Top Banner
EMPIEMA Empiema adalah akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen. 1 Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Empiema dapat juga terjadi akibat infeksi setelah pembedahan dada, trauma tembus dada, atau karena prosedur medis seperti torakosentesis atau karena pemasangan chest tube. Pus yang berasal dari rongga abdomen yang berada tepat di bawah paru (abses subfrenikus) juga dapat meluas ke rongga pleura dan menyebabkan empiema. Demam tinggi sering ditemui, sama seperti gejala pneumonia yang berupa batuk, nyeri dada karena pleuritis, dan 1
42

Case Hidup 5 - Abses Paru

Jan 19, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case Hidup 5 - Abses Paru

EMPIEMA

Empiema adalah akumulasi pus diantara paru dan membran yang

menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi.

Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel

sel polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam

pembekuan (fibrin). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi

peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa

nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut

akan memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi). Pembentukan

jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan

kerusakan yang permanen. 1

Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia)

atau kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Empiema dapat

juga terjadi akibat infeksi setelah pembedahan dada, trauma tembus dada, atau

karena prosedur medis seperti torakosentesis atau karena pemasangan chest tube.

Pus yang berasal dari rongga abdomen yang berada tepat di bawah paru (abses

subfrenikus) juga dapat meluas ke rongga pleura dan menyebabkan empiema.

Demam tinggi sering ditemui, sama seperti gejala pneumonia yang berupa batuk,

nyeri dada karena pleuritis, dan kelemahan. Empiema juga dapat terjadi akibat

dari keadaan keadaan seperti septikemia, sepsis, tromboflebitis, pneumotoraks

spontan, mediastinitis, atau ruptur esofagus.1,2 

Stafilokokus aureus merupakan bakteri penyebab empiema yang paling

sering ditemukan dalam isolasi mikrobiologi, selebihnya adalah bakteri gram

negatif. Sering ditemukannya bakteri gram negatif pada biakan terjadi diantaranya

karena tingginya insidensi resisten karena pemberian antibiotik pada fase awal

pneumonia. Streptokokus jarang menyebabkan empiema. Penyebab empiema

polimikrobial juga pernah dilaporkan, untuk menanganinya diperlukan antibiotik

kombinasi. Pemberian antibiotik spesifik untuk stafilokosus aureus yang

dikombinasikan dengan antibiotik lainnya dapat melawan bakteri gram negatif.

Namun telah diketahui bahwa aminoglikosida memiliki kekuatan penetrasi ke

dalam ruang pleura yang jelek. Namun pemberian aminoglikosida dapat diberikan

1

Page 2: Case Hidup 5 - Abses Paru

dengan indikasi untuk mengatasi pneumonia. Selain itu pemberian aminoglikosida

dimaksudkan karena alasan biaya untuk penderita dengan sosial ekonomi yang

rendah dan tidak mampu untuk membeli sefalosporin. Tuberkulosis juga

menyebabkan empiema terutama pada masyarakat India. Mycobacterium

tuberculosis sulit diisolasi pada pasien empiema. Namun pada negara barat justru

ditemukan mikrobakterium tuberkulosis yang tinggi. Fenomena yang jelas ini

membutuhkan penelitian yang lebih lanjut.3

Cairan pleura yang purulen (empiema) hampir selalu disebabkan oleh

bakterial pneumonia. Efusi pleura yang berhubungan dengan pneumonia bakterial,

abses paru, atau bronkiektasis disebut efusi parapneumonia. Sebelum antibiotika

tersedia, pneumokokus atau beta-hemolitik streptokokus merupakan penyebab

tersering terjadinya empiema. Beberapa masa sesudahnya, Stafilokokus aureus

menjadi penyebab terbanyak, namun pada tahun tahun terakhir ini S. pneumoniae

kembali menonjol. Presentase penderita dengan pneumonia pneumokokal yang

mengalami efusi paraneumonik tidaklah tinggi seperti yang terlihat pada penderita

dengan empiema yang disebabkan oleh S. aureus . Selain itu juga dapat

disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A , jarang oleh F. tularensis, H.

influenzae tipe b, dan bakteri usus gram negatif seperti Pseudomonas atau

Salmonela. Streptokokus dan difteroid (flora normal mulut) merupakan penyebab

pneumonia aspirasi, khususnya pada dewasa. Spesies bakteroides atau

klostridium, aktinomises anaerob, dan streptokokus anaerob kadang juga

menyebabkan empiema (terutama pada usia dewasa), sehingga cairan dibutuhkan

kultur secara anaerob. Blastomikosis, histoplasmosis, dan koksidioidomikosis

berhubungan dengan efusi pleua purulenta ringan sampai sedang. Fungi tersebut

dan kriptokokus merupakan suatu agen yang menjadi risiko penyebab infeksi pada

penderita dengan imunodefisiensi. Namun, penyakit paru yang masif kadang juga

menyerang penderita dengan status imunologi yang normal yang banyak terpajan

dengan fungi. Empiema juga dapat disebabkan oleh parasit seperti paragonimiasis

(pada imigran timur jauh) dan amebiasis.1,2,3 

2

Page 3: Case Hidup 5 - Abses Paru

Classification and Treatment Scheme for Parapneumonic Effusions and Empyema1

Class 1:

