Top Banner
Laporan Kasus GIANT CELL TUMOR Oleh: Rininta Fatma Sazamita, S.Ked 04124708022 Pembimbing: Dr. dr. Muzakkie, Sp.B-Sp.OT, FICS BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMMAD
31

case mita.doc

Nov 19, 2015

Download

Documents

haddiwijaya
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Laporan Kasus

GIANT CELL TUMOR

Oleh:

Rininta Fatma Sazamita, S.Ked

04124708022Pembimbing:Dr. dr. Muzakkie, Sp.B-Sp.OT, FICSBAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMMADHOESIN PALEMBANG

2014HALAMAN PENGESAHAN

Laporan KasusJudul: Giant Cell TumorDisusun oleh: Rininta Fatma Sazamita, S.Ked

NIM:04124708022Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang, Periode 4 Agustus sampai 13 Oktober 2014.Palembang, 24 September 2014PembimbingDr. dr. Muzakkie, Sp.B-Sp.OT, FICS

KATA PENGANTARSegala puji bagi Allah swt., Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada teladan utama kita, Nabi Muhammad SAW., keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya hingga hari kiamat kelak. Laporan kasus ini yang berjudul Giant Cell Tumor merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Muzakkie, Sp.B-Sp.OT, FIC selaku pembimbing yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga berterima kasih kepada para residen di sub bagian bedah anak atas bantuannya dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Terakhir, penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan belum sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik guna menyempurnakan laporan kasus ini. Kami berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman di FK Unsri sebagai bahan rujukan dan dapat memberikan informasi mengenai topik tersebut.

Palembang, September 2014PenulisBAB I

STATUS PENDERITAI.1 IDENTIFIKASINama: Komaruddin HamidJenis Kelamin : Laki-laki

Usia: 70 tahunKebangsaan: Indonesia

Agama: Islam

Alamat: Jln.Tulang Bawang Raya No 2579, Sako, Palembang

No. Rekam Medis:837982MRS: 16 Agustus 2014Tanggal Pemeriksaan:24 Agustus 2014I.2 ANAMNESIS

Keluhan utama : benjolan di lutut kiri Keluhan tambahan: tidak adaRiwayat Perjalanan Penyakit :

+ 12 tahun SMRS penderita mengeluh nyeri pada lutut kiri, tidak bisa berjalan (+). Pasien dirawat di RS Sukmol Tanjung Priok, pasien mengaku disinar namun pasien tidak mengetahui penyakitnya. Sembilan hari setelah dirawat, pasien kembali bisa berjalan lalu pasien dipulangkan.+ 1 bulan SMRS, orang tua mengeluh perut penderita kembali kembung, BAB sedikit, muntah (-), demam (-), penderita dibawa ke poliklinik bedah anak RSMH, dipasang selang dari pantat dan dilakukan rontgen, kemudian penderita disarankan kontrol ke poliklinik setiap 2 minggu. Selama di rumah, BAB dibantu dengan selang dari pantat.

+ 1 hari SMRS, perut penderita kembali kembung, penderita tidak bisa BAB, muntah (-), demam (-), penderita dibawa ke poliklinik bedah anak RSMH, dipasang selang dari pantat dan dilakukan rontgen, lalu dirawat.Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat menderita hipertensi (+) sejak 20 tahun yang laluRiwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit pada keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.

I.3 PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 23 Agustus 2014)Status Generalis

Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran: Kompos mentis

Nadi: 74x/menit, regulerPernafasan: 20x/menit

Suhu: 36,4 CPupil: Isokor, refleks cahaya +/+

Kepala: Tidak ada kelainan

Leher: Tidak ada kelainan

KGB: Tidak ada pembesaran

Thoraks: Tidak ada kelainan

Abdomen: Lihat status lokalis

Genitalia Eksterna: Tidak ada kelainan

Ekstremitas Superior: Tidak ada kelainan

Ekstremitas Inferior: Tidak ada kelainan

Status Lokalis

Regio Abdomen

Inspeksi: Cembung

Palpasi: LemasPerkusi: Tympani

Auskultasi: Bising usus (+) I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pemeriksaan Laboratorium ( tanggal 19 Agustus 2014)Hematologi

