Sajian Kasus Kepada Yth. Sabtu, 28 Maret 2015 Pembimbing : dr. Martha Stephanie Talilah Dr. Persadaan Bukit, SpA IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis Kelam in Alam at Pendidi kan Pekerj aan Suk u Agama Pasi en An. E 8 bulan P Jaka rta Timu r Jaw a Kriste n protes tan Ibu pasi en Ny. NN 35 tahun P Jaka rta Timu r SMA Ibu rumah tangga Jaw a Kriste n protes tan Ayah pasi en Tn. J 41 tahun L Jaka rta Timu r SMA Karyaw an Swasta Jaw a Kriste n protes tsn Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Sajian Kasus Kepada Yth.
Sabtu, 28 Maret 2015 Pembimbing : dr. Martha
Stephanie Talilah
Dr. Persadaan Bukit, SpA
IDENTITAS PASIEN
Nama Usia Jenis
Kelamin
Alamat Pendidikan Pekerjaan Suku Agama
Pasien An. E 8 bulan P Jakarta
Timur
Jawa Kristen
protestan
Ibu
pasien
Ny.
NN
35
tahun
P Jakarta
Timur
SMA Ibu
rumah
tangga
Jawa Kristen
protestan
Ayah
pasien
Tn. J 41
tahun
L Jakarta
Timur
SMA Karyawan
Swasta
Jawa Kristen
protestsn
Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
1
PENDAHULUAN
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak di negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan
Rumah Tangga diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab
kematian bayi di Indonesia.1 Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi.
Banyak dampak yang terjadi karena infeksi seluran cerna antara lain pengeluaran
toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit
dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan keseimbangan asam
basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan
mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan malabsorpsi.2 Bila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi
sistemik.
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk
mencegah/menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam
basa, kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik,
mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta.
Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efektif harus
dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam
mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan
oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan terganggunya
masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan vaksinasi serta
pemakaian probiotik telah banyak diungkap dan penanganan menggunakan
antibiotika yang spesifik dan antiparasit.3
Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
2
KASUS
Pasien bernama An. E, berusia 8 bulan, berjenis kelamin perempuan, dibawa
ke Rumah Sakit C pada tanggal 16 Maret 2015 dengan keluhan mencret sejak ± 4
hari (12 Maret 2015) sebelum masuk Rumah Sakit. Dalam sehari pasien dapat
mencret lebih dari 4 x tiap hari. Konsistensi cair dan agak lengket, warna feses
kuning, bau lebih menyengat dari biasanya, lendir (-), darah (-), ampas (+). Sekali
mencret, feses penuh di bagian tengah pempers. Awalnya pasien mulai BAB cair
hanya 2 – 3x sehari, dan menjadi semakin sering mulai 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien sudah berobat di dokter Rumah Sakit Restu Kasih dan diberikan oralit
zink pro syrup, obat anti mual saat 2 hari sebelum masuk rumah sakit, tetapi tidak ada
perubahan. Selain keluhan mencret, pasien juga sempat demam sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit kemudian diukur oleh orang tua pasien suhunya 39 0 C. Untuk
keluhan demam, pasien diberikan sanmol tetapi keluhan hanya berkurang sebentar.
Keluhan demam selalu muncul dimalam hari. Nafsu makan dan minum pasien
berkurang, BAK jadi jarang dan sedikit-sedikit. Pasien makin rewel sejak sakit.
Muntah 4 hari sebelum masuk rumah sakit dengan isi muntahan makanan/minuman
yang dimakan/diminum sebelumnya.
Riwayat alergi disangkal. Pasien tidak pernah mengeluh keluhan seperti ini
sebelumnya. Pasien memiliki riwayat kejang 2 x sampai usia 2 bulankarena demam
tinggi sebelumnya. Pasien juga pernah dirawat di RS Restu selama 5 hari karena ada
infeksi paru. Tidak ada anggota keluarga atau orang lain serumah yang mengalami
penyakit yang sama dengan pasien. Ayah pasien memiliki riwayat kejang demam saat
masih anak-anak. Makanan pasien saat ini berupa nasi, lauk – pauk, sayur dan buah,
pasien juga rutin meminum susu formula 1-2 kali tiap hari.
Pasien lahir spontan, cukup bulan, dengan berat lahir 3000 gram dan panjang
badan 51 cm, lingkar kepala 34 cm, nilai APGAR 8/9, dengan pertolongan dokter,
serta langsung menangis. Tidak didapatkan riwayat kuning maupun biru. Sampai saat
ini, pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan usia pasien. Pasien
mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif sejak lahir hingga berusia 6 bulan. Tumbuh
kembang pasien sesuai dengan usia.
Pemeriksaan fisik pada tanggal 16 Maret 2015, didapatkan keadaan umum
Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
5
syrup 4 x 0,99 cc (PO) k/p, Lacto-B 2 x 1 sach (PO), Zink pro 1 x 5 cc (PO), Mucasin
2 x 60 mg (PO).