Nonsignificant

pleural

effusion

Small

Less than 10 mm thick on decubitus x-ray

No thoracentesis indicated

Class 2:

Typical

parapneumonic

pleural

effusion

More than 10 mm thick

Glucose >40 mg/dl, pH > 7.20,

Gram stain and culture negative

Antibiotics alone

Class 3:

Borderl

ine complicated

pleural effusion

7,00 < pH < 7.20 and/or LDH >1000 and

Glucose > 40mg/dl,

Gram stain and culture negative

Antibiotics plus serial thoracentesis

Class 4:

Simple

complicated

pleural effusion

pH < 7.00 and/or glucose <40 mg/dl and/or Gram stain or culture positive

Not loculated, not frank pus

Tube thoracostomy plus antibiotics

Class 5:

Complex

complicated

pleural effusion

pH < 7.00 and/or glucose < 40 mg/dl and/or Gram stain or culture positive

Multiloculated

Tube thoracostomy plus fibrinolytics (Rarely require thoracoscopy or decortication)

Class 6:

Simple

empyema

Frank pus present

Single locule or free-flowing

Tube thoracostomy + decortication

Class 7:

Complex

empyema

Frank pus present

Multiple locules

Tube thoracostomy + fibrinolyticsOften require thoracoscopy or decortication

ABSES PARU

3

Page 4: Case Hidup 5 - Abses Paru

Abses paru didefinisikan sebagai nekrosis jaringan paru dan pembentukan

rongga yang berisi sebukan nekrotik atau cairan yang disebabkan oleh infeksi

mikroba. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small

abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia” atau gangren paru. Baik abses

paru-paru dan pneumonia nekrosis adalah manifestasi dari suatu proses patologis

yang serupa.1,4,5

                Pada umumnya kasus abses paru ini berhubungan dengan karies gigi,

epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol.

Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan

respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari

pasca obstruksi.4,5

                Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi sesuai dengan

peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan Fisliman

mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah

kuman anaerob. Asher dan Beandry mendapatkan pada anak-anak kuman

penyebab abses paru terbanyak adalah Stapillococous aureus.4,6

            Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman aerob

seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian

dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak

adalah kuman anaerob.5,6

Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian

proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari

suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan

likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir

proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan

nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus

terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke

rongga pleura maka terjadi empyema.5

Terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut : 4,5,6

4

Page 5: Case Hidup 5 - Abses Paru

a.   Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan

faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru

dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air

fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan

penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari

proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar.

b.   Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan

kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada

penderita emphisema paru atau polikistik paru yang mengalami infeksi sekunder.

c.    Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses

paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala

yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-

kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe

peribronkial.

d.    Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik

yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi

likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.5

Apabila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela pneumonia sebagai kuman

komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran pernafasan bawah,

akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan saluran

nafas menurun sehingga terjadi keradangan. Proses peradangan dimulai dari

bronki atau bronkiol, menyebar ke parenkim paru yang kemudian dikelilingi

jaringan granulasi. Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering

terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan

pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan

berubah menjadi proses yang kronis atau menahun. 7

Gejala klinis : 5,6,7

Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala

pneumonia pada umumnya yaitu:

Demam, dijumpai berkisar 70% - 80% pada penderita abses paru. Kadang

dijumpai dengan temperatur  > 400C.

5

Page 6: Case Hidup 5 - Abses Paru

Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga

abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk

yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).

Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar

40 – 75% penderita abses paru.

Nyeri dada (± 50% kasus)

Batuk darah (± 25% kasus)

Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat

badan. Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti

redup, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh

serta takikardi.

Gambaran Radiologis 8

Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda

konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran

2 – 20 cm.

Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila

terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level.

Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi

(opasitas).

Pemeriksaan laboratorium 4,5,6

a.    Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari

12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan

32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam. Pada

hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left

b.   Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan

pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.

c.    Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik

dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.

6

Page 7: Case Hidup 5 - Abses Paru

Diagnosis abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan

gejala seperti pneumonia dan pemeriksaan fisik saja. Diagnosa harus ditegakkan

berdasarkan7,8

1.   Riwayat penyakit sebelumnya. Keluhan penderita yang khas misalnya malaise,

sesak nafas, penurunan berat badan, panas, badan yang ringan, dan batuk yang

produktif, Foetor ex oero. Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan

sedasi, trauma atau serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang

mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman

diparu akibat suntikan obat.

