Top Banner
STATUS PASIEN BAGIAN PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. I Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 19 tahun Alamat : Kp. Pasir Awi Rt 03/013 Kecamatan Cigudeg, Bogor Status Perkawinan : Belum menikah Agama : Islam Pekerjaan : Tidak bekerja Pendidikan : SLA Suku Bangsa : Sunda No RM : 27-72-95 II. ANAMNESIS Dilakukan secara Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan Ibu pasien pada tanggal 21 Januari 2014 pukul 13.00 WIB di ruang poliklinik saraf dengan didukung catatan medis. Keluhan Utama Riwayat kejang 5 hari SMRS 1
41

Case Epilepsi

Nov 26, 2015

Download

Documents

Najua Saleh

case
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case Epilepsi

STATUS PASIEN

BAGIAN PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. I

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 19 tahun

Alamat : Kp. Pasir Awi Rt 03/013 Kecamatan Cigudeg, Bogor

Status Perkawinan : Belum menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Pendidikan : SLA

Suku Bangsa : Sunda

No RM : 27-72-95

II. ANAMNESIS

Dilakukan secara Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan Ibu pasien pada tanggal

21 Januari 2014 pukul 13.00 WIB di ruang poliklinik saraf dengan didukung catatan

medis.

Keluhan Utama

Riwayat kejang 5 hari SMRS

Keluhan Tambahan

Tidak ada keluhan tambahan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan diantar oleh ibunya ke poliklinik Saraf RS Marzoeki Mahdi

dengan keluhan riwayat kejang 5 hari SMRS. Kejang terjadi saat pasien sedang dalam

1

Page 2: Case Epilepsi

keadaan beristirahat. Sebelum kejang pasien merasa nyeri kepala berdenyut,

pandangan nya gelap dan tangan nya terasa dingin. Menurut ibu pasien kejang

berlangsung kurang lebih 2 menit. Kejang terjadi langsung pada seluruh tubuh disertai

kaku dan kelojotan, serta pasien dalam keadaan tidak sadar. Saat kejang juga mata

memandang ke atas, gigi mengatup tetapi lidah tidak tergigit. Setelah kejang pasien

tertidur selama kurang lebih 1 jam. Pada saat sadar pasien tidak ingat apa yang terjadi

sebelumnya. Keluhan kejang dirasakan mulai terjadi pada saat pasien berusia 17 tahun.

Pada saat usia pasien 17 tahun, awal muncul kejang secara tiba-tiba pada saat pasien

sedang bekerja. Setelah itu pasien sering mengalami kejang apabila kelelahan. Kejang

biasanya terjadi tiga kali dalam seminggu dan setiap kejang terjadi selama 5 menit.

Sebelum kejang biasanya pasien merasa pandangan nya gelap dan tangan nya terasa

dingin. Setelah kejang pasien tersadar dan merasa pusing lalu tertidur karena lemas.

Pada 6 bulan terakhir ini kejang timbul 3 kali dalam sebulan. Setiap kejang timbul

tidak didahului demam. Pasien telah berobat di poliklinik saraf sejak tahun 2013 dan

telah mengkonsumsi obat rutin untuk kejangnya. Obat rutin yang diminum fenitoin

100 mg 3x1 tablet dan vitamin B6 2x1 tablet per harinya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat trauma kepala atau infeksi sebelumnya tidak ada.

Riwayat kejang 2 tahun yang lalu.

Riwayat kejang demam tidak ada.

Riwayat asma tidak ada.

Riwayat alergi obat-obatan atau makanan tidak ada.

Riwayat Pengobatan

Os mengaku hanya mengkonsumsi obat fenitoin 100 mg 3x1 tablet dan vitamin B6

2x1 tablet perhari untuk kejangnya dalam 1 tahun terakhir.

Riwayat Kebiasaan

Pasien mengaku tidak menkonsumsi kopi, alcohol, rokok, minuman bersoda, dan

makanan yang mengandung MSG. Pasien juga mengatakan tidurnya cukup.

