Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Setiap pasangan suami istri pada umumnya selalu mendambakan anak sebagai salah satu penunjang kebahagiaan rumah tangga. Oleh karena itulah pasangan suami istri yang kesulitan hamil harus mendapat perhatian dalam pelayanan medis demi kesejahteraan keluarganya. Berdasarkan data dari Klinik Yasmin Jakarta, ketidaksuburan pasangan suami-istri di Indonesia berkisar 10-15 persen. Ilmu kedokteran masa kini baru berhasil menolong 50% pasangan infertil memperoleh anak yang diinginkannya. Itu berarti separuhnya lagi terpaksa menempuh hidup tanpa anak, mengangkat anak, poligami, atau bercerai. 1 Penyebab infertilitas bisa berasal dari pihak suami maupun istri, atau keduanya. Infertilitas harus dikelola dalam satu kesatuan pasangan, karena keberhasilan kehamilan tidak dapat diandalkan hanya dari satu pihak saja. Infertilitas dapat disebabkan oleh berikut: 3 Gangguan sperma (35% dari pasangan) Penurunan cadangan ovarium atau disfungsi ovulasi (20%) Disfungsi tuba dan lesi pelvis (30%) Abnormalitas servikal mucus dan Kelainan uterus (≤ 5%) Faktor yang tidak teridentifikasi (10%) Penelitian menunjukkan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kehamilan adalah 32,7% hamil dalam satu bulan pertama, 57% dalam 3 bulan, 72,1% dalam 6 bulan, 85,4% dalam 1
30

Case Infertil Ola

Jul 24, 2015

Download

Documents

Suryaniaga
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case Infertil Ola

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap pasangan suami istri pada umumnya selalu mendambakan anak sebagai salah

satu penunjang kebahagiaan rumah tangga. Oleh karena itulah pasangan suami istri yang

kesulitan hamil harus mendapat perhatian dalam pelayanan medis demi kesejahteraan

keluarganya. Berdasarkan data dari Klinik Yasmin Jakarta, ketidaksuburan pasangan suami-

istri di Indonesia berkisar 10-15 persen.

Ilmu kedokteran masa kini baru berhasil menolong 50% pasangan infertil

memperoleh anak yang diinginkannya. Itu berarti separuhnya lagi terpaksa menempuh hidup

tanpa anak, mengangkat anak, poligami, atau bercerai.1 Penyebab infertilitas bisa berasal dari

pihak suami maupun istri, atau keduanya. Infertilitas harus dikelola dalam satu kesatuan

pasangan, karena keberhasilan kehamilan tidak dapat diandalkan hanya dari satu pihak saja.

Infertilitas dapat disebabkan oleh berikut:3

Gangguan sperma (35% dari pasangan)

Penurunan cadangan ovarium atau disfungsi ovulasi (20%)

Disfungsi tuba dan lesi pelvis (30%)

Abnormalitas servikal mucus dan Kelainan uterus (≤ 5%)

Faktor yang tidak teridentifikasi (10%)

Penelitian menunjukkan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan

kehamilan adalah 32,7% hamil dalam satu bulan pertama, 57% dalam 3 bulan, 72,1% dalam

6 bulan, 85,4% dalam 12 bulan, dan 93,4% dalam 24 bulan. Makin lama pasangan kawin

tanpa kehamilan, makin turun kejadian kehamilannya.2,4

Pada kasus ini, terjadinya infertilitas disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu

(KET) yang berulang. Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi

di luar kavum uteri5. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi

penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Kasus ini memenuhi

definisi dari infertilitas primer, yaitu keadaan dimana suatu pasangan belum mendapatkan

anak hidup dalam satu tahun usia perkawinan. Selain itu kehamilan ektopik berulang

menyebabkan dilakukannya salfingektomi bilateral pada pasien ini yang jelas akan

menyebabkan pasien ini tidak dapat mendapatkan anak melalui proses alamiah.

