Top Banner
BAB I STATUS PASIEN 1.1. Identifikasi Nama : Rico Fadli Mahfuz Umur : 23 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Kebangsaan : Warga Negara Indonesia Pekerjaan : Mahasiswa Status : Belum Menikah Alamat : Jln Basuki Rahmat No 72 RT 24 RW 9 Kelurahan Talang Aman Kecamatan Kemuning Palembang 30127 No Rekam Medis : 783939 No Registrasi : 13035047 MRS : 13 Desember 2013 1.2. Anamnesis (Autoanamnesis dan alloanamnesis, pada tanggal 14 Desember 2013, pukul 16.00 WIB) Keluhan Utama : Nyeri pada rahang bawah dan wajah setelah kecelakaan lalu lintas Riwayat Perjalanan Penyakit: 1
52

Case Nawa Yang Lama

Dec 27, 2015

Download

Documents

Novia Winardi

vc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case Nawa Yang Lama

BAB I

STATUS PASIEN

1.1. Identifikasi

Nama : Rico Fadli Mahfuz

Umur : 23 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Kebangsaan : Warga Negara Indonesia

Pekerjaan : Mahasiswa

Status : Belum Menikah

Alamat : Jln Basuki Rahmat No 72 RT 24 RW 9 Kelurahan

Talang Aman Kecamatan Kemuning Palembang

30127

No Rekam Medis : 783939

No Registrasi : 13035047

MRS : 13 Desember 2013

1.2. Anamnesis

(Autoanamnesis dan alloanamnesis, pada tanggal 14 Desember 2013, pukul

16.00 WIB)

Keluhan Utama:

Nyeri pada rahang bawah dan wajah setelah kecelakaan lalu lintas

Riwayat Perjalanan Penyakit:

+ 2 jam sebelum masuk rumah sakit, motor yang dikendarai penderita

tergelincir, penderita terjatuh dengan rahang bawah membentur benda keras.

Penderita mengeluh nyeri pada rahang bawah dan wajah. Nyeri kepala ada.

Pingsan setelah kecelakaan tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Rasa baal

pada wajah tidak ada. Penderita kemudian dibawa ke RSMH Palembang.

1

Page 2: Case Nawa Yang Lama

1.3. Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : GCS : 15, E4 M6 V5. Pupil isokor, refleks cahaya

(+)

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Denyut Nadi : 86 x/menit

Frekuensi Napas : 20 x/menit

Temperatur

Berat Badan

Tinggi Badan

Indeks Masa Tubuh

Status Gizi

:

:

:

:

:

36,5OC

65 kg

170 cm

22,49 kg/m2

Normoweight

b. Keadaan Spesifik

Kepala : Lihat status lokalis

Leher : Dalam batas normal

Thorax

Jantung : HR 86 x/menit, reguler, bunyi jantung I dan II

normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada

Paru : RR 20 x/menit, vesikuler normal, ronkhi tidak ada,

wheezing tidak ada

Abdomen

- Inspeksi : Datar, simetris

- Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-)

- Perkusi : Timpani

- Auskultasi : Bising Usus (+)

2

Page 3: Case Nawa Yang Lama

Ekstremitas

- Superior : Tidak ada kelainan

- Inferior

Regio Genu dekstra

Regio Genu sinistra

Regio Pedis sinistra

:

:

:

:

Tampak luka lecet ukuran 5 x 1 cm

Tampak luka lecet ukuran 4 x 5 cm

Tampak luka ukuran 3 x 3 cm, telah dijahit

sebanyak 2 jahitan

c. Status Lokalis

Regio frontal : dalam batas normal

Regio orbita : dalam batas normal

Regio zigomatikomaksilaris :

- Inspeksi : deformitas (-), simetris

- Palpasi : nyeri tekan (-), malar depressed (-), krepitasi (-)

Regio nasal :

- Inspeksi : deviasi septum (-), epistaksis (-), deformitas (-)

- Palpasi : krepitasi (-), nyeri (-)

Regio mandibula :

3

Page 4: Case Nawa Yang Lama

- Inspeksi : tampak luka robek ukuran 5 cm , telah dijahit, tepi

tidak rata, dasar otot, deformitas (+), asimetris, hematoma (+)

- Palpasi : step off (+), nyeri tekan (+)

Regio oral :

- Inspeksi : maloklusi (+), cedera lidah(-), avulsi gigi (+),

hematoma (+)

1.4. Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium (tanggal 13 Desember 2013)

Darah Rutin

Hemoglobin : 12,9g/dl (Normal : 13,2-17,3 g/dl)

Eritrosit : 5,08 x 105/mm3 (Normal : 4,20-4,87x105/mm3)

Leukosit : 17,2 x 105/mm3 (Normal : 4,5-11,0x 105/mm3)

Hematokrit : 38 % (Normal : 43-49%)

Trombosit : 273 x 103/µL (Normal : 150-450 x 103/µL)

Hitung Jenis Leukosit

Basofil : 0% (Normal 0-1%)

Eosinofil : 4% (Normal 1-6%)

Neutrofil batang : 0% (Normal 2-6%)

Neutrofil segmen : 66 % (Normal : 50-70%)

Limfosit : 18 % (Normal : 25-40%)

Monosit : 12 % (Normal : 2-8%)

Kimia Klinik

Glukosa sewaktu : 111 mg/dL (Normal : <200 mg/dL)

Natrium : 142 mEq/L (Normal : 135-155 mEq/L)

Kalium : 4,6 mEq/L (Normal : 3,6-5,5 mEq/L)

- Laboratorium (tanggal 19 Desember 2013)

Darah Rutin

Hemoglobin : 9,3 g/dl (Normal : 13,2-17,3 g/dl)

Eritrosit : 3,61 x 105/mm3 (Normal : 4,20-4,87x105/mm3)

4

Page 5: Case Nawa Yang Lama

Leukosit : 11,6 x 105/mm3 (Normal : 4,5-11,0x 105/mm3)

Hematokrit : 28 % (Normal : 43-49%)

Trombosit : 379 x 103/µL (Normal : 150-450 x 103/µL)

Hitung Jenis Leukosit

Basofil : 0 % (Normal 0-1%)

Eosinofil : 2 % (Normal 1-6%)

