Top Banner
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTIFIKASI Nama : Muhammad Fahri Umur : 1 tahun 3 bulan Jenis kelamin : Laki-laki Nama Ayah : Abdul Karim Nama Ibu : Yuliana Agama : Islam Kebangsaan : Indonesia Alamat : Pemulutan Kab. Ogan Ilir MRS : 17 Juli 2013 B. ANAMNESA (Alloanamnesis dengan ibu penderita, 31 Juli 2013) Keluhan Utama : Penurunan kesadaran Keluhan Tambahan : Demam dan kejang Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak ± 1 bulan SMRS, penderita mengalami demam, tidak terlalu tinggi, hilang timbul disertai batuk (+), pilek (-). Penderita dibawa berobat ke puskesmas dan diobati oleh dokter umum, keluhan berkurang namun timbul lagi. 1
75

CASE MENINGITIS ANAK

Jan 21, 2016

Download

Documents

meningitis bakterialis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: CASE MENINGITIS ANAK

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI

Nama : Muhammad Fahri

Umur : 1 tahun 3 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Nama Ayah : Abdul Karim

Nama Ibu : Yuliana

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Alamat : Pemulutan Kab. Ogan Ilir

MRS : 17 Juli 2013

B. ANAMNESA

(Alloanamnesis dengan ibu penderita, 31 Juli 2013)

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

Keluhan Tambahan : Demam dan kejang

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak ± 1 bulan SMRS, penderita mengalami demam, tidak terlalu tinggi,

hilang timbul disertai batuk (+), pilek (-). Penderita dibawa berobat ke

puskesmas dan diobati oleh dokter umum, keluhan berkurang namun timbul

lagi.

Sejak ± 2 hari SMRS penderita demam (+) tinggi, demam tidak turun,

menggigil (-), batuk (-). Penderita juga mengalami BAB cair, frekuensi

3x/hari, lebih banyak air daripada ampas, ada lendir, dan tidak ada darah.

Penderita dibawa berobat ke dokter umum, diberi 3 macam obat sirup, BAB

cair tidak lagi namun demam masih ada.

1

Page 2: CASE MENINGITIS ANAK

Sejak 1 hari SMRS, penderita masih mengalami demam tinggi, kejang (+),

frekuensi 3x/24 jam, fokal (+) (pada tangan kanan dan mulut), lama ±5 menit,

post iktal penderita tidak sadar. Penderita dibawa ke RS Bari Palembang, lalu

dirujuk ke RSMH Palembang dan dirawat di bagian anak divisi neurologi

RSMH Palembang.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat menderita sakit yang sama sebelumnya (+), kejang dengan

demam pada usia 5 bulan

- Riwayat batuk berulang (+)

- Riwayat kontak dengan penderita TB (+) → tetangga sebelah rumah

- Riwayat sering berkeringat pada malam hari (-)

- Riwayat sering demam sejak 1 bulan yang lalu (+)

- Riwayat berat badan tertinggi saat usia 1 tahun → 8,9 kg

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat sakit yang sama dalam keluarga disangkal

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa kehamilan : Cukup bulan

Partus : Spontan (G2P1A0)

Ditolong oleh : Bidan

Tanggal : 14 april 2012

Berat badan lahir : 3000 gram

Panjang badan lahir : 50 cm

Keadaan saat lahir : Langsung menangis

Riwayat Makan

ASI : Lahir – sekarang

Bubur susu : 6 bulan – 1 tahun

Nasi biasa : 1 tahun - sekarang

2

Page 3: CASE MENINGITIS ANAK

Riwayat Perkembangan

Berbalik : 3 bulan

Tengkurap : 4 bulan

Merangkak : 6 bulan

Duduk : 7 bulan

Berdiri : 9 bulan

Berjalan : 1 tahun

Berbicara : 1 tahun (beberapa suku kata)

Kesan : Perkembangan motorik dalam batas normal

Riwayat Imunisasi

BCG : 1 kali, usia 1 bulan (scar positif)

DPT : -

Polio : 2 kali

Hepatitis B : -

Campak : -

Kesan : Imunisasi dasar belum lengkap

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ayah penderita

berumur 30 tahun, pendidikan SMP dan bekerja sebagai petani. Ibu penderita

berumur 27 tahun, pendidikan SMP dan bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Secara ekonomi, keluarga penderita tergolong tingkat ekonomi menengah ke

bawah.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal pemeriksaan: 31 Juli 2013

Keadaan Umum

Kesadaran : E4M6V5

3

Page 4: CASE MENINGITIS ANAK

Nadi : 120 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup

Pernapasan : 28 x/menit

Suhu : 36,6 °c

Berat Badan : 7,3 kg

Tinggi Badan : 71 cm

Anemis : Ada

Sianosis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Dispnea : tidak ada

Edema : tidak ada

Status Gizi: BB/U : 7,3/11 x 100% = 66,3% antara -3SD sampai -2SD

PB/U : 71/79 x 100% = 89,87% antara -3SD sampai -2SD

BB/PB : 7,3/10 x 100% = 73% antara -3SD sampai -2SD

Kesan : gizi kurang

Keadaan Spesifik

Kepala

Bentuk : Mikrosefali, simetris, lingkar kepala 43 cm

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata : Cekung (-), Pupil bulat isokor ø 3 mm, reflek cahaya +/+

normal, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema

palpebra -/-

Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-).

Telinga : Sekret (-)

Mulut : mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).

Tenggorokan : T1-T1 hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.

Thorak

Paru-paru

Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi subcostal (-)

4

Page 5: CASE MENINGITIS ANAK

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-), stridor (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, voussure cardiac tidak terlihat

Palpasi : Thrill tidak teraba, iktus tidak teraba

Perkusi : Dalam batas normal

Auskultasi : HR: 120 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur

(-), gallop (-).

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB (-)

Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema pretibial (-), spastik

(+), CRT < 2 detik

Pemeriksaan Neurologis

Fungsi motorik

Pemeriksaan Tungkai

Kanan

Tungkai

Kiri

Lengan

Kanan

Lengan

Kiri

Gerakan Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas

Kekuatan 3 4 3 4

Tonus Hipertoni Hipertoni Hipertoni Hipertoni

Klonus - -

Reflek fisiologis Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat

Reflek patologis Babinsky + Babinsky + - -

Fungsi sensorik : Dalam batas normal

Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal

GRM : Kaku kuduk (-) , Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)

5

Page 6: CASE MENINGITIS ANAK

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

17 Juli 2013

Pemeriksaan Hematologi

No Parameter Hasil Rujukan

1 Hb 7,9 g/dl 11,3-14,1 g/dl

2 Ht 26 % 37-41 %

3 Leukosit 25.300 / mm3 6.000-17.500 / mm3

4 Eritrosit 3.700.000 / mm3 5.330.000-5.470.000 / mm3

5 Trombosit 562.000 / µL 217.000 – 497.000 / µL

6 MCV 71,1 fL 81 – 95 fL

7 MCH 21 pg 25 - 29 pg

8 MCHC 30 g/dl 29 - 31 g/dl

9 LED 120 mm/jam < 15 mm/jam

10 Diff count 0/2/2/65/20/11 0-1/1-6/2-6/50-70/25-40/2-8 %

11 Retikulosit 2,9 0,5-1,5 %

12 BSS 116 mg/dl <200 mg/dl

13 Natrium (Na) 144 mEq/L 135-155 mEq/L

14 Kalsium (Ca) 9,1 mg/dl 8,4 – 10,4 mg/dl

15 Phospor 5,2 mg/dl 2,5 – 7,0 mg/dl

16 Feritin 468,50 ng/ml 13-400 ng/ml

17 Besi 63 µg/l 61-157 µg/l

18 TIBC 341 µd/dl 112-346 µd/dl

6

Page 7: CASE MENINGITIS ANAK

Pemeriksaan LCS

No Parameter Hasil Pemeriksaan Rujukan

LCS

Makroskopi

1 Volume 2 cc

2 Warna Tidak berwarna Transudat : kekuningan

Eksudat : kuning sd merah

3 Kejernihan Jernih Transudat : jernih

Eksudat : keruh

4 Bau Tidak berbau Transudat : tidak berbau

Eksudat : berbau busuk

5 Berat jenis 1.010 Transudat : < 1.016

Eksudat : > 1.016

6 Bekuan Negatif Transudat : negatif

Eksudat : positif

7 pH 8,0 Transudat : 7,4-7,6

Eksudat : <7,3

Mikroskopi

8 Jumlah

leukosit

253,0 sel/µl Transudat : <500

Eksudat : >500

9 PMN cell 81 % Transudat : lebih sedikit

Eksudat : lebih banyak

10 MN cell 19 % Transudat : lebih banyak

Eksudat : lebih sedikit

11 Nonne Negatif Transudat : jernih

Eksudat : keruh

12 Pandy Positif Transudat : jernih

Eksudat : keruh

13 Protein 0,1 g/dl Transudat : <2,5

7

Page 8: CASE MENINGITIS ANAK

Eksudat : >3

14 LDH 238 U/L Transudat : <200

Eksudat : >200

15 Glukosa 37 mg/dl Transudat : = kadar di

serum

Eksudat : < kadar di serum

16 Klorida 117 mEq/L 98 – 107

Gambaran Darah Tepi (17 Juli 2013)

- Eritrosit : Mikrositik hipokrom

- Leukosit : Jumlah meningkat, bentuk normal

- Trombosit : Jumlah meningkat, bentuk normal

Kesan : Anemia mikrositik hipokrom disertai leukositosis dan

trombositosis ec anemia penyakit kronis disertai infeksi

bakteri

Pemeriksaan Rontgen Thorax (17 Juli 2013)

8

Page 9: CASE MENINGITIS ANAK

Pada pemeriksaan foto toraks didapatkan :

- Cor tidak membesar

- Corakan bronkoaskular meningkat

- Hilus kiri menonjol dengan kalsifikasi

- Diafragma licin

- Sinus costophrenicus lancip

- Jaringan lunak baik

Kesan : Pembesaran limfonodi hilus kiri, cenderung TB primer

Pemeriksaan Biakan (29 Juli 2013)

Hasil Mikroskopis: Gram (+) Coccus (+)

Leukosit 3-4/lp

Epitel 2-4/lp

Hasil Biakan : Staphylococcus aureus

E. DIAGNOSIS BANDING

9

Page 10: CASE MENINGITIS ANAK

Meningitis bakterialis

Meningitis tuberkulosis

Meningitis aseptik/viral

Ensefalitis virus

F. DIAGNOSIS KERJA

Meningitis bakterialis + TB paru + Gizi kurang + Mikrosefali + Anemia

hipokrom mikrositer disertai leukositosis dan trombositosis ec anemia

penyakit kronis dan infeksi bakteri.

G. PENATALAKSANAAN

IVFD D5 ¼ NS , gtt 7 x / menit makro

O2 canul 2 L/m

Ceftriaxone 1 x 750 mg (iv)

Dexametasone 3 x 2 mg (iv)

Parasetamol syrup 10-15 mg/kgbb; 3 x ¾ cth (7,5ml),

bila T ≥ 38,5 0 C

Ambroxol syrup 2 x 2,5 ml (1/2 cth)

R/H/Z 100 mg/75 mg/20 mg

Fenitoin maintenance 2 mg/kgBB

Diet : F100 8x150 cc

Rencana transfusi PRC

H. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Follow Up

Tanggal Keterangan

1

Agustus

S: Keluhan : demam menurun

O: Keadaan Umum

10

Page 11: CASE MENINGITIS ANAK

2013 Sens: E4M6V5

RR : 30 x/menit

N : 134 x/menit T : 37 oC

Keadaan spesifik

Kepala : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), pupil bulat

isokor, ø 3 mm, reflek cahaya +/+ , edema palpebra

(-) , nafas cuping hidung (-), mikrosefali

Leher : pembesaran KGB (-)

Thorak : simetris, retraksi (-)

Cor : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : vesikuler normal, rhonki (-), wheezing (-)

Abdomen : datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik,

Status neurologikus

Fungsi Motorik

Pemeriksaan Tungkai

Kanan

Tungkai

Kiri

Lengan

Kanan

Lengan

Kiri

Gerakan Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas

Kekuatan 3 4 3 4

Tonus Hipertoni Hipertoni Hipertoni Hipertoni

Klonus - -

Reflek

fisiologis

Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat

Reflek

patologis

Babinsky

+

Babinsky

+

- -

Fungsi sensorik : dalam batas normal

Fungsi nervi craniales : dalam batas normal

GRM : (-)

11

Page 12: CASE MENINGITIS ANAK

M1 : Meningitis bakterialis

M2 : TB paru

M3 : Gizi kurang

M4 : Mikrosefali

M5 : Anemia hipokrom mikrositer dengan leukosistosis dan

trombositosis

P: IVFD D5 ¼ NS , gtt 7 x / menit makro

O2 canul 2 L/m

Ceftriaxone 1 x 750 mg (iv)

Dexametasone 3 x 2 mg (iv)

Parasetamol syrup 10-15 mg/kgbb; 3 x ¾ cth (7,5ml),

bila T ≥ 38,5 0 C

Ambroxol syrup 2 x 2,5 ml (1/2 cth)

R/H/Z 100 mg/75 mg/20 mg

Fenitoin maintenance 2 mg/kgBB

Diet : F100 8x150 cc

Rencana transfusi PRC

12

Page 13: CASE MENINGITIS ANAK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MENINGITIS

2.1.1 DEFENISI

Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk dura, arachnoid

dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat disebabkan oleh

beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat diidentifikasi oleh

peningkatan kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS).3

13

Page 14: CASE MENINGITIS ANAK

Gambar 1. Meningitis

2.1.2 EPIDEMIOLOGI

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen

spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 – 12

bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi

pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri

patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan

padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi

yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari

kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.7

Meningitis Bakterial

Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia

dan jenis pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas pada

neonatus tinggi dan meningitis bakterial juga menyebabkan long term sequelae

yang menyebabkan morbiditas pada periode neonatal. Mortalitas tertinggi yakni

pada tahun pertama kehidupan, menurun pada pertengahan (mid life) dan

meningkat kembali di masa tua. Insidens lebih banyak pada kulit hitam. Bayi laki

– laki lebih sering terkena meningitis gram negatif, bayi perempuan lebih rentan

terhadap infeksi L.monocytogenes , sedangkan Streptococcus agalactiae (GBS)

mengenai kedua jenis kelamin.8

14

Page 15: CASE MENINGITIS ANAK

Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun.

Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah.

Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000

kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih

tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus group B dan

E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada neonatus. Penyakit

ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40%

diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit

neurologis.9-11

Meningitis Tuberkulosis

Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan

kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5%

dari seluruh kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai

frekuensi yang lebih tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk.

Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena

morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai

pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih

rendah. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam

usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian

berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18%

pasien yang normal secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis

tuberkulosis yang tidak diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka

kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa.6,9,10

Meningitis Viral

Insidens meningitis viral di Amerika serikat yang secara resmi dilaporkan

berjumlah lebih dari 10.000 kasus, namun pada kenyataannya dapat mencapai

75.000 kasus. Kekurangan dalam pelaporan data ini disebabkan oleh gejala klinis

yang tidak khas dan inabilitas beberapa virus untuk tumbuh dalam kultur.