Perawatan hari kelima tanggal 20 Maret 2015, BAB sudah tidak terlalu cair,
sudah mulai lembek dan berbentuk. warna kuning kecoklatan. ampas (+) sedikit,
lendir (-), darah (-), mual (+), demam (-). Frekuensi BAB 1-2 kali dalam satu hari.
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, nadi
128x/menit, frekuensi napas 30x/menit, suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan fisik mata
cekung (-) , mulut dan bibir lembab. Pemeriksaan toraks dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen perut tampak sedikit membuncit, turgor kulit kembali cepat,
nyeri tekan dan nyeri ketok (-) pada seluruh regio abdomen, perkusi timpani pada
seluruh regio abdomen, bising usus (+) 5x/menit. Pemeriksaan ekstremitas
normotonik dan eutrofi, akral hangat, capillary refill time < 2 detik.
Diagnosis kerja pasien adalah diare akut. Tatalaksana yang diberikan adalah diet
lunak (bubur) nestle, inject plug, Paracetamol syrup 4 x 0,99 cc (PO) k/p, Lacto-B 2 x
1 sach (PO), Zink pro 1 x 5 cc (PO), Mucasin 2 x 60 mg (PO).
Perawatan hari keenam tanggal 21 Maret 2015, BAB sudah mulai padat,
warna kecoklatan, ampas (-), lendir (-), darah (-), mual (-), demam (-). Frekuensi BAB
1-2 kali dalam satu hari.
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, nadi
128x/menit, frekuensi napas 32x/menit, suhu 37oC. Pada pemeriksaan fisik mata
cekung (-) , mulut dan bibir lembab. Pemeriksaan toraks dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen perut tampak sedikit membuncit, turgor kulit kembali cepat,
nyeri tekan dan nyeri ketok (-) pada seluruh regio abdomen, perkusi timpani pada
seluruh regio abdomen, bising usus (+) 4x/menit. Pemeriksaan ekstremitas
normotonik dan eutrofi, akral hangat, capillary refill time < 2 detik.
Diagnosis kerja pasien adalah diare akut. Tatalaksana yang diberikan adalah diet
lunak (bubur) nestle, inject plug, Lacto-B 2 x 1 sach (PO), Zink pro 1 x 5 cc (PO),
Mucasin 2 x 60 mg (PO).
Pasien dan orang tua pasien harus dijelaskan segala hal mengenai diare,
terutama tentang cara penanganannya. Diare adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak diseuruh dunia. Masalah utama diare akut pada anak berkaitan
dengan risiko terjadinya dehidrasi. Salah satu etiologinya adalah infeksi yang dapat
disebabkan oleh berbagai organisme seperti virus, bakteri, protozoa, dan helminth.
Sehingga pasien dan orang tua pasien hendaknya menjaga kebersihan mencuci tangan Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
6
sebelum dan sesudah makan, untuk mencegah penularan lebih lanjut. Selain itu,
pasien disarankan istirahat yang cukup, serta menjaga makanan & minuman yang
dikonsumsi selama sakit. Diet yang dianjurkan adalah lunak dan tidak merangsang,
bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna ataupun perforasi
usus.
Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
7
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Diare didefinisikan sebagai keadaan berubahnya konsistensi tinja menjadi
lebih lembek/ cair dan disertai frekuensi defekasi yang meningkat. Buang air besar
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1,2 WHO mendefinisikan diare sebagai
keluarnya tinja encer (yang mengikuti bentuk bejana) dengan frekuensi 3 atau lebih
dalam periode 24 jam.5 Episode diare dibedakan menjadi akut dan persisten
berdasarkan durasinya. Diare akut terjadi secara mendadak dan tidak lebih dari 14
hari. Diare persisten didefinisikan sebagai episode diare yang terjadi lebih dari 14
hari.
Untuk bayi dan anak, jumlah keluaran tinja lebih besar daripada 10g/kg/24
jam atau lebih dari batas dewasa yaitu 200g/24 jam. Diare merupakan akibat dari
terganggunya transport cairan usus dan elektrolit.3
Etiologi
Penyebab paling umum adalah agen-agen infeksius, namun penyebab-
penyebab lainnya yang menyebabkan manifestasi klinis yang sama tidak boleh
diabaikan. Penyebab diare akut meliputi.