Neutrofil batang : 0 % (Normal 2-6%)

Neutrofil segmen : 72 % (Normal : 50-70%)

Limfosit : 20 % (Normal : 25-40%)

Monosit : 6 % (Normal : 2-8%)

Kimia Klinik

Protein total : 7,2 g/dL (Normal : 6,4-8,3 g/dL)

Albumin : 2,9 g/dL (Normal : 3,5-5,0 g/dL)

Globulin : 4,3 g/dL (Normal : 2,6-3,6 g/dL)

Glukosa sewaktu : 98 mg/dL (Normal : <200 mg/dL)

Ureum : 12 mg/dl (Normal : 16,6 – 48,5 mg/dl)

Kreatinin : 0,66 mg /dl (Normal : 0,70-1,20 mg/dl)

Natrium : 144 mEq /L (Normal : 135-155 mEq/L)

Kalium : 4,5 mEq/L (Normal : 3,6-5,5 mEq/L)

- Rontgen cranium AP/Lateral (pada tanggal 13 Desember 2013)

5

Page 6: Case Nawa Yang Lama

Kesan :

o Tampak fraktur segmental mandibula

- Rontgen panoramic (pada tanggal 13 Desember 2013)

Kesan:

Tampak fraktur segmental mandibula

6

Page 7: Case Nawa Yang Lama

- Rontgen thoraks (pada tanggal 13 Desember 2013)

Kesan:

Dalam batas normal

1.5. Diagnosis Kerja

Fraktur segmental mandibula

1.6. Penatalaksanaan

- O2 sungkup 8L/menit

- Head up 30O

- IVFD NaCl 0,9 % gtt xx/menit

- Injeksi ceftriaxone 1x2 gram (iv)

- Injeksi ketorolac 3x30 mg (iv)

- Injeksi ranitidin 2x50 mg (iv)

- Injeksi ATS 1500 IU

- Pro ORIF dan arch bars

1.7. Prognosis

- Quo ad Vitam : bonam

7

Page 8: Case Nawa Yang Lama

- Quo ad Functionam : dubia ad bonam

1.8. Laporan Intraoperatif (pada tanggal 20 Desember 2013)

Dilakukan tindakan operasi yaitu Archbars dan ORIF

Prosedur operasi :

1. Operasi dimulai pada pukul 09.30 wib

2. Pasien dalam posisi supinasi dengan general anestesi

3. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi dan

sekitarnya dengan menggunakan povidon iodin 10 %

4. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril

5. Luka diregio mandibula dibuka , dilakukan identifikasi fraktur

mandibula, dan didapatkan pus pada sisi kiri dan dilakukan pencucian

dengan menggunakan NaCl 0,9 %

6. Didapatkan fraktur mandibula kompleks

7. Dilakukan pemasangan mini plat 3 hole 3 screw dan 1 hole 2 screw di

sisi kiri dan pemasangan mini plat 3 hole 2 screw, fragmen sisa difiksasi

dengan wire

8. Luka operasi dijahit

9. Dilakukan pemasangan interdental wire dan arch bars pada mandibula

dan maksila , oklusi disesuaikan

10. Archbars difiksasi dengan wire

11. Operasi selesai pukul 12.30 wib

1.9. Laporan Post-Operasi

Gambaran klinis

8

Page 9: Case Nawa Yang Lama

Pre-operasi Post-operasi

Gambaran radiologi

Foto rontgen AP

9

Page 10: Case Nawa Yang Lama

Pre-operasi

Post-operasi

Foto rontgen lateral

10

Page 11: Case Nawa Yang Lama

Pre-Operasi

Post-operasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mandibula

11

Page 12: Case Nawa Yang Lama

Gambar 1. Anatomi dari Mandibula

Gambar 2. Anatomi dari Mandibula

Setelah hidung, mandibula merupakan kedua terbanyak yang

mengalami fraktur pada tulang facial. Lokasi dan bentuk dari fraktur

mandibula bergantung pada mekanisme dari luka dan arah dari tekanan pada

mandibula. Fraktur dari mandibula memerlukan pengobatan yang signifikan

12

Page 13: Case Nawa Yang Lama

karena posisi dari mandibula yang dikelilingi oleh kelenjar saliva dari mulut

dan mandibula memiliki fungsi sebagai tempat pertumbuhan dari gigi.1

Mandibula merupakan tulang yang besar dan paling kuat pa da daerah

muka. Dibentuk oleh dua bagian simetris yang mengadakan fusi dalam

tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus, yaitu suatu

lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar yang

mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-

masing ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus

kondiloideus dan prosesus koronoideus. Permukaan luar dari korpus

mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang disebut

simfisis mentum yang merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua

buah tulang. 2

Bagian korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus

alveolaris yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian

bawah korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada

pertengahan korpus mandibula kurang lebih 1nchi dari simfisis didapatkan

foramen mentalis yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan

dalam dari korpus mandibula cekung dan didapatkan linea milohiodea yang

merupakan origo m. Milohioid. Angulus mandibula adalah pertemuan

antara tepi belakang ramus mandibula dan tepi bawah korpus mandibula.

Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada 2-3 jari

dibawah lobulus aurikularis. Secara keseluruhan tulang mandibula ini

berbentuk tapal kuda melebar di belakang, memipih dan meninggi pada

bagian ramus kanan dan kiri sehingga membentuk pilar, ramus membentuk

sudut 1200 terhadap korpus pada orang dewasa.2

Mandibula dibagi menjadi 8 bagian. Simfisis terletak pada garis

tengah atau diantara incisor dimana terdapat dari prosesus alveolar menuju

inferior dari mandibula. Parasimfisis berlokasi dari kedua sisi dari simfisis

dan terdapat diantara caninus dan foramen mental. Korpus atau badan

terdapat antara foramen mental hingga bagian distal dari molar kedua.