Menurut data yang dilaporkan Centers for Disease Control and Prevention

15

Page 16: CASE MENINGITIS ANAK

(CDC), pasien rawat inap dengan meningitis viral sekitar 25.000 – 50.000 tiap

tahunnya.12

Di seluruh dunia, penyebab meningitis viral termasuk enterovirus, mumps

virus mumps (gondongan), virus measles (campak), virus varicella zoster (VZV)

dan HIV. Gejala meningitis dapat timbul hanya pada 1 dari 3000 kasus. Mumps

menyebabkan 10-20% meningitis dan meningoencephalitis di bagian negara

dimana akses vaksin sulit. Insidens 20 kali lebih besar pada tahun pertama

kehidupan. Pada neonatus lebih dari 7 hari, meningitis aseptik sering disebabkan

oleh enterovirus. Vaksinasi mengurnagi insidens dari meningitis oleh virus

mumps, polio dan measles. Virus mumps dan measles sering menyebabkan

meningitis pada anak usia sekolah sampai kuliah. Enterovirus 1,3 – 1,5 kali lebih

sering lebih sering menyebabkan meningitis pada laki-laki dibanding perempuan ,

sedangkan virus mumps 3 kali lebih sering menyerang laki-laki dibanding

perempuan. Menurut WHO tahun 1997, meningitis enteroviral dengan sepsis

merupakan penyebab tersering ke-5 kematian pada neonatus. Diluar periode

neonatal mortalitas kurang dari 1%, begitu juga dnegan morbiditasnya.12

Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa.

Di negeri tropis dan subtropis tingginya frekuensi meningitis virus tidak

bergantung kepada musim seperti pada negeri beriklim dingin yang angka

kejadian tertingginya dijumpai pada musim panas dan musim rontok.9

2.1.3. ETIOLOGI

Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun

parasit :

Virus :

Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami

tanpa pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama

selama musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa

kasus saja yang berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain yang dapat

menyebabkan meningitis, yakni :

Virus Mumps

16

Page 17: CASE MENINGITIS ANAK

Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-

zoster, Measles, and Influenza

Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses)

Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis

virus), disebarkan melalui tikus.5

Bakteri :

Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang dewasa

muda

di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningitidis. Meningitis disebabkan

oleh bakteri ini dikenal sebagai penyakit meningokokus. Bakteri penyebab

meningitis juga bervariasi menurut kelompok umur.5

Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada

bayi normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu,

Streptococcus group B, basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes).

Meningitis pada kelompok ini kadang -kadang dapat karena Haemophilus

influenzae dan patogen lain ditemukan pada penderita yang lebih tua.

Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan – 12 tahun biasanya karena H.

influenzae tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis.

Penyakit yang disebabkan oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur

namun seringkali terjadi sebelum usia 2 tahun.

Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan

Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter

diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.

Risk and/or Predisposing Factor Bacterial Pathogen

Age 0-4 weeks Streptococcus agalactiae (group B streptococci)

E coli K1

Listeria monocytogenes

Age 4-12 weeks S agalactiae

17

Page 18: CASE MENINGITIS ANAK

E coli

H influenzae

S pneumoniae

N meningitides

Age 3 months to 18 years N meningitidis

S pneumoniae

H influenza

Age 18-50 years S pneumoniae

N meningitidis

H influenza

Age older than 50 years S pneumoniae

N meningitidis

L monocytogenes

Aerobic gram-negative bacilli

Immunocompromised state S pneumoniae

N meningitidis

L monocytogenes

Aerobic gram-negative bacilli

Intracranial manipulation, including

neurosurgery

Staphylococcus aureus

Coagulase-negative staphylococci

Aerobic gram-negative bacilli, including

P aeruginosa

Basilar skull fracture S pneumoniae

H influenzae

Group A streptococci

CSF shunts Coagulase-negative staphylococci

S aureus

Aerobic gram-negative bacilli

Propionibacterium acnes

Tabel 1. Bakteri penyebab tersering menurut umur dan faktor predisposisi 2

Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :3

a. 0 – 3 bulan :

Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen termasuk

bakteri, virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri penyebab

18

Page 19: CASE MENINGITIS ANAK

yang tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri usus

selain E.Coli ( Klebsiella, Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus

lain, jamur, nontypeable H.influenza, dan bakteri anaerob. Virus yang

sering seperti Herpes simplekx virus (HSV), enterovirus dan

Cytomegalovirus.

b.3 bulan – 5 tahun

Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika Serikat,

penyakit yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun. Bakteri

penyebab tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti

N.meningitidis dam S.Pneumoniae. H. influenza tipe B masih dapat

dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi pada anak kurang dari 2

tahun yang belum mendapat imunisasi atau imunisasi yang tidak lengkap.

Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harus

dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi

dan jika didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang

mendukung diagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia ini

seperti enterovirus, HSV, Human Herpesvirus-6 (HHV-6).

c. 5 tahun – dewasa

Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti

N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat

menyebabkan meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup

usia ini. Meningitis virus pada grup ini tersering disebabkan oleh

enterovirus, herpes virus, dan arbovirus. Virus lain yang lebih jarang

seperti virus Epstein-Barr , virus lymphocytic choriomeningitis, HHV-6,

virus rabies, dan virus influenza A dan B.

Pada host yang immunocompromised, meningitis yang terjadi selain dapat

disebabkan oleh pathogen seperti di atas, harus juga dipertimbangkan oleh

pathogen lain seperti Cryptococcus, Toxoplasma, jamur, tuberculosis dan HIV.

19

Page 20: CASE MENINGITIS ANAK

Tabel 3. Etiologi Meningitis pada Anak

2.1.4 PATOGENESIS

Meningitis Bakterial 1

Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :

1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti

faringitis, tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan

ini sering didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai

dengan kuman yang ada dalam cairan otak.

2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh

infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.

3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi

lumbal dan mielokel.

4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:

Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau

oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir

Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.

20

Page 21: CASE MENINGITIS ANAK

Gambar 2. Patogenesis Meningitis Bakterial

Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran

hematogen. Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab

meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur

hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai berikut :

1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)

2. Bakteri menembus rintangan mukosa

3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel

fagosit dan aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.

4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal

5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal

6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu

melampaui semua tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme

virulensi yang berbeda-beda, dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan

yang khusus pada satu atau lebih dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis

bacterial dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor, yaitu host yang rentan,

bakteri penyebab dan lingkungan yang menunjang.

Faktor Host

21

Page 22: CASE MENINGITIS ANAK

Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis:

1. Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis

dibandingkan dengan wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan

meningitis, laki-laki dan wanita berbanding 1,7 : 1

2. Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah

menderita meningitis disbanding bayi cukup bulan

3. Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama

kehamilan, adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah

terjadinya sepsis dan meningitis

4. Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit,

defisiensi beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya

properdin serum, rendahnya konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di

transfer melalui plasenta pada bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama

sekali tidak di transfer melalui plasenta), akan mempermudah terjadinya

infeksi atau meningitis pada neonates. Rendahnya IgM dan IgA berakibat

kurangnya kemampuan bakterisidal terhadap bakteri gram negatif.

5. Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia

atau dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital,

kekurangan sel B dan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya

meningitis

6. Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit

Hodgkin menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga

mempermudah terjadinya infeksi.

7. Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah

terjadinya infeksi

8. Malnutrisi

Faktor Mikroorganisme

Penyebab meningitis bakterial terdiri dari bermacam-macam bakteri.

