Top Banner

of 26

Case Katarak+Glaukoma

Jul 20, 2015

Download

Documents

Amalia Wahdin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS : : : : : : Tn. R Laki-laki 68 tahun Cipinang, Jatinegara Menikah Tidak bekerja lagi

Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Status Perkawinan Pekerjaan

II. ANAMNESIS Autoanamnesis pada tanggal 12 Agustus 2006

A. Keluhan Utama

:

Penglihatan mata kiri buram sejak 3 bulan yang lalu

B.

Keluhan Tambahan

:

Mata kiri terasa sakit, kadang tampak merah, dan berair

C. Riwayat Penyakit Sekarang

:

Pasien datang dengan keluhan penglihatan mata kiri mulai buram sejak 3 bulan yang lalu. Semakin hari penglihatan dirasa semakin buram. Pasien mengatakan seperti melihat kabut. Pasien menyangkal seperti melihat bulatan hitam. Pasien juga menyangkal melihat lingakaran pelangi jika melihat lampu. Keluhan tersebut disertai rasa sakit berdenyut dan terkadang mata berair hingga terasa keluar lewat hidung, air yang keluar jernih seperti air mata. Mata terasa silau (-). Sebelumnya pasien mengalami keluhan yang sama pada mata kanannya. Mata kanan terasa sakit dan berair, sudah pernah di bawa berobat (pasien tidak tahu nama obatnya dan tidak membawanya saat pemeriksaan), setelah berobat pasien merasakan keluhannya menjadi hilang timbul. Selain itu, pasien merasa penglihatannya seperti ada bingkai bulat berwarna hitam dimana bagian yang tampak semakin lama semakin kecil hingga saat ini mata kanannya tidak dapat melihat sama sekali. Pasien sudah mengalami itu sejak tahun 2002 namun keluhan sakit masih sering timbul sampai sekarang.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

:

1

Riwayat Hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal. E. Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien menyangkal pada keluarganya pernah menderita penyakit yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS GENERALIS Keadaan Umum/Kesadaran Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Suhu Pernafasan : : : :140

:

tampak tenang/compos mentis /70 mmHg

84x/menit afebris 22x/menit

B. STATUS OFTALMOLOGIS

OD 0

Visus

6

OS /24

PH(-) Orthoforia Baik ke segala arah Oedem (-), hiperemis (-) Oedem (-), hiperemis (-) Hiperemis (-), papil (-), folikel (-) Injeksi (-), pigmen (+) Hiperemis (-), papil (-), folikel (-) Arkus senilis (+), keruh, neovaskularisasi (+) Dangkal Warna coklat, kripta (-) Pupil COA Iris Dangkal Warna coklat, kripta baik Anisokor, 4mm, Kedudukan Bola Mata Pergerakan Bola Mata Palpebra Superior Palpebra Inferior Konjungtiva Tarsalis Superior Konjungtiva Bulbi Konjungtiva Tarsalis Inferior Kornea Add S +300 D Orthoforia Baik ke segala arah Oedem (-), hiperemis (-) Oedem (-), hiperemis (-) Hiperemis (-), papil (-), folikel (-) Injeksi (-) Hiperemis (-), Papil (-), folikel (-) Arkus senilis (+), Keruh

2

Anisokor, RCL -, RCTL + Keruh coklat, Shadow Test (-) Tidak dapat dinilai Refleks Fundus (-) Lensa Vitreous Humor Funduskopi

RCL +, RCTL Keruh, Shadow Test (+) Jernih Refleks Fundus (+), Papil batas tegas, bentuk bulat, C/D 0,4, Aa/Vv 2/3, Refleks Makula (+), Retina baik /7,5 = 35,9 mmHg

5

/7,5 = 25,8 mmHg

TIO

3

IV. RESUME Pasien seorang laki-laki berusia 68 tahun datang dengan keluhan penglihatan mata kiri buram sejak 3 bulan yang lalu, pasien mengatakan seperti melihat kabut. Keluhan tersebut disertai rasa sakit berdenyut dan mata berair. Sebelumnya pasien mengalami keluhan yang sama pada mata kanannya. Selain itu, pasien merasa penglihatannya seperti ada bingkai bulat berwarna hitam dimana bagian yang tampak semakin lama semakin kecil hingga saat ini mata kanannya tidak dapat melihat sama sekali. Saat ini keluhan sakit masih sering timbul pada mata kanannya. Pada status oftalmologi didapatkan Mata Kanan Visus Kornea COA Iris Pupil Lensa Funduskopi TIO Mata Kiri Visus Kornea COA : : : : : : : : : : : : :6

:

0 keruh, neovaskularisasi (+) dangkal atrofi (+) tidak bulat, RCL (-), RCTL (+) keruh coklat, shadow test (-) refleks fundus (-)5

/7,5 = 25,8 mmHg

/24 , Pin Hole (-)

keruh dangkal

3

Iris Pupil Lensa Funduskopi TIO

: : : : :

kripta baik bulat, RCL (+), RCTL (-) keruh, shadow test (+) C/D 0,43

/7,5 = 35,9 mmHg

V. DIAGNOSIS KERJA Glaukoma Absolut e.c. Katarak hipermatur OD Glaukoma Sekunder e.c. Katarak Immatur OS Presbiopia OS

VI. DIAGNOSIS BANDING Glaukoma Primer Sudut Sempit ODS

VII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Perimetri Retinometri Gonioskopi

VIII.

