguan memori
HPA aksis (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal) Bila pengalaman yang
berbentuk stressor dalam kehidupan sehari-hari kita tercatat dalam
korteks serebri dan sistem limbik sebagai stresor atau emosi yang
mengganggu, bagian dari otak ini akan mengirim pesan ke tubuh.
Tubuh meningkatkan kewaspadaan untuk mengatasi stressor
tersebut.Target adalah kelenjar adrenal. Adrenal akan mengeluarkan
hormon kortisol untuk mempertahankan kehidupan. Kortisol memegang
peranan penting dalam mengatur tidur, nafsu makan, fungsi ginjal,
sistem imun, dan semua faktor penting kehidupan.Peningkatan
aktivitas glukokortikoid (kortizol) merupakan respon utama terhadap
stressor. Kadar kortisol yang meningkat menyebabkan umpan balik,
yaitu hipotalamus menekan sekresi cortikotropik-releasing hormone
(CRH), kemudian mengirimkan pesan ini ke hipofisis sehingga
hipofisi juga menurunkan produksi adrenocortictropin hormon (ACTH).
Akhirnya pesan ini juga diteruskan kembali ke adrenal untuk
mengurangi produksi kortisol.Pengalaman buruk seperti penganiayaan
pada masa anak atau penelantaran pada awal perkembangan merupakan
faktor yang bermakna untuk terjadinya gangguan mood pada masa
dewasa.Sistem CRH merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh
stressor yang dialami seseorang pada awal kehidupannya.Stressor
yang berulang menyebabkan peningkatan sekresi CRH, dan penurunan
sensitivitas reseptor CRH adenohipofisis.Stressor pada awal masa
perkembangan ini dapat menyebabkan perubahan yang menetap pada
sistem neurobiologik atau dapat membuat jejak pada sistem syaraf
yang berfungsi merespon respon tersebut.Akibatnya, seseorang
menjadi rentan terhadap stressor dan resiko terhadap
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan stressor meningkat, seperti
terjadinya depresi setelah dewasa.Stressor pada awal kehidupan
seperti perpisahan dengan ibu, pola pengasuhan buruk, menyebabkan
hiperaktivitas sistem neuron CRH sepanjang kehidupannya. Selain itu
, setelah dewasa, reaktivitas aksis HPA sangat berlebihan terhadap
stressor.Adanya faktor genetik yang disertai dengan stressor di
awal kehidupan, mengakibatkan hiperaktivitas dan sensitivitas yang
menetap pada sistem syaraf.Keadaan ini menjadi dasar kerentanan
seseorang terhadap depresi setelah dewasa.Depresi dapat dicetuskan
hanya oleh stressor yang derajatnya sangat ringan.Peneliti lain
melaporkan bahwa respons sistem otonom dan hipofisis-adrenal
terhadap stressor psikososial pada wanita dengan depresi yang
mempunyai riwayat penyiksaan fisik dan seksual ketika masa anak
lebih tinggi dibanding kontrol.Stressor berat di awal kehidupan
menyebabkan kerentanan biologik seseorang terhadap
stressor.Kerentanan ini menyebabkan sekresi CRH sangat tinngi bila
orang tersebut menghadapi stressor. Sekresi tinggi CRH ini akan
berpengaruh pula pada tempat di luar hipotalamus, misalnya di
hipokampus. Akibatnya, mekanisme umpan balik semakin terganggu.Ini
menyebabkan ketidakmampuan kortisol menekan sekresi CRH sehingga
pelepasan CRH semakin tinggi.Hal ini mempermudah seseorang
mengalami depresi mayor, bila berhadapan dengan
stressor.Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar
kortisol. Bila peningkatan kadar kortisol berlangsung lama,
kerusakan hipokampus dapat terjadi. Kerusakan ini menjadi
prediposisi depresi. Simptom gangguan kognitif pada depresi
dikaitkan dengan gangguan hipokampusHiperaktivitas aksis HPA
merupakan penemuan yang hampir selalu konsisten pada gangguan
depresi mayor.Gangguan aksis HPA pada depresi dapat ditunjukkan
dengan adanya hiperkolesterolemia, resistennya sekresi kortisol
terhadap supresi deksametason, tidak adanya respon ACTH terhadap
pemberian CRH, dan peningkatan konsentrasi CRH di cairan
serebrospinal.Gangguan aksis HPA, pada keadaan depresi, terjadi
akibat tidak berfungsinya sistem otoregulasi atau fungsi inhibisi
umpan balik. Hal ini dapat diketahui dengan test DST (dexamethasone
supression test).