2.   Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang

mendorong terjadinya abses paru, seperti tanda-tanda proses konsolidasi

diantaranya :

a. Redup pada perkusi,

b. Suara nafas yang meningkat,

c. Sering dijumpai adanya jari tabuh

d. Takikardi

e. Febris

3.   Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah dapat mengarah pada

organisme penyebab infeksi. Jika TB dicurigai, tes BTA dan mikobakteri dapat

dilakukan. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis, Laju endap

darah meningkat, hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran ke kiri.

4.   Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi

disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi.

Abses paru sebagai akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior

lobus superior atau segmen superior lobus inferior. Ketebalan dinding abses paru-

paru berlangsung dari tebal ke tipis dan dari dinyatakan sakit hingga tapak

gambaran yang membaik disekitar infeksi paru. Besarnya tingkat udara abses

cairan dalam paru-paru sering sama dalam pandangan posteroanterior atau lateral.

Abses dapat memanjang ke permukaan pleura.

5.   Bronkoskopi. Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan terapi

drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.

7

Page 8: Case Hidup 5 - Abses Paru

Penatalaksanaan abses paru harus berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi

dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat

ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses

paru : 2, 4, 5, 9,10

1.      Medika Mentosa

Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era

antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik.

Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai

peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerob (lebih dari 35%

kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi

antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan

Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.

Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase

inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang

menjadi Abses paru.

Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon

radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala

atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.

Pasien dengan abses paru biasanya menunjukkan perbaikan klinis, dengan

peningkatan demam, dalam waktu 3-4 hari setelah memulai terapi antibiotik.

Penurunan suhu badan sampai yg normal diharapkan dalam 7-10 hari. Demam

yang terus menerus di luar waktu ini mengindikasikan kegagalan terapi, dan

pasien ini harus menjalani studi lebih lanjut diagnostik untuk menentukan

penyebab kegagalan.

Pertimbangan pada pasien dengan respon yang buruk terhadap terapi

antibiotik meliputi obstruksi bronkial dengan benda asing atau neoplasma atau

infeksi dengan bakteri resisten, mikobakteri, atau jamur.

2.      Drainase

Drainase postural dan fisioterapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit

diperlukan untuk mempercepat proses resolusi abses paru. Pada penderita abses

paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan

drainase melalui bronkoskopi.

8

Page 9: Case Hidup 5 - Abses Paru

3.      Bedah

Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:

a.       Respon yang rendah terhadap terapi antibiotika.

b.      Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi

c.       Infeksi paru yang berulang

d.      Adanya gangguan drainase karena obstruksi

Untuk alasan berikut, rawat inap disarankan pada pasien dengan abses

paru, evaluasi dan pengelolaan status pernapasan pasien, administrasi antibiotik

intravena, drainase dari abses atau empiema diperlukan.

Pada pasien yang memiliki abses paru-paru kecil, yang secara klinis tidak

sakit, dan yang dapat diandalkan, rawat jalan dapat dianggap setelah mendapat

studi diagnostik yang tepat seperti kultur dahak, kultur darah, dan darah lengkap.

Setelah terapi awal antibiotik intravena, pasien dapat diperlakukan secara rawat

jalan untuk menyelesaikan terapi berkepanjangan, yang sering dibutuhkan untuk

pemulihan.

Pencegahan aspirasi penting untuk meminimalkan risiko abses paru.

dilakukkannya intubasi pada pasien yang telah berkurang kemampuan untuk

melindungi jalan napas dari aspirasi besar (batuk, gag refleks), harus

dipertimbangkan. Posisi pasien terlentang pada sudut 30° bersandar

meminimalkan risiko aspirasi, jika muntah pasien harus ditempatkan pada posisi

miring. Meningkatkan kesehatan gigi dan perawatan gigi pada pasien lanjut usia

dan lemah dapat mengurangi risiko abses paru anaerobik.

Beberapa komplikasi yang dapat timbul adalah : 4, 5

1.      Empiema

2.      Fibrosis pleura

3.      Bronchopleural fistula

4.      Pleural cutaneous fistula

5.      Respiratory failure

6.      Trapped lung

7.      Abses otak

8.      Atelektasis

9.      Sepsis

9

Page 10: Case Hidup 5 - Abses Paru

Lebih dari 90% dari abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis

saja, kecuali disebabkan oleh obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma.

Angka kematian yang disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40

% pada era preantibiotika dan sampai 15 – 20 % pada era sekarang7.

Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis

yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi.