Angulus terdapat pada bagian distal dari molar kedua yang mana

13

Page 14: Case Nawa Yang Lama

membentuk cekungan antara korpus dan ramus. Ramus merupakan bagian

vertikal dari mandibula yang membentuk sudut terhadap zygomatic arch dan

berakhir pada prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus. Prosesus

kondiloideusberartikulasi pada fosa glenoid dan terdiri dari kaput kondiloid,

leher kondiloid dan subkondiloid. Mandibular notch terdapat di antara

prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus. Mandibula berartikulasi

pada sendi temporomandibular. Mandibula dibagi menjadi bagian horisontal

dan vertikal. Bagian horisontal terdiri dari simfisis, parasimifisis, korpus

dan tulang alveolar. Sementara bagian vertikal terdiri dari angulus,

ramus,prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus 3,4

Mandibula mendapat nutrisi dari arteri alveolaris inferior yang

merupakan cabang pertama dari arteri maxillaris yang masuk melalui

foramen mandibula bersama vena dan nervus alveolaris inferior berjalan

dalam kanalis alveolaris. Arteri alveolaris inferior memberi nutrisi ke gigi-

gigi bawah serta gusi sekitarnya kemudian di foramen mentalis keluar

sebagai a. Mentalis. Sebelum keluar dari foramen mentalis bercabang

menuju incisivus dan berjalan sebelah anterior ke depan didalam tulang.

Arteri mentalis beranastomosis dengan arteri facialis, arteri submentalis dan

arteri labii inferior. Arteri submentalis dan arteri labii inferior merupakan

cabang dari arteri facialis. Arteri mentalis memberi nutrisi ke dagu. Aliran

darah balik dari mandibula melalui vena alveolaris inferior ke vena facialis

posterior. Daerah dagu mengalirkan darah ke vena submentalis, yang

selanjutnya mengalirkan darah ke vena facialis anterior. Vena facialis

anterior dan vena facialis posterior bergabung menjadi vena fascialis

communis yang mengalirkan darah ke vena jugularis interna.3,5

14

Page 15: Case Nawa Yang Lama

Gambar 3. Otot yang berperan dalam gerakan dari mandibula

Gerakan dari mandibula dipengaruhi dari 4 pasang otot yaitu otot

masseter, temporalis, pterigoideus lateralis dan medialis.Musculus

pterigoideus lateral berinsersi pada bagian depan kapsul sendi temporo-

mandibular, diskus artikularis dan juga berinsersi pada leher dari prosesus

kondiloideus dan berperan untuk membuka mandibula. Terdapat 3 pasang

otot yang berperan dalam menutup mandibula. M. Pterigodeus medial

berinsersi pada sisi medial bawah dari ramus dan angulus mandibula. M.

Masseter yang berasal dari prosesus zigomatikus maxilda dan berinsersi

pada sisi lateral angulus dan ramus mandibula. M. Temporalis yang berasal

dari fossa dan fascia temporal dan berinsersi disisi medial pada ujung

prosesus koronoideus. 4

2.2. Defenisi Fraktur Mandibula

Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya

disebabkan oleh adanya kecelakaan yang timbul secara langsung. Fraktur

mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya

kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh

15

Page 16: Case Nawa Yang Lama

wajah ataupun keadaan patologis, dapatberakibat fatal bila tidak ditangani

dengan benar.7

2.3. Klasifikasi Fraktur Mandibula

Gambar 4. Pembagian Fraktur Mandibula

Fraktur mandibula menurut daerah terjadinya fraktur diklasifikasikan

menjadi:4

1. Simfisis : fraktur yang terjadi pada garis tengah dari mandibula atau

insisor dari prosesus alveolar hingga inferior dari mandibula.

2. Parasimfisis : fraktur yang terjadi antara mental foramen dan caninus dari

prosesus alveolar hingga inferior dari mandibula.

3. Alveolar

4. Badan mandibula : fraktur yang terhadi pada regio di antara foramen

montal dan bagian distal dari molar kedua dari prosesus alveolar hingga

inferior dari mandibula.

5. Angulus ; fraktur yang terjadi pada bagian distal dari molar kedua yang

merupakan pertemuan antara korpus dan ramus.

6. Ramus : fraktur yang terjadi pada mandibula diatas garis horisontal dari

alveolar dan berakhir pada sigmoid notch.

7. Prosesus koronoid : fraktur yang terdapat pada anterior superior ke ramus.

16

Page 17: Case Nawa Yang Lama

8. Prosesus kondiloid : fraktur yang paling banyak terjadi , dimana fraktur

berasal dari sigmoid notch ke superior posterior dari ramus. Dapat dibagi

menjad 3 bagian fraktur yaitu :

- Condylar Head atau fraktur intrakapsular

- Condylar Neck

- Subcondylar

Gambar 5. Pembagian Fraktur pada Prosesus Kondiloideus

Berdasarkan tipe fraktur dan beratnya fraktur mandibula dibedakan menjadi :4,6

- Fraktur simple / closed : tanpa adanya hubungan dengan dunia luar dan tidak

ada diskontinuitas dari jaringan sekitar fraktur.

- Fraktur open / compound : fraktur berhubungan dengan dunia luar yang

melibatkan kulit, mukosa atau membran periodontal

- Fraktur favorable : tidak dipengaruhi oleh tarikan dari otot dan arah fragmen

memudahkan untuk mereduksi tulang waktu reposisi

- Fraktur unfavourable : dipengaruhi oleh tarikan dari otot dan garis fraktur

menyulitkan untuk reposisi.

- Fraktur komunitif : fraktur yang menyebabkan terjadinya fragmen-fragmen

dari satu fraktur

- Fraktur kompleks/komplikasi : melibatkan kerusakan dari jaringan ikat,

pembuluh darah, saraf, dan sendi.

- Fraktur multipel : fraktur yang terjadi pada 2 tempat atau lebih dari satu tulang

- Fraktur indirek : fraktur yang terjadi jauh dari lokasi trauma

- Fraktur impacted : fraktur dengan salah satu fragmen fraktur di dalam fragmen

fraktur yang lain

17

Page 18: Case Nawa Yang Lama

- Fraktur greenstick : biasa terjadi pada anak-anak yang menyebabkan hilangnya

kontinuitas dari tulang dimana salah satu korteks fraktur dan korteks yang lain

bengkok.

- Fraktur patologi : fraktur yang terjadi pada tulang yang normal akibat kelainan

patologis. Kelainan patologis dapat terjadi pada bagian dari fraktur seperti

karena tumor metastasis atau dapat terjadi karena kelainan tulang seperti

osteoporosis.

- Fraktur atrofi : fraktur dari tulang yang mengalami atrofi akibat kehilangan

kekuatan dari tulang alveolar pada rahang yang tak bergigi.

Tabel 1. Pembagian Tipe Fraktur Mandibula

18

Page 19: Case Nawa Yang Lama

Gambar 6. Tipe Fraktur Mandibula

Berdasar ada tidaknya gigi pada kiri dan kanan garis fraktur ; kelas 1 :

gigi ada pada kedua bagian garis fraktur, kelas II : gigi hanya ada pada satu

bagian dari garis fraktur, kelas III : tidak ada gigi pada kedua fragmen,

mungkin gigi sebelumnya memang sudah tidak ada (edentolous), atau gigi

hilang saat terjadi trauma.4,6

2.4. Evaluasi dan Diagnosis dari Fraktur Mandibula

Didalam penegakan diagnosis fraktur mandibula meliputi anamnesa,

apabila merupakan kasus trauma harus diketahui mengenai mekanisme

traumanya (mode of injury), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.3

Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur

mandibula harus mengikuti kaidah ATLS, dimana terdiri dari pemeriksaan

awal (primar survey) yang meliputi pemeriksan airway, breathing,

circulation dan disability. Pada penderita trauma dengan fraktur mandibula

harus diperhatikan adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas yang bisa

diakibatkan karena fraktur mandibula itu sendiri ataupun akibat perdarahan

intraoral yang menyebabkan aspirasi darah dan clot.3

19

Page 20: Case Nawa Yang Lama

Setelah dilakukan primary survey dan kondisi penderita stabil,

dilanjutkan dengan dengan pemeriksaan lanjutan secondary survey yaitu

pemeriksaan menyeluruh dari ujung rambut sampai kepala.3

A. Anamnesis

Simptom dari fraktur mandibula yang dikeluhkan dari pasien :4,6

- Nyeri

- Abnormalitas dalam menggigit

- Berdarah

- Bengkak

- Sesak nafas

Sign dari fraktur mandibula : 4,6

- Deformitas

- Nyeri pada daerah yang mengalami fraktur

- Hipermobilitas dari fragmen dan gigi

- Berdarah, hematoma dan bengkak dapat terjadi akibat robekan dari

periosteum dan otot yang menempel pada mandibula sehingga

menyebabkan timbulnya pendarahan yang menghasilkan hematoma dan

bengkak.

- Krepitasi adalah suara yang dihasilkan dari bersentuhnya permukaan

keras dari tulang satu sama lain.

- Deviasi ke daerah yang terjadi fraktur

Kelainan Pergerakan

Mandibula

Daerah yang Kemungkinan Mengalami

Fraktur

Ketidakmampuan membuka

rahang

Prosesus koroniod, ramus dan lengkung

zigomatikum

Ketidak mampuan menutup

rahang

Prosesus alveolaris, ramus, sudut atau

symphysis

Pergerakan lateral Kondilus (bilateral), ramus dengan

displacement tulang

Tabel 2. Kelainan Pergerakan Mandibula

20

Page 21: Case Nawa Yang Lama

- Maloklusi

Oklusi adalah suatu keadaan dimana gigi dari maksila dan

mandibula berelasi satu sama lain pada saat rahang menutup.Pasien

dengan fraktur mandibula biasanya memiliki gangguan oklusi, sebagai

klinisi kita bisa menanyakan pada pasien mengenai ada atau tidaknya

kelainan yang dirasakan ketika mereka mengoklusikan gigi karena,

perubahan oklusi dapat di anggap sebagai tanda diagnostik utama dari

fraktur mandibula.

Pembagian maloklusi berdasarkan angle : 3,11

- Kelas 1 Angle Oklusi

Hubungan anteroposterior yang normal antara mandibula ke maksila.

Tonjolan mesiobuccal dari gigi molar pertama maksila akan beroklusi

dengan cekungan buccal dari gigi molar pertama mandibula.

Gambar 7. Kelas 1 Angle Oklusi

- Kelas 2 Angle Oklusi

Hubungan posterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjolan

mesiobuccal dari gigi molar pertama maksila akan beroklusi mesial

dengan cekungan buccal dari gigi molar pertama mandibula.

21

Page 22: Case Nawa Yang Lama

Gambar 8. Kelas 2 Angle Oklusi

- Kelas 3 Angle Oklusi

Hubungan anterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjolan

mesiobuccal dari gigi molar pertama maksila akan beroklusi distal

dengan cekungan buccal dari gigi molar pertama mandibula.

Gambar 9. Kelas 3 Angle Oklusi

Fraktur pada gigi, tulang alveolar, trauma TMJ serta otot

pengunyahan bisa menyebabkan kelainan oklusi ini. Sebagai contoh:

Kelainan Oklusi Daerah yang diduga mengalami fraktur

Kontak prematur gigi post.

Openbite anterior

Kondilus atau sudut mandibula (bilateral)

Openbite posterior Prosesus alveolar anterior atau daerah

parasymphyseal

Posterior crossbite Kondilus dan midline symphyseal dengan

22

Page 23: Case Nawa Yang Lama

miringnya segmen posterior dari mandibula

Retrognatik Kondilus dan sudut mandibula

Unilateral openbite Sudut ipsilateral dan parasymphyseal

Prognatik Efusi TMJ

Tabel 3. Kelainan Oklusi

- Anestesia, Parestesia Bibir Bawah

Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior

dimana nervus ini melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati

rasa, mungkin saja terjadi fraktur pada daerah distal foramen mandibula.

B. Pemeriksaan Fisik4,8

Dari inspeksi dilihat ada tidaknya deformitas, luka terbuka dan

evaluasi susunan / konfigurasi gigi saat menutup dan membuka mulut,

menilai ada/tidaknya maloklusi. Dilihat juga ada/tidaknya gigi yang hilang

atau fraktur. Pada palpasi dievaluasi daerah TMJ dengan jari pada daerah

TMJ dan penderita disuruh buka-tutup mulut, menilai ada tidaknya nyeri,

deformitas atau dislokasi. Untuk memeriksa apakah ada fraktur mandibula

dengan palpasi dilakukan evaluasi false movement dengan kedua ibujari di

intraoral, korpus mandibula kanan dan kiri dipegang kemudian digerakkan

keatas dan kebawah secara berlawanan sambil diperhatikan disela gigi dan

gusi yang dicurigai ada frakturnya. Bila ada pergerakan yang tidak sinkron

antara kanan dan kiri maka false movement +, apalagi dijumpai perdarahan

disela gusi. Periksa juga status gusi, apakah terdapat ekimosis, perdarahan,

atauhematom, bila terdapat hal tersebut, menunjukkan adanya fraktur.