PENATALAKSANAAN : : 3 x 1 tablet 2 x gtt 1 ODS 2 x 1 tablet 3 x gtt 1 OS - Diamox - Timolol 0,5% eye drop - AsparK - Catarlent eye drop

Medikamentosa

Rencana tindakan bedah

- Fakoemulsifikasi + IOL OS IX. PROGNOSIS Ad Vitam OD : : ad functionam : ad sanationam : bonam malam malam

4

OS :

ad functionam : ad sanationam :

dubia ad bonam dubia ad bonam bonam

Ad Sanationam

:

X. ANALISA KASUS Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi. Dari anamnesis didapatkan mata kiri penglihatannya buram sejak 3 bulan yang lalu. Mata kiri tersebut terasa sakit, kadang tampak merah dan berair, air yang keluar jernih seperti air mata. Mata yang terkadang merah dan berair tersebut dapat disingkirkan dari konjungtivitis karena adanya penglihatan yang menurun, dimana pada konjungtivitis mata merah tidak disertai dengan penglihatan yang menurun. Dari pemeriksaan oftalmologi pada mata kiri didapatkan visus pada pasien ini adalah 6/24 dengan pin hole (-). Hal ini menunjukkan bahwa penglihatan pasien yang menurun bukan disebabkan oleh kelainan refraksi melainkan oleh kelainan media refraksi atau kelainan organik. Seharusnya dilakukan pemeriksaan ishihara terlebih dahulu agar dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan organik sentral. Berdasarkan usia pasien, 68 tahun, maka dilakukan koreksi penglihatan dekat pasien +3oo D. Pada pemeriksaan mata kiri lainnya didapatkan kornea yang keruh, COA dangkal dan lensa yang keruh dengan shadow test (+). Pada pemeriksaan funduskopi, yang bermakna adalah rasio C/D = 0,4. Tekanan intraokuler pasien diukur dengan tonometri Schiotz, didaptkan hasil 3/7,5 yang setara dengan 35,9 mmHg. Berdasarkan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, maka, pada mata kiri pasien dapat ditegakkan diagnosis glaukoma sekunder akibat adanya katarak immatur. Diagnosis ini masih harus di-diagnosis banding dengan glukoma primer, karena, pada pemeriksaan funduskopi ditemukan cupping (C/D=0,4), dimana hal tersebut biasanya terjadi jika kerusakan serabut retina akibat glaukoma sudah mencapai 40%, yang juga ditandai dengan gangguan lapang pandang, biasanya setelah proses berjalan kronis, yaitu yang terjadi pada glaukoma primer. Sedangkan pada glaukoma sekunder, dimana pada pasien ini baru terjadi sekitar tiga bulan, seharusnya belum menunjukkan tanda-tanda kerusakan tersebut. Hal tersebut juga dapat dinilai dengan melakukan uji konfrontasi, kita menilai lapang pandang pasien secara kasar. Jika sudah terjadi gangguan lapang pandang, maka kemungkinan glaukoma yang terjadi adalah glaukoma primer sudut tertutup. Namun, pemeriksaan tersebut belum saya lakukan terhadap pasien. Dengan melakukan uji konfrontasi tersebut, kita juga dapat sekaligus menilai proses mana yang terjadi lebih

5

dahulu antara glaukoma dengan katarak. Jika dapat dipastikan telah ada gangguan lapang pandang, maka, proses kronis glaukoma yang diduga terjadi lebih dahulu baru kemudian menyebabkan terjadinya katarak. Pada mata kanan, anamnesis yang saya dapatkan saya masukkan ke dalam riwayat penyakit sekarang, karena menurut saya, yang pasien alami sejak 4 tahun yang lalu masih berlangsung dan ia rasakan sampai saat pemeriksaan. Pasien mengeluhkan hal yang hampir sama dengan mata kirinya, mata kanannya sering terasa sakit dan berair. Keluhan lain dari mata kanannya adalah pasien seperti melihat dengan bingkai warna hitam, namun, setelah berlangsung lama, saat ini pasien mengaku tidak dapat melihat sama sekali. Keluhan tersebut khas untuk glaukoma. Pada pemeriksaan oftalmologi mata kanan didapatkan visus pasien 0, pasien sama sekali tidak dapat melihat, bahkan tidak dapat melihat persepsi cahaya sekalipun. Pada pemeriksaan oftalmologi mata kanan lainnya didapatkan kornea pasien keruh dengan neovaskularisasi (+). Seharusnya, jika kita menemukan neovaskularisasi pada kornea, kita juga harus mencari neovaskularisasi di tempat lain, seperti pada iris, dan pemeriksaan tersebut belum saya lakukan terhadap pasien ini. COA pasien tampak dangkal, terdapat atrofi iris. Pada pemeriksaan pupil didapatkan gambaran pupil tidak bulat, dan refleks cahaya langsung (-) akibat visus pasien yang 0. Pada pemeriksaan lensa didapatkan lensa yang tampak keruh kecoklatan dan shadow test (-). Refleks fundus (-) pada mata kanan ini, sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan segmen posterior dari mata dengan funduskopi. Terdapat beberapa gejala khas yang dapat mengarahkan diagnosis. Tingginya TIO dapat menyebabkan edema pada epitel kornea sehingga terjadi edema kornea, sebagai kompensasi maka akan timbul pembuluh darah baru yang memberi nutrisi pada kornea sehingga tampak neovaskularisasi pada kornea. Selain itu akibat adanya atrofi iris, maka terjadi pelepasan pigmen iris dan menempel pada endotel kornea sehingga kornea tampak keruh. Atrofi iris itu sendiri terjadi akibat TIO yang tinggi, sehingga terjadi iskemia yang menyebabkan terjadinya atrofi sektoral dari iris. Berdasarkan pemeriksaan lensa, hasil yang didapatkan adalah lensa yang keruh seluruhnya dan berwarna coklat, shadow test (-), serta pada pemeriksaan funduskopi, sinar tidak dapat menembus, maka dapat disimpulkan bahwa katarak yang terjadi adalah katarak hipermatur. Pada katarak hipermatur, telah terjadi degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa keluar dan masuk ke sudut bilik mata depan, ukuran lensa akan mengecil sehingga sudut milik mata depan terbuka, maka glaukoma yang biasanya timbul adalah glaukoma sudut terbuka karena tersumbatnya jaringan trabekular oleh massa lensa. Sedangkan pada pemeriksaan COA pasien ini didapatkan COA yang dangkal. COA yang tetap sempit mungkin terjadi akibat