Mikroorganisme penyebab berhubungan erat dengan umur pasien. Pada periode

neonatal bakteri penyebab utama adalah golongan enterobacter terutama

22

Page 23: CASE MENINGITIS ANAK

Escherichia Coli disusul oleh bakteri lainnya seperti Streptococcus grup B,

Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan Salmonella sp. Sedangkan pada

bayi umur 2 bulan sampai 4 tahun yang terbanyak adalah Haemophillus influenza

type B disusul oleh Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitides. Pada

anak lebih besar dari 4 tahun yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia,

Neisseria meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis bakterial

adalah kuman batang gram negative seperti Proteus, Aerobacter, Enterobacter,

Klebsiella Sp dan Seprata Sp.

Faktor Lingkungan

Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan

sosial ekonomi rendah memgang peranan penting untuk mempermudah terjadinya

infeksi. Pada tempat penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi

penularan. Adanya vektor binatang seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu

predisposisi, untuk terjadinya leptospirosis.

Meningitis Tuberkulosis 9

Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis

primer, biasanya dari paru. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya

selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder

melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang

atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid (rich dan

McCordeck). Kadang-kadang dapat juga terjadi per-kontinuitatum dari mastoiditis

atau spondilitis.

Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan

meningo-ensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak,

terutama batang otak (brain stem) tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat

yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna

basalis dan mengakibatkan hidrocephalus serta kelainan saraf pusat. Tampak juga

kelainan pembuluh darah seperti Arteritis dan Phlebitis yang menimbulkan

23

Page 24: CASE MENINGITIS ANAK

penyumbatan. Akibat penyumbatan ini terjadi infark otak yang kemudian

mengakibatkan perlunakan otak.

Meningitis Viral

Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya

virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah

masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh dengan

beberapa cara:1

Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan

atau organ tertentu.

Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian

menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.

Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah

pertama kali masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke

organ lain.

Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput

lender dan menyebar melalui system saraf.

Berikut contoh cara transmisi virus :12

Enterovirus : biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui

rute saluran respirasi

Arbovirus : melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk

Virus limfositik koriomeningitis – melalui kontak dengan tikus dan

sejenisnya ataupun bahan eksresinya.

Pada umumnya, virus masuk ke sistem limfatik, melalui penelanan

enterovirus; pemasukan membran mukosa oleh campak, rubela, VVZ atau HSV;

atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain.

Ditempat tersebut, mulai terjadi multiplikasi dan masuk alirann darah

menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada

sakit demam, sistemik, tetapi tidak terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada

organ yang ditempati, penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi

24

Page 25: CASE MENINGITIS ANAK

SSP disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis. HSV-1 mungkin mencapai

otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf.

Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan

penghancuran jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh

reaksi hospes terhadap antigen virus. Kebanyakan penghancuran saraf mungkin

karena invasi virus secara langsung, sedangkan respon jaringan hospes yang hebat

mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler dan (3)

oleh reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten.1,7

Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau

neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui.

Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas

pada virus Herpes (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus),

dan kemungkinan beberapa enterovirus. Pertahanan tubuh mencegah

inokulum virus dari penyebab infeksi yang signifikan secara klinis. Hal ini

termasuk respon imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan kulit, dan blood-

brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada sistem organ awal ( seperti mukasa

sistem respiratorius atau gastrointestinal ) dan mencapai akses ke pembuluh darah.

Viremia primer memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen

dan kelenjar limfe / limfonodus) jika replikasinya timbul disamping pertahanan

imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung

jawab dalam SSP . Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam

melawan pertahanan host.

Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya

dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler

atau melalui defek natural (area post trauma dan tempat lainyang kurang BBB).

Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear

(PMN) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48 jam pertama, diikuti

kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSS telah

dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam

melawan beberapa virus.

25

Page 26: CASE MENINGITIS ANAK

Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke SSP

dengan transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis

HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa

oleh serat olfaktori ke basal frontal dan lobus temporal anterior.

2.1.5 MANIFESTASI KLINIS

Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam,

sakit kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala

lain, seperti :

Mual

Muntah

Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)

Perubahan atau penurunan kesadaran

Meningitis Bakterial

Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:9

1. Gejala infeksi akut.

a. Lethargy.

b. Irritabilitas.

c. Demam ringan.

d. Muntah.

e. Anoreksia.

f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).

g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).

2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.

a. Muntah.

b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).

c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)

d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.

e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.

26

Page 27: CASE MENINGITIS ANAK

f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.

g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis,

Strabismus.

h. Crack pot sign.

i. Pernafasan Cheyne Stokes.

j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang

lebih besar).

3. Gejala ransangan meningeal.

a. Kaku kuduk positif.

b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala

di atas terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan

punggung.

Pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat

diandalkan sebagai diagnosis. Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu

dilakukan pungsi lumbal untuk mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).

Gambar 3. Tanda Brudzinski dan Gambar 4. Tanda Kernig

27

Page 28: CASE MENINGITIS ANAK

Gambar 5. Manifestasi klinis pada bayi / neonatus

Gambar 6. Manifestasi klinis pada anak dan dewasa

Meningitis Tuberkulosis 9,10

Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun

selaput otak sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis miliaris

sehingga pada penyebaran miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun

gejala meningitis belum tampak.

28

Page 29: CASE MENINGITIS ANAK

Meningitis Viral 5,9

Biasanya gejala dari meningitis viral tidak seberat meningitis dan dapat sembuh

alami tanpa pengobatan yang spesifik.

Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadang-

kadang didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang ditemukan

pada anak besar ialah panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku

kuduk. Gejala lain yang dapat timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah,

penurunan kesadaran, nyeri pada kuduk dan punggung, fotophobia, parestesia,

myalgia. Gejala pada bayi tidak khas. Bayi mudah terangsang dan menjadi

gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang didapati.

Bila penyebabnya Echovirus atau Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan

panas yang akan menghilang setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku

kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski kadang-kadang positif.

Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti :

Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus

Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari

campak dan enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan

herpangina dari infeksi coxsackie virus A

Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV

29

Page 30: CASE MENINGITIS ANAK

Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV

atau HIV

Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps

2.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pungsi Lumbal 1

Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering

dilakukan pada segala umur, dan relatif aman

Indikasi

1. Kejang atau twitching

2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI

3. Koma

4. Ubun-ubun besar membonjol

5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun

6. TBC milier

7. Leukemia

8. Mastoiditis kronik yang divurigai meningitis

9. Sepsis

Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya

dah pada pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan

dilakukan pada meningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis.

Cairan serebrospinal dikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit

kepala dan sakit pinggang. Pungsi lumbal berulang-ulang juga dilakukan pada

tekanan intrakranial meninggi jinak (beningn intracranial hypertension), pungsi

lumbal juga dilakukan untuk memasukkan obat-obat tertentu.

Kontraindikasi

Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah sekitar

tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses

30

Page 31: CASE MENINGITIS ANAK

desak ruang dalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan pembekuan

yang belum diobati. Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga karena

infeksi (meningitis) bukan kontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan hati-hati.

Gambar 7. Lumbal Pungsi

Pengukuran Tekanan Cairan Serebrospinal

Bila tusukan jarum pungsi lumbal tepat dan LCS mengalir keluar, manometer

pengukur tekanan LCS dihubungkan dengan pangkal jarum pungsi lumbal

tersebut. LCS dibiarkan mengalir mengisi manometer, dan tingginya cairan yang

mengisi manometer diukur dalam milimeter air. Nilai normal tekanan LCS 50-200

mm pada keadaan tenang. Pada anak yang berontak, menangis atau batuk tekanan

akan meningkat.

Pemeriksaan LCS

Biasanya pada LP yang berhasil LCS yang keluar ditampung dalam botol steril

untuk pemeriksaan lengkap. Cairan yang keluar diperhatikan kejernihan dan

warnanya, kemudian ditentukan adanya protein yang meninggi dengan

menggunakan uji Pandy dan Nonne.