2

Page 3: Case Epilepsi

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Ibu pasien mengaku saat pasien di dalam kandungan, sang ibu tidak menderita

penyakit tertentu. Kehamilan dikontrol rutin di bidan terdekat. Kebutuhan gizi saat

hamil diakui terpenuhi. Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir

dengan persalinan normal dan cukup bulan serta tidak ada komplikasi saat proses

melahirkan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama seperti

pasien yaitu adik perempuan pasien yang telah meninggal pada usia 4 tahun karena

kejang.

III. PEMERIKSAAN FISIK ( 21 Januari 2014)

A. Keadaan umum

Kesadaran : Compos mentis – Tampak sakit ringan

Tekanan darah : 110/80 mmHg,

Denyut nadi : 72 x/mnt, isi cukup, irama regular/teratur, equal

Frekuensi Nafas : 18 x/mnt

Suhu : 36,6oC

BB : 47 kg

TB : 156 cm

B. STATUS GENERALIS

Kepala

Bentuk : Normochepali, simetri

Nyeri tekan : (-)

- Rambut : Warna hitam, distribusi merata, allopecia (-)

- Wajah : Simetris, pucat (-), ikterik (-), petekie (-)

- Mata : Edema kelopak mata (-/-), pupil bulat isokor Ø 2 mm|2mm, RCL

(+/+), RCTL (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

sekret (-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-/-)

3

Page 4: Case Epilepsi

- Hidung : Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)

- Telinga : Normotia, pendengaran normal, nyeri tekan tragus dan mastoid (-)

- Gigi Mulut : Bibir kering (+), gusi berdarah (-), caries (-)

- Lidah : Tampak kotor berwarna putih, kering (-)

- Tenggorokan : Normal, tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang

Leher

JVP : 5 – 1 cmH2O

Leher : Trakea ditengah, leher tidak kaku, KGB dan kelenjar thyroid tidak teraba

membesar

Thoraks

Paru

Inspeksi : Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-),

deformitas (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea midclavicularis

sinistra

Perkusi : Batas jantung atas : ICS III linea parasternal sinistra

Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dextra

Batas jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea midclavicularis

sinistra

Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Dinding abdomen datar, jaringan parut (-)

Auskultasi : Bising usus 3x/menit

Palpasi : Supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani pada 9 regio abdomen

4

Page 5: Case Epilepsi

Ekstremitas

- Atas : Akral hangat (+/+), oedem (-/-)

- Bawah : : Akral hangat (+/+), oedem (-/-)

C. STATUS NEUROLOGIS

1) Kesadaran : Compos mentis

2) GCS : E 4V5M 6

3) Tanda Rangsang meningeal :

Kaku kuduk : -

Laseque : >700 | >700

Kernig : >1350 | >1350

Brudzinsky 1 : -

Brudzinsky 2 : -|-

Brudzinsky 3 : -

Brudzinsky 4 : -

4) Saraf kranial :

1. N. I (Olfactorius )

Kanan Kiri Keterangan

Daya pembau Dbn Dbn Dalam batas

normal

2. N.II (Opticus)

Kanan Kiri Keterangan

Daya penglihatan

Lapang pandang

Pengenalan warna

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dalam batas

normal

3. N.III (Oculomotorius)

Kanan Kiri Keterangan

Ptosis (-) (-)

5

Page 6: Case Epilepsi

Pupil

Bentuk

Ukuran

Akomodasi

Refleks pupil

Langsung

Tidak langsung

Gerak bola mata

Kedudukan bola mata

Bulat

Φ2mm

Baik

(+)

(+)

Dbn

Ortoforia

Bulat

Φ2mm

Baik

(+)

(+)

Dbn

Ortoforia

Dalam batas

normal

4. N. IV (Trokhlearis)

Kanan Kiri Keterangan

Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas

normal

5. N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Sensibilitas

Opthalmikus

Maxilaris

Mandibularis

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dalam batas

normal

6. N. VI (Abduscens)

Kanan Kiri Keterangan

Gerak bola mata

Strabismus

Dbn

(-)

Dbn

(-)

Dalam batas

normal

6

Page 7: Case Epilepsi

7. N. VII (Facialis)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Saat diam

Mengernyitkan dahi

Senyum

memperlihatkan gigi

Daya perasa 2/3

anterior lidah

simetris

Dbn

Dbn

Dbn

Tidak

dilakukan

simetris

Dbn

Dbn

Dbn

Tidak dilakukan

Dalam batas

normal

8. N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)

Kanan Kiri Keterangan

Pendengaran

Tuli konduktif

Tuli sensorieural

Vestibular

Vertigo

Nistagmus

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Dalam batas

normal

9. N. IX (Glossofaringeus)

Kanan Kiri Keterangan

Arkus farings

Daya perasa 2/3

posterior lidah

Simetris

Tidak

dilakukan

Simetris

Tidak dilakukan

Dalam batas

normal

10. N. X (Vagus)

Kanan Kiri Keterangan

Arkus farings

Disfonia

Simetris

-

Simetris

- Dalam batas

7

Page 8: Case Epilepsi

Refleks muntah Tidak

dilakukan

Tidak dilakukan normal

11. N. XI (Assesorius)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Menoleh

Mengankat bahu

Trofi

dbn

dbn

Eutrofi

dbn

dbn

Eutrofi

Dalam batas

normal

12. N. XII (Hipoglossus)

Kanan Kiri Keterangan

Motorik

Trofi

Tremor

Disartri

dbn

eutrofi

(-)

(-)

Dbn

Eutrofi

(-)

(-)

Dalam batas

normal

5) Sistem motorik

Kanan Kiri Keterangan

Ekstremitas atas

Kekuatan

Tonus

Trofi

Ger.involunter

5555

N

Eu

(-)

5555

N

Eu

(-) Dalam Batas

NormalEkstremitas bawah

Kekuatan

Tonus

Trofi

Ger.involunter

5555

N

Eu

(-)

5555

N

Eu

(-)

6) Sistem sensorik

8

Page 9: Case Epilepsi

Sensasi Kanan Kiri Keterangan

Raba

Nyeri

Suhu

Propioseptif

baik

baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

baik

baik

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Dalam batas

normal

7) Refleks

Refleks Kanan Kiri Keterangan

Fisiologis

Biseps

Triseps

Patella

Achilles

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Patologis

Hoffman Tromer

Babinski

Chaddock

Openheim

Gordon

Schaeffer

Gonda

Rossolimo

Mendel-Bechterew

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Dalam batas

normal

8) Fungsi koordinasi dan keseimbangan

9

Page 10: Case Epilepsi

9) Sistem otonom

Miksi : Baik

Defekasi : Baik

Keringat : Baik

10) Columna Vertebralis : Tidak ada kelainan, tidak ada nyeri tekan

11) Fungsi luhur : Tidak ada gangguan fungsi luhur

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN

Pada os dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EEG dan labaoratorium. Hasil

EEG pada pasien ini belum ada. Laboratorium yang harus diperiksakan berupa darah

rutin, fungsi ginjal (ureum, creatinin), fungsi hati (SGOT, SGPT), elektrolit

(Natrium, Kalium, Clorida), GDS.

V. RESUME

Pasien datang dengan diantar oleh ibunya ke poliklinik Saraf RS Marzoeki Mahdi

dengan keluhan riwayat kejang 5 hari SMRS. Kejang terjadi saat pasien sedang dalam

keadaan beristirahat. Sebelum kejang pasien merasa nyeri kepala berdenyut,

pandangan nya gelap dan tangan nya terasa dingin. Kejang berlangsung kurang lebih 2

menit. Kejang terjadi langsung pada seluruh tubuh disertai kaku dan kelojotan, serta

pasien dalam keadaan tidak sadar. Saat kejang juga mata memandang ke atas, gigi

mengatup. Setelah kejang pasien tertidur selama kurang lebih 1 jam. Pada saat sadar

pasien tidak ingat apa yang terjadi sebelumnya. Keluhan kejang dirasakan mulai

terjadi pada saat pasien berusia 17 tahun. Pada 6 bulan terakhir ini kejang timbul 3 kali

dalam sebulan. Pasien telah berobat di poliklinik saraf sejak tahun 2013 dan telah

mengkonsumsi obat rutin untuk kejangnya. Riwayat kejang sejak 2 tahun yang lalu.

Pasien mengaku ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama seperti

pasien yaitu adik perempuan pasien yang telah meninggal pada usia 4 tahun karena

kejang.