DEPRESIPenurunan kadar serotonin di celah post sinaptikPenurunan
kadar noradrenergik atau norepinefrin Peningkatan kadar
asetilkolinPenurunan kadar dopamin Gangguan axis
Hipotalamus-pituitari-adrenal sehingga tidak berfungsinya sistem
otoregulasi atau fungsi inhibis umpan balik
Faktor genetikGenetik merupakan faktor penting dalam
perkembangan gangguan mood, tetapi jalur penurunan sangat kompleks.
Tidak hanya sulit untuk mengabaikan efek psikososial, tetapi juga,
factor nongenetik kemungkinan juga berperan sebagai penyebab
berkembangnya gangguan mood setidak-tidaknya pada beberapa
orang.3Penelitian menunjukkan anak biologis dari orang tua yang
terkena gangguan mood berisiko mengalami gangguan mood walaupun
anak tersebut dibesarkan oleh keluarga angkat. Penelitian pada anak
kembar menunjukkan anak kembar monozigot lebih besar kemungkinan
mengalami gangguan depresi daripada anak kembar dizigot.3
Faktor PsikososialPeristiwa kehidupan dan stress lingkungan,
suatu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi bahwa peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode
pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya, hubungan
tersebut telah dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi
berat.2Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan paling berhubungan dengan perkembangan depresi
selanjutnya adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun.
Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset satu
episode depresi adalah kehilangan pasangan.2Beberapa artikel
teoritik dan dari banyak laporan, mempermasalahkan hubungan fungsi
keluarga dan onset dalam perjalanan gangguan depresi berat. Selain
itu, derajat psikopatologi didalam keluarga mungkin mempengaruhi
kecepatan pemulihan, kembalinya gejala dan penyesuaian pasca
pemulihan.2
3.2.4 Manifestasi KlinikMood terdepresi, kehilangan minat dan
berkurangnya energy adalah gejala utama dari depresi.Pasien mungkin
mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan,
dan tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda
dengan emosi duka cita atau kesedihan yang normal.3Pikiran untuk
melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga pasien
depresi, dan 10 sampai 15 persen diantaranya melakukan bunuh
diri.Mereka yang dirawat di rumah sakit dengan percobaan bunuh diri
mempunyai umur hidup lebih panjang dibandingkan yang tidak dirawat.
Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadiari ia mengalami
depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka
menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang sebelumnya
menarik bagi dirinya.3Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh
tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan
menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di sekolah dan pekerjaan,
dan meurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru.Sekitar
80 persen pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjada dini
hari (terminal insomsia) dan sering terbangun di malam hari karena
memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan
peningkatan atau penurunan nafsu makan demikian pula dengan
bertambah dan menurunnya berat badannya serta mengalami tidur lebih
lama dari biasanya.3Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi
dan menyerang 90 persen pasien depresi. Berbagai perubahan asupan
makanan dan istirahat dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain
secara bersamaa, seperti diabetes, hipertensi, penyakit paru
obstruksi kronik, dan penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid
yang tidak normal dan meurunnya minat serta aktivitas seksual.3Pada
pemeriksaan status mental, episode depresi memperlihatkan retardasi
psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling umum, walaupun
agitasi psikomotor juga sering ditemukan, khususnya pada pasien
usia lanjut. Menggenggamkan tangan dan menarik-narik rambut
merupakan gejala agitasi yang paling umum.Secara klasik, seorang
pasien depresi memiiki postur yang membungkuk, tidak terdapat
pergerakan yang sponta, dan pandangan mata yang putus asa dan
memalingkan pandangan.Pasien depresi seringkali dibawa oleh
keluarga atau teman kerjanya karenan penarikan sosial dan penurunan
aktivitas secara menyeluruh.2Banyak pasien terdepresi menunjukkan
suatu kecepatn dan volume bicara yang menurun, berespons terhadap
pertanyaan dengan kata tunggal dan menunjukkan respons yang
melambat terhadapt pertanyaan. Secara sederhana, pemeriksa mungkin
harus menunggu dua atau tiga menit untuk mendapatkan suatu respons
terhadap suatu pertanyaan.2Pasien terdepresi dengan waham atau
halusinasi dikatakan menderita episode depresif berat dengan ciri
psikotik.Waham atau halusinasi yang sesuai dengan mood terdepresi
dikatan sesuai mood (mood-congruent).Waham sesuai mood pada seorang
pasien terdepresi adalah waham bersalah, memalukan, tidak berguna,
kemiskinan, kegagalan, kejar dan penyakit somatic terminal (sevagai
contoh, kanker dan otak yang membusuk).Isi waham atau halusinasi
yang tidak sesuai mood (mood-incongruent) adalah tidak sesuai
dengan mood terdepresi. Pasien depresi juga memiliki pandangan
negatif tentang dunia dan dirinya sendiri.2
3.5 DiagnosisSkala penilaian objektif untuk depresiSkala
penilaian objektif untuk depresi dapat berguna dalam praktik klinis
untuk mendapatkan dokumentasi keadaan klinis pada pasien
terdepresi.Zung Self-Rating Depression Scale adalah skala pelaporan
yang terdiri dari 20 pertanyaan.Skor normal adalah 34 atau kurang,
skor terdepresi adalah 50 atau lebih. Skala memberikan petunjuk
global tentang kekuatan (intensitas) gejala depresi pasien,
termasuk ekspresi afektif dari depresi.3Raskin Depression Scale
adalah skala yang dinilai oleh dokter yang mengukur keparahan
depresi pasien, seperti yang dilaporkan oleh pasien dan seperti
yang diamati oleh dokter, pada skala lima angka dari tiga dimensiL
laporan verbal, pengungkapan perliaku, dan gejala sekunder. Skala
ini memiliki rentang 3 sampai 13: normal adalah 3, dan terdepresi
adalh 7 atau lebih.2Hamilton Rating Scale for Depression (HAM-D)
adalah skala depresif yang digunakan secara luas yang memiliki
sampai 24 nomor, masing-masingnya memiliki nilai 0 sampai 4 atau 0
sampai 2, dengan skor total ada;h 0 sampai 76. Penilaian diturunkan
dari suatu wawancara klinis dengan pasien. Klinisi menilai jawaban
pasien terhadap pertanyaan tentang perasaan bersalah, bunuh diri,
kebiasaantidur, dan gejala depresi lainnya.2
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ-III.4Pedoman diagnostik pada
depresi dibagi menjadi :A. Semua gejala utama depresi : afek
depresif kehilangan minat dan kegembiraan berkurangnya energi yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.
A. Gejala lainnya: konsentrasi dan perhatian berkurang harga
diri dan kepercayaan diri berkurang gagasan tentang rasa bersalah
dan tidak berguna pandangan masa depan yang suram dan pesimis
gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri tidur
terganggu nafsu makan berkurangEpisode depresif biasanya harus
berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala
amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.