31

Page 32: CASE MENINGITIS ANAK

Pada uji Pandy 1-2 tetes LCS diteteskan ke dalam tabung reaksi yang

sebelumnya telah diisi dengan 1 ml larutan fenol jenuh (carbolic acid). Bila kadar

protein meninggi akan didapatkan warna putih keruh atau endapan putih dalam

tabung reaksi tersebut.

Pada uji Nonne, 0,5 ml LCS dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang

sebelumnya telah diisi dengan 1 ml larutan amonium-sulfat jenuh. Bila kadar

protein LCS meningkat didapati cincin putih pada perbatasan kedua cairan

tersebut.

Pada kesempatan selanjutnya ditentukan jumlah dan diferensiasi sel, kadar

protein, glukosa dan kuman dengan preparat langsung maupun kultur. Pada

keadaan normal LCS berwarna jernih seperti akuadest, tetapi pada neonatus bisa

xantokrom.

Sel

Untuk menghitung jumlah sel LCS harus segar, harus sudah dihitung dalam waktu

1 jam sesduah pungsi, karena jika terlalu lama sebagia sel menempel di dinding

tabung/botol, sebagian sudah lisis sehingga mempengaruhi perhitungan. Jumlah

sel leukosit normal pada bayi sampai umur 1 tahun adalah 10 sel/ µl, 1-4 tahun 8

sel/ µl, reamaj dan dewasa 2,59 ± 1,73 leukosit /µl. Eritrosit biasanya tidak

terdapat pada anak dan orang dewasa, kecuali pada pungsi traumatik. Adanya sel

neoplastik, plasmasit, sel stem dan eosinofil dalam LCS selalu abnormal.

Sel eritrosit berlebihan dalam LCS menunjukkan adanya perdarahan atau

pungsi traumatik, untuk membedakannya segera lakukan pemutaran (centrifuge)

dan perhatikan supernatanya. Apabila supernatan berwarna xantokrom berarti

perdarah lama, jika jernih berarti pungsi traumatik.

Apabila terdapat peninggian jumlah sel dan terutama PMN, maka

kemungkinan pasien menderita meningitis bakterial, atau pada meningitis virus

dini atau neoplasma.di Bagian ilmu kesehatan anak FKUI dipakai patokan jumlah

sel LCS normal pada anak 20/3 per µl dan pada neonatus minggu pertama 100/3

per µl, tetapi tergantung juga pada keadaan klinis pasien dan diferensiasi sel.

32

Page 33: CASE MENINGITIS ANAK

Protein

Kadar protein normal 20-40 mg/dl. Kadar ini meningkat pada sindrom Guillain

Barre, tumor intrakranial atau intraspinal, perdarah intrakranial, penyakit

degeneratif dan meningitis.

Pada neonatus kadar protein agak lebih tinggi, yaitu 40-80 mg/dl pada

umur 0-2 minggu, dan 30-50 mg/dl pada umur 2-4 minggu. Pada neonatus dengan

berat badan lahir rendah kadar protein lebih tinggi lagi rata-rata 100 mg/dl. Kadar

protein yang tinggi pada neonatus mungkin disebabkan oleh fungsi sawar darah

otak yang belum matang dan adanya perdarahan-perdarahan kecil saat partus.

Glukosa

Kadar normal glukosa dalam LCS antara ½ - 2/3 kadar glukosa plasma, biasanya

50-90 mg/dl. Bila memeriksa kadar glukosa LCS perlu pula ditentukan kadar

glukosa plasma dan kedua nilai ini dibandingkan. Bila kadar glukosa LCS kurang

dari 50% kadar glukosa plasma, maka dapat dikatakan bahwa kadar glukosa

dalam LCS merendah. Penurunan kadar glukosa dalam LCS didapati pada pasien

dengan meningitis bakterial, karsinomatosis selaput otak dan lain-lain.

Mikroorganisme

Pemeriksaan mikroorganisme perlu dilakukan yang pertama-tama dengan

pewarnaan gram. Dengan melihat bentuk kuman dan gram dapat diduga

diagnosisnya secara cepat. Biakan LCS dalam media dan uji sensitivitas terhadap

obat dapat menentukan kuman penyebab yang sebenarnya dan obat yang serasi.

Meningitis bakterial 10

- Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan

elektrolit jika ada indikasi.

- Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan

menentukan etiologi :

33

Page 34: CASE MENINGITIS ANAK

Didapatkan cairan keruh atau opalesens dengan Nonne (-)/(+) dan

Pandy (+)/(++).

Jumlah sel 100-10.000/m3 dengan hitung jenis predominan

polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl, glukosa <40 mg/dl. Pada

stadium dini jumlah sel dapat normal dengan predominan limfosit.

Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat

tidak spesifik.

- Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap diberikan

pemberian antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai

diagnostik kecuali identifikasi kuman, itupun jika antibiotiknya senstitif)

- Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat tanda-

tanda peningkatan tekanan intracranial, pungsi lumbal masih dapat

dilakukan asalkan berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat

meminimalkan komplikasi terjadinya herniasi.

- Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan

gejala peningkatan tekanan intracranial oleh karena lesi desak ruang.

- Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat

atau curiga ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan

abses otak)

- Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan

umum.

Meningitis Tuberkulosis 10

- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula

darah. Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3).

Sering ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi

antidiuretik hormon yang tidak adekuat.

- Pungsi lumbal :

Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom

34

Page 35: CASE MENINGITIS ANAK

Jumalh sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500

sel/mm3. Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium

awal dapat dominan polimorfonuklear.

Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan glukosa menurun

dibawah 35 mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal

Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc tetap

dilakukan.

Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal

ulangan dapat memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu.

- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked

immunosorbent assay (ELISA) dan Latex particle agglutination dapat

mendeteksi kuman Mycobacterium di cairan serebrospinal (bila

memungkinkan).

- Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat

menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma,

maupun hidrosefalus.

- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis.

- Uji Tuberkulin dapat mendukung diagnosis

- Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat

menunjukkan perlambatan gelombang irama dasar.9

Meningitis Viral

- Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan

- Pemeriksaan LCS merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan

penyebab meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan

dengan tanda neurologis abnormal untuk menyingkirkanlesi intrakranial atau

hidrosefalus obstruktif sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur LCSD tetap

kriteria standar pada pemeriksaan bakteri atau piogendari meningitis aseptic.

Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari meningitis bakteri dapat timbul

dengan pewarnaan gram negative dan maka timbul aseptic. Hal berikut ini

35

Page 36: CASE MENINGITIS ANAK

merupakan karakteristik LCS yangdigunakan untuk mendukung diagnosis

meningitis viral:

Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000x

109/L darah telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear

predominan merupakan aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama

pada 12-24 jam pertama; hitung sel biasanya kemudian didominasi oleh

limfosit pada pola LCS klasik meningitisviral. Hal ini menolong untuk

membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana mempunyai lebih

tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada perbedaan sel; hal ini

merupakan bukan merupakan aturan yang absolute bagaimanapun.

Protein: Kadar protein LCS biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat

bervariasi dari normal hingga setinggi 200 mg/dL.

- Studi Pencitraan : Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis

dapat termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI

otak dengan gadolinium. CT scan dengan contrast menolong dalam

menyingkirkan patologi intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk

mengevaluasi untuk penambahan sepanjang mening dan untuk menyingkirkan

cerebritis, abses intrakranial, empyema subdural, atau lesi lain. Secara

alternative, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium dapat dilakukan.

MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada memvisualisasikan

patologi intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1 lebih sering

mempengaruhi basal frontal dan lobus temporal dengan gambaran sering lesi

bilateral yang difus.