23

Page 24: Case Nawa Yang Lama

Gambar 10. Pemeriksaan Fraktur Mandibula

C. Pemeriksaan Penunjang4,6,9

Beberapa tehnik Roentgen dapat digunakan untuk melihat adanya fraktur

mandibula antara lain ;

- foto skull AP/Lateral

- Panoramic ; disebut juga pantomografi atau rotational radiography

dibuat untuk mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus kanan

sampai kondilus kiri beserta posisi geliginya termasuk oklusi terhadap gigi

maksila. Dibuat film didepan mulut pada alat yang rotasi dari pipi kanan

ke pipi kiri, sinar-x juga berlawanan arah rotasi dari arah tengkuk sehingga

tercapai proyeksi dari kondulus kanan sampai kondilus kiri.

Keuntungan panoramic adalah ; cakupan anatomis yang luas, dosis radiasi

rendah, pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada penderita

trismus,. Kerugiannya tidak bisa menunjukkan gambaran anatomis yang

jelas daerah periapikal sebagaimana yang dihasilkan foto intra oral

-CT Scan : Pemeriksaan ini pada kasus emergency masih belum

merupakan pemeriksaan standart.

24

Page 25: Case Nawa Yang Lama

2.5. Penatalaksanaan Fraktur Mandibula

Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur

mandibula harus harus mengikuti kaidah ATLS, dimana terdiri dari

pemeriksaan awal (primar survey) yang meliputi pemeriksan airway,

breathing, circulation dan disability. Pada penderita trauma dengan fraktur

mandibula harus diperhatikan adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas

yang bisa diakibatkan karena fraktur mandibula itu sendiri ataupun akibat

perdarahan intraoral yang menyebabkan aspirasi darah dan clot. 10

Fraktur mandibula bukan merupakan suatu kasus yang memerlukan

operasi yang emergensi, jika operasi dilakukan untuk pencegahan, maka itu

harus dilakukan pada saat keadaan pasien sudah baik. Pasien harus dalam diet

makanan lembut, medikasi yang adekuat untuk mengontrol nyeri dan

antibiotik untuk semua fraktur yang terbuka. Pilihan antibiotik yang dapat

digunakan adalah golongan penisilin, sefalosporin dan clindamisin. 3,4

Antibiotik dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi dimana

diberikan pada preoperative terutama pada fraktur yang terbuka. Tetapi

antibiotic tidak meningkatkan resiko infeksi pada post operatif. Profilaksis

antibiotic harus diberikan pada preoperative dan dilanjutkan tidak lebih dari

24 jam post operatif. Pada pasien yang mengalami fraktur mandibula, infeksi

dapat terjadi pada 50 % pasien yang tidak mendapatkan terapi antibiotic.

Infeksi dapat berasal dari flora di oral yang bercampur dengan infeksi yaitu

streptococcus dan bakteri anaerob. 4,6

Beberapa penelitian menunjukkan tidak ada peningkatan komplikasi

yang disebabkan operasi yang dilakukan lebih dari 24 jam setelah fraktur.

Banyak penelitian menyatakan tidak ada manfaat dalam pemberian terapi

antibiotik post operatif 24 jam setelah operasi. Tetapi beberapa penelitian

menyatakan ada manfaat dalam pemberian antibiotik untuk mencegah

infeksi.11

Pada saat dulu, gigi yang terdapat pada lokasi fraktur akan dilakukan

pencabutan. Hal ini disebabkan karena gigi pada lokasi fraktur akan tertarik

25

Page 26: Case Nawa Yang Lama

oleh ligamen peridontal dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan

nonunion. Tetapi beberapa penelitian menyatakan gigi pada lokasi fraktur

dapat untuk tidak dicabut jika diberikan antibiotik yang adekuat dan fiksasi

yang adekuat.6

Ada beberapa indikasi untuk dilakukan pencabutan gigi pada lokasi

fraktur :6

- adanya penyakit peridontal

- lepasnya gigi molar ketiga dengan perikoronitis atau kista

- gigi yang menghambat dilakukannya reduksi

- gigi dengan fraktur pada akarnya

Terapi Defenitif4,6

Ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula, yaitu cara tertutup/

konservatif dan terbuka/ pembedahan. Pada teknik tertutup (reduksi tertutup),

reduksi fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan jalan menempatkan

peralatan fiksasi maksilomandibular meliputi pemasangan arch bars, eyelet wire

dan IMF screw. Pada prosedur terbuka (reduksi terbuka), bagian yang fraktur

dibuka dengan pembedahan, dan segmen direduksi dan difiksasi secara langsung

dengan menggunakan kawat atau plat dan screw. Teknik terbuka dan tertutup

tidaklah selalu dilakukan tersendiri, tetapi kadang-kadang dikombinasikan.

Prinsip penatalaksanaan pada fraktur mandibula yaitu membuat oklusi yang

stabil, memperbaiki jaringan ikat dan tulang, menggunakan laserasi jika

memungkinkan, memperbaiki semua fraktur, menstabilisasi semua fraktur dan

menfiksasi semua fraktur untuk perbaikan tulang. 3

Tujuan dari penatalaksanaan fraktur mandibula yaitu membuat oklusi yang

stabil, memperbaiki pergerakan dari tulang mandibula, meminimalisasi deviasi

dari mandibula, dan mencegah komplikasi. 6

26

Page 27: Case Nawa Yang Lama

Tabel 4. Tujuan Terapi Fraktur Mandibula

1. Reduksi Tertutup 3,4,6

Adapun indikasi untuk reduksi tertutup di antaranya:

a. Fraktur menguntungkan tanpa adanya pergeseran tempat

(nondisplace favorable fracture)

b. Fraktur comunitted yang luas untuk meminimalisasi robekan

periosteal pada fragmen tulang.

c. Fraktur pada mandibula yang edentulous. Mayoritas suplai darah

berasal dari periosteum sehingga reduksi terbuka akan menghambat

aliran darah.

d. Fraktur mandibula pada anak sebaiknya ditatalaksana dengan

reduksi tertutup karena tidak mempengaruhi pertumbuhan dari

gigi / akar gigi.

e. Fraktur processus coronoidalis

f. Fraktur kondilus

Lama pemasangan fiksasi intermaksiler adalah berkisar 4 minggu.