10

Page 11: Case Epilepsi

Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan :

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Denyut nadi : 72x/mnt

Frekuensi Nafas : 18 x/mnt

Suhu : 36,6 oC

Status Generalis : Dalam batas normal

Status Neurologis : Dalam batas normal

VI. DIAGNOSIS KERJA

a. Diagnosis klinis : Kejang disertai dengan gangguan kesadaran

b. Diagnosis Topis : Korteks Serebri

c. Diagnosis Etiologi : Epilepsi serangan umum bangkitan umum tonik klonik

VII. PENATALAKSANAAN

1. Non Medikamentosa

Pertolongan pertama

Pasien dan anggota keluarga harus diberitahukan dengan jelas tindakan apa yang

harus diambil bila menghadapi serangan.

Jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut pasien atau memaksa membuka mulut

pasien.

Tidak perlu diusahakan mengekang gerakan kejang karena hanya akan berakibat

menimbulkan cedera.

Pasien harus dibiarkan untuk mengalami kejang seperti seharusnya.

Pasien harus dipindahkan ke tempat yang aman.

Setelah serangan balikkan pasien pada salah satu sisi dalam posisi setengah

telungkup untuk membantu pernafasan pasien dan pemulihan serta berikan

bantalan di kepala dengan sesuatu yang lunak.

11

Page 12: Case Epilepsi

Jalan nafas harus diperiksa dan diawasi

Jangan memberikan minuman apapun setelah suatu serangan kejang dan jangan

memberikan pasien antikonvulsan oral tambahan.

Setelah suatu serangan pasien harus ditemani dan diberi dukungan hingga fase

bingung yang menyertainya telah hilang seluruhnya dan pasien memperoleh

kembali keseimbangannya.

2. Medikamentosa

Pada pasien ini diberikan terapi :

- Fenitoin 100 mg 3 x 1 tab

- Vitamin B6 2 x 1 tab

VIII. PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

12

Page 13: Case Epilepsi

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI EPILEPSI

Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala

akibat cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan

tersebut dapat melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau

yang lebih luas pada kedua hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi merupakan

gejala klinis yang kompleks yang disebabkan berbagai proses patologis di otak.

Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari

gejala klinis, rekaman elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah

suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang

(lebih dari satu episode). International League Against Epilepsy (ILAE) dan

International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali

definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor

predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan

neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang

diakibatkannya.

Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epilepstik

sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau

gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau

sinkron yang terjadi di otak.

Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru

dirumuskan oleh ILAE dan IBE yaitu:

Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya

Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan

selanjutnya

Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologi

dan konsekuensi sosial yang ditimbulkan

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi

dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan

13

Page 14: Case Epilepsi

listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik

dan laboratorik.

B. ETIOLOGI

Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan

penyebabnya

2. Epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya diketahui.

Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga

terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf

pada area jaringan otak yang abnormal.

Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau akibat

dari adanya kelainan pada jaringan otak.Kelainan ini dapat disebabkan karena

dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada

waktu lahir atau pada masa perkembangan anak.

Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :

1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu

menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi,

minum alcohol, atau mengalami cidera.

2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang

mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.

3. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak

4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada

anak-anak.

5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak

6. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak

7. Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan

neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.

14

Page 15: Case Epilepsi

C. EPIDEMIOLOGI

Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100.000 sementara di

negara berkembang mencapai 100/100.000. Pendataan secara global ditemukan

3.5 juta kasus baru per tahun diantaranya 40% adalah anak-anak dan dewasa

sekitar 40% serta 20% lainnya ditemukan pada usia lanjut.

Di Amerika Serikat, risiko terkena epilepsi mioklonik juvenile pada

populasi umum yakni 1 kasus per 1.000-2.000 orang. Dari keseluruhan epilepsi,

5-10% orang menderita epilepsi ini. Epilepsi ini lebih sering ditemukan pada

wanita dibandingkan pria. Alasannya tidak diketahui. Tetapi, data dari penelitian

lain menyebutkan prevalensi terkena penyakit ini sama antara wanita dan pria.

Epilepsi ini dimulai pada saat remaja.