Episode depresif ringan menurut PPDGJ III(1) Sekurang-kurangnya
harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas(2)
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya(3) Tidak boleh
ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode
berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu(4) Hanya sedikit
kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
Episode depresif sedang menurut PPDGJ III(1) Sekurang-kurangnya
harus ada 2 dan 3 gejala utama(2) Ditambah sekurang-kurangnya 3
atau 4 dari gejala lainnya(3) Lamanya seluruh episode berlangsung
minimum 2 minggu(4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusanrumah tangga.
Episode Depresif Berat dengan Tanpa Gejala Psikotik menurut
PPDGJ III :(1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada(2) Ditambah
sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat(3) Bila ada gejala penting (misalnya
retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien mungkin tidak mau
atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode
depresi berat masih dapat dibenarkan.(4) Sangat tidak mungkin
pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan
rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik menurut PPDGJ III
:Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas
(F.32.2) tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor
depresi.Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas
hal itu.Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara
yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran.Retardasi psikomotor
yang berat dapat menuju pada stupor.
3.6 TatalaksanaBerbagai obat dan teknik psikoterapi telah
dikembangkan untuk memulihkan penderita depresi.Pada sebagian besar
kasus, pengobatan penderita depresi akan paling efektif dengan
mengkombinasikan pemberian obat-obatan oleh psikiater dengan
pemberian psikoterapi oleh psikolog.5Semua pasien depresi harus
mendapatkan psikoterapi dan beberapa memerlukan tambahan terapi
fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada diagnosis, berat
penyakit, umur pasien, dan respon terhadap terapi sebelumnya. Bila
seseorang menderita depresi berat, maka diperlukan seorang yang
dekat dan yang dipercayainya untuk membantunya selama menjalani
pemeriksaan dan pengobatan depresi tersebut.Kadang seorang
penderita depresi berat perlu rawat inap di rumah sakit, kadang
cukup dengan pengobatan rawat jalan.5,61. Terapi
psikologik.Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan
kehangatan, empati, pengertian, dan optimistik. Bantu pasien
mengindentifikasi dan mengekspresikan hal-hal yang membuatnya
prihatin dan melontarkannya. Identifikasi faktor pencetus dan
bantulah untuk mengoreksinya. Bantulah memecahkan problem eksternal
(misal pekerjaan) arahkan pasien terutama selama episode akut dan
bila pasien tidak aktif bergerak.Terapi kognitif-perilaku dapat
sangat bermanfaat pada pasien depresi ringan dan sedang. Diyakini
oleh sebagian orang ketidak berdayaan yang dipelajari, depresi
diterapi dengan memberikan pasien latihan keterampilan dan
memberikan pengalaman-pengalaman sukses. Dari perpektif kognitif
pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran
negatif dan harapan-harapan negatif. Terapi ini mencegah
kekambuhan.6
2. Terapi Fisik Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan,
dimana anti depresan dibagi dalam beberapa golongan yaitu :
Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine,
clomipramine dan opipramol. Golongan tetrasiklik, seperti :
maproptiline, mianserin dan amoxapine. Golongan MAOI-Reversibel
(RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine Oxsidase-A), seperti :
moclobemide. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan
mirtazepine. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake
Inhibitor), seperti : sertraline, paroxetine, fluvoxamine,
fluxetine dan citalopram.Dalam pengaturan dosis perlu
mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4
minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam serta waktu
paruh sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari). 3
Efek Samping obat anti depresi adalah:5 Tricyclic
antidepressants.Obat-obatan yang termasuk kedalam kelompok ini
(misal Amitryptiline) sudah dipakai bertahun tahun dan telah
terbukti tidak kalah manjur dibandingkan dengan obat anti depresi
yang lebih baru.Hanya saja, karena banyaknya dan lebih kerasnya
efek samping obat, maka obat tricyclic antidepressant biasanya
tidak diberikan sebelum obat jenis SSRI dicoba dan tidak berhasil
mengobati depresi. Efek samping obat ini antara lain: penglihatan
kabur, mulut kering, gangguan buang air besar dan gangguan kencing,
detak jantung cepat dan bingung. Obat jenis ini juga sering
menyebabkan penambahan berat badan.5
Tetracyclic.Obat-obatan yang termasuk kedalam kelompok ini
misalnya Maproptiline (Ludiomil) efek sampingnya seperti TCA; efek
samping otonomik, kardiologik relatif lebih kecil, efek sedasi
lebih kuat diberikan pada pasien yang kondisinya kurang tahan
terhadap efek otonomik dan kardiologik (usia lanjut) dan sindrom
depresi dengan gejala anxietas dan insomnia yang menonjol.6
Selective serotonine reuptake inhibitors (SSRI).Banyak dokter
yang memulai pengobatan depresi dengan SSRI.Efek samping yang
paling sering adalah menurunnya dorongan seksual dan sulitnya
mencapai orgasme.Berbagai efek samping lainnya biasanya menghilang
sejalan dengan penyesuaian tubuh terhadap obat-obatan
tersebut.Beberapa efek samping SSRI yang sering adalah: sakit
kepala, sulit tidur, gangguan pencernaan, dan resah/ gelisah.5
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).Obat obatan dalam kelompok
ini biasanya merupakan pilihan terakhir bila obat dari kelompok
lain sudah tidak mempan mengobati depresi. Obat obatan dalam
kelompok ini bisa menimbulkan efek samping yang serius, bahkan bisa
menyebabkan kematian.Obat MAOIs memerlukan diet ketat karena bila
berinteraksi dengan makanan seperti keju, acar mentimun (pickles)
dan anggur, serta obat anti pilek (decongestant) dapat berakibat
fatal.Selegiline (Emsam) merupakan obat jenis terbaru dalam
kelompok ini yang memakainya tidak dengan diminum, cukup dengan
ditempelkan di kulit. Obat selegiline mempunyai lebih sedikit efek
samping dibandingkan dengan obat MAOIs lainnya.5
Atypical antidepressantMerupakan obat anti depresi yang tidak
bisa dimasukkan kedalam kelompok obat lainnya.Pada beberapa kasus,
obat tersebut dikombinasikan untuk mengurangi efeknya terhadap
tidur.Obat terbaru dalam kategori ini adalah vilazodone
(Vibryd).Obat vilazidone mempunyai efek samping kecil terhadap
dorongan seksual. Beberapa efek samping dari vilazodone yang sering
muncul adalah: mual, muntah, mencret dan sulit tidur.5
Obat obatan lainnya.Dokter mungkin mengobati depresi dengan obat
obat lainnya, misalnya dengan obat stimulant, obat untuk
menstabilkan suasana hati (mood), obat anti cemas/ anxiety, dan
obat anti psikotik.Pada beberapa kasus, dokter mungkin
mengkombinasikan beberapa obat agar dihasilkan efek yang
optimal.Strategi ini dikenal sebagai augmentation (penguatan/
tambahan).DAFTAR PUSTAKA1. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa:
Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika
Atmajaya: Jakarta; 2001.2. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb Ja. Kaplan
& Sadocks Synopsis of Psychiatri. 9th ed. Philadelpia:
Lippincott William & Wilkins: 2003 3. Benjamin J. sadock MD.
Virginia A. Kaplan & Sadocks pocket handbook of psychiatric
drug treatment4. Kaplan HI,Sadock BJ, dan Grebb JA. Sinopsis
Psikiatri, Jilid II. Binarupa Aksara. Tangerang: 2010. 33-465. Jiwo
T. Pusat Pemulihan dan Pelatihan Penderita GangguanJiwa.
AvailableFrom URL: http://www.tirtojiwo.seri-depresi.pdf.com6.
Junaldi I. Anomali Jiwa. Dalam : Gangguan Kecemasan. Edisi 1.
Yogyakarta:Percetakan Andi, 2012. Hal:124-1417. Sulistia G.
Ganiswarna. Farmakologi dan terapi. 4 thed. Indonesia; Gaya baru
jakarta. 1995