Pada anak-anak, lama pemasangan berkisar 2 – 3 minggu, pada orang

dewasa 3-4 minggu dan pada orang tua 6-8 minggu. Ada beberapa

kontraindikasi untuk dilakukannya reduksi tertutup yaitu pasien dengan

27

Page 28: Case Nawa Yang Lama

gangguan fungsi paru yaitu asma berat, PPOK, kejang yang tidak

terkontrol, nausea berat, gangguan neurologi dan psikiatri.

Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara

closed reduction adalah fiksasi intermaksiler. Beberapa teknik fiksasi

intermaksila diantaranya:

- Ivy loop (eyelet)

Penempatan Ivy loop menggunakan kawat 24-gauge antara 2 gigi yang

stabil, dengan penggunaan kawat yang lebih kecil untuk memberikan

fiksasi maxillomandibular (MMF) antara loop Ivy. keuntungan tehnik

ini bahan mudah didapat dan sedikit menimbulkan kerusakan jaringan

periodontal serta rahang dapat dibuka dengan hanya mengangkat ikatan

intermaksilaris. Kerugiannya kawat mudah putus waktu digunakan

untuk fiksasi intermaksiler

Gambar 11. Eyelet (IvyLoop)

- Teknik arch bar

28

Page 29: Case Nawa Yang Lama

Indikasi pemasangan arch bar antara lain gigi kurang/ tidak cukup untuk

pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila, didapatkan fragmen

dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai

dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris

Keuntungan penggunaan arch bar ialah mudah didapat, biaya murah,

mudah adaptasi dan aplikasinya. Kerugiannya ialah menyebabkan

keradangan pada ginggiva dan jaringan periodontal, tidak dapat

digunakan pada penderita dengan edentulous luas.

Gambar 12. Arch Bars

2. Reduksi Terbuka 3,4,6

Indikasi reduksi terbuka di antaranya:

a. Fraktur yang tidak menguntungkan (displaced unfavorable) pada

sudut mandibula.

b. Fraktur yang tidak menguntungkan (displaced unfavorable) pada

badan mandibula atau daerah parasimfisis mandibula

29

Page 30: Case Nawa Yang Lama

c. Terjadinya kegagalan pada metode tertutup

d. Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomy (malunion)

e. Fraktur yang membutuhkan bone graft

f. Multiple fraktur

Reposisi terbuka pada fraktur mandibula memiliki pendekatan intra

dan ekstraoral. Pendekatan ekstraoral dapat dilakukan melalui

submandibula, submental, atau preaurikular atau dilakukan pada lokasi

laserasi yang telah ada. Dengan pendekatan intraoral, regio mandibula

dicapai melalui insisi vestibular di mukosa. Jika dibandingkan dengan

pendekatan ekstraoral, .pendekatan intraoral lebih cepat dilakukan, tidak

memiliki parut ekstraoral, dan risiko lebih kecil untuk mengenai saraf

wajah. Adapun material yang bisa digunakan pada reposisi terbuka

diantaranya wire, wire mesh, plat dan screw, dll.

· Wiring (kawat)

Kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang disekitar

dua buah gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah. Rahang bawah

yang patah difiksasi pada rahang atas melalui mata di kawat atas dan

bawah. Jika perlu ikatan kawat ini dipasang di berbagai tempat untuk

memperoleh fiksasi yang kuat.

· Plating

Pemasangan plat bertujuan untuk memberi tahanan pada daerah

fraktur, sehingga dapat menyatukan bagian fraktur dengan alveolus

superior. Setelah plat tepasang, maka tidak dibutuhkan lagi fiksasi

maksila. Dengan catatan pemasangan screw pada plat tidak dengan

penekanan yang terlalu kuat. Karena dengan pemasangan screw yang

terlalu kuat akan mengkibatkan terjadinya kesulitan pada saat pelepasan,

oleh karena itu, pemasangan dengan teknik yang tidak terlalu menekan

lebih dipilih dalam pemasangan plat pada fraktur mandibula.

30

Page 31: Case Nawa Yang Lama

Gambar 13. Penempatan Plat

dan Screw

Keuntungan dari reposisi tertutup adalah lebih efisien, angka komplikasi

lebih rendah dan waktu operasi yang lebih singkat. Tehnik ini dapat dikerjakan di

tingkat poliklinis. Kerugiannya meliputi fiksasi yang lama, gangguan nutrisi

karena adanya MMF, resiko ankilosis TMJ dan problem airway. Keuntungan dari

ORIF antara lain ; mobilisasi lebih dini dan reaproksimasi fragmen tulang yang

lebih baik. Kerugiannya adalah biaya lebih mahal dan diperlukan ruang operasi

dan pembiusan untuk tindakannya.

2.6. Komplikasi 3,4,6

1. Delayed union dan nonunion

Delayed union adalah suatu keadaan dimana akan berprogresif

menjadi nonunion jika tanpa reduksi dan imobilisasi yang adekuat. Non

union adalah suatu keadaan di mana terjadi kegagalan dalam

penyembuhan tulang diantara segmen tulang. Gejala dari nonunion adalah

nyeri dan abnormalitas dari gerakan dari sisi tulang yang fraktur dan

terjadi pada 3-5 % dari fraktur. Penyebab utama dari nonunion adalah

reduksi inadekuat dan imobilisasi. Penyebab lainnya adalah infeksi, tidak

akuratnya reduksi, kontak yang kurang dari sisi fragmen, iskemik trauma.

Penurunan aliran darah dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan

dalam penyembuhan tulang. Alkohol juga dapat menyebabkan terjadinya

delayed union dan nonunion dikombinasikan dengan nutrisi yang rendah,

31

Page 32: Case Nawa Yang Lama

kebersihan oral yang rendah dan merokok. Penatalaksanaan terhadap

delayed union dan nonunion adalah mengeliminasi penyebab dari masalah.

Jika penyebabnya adalah infeksi maka ditatalaksana dengan debridemen,

drainage dan antibiotic. Fiksasi yang lemah seperti wire dan plat harus

dilepas dan dilakukan fiksasi secara adekuat dengan IMF, fiksasi pin

ekstraoral pada lokasi fraktur.

Gambar 14. Reduksi Inadekuat

2. Infeksi

Infeksi dan osteomeilitis merupakan komplikasi yang sering

terjadi. Infeksi juga dapat terjadi karena pengaruh dari faktor sistemik

seperti alcohol, pasien dengan penyakit imunokompresi, dan pasien

dengan diabetes yang tak terkontrol. Faktor local seperti reduksi yang

lemah dan imobilisasi, luka dimulut yang tidak tertutup dengan baik,

fraktur pada gigi pada bagian fraktur, aliran darah yang tidak baik dan

fraktur komunitif.

Kebanyakan kuman penyebab infeksi berasal dari flora di oral dengan

Streptococcus alfa hemoliticus dan Bacteroids spp. Penataksanaan yaitu

dengan pemberian antibiotik spektrum luas.

3. Malunion

Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang mengalami

penyembuhan / penyatuan kembali tulang yang mengalami fraktur tetapi

masih terdapat tulang yang tidak menyatu dengan baik. Tidak semua

malunion signifikan. Ketika gigi terlibat dalam malunion, maka dapat

32

Page 33: Case Nawa Yang Lama

terjadi maloklusi. Maloklusi dapat diobati denagn cara penggunaan IMF

pada awal pertama penyembuham dan kemudian setelah terjadi

penyembuhan dari tulang dapat dilakukan ortodontik dan osteotomi.

4. Kerusakan dari saraf

Cabang dari saraf trigeminus yaitu nervus alveolaris inferior

merupakan kerusakan saraf yang paling sering terjadi pada fraktur

mandibula. Nervus alveolaris inferior masuk melalui foramen mandibula.

Trauma pada nervus alveolaris inferior paling sering terjadi pada fraktur

dari korpus dan angulus mandibula. Gejala yang dialami yaitu kesemutan

atau gangguan sensori pada dagu dan bibir bagian bawah. Kebanyakan

fungsi sensori dan motrotik akan mengalami perbaikan dan kembali

seperti semula seiring dengan berjalannya waktu dan reduksi yang akurat

serta fiksasi yang adekuat pada fraktur mandibula.

Dapat juga terjadi kerusakan pada saraf facial tapi sulit dilakukan

penilaian akibat nyeri yang dialami pasien. Hal ini disebabkan oleh fraktur

yang terjadi pada prosesus kondoloideus.

5. Perubahan dari pertumbuhan

Perubahan dari pertumbuhan dapat terjadi akibat trauma pada

prosesus kondoloideus melalui 2 mekanisme. Dapat terjadi akrena

kelebihan atau kekurangan stimulasi pertumbuhan yang normal akibat

trauma langsung pada prosesus kondoloideus atau dapat terjadi

perhambatan pertumbuhan akibat fibrosis atau scar pada jaringan sekitar.

Kebanyakan akan terjadi regenerasi yang sempurna pada prosesus

kondoloideus pada pasien yang muda dengan tanpa gejala sisa yang

menyertai fraktur dan regenerasi yang baik terjadi pada pasien dengan usia

dibawah 12 tahun. Konsep yang menyatakan bahwa kartilago kondiloid

berperan sebagai pusat remodeling. Kemampuan sebagai remodeling

bergantung pada pentingnya untuk mempertahankan mandibula pada

oklusi yang sebenarnya, tidak hanya beberapa minggu setelah

33

Page 34: Case Nawa Yang Lama

penyembuhan tetapi hingga beberapa bulan sampai regenerasi dari tulang

terjadi.

6. Disfungsi dari sendi temporomandibular

Disfungsi dari sendi temporomandibular dapat terjadi akibat

trauma pada aparatus kondiloid. Hal yang paling sering terjadi adalah

susunan internal yang mengalami gangguan dan ankilosis.

Ada hubungan dengan riwayat fraktur kondiloid dengan gangguan

dari susunan pada sendi temporomandibular. Hal ini akan menyebabkan

nyeri pada sendi temporomandibular, deviasi pada saat membuka mulut.

Hal ini sering terjadi pada dewasa dan disebabkan olehfraktur dan

kerusakan dari jaringan ikat dan sendi. Reduksi terbuka dengan perbaikan

secara langsung pada jaringan ikat yang mengalami kerusakan dapat

dilakukan untuk mencegah terjadi hal ini.

Ankilosis merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada fraktur

mandibula. Ini paling sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan

dengan fraktur intrakapsular dan imobilisasi dari mandiibula. Ankilosis

merupakan suatu proses dimana kondiloid mandibula berfusi dengan fosa

glenoid. Hal ini disebabkan oleh perdarahan intra artikular yang

menyebabkan terjadinya fibrosis sendi dan ankilosis. Ankilosis dapat juga

menyebabkan terjadinya gangguan dari perkembangan tulang karena

trauma pada pusat pertumbuhan dari mandibula. Ankilosis dapat dicegah

dengan menggunakan MMF selama 2 -3 minggu dan fisioterapi.

34

Page 35: Case Nawa Yang Lama

BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang laki-laki berusia 23 tahun, bertempat tinggal di Basuki Rahmat,

Palembang datang ke RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan keluhan

nyeri pada rahang bawah dan wajah setelah kecelakaan lalu lintas.

Hasil autoanamnesis didapatkan ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit, motor

yang dikendarai penderita tergelincir, penderita terjatuh dengan rahang bawah

membentur benda keras. Penderita mengeluh nyeri pada rahang bawah dan wajah.

Nyeri kepala ada.

Pada pemeriksaan fisik tanggal 14 Desember 2013 didapatkan airway,

breathing dan circulation penderita dalam batas normal. Pada pemeriksaan status

35

Page 36: Case Nawa Yang Lama

lokalis regio frontal dan orbita dalam batas normal. Pada regio

zigomatikomaksilaris pada inspeksi didapatkan tidak ada deformitas dan simetris

dan pada palpasi didapatkan tidak ada nyeri tekan dan tidak ada krepitasi. Pada

regio nasal, pada inspeksi dan palpasi didapatkan tidak ada deformitas, epistaksis

dan nyeri. Pada regio mandibula pada inspeksi didapatkan luka robek ukuran 5 cm

, telah dijahit, tepi tidak rata, dasar otot, deformitas (+), asimetris, hematoma (+)

dan pada palpasi didapatkan step off dan nyeri tekan. Deformitas dapat terjadi

karena kelainan bentuk tulang akibat fraktur dari os mandibula sehingga

menyebabkan asimetris pada bentuk os mandibula. Hematoma dapat terjadi

karena fraktur yang menyebabkan robekan dari periosteum dan otot-otot yang

menempel pada os mandibula sehingga menyebabkan terjadinya pendarahan dan

menghasilkan hematoma. Pada palpasi didapatkan step off akibat fraktur pada os

mandibula menyebabkan pada saat palpasi, terdapat suatu batas antara bagian-

bagian dari os mandibula. Pada regio oral didapatkan maloklusi dan avulsi gigi.

Maloklusi dikarenakan fraktur pada mandibula sehingga gigi dari maksila dan

mandibula tidak berelasi satu sama lain pada saat rahang menutup.

Pada pemeriksaan rontgen cranium AP/Lateral dan panoramic tanggal 13

Desember 2013 didapatkan kesan fraktur segmental mandibula.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis dapat

ditegakkan diagnosa kerja pada kasus ini adalah fraktur segmental mandibula.

Dikatakan fraktur segmental mandibula karena fraktur pada os mandibula

membentuk suatu segmen akibat fraktur terjadi pada simfisis dan parasimfisis os

mandibula. Penyebab frakturnya adalah karena benturan benda keras pada rahang

bawah.

Penatalaksanaan awal dilakukan stabilisasi keadaan umum pasien yang

meliputi airway dengan membuka dan membersihkan jalan nafas, breathing

dengan pemberian oksigen dan circulation dengan perawatan perdarahan disertai

pemberian cairan isotonik. Penatalaksanaan definitif dilakukan operasi terbuka

dan fiksasi interna dengan menggunakan plat mini and screw serta dilakukan

pemasangan arch bar, injeksi Ceftriaxon 1 x 2 gram (iv), injeksi Ketorolac 3x30

mg (iv), injeksi ranitidin 2 x 50 mg (iv) dan injeksi ATS 1500 IU. Pemberian

36

Page 37: Case Nawa Yang Lama

ceftriaxon berperan sebagai antibiotik profilaksis untuk mencegah terjadinya

infeksi. Pemberian ketorolac berfungsi sebagai analgetik karena pada fraktur

mandibula akan terjadi nyeri. Pemberian ranitidin berfungsi sebagai anti mual dan

muntah. Dan pemberian ATS untuk mencegah tetani.

Terapi defenitif yang dilakukan pada pasien ini adalah reduksi terbuka yaitu

pemasangan mini plat dan screw dengan menggunakan pendekatan ekstraoral

yaitu pada laserasi yang ada pada submandibula. Plat bertujuan untuk memberi

tahanan pada daerah fraktur sehingga dapat menyatukan bagian fraktur. Dan

dilakukan juga reduksi tertutup yaitu dengan pemasangan arch bar dan interdental

wire agar terjadi oklusi yang baik. Pemasangan arch bars dan interdental wire

dipertahankan sampai kurang lebih 4 – 6 minggu, setelah itu arch bar dan

interdental wire dapat dilepas. Selama penderita masih menggunakan arch bar dan

interdental wire, penderita dianjurkan untuk diet makanan lunak. Higinitas mulut

perlu diperhatikan yaitu meliputi sikat gigi setiap hari dan apabila memungkinkan

dapat menggunakan dental wax untuk melindungi mukosa bibir dari bagian tajam

wire dan arch bar. Prognosis pada pasien ini secara vitam adalah bonam dan

functionam adalah dubia ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bailey, Byron J., Healy, Gerald B., Johnson, Jonas T., Jackler, Robert K.,

Calhoun, Karen H., Pillsbury, Harold C., Tardy, M. Eugene. 2001. Head &

Neck Surgery - Otolaryngology, 3rd Edition part 65 Mandibular Fractures.

Lippincott Williams & Wilkins

2. Sugiharto Setyo, Hardjowasito Widanto, Penanganan Fraktur Mandibula

pada Anak dengan pemasangan Arch-Bar., Majalah Kedokteran Unibraw,

1996; 12:39-41.

3. Joseph L. Russell, MD. 2013. Mandible Fractures: Evaluation and

Management Grand Rounds Presentation, Department of Otolaryngology

The University of Texas Medical Branch (UTMB Health)

37

Page 38: Case Nawa Yang Lama

4. Vincent D. Eusterman, MD, DDS. 2012. Resident Manual of Trauma to

the Face, head and neck chapter 5 mandibular trauma. American Academy

of Otolaryngology-Head and Neck Surgery

5. Keith L Moore, Clinically Oriented Anatomy, 3rd , William-Wilkins,

1996:143-148

6. Guillermo E. Chacon, DDS, Peter E. Larsen, DDS. 2012. Principles of

Management of Mandibular Fractures Chapter 22 Part 4 Maxilofacial

Trauma.

7. Sjamsuhidayat, Wim de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. EGC:

Jakarta. 2004

8. Wijayahadi R Yoga, Murtedjo Urip, et all, Trauma Maksilofasial

Diagnosis dan Penatalaksanaannya, Surabaya, Divisi Ilmu Bedah Kepala

& Leher SMF/Lab Ilmu Bedah RSDS/FK Unair Surabaya, 20006:25-26,

58-63, 71-71, 89-95, 98,100,125-132

9. Farman G Allan, Kushner M George, Panoramic Radiology in

Maxillofacial Trauma, Panoramic Imaging News, Richmond Institute, Vol

V , Issue IV,2005

10. Kellman RM. Maxillofacial trauma. In Cumming’s Otolaryngology: Head

and Neck Surgery, 5th ed.2010

11. Barker DA, Oo KK, Allak A, et al. Timing for repair of mandible

fractures. Laryngoscope 2011;121:1160-3.

38