Meskipun onset umurnya dari 6-36 tahun, gejala kejang biasanya timbul

pada saat remaja umur 12-18 tahun. Mengapa epilepsi mioklonik juvenile ini

dimulai pada saat remaja belum jelas, namun beberapa berpendapat bahwa yang

mempengaruhi tercetusnya epilepsi ini yaitu hormon. Alasannya yakni onset

kejangnya terjadi (untuk sebagian besar orang) seiring dengan perubahan fisik

yang terjadi saat pubertas yakni pertumbuhan rambut, perubahan suara pada

wanita dan payudara yang membesar pada wanita.

D. KLASIFIKASI EPILEPSI

Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan

klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-

faktor tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau

idiopatik), usia dan situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan

klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan

elektroensefalogram.

15

Page 16: Case Epilepsi

Data 1. Klasifikasi internasional bangkitan epilepsi (1981) adalah

Bangkitan parsial

1. Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

a. Dengan gejala motorik

b. Dengan gejala sensorik

c. Dengan gejala otonomik

d. Dengan gejala psikik

2. Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)

a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran

Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran

Dengan automatisme

b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan

Dengan gangguan kesadaran saja

Dengan automatisme

3. Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)

a. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum

b. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum

c. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan

berkembang menjadi bangkitan umum

Bangkitan Umum (Konvulsi atau Non-Konvulsi)

1. Bangkitan lena

Lena ( absence ), sering di sebut petitmal. Serangan terjadi secara tiba-tiba,

tanpa di dahului aura. Kesadaran hilangselama beberapa detik, di tandai

dengan terhentinya percakapan untuk sesaat, pandangan kosong, atau mata

berkedip dengan cepat. Hampir selalu pada anak-anak, mungkin menghilang

waktu remaja atau diganti dengan serangan tonik-klonik.

2. Bangkitan mioklonik

Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang singkat dan

tiba-tiba, bisa simetris dan asimetris, sinkronis taua asinkronis. Biasanay tidak

ada kehilangan kesadaran selama serangan.

16

Page 17: Case Epilepsi

3. Bangkitan tonik

Tonik, seranagan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat dari otot

ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap yang khas. Biasanya kesadaran

hilang hanya beberapa menit terjadi pada anak 1-7 tahun.

4. Bangkitan atonik

Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh. Keadaan ini bisa di

menifestasikan oleh kepala yang terangguk-angguk, lutut lemas, atau

kehilangan total dari tonus otot dan Px bisa jatuh serta mendapatkan luka-luka.

5. Bangkitan klonik

Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di sebebkan

aoleh hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat. Keadaan ini di

ikuti sentakan bilateralyang lamanya 1 menit samapai beberapa menit yang

sering asimetris dan bisa predominasi pada satu anggota tubh. Seranagan ini

bisa berfariasi lamanya, seringnya dan bagian dari sentakan ini satu saat ke satu

saat lain.

6. Bangkitan tonik-klonik

Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis seranag klasik

epilepsi seranagn ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan taua pendengaran

selama beberapa saat yang di ikuti oleh kehilangan kesadaran secara cepat.

Bangkitan Epileptik yang Tidak Tergolongkan

Data 2. Klasifikasi epilepsi berdasarkan sindroma

Localization-related (focal, partial) epilepsies

1. Idiopatik

a. Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes

b. Childhood epilepsy with occipital paroxysm

2. Symptomatic

a. Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan berdasarkan lokasi anatomi

yang diperkirakan berdasarkan riwayat klinis, tipe kejang predominan,

EEG interiktal dan iktal, gambaran neuroimejing.

17

Page 18: Case Epilepsi

b. Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang umum sekunder berasal

dari lobus frontal, parietal, temporal, oksipital, fokus multipel atau fokus

tidak diketahui.

c. Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau idiopatik

Epilepsi Umum

1. Idiopatik

a. Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions

b. Benign myoclonic epilepsy in infancy

c. Childhood absence epilepsy

d. Juvenile absence epilepsy

e. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)

f. Epilepsy with grand mal seizures upon awakening

g. Other generalized idiopathic epilepsies

2. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik

a. West’s syndrome (infantile spasms)

b. Lennox gastaut syndrome

c. Epilepsy with myoclonic astatic seizures

d. Epilepsy with myoclonic absences

3. Simtomatik

a. Etiologi non spesifik

b. Early myoclonic encephalopathy

c. Specific disease states presenting with seizures

E. PATOFISIOLOGI

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan

transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai

kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial

membrane neuron bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron,

yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke

intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel

18

Page 19: Case Epilepsi

terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl,

sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan

konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran.

Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan

badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi

membran neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni

neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik

dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel

neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara

neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate,aspartat dan

asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino

butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan

listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam

keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat,

membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan

polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron dan

seluruh sel akan melepas muatan listrik.

Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau

mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh

ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan

letupan depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur

dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara

sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan

epilepsy ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses

inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang

epileptic. Selain itu juga system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang

menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepasmuatan memegang

peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti

ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi

otak.

19

Page 20: Case Epilepsi

Patofisiologi Epilepsi Umum

Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara

lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum,

onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan

pasien “bengong” dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik

kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa

hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus,

hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian

menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara

thalamus dan korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras

thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan

aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada

korteks terjadi pada saat tidur non-REM.

Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya mutasi genetik.

Mutasi genetik terjadi sebagian besar pada gen yang mengkode

protein kanal ion (pada tabel berikut). Contoh: Generalized epilepsy with febrile

seizure plus, benign familial neonatal convulsions.

Kanal Gen Sindroma

Voltage-gated

Kanal Natrium SCN1A, SCN1B

SCN2A, GABRG2

Generalized epilepsies with febrile

seizures plus

Kanal Kalium KCNQ2, KCNQ3 Benign familial neonatal

convulsions

Kanal Kalsium CACNA1A,

CACNB4

ACNA1H

Episodic ataxia tipe 2

Childhood absence epilepsy

Kanal Klorida CLCN2 Juvenile myoclonic epilepsy

Juvenile absence epilepsy

Epilepsy with grand mal seizure on

awakening

Ligand-gated

20

Page 21: Case Epilepsi

Reseptor asetilkolin CHRNB2, CHRNA4 Autosomal dominant frontal lobe

epilepsi

Reseptor GABA GABRA1, GABRD Juvenile myoclonic epilepsy

Tabel 3. Mutasi kanal ion pada beberapa jenis epilepsi4-6

Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion

natrium (natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga

terjadi aktivitas depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika

terjadi mutasi pada kanal Na seperti yang terdapat pada generalized epilepsy with

febrile seizures plus, maka terjadi natrium influks yang berlebihan sedangkan

kalium efluks tetap seperti semula sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi

yang berlangsung berkali-kali dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron.

Hal yang sama terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana

terdapat mutasi kanal kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan

menyebabkan hipereksitasi pada sel neuron.

Patofisiologi Anatomi Seluler

Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera

kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan

saraf yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang

mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada

cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam

mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan

pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa

menimbulkan bangkitan listrik di otak.

Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi

(focus) di otak. Disisi lain epilepsi juga akan bisa mengakibatkan kelainan

jaringan otak sehingga bisa menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental.

Dari sudut pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh

ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan

21

Page 22: Case Epilepsi

inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi neurotransmiter dari

presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan pada reseptor

NMDA atau AMPA di post-sinaptik. Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari

reseptor glutamat (NMDAR) disebut-sebut sebagai patologi terjadinya kejang dan

epilepsi. Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip

kerja dari obat antiepilepsi. Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan

adanya beberapa faktor yang bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi antara lain

kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya

dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi

lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya dengan terjadinya mutasi dari

resepot nikotinik subunit alfa. Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium,

kalium dan kalsium merupakan ion-ion yang berperan dalam sistem komunikasi

neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan

listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.

Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka

bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal

ion ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi

dikenal beberapa neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang

dikenal sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai

sekarang masih tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di

hipokampus dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori dan proses

belajar.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Elektro ensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan

merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk

rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan

kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum

pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.

22

Page 23: Case Epilepsi

Rekaman EEG dikatakan abnormal.

1. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer

otak.

2. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding

seharusnya misal gelombang delta.

3. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya

gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang

lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai

gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG

hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3

siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG

gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak

(sinkron).

b. Rekaman video EEG

Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang

sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi

sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara

fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali

gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk

penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula

untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan

prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.

23

Page 24: Case Epilepsi

c. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk

melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT

Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI

bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.

G. PENGOBATAN

Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium

yang abnormal, maka keadaan tersebut harus diobati terlebih dahulu. Jika keadaan

tersebut sudah teratasi, maka kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan.

Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan atau dikendalikan secara total, maka

diperlukan obat anti-kejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan. Sekitar

sepertiga penderita mengalami kejang kambuhan, sisanya biasanya hanya

mengalami 1 kali serangan. Obat-obatan biasanya diberikan kepada penderita

yang mengalami kejang kambuhan. Status epileptikus merupakan keadaan

darurat, karena itu obat anti-kejang diberikan dalam dosis tinggi secara intravena.

Obat anti-kejang sangat efektif, tetapi juga bisa menimbulkan efek

samping. Salah satu diantaranya adalah menimbulkan kantuk, sedangkan pada

anak-anak menyebabkan hiperaktivitas. Dilakukan pemeriksaan darah secara rutin

untuk memantau fungsi ginjal, hati dan sel -sel darah. Obat anti-kejang diminum

berdasarkan resep dari dokter. Pemakaian obat lain bersamaan dengan obat anti-

kejang harus seizin dan sepengetahuan dokter, karena bisa merubah jumlah obat

anti-kejang di dalam darah.

Keluarga penderita hendaknya dilatih untuk membantu penderita jika

terjadi serangan epilepsi. Langkah yang penting adalah menjaga agar penderita

tidak terjatuh, melonggarkan pakaiannya (terutama di daerah leher) dan

memasang bantal di bawah kepala penderita. Jika penderita tidak sadarkan diri,

sebaiknya posisinya dimiringkan agar lebih mudah bernafas dan tidak boleh

ditinggalkan sendirian sampai benar-benar sadar dan bisa bergerak secara normal.

Jika ditemukan kelainan otak yang terbatas, biasanya dilakukan pembedahan

24

Page 25: Case Epilepsi

untuk mengangkat serat-serat saraf yang menghubungkan kedua sisi otak (korpus

kalosum). Pembedahan dilakukan jika obat tidak berhasil mengatasi epilepsi atau

efek sampingnya tidak dapat ditoleransi.

Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka

mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium,

penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi

eksitatorik glutamat. Sekarang ini dikenal dengan pemberian kelompok

inhibitorik GABAergik. Beberapa obat antie- pilepsi yang dikenal sampai

sekarang ini antara lain karbamazepin (Tegretol), klobazam (Frisium),

klonazepam (Klonopin), felbamate (Felbatol), gabapentin (Neurontin), lamotrigin

(Lamiktal), levetirasetam (Keppra), oksarbazepin (Trileptal), fenobarbital

(Luminal), fenitoin (Dilantin), pregabalin (Lyrica), tiagabine (Gabitril), topiramat

(Topamax), asam valproat (Depakene, Convulex) (Brodie and Dichter, 1996).

Protokol penanggulangan terhadap status epilepsi dimulai dari terapi

benzodiazepin yang kemudian menyusul fenobarbital atau fenitoin. Fenitoin

bekerja menginhibisi hipereksitabilitas kanal natrium berperan dalam memblok

loncatan listrik. Beberapa studi membuktikan bahwa obat antiepilepsi selain

mempunyai efek samping, juga bisa berinteraksi dengan obat-obat lain yang

berefek terhadap gangguan kognitif ringan dan sedang. Melihat banyaknya efek

samping dari obat antiepilepsi maka memilih obat secara tepat yang efektif sangat

perlu mengingat bahwa epilepsi itu sendiri berefek pada kerusakan atau cedera

terhadap jaringan otak.

Glutamat salah satunya yang berpotensi terhadap kerusakan neuron

sebagai aktivator terhadapreseptor NMDA dan reseptor alpha-amino-3-hydroxy-

5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA). Ikatan glutamate dengan reseptor

NMDA dan AMPA akan memperboleh-kan ion kalsium masuk kedalam sel yang

bisa menstimulasi kematian dari sel.