2,4% angka kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru karena

HAP. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru

sebagai berikut : 7

1.      Anemia dan Hipoalbuminemia

2.      Abses yang besar (φ > 5-6 cm)

3.      Lesi obstruksi

4.      Bakteri aerob

5.      Immunocompromised

6.      Usia tua

7.      Gangguan intelegensia

8.      Perawatan yang terlambat

Angka kematian untuk pasien dengan status yang mendasari

immunocompromised atau obstruksi bronkial yang memperburuk abses paru-paru

mungkin mencapai 75%.4

Organisme aerobik, sering merupakan penyebab yang didapat di rumah

sakit dan memiliki prognosis yang buruk. Sebuah studi retrospektif melaporkan

angka kematian keseluruhan abses paru-paru yang disebabkan oleh bakteri gram

positif dan gram negatif campuran sekitar 20%.5

10

Page 11: Case Hidup 5 - Abses Paru

ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 31 tahun di bangsal

Penyakit Dalam RSUP M. Djamil sejak tanggal 3 Juni 2013 dengan

Keluhan Utama : Sesak nafas yang semakin meningkat sejak 1 hari sebelum

masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sesak nafas yang semakin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk

rumah sakit. Sesak semakin meningkat bila tidur berbaring ke sisi

kiri. Sesak tidak dipengaruhi oleh makanan dan cuaca. Sesak sudah

mulai dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, namun pasien tidak

menghiraukannya.

Demam-demam sejak 6 bulan yang lalu. Demam tidak tinggi, dan

hilang timbul. Riwayat keringat malam hari ada sejak 6 bulan yang

lalu. Demam meningkat sejak 3 hari yang lalu. Demam dirasakan

tinggi, terus menerus, dan tidak menggigil.

Batuk sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak,

dahak berwarna kuning. Batuk berdarah tidak ada. Sebelumnya,

pada bulan Februari 2013, pasien sudah dirawat di RST dan

diagnosis menderita Tuberkulosis paru dengan adanya nanah pada

paru kanan. Pada saat itu, pasien sudah diberikan obat anti

tuberkulosis, namun pasien tidak mengkonsumsi obat tersebut

secara teratur. Pasien hanya mengkonsumsi obat tersebut selama 2

minggu.

Bengkak pada leher kanan sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya

bengkak hanya seukuran kelereng, namun sejak 2 bulan terakhir,

bengkak dirasakan semakin membesar hingga sebesar telur ayam.

Bengkak dirasakan panas, memerah, dan nyeri bila disentuh.

11

Page 12: Case Hidup 5 - Abses Paru

Penurunan nafsu makan sejak 6 bulan yang lalu.

Penurunan berat badan sejak 6 bulan yang lalu. Besar penurunan

berat badan sekitar 10 kilogram.

Pucat-pucat disangkal oleh pasien.

BAB tidak ada kelainan.

BAK tidak ada kelainan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit gula tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini

Riwayat Pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan :

- Pasien adalah seorang pedagang

- Pasien merokok sebanyak 1 bungkus per hari sejak 10 tahun yang

lalu.

- Pasien belum berkeluarga.

- Pasien tinggal di rumah dengan ibu dan saudari kandungnya.

Rumah pasien berada di lingkungan yang cukup padat, tetapi

sirkulasi udara cukup baik. Tidak ada tetangga atau kerabat pasien

yang terkena penyakit yang sama.

- Riwayat menggunakan narkoba suntik disangkal, riwayat sex bebas

(+), terakhir 1 tahun yang lalu dengan PSK, tattoo (-)

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Compos Mentis Cooperative

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 108 x/menit

12

Page 13: Case Hidup 5 - Abses Paru

Nafas : 28 x/menit

Suhu : 38,6°C

Keadaan umum : lemah

Keadaan gizi : kurang

Berat badan : 45 kg

Tinggi badan : 165 cm

BMI : 16,53 (underweight)

Edema : (-)

Ikterik : (-)

Anemis : (+)

Sianosis : (-)

Kulit : turgor baik

Kelenjar getah bening : teraba pembesaran KGB regio colli dextra dan

sinistra, jumlah 3 buah, berukuran 1x1x1 cm,

konsistensi kenyal, tidak terfiksir, nyeri tekan(-),

teraba massa lunak berukuran 8x5x5 cm, nyeri

tekan, perabaan hangat, tidak terfiksir.

Kepala : tak ada kelainan

Rambut : tumbuh rata, tidak mudah dicabut

Mata : konjunctiva anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : tak ada kelainan

Hidung : tak ada kelainan

Tenggorokan : tak ada kelainan

Gigi dan mulut : caries (-)

Leher : JVP 5 - 2 cmH2O

13

Page 14: Case Hidup 5 - Abses Paru

Dada :

Paru Depan

Inspeksi : Statis : asimetris, kanan mencembung dibandingkan kiri.

Dinamis : pergerakan kanan tertinggal.

Palpasi : Fremitus kanan menurun dibanding kiri setinggi RIC II ke bawah.

Perkusi : kanan pekak setinggi RIC II ke bawah, kiri sonor

Auskultasi : Kanan : suara nafas menghilang pada paru kanan setinggi RIC II

ke bawah, wheezing –

Kiri : bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring pada

lapangan paru kiri, wheezing -

Paru Belakang

Inspeksi : Statis : asimetris, kanan mencembung dibandingkan

kiri.

Dinamis : pergerakan kanan tertinggal.

Palpasi : Fremitus kanan menurun dibanding kiri setinggi

Thorakal IV ke bawah.