- Tes Lain : Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis

dalam24-48 jam harus dilakukan rencana kerja untuk mengetahui penyebab

meningitis. Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan

kontras dan visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area temporal

adalah diperlukan. EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis

dicurigai pada pasien yang terganggu, Periodic lateralized epileptiform

discharge (PLEDs) seringkali terlihat pada ensefalitis herpetic.

36

Page 37: CASE MENINGITIS ANAK

- Prosedur : Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam

mendiagnosis meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada

indikasi individu dan keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan

intrakranial, biopsi otak, dan drainase ventricular atau shunting.

Tabel 4. Kadar Normal Cairan Cerebrospinal

Tabel. 5. Gambaran Cairan Serebrospinal pada meningitis berdasarkan agen etiologinya 2

2.1.7 DIAGNOSIS

Meningitis Bakterial

37

Page 38: CASE MENINGITIS ANAK

Diagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala

dan tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah, kaku

kuduk dan adanya tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi pada

meningismus, meningitis TBC dan meningitis aseptic. Hamper semua penulis

mengatakan bahwa diagnosis pasti meningitis hanya dapat dibuat dengan

pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Oleh Karena itu setiap

pasien dengan kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi lumbal.1

Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi

pada stadium dini dapat diperoleh cairan yang jernih. Reaksi Nonne dan Pandy

umumnya didapatkan positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter

kubik cairan yang sebagian besar terdiri dari sel polimorphonuclear (PMN). Pada

stadium dini didapatkan jumlah sel hanya ratusan permilimeter kubik dengan

hitung jenis lebih banyak limfosit daripada segmen. Oleh karena itu pada keadaan

sedemikian, pungsi lumbal perlu diulangi keesokan harinya untuk menegakkan

diagnosis yang pasti. Keadaan seperti ini juga ditemukan pada stadium

penyembuhan meningitis purulenta. Kadar protein dalam CSS meninggi. Kadar

gula menurun tetapi tidak serendah pada meningitis tuberkulosa. Kadar klorida

kadang-kadang merendah.9

Dari pemeriksaan sediaan langsung dibawah mikroskop mungkin dapat

ditemukan kuman penyebab, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Diferensiasi

kuman yang dapat dipercaya hanya ditentukan secara pembiakan (kultur) dan

percobaan binatang. Tidak ditemukan kuman pada sediaan langsung bukanlah

kontra-indikasi terhadap diagnosis. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan

leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri (Shift to the left). Umumnya

terdapat anemia megaloblastik.9

Meningitis Tuberkulosis

Diagnosis dapat ditentukan atas dasar gambaran klinis serta yang terpenting ialah

gambaran CSS. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila ditemukan kuman

tuberkulosis dalam CSS. Uji tuberkulin yang positif, kelainan radiologis yang

tampak pada foto roentgen thorak dan terdapatnya sumber infeksi dalam keluarga

hanya dapat menyokong diagnosis. Uji tuberkulin pada Meningitis tuberkulosis

38

Page 39: CASE MENINGITIS ANAK

sering negatif karena reaksi anergi (false-negative), terutama dalam stadium

terminalis.9

Meningitis Viral

Diagnosis etiologis hanya dapat dibuat dengan isolasi virus. Dalam prakteknya,

pemeriksaan serologis tidak dikerjakan berhubung dengan banyaknya jenis virus

yang dapat menyebabkan penyakit ini.

Diagnosis biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis, kelainan CSS

dan perjalanan penyakit yang self-limited. Biakan CSS terhadap kemungkinan

penyebab mikroorganisme lain harus dikerjakan (fungus, leptospira,

mikobakterium) agar kemungkinan mikroorganisme penyebab lain dapat

disingkirkan.

Selain biakan CSS, pemeriksaan lain seperti uji tuberkulin, foto Roentgen

thorak, mencari sumber tuberkulosis harus dikerjakan agar dapat menyingkirkan

kemungkinan meningitis tuberkulosa.

2.1.8 DIAGNOSIS BANDING 1

Abses otak

Encephalitis

Herpes Simplex

Herpes Simplex Encephalitis

Neoplasma

Kejang demam

Subarachnoid Hemorrhage

2.1.9 KOMPLIKASI 1-2

Komplikasi dini :

Syok septik, termasuk DIC

Koma

Kejang (30-40% pada anak)

Edema serebri

Septic arthritis

Efusi pericardial

Anemia hemolitik

39

Page 40: CASE MENINGITIS ANAK

Komplikasi lanjut :

Gangguan pendengaran

samapi tuli

Disfungsi saraf kranial

Kejang multipel

Paralisis fokal

Efusi subdural

Hidrocephalus

Defisit intelektual

Ataksia

Buta

Waterhouse-Friderichsen

syndrome

Gangren periferal

2.1.10 TATA LAKSANA

Meningitis bakterial

Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke meningitis.

Idealnya kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh sebelum

antibiotik yang diberikan. Jika bayi yang baru lahir dengan ventilator dan

penilaian klinis menunjukkan pungsi lumbal mungkin berbahaya, dapat ditunda

hingga bayi stabil. Pungsi lumbal yang dilakukan beberapa hari pengobatan awal

berikut masih menunjukkan kelainan seluler dan kimia namun hasil kultur bisa

negatif.8

Terapi cairan dan elektrolit dilakukan dengan memantau pasien dengan

memeriksa tanda-tanda vital dan status neurologis dan balans cairan, menetapkan

jenis yang dan volume cairan, risiko edema otak dapat diminimalkan. Anak harus

menerima cairan cukup untuk menjaga tekanan darah sistolik pada sekitar 80 mm

Hg, output urin 500 mL/m2/hari, dan perfusi jaringan yang memadai. Meskipun

menghindari SIADH adalah penting, mengurangi hidrasi pasien dan risiko

penurunan perfusi serebral sama-sama penting juga.

Dopamin dan agen inotropik lain mungkin diperlukan untuk mempertahankan

tekanan darah dan sirkulasi yang memadai.8

Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak tahun 2004, terapi empirik

untuk neonatus dengan meningitis bakterial sebagai berikut :11

Umur 0-7 hari

40

Page 41: CASE MENINGITIS ANAK

- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Sefotaksim 100

mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau

- Seftriakson 50 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV atau

- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Gentamisin 5

mg/kgBB/hari setiap 12 ajm IV.

Umur >7 hari

- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV + Gentamisin 7,5

mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau

- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV atau

- Seftriakson 75 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV.

Bayi dan anak

Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2010, terapi empirik pada bayi

dan anak dnegan meningitis bakterial sebagai berikut : 10

Usia 1 – 3 bulan :

- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +

Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau

- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis

Usia > 3 bulan :

- Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau

- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau

- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +

Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dnegan

hasil kultur dan resistensi.

Durasi pemberian antibiotik menurut IDSA 2004 guidelines for management of

bacterial meningitis adalah sebagai berikut :8

N meningitidis - 7 hari

H influenzae - 7 hari

S pneumoniae - 10-14 hari

41

Page 42: CASE MENINGITIS ANAK

S agalactiae - 14-21 hari

Bacil aerob Gram negatif - 21 hari atau or 2 minggu

L monocytogenes - 21 hari atau lebih

Terapi Deksametason

Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis bakterial

yang menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses inflamasi,

penurunan edema serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan

kerusakan otak.8

Begitu juga pada penelitian bayi dan anak dengan meningitis H.infulenzae

tipe B yang mendapat terapi deksametason menunjukkan penurunan signifikan

insidens gejala sisa neurologis dan audiologis, dan juga terbukti memperbaiki

gangguan pendengaran. Oleh karena itu IDSA merekomendasikan penggunaan

deksametason pada kasus meningits oleh H.influenza tipe B 10 – 20 menit

sebelum atau saat pemberian antibiotik dengan dosis 0,15 – 0,6 mg/kg setiap 6

jam selama 2-4 hari.1,8

Namun pemberian deksametason dapat menurunkan penetrasi antibiotik

ke SSP. Oleh karena itu pemberiannya harus dengan pemikiran yang matang

berdasarkan kasus, resiko dan manfaatnya.8

Bedah

Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali jika ada komplikasi seperti

empiema subdural, abses otak, atau hidrosefalus.10

Meningitis Tuberkulosis 9

Berdasarkan rekomendasi American Academic of Pediatrics 1994 diberikan 4

macam obat selama 2 bulan dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin

selama 10 bulan.

Dasar pengobatan meningitis tuberkulosis adalah pemberian kombinasi

obat anti-tuberkulosa ditambah dengan kortikosteroid, pengobatan simptomatik

bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau

muntah-muntah dan fisioterapi.

42

Page 43: CASE MENINGITIS ANAK

Dosis obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut:

1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300

mg/hari.

2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari.

3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000

mg/hari.

4. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500

mg/hari.

5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu dilanjutkan dengan

tappering off untuk menghindari terjadinya rebound phenomenon.

Meningitis Viral 2

Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu terapi

suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu

antiviral spesifik mungkin diperlukan.

Pada pasien dengan defisiensi imun ( seperti agammaglobulinemia),

penggantian imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi infeksi kronik

enterovirus.

Herpes simplex meningitis

Manajemen antivirus HSV meningitis adalah kontroversial. Acyclovir (10 mg / kg

IV q8h) telah diberikan untuk HSV-1 dan HSV-2 meningitis. Beberapa ahli tidak

menganjurkan terapi antivirus kecuali bila diikuti dengan ensefalitis.

CMV meningitis

Gansiklovir (dosis induksi 5 mg / kg q12h IV, dosis pemeliharaan 5 mg /kg q24h)

dan foskarnet (dosis induksi 60 mg / kg q8h IV, pemeliharaan dosis 90-120 mg /

kg q24h IV) digunakan untuk CMV meningitis pada host yang

immunocompromised.

HIV meningitis

43

Page 44: CASE MENINGITIS ANAK

Terapi antiretroviral (ART) mungkin diperlukan untuk pasien dengan meningitis

HIV yang terjadi selama sindrom serokonversi akut.

2.1.11 PROGNOSIS

Meningitis bakterial 1

Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain:

1. Umur pasien

2. Jenis mikroorganisme

3. Berat ringannya infeksi

4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan

5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan

Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir

yang menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai

DIC mempunyai prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat

ataupun kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen.

Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.

Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang

adekuat dan pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat

diturunkan. Walaupun kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram

negatif masih sulit diturunkan, tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-

bakteri seperti H.influenzae, pneumokok dan meningokok angka kematian dapat

diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens sequele Meningitis bakterialis

9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera dikerjakan setelah

pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain

disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.1,9

Meningitis Tuberkulosis 9

Sebelum ditemukannya obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas meningitis

tuberkulosis hampir 100%. Dengan obat-obat anti-tuberkulosis, mortalitas dapat

diturunkan walaupun masih tinggi yaitu berkisar antara 10-20% kasus.

Penyembuhan sempurna dapat juga terlihat. Gejala sisa masih tinggi pada anak

yang selamat dari penyakit ini, terutama bila datang berobat dalam stadium lanjut.

44

Page 45: CASE MENINGITIS ANAK

Gejala sisa yang sering didapati adalah gangguan fungsi mata dan pendengaran.

Dapat pula dijumpai hemiparesis, retardasi mental dan kejang. Keterlibatan

hipothalamus dan sisterna basalis dapat menyebabkan gejala endokrin. Saat

permulaan pengobatan umumnya menentukan hasil pengobatan.

Meningitis Viral 9

Penyakit ini self-limited dan penyembuhan sempurna dijumpai setelah 3-4 hari

pada kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan berat

2.2. ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER14

Anemia hipokrom mikositer dapat disebabkan karena

a. Kehilangan besi (perdarahan menahun)

b. Asupan yang tidak adekuat / absorbsi besi yang kurang

c. Kebutuhan besi yang meningkat (pada masa kehamilan dan prematuritas)

Kemungkinan yang terjadi pada anemia mikrositik hipokrom adalah

a. anemia defisiensi besi (gangguan besi)

b. anemia pada penyakit kronik (gangguan besi)

c. thalasemia (gangguan globin)

d. anemia sideroblastik (gangguan protoporfirin)

Patofisiologi anemia mikrositik hipokrom

Tergantung dari penyebabnya

1. Anemia defisiensi besi terjadi dalam 3 tahap

Tahap 1 (tahap prelaten), dimana yang terjadi penurunan hanya kadar feritin

(simpanan besi)

Tahap 2 (tahap laten), dimana feritin dan saturasi transferin turun (tetapi Hb masih

normal)

Tahap 3 (tahap def. besi), dimana feritin, saturasi transferin dan Hb turun (eritrosit

menjadi mikrositik hipokrom)

45

Page 46: CASE MENINGITIS ANAK

2. Anemia pada penyakit kronis

Anemia ini biasanya bersifat sekunder, dalam arti ada penyakit primer yang

mendasarinya. Perbedaan anemia ini dengan anemia defisiensi besi tampak pada

feritin yang tinggi dan TIBC yang rendah

3. Anemia sideroblastik

Terjadi karena adanya gangguan pada rantai protoporfirin. Menyebabkan besi

yang ada di sumsum tulang meningkat sehingga besi masuk ke dalam eritrosit

yang baru terbentuk dan menumpuk pada mitokondria perinukleus.

4. Thalasemia

Terjadi karena gangguan pada rantai globin. Thalasemia dapat terjadi karena

sintesis hb yang abnormal dan juga karena berkurangnya kecepatan sintesis rantai

alfa atau beta yang normal.

BAB III

ANALISA KASUS

Seorang anak laki-laki usia 1 tahun 3 bulan, berat badan 7,3 kg, panjang

badan 71 cm, beragama Islam, alamat Pemulutan Kab. Ogan Ilir, MRS 17 Juli

2013 pukul 20.00 WIB dengan keluhan utama penurunan kesadaran dan keluhan

tambahan demam disertai kejang.

46

Page 47: CASE MENINGITIS ANAK

Dari alloanamnesa Sejak ± 1 bulan SMRS, penderita mengalami demam,

tidak terlalu tinggi, hilang timbul disertai batuk (+), pilek (-). Penderita dibawa

berobat ke puskesmas dan diobati oleh dokter umum, keluhan berkurang namun

timbul lagi. Sejak ± 2 hari SMRS penderita demam (+) tinggi, demam tidak turun,

menggigil (-), batuk (-). Penderita juga mengalami BAB cair, frekuensi 3x/hari,

lebih banyak air daripada ampas, ada lendir, dan tidak ada darah. Penderita

dibawa berobat ke dokter umum, diberi 3 macam obat sirup, BAB cair tidak ada

namun demam masih ada. Sejak 1 hari SMRS, penderita masih mengalami

demam tinggi, kejang (+), frekuensi 3x/24 jam, fokal (+) (pada tangan kanan dan

mulut), lama ±5 menit, post iktal penderita tidak sadar. Penderita dibawa ke RS

Bari Palembang, lalu dirujuk ke RSMH Palembang dan dirawat di bagian anak

divisi neurologi RSMH Palembang.