Hemoglobin: 7,3 g/dl(12,6-17,4 g/dl)Eritrosit: 3,83 106/mm(4,20-4,87 106/mm)Hematokrit: 27%(43-49 vol %)

Leukosit: 9.000/mm(4500-11.000/mm)

Trombosit: 523.000/mm(150.000-450.000/mm)

Kimia Klinik

Glukosa sewaktu: 95 mg/dl(48 jam) setelah lahir, distensi abdomen, dan pada saat pemeriksaan rectal toucher didapatkan feses menyemprot.22.6.3. Pemeriksaan Radiologi

Pencitraan radiologi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung.2 Foto polos abdomen pada neonatus dengan penyakit Hirschsprung akan menunjukkan dilatasi kolon dengan gambaran air fluid level.2,5 Terkadang tampak sedikit udara di dalam rektum yang tak distensi dan kolon yang distensi diatasnya sehingga meningkatkan kecurigaan terhadap penyakit Hirschsprung. Foto polos abdomen pada penderita aganglionosis kolon total dapat memperlihatkan tanda-tanda obstuksi ileum dengan gambaran air fluid level atau distensi usus kecil.5 Pada penderita penyakit Hirschsprung dengan enterokolitis dapat memperlihatkan penebalan dinding usus dengan mukosa yang irreguler atau dilatasi kolon yang besar, mengindikasikan megakolon toksik. Pneumoperitoneum dapat ditemukan pada perforasi. Perforasi spontan dari traktus intestinal telah dilaporkan pada 3% penderita penyakit Hirschsprung.

Barium enema yang dilakukan oleh ahli radiologi dapat diandalkan dalam mendiagnosis penyakit Hirschsprung.5 Pada barium enema dapat diidentifikasi zona transisi yang berbentuk kerucut antara segmen aganglionik yang menyempit dan segmen yang meluas serta segmen yang normal.6 Beberapa kasus dapat memperlihatkan transisi yang tiba-tiba antara dilatasi kolon proksimal dan segmen aganglionik distal, menyebabkan keraguan dalam menentukan diagnosis.5 Zona transisi tersebut dapat tidak terlihat pada neonatus karena dilatasi kolon yang belum terlalu besar atau pada anak-anak yang sudah dilakukan pencucian rektum, rectal toucher/tube atau enema rektal.4 Pada aganglionosis kolon total, barium enema tidak khas dan bukan diagnosis definitif.5 Kolon dalam kaliber yang normal pada 25-77% kasus aganglionosis kolon total.52.6.4. Manometri Anorektal

Pada anak-anak yang berumur lebih tua dengan konstipasi kronis dan riwayat atipikal dari penyakit Hirschsprung ataupun konstipasi fungsional, manometri anorektal dapat bermanfaat dalam menentukan diagnosis.2,5 Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung tidak dapat memperlihatkan refleks relaksasi dari sphincter anal internus dalam merespon pemompaan dari balon rektal.6 Pada usus dengan inervasi yang normal, distensi dari rektum menghasilkan refleks relaksasi dari sphincter internal.5 Tidak terdeteksinya refleks rektospincteric pada bayi-bayi premature atau aterm diyakini sebagai akibat kesulitan teknis dan bukan karena tidak adanya sel-sel ganglion.5 Sedasi ringan pada bayi dan anak-anak dapat mengatasi kesulitan teknis yang didapatkan pada usia tersebut.52.6.5. Biopsi Rektal

Diagnosis penyakit Hirschsprung dipastikan dengan pemeriksaan biopsi rektal. Jaringan didapatkan dengan biopsi rektal atau reseksi transanal. Tidak adanya sel-sel ganglion pada hasil biopsi jaringan dapat memastikan diagnosis penyakit Hirschsprung dan dapat dilakukan terapi inisial.3 Pewarnaan asetilkolinesterase dari jaringan dapat dilakukan untuk membantu diagnosis patologi.3 Pewarnaan asetilkolinesterase dapat mengidentifikasi hipertrofi dari nervus trunkus ektrinsik.6 Pada penyakit Hirschsprung segmen pendek, diagnosis dapat ditegakkan dengan penempatan biopsi rektal dengan baik atau juga dikombinasikan dengan pemeriksaan manometri anorektal.32.7. Diagnosis DiferensialBeberapa kondisi harus dipertimbangkan dalam memastikan diagnosis penyakit Hirschsprung pada anak-anak. Atresia kolon memberikan gambaran foto polos abdomen yang mirip dengan penyakit Hirschsprung tetapi bisa dibedakan pada barium enema yang memperlihatkan obstruksi mekanik yang menyeluruh. Atresia usus kecil bagian distal menunjukkan distensi usus yang besar dan tiba-tiba pada bagian proksimal dari obstruksi dengan fluid level yang luas didalamnya.1Pada ileus mekonium, penebalan mekoneum yang khas dapat terlihat. Fluid level yang tajam dan jelas tidak akan terlihat pada foto tegak atau lateral decubitus. Namun, penyakit Hirschsprung dapat memperlihatkan gambaran yang mirip dengan ileus mekoneum pada foto polos dan dapat memberikan gambaran yang samar-samar pada barium enema.52.8. PenatalaksanaanSetelah diagnosis dari penyakit Hirschsprung telah dipastikan dengan pemeriksaan biopsi rektal, bayi tersebut harus dipersiapkan untuk pembedahan.5 Bayi dengan komplikasi enterokolitis memerlukan perbaikan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dengan pemberian infus cairan.5 Dekompresi sangat penting untuk segera dilakukan pada bayi-bayi tersebut, melalui pemasangan nasogastric tube, rectal toucher, atau irigasi rektal dengan larutan garam fisiologis 3-4 kali perhari.3,5Biasanya, operasi pull-through dapat dilakukan segera setelah didiagnosis. Namun, beberapa bayi mungkin memerlukan tindakan kolostomi diawal, yaitu membuat lubang pada dinding perut (stoma) yang disambungkan pada usus yang normal (bagian proksimal dari zona transisional) dan penderita BAB lewat lubang tersebut. Diharapkan selama penderita BAB melalui lubang tersebut, usus tumbuh lebih memanjang dan nantinya usus dapat disambungkan lagi langsung dengan anus sehingga penderita dapat BAB normal kembali.4 Beberapa tahun belakangan, sebagiaan besar kasus dari penyakit Hirschsprung dapat didiagnosis pada periode neonatus. Banyak pusat-pusat kesehatan sekarang melakukan operasi pull-through pada bayi baru lahir dengan rasio kecacatan yang kecil dan hasil yang memuaskan. Keuntungan dari operasi pada bayi baru lahir adalah dilatasi kolon dapat dikendalikan dengan cepat melalui washout dan saat operasi, diameter dari usus yang akan dilakukan pull-through bisa mendekati normal sehingga memungkinkan anastomosis yang akurat dan meminimalkan kebocoran serta infeksi. Empat operasi yang paling sering digunakan dalam mengobati penyakit Hirschsprung adalah rektosigmoidektomi yang dikembangkan oleh Swenson dan Bill, prosedur retrorektal yang dikembangkan oleh Duhamel, prosedur endorektal yang dikembangkan oleh Soave dan anastomosis kolorektal anterior yang dikembangkan oleh Rehbein. Prinsip dasar dari semua prosedur tersebut adalah membawa usus yang berganglion turun ke anus. Hasil jangka panjang dari operasi ini cukup memuaskan jika dilakukan dengan benar. Akhir-akhir ini, sejumlah peneliti telah mengenalkan dan menyarankan sebuah variasi dari prosedur one-stage pull-through pada bayi baru lahir menggunakan teknik laparoskopi. Yang terbaru, sebuah operasi pull-through endorektal transanal yang dilakukan tanpa membuka abdomen telah digunakan dengan hasil yang sangat baik pada penyakit Hirschsprung segmen rektosigmoid.52.9. KomplikasiKomplikasi pascaoperasi dini yang dapat terjadi setelah operasi pull-through jenis apapun meliputi infeksi luka operasi, striktur anastomosis, retraksi dari rektum, adhesi intestinal dan ileus. Komplikasi yang lama meliputi konstipasi, enterokolitis, inkontinensia, masalah-masalah anastomosis, obstuksi usus adhesif dan komplikasi urogenital.52.9.1 Kebocoran AnastomosisKomplikasi pascaoperasi dini yang paling berbahaya setelah prosedur pull-through abdominoperineal definitif adalah kebocoran dari garis jahitan anastomosis. Faktor-faktor yang berperan pada kebocoran anastomosis terdiri dari iskemia bagian paling distal dari segmen pull-through kolon, tegangan pada anastomosis, garis jahitan anastomis yang tidak sempurna. Jika kebocoran terjadi pada penderita tanpa kolostomi disarankan untuk melakukan kolostomi pengalihan segera, memberikan antibiotik intravena dan melakukan irigasi rektum dengan cairan antibiotik beberapa kali sehari. Terlambatnya dalam pengalihan feses dapat menyebabkan abses pelvis yang luas dan memerlukan laparotomi dan drainase transabdominal.52.9.2. Retraksi Pull-ThroughRetraksi sebagian atau keseluruhan segmen kolon dari anastomosis dapat terjadi dan biasanya pada 3 minggu setelah operasi. Penilaian dalam anestesi umum sangat diperlukan. Pada kebanyakan pasien, penjahitan kembali anastomosis mungkin dapat dikerjakan dengan mudah melalui transanal. Untuk pemisahan yang kurang 50% dari anastomosis tetapi dengan vaskularitas kolon yang baik, diperlukan kolostomi pengalihan selama sekitar 3 bulan. Untuk penderita dengan pemisahan yang luas pada anastomosis, disarankan untuk dilakukan rekonstruksi pull-through transabdominal segera.52.9.3. Ekskoriasi Perianal