1

Page 2: Case Infertil Ola

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.I INFERTILITAS

A. Definisi

Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak

hidup oleh suami yang mampu menghamilinya.1 Infertilitas adalah ketidakmampuan bagi

pasangan untuk mendapatkan kehamilan / anak setelah melakukan hubungan seks secara rutin, tanpa

memakai alat kontrasepsi setelah waktu 1 (satu) tahun.(1)

Infertilitas terjadi pada 10-15% pasangan usia reproduksi. Prevalensi ini bertahan

selama 50 tahun terakhir, namun pergeseran dalam usia, etiologi dan pasien telah terjadi.

Seiring dengan peningkatan umur wanita, angka kejadian ketidaksuburan juga meningkat.2

Dalam masyarakat dimana keluarga lebih memprioritaskan pengembangan karir,

beberapa wanita menunda subur sampai 30-an dan seterusnya. Akibatnya, wanita-wanita ini

mungkin memiliki lebih banyak kesulitan hamil dan memiliki peningkatan risiko keguguran.

Karena tingkat fecundability lebih tinggi pada wanita yang lebih muda dan lebih rendah pada

wanita yang lebih tua. Pada wanita yang lebih tua dari 35 tahun angka kemungkinan

mendapatkan anak maka akan semakin menurun. 2

Lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kehamilan menunjukkan bahwa

32,7% hamil dalam satu bulan pertama, 57,0% dalam 3 bulan, 72,1% dalam 6 bulan, 85,4%

dalam 12 bulan dan 93,4% dalam 24 bulan. Waktu median yang diperlukan untuk

menghasilkan kehamilan ialah 2,3 bulan sampai 2,8 bulan. Makin lama pasangan kawin tanpa

kehamilan, makin turun kejadian kehamilannya. 1

B. Etiologi

Reproduksi memerlukan interaksi dan integritas saluran reproduksi wanita dan laki-laki, yang melibatkan (1) pembebasan dari oosit preovulatory normal,

(2) produksi spermatozoa yang memadai, (3) pengangkutan normal gamet ke bagian ampullary dari tabung falopi (di mana pembuahan terjadi), dan (4)

pengangkutan selanjutnya embrio membelah ke rongga endometrium untuk implantasi dan pembangunan.2

Infertilitas dapat disebabkan oleh berikut:3

2

Page 3: Case Infertil Ola

Sperma gangguan (35% dari pasangan)

Penurunan cadangan ovarium atau disfungsi ovulasi (20%)

Tubal disfungsi dan lesi pelvis (30%)

Abnormalitas servikal mukus(≤ 5%)

Faktor yang tidak teridentifikasi (10%)

Faktor gaya hidup lain yang dikaitkan dengan peningkatan risiko infertilitas termasuk faktor

lingkungan, dan pekerjaan; efek beracun yang terkait dengan tembakau, ganja, atau obat-

obatan lainnya, olahraga yang berlebihan, pola makan yang tidak memadai dikaitkan dengan

penurunan berat badan yang ekstrim, dan usia lanjut.2

C. Tatalaksana Pasangan Infertil

Pemeriksaan Pasangan Infertil

a. Sarat pemeriksan

Setiap pasangan harus diperlakukan sebagai kesatuan. Itu berarti jika istri saja yang

diperiksa, sedangkan suaminya tidak maka pasangan tersebut tidak diperiksa keduanya.

Adapun syarat – syarat pemeriksaan infertilitas adalah sebagai berikut: 1

1. Usia istri antara 20 – 30 tahun, baru akan diperiksa setelah berusaha untuk mendapatkan

anak selama 12 bulan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan lebih dini apabila: pernah

mengalammi keguguran berlulang, diketahui mengidap kelainan endokrin, pernah

mengalami peradangan rongga panggul atau perut, dan pernah mengalami bedah

ginekologik. 1

2. Usia istri yang berusia 31 – 35 tahun, dapat diperiksa pada kesempatan pertama pasangan

itu datang kedokter. 1

3. Istri pasangan infertil berusia 36 – 40 tahn hanya dilakukan pemeriksaan infertilitas jika

belum mempunyai anak dari perawinan ini. 1

4. Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah satu anggota

pasangannya dianggap mengidap penyakit yang dapat membahayakan kesehatan istri

atau anaknya. 1

b. Pemeriksaan masalah – masalah infertilitas

Pemeriksaan dasar infertilitas ialah pemeriksaan minimal yang masih dapat

memeriksa keenam faktor etiologi infertilitas yaitu :