6

kegagalan terbukanya blokade pupil saat stadium katarak masih immatur, hal tersebut dapat disebabkan karena prosesnya yang telah berjalan kronis sehingga menyebabkan terjadinya perlengketan yang permanen pada sudut bilik mata. Glaukoma pada pasien ini ada kemungkinan terjadi karena proses keduanya, karena perlengketan permanen dan tersumbatnya jaringan trabekular. Hal tersebut dapat dipastikan dengan pemeriksaan gonioskopi. Glaukoma pada pasien ini dikatakan glaukoma absolut karena tekanan intraokuler yang tinggi disertai dengan visus 0, didukung pula dengan rasa sakit yang sering pasien rasakan dan neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan. Sehingga, diagnosis yang dapat ditegakkan pada mata kanan pasien adalah glaukoma absolut e.c katarak hipermatur. Diagnosis glaukoma pada pasien ini juga masih harus di-diagnosis banding dengan glaukoma primer sudut tertutup, karena pada pemeriksaan kita menemukan COA yang dangkal, ditambah dengan riwayat penglihatan teropong, menunjukkan bahwa proses glaukoma yang terjadi sudah berjalan kronis, yang berarti, ada kemungkinan glaukoma pada pasien ini adalah glaukoma primer.

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah pemeriksaan retinometri dan perimetri untuk melihat seberapa besar dan luas kerusakan yang terjadi pada serabut saraf nervus optikus agar dapat dinilai derajat keparahan glaukoma yang dialami, serta dapat diperkirakan prognosis dari fungsi penglihatan mata kiri pasien ini. Penatalaksanaan pasien ini terutama adalah menurunkan tekanan intraokuler baik mata kanan maupun mata kirinya terlebih dahulu. Terapi medikamentosa yang secara umum digunakan adalah kombinasi preparat beta-blocker dan carbonic anhidrase inhibitor, yaitu timolol 0,5% yang diberikan secara topikal dan asetazolamide (Diamox) yang diberikan secara oral. Keduanya merupakan obat yang bekerja pada sistem sekresi, yaitu mengurangi produksi aqueous humor dari badan siliar. Preparat kalium (Aspar K) diberikan sebagai terapi tambahan karena CA inhibitor yang diberikan secara oral akan memberikan efek sistemik, salah satunya

7

adalah efeknya pada tubulus proksimal renal, dimana akan terjadi peningkatan ekskresi kation Na+ (sebanyak 5%) dan kation K+ (sebanyak 70%), bersamaan dengan meningkatnya ekskresi HCO3-. Terapi definitif dari kedua mata tersebut adalah terapi bedah berupa ekstraksi lensa setelah TIO terkontrol baik. Terapi bedah pertama yang dilakukan setelah TIO terkontrol adalah fakoemulsifikasi untuk mata kiri, agar penyebab dari glaukoma dapat dihilangkan dan fungsi penglihatan yang masih baik dapat dipertahankan. Mata kiri pasien mengalami katarak immatur, tetapi sudah merupakan indikasi operasi karena sudah menimbulkan komplikasi. Tehnik fakoemulsifikasi dipilih karena berdasarkan klasifikasi katarak menururt Buratto (klasifikasi berdasarkan densitas kekerasan lensa), maka mata kiri pasien termasuk grade 2 dimana nukleus masih dalam keadaan kekerasan ringan, sehingga mudah dibelah menjadi beberapa bagian pada proses fakoemulsifikasi. Pada mata kanan, pengobatan yang diberikan hanya bertujuan untuk menurunkan dan mengontrol TIO serta meghilangkan keluhankeluhan pasien. Tidak perlu dilakukan tindakan pembedahan apapun pada mata kanan, karena saat ini, setelah proses berjalan kronis, mata kanan sudah tenang dan stabil. Jika kita melakukan tindakan pembedahan, seperti ekstraksi lensa, kita hanya akan memancing proses yang tenang tersebut untuk menjadi aktif kembali sehngga memungkinkan timbul komplikasi-komplikasi lain. Pasien ini tidak diketahui bagaimana perkembangan TIOnya dan bagaimana respon terhadap obat-obatan yang diberikan, karena setelah kunjungan pertama , pasien tidak datang lagi untuk kontrol. Catarlent diberikan untuk mata kiri saja, untuk memperlambat pematangan katarak yang sudah terjadi. Prognosis ad vitam secara keseluruhan pasien adalah bonam, karena gangguan yang dialami pasien tidak mengancam jiwanya. Prognosis ad functionam mata kiri adalah dubia ad bonam, karena belum dilakukan pemeriksaan retinometri dan perimetri untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang sudah terjadi, tetapi seharusnya, dengan pengobatan, tindakan yang tepat serta kepatuhan pasien, maka fungsi dari mata kirinya tersebut masih dapat dipertahankan. Untuk mata kanan, prognosis ad functionamnya adalah malam, karena visusnya yang 0. Tindakan apapun yang dilakukan hanya dapat menurunkan TIO dan mengurangi keluhan, tapi tidak dapat mengembalikan penglihatannya. Prognosis ad sanationam, jika dilihat satu-satu mata, maka untuk mata kanan adalah malam, sedangkan untuk mata kiri adalah dubia ad bonam, tetapi jika kita melihat prognosis tersebut langsung dengan kedua mata, maka fungsi sosial pasien masih baik, karena penglihatan dibantu dengan mata kiri.