Ekskoriasi perianal terjadi hampir pada setengah penderita yang dilakukan prosedur pull-through, tetapi dapat diatasi selama 3 bulan dengan terapi lokal dan resolusi diare. Pemberian krim barier diatas kulit perianal sangat dianjurkan segera setelah operasi dan dilanjutkan selama minggu pertama. Resolusi diare akan mempercepat pembersihan iritasi kulit perianal.52.9.4. Enterokolitis

Enterokolitis terkait penyakit Hirschsprung adalah komplikasi dari penyakit Hirschsprung baik sebelum maupun sesudah periode operasi. Enterokolitis dapat terjadi kapan saja dari masa neonatus sampai dewasa. Insiden terjadinya enterokolitis bervariasi dari 20-58%. Untungnya, angka kematian telah menurun selama 30 tahun terakhir dari 30% ke 1%. Turunnya angka kematian ini berkaitan dengan diagnosis dini dari penyakit Hirschsprung dan enterokolitis, dekompresi rektal, resusitasi yang benar dan terapi antibiotik.5

2.9.5. Konstipasi

Konstipasi biasa terjadi setelah perbaikan definitif dari penyakit Hirschsprung dan dapat disebabkan oleh sisa-sisa aganglionosis dan tingginya tonus anal. Dilatasi anal yang berulang dan kuat atau injeksi toksin Botulin kedalam spinchter dalam anestesi umum bisa mengatasi masalah tersebut. Pada beberapa penderita, myektomi spinchter mungkin diperlukan.52.9.6. Varian Penyakit Hirschsprung Varian penyakit Hirschsprung meliputi kelainan-kelainan yang secara klinis mirip dengan penyakit Hirschsprung tetapi masih adanya sel-sel ganglion pada hasil biopsi rektal. Kelainan ini dapat didiagnosis dengan biopsi yang baik dan menggunakan berbagai jenis teknik histologis. Kelainan motilitas yang termasuk varian penyakit Hirschsprung yaitu displasia neuronal intestinal, hipoganglionosis, akalasia sphincter internal dan kelainan-kelainan otot polos.52.10. Prognosis

Prognosis dari bayi-bayi dan anak-anak dengan penyakit Hirschsprung umumnya cukup baik. Sebagian besar anak dapat memiliki kontinensia feses dan dapat mengontrol BAB. Namun, anak-anak dengan sindroma Down mungkin diperkirakan memiliki nilai yang rendah untuk kontinensia dan beberapa peneliti mendukung pemberian ostomi permanen.2,5BAB IIIANALISIS KASUSSeorang anak laki-laki dengan usia 3 bulan, beralamat di Palembang masuk rumah sakit dengan keluhan perut kembung. Dari alloanamnesis terhadap ibu penderita diketahui bahwa + 2,5 bulan SMRS perut penderita kembung, BAB tidak lancar, jumlah yang sedikit, warna kuning biasa, konsistensi lembek, muntah (-), demam (-). Penderita dibawa ke IGD RSMH penderita dipasang selang dari pantat dan dilakukan rontgen. Penderita dirawat di neonatus selama 10 hari. Penderita pulang dengan perbaikan. + 1 bulan SMRS, orang tua mengeluh perut penderita kembali kembung, BAB sedikit, muntah (-), demam (-), penderita dibawa ke poliklinik bedah anak RSMH, dipasang selang dari pantat dan dilakukan rontgen, kemudian penderita disarankan kontrol ke poliklinik setiap 2 minggu. Selama di rumah, BAB dibantu dengan selang dari pantat. + 1 hari SMRS, perut penderita kembali kembung, penderita tidak bisa BAB, muntah (-), demam (-), penderita dibawa ke poliklinik bedah anak RSMH, dipasang selang dari pantat dan dilakukan rontgen, lalu dirawat. Orang tua penderita mengaku, penderita baru BAB 24 jam setelah lahir.

Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan keadaan umum pasien yang tampak sakit sedang. Pada tanda-tanda vital didapatkan nadi, pernafasan, dan suhu masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik status lokalis regio abdomen, pada inspeksi didapatkan perut yang tampak cembung yaitu tampak dinding perut yang lebih tinggi daripada dinding dada saat penderita berbaring, pada palpasi didapatkan perut yang lemas, pada perkusi didapatkan keadaan perut yang tympani dan pada auskultasi didapatkan suara bising usus. Pada saat dilakukan colok dubur didapatkan anus (+) dan feses menyemprot (-).

Pada pemeriksaan radiologis abdomen posisi didapatkan distensi usus-usus. Pada pemeriksaan colon in loop yaitu dengan cara memasukkan kontras melalui anus lalu melihat gambaran distribusi kontras ke proksimal didapatkan adanya gambaran penyempitan distal kolon dengan dilatasi kolon proximal.

Dilakukan tindakan konservatif washing out yaitu pencucian pada usus dengan cara memasukkan rectal tube sampai usus yang masih normal (sampai didapatkan feses yang menyemprot melalui rectal tube), dan dibasuh dengan NaCl 0.9% hangat secara rutin 2x / hari. Dan untuk tindakan operatif direncanakan untuk dilakukan kolostomi yaitu membuat lubang pada dinding perut yang disambungkan pada usus yang normal (bagian proksimal dari zona transisional) dan penderita BAB lewat lubang tersebut. Diharapkan selama penderita BAB melalui lubang tersebut, usus tumbuh lebih memanjang dan nantinya usus dapat disambungkan lagi langsung dengan anus sehingga penderita dapat BAB normal kembali.

Prognosis pasien ini adalah quo ad vitam bonam dan quo ad functionam dubia ad bonam.DAFTAR PUSTAKA

1. Erik Peltz, D.O. Sabiston Textbook of. Surgery, 18th Ed. University of Colorado Health Science Center. Department of surgery;2010.2. Grosfeld J, ONeill J, Fonkalsrud E,Coran A. Pediatric Surgery, 6th ed. Mosby, Inc. Philadelphia; 2006.3. Kessmann J. Hirschsprungs Disease: Diagnosis and Management. American Family Physicians 2006;74:1319-22. 4. Moses S. Hirschsprung's Disease. Family Practice Notebook, LLC, 2008. 5. Puri P dan Hollwarth M (eds). Hirschsprungs Disease and Variants. Dalam: Pediatric Surgery: Diagnosis and Management. Halaman 453-462. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2009.

iii