Perkusi : kanan pekak setinggi Th-IV ke bawah, kiri sonor

Auskultasi : kanan : suara nafas menghilang pada paru kanan

setinggi Th-IV ke bawah, wheezing –

Kiri : bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring

pada lapangan paru kiri, wheezing –

Jantung :

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus tidak kuat angkat, teraba 1 jari medial LMCS RIC V

14

Page 15: Case Hidup 5 - Abses Paru

Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan sukar dinilai, kiri 1 jari

medial LMCS RIC V, pinggang jantung (+)

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama jantung reguler, M1 > M2,

P2 <A2, bising (-)

Abdomen :

Inspeksi : tidak tampak membuncit

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : nyeri tekan dan nyeri ketok sudut CVA (-)

Alat kelamin : tidak ada kelainan

Anus : tidak ada kelainan

Anggota gerak : reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-,

edema pretibia +/+

Laboratorium :

Darah

Hemoglobin : 7,7 g/dl Hematokrit : 24%

Leukosit : 16.200/mm3 Na : 125 mmol/l

Trombosit : 255.000/mm3 K : 4,8 mmol/l

GDS : 114 mg/dl Cl : 96 mmol/l

Ureum : 33 mg/dl Kreatinin : 0,8 mg/dl

DC : 0/0/25/69/4/2 Gambaran darah tepi : mikrositik hipokrom

A nalisa Gas Darah:

pH : 7,44 PCO2 : 22 mmHg BEecf : -9,3 mmol/l

15

Page 16: Case Hidup 5 - Abses Paru

PO2 : 79 mmHg HCO3 : 14,9mmol/l SO2c : 96 %

Kesan : hipoksia

Urinalisa :

Leukosit : 1-2 /LPB Eritrosit : 0-1/LPB

Epitel : (+) gepeng Silinder: (-) Kristal:(-)

Protein (+) Glukosa (-) Bilirubin (-) Urobilinogen : (+)

Feses :

Makroskopik : warna coklat, konsistensi lembek, darah (-), lendir (-)

Mikroskopik : eritrosit 0-1/LPB, leukosit 0-1/LPB , amuba (-), cacing (-)

EKG :

- Irama : sinus - ST elevasi (-)

- HR : 103 x /1’ - ST depresi (-)

- Aksis : normal - Q patologis (-)

- Gel P : normal - SV1 + RV6 < 35 mm

- PR interval : 0,14 detik - R/S di V1 < 1

- QRS komplek : 0,06 detik - T inverted (-)

Kesan : Sinus takikardia

Daftar Masalah :

- Sepsis

- Efusi pleura

- Tuberkulosis paru

- Bronkopneumonia

- Anemia

- Hiponatremia

16

Page 17: Case Hidup 5 - Abses Paru

- Hipoksia

- Malnutrisi

Diagnosis Kerja :

Sepsis ec bronkopneumonia dengan hipoksia

Efusi pleura dextra ec spesifik

Tuberkulosis paru duplex

Hiponatremia ec low intake

Limfadenitis colli dextra ec spesifik

Anemia sedang mikrositik hipokrom ec penyakit kronik

Diagnosis Banding :

Efusi pleura dextra ec aspesifik

Limfoma malignum

Anemia sedang mikrositik hipokrom ec defisiensi besi

Terapi :

Istirahat / MB 1900 Kkal / hari / O2 5L/1’

( karbohidrat 1100 Kkal / protein 100gr / lemak 600 Kkal )

Koreksi NaCl 3% 12 jam/kolf (1 kolf), threeway dengan NaCl 0,9%

6 jam/kolf

Ceftriaxon injeksi 2 x 2 gram

Azitromisin 1 x 500 mg

Ambroxol syrup 3 x 30 mg

Paracetamol 3 x 500mg

Balans cairan

Anjuran :

MCV, MCH, MCHC

Serum iron, TIBC, feritin

Faal hepar (SGOT, SGPT)

Elektrolit ulangan

Analisa gas darah ulangan

17

Page 18: Case Hidup 5 - Abses Paru

Analisa cairan pleura

Expertise rontgen thoraks

Kultur sputum

Kultur darah

Kultur cairan pleura

BTA sputum 1,2,3

BTA cairan pleura

Sitologi cairan pleura

Biopsi aspirasi jarum halus

Jam 20.00

Dilakukan analisa cairan pleura keluar nanah

Kesan : Empiema dextra

Terapi :

Tambahkan metronidazole 3x500 mg (IV)

Konsul konsultan paru

Konsul Konsultan Paru :

Kesan :

Empiema dextra ec aspesifik

Tuberkulosis paru duplex

Bronkopneumonia sinistra

Limfadenitis colli dextra ec spesifik

Advis : - Pasang thoraks tube segera konsul bedah torak

- Inform consent

- Terapi lain lanjut

Konsul Konsultan Bedah Torak :

18

Page 19: Case Hidup 5 - Abses Paru

Kesan : Empiema dextra

setuju untuk dilakukan pemasangan thoraks tube

Jam 23.30 selesai dilakukan pemasangan thoraks tube

FOLLOW UP

4 Juni 2013

S/ Pasien sadar, sesak nafas berkurang, demam (+), batuk (+)

0/ KU : Lemah Kesadaran : CMC

TD : 100/70 mmHg Nadi : 110 x/menit

Suhu : 38,9ºC Pernafasan : 26 x/menit

Paru : suara nafas menghilang pada paru kanan setinggi RIC IV ke bawah,

amphoric sound paru kanan (+).