Tabel 1. Etiologi Penyebab Diare Akut
Infeksi Infeksi usus (termasuk keracunan makanan)
Infeksi ekstra intestinal (otitis media akut,
infeksi saluran kemih, pneumonia)
Obat-obatan Antibiotika
Pencahar
Antasida yang mengandung magnesium
Withdrawal opiat
Obat-obatan lainnya
Alergi makanan atau
intoleransi
Cow’s milk protein allergy (CMPA)
Alergi protein kedelai
Alergi makanan multipel
Metilxantin (kafein, teobromin, teofilin)
Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
8
Kelainan proses
cerna/absorpsi
Defisiensi enzim sukrase-isomaltase
Hipolaktase awitan lambat (atau tipe dewasa)
Defisiensi vitamin Defisiensi niasin
Defisiensi folat
Tertelan logam berat Co, Zn, cat
Kemoterapi atau radiasi yang
menginduksi enteritis
Anatomi fungsional dari mukosa usus halus
Villus, unit fungsional dari usus halus, memperbanyak permukaan cerna dan
penyerapan dari mukosa usus halus. Enzyme pencernaan dan protein transpor
bertanggung jawab dalam pergerakan elektrolit di mukosa usus halus terletak di brush
border membrane sel villi. Epitel saluran gastrointestinal adalah epithel yang dapat
mengatur muatan osmotik ke dalam usus halus. Taut erat, struktur dinamis yang
terjadi antara sel epitel, berkontribusi pada pergerakan air dan elektrolit secara
keseluruhan.
Transpor elektrolit melalui sel epitel usus halus terjadi melalui beberapa
mekanisme, termasuk glucose-sodium co-transporter. Transpor protein ini
membutuhkan keberadaan gradien natrium sepanjang brush border membrane yang
dipertahankan oleh pompa Na, K+ ATPase pada membran basolateral enterosit.
Mekanisme kedua adalah jalur electroneutral NaCl-coupled yang melibatkan
mekanisme pertukaran dobel oleh Na-H+ exchanger dan Cl-HCO3- exchanger.
Patofisiologi
Diare terjadi akibat ketidakseimbangan antara absorpsi air dan elektrolit
dengan sekresi. Perubahan ini dapat terjadi baik akibat adanya gaya osmotik di lumen
yang menarik air atau hasil dari induksi status sekresi aktif pada enterosit.3
Diare osmotik
Diare osmotik disebabkan karena adanya substrat yang tidak dapat diserap di
saluran gastrointestinal dan secara umum berhubungan dengan kerusakan usus
halus.2,6 Contoh klasik diare osmotik adalah intoleransi laktosa disebabkan karena
Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
9
defisiensi enzim sehingga laktosa tidak dapat diserap di usus halus dan mencapai
kolon dalam keadaan intak. Bakteri kolon kemudian memfermentasi laktosa yang
tidak terserap tersebut menjadi asam organik rantai pendek, membangkitan osmosis
sehingga air disekresikan ke lumen. Contoh lain adalah konsumsi minuman
berkarbonasi yang mengandung gula dalam jumlah berlebihan melampaui kapasitas
transpor, terutama pada balita, dan konsumsi sorbitol serta garam magnesium yang
keduanya tidak diabsorbsi. Secara umum, diare osmotic terjadi saat pencernaan
dan/atau penyerapan bermasalah. Diare osmotik berhenti dengan puasa dan memiliki
pH asam.6
Diare sekretorik
Mekanisme diare sekretorik terdapat aktivasi mediator intraselular seperti
cAMP, cGMP, dan Ca2+ intraselular, yang menstimulasi sekresi Cl- aktif dari sel
kripta dan menginhibisi absorbsi natrium klorida coupled netral. Mediator ini
mengganggu ion flux paraselular karena cedera akibat toxin yang terjadi di tight
junction.6 Contoh klasik diare sekretorik yang ditimbulkan oleh kolera dan
enterotoksin Escherichia coli yang berikatan dengan reseptor permukaan enterosit
(monosialoganglioside GM1). Fragmen dari toksin kolera kemudian akan masuk ke
dalam sel dan mengaktivasi adenilat siklase pada membran basolateral melalui
interaksi dengan protein G. Kejadian ini meningkatkan cAMP intraselular yang
mengaktivasi protein spesifik yang kemudian membangkitkan pembukaan kanal
klorida.6
E. coli akan memediasi diare sekretorik dengan menghasilkan heat-labile toxin
(LT) dan heat-stable toxin (ST) di usus halus. Aksi LT serupa dengan toksin kolera
dan berikatan dengan reseptor permukaan yang sama. Penyebab lain diare sekretorik
adalah peptida vasoaktif yang mengaktivasi reseptor G protein-coupled menyebabkan
peningkatan mediator intraseluler.2
Diare sekretorik biasanya memiliki volume yang banyak, tinja mengandung
banyak sekali air. Analisis feses menunjukkan natrium dan klorida yang tinggi (> 70
mEq/L). Diare sekretorik terus berlanjut dengan puasa.6
Konsep klasik bahwa diare sekretorik hanya diinduksi oleh bakteri mulai
mendapat tantangan dengan adanya bukti bahwa jalur sekresi ion serupa diinduksi
oleh agen virus dan protozoa.6 Rotavirus menghasilkan protein nonstruktural (NSP4)
yang dapat menstimulasi sekresi klorida dimediasi kalsium. Diare sekretorik juga Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
10
dapat muncul melalui proses noninfeksi. Beberapa hormon dan neurotransmitter
diketahui terlibat dalam sekresi intestinal sebagai bagian dari system neuroendokrin
yang terintegrasi dalam respon intestinal terhadap stimulus luar.