Pada riwayat penyakit dahulu didapatkan riwayat menderita sakit yang

sama sebelumnya (+), kejang dengan demam pada usia 5 bulan, riwayat batuk

berulang (+), riwayat kontak dengan penderita TB (+) tetangga sebelah rumah,

riwayat sering berkeringat pada malam hari (-), riwayat sering demam sejak 1

bulan yang lalu (+), riwayat berat badan tertinggi saat usia 1 tahun, 8,9 kg.

Riwayat sakit yang sama dalam keluarga disangkal.

Pada pemeriksaan fisik penderita nampak sakit sedang, kesadaran kompos

mentis E4M6V5, nadi 120 x/menit dengan isi dan tegangan cukup , pernafasan 28

x/menit, suhu 36,6 º C, berat badan 7,3 kg, panjang badan 71 cm. Pada keadaan

spesifik didapatkan anemis (+), sklera ikterik (-), mata cekung tidak ada, cor dan

pulmo dalam batas normal, abdomen datar, lemas dan cubitan kulit kembali cepat,

dan pada ekstremitas akral dingin tidak ada. Pada pemeriksaan neurologikus

didapatkan fungsi motorik pada tungkai dan lengan berupa gerakan terbatas,

kekuatan 3 untuk tungkai dan lengan kanan serta 4 untuk tungkai dan lengan kiri,

hipertoni pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis yang meningkat, dan pada

tungkai didapatkan refleks babinsky positif. Fungsi sensorik dan nervus craniales

dalam batas normal. Gejala rangsang meningeal berupa kaku kuduk

(-),Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-). Dari hasil pemeriksaan laboratorium

didapatkan adanya anemia hipokrom mikrositer disertai leukositosis,

47

Page 48: CASE MENINGITIS ANAK

trombositosis, LED meningkat. Pada hasil pemeriksaan lumbal pungsi didapatkan

warna cairan cerebrospinal tidak berwarna, jernih, dan tidak berbau. Jumlah

leukosit 253 sel/µl dengan sel PMN 81% dan sel MN 19%. Pandy (+), protein 0,1

dan glukosa 37 mg/dl. Pada hasil biakan didapatkan bakteri gram (+) coccus (+)

yaiitu Staphylococcus aureus.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi intrakranial seperti

gangguan kesadaran, gangguan neurologis berupa refleks fisiologis yang

meningkat dan refleks babinsky + pada kedua tungkai. Hasil ini dapat

memperkuat kemungkinan terjadinya infeksi intrakranial berupa meningitis dan

dapat menyingkirkan kemungkinan kejang demam kompleks. Pada pemeriksaan

fisik juga terdapat demam, sehingga kemungkinan penyakit seperti epilepsi dapat

disingkirkan.

Pada hasil pemeriksaan lumbal pungsi, didapatkan warna cairan

cerebrospinal jernih, tidak berwarna, tidak berbau, jumlah leukosit 253,0 sel/µ,

pandy (+), Nonne (-) dan glukosa 37 mg/dl. Hal ini memperkuat kemungkinan

meningitis bakterialis dimana reaksi pandy +, jumlah sel ratusan sampai ribuan,

kadar glukosa menurun < 40 mg/dl, kadar protein meningkat. Selain dari hasil

lumbal pungsi, diagnosis pasti meningitis bakterialis didapat dari hasil biakan

dimana ditemukan bakteri gram (+) coccus.

Pada hasil rontgen toraks didapatkan kesan pembesaran limfonodi hilus

kiri cenderung TB primer.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini antara lain antibiotik

ceftriaxone dengan dosis 100 mg/kgbb/hari yaitu diberikan 1 x 750 mg iv untuk

mengatasi infeksi dan profilaksis pada pasien ini. Diberikan pula golongan

glukokortikoid seperti kortikosteroid dexametason 0,2-0,3 mg/kgBB/kali

diberikan 3 kali sehari selama 4–5 hari . Pada pasien ini diberikan deksametason 3

x 2 mg iv, antipiretik berupa parasetamol sirup dengan dosis 10-15 mg/kgbb, pada

pasien diberikan 3x ¾ cth untuk mengatasi demam, ambroxol sirup 2 x 2,5 ml

(1/2 cth). Penderita diberikan rifampisin 100 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid

20 mg sebagai tatalaksana TB paru. Karena penderita sudah tidak kejang maka

48

Page 49: CASE MENINGITIS ANAK

penderita diberikan fenitoin dosis maintenance 2mg/kgbb. Penderita diberikan

diet berupa F100 8x150 cc untuk memperbaiki status gizi penderita.

Pada kasus ini,diagnosis banding meningitis bakterialis adalah meningitis

tuberkulosis, meningitis aseptik/viral dan ensefalitis viral. Ada pun perbedaan

antara meningitis bakterialis dengan ketiga penyakit ini adalah:

- Meningitis bakterialis

Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah, kaku kuduk

dan adanya tanda rangsang meningeal . Umumnya cairan serebrospinal

berwarna opalesen sampai keruh. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya

didapatkan positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter

kubik cairan yang sebagian besar terdiri dari sel polimorphonuclear

(PMN). Kadar glukosa < 40 dan kadar protein meningkat yakni 200-

500 mg/dl. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis yang

tinggi dengan pergeseran ke kiri (Shift to the left).

- Meningitis tuberkulosis

Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala,

pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa

sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta

penglihatan menjadi kurang jelas. Selain itu, juga terdapat riwayat

kontak dengan penderita TB. Uji tuberkulin yang positif, kelainan

radiologis yang tampak pada foto roentgen thorak dan terdapatnya

sumber infeksi dalam keluarga hanya dapat menyokong diagnosis.

Pada hasil pemeriksaan lumbal pungsi, didapatkan warna jernih,

jumlah sel meningkat MN > PMN, protein meningkat diatas 100

mg/dl dan glukosa < 35 mg/dl.

- Ensefalitis

Pada ensefalitis terdapat trias yakni demam tinggi, penurunan

kesadaran, dan kejang. Pada meningitis terdapat trias juga yakni

49

Page 50: CASE MENINGITIS ANAK

demam kejang dan kaku kuduk. Pada pasien ini tidak terdapat kaku

kuduk karena pada usia < 1 tahun, kaku kuduk nya tidak khas.

Prognosis pada meningitis bakterialis ditentukan dari beberapa faktor yaitu

umur pasien, jenis mikroorganisme, berat ringannya infeksi, lamanya sakit

sebelum mendapat pengobatan dan kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang

diberikan. Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik maka pengobatan

antibiotik yang adekuat dan pengobatan suportif yang baik dapat diberikan

sehingga dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan akibat meningitis

bakterialis. Maka prognosis pada pasien ini quo ad vitam dubia ad bonam dan quo

ad fungsionam dubia ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS,

Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI;

1999. h. 40-6, 339-71

50

Page 51: CASE MENINGITIS ANAK

2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed May

29th,2011.

3. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting.

Pediatric Hospital Medicine, textbook of inpatient management.

Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003. h. 443-6.

4. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-

mega2.pdf. Accessed June 1st, 2011.

5. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.

Updated: August 6th, 2009 Available from :

http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. Accessed May 29th,

2011.

6. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier

saunders; 2005. h. 106-13.

7. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman,

Kliegman, Jenson, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-

17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 2038-47.

8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Accessed

May 29th, 2011.

9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2.

Jakarta: Bagian Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.

10. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak

Indonesia. Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia;

2010. h. 189-96.

11. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi

ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.

12. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Updated: Mar 29th, 2011. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview. Accessed May

29th, 2011.

51

Page 52: CASE MENINGITIS ANAK

13. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.

Updated: August 6th, 2009 Available from :

http://www.cdc.gov/meningitis/about/ prevention.html . Accessed June 1st,

2011.

14. Bakta, M. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC

52