Levetiracetam, termasuk kelompok antikonvulsan terbaru merupakan

antiepilepsi yang banyak digunakan walaupun cara kerjanya masih tetap dalam

penelitian lanjut. Levetirasetam adalah derivat dari pirrolidona sebagai obat

antiepilepsi berikatan dengan protein SVA2 di vesikel sinaptik yang mempunyai

25

Page 26: Case Epilepsi

mekanisme berbeda dengan obat antiepilepsi lainnya (ikatan dengan receptor

NMDA dan AMPA yakni glutamat dan GABA). Pada hewan percobaan

ditemukan bahwa potensi levetirasetam berkorelasi dengan perpaduan ikatan obat

tersebut dengan SVA2 yang menimbulkan efek sebagai antiepilepsi. Dari data

penelitian ditemukan bahwa levetiracetam dapat digunakan pada penderita

epilepsi dengan berbagai penyakit saraf sentral lainnya seperti pasien epilepsi

dengan gangguan kognitif, karena ternyata levetirasetam tidak berinteraksi

dengan obat CNS lainnya. Salah satu andalan dari levetirasetam yang berfungsi

sebagai antikonvulsan adalah dengan ditemukannya ikatan levetirasetam dengan

protein SVA2. Dari beberapa penelitian membuktikan bahwa vesikel protein

SVA2 di sinaptik adalah satu-satunya protein yang mempunyai ikatan dengan

levetirasetam mendasar pada karakter serta pendistribusian molekul protein

sebagai antikonvulsan. Keadaan ini terbukti pada hewan percobaan bahwa

pemberian levetirasetam yang analog dengan protein SVA2 di vesikel berpotensi

sebagai antikonvulsan.

H. PROGNOSIS

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa angka risiko kekambuhan

berkisar antara 16-81% setelah mengalami kejang non febris tunggal. Penelitian

kekambuhan serangan lainnya yang berbasis populasi menunjukkan angka 56-

81%. National General Practice Study of Epilepsy (NGSPE) melalui studi

diskriptif prospektif melaporkan bahwa risiko terhadap kekambuhan setelah

serangan mencapai 61% dalam 1 tahun dan 78% dalam 3 tahun berikutnya.

Banyak penelitian mendapatkan risiko yang lebih tinggi terhadap kekambuhan

setelah mengalami serangan dengan penyebab yang jelas. Hauser mendapatkan

37% pasien mengalami serangan kedua setelah trauma kepala, dibandingkan 28%

kasus idiopatik. Pada penelitian selanjutnya didapatkan bahwa pasien dengan

kausa tumor atau stroke mengalami angka kekambuhan 77% setelah 55 tahun

dibandingkan 45% serangan idiopatik.Beberapa faktor prediksi tingginya angka

kekambuhan setelah mengalami serangan afebril pertama adalah:

26

Page 27: Case Epilepsi

1. Defisit neurologis sewaktu lahir

2. Usia < 16 tahun atau > 65 tahun

3. Serangan parsial

4. Latar belakang lesi struktural

Dari penelitian prospektif terhadap pasien stroke, didapatkan hasil bahwa

lesi di kortikal dan jenis hemoragik mempunyai hubungan positif yang kuat

timbulnya serangan. Tidak satupun dari kasus serangan yang muncul saat awal

stroke berkembang menjadi serangan ulang atau epilepsi, namun 50% serangan

yang muncul setelah berselang lama dari onset stroke berkembang menjadi

epilepsi. Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa serangan yang muncul awal

dari onset stroke cukup banyak tapi tidak berdampak pada out come serta tidak

berulang meski tidak diobati dengan anti epilepsi.

DAFTAR PUSTAKA

27

Page 28: Case Epilepsi

1. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi).

Pedoman Tatalaksana Epilepsy. Jakarta: Penerbit Perdossi;2012.

2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat;

2009.p.439.

3. Utama H. Antiepilepsi dan Antikonvulsi dalam Farmakologi dan terapi. 5th ed.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005.

4. Lumbantobing SM. Epilepsy. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;2006.

5. Mayo Clinic Staff. Epilepsy. Available at :

http://www.mayoclinic.com/health/epilepsy/DS00342. Accessed on November 13th,

2013.

28