8

TINJAUAN PUSTAKA GLAUKOMA

9

Definisi Definisi glaukoma yang digunakan saat ini adalah keadaan patologis dimana terjadi kerusakan progresif dari akson ganglion sel saraf optik yang menyebabkan gangguan lapangan pandang yang berhubungan dengan tekanan intraokular.

Fisiologi dan Patofisiologi Aqueous diproduksi oleh epitel tidak berpigmen dari prosesus siliaris, yang merupakan bagian anterior dari badan siliar. Aqueous humor kemudian mengalir melalui pupil ke dalam kamera okuli anterior, memberikan nutrisi kepada lensa, iris dan kornea. Drainase aqueous melalui sudut kamera anterior yang mengandung jaringan trabekular dan kanal Schlemm dan menuju jaringan vena episklera. Perjalanan aliran aqueous humor 80-90% melalui jaringan trabekular, namun terdapat 10% melalui ciliary body face, yang disebut jalur uveoskleral. Berdasarkan fisiologi dari sekresi dan ekskresi cairan aqueous, maka terdapat tiga faktor utama yang berperan dalam meningkatnya tekanan intraokular, antara lain Kecepatan produksi aqueous humor oleh badan siliar Resistensi aliran aqueous humor melalui jaringan trabekular dan kanal Schlemm Tekanan vena episklera :

Tekanan intraokular normal yang secara umum diterima adalah 10-21 mmHg.

Klasifikasi Banyak sekali pola yang digunakan untuk mengklasifikasikan glaukoma, namun, klasifikasi yang secara luas digunakan adalah glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup, karena pembagian tersebut terfokus pada patofisiologi terjadinya glaukoma dan merupakan titik awal ditentukannya penatalaksanaan klinis yang sesuai.

10

Klasifkasi Vaughen untuk glaukoma adalah 1. Glaukoma Primer

:

Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak berhubungan dengan penyakit mata atau sistenik yang menyebabkan meningkatnya resistensi aliran aqueous humor. Glaukoma primer biasanya terjadi pada kedua mata. a. Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks) b. Glaukoma sudut tertutup 2. Glaukoma Kongenital

a. Primer atau infantilb. Menyertai kelainan kongenital lain

3. Glaukoma SekunderGlaukoma sekunder adalah glaukoma yang berhubungan dengan penyakit mata atau sistemik yang menyebabkan menurunnya aliran aqueous humor. Glaukoma sekunder sering terjadi hanya pada satu mata. Kelainan mata yang dapat menyebabkan glaukoma antara lain a. Kelainan lensa b. Kelainan uvea c. Trauma d. Pasca bedah 4. Glaukoma absolut :

Glaukoma Primer Sudut Terbuka Glaukoma primer sudut terbuka merupakan glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya dan ditandai dengan sudut bilik mata terbuka. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan penyakit kronis dan progresif lambat dengan atrofi dan cupping dari papil nervus optikus dan pola gangguan lapang pandang yang khas. Glaukoma primer sudut terbuka memiliki kecenderungan familial. Pada umumnya, glaukoma primer sudut terbuka terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Prevalensi juga lebih tinggi pada orang berkulit gelap atau berwarna dibandingkan dengan orang berkulit putih. Gambaran patologi utama pada glaukoma sudut terbuka adalah proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalan trabekular dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Akibatnya adalah penurunan drainase aqueous humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intra okuler. Tekanan intraokuler merupakan faktor resiko utama untuk glaukoma primer sudut terbuka. Terdapat faktor resiko lain yang berhubungan dengan glaukoma primer sudut terbuka, yaitu; miopia, diabetes mellitus, hipertensi dan oklusi vena sentralis retina.

11

Sifat onsetnya yang samar serta perjalanannya yang progresif lambat maka timbulnya gejalanya pun lambat dan tidak disadari sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Keluhan pasien biasanya sangat sedikit atau samar, misalnya mata terasa berat, kepala pusing sebelah, dan anamnesis tidak khas lainnya. Biasanya pasien tidak mengeluh adanya halo dan tidak tampak mata merah. Tekanan intraokuler sehari-hari biasanya tinggi atau lebih dari 20 mmHg. Akibat tekanan tinggi akan terbentuk atrofi papil serta ekskavasio glaukomatosa. Kerusakan dimulai dari tepi lapang pandang, dengan demikian penglihatan sentral tetap baik, sehingga penderita seolah-olah melihat melalui teropong. Diagnosis glaukoma primer sudut terbuka ditegakkan apabila ditemukan kelainan-kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapangan pandang disertai peningkatan tekanan intraokuler, sudut kamera anterior terbuka dan tampak normal, dan tidak ditemukan sebab lain yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler.

Glaukoma Primer Sudut Tertutup Pasien yang menderita glaukoma primer sudut tertutup cenderung memiliki segmen anterior yang kecil dan sempit, sehingga menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya pupillary block relatif. Resiko terjadinya hal tersebut meningkat dengan bertambahnya usia, seiring dengan berkembangnya lensa dan pupil menjadi miosis. Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut Glaukoma primer sudut tertutup akut adalah kondisi yang timbul saat TIO meningkat secara cepat akibat blokade relatif mendadak dari jaringan trabekular. Hal ini dapat menimbulkan manifestasi berupa rasa sakit, penglihatan buram, halo, mual dan muntah. Peningkatan TIO yang tinggi menyebabkan edema epitel kornea yang bertanggung jawab dalam timbulnya keluhan penurunan penglihatan. Tanda-tanda pada glaukoma sudut tertutup akut antara lain TIO yang tinggi Pupil yang lebar dan terkadang irreguler :

12

-

Edema epitel kornea Kongesti pembuluh darah episkleral dan konjungtiva Kamera okuli anterior yang sempit

Selama serangan akut, TIO cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan gangguan nervus optikus dan oklusi pembuluh darah retina. Sinekia anterior perifer dapat terbentuk dengan cepat dan TIO yang tinggi menyebabkan terjadinya iskemia sehingga dapat terjadi atrofi sektoral dari iris. Atrofi pada iris menimbulkan pelepasan pigmen iris dan pigmen-pigmen tersebut menempel dan mengotori permukaan iris dan endotel kornea. Akibat iskemia iris, maka pupil dapat berdilatasi dan terfiksasi. Diagnosis pasti didapatkan dengan gonioskopi. Gonioskopi juga membantu menentukan apakah blokade iris dan jaringan trabekular reversibel atau irreversibel. Glaukoma Primer Sudut Tertutup Subakut Glaukoma primer sudut tertutup subakut (intermiten) adalah kondisi yang ditandai dengan adanya penglihatan yang buram, halo, dan rasa sakit yang ringan, disertai dengan peningkatan TIO. Gejala ini membaik dengan sendirinya, terutama selama tidur, dan muncul kembali secara periodik dalam hitungan hari atau minggu. Diagnosis yang tepat dapat dibantu ditegakkan dengan pemeriksaan gonioskopi. Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronis Glaukoma primer sudut tertutup kronis merupakan kondisi yang timbul setelah glaukoma sudut tertutup akut atau saat sudut kamera anterior tertutup secara bertahap dan tekanan intraokuler meningkat secara perlahan. Gejala klinisnya serupa dengan glaukoma primer sudut terbuka, yaitu keluhan yang samar, cupping papil nervus optikus yang progresif dan gangguan lapang pandang glaukomatosa. Sehingga, pemeriksaan gonioskopi diperlukan untuk menentukan diagnosis yang tepat.

Glaukoma Kongenital Glaukoma kongenital primer atau infantil adalah glaukoma yang timbul sesaat setelah lahir sampai beberapa tahuh pertama setlah kelahiran. Selain itu, glaukoma kongenital juga dapat timbul menyertai anomali kongenital lainnya.

13

Glaukoma infantil atau dikenal dengan istilah buphthalmos, dipercaya terjadi akibat displasia dari sudut kamera anterior tanpa disertai abnormalitas okular dan sistemik lainnya. Terdapat dua teori yang menerangkan patofisiologi terjadinya glaukoma infantil, yaitu; terjadi abnormalitas membran atau sel pada jaringan trabekular, sehingga jaringan trabekuler menjadi impermeabel; teori lain mengatakan bahwa terjadi anomali luas pada kamera okuli anterior termasuk insersi abnormal dari muskulus siliaris. Dengan adanya anomali-anomali tersebut, maka aliran aqueous akan terganggua dan terjadi pembendungan aqueous humor, maka akan timbul buphtalmos karena jaringan sklera pada neonatus masih lunak. Keadaan klinis yang khas dari glaukoma infantil adalah trias klasik pada bayi baru lahir, yaitu; epifora, fotofobia, dan blefarospasme. Diagnosis tergantung dari pemeriksaan klinis yang hati-hati, termasuk pemeriksaan TIO, pengukuran diameter kornea, gonioskopi dan oftalmoskopi.

Glaukoma Sekunder Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang menimbulkannya. Glaukoma sekunder dapat terlihat dalam bentuk sudut tertutup maupun sudut terbuka. Kelainan-kelainan tersebut dapat terletak pada : Sudut bilik mata, akibat goniosinekia, hifema, leukoma adheren dan kontusi sudut bilik mata Pupil, akibat seklusio dan oklusi relatif pupil Badan siliar, seperti rangsangan akibat luksasio lensa :

Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan glaukoma, yaitu

Uveitis, dimana glaukoma terjadi akibat adanya sinekia anterior maupun posterior, penimbunan sel radang di sudut bilik mata dan seklusio pupil yang biasanya disertai dengan iris bomb.

Pasca trauma serta ulkus kornea, yang mengakibatkan leukoma adheren sehingga bilik mata tertutup dan mengganggu aliran aqueous humor. Hifema, akan mengakibatkan tersumbatnya sudut bilik mata Glaukoma yang disebabkan oleh lensa. Katarak yang immatur akan menyerap cairan sehingga ukurannya membesar sehingga menyumbat sudut bilik mata, sedangkan katarak yang hipermatur, lensa akan pecah dan komposisi lensa dapat menyumbat sudut bilik mata. Pascabedah katarak, yang mengakibatkan terbentuknya sinekia dan terbentuknya blokade pupil akibat radang di daerah pupil.

Glaukoma Absolut Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma dimana sudah terjadi kebutaan total. Pada glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasio galukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.

14

Mata dengan kebutaan ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris.

Evaluasi Klinis Penatalaksanaan glaukoma yang tepat dan baik tergantung dari kemampuan mendiagnosis glaukoma dengan tepat. Diagnosis dapat dirumuskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi yang lengkap. Anamnesis Anamnesis yang diambil harus mencakup keluhan utama pasien, riwayat perjalanan penyakit mata maupun proses sistemik yang ada, dan riwayat penyakit keluarga, baik glaukoma maupun penyakit mata lainnya. Terkadang ada baiknya kita mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan gejala dari glaukoma seperti rasa sakit atau nyeri, melihat halo, trauma, riwayat operasi sebelumnya dan penyakit mata yang diderita sebelumnya. Selain itu, riwayat penyakit sistemik yang berhubungan dengan glaukoma juga ditanyakan, seperti riwayat diabetes melitus atau hipertensi. Ada baiknya kita juga menanyakan adanya riwayat penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

Refraksi Pemeriksaan yang pertama harus dilakukan adalah pemeriksaan refraksi. Pasien dengan miopia yang tinggi memiliki resiko yang besar menderita glaukoma, walaupun hubungan antara miopia dengan glaukoma sudut terbuka masih kontroversial. Konjungtiva Pada galukoma akut akan tampak vasodilatasi pembuluh darah konjungtiva. Penggunaan obat tetes epinefrin jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya deposit hitam adenokrom pada konjungtiva. Penggunaan obat antiglaukoma topikal dapat menyebabkan mata kering dan reaksi alergi.

Kornea Perhatikan adanya edema kornea, garis Scwalbe, abnormalitas endotel dan skar akibat trauma.

15

Kamera Okuli Anterior Perhatikan dalam dan dangkalnya kamera okuli anterior. Pemeriksaan lebih tepat dapat menggunakan gonioskopi. Iris Perhatikan adanya atrofi iris, defek transiluminasi, ektropion uvea, nodul dan eksfoliasi. Perhatikan juga adanya neovaskularisasi pada permukaan anterior iris. Lensa Perhatikan posisi, bentuk, ukuran, serta kejernihan atau kekeruhan lensa. Jika pasien menggunakan IOL, perhatikan letak dan posisi dari IOL tersebut. Funduskopi Pemeriksaan funduskopi dapat menentukan cupping dari papil nervus optikus. Selain itu, pemeriksaan fundus dapat membantu mengungkapkan kelainan atau kondisi diluar glaukoma. Alat bantu pada pemeriksaan glaukoma adalah : Tonometri (Tonometri Digital, Schiotz, Aplanasi Goldmann), pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur tekanan intraokuler.

16

Gionoskopi, merupakan suatu cara yang digunakan untuk menilai lebar atau sempitnya sudut bilik mata depan, sehingga dapat dibedakan antara glaukoma sudut tertutup atau terbuka, dan mengetahui adanya perlekatan iris bagian perifer.

Perimetri, merupakan penilaian klinis terhadap lapang pandang seseorang. Perimetri memiliki dua tujuan utama dalam penatalaksanaan glaukoma, yaitu, untuk mengidentifikasi gangguan lapang pandang seseorang dan menilai secara kuantitatif dalam pemantauan perawatan pasien glaukoma.

Tonografi, digunakan untuk mengukur cairan bilik mata yang dikeluarkan mata melalui trabekula dalam satu satuan waktu.

Tes Provokasi. Pada gaukoma sudut terbuka dapat digunakan tes minum air,

pressure congestion test, kombinasi antara tes minum air dengan pressure congestion test dan tes steroid. Sedangkan untuk glaukoma sudut tertutupdigunakan tes kamar gelap, tes membaca, tes midriasis, tes bersujud.

Penatalaksanaan Masalah yang dihadapi dalam memilih penatalaksanaan yang tepat untuk glaukoma adalah kapan dan bagaimana penatalaksanaan harus dilakukan. Glaukoma primer sudut tertutup dan glaukoma infantil diterapi secepatnya setelah diagnosis ditegakkan. Glaukoma sudut terbuka diterapi setelah papil nervus optikus menunjukkan keadaan patologis progresif berupa penggaungan dan/atau terdapat defek lapangan pandang, atau saat TIO meningkat sampai diduga menyebabkan kerusakan papil nervus optikus. Tujuan utama jangka pendek penatalaksanaan glaukoma adalah menurunkan TIO, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah mempertahankan fungsi visual dengan efek samping terapi yang minimal. Terdapat dua macam terapi yang dapat digunakan, yaitu terapi medikamentosa dan terapi bedah. Hubungan antara keduanya sangat kompleks. Pada glaukoma primer sudut tertutup

17

dengan blokade pupil dan glaukoma infantil, terapi bedah merupakan terapi utama, sedangkan terapi Pada medikamentosa glaukoma merupakan sudut terapi terbuka, sekunder terapi setelah awal dilakukan terapi pembedahan. primer adalah

medikamentosa, terapi bedah dilakukan bila pengoabatan gagal atau tidak dapat ditoleransi lagi. Namun, yang terpenting dalam penatalaksanaan glaukoma adalah evaluasi secara periodeik perkembangan penyakit dan perawatannya. 1. Terapi Medikamentosa Melihat patofisiologi terjadinya glaukoma, maka terapi medikamentosa ini ada yang bekerja pada sistem sekresi dan ada yang bekerja pada sistem ekskresi. Obat yang bekerja pada sistem sekresi, antara lain :

Antagonis -adrenergik. Obat beta-blocker ini dapat menurunkan TIO dengan mengurangi sekresi dari aqueous humor, akibat blokade reseptor beta pada badan siliar. Preparat beta-blocker topikal yang digunakan antara lain adalah timolol, betaxolol, carteolol, levobunolol dan metipranolol. Inhibitor Carbonic Anhidrase. Preparat ini menghambat enzim carbonic anhidrase sehingga menurunkan produksi aqueous humor pada badan siliar. Tersedia preparat topikal maupun sistemik, namun, topikal lebih baik digunakan karena jika diberikan sistemik maka akan muncul efek samping yang lebih banyak. Preparat yang sering digunakan adalah asetazolamide dan methazolamide Agonis Adrenergik. Mekanismenya adalah melalui aktivasi reseptor alfa-2 pada badan siliar sehingga sekresi aqueous humor terhambat. Preparat yang adalah garam epinefrine, yaitu epinephrine hydrochloride, epinephrine borate dan epinephrine bitartrate.

Obat yang bekerja pada sistem ekskresi, antara lain

:

Parasimpatomimetik (Miosis). Mekanismenya adalah melalui stimulasi reseptor muskarinik dan blokade antikolinesterase, sehingga muskulus siliar berkontraksi dan menarik spur sklera an melebarkan jaringan trabekuler sehingga aliran aqueous menjadi lancar. Preparat yang kita ketahui adalah obat tetes Pilocarpine.

Hiperosmotik. Merupakan preparat yang menurunkan volume cairan intraokuler dengan menarik cairan ke intravaskuler secara osmosis. Preparat oralnya antara lain adalah gliserin dan isosorbid, sedangkan preparat intravenanya adalah manitol. Preparat ini biasanya hanya digunakan pada glaukoma akut dan hanya digunakan dalam beberapa hari saja.

Analog Prostaglandin. Mekanisme dari analog prostaglandin ini adalah dengan meningkatkan aliran uveoskleral aqueous dengan meningkatkan matriks

18

ekstraseluler dari cilliary body face. Preparat yang ada adalah Xalatan, Rescula, Travatan dan Lumigan. Diluar preparat tersebut, terdapat preparat kombinasi, sehingga seorang dokter dapat memberikan hanya satu obat tetes saja, sebagai contoh, Cosopt, yang berisi kombinasi beta-blocker (timolol 0,5%) dan CA inhibitor (dorzolamide). Terkadang pemberian secara topikal (tetes mata) dapat menyebabkan cairan tersebut mengalir ke sistem saluran air mata menuju hidung, sehingga absorbsi topikal mata berkurang dan hal tersebut dapat mempengaruhi efek obat itu sendiri. Sehingga, sebaiknya dilakukan oklusi punctum lakrimalis dengan memencet pangkal hidung bagian atas sehingga oba tetes tidak memasuki saluran air mata dan dapat diserap dengan baik.

2. Terapi Bedaha) Terapi bedah pada glaukoma sudut terbuka Indikasi terapi bedah pada glaukoma sudut terbuka adalah saat TIO tidak lagi dapat diatur atau dipertahankan dalam batas normal dengan pengobatan medikamentosa. Tindakan bedah yang dilakukan adalah Trabekuloplsti (Argon Laser Trabeculoplasty), trabekulektomi, Tube-shunt surgery, skelrostomi, ablasi badan siliar dan siklodialisis. b) Terapi bedah pada glaukoma sudut tertutup Tindakan bedah yang dapat dilakukan antara lain Laser Iridotomy, Iridotomi perifer,

Laser

Gonioplasty,

Goniophotocoagulation,

Goniophotodisruption,

ekstraksi katarak, vitrektomi dan Tube-shunt surgery. c) Terapi bedah pada glaukoma kongenital Terapi bedah yang dilakukan adalah trabekulotomi dan goniotomi.

19

KATARAK

Definisi Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut. (Cataracta=air terjun).

Klasifikasi Katarak dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan, antara lain : 1) Berdasarkan penyebab terjadinya dasar lensa. Katarak Sekunder, terjadi akibat tindakan pembedahan lensa Katarak akibat komplikasi dari penyakit mata atau sistemik lainnya : Katarak Primer, terjadi akibat gangguan perkembangan danmetabolisme

2)

Berdasarkan usia pasien : Katarak Kongenital Katarak Juvenil Katarak Presenile Katarak Senile

3)

Berdasarkan lokalisasi anatomis lensa yang terkena

:

20

Katarak Kortikal Anterior Katarak Kortikal Posterior Katarak Nuklear Katarak Subkapsular Katarak Total

4)

Berdasarkan konsistensinya Katarak Cair Katarak Lunak Katarak Keras

:

5)

Berdasarkan stadium penyakitnya Katarak Insipien Katarak Immatur Katarak Matur Katarak Hipermatur

:

6)

Berdasarkan bentuk atau pola kekeruhan lensa : Katarak Polaris Anterior Katarak Polaris Posterior Katarak Lamelar atau Zonular Katarak Sentral

Katarak Kongenital Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Katarak ini biasanya terlihat segera setelah lahir sampai usia 1 tahun. Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme serat lensa. Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme seratserat lensa pada saat pembentukan serta lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih dalam kandungan, dan gangguan metabolisme oksigen. Pada bayi dengan katarak kongenital, akan terlihat bercak putih di depan pupil yang disebut dengan leukokoria (pupil berwarna putih).

Katarak Juvenil Katarak juvenil adalah katarak yang terlihat setelah usia 1 tahun. Katarak ini dapat terjadi karena lanjutan katarak kongenital yang makin nyata, komplikasi dari penyakit lain seperti

21

uveitis anterior, ablasio retina dan galukoma yang mengenai satu mata. Selain itu, katarak ini juga dapat terjadi akibat penyakit sistemik seperti hipoparatiroid dan diabetes melitus. Biasanya katarak juvenil ini meripakan katarak yang didapat dan dipengaruhi oelh beberapa faktor.

Katarak Senil Katarak senil biasanya dimulai pada usia 50 tahun. Kedua mata dapa terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama atau berbeda. Proses degenerasi pada lensa terjadi secara perlahan-lahan, oleh sebab itu penglihatan pasien pun turun secara perlahan-lahan. Proses degenerasi lensa dapat terlihat pada beberapa stadium katarak senil, yaitu :

Stadium Insipien, dimana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa. Kekeruhan lesa tidak teratur. Pada stadium ini, proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga kedalaman bilik mata depan akan tampak normal. Tajam penglihatan pasien mulai menurun tetapi belum mengganggu. Stadium Immatur, dimana pada stadium ini, proses degeneratif yang terjadi mulai menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada stadium ini terjadi pembengkakan lensa, sehingga iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut bilik mata menjadi sempit atau tertutup, sehingga pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder. Pada katarak immatur, penglihatan mulai mengganggu, hal tersebut terjadi akibat media refraksi tertutup oleh kekeruhan lensa yang makin menebal. Pada pemeriksaan shadow test, maka akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji shadow test (+).

Stadium Matur, merupakan proses degenerasi lanjut dari lensa. Pada stadium ini terjadi kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah seimbang dengan cairan dalam mata, sehingga ukuran lensa kembali normal. Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan normal dan sudut bilik mata depan terbuka normal dan shadow test (-). Tajam penglihatan sangat menurun dan hanya dapat melihat proyeksi sinar.

22

Stadium hipermatur, pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks mencair sehingga nukleus lensa tenggelam di dalam korteks lensa. Pada stadium ini terjadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Pada stadium hipermatur ini akan tampak lensa dengan ukuran yang lebih kecil dari normal, sehingga tampak sudut bilik mata depan yang terbuka. Shadow test (-). Shadow test dapat (+), karena bayangan iris terbentuk pada kapsul anterior dengan lensa yang mengecil, sehingga disebut dengan pseudopositif. Akibat dari bahan lensa yang keluar, dapat terjadi proses inflamasi yaitu uveitis, selain itu, bahan-bahan tersebut dapat menyumbat jaringan trabekular sehingga mengganggu aliran aqueous humor dan timbullah glaukoma (glaukoma fakolitik).

Gejala Klinis katarak senil Akibat kekeruhan lensa yang prosesnya berjalan perlahan, maka terjadi penurunan penglihatan yang berkurang secara perlahan hingga hanya dapat mengenali sinar pada proses yang lanjut, dan berakhir dengan kebutaan pada stadium hipermatur. Pada pupil akan terlihat gambaran kekeruhan lensa yang biasanya berwarna putih. Warna pupil dapat bewarna kuning atau coklat. Penglihatan malam atau pada penerangan yang kurang sangat menurun. Pada penerangan yang kuat akan timbul rasa silau. Pengobatan Katarak Senil Tidak ada satupun obat yang dapat mengatasi katarak senil kecuali tindakan bedah. Pengobatan yang biasanya diberikan hanya memperlambat proses, namun tidak menghentikan proses degenerasi lensa tersebut. Tindakan bedah dilakukan bila terdapat indikasi, seperti : katarak matur, katarak hipermatur, katarak yng belum matur namun telah

23

mengganggu pekerjaan sehari-hari, dan katarak yang menimbulkan komplikasi (uveitis dan glaukoma). Pembedahan dapat dibedakan menjadi ekstraksi lensa intrakapsuler, merupakan operasi katarak dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya, keuntungan dari proses ini adalah seluruh lensa dikeluarkan dari mata sehingga tidak ada resiko katarak sekunder, sedangkan kerugiannya adalah bisa terjadi prolaps badan kaca ke dalam bilik mata depan. Ekstraksi lensa ekstrakapsuler, pada operasi ini yang diambil hanya kapsul lensa anterior bagian tengah, korteks, dan nukleus, kapsul posterior tetap ditempatnya. Kerugian cara ini adalah adanya kemungkinan terjadinya katarak sekunder karena sisa-sisa badan lensa mungkin masih tertinggal di mata. Keuntungannya adalah dengan masih utuhnya kapsul posterior, berarti badan kaca terlindung dan bisa mengurangi insiden edema macula kistoid. Selain itu, terdapat pembedahan dengan fakoemulsifikasi, pada operasi ini, katarak yang lunak dapat dipecah-pecah menjadi fragmen-fragmen dan diaspirasi. Keuntungannya adalah hanya diperlukan insisi kecil. Kerugiannya adalah masih tertinggalnya sisa-sisa bahan lensa di dalam mata sehingga untuk menangani inti lensa yang keras diperlukan manipulasi dan waktu pengerjaan yang cukup lama. Setelah pembedahan katarak, maka dipasang lensa intra okuler. depan iris dan ada yang diletakkan di belakang iris. Ada yang diletakkan di Pemasangan lensa intra okuler :

merupakan solusi terbaik untuk memperbaiki penglihatan yang afakia. Pandangan pasien sebelum dan sesudah dilakukan tindakan bedah

Sebelum Operasi

Sesudah Operasi

Katarak Komplikata Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa sehingga kejernihan lensa terganggu. 1. Katarak komplikata akibat kelainan sistemik Kelainan sistemik akan mengenai kedua mata, seperti pada :

24

Diabetes Melitus, akan menyebabkan katarak dengan gambaran tebaran kapas atau salju di dalam bahan lensa. Kekeruhan lensa dapat berjalan progresif sehingga terjadi gangguan penglihatan yang berat. Katarak pada diabetes terjadi akibat terjandinya gangguan keseimbangan komponen cairan mata.

Hipoparatiorid, akan menyebabkan kekeruhan lensa pada lensa dengan bentuk katarak kortikal posterior pada kedua mata.

2. Katarak komplikata akibat kelainan lokal Uveitis, akan menimbulkan katarak kortikalis posterior dan katarak pada tempat terjadinya sinekia anterior.

Glaukoma, pada keadaan tekanan bola mata yang sangat tinggi,

maka akan terjadi gangguan permeabilitas kapsul lensa sehingga terjadi kekeruhan lensa. Miopia atau proses degenerasi pada satu mata lainnya, dapat memberikan kekeruhan lensa yang dimulai dari nukleus lensa dan kemudian menyebar ke seluruh bagian lensa.

25

DAFTAR PUSTAKA

1.1997.

American Academy of Ophtalmology. Glaucoma, Basic and Clinical Science Course. American Academy of Ophtalmology. USA:

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Rhee, D. J. Color Atlas and Synopsis of Clinical Ophtalmology, Wills Eye Hospital, Glaucoma. McGraw Hill. USA: 2003. Ilyas, S, Prof, Dr. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2003. Ilyas, S, Prof, Dr. Penuntun Ilmu penyakit Mata Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:2003. Soekardi, I; Hutauruk, J. A. Transisi Menuju

Fakoemulsifikasi. Granit. Jakarta:2004. http://www.eyeatlas.com http://www.atlasophtalmology.com

26