Jumlah cairan yang keluar 500 cc, berwarna kuning kecoklatan, undulasi (+)

Hasil Laboratorium

SGOT

SGPT

MCV

MCH

MCHC

Serum iron

TIBC

35 u/l

20 u/l

73 um3

23,9 pg

32,6 g/dl

3 ug/l

50 ug/l

Natrium

Kalium

Clorida

Total protein

Albumin

Globulin

LED

138 meq/l

4,2 meq/l

96 mg/dl

6,1 g/dl

2,3 g/dl

3,8 g/dl

87 mm/jam

Ferritin 563 ng/ml

Kesan :anemia mikrostik hipokrom ec penyakit kronik, hipoalbuminemia,

hiponatremia teratasi

19

Page 20: Case Hidup 5 - Abses Paru

Sikap : transfusi albumin 20 %

Konsul Konsultan Petri

Kesan : Sepsis ec empiema dextra

Advis :

- Tambahkan injeksi dexametason 3 x 5 mg

- Terapi lain lanjut

Konsul Konsultan Hematologi :

Kesan :

- Anemia sedang mikrositik hipokrom ec penyakit kronik

- Sepsis ec empiema dextra

Advis :

- Transfusi PRC s.d Hb ≥ 10 gr/dl

- Terapi lain lanjut

Rencana :

BTA 1

VCT dan rapid test HIV hasil : negatif

5 Juni 2013

S/ Pasien sadar, sesak nafas (+), demam (+), batuk (+)

0/ KU : Lemah Kesadaran : CMC

TD : 100/60 mmhg Nadi : 105 x/menit

Suhu : 38ºC Pernafasan : 28 x/menit

Paru : suara nafas menghilang pada paru kanan setinggi RIC IV ke bawah,

amphoric sound paru kanan (+)

20

Page 21: Case Hidup 5 - Abses Paru

Jumlah cairan yang keluar 100 cc, berwarna kuning kecoklatan, undulasi (+)

A nalisa Gas Darah:

pH : 7,43 PCO2 : 29 mmHg BEecf : -5,1 mmol/l

PO2 : 44 mmHg HCO3 : 19,2 mmol/l SO2c : 81 %

Kesan : gagal nafas tipe I

Keluar expertise rontgen thoraks PA

Tampak gambaran infiltrat di perihiler paru kiri dengan gambaran perselubungan

inhomogen disertai air fluid level di hemitoraks dextra.

Cor : batas kanan berselubung, kesan tidak membesar

Sinus dan diafragma kanan tertutup perselubungan

Kesan : bronkopneumonia sinistra dengan sugestif abses paru dextra

Konsul Konsultan Paru :

Kesan :

Empiema dextra ec aspesifik (terpasang thorax tube)

Tuberkulosis paru dupleks

Limfadenitis regio colli dextra ec spesifik

Advis :

- Sungkup RM 10 L/1’ selama 6 jam ulang AGD

- Terapi lain lanjut

Rencana : BTA 2

7 Juni 2013

S/ Pasien sadar, sesak nafas (+), demam (+), batuk (+)

0/ KU : Lemah Kesadaran : CMC

21

Page 22: Case Hidup 5 - Abses Paru

TD : 110/70 mmhg Nadi : 104 x/menit

Suhu : 38,2ºC Pernafasan : 26 x/menit

Paru : suara nafas menghilang pada paru kanan setinggi RIC IV ke bawah,

amphoric sound paru kanan (+)

Jumlah cairan yang keluar 100 cc, berwarna kuning kecoklatan, undulasi (+)

A nalisa Gas Darah:

pH : 7,41 PCO2 : 36 mmHg BEecf : -7,1 mmol/l

PO2 : 60 mmHg HCO3 : 20,2 mmol/l SO2c : 80 %

Kesan : hipoksia

Konsul Konsultan Paru :

Kesan :

Empiema dextra ec aspesifik (terpasang thorax tube)

Tuberkulosis paru dupleks

Limfadenitis regio colli dextra ec spesifik

Advis :

- Sungkup NRM 10 L/1’ selama 6 jam ulang AGD

- Terapi lain lanjut

Rencana : BTA 3

8 Juni 2013

S/ Pasien sadar, sesak nafas (+), demam (+), batuk (+)

0/ KU : Lemah Kesadaran : CMC

TD : 100/70 mmhg Nadi : 108 x/menit

Suhu : 37,9ºC Pernafasan : 27 x/menit

22

Page 23: Case Hidup 5 - Abses Paru

Paru : suara nafas menghilang pada paru kanan setinggi RIC V ke bawah,

amphoric sound paru kanan (+)

Jumlah cairan yang keluar 75 cc, berwarna kuning kecoklatan, undulasi (+)

Laboratorium :

Hemoglobin : 7,1 gr/dl

Leukosit : 10.200/mm3

Hematokrit : 21 %

Trombosit : 287.000/mm3

A nalisa Gas Darah:

pH : 7,42 PCO2 : 33 mmHg BEecf : -5,1 mmol/l

PO2 : 72 mmHg HCO3 : 18,2 mmol/l SO2c : 86 %

Kesan : hipoksia, sepsis perbaikan

Keluar hasil expertise rontgen toraks ulangan

Paru : tampak gambaran bulat disertai air fluid level di paru kanan, tampak

perselubungan inhomogen di hemitoraks kiri

Sinus kanan berselubung, sinus dan diafragma kiri baik.

Kesan : Empiema dan multipel abses

Konsul Konsultan Paru :

Kesan :

Empiema dextra ec aspesifik (terpasang thorax tube)

Tuberkulosis paru dupleks

Limfadenitis regio colli dextra ec spesifik

23

Page 24: Case Hidup 5 - Abses Paru

Abses paru dextra

Advis :

- Pasang O2 5l/1’

- Terapi lain lanjut

Konsul Konsultan Petri

Kesan : Sepsis ec empiema dextra (perbaikan)

Advis :

- Aff injeksi dexametason

- Terapi lain lanjut

10 Juni 2013

S/ Pasien sadar, sesak nafas (+), demam (+), batuk (+)

0/ KU : Lemah Kesadaran : CMC

TD : 110/70 mmhg Nadi : 100 x/menit

Suhu : 37,8 ºC Pernafasan : 27 x/menit

Paru : suara nafas menghilang pada paru kanan setinggi RIC IV ke bawah,

amphoric sound paru kanan (+)

Jumlah cairan yang keluar 50 cc, berwarna kuning kecoklatan, undulasi (+)

Keluar hasil BTA

BTA 1,2,3 : positif

Keluar hasil kultur cairan pleura :

Tidak ditemukan pertumbuhan kuman (aerob)

Keluar hasil kultur sputum :

Tidak ditemukan pertumbuhan kuman patogen

24

Page 25: Case Hidup 5 - Abses Paru

Keluar hasil kultur darah:

Tidak ditemukan pertumbuhan kuman patogen

Keluar hasil sitologi cairan pleura :

Tampak massa amorf eosinofilik, tidak ditemukan tanda spesifik dan sel

tumor ganas

Keluar hasil BAJH :

Sediaan dengan latar belakang nekrosis, sel limfosit, sel sentrum germinal,

fibroblast, histiosit, dan epiteloid

Kesan : limfadenitis kronik spesifik (kemungkinan proses mikrobakterial belum

dapat disingkirkan)

Konsul Konsultan Paru :

Kesan :

Tuberkulosis paru dupleks BTA (+) kasus baru HIV negatif

Empiema dextra ec aspesifik (terpasang thorax tube)

Limfadenitis regio colli dextra ec spesifik

Abses paru dextra

Advis :

- OAT kategori I :

INH 1x300mg

Rifampisin 1x450 mg

Pirazinamid 1x1000 mg

Etambutol 1x750 mg

B6 1x10 mg

- Follow up faal hepar

25

Page 26: Case Hidup 5 - Abses Paru

- Terapi lain lanjut

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki usia 31 tahun dengan diagnosis

akhir:

Sepsis ec empiema dextra ec aspesifik

Tuberkulosis paru duplex BTA (+) kasus baru HIV negatif

Abses paru dextra

Limfadenitis colli regio dextra ec spesifik

Anemia sedang mikrositik hipokrom ec penyakit kronik

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, ditemukan adanya keluhan sesak nafas

yang semakin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak semakin

meningkat bila tidur berbaring ke sisi kiri. Ditemukan juga keluhan demam-

demam sejak 6 bulan yang lalu. Demam tidak tinggi, dan hilang timbul. Riwayat

keringat malam hari ada sejak 6 bulan yang lalu. Demam meningkat sejak 3 hari

yang lalu. Demam dirasakan tinggi, terus menerus, dan tidak menggigil. Batuk

sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya, pasien sudah dirawat di

RST dan diagnosis menderita Tuberkulosis paru. Pada saat itu, pasien sudah

diberikan obat anti tuberkulosis, namun pasien hanya mengkonsumsi obat tersebut

selama 2 minggu. Bengkak pada leher kanan sejak 6 bulan yang lalu. Bengkak

dirasakan panas, memerah, dan nyeri bila disentuh. Ditemukan juga penurunan

nafsu makan sejak 6 bulan yang lalu.Penurunan berat badan sejak 6 bulan yang

lalu.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, takikardia, takipneu,

konjunctiva yang anemis, pemeriksaan fisis paru yang mengesankan adanya

tuberkulosis paru duplex, efusi pleura pada paru kanan, dan bronkopneumonia

pada paru kiri.

Dari pemeriksaan penunjang, didapatkan adanya anemia, dengan kesan

mikrositik hipokrom, leukositosis, differential count shift-to-the-left, dan LED

yang meningkat.

26

Page 27: Case Hidup 5 - Abses Paru

Awalnya, pasien didiagnosis sebagai efusi pleura. Setelah dilakukan

analisis cairan pleura, ternyata didapatkan adanya pus. Empiema yang didapatkan

pada pasien ini awalnya dikesankan karena adanya infeksi kronik tuberkulosis

yang tidak tertangani dengan tuntas karena pasien tidak mengkonsumsi OAT

dengan teratur. Pada saat itu, dilakukan pemasangan thoraks tube pada pasien ini

untuk mengevakuasi empiema.

Setelah dilakukan pemasangan thoraks tube, dan setelah dilakukan rontgen

ulangan, didapatkan kesan adanya multiple abses, yang ditandai dengan adanya

gambaran air fluid level yang berkelompok pada paru kanan.

Abses paru pada pasien ini mungkin terjadi karena adanya infeksi kronik

tuberkulosis yang tidak tertangani, yang diperberat dengan adanya malnutrisi.

Berdasarkan kepustakaan, abses paru seringkali disebabkan adanya infeksi kuman

aspesifik. Abses seringkali disebabkan adanya inhalasi, infeksi kronik, dan cavitas

yang terinfeksi.

Komplikasi abses paru yang paling sering terjadi adalah empiema. Pada

pasien ini, empiema bisa disebabkan oleh adanya infeksi kronik tuberkulosis yang

tidak teratasi, infeksi oleh kuman aspesifik penyebab pneumonia, dan juga oleh

adanya abses paru yang sebelumnya tidak terdeteksi.

Anemia yang terjadi pada pasien ini adalah anemia yang disebabkan oleh

penyakit kronis. Penyakit kronis yang mendasari terjadinya anemia pada pasien

ini disebabkan oleh tuberkulosis paru yang tidak tertangani dengan baik. Transfusi

darah dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan ambilan oksigen dalam

sirkulasi, mengingat pasien berada dalam keadaan sepsis yang turut diperberat

dengan adanya hipoksia.

Penanganan yang dilakukan pada pasien ini adalah menyesuaikan

antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil kultur untuk menangani sepsis dan

abses paru. Untuk infeksi tuberkulosisnya, pasien ini dianggap sebagai kasus baru,

karena pada pengobatan sebelumnya, pasien hanya mengkonsumsi OAT-nya

selama 2 minggu. Pasien ini diberikan OAT kategori I, yaitu kombinasi INH,

Rifampisin, Etambutol, dan pirazinamid. Untuk mengatasi abses paru pada pasien

ini, selain menyesuaikan antibiotik sesuai kultur, juga diusahakan melakukan

drainase abses melalui proses bedah.

27

Page 28: Case Hidup 5 - Abses Paru

DAFTAR PUSTAKA

1. Light R. Pleural Diseases. Lippincott Williams & Wilkins.5th Edition. 2007.

28

Page 29: Case Hidup 5 - Abses Paru

2. Assegaff H. dkk. Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.

AUP. Surabaya. 2006. 136 – 41.

3. Jay A. Fishman. Aspiration. Empyema. Lung Abscesses. and Anaerobic

Infections in. Fishman’s pulmonary Diseases and disorders 4th ed.

Philadelphia. 2008. 2141 – 2146.

4. Sydney M. Lung Abscess . Cecil text book of Medicine 23th ed.

Phildelphia. 2008. Chapter 98

5. Garry et al. Lung Abscess in a Lange Clinical Manual. Internal Medicina.

Diagnosis and Therapy 3rd. Oklahoma. 2003. 119 – 120.

6. Hirshberg B et al. Factors predicting mortality of patients with lung

Abscsess. Chest. 115. 3. 2008. 746 – 52.

7. Ricaurte KK et al. Allergic bronchopulmonary aspergillosis with multiple

Streptococcus pneumonia Lung Abscess. an unussual insitial case

presentation. journal of allergy and clinical imunology. 104 . 1 2009 . 238

– 40.

8. Klein JS et al. Interventional Radiology of The Chest. Image Guided

Percutaneons Drainage of Pleural Effusions. Lung Abscess. and

Pneumothorax . AJR. 2005. 164. 581 – 88

9. Asher MI. Beadry PH. Lung Abscess in infections of Respicatory tract.

Canada. 2001. 429 – 34

10. Finegold SM, Fishman JA. Empyema and lung Abcess. Fishman’s

Pulmonary Diseases and Disorders 3rded. Philadelphia. 2008

29