1. Analisis mani untuk menilai faktor sperma.

3

Page 4: Case Infertil Ola

2. Pemeriksaan ginekologi (periksa inspekulo dan periksa dalam) untuk menilai faktor

vagina dan faktor uterus.

3. Sitologi vagina untuk menilai faktor ovarium.

4. Histerosalpingografi untuk menilai faktor uterus, faktor tuba, dan bila tubanya paten juga

faktor peritoneum.

5. Laparoskopi untuk menilai faktor uterus (dalam arti terbatas), tuba,ovarium dan faktor

peritoneum.

c. Rencana dan jadwal pemeriksaan

Rencana dan jadual pemeriksaan infertilitas terhadap suami dan istri selama siklus

haid istri dapat dilukiskan seperti dalam tabel dibawah ini, yaitu:

Tabel 3. Jadwal pemeriksaan pasangan infertil dalam 3 siklus haid isteri.

d. Jenis dan cara pemeriksaan

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik secara menyeluruh harus dilakukan. Dengan demikian

pertumbuhan fisik abnormal, kelainan nutrisi dan hormonal dapat diketahui. Berat

badan dan tinggi badan. Dengan menggunakan formula perbandingan antara berat

badan (kilogram) dan tinggi badan (meter) akan didapatkan indeks masa tubuh (IMT).

IMT < 19 (terlampau kurus) atau > 25 (obesitas) sering terkait dengan infertilitas

karena mengngganggu proses ovulasi. b. Pertumbuhan rambut atau bulu atau jerawat.

Pada istri dengan infertilitas perlu diperhatikan adanya pertumbuhan rambut yang

abnormal seperti pertumbuhan jambang, kumis, jenggot, bulu dada, bulu di perut dan

sebagainya. Di samping itu perlu diperhatikan adanya pertumbuhan jerawat yang

berlebihan tidak hanya di wajah tetapi dapat pula tumbuh di dada atau di punggung.

4

Page 5: Case Infertil Ola

Pertumbuhan rambut atau jerawat abnormal memiliki kaitan erat dengan

hiperandrogenemia yang sering dijumpai pada sindrom ovarium polikistik. Organ

tiroid yang membesar sering terkait dengan gangguan fungsi hormon tiroid. Hal ini

sering terkait dengan infertilitas. Penting sekali memeriksa adanya galaktore atau

keluarnya cairan bening dari payudara. Kondisi galaktore terkait dengan kondisi

hiperprolaktinemia yang dapat menjadi peyebab siklus tidak berovulasi. Jika dijumpai

benjolan di abdomen, mungkin ada hubungannya dengan kista ovarium, mioma uteri

atau adenomiosis yang sering terkait dengan infertilitas.

Pemeriksaan pelvis

Setelah pemeriksaan fisik selesai, pemeriksaan pelvis biasa dapat dikerjakan.

Pemeriksaan ginekologik harus diperiksa dengan teliti. Keputihan, perdarahan pasca

sanggama, polip endoserviks dapat menjadi faktor penyebab infertilitas. Kelainan ini

dapat mudah diketahui hanya dengan melakukan pemeriksaan ke dalam vagina

menggunakan spekulum. Hal lain yang mungkin dapat dijumpai pada pemeriksaan

organ genitalia adalah adanya himen imperforata (selaput dara yang masih utuh),

agenesis vagina, septum vagina, dan sebagainya. 6

Pemeriksaan laboratorium

1. Analisis sperma

2. Suhu basal badan

3. Sitologi vagina

4. Uji pascasanggama (Uji Sims-Huhner)

5. Histerosalpingografi (HSG)

6. Laparoskopi

5

Page 6: Case Infertil Ola

Tabel 4. Alur pemeriksaan infertilitas.3

II.2. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum

uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab

kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada kehamilan

ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para dokter

menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.

Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran

hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini mewakili satu

kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara faktor-faktor yang

terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang

panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan

terapi induksi superovulasi. Pada tahun 1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi

yang serius dari kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika

Serikat.

6

Page 7: Case Infertil Ola

Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri,

tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars ismika,

infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga terkena. Implantasi yang

terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan.

Gambar 1. Lokasi-Lokasi Kehamilan ektopik

Patofisiologi

Integritas embrio, sebagai suatu pertumbuhan dari satu zygot menjadi struktur

blastokis yang berlekuk, yang dilindungi oleh zona pelusida. Membran glikoprotein yang

tebal ini mencegah terjadinya adhesi prematur antara embrio dan endosalping. Blastokis

harus keluar dari zona pelusida sebelum terjadi implantasi. Normalnya, proses

pengeraman blastokis terjadi di kavum uteri, biasanya terjadi dalam 7 hari setelah ovulasi

dan fertilisasi. Jika transportasi ovum terhambat, proses pengeraman terjadi di tuba

falopii. Penyebab gangguan transportasi ovum yang telah dikenal yaitu penyakit pada

tuba, seperti salpingitis kronis atau adhesi perituba. Salpingitis dapat memperburuk

mekanisme transportasi ovum melalui proses rusaknya myosalping dari dinding tuba dan

melalui kerusakan pada endosalping, yang akan mengurangi jumlah silia tuba.

Diagnosis

Diagnosis Klinik

Nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan

merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik.

Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12 minggu.

Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada kehamilan 5 minggu

7

Page 8: Case Infertil Ola

melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang ada. Pada usia kehamilan 12

minggu, kehamilan ektopik telah memperlihatkan gejala-gejala sekunder terhadap

terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan kehamilan intrauteri yang normal telah

mengalami pembesaran yang berbeda dengan bentuk dari kehamilan ektopik.

Frekuensi dari kehamilan ektopik konkomitan dan kehamilan intrauteri dalam satu

konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Cara yang paling efisien

untuk mengeluarkan adanya kehamilan ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan

intrauteri. Cara yang terbaik untuk mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah

dengan menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis

kehamilan intrauteri dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan

diatas 5,5 minggu. Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih

sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik. Karena perbedaan ini, logikanya untuk

mendiagnosis kehamilan ektopik adalah untuk diagnosis yang terarah dan prosedur

pembedahan pada wanita yang tidak memiliki kehamilan intrauteri yang viabel.

Penanda Trofoblastik

1. Human Chorionik Gonadotropin

Produksi ektopik dari hCG telah dicatat dengan baik dan telah diidentifikasi

dalam plasma orang dewasa normal yang tidak hamil. HCG tampaknya berfungsi

sebagai satu hormon luteotrofik selama kehamilan. Hormon ini mempertahankan

korpus luteum, karena itu menghasilkan produksi P4 yang berkelanjutan yang

diperlukan untuk pertumbuhan endometrium sampai plasenta mengambil alih

perannya. Sebagai tambahan, data yang didapat Jaffe mengatakan bahwa hCG

dapat maengatur produksi steroid dalam fetus, termasuk produksi

dehidroepiandrosteron sulfat (DHA-S) oleh kelenjar adrenal fetus dan produksi

testosteron oleh testis. HCG dapat dideteksi dalam kehamilan spontan setelah hari

ke-9 LH surge. Deteksi awal dalam darah ibu telah ditemukan memiliki korelasi

dengan implantasi blastokis dan secara spesifik dengan saat lakuna menerima

aliran darah ibu.

Pada kehamilan awal, hCG kelihatannya disekresikan dalam bentuk episodik

dan pulsatil, yang paralel dengan sekresi progesteron. Fluktuasi ini telah

diperlihatkan pada penentuan dari kedua kadar serum hCG secara imunoaktif dan

bioaktif. Dengan demikian pola sekresi menyarankan adanya stimulasi yang

intermiten terhadap corpus luteum oleh hCG dan adalah dalam kesepakatan dengan

efek stimuilasi yang telah diketahui dari pelepasan gonadotropin secara pulsatil

8

Page 9: Case Infertil Ola

atas sekresi steroid ovarium. Meskipun dobling time kadar plasma hCG telah

diasumsikan konstan dalam awal kehamilan intrauteri normal, jangkauan yang

telah dilaporkan bervariasi antara 1,3 – 3,3 hari. Sebagai contoh, Lenton dkk. Telah

menyimpulkan bahwa dobling time 1,3 hari berhubungan dengan dobling time

yang diketahui dari massa sel trofoblastik.

Penelitian yang dilakukan Pittaway dkk. Mengantarkan isu mengenai

variabilitas. Mereka memperlihatkan bahwa laju eksponensial dari peningkatan

konsentrasi serum hCG adalah tidak konstan selama minggu-minggu pertama

postmenstruasi dari kehamilan normal. Pada kenyataannya, dobling time dari

deteksi awal hCG sampai kira-kira hari ke-35 setelah onset periode menstruasi

terakhir yang diobservasi adalah 1,4 – 1,6 hari.

Penatalaksanaan

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama

pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan pembedahan

sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan

konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada

tubanya. Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. salpingotomi

linier, atau 2. reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini

mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga

belum terjadi ruptur pada tuba.

a. Salpingotomi linier

Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan

pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%

kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba.

Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi

tuba. Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi

kemudian diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam

lumen dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan

pada sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-

hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah yang

cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran produk

kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan menggunakan

sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat digunakan bila perlu, hindari

9

Page 10: Case Infertil Ola

jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa trofoblas yang ada harus

dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan

ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa.

Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena

kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan

membawa pada terjadinya adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup

dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan untuk

mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang

berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa jangan ada sisa material benang yang

tertinggal pada permukaan mukosa, karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi

peradangan sekunder yang diikuti dengan terjadinya perlengketan.

b. Reseksi segmental

Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu

alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian

implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi

berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.

Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe magnification atau

mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah

tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk

menjalani prosedur ini.

c. Salpingektomi

Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur,

karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.

Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis

kardiopulmunonal yang serius.

2. Medisinalis

Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi

transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara

dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah

bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan

medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang invasif, menghilangkan risiko

pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas dan mengurangi biaya

serta memperpendek waktu penyembuhan.

10

Page 11: Case Infertil Ola

Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate (MTX).

Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan

multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini

akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im)

atau injeksi lokal dengan panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul

tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik

dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia,

dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan

dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara.

Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau

citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim

dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan

mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan

pemberian dosis tungal MTX 50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita

diperikasa dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7

setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau

lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX tidak diberikan lagi dan kadar

hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan

menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau

sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap

minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993

melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga

diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.

Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar

yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen, FHB (+).

11

Page 12: Case Infertil Ola

BAB III

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Pasien Suami

Nama : Ny. P Tn. S

Umur : 34 tahun 39 tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pria

Suku bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia

Agama : Islam Islam

Pendidikan : SD SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Serabutan

Alamat : Jl. Perumahan Puri Bukit Depok Blok E12 No.19 Bojong Gede,

Bogor

Datang RSUPF : 10 Agustus 2011

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dengan pasien tanggal 10 Agustus 2011, 23.00 WIB

A. Keluhan Utama

Keluar darah dari kemaluan sejak 5 hr sebelum masuk RS

B. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 5 hari sebelum masuk

RS. Darah berwarna merah segar seperti darah haid. Tidak keluar gumpalan-gumpalan.

Pasien juga mengeluh nyeri perut di seluruh bagian perut. Pasien mengaku hamil 6

minggu. Haid terakhir pasien 5 Juli 2011. Pasien belum pernah melakukan ANC

sebelumnya.

12

Page 13: Case Infertil Ola

Pasien datang ke RS Citama didiagnosis sebagai abortus imminens susp KET oleh dokter

Sp.OG, dikatakan terdapat jaringan di uterus dan di tuba. Oleh karena itu, dokter disana

memutuskan untuk melakukan kuretase. Setelah dilakukan kuretase pasien sempat

dirawat di ruang perawatan. Namun, keesokan harinya pasien merasa mual, lemas, dan

darah masih keluar dari kemaluan. Dokter Sp.OG menyarankan untuk laparotomi.

Namun, pasien meminta untuk dirujuk ke RSF dengan alasan biaya.

Pasien berhubungan seksual 2-3 kali seminggu. Pasien hamil setelah usia pernikahan 6

tahun. Ia tidak mengeluh keluarnya darah saat berhubungan maupun nyeri saat

berhubungan. Pasien tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun. Haid pasien teratur dan

tidak nyeri. Keputihan (+). Nyeri pinggang yang lama (-).

C. Riwayat Penyakit dahulu

Riwayat KET sebelumnya (+)

Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit jantung (-), hipertensi (-), DM (-), asma (-).

E. Riwayat pengobatan sebelumnya

(-)

F. Riwayat Menstruasi

Menarche 13 tahun, siklus 28 hari, teratur, lama 5 hari, 2-3x pembalut per hari.

Dismenorrhea (-). HPHT 5 Juli 2011

G. Riwayat Perkawinan

Status : Menikah 1 x

Usia pernikahan : 10 thn

Usia saat menikah : 24 tahun, suami 29 tahun

Jumlah anak : (-)

H. Riwayat Kehamilan : 1x

I. Riwayat KB : (-)

J. Riwayat operasi : Salphingektomi dextra ai KET

K. Riwayat Psikososial dan kebiasaan

Merokok (-), alkohol (-), jamu-jamuan (-), obat-obatan (-), berganti pasangan seksual (-)

13

Page 14: Case Infertil Ola

III. PEMERIKSAAN FISIK pada tanggal 10-08-2011

Primary Survey

A : clear

B : spontan, rr : 21x/m

C : TD 100/70, nadi 98x/m, reguler, lemah

D : GCS 15

Secondary Survey

Status generalis

Keadaan umum : lemah

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 x / menit, teratur

Suhu : 36,5oC

RR : 21 x / menit

Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik - / -

Telinga : Normotia, secret - / -, serumen - / -

Hidung : septum ditengah , secret - /-

Tengorokan : faring hiperemis - / -, tonsil T1T1 tenang

Leher :KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Thoraks

Mamae : simetris, areola hiperpigmentasi -/-, retraksi puting susu -/-

Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : suara napas vesikuler, ronkhi - / -, wheezing - /-

14

Page 15: Case Infertil Ola

Abdomen : datar, NT (+)

Ekstremitas : akral hangat, oedem - / -, rambut kaki dan tangan hitam, kasar.

Status Obstetri

Anogenital

I : V/U tenang, perdarahan (+)

Io : portio licin, ostium tertutup, fluor (-), fluxus (-)

VT : corpus uteri membesar, massa adnexa (-), nyeri goyang portio (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

• Hb : 4,8 g/dl

• Ht : 15 %

• Eritrosit : 1,6 jt/ µl

• Trombosit : 213.000/µl

• Leukosit : 10.800/ µl

• LED : 29

USG

Interpretasi : CUT membesar, massa hipoekoik pada adneksa kiri, 10,38 x 5,48 ~ hematokel

Kesan : KET

RESUME

Pasien, wanita 34 thn, G2P0A1 Hamil 6 mgg dengan keluhan nyeri abdomen, perdarahan

pervaginam, dan amenorrhea dirujuk dr RS.Citama Bogor post kuretase 1 hr SMRS. Kuretase

dilakukan atas indikasi abortus imminens. Perdarahan pervaginam masih terjadi keesokasn harinya.

15

Page 16: Case Infertil Ola

HPHT 5 Juli 2011. Test pack (+). Riwayat KET sebelumnya (+) tahun 2007 dan telah dilakukan

salphingektomi dekstra. Usia pernikahan pasien 10 tahun dengan kehamilan pertama terjadi setelah

usia pernikahan 6 tahun. Pasien dan pasangan tidak pernah daatang ke dokter sebelumnya untuk

berusaha mendapatkan anak.

Pemeriksaan Fisik :

KU : lemah

TD : 110/70 mmHg, takikardia, konjungtiva anemis +/+, akral dingin. Pada status obsgyn didapatkan

perdarahan pervaginam (+), nyeri goyang portio (+). Hasil USG menunjukkan adanya massa

hipoekoik pada adneksa kiri, 10,38 x 5,48 ~ hematokel.

V. DIAGNOSIS

Kehamilan Ektopik Terganggu pada G2A1H6mgg

Infertilitas primer 10 tahun dengan riwayat KET thn 2007

VI. PENATALAKSANAAN

Rdx/ - Obs TV, perdarahan

- Cek DPL,UL, GDS, BT/CT

Rth/ - Laparotomi eksplorasi cito

- Transfusi PRC 1000cc, FFP 10 kantong

16

Page 17: Case Infertil Ola

Laporan Operasi (10/8/2011) 23.25-00-45

Operator : dr. yassin

Diagnosa pre-op : Nyeri abdomen e.c KET, infertilitas primer 10 tahun, riw KET 4 thn yll

Diagnosa post-op : Ruptur tuba pars ampularis sinistra, PID

Macam operasi : Laparotomi dan salphingektomi sinistra

• Pasien dalam posisi terlentang dengan anastesi spinal

• Asepsis dan antisepsis lapangan operasi

• Insisi pfanensteil mengikuti parut lama

• Setelah peritoneum dibuka tampak darah intra abdomen 1000cc

• Eksplorasi à uterus sedikit membesar. Pada tuba kiri pars ampularis terlihat compang

camping, perdarahan (+)

• Terdapat perlekatan antara omentum dengan uterus pada bagian fundus, perlekatan antara

omentum dengan adneksa kiri

• Dilakukan salphingektomi sinistra

• Perdarahan teratasi

• Setelah alat-alat dan kassa lengkap, perdarahan (-) à dinding abdomen ditutup lapis demi

lapis

• Perdarahan 1000cc

Instruksi Post-Op

• Observasi TV, kontraksi, perdarahan, dan akut abdomen

• Cek DPL post operasi

• FC 1x24 jam

• Diet TKTP

• Mobilisasi bertahap

• Higiene v/p

• Levofloxasin 2x500mg iv

• Metronidazol 3x500 mg iv

• Profenid Supp 3x1

17

Page 18: Case Infertil Ola

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad Bonam

Ad functionam : Dubia

Ad sanationam : Dubia

18

Page 19: Case Infertil Ola

BAB IV

ANALISA KASUS

Pada pasangan ini, Ny.P (34 thn) dan Tn.S (39thn), didiagnosa sebagai infertilitas

primer berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang

dilakukan. Infertilitas primer terjadi akibat dilakukannya salphingektomi bilateral ai KET

berulang.

Kehamilan ektopik yang didiagnosis pasien ini berdasarkan anamnesis adanya trias

KET. Trias KET terdiri dari nyeri abdomen, amenore, dan perdarahan pervaginam. Ketiga

gejala tersebut terjadi pada kehamilan trimester pertama. Pada kasus ini, pasien mengaku

hamil 6 minggu dengan HPHT 5 Juli 2011. Berdasarkan literatur dikatakan bahwa insidensi

KET terbanyak terjadi pada kehamilan 5-12 minggu.4

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 100/70mmHg, takikardi serta akral

dingin. Selain itu pada pasien juga didapatkan konjungtiva anemis dan nyeri tekan abdomen.

Pada status obstetri dan ginekologi, didapatkan adanya perdarahan dari vagina dan nyeri

goyang portio. Konfirmasi dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb pasien 4,8 g/dl sesuai

dengan konjungtiva anemis pada pasien dan menunjukkan perdarahan yang terjadi pada

pasien berlangsung cukup lama dan berat. Dikatakan bahwa Kehamilan ektopik merupakan

keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester

pertama.7 Hal tersebut terutama disebabkan oleh syok akibat perdarahan hebat yang terjadi.

Modalitas lain yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik adalah

USG. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauterin mencapai 100% pada

kehamilan diatas 5 minggu.7 Dari USG dapat terlihat tidak adanya hasil konsepsi intra uterin.

Selain itu pada KET, USG dapat melihat ada tidaknya cairan bebas. Pada pasien ini USG

menunjukkan adanya massa hipoekoik pada adneksa kiri, 10,38 x 5,48 dan hematokel. Dari

pemeriksaan anamnesisi, pemeriksaan fisik dan penunjang tersebut dapat ditegakkan

diagnosis KET.

Adanya riwayat KET sebelumnya pada pasien ini merupakan risiko tinggi (8,3%)

terjadi KET berikutnya.4 Selain itu, adanya infertilitas juga merupakan salah satu faktor

risiko terjadi KET.4 Pasangan ini membutuhkan waktu 6 tahun sebelum akhirnya

19

Page 20: Case Infertil Ola

mendapatkan kehamilan yang pertama. Namun kehamilan pertama terjadi KET hingga

akhirnya dilakukan salphingektomi dextra. Kehamilan kedua terjadi 4 tahun berikutnya dan

juga terjadi KET hingga akhirnya dilakukan salphingektomi sinistra. Jadi, saat ini infertilitas

primer yang terjadi pasien akibat salphingektomi dextra dan sinistra yang telah dilakukan. 30

% infertilitas yang terjadi pada pasangan merupakan masalah tuba. Pasangan ini sudah tidak

dapat lagi mendapatkan kehamilan secara alamiah. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan

Teknologi Reproduksi Berbantu. Namun, cara ini memerlukan biaya yang sangat besar.

20

Page 21: Case Infertil Ola

BAB V

KESIMPULAN dan SARAN

Kesimpulan

1. Pada kasus infertilitas harus menganggap suami dan istri sebagai suatu kesatuan,

sehingga pemeriksaan tidak hanya dilakukan terhadap istri tetapi juga suami.

2. Pada pasangan ini infertilitas primer yang terjadi karena telah dilakukannya

operasi salpingektomi kanan dan kiri atas indikasi KET yang berulang.

3. Belum dapat disingkirkan penyebab infertil dari faktor suami mengingat

pasangan ini membutuhkan waktu 6 tahun untuk kehamilan pertamanya.

4. Pada pasangan ini sudah tidak dapat lagi mendapatkan kehamilan secara alamiah.

Saran

1. Suami harus selalu memberikan dukungan psiklogis terhadap istri untuk

mencegah timbulnya masalah psikis.

2. Jika pasangan ini ingin mendapatkan anak, maka dapat dicoba dengan Teknologi

Reproduksi Berbantu.

3. Banyak berdoa kepada Allah SWT dan memohon kesabaran serta keikhlasan

untuk menghadapi keadaan ini.

21

Page 22: Case Infertil Ola

D A F T A R P U S T A K A

1. Berek SJ. Berek & Novak’s Gynecology. 14th Ed. 2007. California : Lippincot

Williams & Wilkins.

2. DeCherney AH, Nathan L, et al. Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and

Gynecology. 2006. USA : McGraw-Hill.

3. Curtis MG, Overholt S, Hopkins MP. Glass’ Office Gynecology. 6th Ed. 2006.

California : Lippincot Williams & Wilkins.

4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Et al. Williams Obstetric. 22nd Ed. 2005.

USA : Mcgraw-hills

5. Sepilian VP, Rivlin ME. 2011. Ectopic Pregnancy. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/258768-overview

6. Sumapraja S. Infertilitas. Dalam : Prawiroharjo S. Ilmu kandungan. Cetakan kelima.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prwirohardjo, 1991: 426-463

22