Diare akut, terutama yang disebabkan karena infeksi, dipengaruhi oleh faktor
pejamu dan faktor kausal. Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri
dari faktor-faktor pencegah atau lingkungan internal saluran cerna antara lain
keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan lingkungan mikroflora usus. Faktor
kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat
kuman.1
Diare infeksi dibagi menjadi:
1. non-invasif (enterotoksigenik): bakteri yang tidak merusak mukosa, misalnya
Vibrio cholerae Eltor, Enterotoxigenic E.coli (ETEC), dan Clostridium
perfringens. V.cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus
halus 15-30 menit sesudah diproduksi. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan
berlebihan nikotinamid adenin dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga
meningkatkan kadar adenosin 3’,5’cAMP dalam sel yang menyebabkan sekresi
aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat,
kation natrium dan kalium.
2. invasif (enterovasif): bakteri yang merusak mukosa misalnya Enteroinvasive
E.coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C.perfringens tipe C. Diare
disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat
diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah.
Penyebab parasit yang sering yaitu E.histolytica dan G.lamblia.
Patogenesis
Virus
Beberapa jenis virus seperti rotavirus, berkembang biak dalam epitel vili usus
halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili
yang secara normal mempunyai fungsi absorpsi dan penggantian sementara oleh sel
epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan
elektrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim
disakaridase, menyebabkan berkurangnya absorpsi disakarida terutama laktosa. Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
11
Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi
matang.1
Bakteri
Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus
pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari
penyapuan. Penempelan terjadi melalui pili yang melekat pada reseptor di
permukaan usus. Hal ini terjadi misalnya pada E.coli enterotoksigenik dan V.
Cholera 01. Pada beberapa keadaan, penempelan mukosa dihubungkan dengan
perubahan epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau
menyebabkan sekresi cairan.1
Toksin yang menyebabkan sekresi . E. Coli enterotoksigenik, V. Cholerae 01 dan
beberapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel.
Toksin ini mengurangi absorpsi natrium melalui vili dan mungkin meningkatkan
sekresi klorida dari kripta, yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit.
Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4
hari.1
Invasi mukosa. Shigella, C jejuni, E coli enteroinvasife dan Salmonella dapat
menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa. Ini
terjadi sebagian besar di kolon dan bagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti
dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan
adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja.
Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini menyebabkan kerusakan jaringan dan
kemungkinan juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa.1
Protozoa
Penempelan mukosa . G.lamblia dan Cryptosporidium menempel pada epitel usus
halus dan menyebabkan pemendekan vili, yang kemungkinan menyebabkan
diare.
Invasi mukosa. E. Histolitica menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel
mukosa di kolon (atau ileum) yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Namun
keadaaan ini terjadi bila strainnya sangat ganas. Pada manusia, 90% infeksi
terjadi oleh strain yang tidak ganas. Dalam hal ini tidak ada invasi ke mukosa dan
Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
12
tidak timbul gejala/tanda-tanda, meskipun kista amoeba dan trofozoit mungkin
ada di dalam tinja.1
Dehidrasi
Diare berat dan asupan oral terbatas dapat menyebabkan dehidrasi.
Manifestasi dari dehidrasi antara lain rasa haus meningkat, berkurangnya jumlah
buang air kecil, urin berwarna gelap, tidak mampu berkeringat dan perubahan
ortostatik. Pada keadaan diare berat dapat terjadi gagal ginjal akut dan perubahan
status mental (bingung dan pusing). Pada semua anak dengan diare, status hidrasi
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat, sedang, atau tanpa dehidrasi.7
Tabel 2. Klasifikasi keparahan dehidrasi pada anak dengan diare menurut
WHO7
Klasifikasi Gejala atau tanda
Dehidrasi berat Dua atau lebih dari:
Lethargi/tidak sadar
Mata cekung
Tidak dapat minum atau minum sedikit
Cubitan pada kulit kembali sangat lambat (≥2 detik)
Dehidrasi ringan
sedang
Dua atau lebih dari:
Gelisah, iritabilitas
Mata cekung
Minum seperti kehausan
Cubitan kulit kembali dengan lambat
Tanpa dehidrasi Tidak cukup tanda untuk memenuhi klasifikasi dehidrasi berat
dan sedang
Dehidrasi menurut klinisnya dibagi menjadi 3 tingkatan: