Top Banner
PRESENTASI KASUS KEGAWATDARURATAN TRAUMATIC BRAIN INJURY Diajukan oleh: dr. Albert Santoso Pembimbing: dr. Bobi Prabowo, Sp.EM Pendamping: dr. Yulita Wahyu W dr. Heru Dwi Cahyo PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
70

Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Dec 12, 2015

Download

Documents

Albert Santoso

medis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

PRESENTASI KASUS KEGAWATDARURATAN

TRAUMATIC BRAIN INJURY

Diajukan oleh:

dr. Albert Santoso

Pembimbing:

dr. Bobi Prabowo, Sp.EM

Pendamping:

dr. Yulita Wahyu W

dr. Heru Dwi Cahyo

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RSUD DR ISKAK TULUNGAGUNG JAWA TIMUR

2015

Page 2: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada semua

kelompok usia. Saat ini, belum ada penanganan yang efektif untuk memulihkan efek yang

menetap dari cedera kepala primer. Penanganan ditujukan untuk mengurangi efek sekunder dari

cedera kepala yang dapat terjadi akibat dari iskemik, hipoksia dan peningkatan tekanan intra

cranial. Memahami epidemiologi dari cedera kepala berguna untuk tindakan preventif,

perencanaan strategi preventif primer berdasarkan populasi untuk meningkatkan penanganan

yang efektif dan efisien, termasuk ketentuan fasilitas rehabilitasi bagi mereka yag terkena cedera

kepala.

Perubahan neuropatologi terkait dengan sejumlah faktor, termasuk tipe dan keparahan

cedera, serta bekas cedera yang dapat terjadi akibat cedera yang tumpul maupun tajam yang

dapat menyeluruh ataupun lokal. Patologi dari cedera kepala juga dipengaruhi dari faktor pasien

seperti usia, komorbid, alkohol, hipoksia, sepsis dan penanganan.

Penanganan klinis yang cepat dan akurat sangatlah penting. The rapid and accurate

clinical assessment of a head-injured patient is crucial. Penanganan awal harus selalu ditujukan

pada jalan napas (airway), pernapasan (breathing) dan sirkulasi (circulation) sesuai dengan

prinsip-prinsip ATLS. Yang terpenting bukan hanya untuk mengidentifikasi cedera kepala yang

mengancam jiwa melainkan juga untuk mencegah cedera kepala sekunder. Tulang cervical harus

dimobilisasi karena ada kemungkinan terjadi cedera. Level kesadaran dan ukuran serta respon

pupil harus diperiksa berkala pada pasien dengan cedera kepala ini.

Cedera kepala traumatik berdampak pada ribuan orang tiap tahunnya. Keparahan cedera

mulai yang ringan dengan gangguan fungsi kognitif yang tidak dapat dinilai hingga gangguan

kesadaran yang parah dengan prolong koma dan status vegetative persisten. Pencitraan cedera

kepala tidak hanya bergantung pada mekanisme dan keparahan cedera, tapi juga pada waktu

sejak terjadinya cedera. Tujuan dari pencitraan ini termasuk untuk pengambilan keputusan terapi,

prognosis dan penelitian patofisiologi cedera kepala. Intracranial pressure (ICP) juga telah

menjadi variable vital pada fungsi serebral di saat fase akut cedera kepala.

Page 3: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

BAB II

ISI

2.1 Definisi

Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau

tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,

kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen.1 Menurut Brain Injury Assosiation of

America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun

degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau

mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.2

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai

500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai

di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera

kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB).3 Insiden cedera kepala

terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas

merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan

3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi.4

Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di

Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR,

15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50%

akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.1

2.3 Klasifikasi5

Klasifikasi cedera kepala berdasarkan:

a. Patologi

Komosio serebri

Kontusio serebri

Laserasi serebri

Page 4: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

b. Lokasi lesi

Lesi diffus

Lesi kerusakan vaskuler otak

Lesi fokal

• Kontusio dan laserasi serebri

• Hematoma intrakranial

– Hematoma ekstradural (hematoma epidural)

– Hematoma subdural

– Hematoma intraparenkhimal

» Hematoma subarakhnoid

» Hematoma intraserebral

» Hematoma intraserebellar

2.4 Patofisiologi5

a Fraktur kranii

Patah tulang tengkorak dapat dibagi menjadi jenis linier, depresi, atau

comminuted. Jika kulit kepala ikut robek, itu dianggap sebagai fraktur terbuka atau

majemuk. fraktur tengkorak merupakan penanda penting dari cedera serius, tapi jarang

berpotensi menimbulkan masalah dengan sendirinya, prognosis lebih tergantung pada

sifat dan tingkat keparahan cedera pada otak dari pada beratnya cedera tengkorak.

Sekitar 80% patah tulang merupakan jenis linear. Paling banyak terjadi di wilayah

temporoparietal, di mana sisi tengkorak menipis. Deteksi patah linier sering

menimbulkan kecurigaan adanya cedera otak serius, tapi CT pada pasien sebagian besar

adalah dinyatakan normal. Patah tulang tengkorak linier pada umumnya tidak

memerlukan intervensi bedah dan dapat dikelola konservatif.

Dalam fraktur depresi dari tengkorak, satu atau lebih fragmen tulang yang

tertekan ke dalam, penekanan bagian utama otak. Dalam fraktur comminuted ada

beberapa fragmen tulang yang hancur yang mungkin atau tidak tertekan ke dalam.

Dalam 85% kasus, fraktur depresi terbuka dapat terinfeksi, atau terjadi kebocoran CSF.

Page 5: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Pada beberapa pasien, patah tulang tengkorak depresi berhubungan dengan robekan,

kompresi, atau trombosis dari vena dural sinus yang mendasarinya.

Patah tulang tengkorak basilar mungkin linear, depresi, atau comminuted yang sering

terlewatkan oleh X-ray tengkorak dan paling baik diidentifikasi oleh CT. Mungkin ada

saraf yang terkait dengan luka tengkorak atau vena dural yang dapat mengakibatkan

komplikasi meningitis jika bakteri memasuki ruang subarachnoid. Tanda-tanda yang

mengarahkan kita untuk mencurigai adanya fraktur bagian tulang temporal termasuk

hemotympanum atau timpani perforasi, gangguan pendengaran, CSF otorrhea, kelemahan

saraf wajah perifer, atau ecchymosis dari kulit kepala. Keadaan kurangnya penciuman,

ecchymosis periorbital bilateral, dan rhinorrhea CSF kemungkinan patah tulang sphenoid,

frontal, atau ethmoid.

b. Diffuse Axonal Injury

Diffuse Axonal Injury adalah salah satu keadaan patologis umum dan penting

pada Traumatic Brain Injury (TBI). Kepekaan akson terhadap cedera mekanis tampaknya

karena sifat viskoelastik dan tekanan yang tinggi di dalam saluran white matter.

Walaupun dalam keadaan normal akson bersifat lentur tetapi akan menjadi rapuh bila

deformations langsung berhubungan dengan trauma otak. Dengan demikian, perjalanan

akson secara cepat dapat merusak sitoskeleton aksonal yang dapat mengakibatkan

hilangnya elastisitas dan penurunan nilai transportasi aksoplasma. Selanjutnya

pembengkakan akson terjadi dalam discrete bulb formations atau dalam varicosities yang

memanjang yang menyebabkan terjadinya penumpukan protein. Kalsium yang masuk ke

akson yang membengkak menyebabkan keadaan kerusakan menjadi lebih lanjut akibat

aktivasi protease. Pada akhirnya, akson yang membengkak dapat menjadi putus dan

berkontribusi terhadap perubahan neuropathologic tambahan dalam jaringan otak. Diffuse

Axonal Injury sebagian besar mungkin merupakan manifestasi klinis dari trauma otak.

c. Coup and Contracoup Injury

Coup Injury adalah kekerasan yang terjadi secara tiba-tiba yang menyebabkan

otak tertekan secara cepat ke depan dan menghantam sisi tengkorak. Contracoup injury,

terjadi di sisi lain ketika otak tertekan secara cepat ke depan dan menghantam sisi

Page 6: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

tengkorak, dan kemudian memantul dari sisi lain tengkorak. Dalam kedua kasus, otak

rusak karena terjadi benturan pada bagian dalam tengkorak.

Luka memar pada coup injury akan timbul di lokasi benturan. Sedangkan pada

contracoup terjadi di sisi lain, memar akan tampak pada situs berlawanan dari lokasi

benturan. Sebuah otak yang mengalami benturan yang sangat keras dan tiba-tiba dapat

mengalami coup dan contracoup injury secara bersamaan.

d. Komosio serebri

Apabila cedera kepala mengakibatkan gangguan fungsi serebral sementara berupa

penurunan kesadaran (pingsan/koma, manesia retrograd) tanpa adanya lesi parenkim

berdarah pada otak, digolongkan sebagai komosio serebri. Penemuan-penemuan mutakhir

menyebutkan koma kurang dari 20 menit, amnesia retrograde singkat, cacat otak tidak

ada, dan perawatan tumah sakit kurang dari 48 jam termasuk pada golongan ini. Biasanya

tidak memerlukan terapi khusus, asal tidak terdapat penyulit seperti hematoma, edema

serebri traumatic dsb. Penderita sangat perlu istirahat mutlak, tenaga keseimbangan

kardiovaskuler, respirasi, cairan elektrolit dan kalori, serta terhindar dari infeksi paru-

paru atau kandung kemih. Mobilisasi hampir tidak menjadi persoalan

Page 7: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

e. Kontusio serebri

Apabila terjadi lesi parenkim berdarah, yang ditandai oleh kesadaran menurun

yang lebih lama. Defisit neurologis seperti hemiparese kelumpuhan saraf otak, refleks

abnormal, konvulsi,dan delirium.

Kontusio cerebri merupakan memar di jaringan otak akibat trauma. Seperti

memar pada jaringan lain, memar cerebral dapat dikaitkan dengan beberapa

microhemorrhages, terjadi akibat kebocoran PD kecil ke jaringan otak. Memar terjadi

pada 20-30% kasus dari cedera kepala berat. Cedera ini mirip dengan laserasi otak,

menurut definisi, dimana membran pia arachnoid yang robek di atas lokasi cedera pada

laserasi dan tidak memar. Cedera ini dapat menyebabkan penurunan fungsi mental dalam

jangka panjang dan dalam keadaan darurat dapat menyebabkan herniasi otak , sebuah

kondisi yang mengancam kehidupan dimana ada bagian dari otak yang menekan ke

bagian dari tulang kepala. Oleh karena itu pengobatan bertujuan untuk mencegah

terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang berbahaya.

a) Tanda dan Gejala

Gejala-gejala dari memar otak (memar pada otak) tergantung pada beratnya

cedera, mulai dari ringan sampai berat. Individu mungkin mengalami sakit kepala,

kebingungan, mengantuk, pusing, kehilangan kesadaran, mual dan muntah, kejang, dan

kesulitan dengan koordinasi dan gerakan. Mereka juga mungkin mengalami kesulitan

dengan memori, visi, ucapan, pendengaran, mengelola emosi, dan proses berpikir. Tanda

memar yang tergantung pada lokasi di otak. Kontusio cerebral sangat sering terjadi di

frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang

otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau

jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral.  Apabila lesi meluas dan

terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut.

b) Penyebab

Memar terjadi terutama di jaringan korteks, terutama di bawah lokasi dampak

atau di daerah-daerah otak yang terletak di bagian dalam tengkorak. Otak mungkin

Page 8: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Dipipis ketika bertabrakan dengan tonjolan tulang pada permukaan dalam tengkorak.

Tonjolan terletak di bagian dalam tengkorak di bawah frontal dan lobus temporal dan

pada atap orbit mata. Dengan demikian, ujung-ujung lobus frontal dan temporal terletak

di dekat pegunungan tulang di tengkorak adalah daerah dimana sering terjadi luka memar

dan yang paling parah. Untuk alasan ini, perhatian, emosi dan masalah memori yang

terkait dengan kerusakan frontal dan lobus temporal, jauh lebih umum pada trauma

kepala daripada sindrom terkait dengan kerusakan ke area lain dari otak.

c) Pengobatan

Sejak pembengkakan otak bahaya kepada pasien, pengobatan memar otak

bertujuan untuk mencegah pembengkakan. Tindakan untuk menghindari pembengkakan

mencakup pencegahan hipotensi (tekanan darah rendah), hiponatremia dan hypercapnia

(peningkatan karbon dioksida dalam darah). Karena bahaya tekanan intrakranial

meningkat, operasi mungkin diperlukan untuk mengurangi itu. Orang dengan memar otak

mungkin memerlukan perawatan intensif dan monitoring yang ketat.

f. Laserasi serebri

Bila terjadi robekan parenkim otak maka digolongkan kedalam laserasi serebri.

1. Lokasi lesi

– Lesi diffus

– Lesi kerusakan vaskuler otak

– Lesi fokal

• Kontusio dan laserasi serebri

• Hematoma intrakranial

Hematoma ekstradural (Hematoma Epidural)

Perdarahan ke dalam ruang epidural umumnya disebabkan oleh robeknya

dinding salah satu arteri meningeal, biasanya arteri meningeal tengah, tapi pada

15% dari pasien pendarahan berasal dari salah satu sinus dural. Tujuh puluh lima

Page 9: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

persen berhubungan dengan fraktur tengkorak. dura dipisahkan dari tulang

tengkorak oleh extravasated darah, dan ukurannya meningkat sampai pembuluh

darah terkompresi atau tertutup oleh hematoma.6,7,8

Dalam kebanyakan kasus, hematoma bersifat ipsilateral. E pidural

hematoma terutama pada orang muda; itu jarang terlihat pada orang tua karena

dura menjadi semakin melekat pada tengkorak dengan usia lanjut.

Tanda dan diagnostic klinik9:

- Lucid interval (+)

- Kesadaran makin menurun

- Late hemiparese kontralateral lesi

- Pupil anisokor

- Babinski (+) kontralateral lesi

- Fraktur didaerah temporal

Gejala dan tanda hematom epidural di fossa posterior:

- Lucid interval tidak jelas

- Fraktur kranii oksipital

- Kehilangan kesadaran cepat

- Gangguan serebellum, batang otak dan pernapasan

- Pupil isokor

Hematoma subdural

Hematoma subdural biasanya dari vena, darah mengisi ruang antara

membran dural dan arakhnoid. Dalam kebanyakan kasus, pendarahan disebabkan

oleh pergerakan otak di dalam tengkorak yang dapat mengakibatkan peregangan

dan merobek pembuluh darah yang mengalir dari permukaan otak ke sinus dural.

Jarang terjadi sumber hematoma dari arteri kecil.Kebanyakan hematoma subdural

terletak di atas convexities otak lateral, tetapi darah subdural juga dapat terkumpul

di permukaan hemisfer, antara tentorium dan lobus oksipital, antara lobus temporal

Page 10: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

dan pangkal tengkorak, atau di fosa posterior. CT biasanya menunjukkan

kepadatan tinggi, dan seperti gambaran bulan sabit.6,7,8,9

Pasien usia lanjut atau pengguna alkohol dengan atrofi otak sangat rentan

terhadap perdarahan subdural; pada pasien ini, hematoma besar mungkin terjadi

karena trauma ringan atau bahkan cedera yang bejalan perlahan.

hematoma subdural akut, menurut definisi adalah gejala yang timbul dalam 72 jam

setelah cedera, namun kebanyakan pasien memiliki gejala neurologis dari saat

trauma. Setengah dari semua pasien dengan hematoma subdural akut kehilangan

kesadaran pada saat cedera; 25% berada dalam keadaan koma ketika mereka tiba

di rumah sakit, dan setengahnya sadar, kehilangan kesadaran untuk kedua kalinya

atau lucid interval terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam. Hemiparesis

dan kelainan pupil adalah tanda-tanda neurologis fokal yang paling umum, terjadi

dalam satu setengah sampai dua pertiga pasien. Gambaran umum berupa pelebaran

pupil ipsilateral dan kontralateral hemiparesis. Namun, salah tanda umum dengan

hematoma subdural akut karena herniasi uncal dapat menyebabkan kompresi

batang otak kontralateral atau saraf kranial ketiga.

Hematoma subdural kronis menunjukkan gejala setelah 21 hari atau lebih.

Lebih cenderung terjadi pada pasien setelah usia 50 tahun. Dalam 25% sampai

50% kasus merupakan cedera kepala yang tidak disadari. Hampir setengah dari

pasien memiliki sejarah kecanduan alkohol atau epilepsi dan trauma yang mungkin

telah dilupakan. Faktor risiko lain untuk hematoma subdural kronis termasuk

overdrainage dari shunts ventriculoperitoneal dan gangguan perdarahan, termasuk

kondisi yang relevan dengan obat antikoagulan. Dalam kebanyakan kasus

hematoma subdural kronis, perdarahan dari trauma ringan dengan kompresi otak

sedikit atau tidak ada, karena bersama dengan atrofi otak. Setelah 1 minggu,

fibroblast pada permukaan bagian dalam dura membentuk membran luar yang

tebal; setelah 2 minggu membran tipis dalam berkembang, menghasilkan bekuan

enkapsulasi, yang mulai mencair. Pembesaran hematoma kemudian dapat terjadi

dari pendarahan yang berulang (misalnya, hematoma subdural akut-on-kronis) atau

karena efek osmotik yang berkaitan dengan kandungan protein tinggi. CT biasanya

Page 11: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

menunjukkan massa isodense atau hypodense, berbentuk bulan sabit di permukaan

otak, dan membran dapat meningkatkan dengan kontras intravena. Hematoma

subdural kronis akhirnya yang mencair membentuk hygromas, dan dalam beberapa

kasus mungkin berupa kalsifikasi.

Hematoma subdural akut dan kronis dengan efek massa yang signifikan

harus dievakuasi. Indikasi utama operasi adalah adanya efek massa gejala berupa

defisit neurologis fokal, atau kejang.

Pembedahan untuk evakuasi hematom tebal yang merupakan hematoma

subdural akut biasanya memerlukan craniotomy besar. Hasil setelah bedah

evakuasi tergantung pada tingkat keparahan awal, dan interval dari cedera ke

operasi. Liquefied hematoma subdural kronis sering dapat dievakuasi dengan

drainase. Reoperasi untuk hematoma subdural akut dan kronis yang dibutuhkan

dalam sekitar 15% dari kasus.6,7,8

Gambaran klinis berupa:

- Akut : interval lucid 0-5 hari

- Subakut : interval lucid 5 hari – beberapa minggu

- Kronik : interval lucid > 3 bulan

.

Page 12: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Hematoma intraparenkhimal

a. Perdarahan subarakhnoid

Dalam kebanyakan kasus, darah subarachnoid hanya terdeteksi oleh

pemeriksaan CSF, dan pemeriksaan klinis kecil. Dengan cedera yang lebih

serius, ketika vena besar yang melintasi subarahnoid robek, fokal atau

perdarahan subarachnoid luas dapat dideteksi oleh CT. Meskipun adanya

sejumlah besar darah di subarachnoid merupakan pertanda prognosis yang

buruk, komplikasi perdarahan subarachnoid aneurysmal, seperti hidrosefalus

dan iskemia dari vasospasm, tidak biasa terjadi setelah perdarahan

subarakhnoid traumatik.

Gejala dan tanda klinis berupa kaku kuduk, nyeri kepala, dapat terjadi

gangguan kesadaran.

b. Hematoma intraserebral

Adalah perdarahan parenkim otak, disebabkan karena pecahnya

arteri intraserebral mono atau multiple. Biasanya berhubungan dengan

diffuse axonal injury dengan gejala dan tanda klinis:

- Koma lama pasca traumatic

- Disfungsi saraf otonom

- Demam tinggi

Page 13: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

2.5 Diagnosis

a) Anamnesis

Keadaan kecelakaan dan kondisi klinis pasien sebelum masuk ke ruang darurat harus

dipastikan dari pasien (jika mungkin), dan saksi mata. Kekuatan dan lokasi cedera kepala

harus ditentukan setepat mungkin. Pertanyaan khusus juga harus dibuat mengenai gegar

otak; karena pasien amnestic selama gegar otak, hanya seorang saksi mata secara akurat

dapat mengukur durasi kehilangan kesadaran. Anamnesis mencakup; trauma kapitis

dengan /atau tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval lucid, perdarahan/otorrhea/

rinorrhea serta amnesia traumatika.6,7

b) Pemeriksaan Fisik pemeriksaan klinis neurologis

Pemeriksaan fisik secara umum dari kepala hingga kaki. Dapat ditemukan adanya

kelainan sesuai dengan dampak cedera pada otak. Tengkorak harus teraba untuk fraktur,

hematoma, dan luka. Pasien harus secara menyeluruh diperiksa tanda-tanda eksternal

trauma leher, dada, punggung, perut, dan anggota badan. Perdarahan dari hidung atau

telinga mungkin menunjukkan kebocoran CSF; CSF berdarah dapat dibedakan dari darah

melalui uji halo positif (yaitu, sebuah lingkaran CSF di bentuk darah ketika jatuh di atas

selembar kain putih). Jika tidak ada campuran darah, CSF dapat dibedakan dari sekresi

hidung karena konsentrasi glukosa CSF adalah 30 mg / dL atau lebih, sedangkan sekresi

lakrimal dan lendir hidung biasanya mengandung kurang dari 5 mg / dL glukosa.

Page 14: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Setelah menentukan tingkat kesadaran. Perhatian khusus harus diberikan pada

kemampuan fokus, konsentrasi (misalnya, menghitung mundur dari 20 ke 1, atau

membaca secara terbalik), orientasi, dan memori. Gerakan mata, ukuran pupil dan bentuk,

dan reaksi terhadap cahaya harus dicatat. Pupil lamban reaktif atau melebar menunjukkan

herniasi transtentorial dengan kompresi saraf kranial ketiga. Midposition pupil, kurang

reaktif, tidak teratur dapat terjadi karena cedera pada inti oculomotor di tegmentum otak

tengah. Nystagmus sering terjadi gegar otak. Pada pasien koma, refleks oculocephalic dan

oculovestibular harus diuji, pemeriksaan motoric harus berfokus pada identifikasi

kelemahan, asimetris atau sikap. Gerakan spontan harus dinilai untuk menilai penggunaan

khusus dari anggota badan pada satu sisi. Jika pasien tidak sepenuhnya kooperatif,

kelemahan dapat dideteksi oleh penilaian dari asimetri dari tonus atau refleks tendon, atau

dengan adanya suatu pergeseran lengan, respon lokalisasi khusus dengan menggosok

sternum, atau ekstensor plantar refleks.

Page 15: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Jika kerusakan terjadi jika terjadi di lobus frontal maka akan mengalami

penurunan fungsi intelektual, personality, dan kelemahan otot. Pada lobus temporal akan

mengalami gangguan bicara, pendengaran dan memory. Jika di lobus parietal mengalami

gangguan maka pasien akan mengalami gangguan sensibilitas. Jika kerusakan pada lobus

occipital pasien akan mengeluh adanya gangguan penglihatan dan pada brain stem

merupakan tempat untuk mengatur laju nadi, pernafasan dan tekanan darah.

Dekortikasi menunjukkan cedera pada jalur corticospinal di tingkat diencephalon

atau otak tengah atas. Sikap decerebrasi berarti cedera pada jalur motor di tingkat yang

lebih rendah dari otak tengah, pons, atau medula.

c) Pemeriksaan Penunjang trauma kepala secara umum

a. Laboratorium

Pemerksaan laboratorium yang dilakukan pada saat pasien pertama kali

masuk ke RS serta saat pemantauan seperti pemeriksaan dara; Hb, leukosit,

trombosit untuk mengetahui factor pemberat yang menyertai perdrahan. Ureum,

kreatinin untuk mengetahui fungsi hati akibat perdarahan ataupun untuk interfensi

obat-obatan yang akan dieksresikan melalui ginjal. Gula darah sewaktu juga

diperlukan untuk mengetahui faktor yang dapat memperberat dampak cedera atau

adanya penyakit komorbid. Analisa Gas Darah dan elektrolit juga sebaiknya

diperiksa untuk menilai adanya asidosis atau alkalosis yang dapat terjadi akibat

dampak dari cedera, hipoventilasi misalnya.

Page 16: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

b. Radiologi

1) Foto polos kepala

Foto polos kepala dengan berbagai posisi seperti AP, lateral berguna untuk

melihat adanya fraktur tengkorak, tapi tidak menunjukkan jaringan lunak di dalam

kepala.6,7

2) CT Scan dan MRI

CT adalah pencitraan darurat metode pilihan untuk cedera kepala. CT lebih

informatif daripada rontgen tengkorak standar dan memberikan sensitivitas untuk

mendeteksi darah intrakranial. Secara umum, semua pasien dengan cedera kepala

harus memiliki CT, kecuali bagi mereka yang diklasifikasikan sebagai risiko

rendah (misalnya, tanpa gegar otak, tanpa kelainan neurologis pada pemeriksaan,

dan tanpa bukti atau kecurigaan dari patah tengkorak, alkohol atau keracunan

obat, atau moderat-risiko kriteria lain). Kemungkinan mendeteksi intra serebral

hemoragik oleh CT pada pasien ini hanya 1 dalam 10.000. MRI lebih baik untuk

mendeteksi cedera halus otak, terutama untuk lesi fokal, tetapi pada umumnya

tidak digunakan untuk evaluasi darurat kecuali dengan cepat dan mudah tersedia.

Gambar CT harus dinilai untuk bukti adanya hematoma epidural atau subdural,

subarachnoid atau intraventricular, memar parenkim dan perdarahan, edema otak,

dan memar berhubungan dengan diffuse axonal injury.6,7,8,9

Page 17: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Gambar 2.1. CT Scan Epidural Hematom Gambar 2.1. CT Scan Subdural Hematom

Gambar 2.1. CT Scan Arahnoid Hematom

2.5.1 Klasifikasi sesuai Glasgow Coma Scale (GCS)

a. Cedera Kepala Ringan6,8:

• GCS 13-15

• Pingsan < 10 menit

• Defisit neurologis (-) hanya gangguan fungsional

• CT scan Normal

b. Cedera Kepala Sedang

Page 18: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

• GCS 9-12

• Pingsan > 10 menit s/d < 6 jam

• Defisit neurologis (+)

• CT scan abnormal

c. Cedera Kepala Berat

• BCS 3-8

• Pingsan > 6 jam

• Defisit neurologis (+)

• CT scan abnormal

2.5 Glasgow Coma Scale

Mata:

Nilai

4 Terbuka spontan

3 Dengan perintah verbal

2 Dengan nyeri

1 Tidak ada respon

Page 19: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Verbal:

Motorik:

Nilai

5 Orientasi baik

4 Disorientasi tidak baik

3 Kata-kata tidak tepat, hanya menangis

2 Mengerang

1 Tidak ada respon

Page 20: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

2.6 Penatalaksanaan

Penanganan emergensi sesuai dengan beratnya trauma kapitis (ringan, sedang, berat)

berdasarkan urutan:

1. Survey Primer

a. Airway (jalan napas)

Bebaskan jalan napas dengan memeriksa mulut, bila terdapat secret atau benda

asing segera dikeluarkan dengan suction atau swab. Bila perlu dapat digunakan

intubasi untuk menjaga patenisasi jalan napas. Waspadai bila ada fraktur servikal.

b. Breathing (Pernapasan)

Pastikan pernapasan adekuat, perhatikan frekwensi, pola napas dan pernapasan

dada atau perut dan kesetaraan pengembangan dada kanan dan kiri. Bila ada

gangguan pernapasan segera cari penyebab, gangguan terjadi pada sentral atau

perifer. Bila perlu, berika oksigen sesuai kebutuhan. Pertahankan saturasi oksigen

O2 > 92%

c. Circulation

Jika pasien menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik, jalur IV harus

segera terpasang. Karena autoregulasi aliran darah serebral sering terganggu pada

cedera kepala akut, harus terus dipantau untuk menghindari hipotensi yang dapat

menyebabkan iskemik otakatau hipertensi yang dapat memperburuk edema

serebral. Pertahankan TD sistolik > 90 mmHg, hindari pemakaian cairan hipotonis.

Vasopresor kerja pendek (misalnya, phenylephrine dan norepinephrine) dan agen

antihipertensi (misalnya, labetalol dan nicardipine) adalah lebih baik karena

Nilai

6 Menurut perintah

5 Depat melokalisir nyeri

4 Fleksi terhadap nyeri

3 Fleksi abnormal (dekortikasi)

2 Ekstensi (deserebrasi)

1 Tidak ada respon

Page 21: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

kemampuan mereka untuk menstabilkan tekanan darah dalam kisaran terapeutik

yang sempit. Nitroprusside natrium harus dihindari karena dapat melebarkan

pembuluh cerebral dan meningkatkan ICP.

d. Disability (mengetahui lateralisasi dan kondisi umum dan neurologis)

Observasi:

- Tanda vital: tekanan darah, nadi. Suhu, dan pernapasan

- GCS

- Pupil: ukuran, bentuk dan reflex cahaya

- Pemeriksaan neurologis cepat: hemiparese, reflex patologis

- Luka-luka

- Anamnesa: AMPLE (allergies, Medication, Past Illness, Last Meal,

event/Environtment related to the injury)

2. Survey Sekunder

a. Laboratorium

- Darah: Hb, leukosit, trombosit, ureum kreatinin

- Gula Darah Sewaktu

- Analisa Gas Darah dan elektrolit

- Urin: perdarahan

b. Radiologi

- Foto polos kepala

- CT Scan otak

- Foto lain sesuai indikasi

c. Managemen terapi

- Siapkan untuk operasi pada pasien yang mempunyai indikasi

- Siapkan ruangan intensif

- Penanganan luka-luka

- Pemberian obat sesuai kebutuhan

3. Penanganan Kasus Cedera Kepala Ringan

1. Pemeriksaan status umum dan neurologi

Page 22: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

2. Perawatan luka-luka

3. Pasien dipulangkan dengan pengawasan ketat oleh keluarga selama 48 jam. Bila

selama dirumah terdapat hal-hal sebagai berikut:

a. pasien cenderung mengantuk

b. sakit kepala yang semakin berat

c. muntah proyektil

Maka pasien harus segera dibawa kembali ke RS

4. pasien perlu dirawat apabila ada hal-hal berikut ini:

a. ada gangguan orientasi (waktu dan tempat)

b. sakit kepala dan muntah

c. tidak ada yang mengawasi di rumah

d. letak rumah jauh atau sulit untk kembali ke RS

4. Penanganan Kasus Cedera Kepala Sedang dan Berat

1. lanjutkan penanganan ABC

2. pantau tanda vital (suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah), pupil GCS, gerakan

ekstremitas, sampai pasien sadar

3. pantauan dilakukan tiap 4 jam

4. lama pemantauan hingga GCS 15.

Perhatian khusus ditujukan untuk mencegah terjadinya hipotensi. Data

Traumatic Coma Data Bank (TCDB) menunjukkan bahwa hipotensi pada pasien

dengan trauma kranoserebral berat akan meningkatkan angka kematian dari 27%

50% (Wilkins, 1996). Tatalaksanan tradisional yang meliputi pembatasan cairan

dalam mengurangi terjadinya edema otak, kemungkinan akan membahayakan pasien,

terutama pada pasien yang telah mengalami banyak kehilangan cairan.6

Hindari terjadi kondisi sebagai berikut:

Tekanan darah sistolik < 90 mm Hg

Suhu > 38 derajat Celcius

Frekuensi nafas > 20 x / menit

5. Cegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intrakranial

Posisi kepala ditinggikan 30°

Page 23: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Bila perlu dapat diberikan Manitol 20% .Dosis awal 1 gr/kg BB, berikan dalam

waktu 1/2 - 1 jam, drip cepat. Lanjutkan pemberian dengan dosis 0,5 gr/kg BB

drip cepat, 1/2 - 1 jam.

Berikan analgetika, dan bila perlu dapat diberikan sedasi jangka pendek

Atasi komplikasi seperti kejang dengan pemberian profilaksis OAE selama 7 hari

untuk mencegah immediate dan early seizure

• Pada kasus risiko tinggi infeksi akibat fraktur basis kranii / fraktur terbuka

berikan profilaksis antibiotika, sesuai dosis infeksi intrakranial selama 10-14

hari.

• Gastrointestinal – perdarahan lambung

• Demam

• DIC: pasien dengan trauma kapitis tertutup cenderung mengalami

koagulopati akut.

• Pemberian cairan dan nutrisi adekuat

• Roboransia, neuroprotektan (citicoline), nootropik sesuai indikasi

5. Indikasi Operasi

1. EDH (epidural hematoma)

>40 cc + midline shifting pada temporal / frontal / parietal dgn fungsi batang otak

masih baik

> 30 cc pada fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan batang otak atau

hidrosefalus dengan fungsi batang otak masih baik

EDH progresif

EDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi.

2. SDH (subdural hematoma)

SDH luas (> 40 cc / > 5 mm) dengan GCS > 6, fungsi batang otak masih baik

SDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi

SDH dengan edema serebri / kontusio serebri disertai midline shift dengan fungsi

batang otak masih baik

3. ICH (perdarahan intraserebral) pasca trauma

Penurunan kesadaran progresif

Page 24: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan nafas (Cushing reflex)

Perburukan defisit neurologi fokal

4. Fraktur kranii dengan laserasi serebri

5. Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intra-kranial)

6. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK, dipertimbangan

operasi dekompresi

2.1 Akibat Jangka Panjang Trauma Kapitis

2.7.2 Kerusakan Saraf Kranial

a. Anosmia

Kerusakan nervus olfaktoris menyebabkan gangguan sensasi pembauan

yang yang total disebut anosmia dan bila parsial disebut hiposmia. Hiposmia

pada umumnya akan sembuh, sedangkan anosmia bilateral sulit diharapkan

kesembuhannya setelah periode 2 bulan terlewati. Dalam proses penyembuhan

tardapat 2 penyimpangan sensasi bau (parosmia) yaitu berupa bau seperti benda

terbakar atau bau-bau lain yang tidak sedap. Setelah beberapa hari, parosmia

akan menghilang dan sensai bau akan kembali normal.

Bahaya anosmia adalah bagi mereka yang bekerja di tempat yang harus

mengenali bau-bau tertentu. Mereka tidak dapat mencium adanya gas yang bocor

atau adanya kebakaran. Penderita tidak dapat menikmati sedapnya bau makanan,

maka anosmia akan mengurangi kenikmatan hidup. Penderita anosmia juga akan

mengalami kesulitan bila bekerja sebagai juru masak, pencampur parfum,

peramu tembakau, dan pencicip teh atau kopi. Tidak ada pengobatan khusus bagi

penderita anosmia.

b. Gangguan Penglihatan dan Oftalmoplegi

Gangguan penglihatan bilateral sangat jarang terjadi. Kerusakan nervus

optikus adalah akibat trauma di region frontal atau frontotemporal, timbul segera

setelah mengalami trauma. Biasanya disertai hematoma (perdarahan) disekitar

mata dan proptosis (pergeseran atau penonjolan mata kedepan) akibat adanya

Page 25: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

perdarahan dan edema (sembab) di dalam orbita (lekuk mata). Gejala klinik

bergantung pada lokasi trauma, umumnya berupa penurunan visus (daya lihat),

skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya negatif, atau hemianopia

bitemporal. Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata,

umumnya disertai ptosis dan pupil yang midriatik. Meskipun lesi nervus

okulomotoris sering berdiri sendiri, nervus troklearis dan nervus abdusens dapat

pula menyertainya.

c. Hemiparesis dan Paresis fasialis

Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau kanan)

merupakan menifestasi klinik dari kerusakan daerah pyramidal di korteks,

subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya yang berkaitan dengan trauma

kapitis adalah perdarahan otak (subdural, epidural, intraparenkhimal), empiema

subdural, herniasi transtentorial.

Keadaan ini disebabkan oleh edema pada sarafnya sendiri atau edema

jaringan di sekitarnya. Sebagian besar paresis fasialis traumatik menyertai fraktur

di fosa media yang mengenai os petrosus atau mastoid. Gejala kliniknya berupa

gangguan pengecapan pada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup

mata, mulut peot atau mencong, kesemuanya pada sisi yang mengalami

kerusakan.

d. Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya disertai

vertigo dan nistagmus karena ada hubungan yang erat antara koklea, vestibula,

dan saraf. Dengan demikian adanya trauma yang berat pada salah satu organ

tersebut umumnya juga menimbulkan kerusakan pada organ lain. Pengobatan

biasanya hanya simtomatik, jarang sekali dilakukan tindakan bedah. Proses

penyembuhan bergantung pada derajat trauma dan organ yang mengalami

kerusakan.

2.7.2 Disfasia

Page 26: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Disfasia adalah kesulitan untuk memahami atau memproduksi bahasa

disebabkan oleh penyakit sistem saraf pusat. Penderita dengan disfasia memerlukan

perawatan yang lebih lama, rehabilitasinya juga lebih sulit karena masalah

komunikasi. Tidak ada obat yang spesifik untuk disfasia kecuali speech theraphy.

Kemungkinan kesembuhan disfasia sangat kecil. Meskipun ada perbaikan, hampir

semua penderita tidak dapat sembuh sempurna.

2.7.1 Fistula karotiko-kavernosus

Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal antara arteria

karotis interna dengan sinus kavernosus, umumnya disebabkan oleh adanya trauma

pada dasar tengkorak. Adanya hubungan pendek ini menimbulkan dua akibat

penting yaitu hipertensi venosa simultan (khususnya vena-vena didalam orbita dan

isinya, menyebabkan gangguan drainase venosa) dan vascular stealing syndrome

pada area yang dipasok oleh arteria karotis interna, yang kemudian menimbulkan

hipoksia otak. Gejala dan tanda klinik Fistula karotiko-kavernosus adalah : bising

pembuluh darah (bruit) yang dapat didengar oleh penderita atau pemeriksa dengan

menggunakan stetoskop, proptosis disertai hioeremia dan pembengkakan

konjungtiva, diplobia (penglihatan kembar) dan penurunan visus (daya lihat), nyeri

kepala dan nyeri pada orbita, pulsasi pada mata, dan kelumpuhan otot-otot

penggerak mata.

2.8 Kelainan dan Komplikasi Trauma Kapitis 44

2.8.1 Tekanan Intrakranial (TIK) Meninggi

Pada trauma kapitis tekanan intrakranial dapat meninggi pada perdarahan

selaput otak (hematoma epidural, hematoma subdural, dan hematoma

subaraknoidal), perdarahan di dalam jaringan otak (kontusio serebri berat, laserasio

serebri, hematoma serebri besar, dan perdarahan ventrikel), dan kelainan pada

parenkim otak (edema serebri berat). Tekanan pada vena jugularis menaikkan TIK

yang berlangsung sementara saja. Demikian pula batuk, bersin, mengejan yang

mengakibatkan tekanan di dalam sistem vena meningkat. Pada hipoksia terjadi

dilatasi arteriol yang meningkatkan volume darah di otak dengan akibat TIK

Page 27: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

meningkat pula. Pada Trauma kapitis yang dapat meningkatkan TIK adalah

hematoma yang besar (lebih dari 50cc), edema yang berat, kongesti yang berat dan

perdarahan subarakhnoidal yang mengganggu aliran cairan otak di dalam ruangan

subarakhnoidea. Bila TIK meninggi, mula-mula absorbsi cairan otak meningkat

kemudian bagian-bagian sinus venosus di dalam dura meter tertekan. Bila massa

desak ruangan berkembang cepat dan melebihi daya kompensasi maka TIK akan

meningkat dengan tajam. Arteri-arteri pia-arahnoidea melebar. Bila autoregulasi

baik aliran darah akan dipertahankan pada taraf normal, akibatnya volume darah

otak bertambah.

Bila TIK meninggi terus dengan cepat, aliran darah akan menurun dan TIK

akan tetap rendah meskipun tekanan darah naik. Bila kenaikannya sangat lambat

seperti pada neoplasma jinak otak, kemungkinan TIK tidak meninggi banyak karena

selain penyerapan otak yang meningkat, otak akan mengempes dan mengalami

artrofi ditempat yang tertekan yang dapat menetralisir volume massa desak ruang

yang bertambah.

2.8.2 Komplikasi infeksi pada trauma kapitis

Kemungkinan terjadinya infeksi sekunder pada trauma kapitis meningkat

bila durameter robek terutama sekali bila terjadi di daerah basal yang letaknya

berdekatan dengan sinus-sinus tulang dan nasofaring. Keadaan ini jug bisa terjadi

bila ada fraktur basis kranii.

2.8.3 Lesi akibat trauma kapitis pada tingkat sel

Lesi dapat mengenai semua jenis sel di dalam jaringan otak yaitu neuron

dengan dendrit dan aksonnya, astrosit, oligodendrosit, sel ependim maupun sel-sel

yang membentuk dinding pembuluh darah. Bila badan sel neuron rusak, maka

seluruh dendrit dan aksonnya juga akan rusak. Kerusakan dapat mengenai

percabangan dendrit dan sinapsis-sinapsinya, dapat pula mengenai aksonnya saja.

Dengan kerusakan ini hubungan antar neuron pun akan terputus. Lesi sekunder juga

dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan demikian.

Page 28: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

2.8.4 Epilepsi pasca Trauma Kapitis

Pada sebagian penderita trauma kapitis dapat terjadi serangan kejang.

Serangan ini dapat timbul dini pada minggu-minggu pertama sesudah trauma,

mungkin pula timbul kasip berbulan-bulan sesudahnya. Epilepsi kasip cenderung

terjadi pada pasien yang mengalami serangan kejang dini, fraktur impresi dan

hematoma akut. Epilepsi juga lebih sering terjadi pada trauma yang menembus

durameter. Lesi di daerah sekitar sulkus sentralis cenderung menimbulkan epilepsi

fokal.

2.8.5 Respirasi pada Trauma Kapitis berat

Kelainan Repirasi akut pascatrauma yaitu :

a. Perubahan pola pernapasan, yang berupa:

1. Pernapasan Cheyne-Stokes yang disertai periode pernapasan berhenti dan

bernapas lagi. Setelah beberapa lamanya pernapasan berhenti, mulai

bernapas lagi dengan amplitudo yang mula-mula kecil. kemudian

berangsur membesar lalu mengecil lagi dan berhenti.

2. Trakipnea, frekuensi pernapasan tinggi (> 25 per menit)

3. Hiperpnea, ampitudo pernapasan besar

4. Pernapasan tidak teratur

5. Apnea, Pernapasan terhenti. Pada keadaan ini bantuan pernapasan harus

cepat dilakukan untuk menolong jiwa pasien

b. Aspirasi

Pada keadaan koma, reflex batuk dapat menurun. Bila pasien muntah,

muntahan mungkin terhirup ke dalam trakea dan menimbulkan aspirasi. Isi

perut yang masuk ke dalam bronki akan menimbulkan edema, perdarahan, dan

bronkospasme. Isi perut yang masuk ke dalam bronki harus diusahakan

dihisap keluar melalui trakeostomi.

Page 29: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

c. Trauma pada alat napas

Trauma pada toraks dapat menimbulkan fraktur iga-iga, dapat terjadi

hemotoraks dan pneumotoraks yang semuanya akan mengganggu pernapasan.

d. Edema pulmonum neurogen

Pada trauma kapitis yang berat dapat terjadi edema pulmonum.

Mekanismenya mungkin kontriksi vena pulmonum yang disebabkan aktivitas

adrenergik alfa yang berlebihan.

Page 30: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Nn. R Jenis kelamin : Perempuan

Tempat / tanggal lahir : 21 Januari 1997 Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : BelumMenikah Agama : Islam

No. RM : 712116 Tanggal masuk: 21 Januari 2015

Alamat : Karangsari, Renjotan, Tulungagung

A. ANAMNESIS

Diambil dari: Aloanamnesis Tanggal:24/01/2015 Jam:21.00WIB

Keluhan Utama: tidak sadar post KLL

Keluhan tambahan: pusing, mual, muntah

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dibawa oleh polisi dalam keadaan tidak sadar pada pukul 21.36. Pasien

adalah korban kecelakaan motor vs motor, kecelakaan terjadi kurang lebih pukul 20.45, menurut

kesaksian pasien sedang diboncengi oleh kakak pasien dengan motor, mendadak ada motor

dengan kecepatan tinggi dari arah kanan belakang yang menyerempet ke arah motor yang

ditumpangi pasien dan akhirnya motor pasien kehilangan keseimbangan. Pasien terlempar dari

tempat duduk nya ke arah trotoar dan kepala pasien sempat terbentur dan helm pasien terlepas.

Setelah itu pasien tidak sadar. Tidak lama setelah kejadian datang polisi lalu lintas dan pasien

segera dilarikan ke RSUD dr. Iskak. Selama dalam perjalanan pasien tidak sadar dan sempat

pasien muntah 1 kali saat dalam perjalan, tidak ada kejang.

Page 31: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, riwayat darah tinggi disangkal,

riwayat penyakit kejiwaan disangkal dan riwayat penyakit saraf disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami keluhan yang sama seperti pasien, riwayat

darah tinggi disangkal, riwayat penyakit kejiwaan disangkal dan riwayat penyakit saraf

disangkal.

PEMERIKSAAN

A. PEMERIKSAAN JASMANI

Pemeriksaan Umum

Kesadran : Stupor

GCS : 2-2-5

Tekanan darah : 135/76 mmHg

Nadi : 104x/ menit

Suhu : 36,5 oC

Pernapasn : 24x/ menit

SpO2 : 99%

Page 32: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Kepala dan Leher

Terdapat hematom dengan diameter kurang lebih 7 cm dengan VL kurang lebih berdiameter 1x2

cm

Mata : konjungtivtis anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

JVP : 5 + 2 cmH2O

Mata

Exophthalmus : Tidak ada Pupil : Isokor Ø 3 mm

Kelopak : Tidak edema Lensa : Jernih

Konjungtiva : Anemis -/- Visus : Tidak dilakukan

Sklera : Tidak ikterik Gerakan mata : Tidak dilakukan

Lapangan penglihatan : Tidak dilakukan Tekanan bola mata : Normal

Deviatio konjungae : Tidak ada Nystagmus : Tidak ada

Telinga

Tuli : -/- Selaput pendengaran : Utuh

Lubang: : +/+ Penyumbatan : -/-

Serumen : -/- Perdarahan : -/-

Cairan : -/-

Page 33: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Mulut

Bibir : Tidak sianosis Tonsil : T1-T1 tenang

Langit-langit : Normal Bau pernapasan : Tidak ada

Gigi geligi : fraktur I1 kiri atas Trismus : Tidak ada

Faring : Normal Selaput lendir : Normal

Lidah : Tidak kotor,

tidak kering

Perdarahan gusi: +

Leher

Tekanan vena Jugularis (JVP): 5+1 cm H2O

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba pembesaran

Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran

Dada

Bentuk : Simetris, tidak ada jejas

Pembuluh darah : Tidak tampak

Buah dada : Simetris, tidak membesar

Paru-paru

Depan Belakang

Page 34: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Inspeksi Kiri : simetris dalam kondisi statis dan dinamis

Kanan : simetris dalam kondisi statis dan dinamis

Palpasi Kiri : taktil fremitus simetris taktil fremitus simetris

Kanan : taktil fremitus simetris taktil fremitus simetris

Perkusi Kiri : sonor sonor

Kanan : sonor sonor

Auskultasi Kiri : vesikuler, ronchi (+), vesikuler, ronchi (+),

wheezing (-) wheezing (-)

Kanan : vesikuler, ronchi (+), vesikuler, ronchi (+),

wheezing (-) wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsus iktus kordis

Palpasi : Iktus kordis di sela iga VI, 2cm lateral linea midclavicula kiri

Perkusi : Batas kanan jantung : Sela iga VI, linea sternalis kanan

Batas kiri jantung : Sela iga V, 1 jari lateral linea midclavikula kiri

Batas atas jantung : Sela iga II, linea parasternalis kiri

Pinggang jantung (+)

Auskultasi : BJ I-II murni, regular, murmur (-), Gallop(-)

Page 35: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Pembuluh darah

Arteri Temporalis : Teraba pulsasi

Arteri Karotis : Teraba pulsasi

Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi

Arteri Radialis : Teraba pulsasi

Arteri Femoralis : Teraba pulsasi

Arteri Poplitea : Teraba pulsasi

Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi

Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi

Perut

Inspeksi : Sedikit buncit

Palpasi Dinding perut : Supel, nyeri tekan epigastrium (+)

Hati : Tidak teraba membesar

Limpa : Tidak teraba membesar

Ginjal : Balotemen -/-

Lain-lain : -

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Page 36: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Refleks dinding perut : +

Anggota gerak

Lengan

Kanan Kiri

Otot; Tonus : Normotonus Normotonus

Massa : Eutrofi Eutrofi

Sendi : Tidak bengkak Tidak bengkak

Gerakan : Aktif Aktif

Kekuatan : +5 +5

Edema : + (region antebrachii) + (region antebrachii)

Lain- lain : akral hangat akral hangat

Tungkai dan kaki

Kanan Kiri

Luka : Tidak ada Tidak ada

Varises : Tidak ada Tidak ada

Otot; Tonus : Normotonus Normotonus

Massa : Eutrofi Eutrofi

Sendi : Tidak bengkak Tidak bengkak

Gerakan : Aktif Aktif

Kekuatan : +4 +4

Page 37: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Edema : + +

Lain- lain : akral dingin akral dingin

Refleks

Kanan Kiri

Refleks tendon √ √

Bisep √ √

Trisep √ √

Patella √ √

Archiles √ √

Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks kulit √ √

Refleks patologis Tidak ada Tidak ada

Page 38: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

LABORATORIUM RUTIN

Darah

Hb : 13,2 g/dl

Leukosit : 17.010 /µL (H)

Hematokrit : 41,5 %

Trombosit : 446.000 /µL

GDS : 135 mg/dL

Fungsi ginjal

Ureum : 9,9 (6-20)

Creatinin : 0.74 (0,51-1,2)

Elektrolit

Na : 140 (135-145)

K : 3,06 (3,5-5,5) (L)

Cl : 100,4 (96-106)

Ca : 9,5 (8,6-10,2)

Enzim Hati

SGOT : 25,5 (0-32)

SGPT : 10,3 (0-33)

Faal Hemostasis

PT : 11,4

PT% : 100

Page 39: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

INR : 1,06

APTT :21,8

USG

USG FAST : tidak tampak cairan bebas di Morrison pouch dan splenorenal

tidak tampak efusi pericardium

LUNG USG : tampak A-Line pada kedua lapang paru

CT Scan Kepala

Kesan : SDH tipis temporal dextra, ICH 3cc, edema serebri

Page 40: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Foto Rontgen Cervical AP Lateral

Kesan: tidak ditemukan adanya fraktur ataupun kompresi dari vertebrae segmen cervical.

Page 41: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Foto Thorax AP

Kesan: cor dan pulmo tidak tampak kelainan, tidak tampak tanda fraktuur

Diagnosis Kerja- CKS 2-2-5 dengan SDH tipis+ICH+edema serebri

Rencana pengelolaan

Non medikamentosa

21.45

- O2 NRBM 10 Lpm

- Pasang Collar NeckIVFD RL loading 1000cc observasi

Page 42: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

- Pasang Folley Catheter

- Konsul Bedah

01.00

- Asering:Aminofluid (2:1)/24 jam

- Head Fleksi 30o

- O2 10 Lpm

Medikamentosa

21.45

- Ranitidin 50mg iv

- Ondansentron 4mg iv

- Totolac 100cc iv

- Cefoperazone 1gr iv

- Tetagam 1amp iv

- Ketorolac 30mg iv

01.00

- Ceftriaxone 2x1gr iv

- Santagesic 3x1gr iv

- Ranitidin 2x50mg iv

- Piracetam 3x3gr iv

- Citicholine 3x250mg iv

- As. Tranexamat 3x500mg iv

- Fenitoin (loading 700mg) maintenance (300mg)

Prognosis

Ad vitam : dubia

Ad fungtionam: dubia

Ad sanationam: dubia

Page 43: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

FOLLOW UP

Tanggal /

jam

S O A (Subyektif, Obyektif, Assesment) Planning

2

2/01/2015

07.00

S : Pasien masih pusing, gelisah, muntah 1

kali

O : Keadaan umum: tampak sakit berat

Kesadaran: GCS 3-4-5

Tekanan darah: 144/75

Nadi: 80x/menit

Suhu: 37°C

RR: 27x/menit

Kepala: pupil isokor Ø 3 mm

Paru: suara napas vesikuler, ronki (-),

wheezing (-)

Jantung: bunyi jantung I-II regular,

murni, gallop (-), murmur (-)

Abdomen: supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas: oedem (-), akral hangat

A : CKS 3-4-5

- Pasang NGT

- Head up 30o + O2 NRBM 8-10 Lpm

- IVFD Asering:Aminofluid = 2:1

- Inj. Ceftriaxone 2x1gr (iv)

- Inj. Santagesic 3x1gr (iv)

- Inj. Ranitidin 2x50mg (iv)

- Inj. Piracetam 3x3gr (iv)

- Inj. Citicholine 3x250mg (iv)

- Inj. Kalnex 3x500mg (iv)

- Inj. Kutoin 3x100mg (iv)

- Konsul bedah saraf

22/01/201

4

(18.45)

Bedah

Saraf

S : -

A : Subdural Hematom d/s + ICH dex +

Edema serebri (GCS 3-4-5)

-Inj Manitol 6x70 cc

-Lain-lain teruskan

23/01/201 S : pasien gelisah, tidak dapat memasang - Head up 30o + O2 NRBM

Page 44: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

5 NGT dan OGT karena pasien berontak

O : Keadaan umum: tampak sakit berat

Kesadaran: GCS 3-4-5

Tekanan darah: 120/80

Nadi: 88x/menit

Suhu: 36,7°C

RR: 18x/menit

Kepala: pupil isokor Ø 3 mm

Paru: suara napas vesikuler, ronki (-),

wheezing (-)

Jantung: bunyi jantung I-II regular,

murni, gallop (-), murmur (-)

Abdomen: supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas: oedem (-), akral hangat

A : CKS 3-4-5

8-10 Lpm

- IVFD Asering:Aminofluid = 2:1

- Inj. Ceftriaxone 2x1gr (iv)

- Inj. Santagesic 3x1gr (iv)

- Inj. Ranitidin 2x50mg (iv)

- Inj. Piracetam 3x3gr (iv)

- Inj. Citicholine 3x250mg (iv)

- Inj. Kalnex 3x500mg (iv)

- Inj. Kutoin 3x100mg (iv)

- Besok Kalnex stop

24/01/201

5

S : Pasien masih gelisah

O : Keadaan umum: tampak sakit berat

Kesadaran: GCS 3-4-5

Tekanan darah: 140/85

Nadi: 70x/menit

Suhu: 37°C

RR: 18x/menit

- Head up 30o + O2 NRBM 8-10 Lpm

- IVFD Asering:Aminofluid = 2:1

- Diet cair 6x200cc

- Inj. Ceftriaxone 2x1gr (iv)

- Inj. Santagesic 3x1gr (iv)

- Inj. Ranitidin 2x50mg (iv)

Page 45: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Kepala: pupil isokor Ø 3 mm

Paru: suara napas vesikuler, ronki (-),

wheezing (-)

Jantung: bunyi jantung I-II regular,

murni, gallop (-), murmur (-)

Abdomen: supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas: oedem (-), akral hangat

A : CKS 3-4-5

- Inj. Piracetam 3x3gr (iv)

- Inj. Citicholine 3x250mg (iv)

- Inj. Kutoin 3x100mg (iv)

- Kalnex stop

25/01/201

5

S : Pasien masi gelisah

O : Keadaan umum: tampak sakit sedang

Kesadaran: GCS 3-4-5

Tekanan darah: 130/70

Nadi: 68x/menit

Suhu: 36,7°C

RR: 18x/menit

Kepala: pupil isokor Ø 3 mm

Paru: suara napas vesikuler, ronki (-),

wheezing (-)

Jantung: bunyi jantung I-II regular,

murni, gallop (-), murmur (-)

Abdomen: supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas: oedem (-), akral hangat

A : CKS 3-4-5

- Head up 30o + O2 NRBM 8-10 Lpm

- IVFD Asering:KaEN Mg3:Aminofluid = 2:1:1

- Diet per NGT 8x200cc

- Manitol tapering 4x70cc

- Inj. Ceftriaxone 2x1gr (iv)

- Inj. Santagesic 3x1gr (iv)

- Inj. Ranitidin 2x50mg (iv)

- Inj. Piracetam 3x3gr (iv)

- Inj. Citicholine 3x250mg (iv)

- Inj. Kutoin 3x100mg (iv)

- Kalnex stop

Page 46: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

26/01/201

5

S : Pasien masih pusing, terkadang gelisah

O : Keadaan umum: tampak sakit sedang

Kesadaran: GCS 3-5-6

Tekanan darah: 120/70

Nadi: 78x/menit

Suhu: 36°C

RR: 18x/menit

Kepala: pupil isokor Ø 3 mm

Paru: suara napas vesikuler, ronki (-),

wheezing (-)

Jantung: bunyi jantung I-II regular,

murni, gallop (-), murmur (-)

Abdomen: supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas: oedem (-), akral hangat

A : CKR 3-5-6

- IVFD Asering:KaEN Mg3:Aminofluid = 2:1:1

- Diet Bebas

- Manitol tapering 3x70cc

- Inj. Ceftriaxone 2x1gr (iv)

- Inj. Santagesic 3x1gr (iv)

- Inj. Ranitidin 2x50mg (iv)

- Inj. Piracetam 3x3gr (iv)

- Inj. Citicholine 3x250mg (iv)

- Inj. Kutoin 3x100mg (iv)

- Pindah ke ruang perawatan biasa

27/01/201

5

S : Pasien masih sedikit pusing

O : Keadaan umum: tampak sakit sedang

Kesadaran: GCS 3-5-6

Tekanan darah: 120/70

Nadi: 78x/menit

Suhu: 36°C

RR: 18x/menit

IVFD Asering:Aminofluid = 2:1

- Inj. Santagesic 3x1gr (iv)

- Inj. Ranitidin 2x50mg (iv)

- Inj. Piracetam 3x3gr (iv)

- Inj. Kutoin 3x100mg (iv)

- Analsik 3x5mg

Page 47: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Kepala: pupil isokor Ø 3 mm

Paru: suara napas vesikuler, ronki (-),

wheezing (-)

Jantung: bunyi jantung I-II regular,

murni, gallop (-), murmur (-)

Abdomen: supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas: oedem (-), akral hangat

A : CKR 3-5-6

28/01/201

5

S : -

O : Keadaan umum: tampak sakit ringan

Kesadaran: GCS 4-5-6

Tekanan darah: 110/70

Nadi: 80x/menit

Suhu: 36°C

RR: 18x/menit

Kepala: pupil isokor Ø 3 mm

Paru: suara napas vesikuler, ronki (-),

wheezing (-)

Jantung: bunyi jantung I-II regular,

murni, gallop (-), murmur (-)

Abdomen: supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas: oedem (-), akral hangat

- Inj. Santagesic 3x1gr (iv)

- Inj. Ranitidin 2x50mg (iv)

- Inj. Piracetam 3x3gr (iv)

- Inj. Kutoin 3x100mg (iv)

- Analsik 3x5mg

- Diet bebas

Page 48: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

A : CKR 4-5-6

29/01/201

5

S : -

O : Keadaan umum: tampak sakit ringan

Kesadaran: GCS 4-5-6

Tekanan darah: 110/70

Nadi: 84x/menit

Suhu: 37°C

RR: 18x/menit

Kepala: pupil isokor Ø 3 mm

Paru: suara napas vesikuler, ronki (-),

wheezing (-)

Jantung: bunyi jantung I-II regular,

murni, gallop (-), murmur (-)

Abdomen: supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas: oedem (-), akral hangat

A : CKR 4-5-6

- Inj. Piracetam 3x3gr (iv)

- Analsik tab 3x5mg- Ranitidin tab 2x150mg- Kutoin caps 2x100mg- Aff Kateter- Boleh pulang

Page 49: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

BAB IV

PEMBAHASAN

Pengelolaan pasien dengan cedera kepala harus dilakukan secara simultan dan segera.

Anamnesa singkat namun tepat sasaran sangat penting untuk mengetahui adanya tanda-tanda

herniasi otak. Salah satunya seperti adanya penurunan kesadaran, amnesia retrograde, pusing,

mual dan muntah. Selain itu penilaian terhadap kesadaran juga menentukan penanganan kita

selanjutnya. Pemeriksaan TTV dan primary survey juga harus segera dilakukan dan pemantauan

terhadap saturasi oksigen. Segera juga harus dilakukan penanganan kegwatdaruratan pada pasien

dengan cedera kepala sedang sampai berat.

Pada pasien ini diketahui terdapat penurunan kesadaran, mual, muntah, didapatkan juga

GCS awal 2 2 5 Tekanan darah 135/76, SpO2 99%, Nadi 104 kali/menit, Frekuensi Napas 24

kali/menit. Pada pasien ini juga didapatkan adanya gusi berdarah dan fraktur pada gigi I1 kiri

atas dalam hal ini bisa membuat adanya gangguan pada jalan napas pasien. Pada pasien ini

masuk dalam kriteria cedera kepala sedang dan diperlukan penangan segera serta pemeriksaan

lanjutan seperti CT Scan Kepala.

Penanganan Kasus Cedera Kepala Sedang dan Berat

1. lanjutkan penanganan ABC

2. pantau tanda vital (suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah), pupil GCS, gerakan ekstremitas,

sampai pasien sadar

3. pantauan dilakukan tiap 4 jam

4. lama pemantauan hingga GCS 15.

5. Perhatian khusus ditujukan untuk mencegah terjadinya hipotensi. Data Traumatic Coma

Data Bank (TCDB) menunjukkan bahwa hipotensi pada pasien dengan trauma kranoserebral

berat akan meningkatkan angka kematian dari 27% 50% (Wilkins, 1996). Tatalaksanan

tradisional yang meliputi pembatasan cairan dalam mengurangi terjadinya edema otak,

kemungkinan akan membahayakan pasien, terutama pada pasien yang telah mengalami

banyak kehilangan cairan.1

Hindari terjadi kondisi sebagai berikut:

Tekanan darah sistolik < 90 mm Hg

Page 50: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

Suhu > 38 derajat Celcius

Frekuensi nafas > 20 x / menit

6. Cegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intrakranial

Posisi kepala ditinggikan 30°

Bila perlu dapat diberikan Manitol 20% .Dosis awal 1 gr/kg BB, berikan dalam

waktu 1/2 - 1 jam, drip cepat. Lanjutkan pemberian dengan dosis 0,5 gr/kg BB

drip cepat, 1/2 - 1 jam.

Berikan analgetika, dan bila perlu dapat diberikan sedasi jangka pendek

Atasi komplikasi seperti kejang dengan pemberian profilaksis OAE selama 7 hari

untuk mencegah immediate dan early seizure

• Pada kasus risiko tinggi infeksi akibat fraktur basis kranii / fraktur terbuka

berikan profilaksis antibiotika, sesuai dosis infeksi intrakranial selama 10-14

hari.

• Gastrointestinal – perdarahan lambung

• Demam

• DIC: pasien dengan trauma kapitis tertutup cenderung mengalami

koagulopati akut.

• Pemberian cairan dan nutrisi adekuat

• Roboransia, neuroprotektan (citicoline), nootropik sesuai indikasi.

Pada pasien ini penangan awal yang diberikan sebelum dipindahkan ke ruang perawatan

intensif berupa penanganan ABC dan pembertian obat-obatan sesuai teori yitu:

- O2 NRBM 10 Lpm- Pasang Collar NeckIVFD RL loading 1000cc observasi- Pasang Folley Catheter

Obat-obatan yang diberikan yaitu:- Ceftriaxone 2x1gr iv- Santagesic 3x1gr iv- Ranitidin 2x50mg iv- Piracetam 3x3gr iv- Citicholine 3x250mg iv- As. Tranexamat 3x500mg iv- Fenitoin (loading 700mg) maintenance (300mg)

Page 51: Case Brain Injury - Revisi by Na (Done)

DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November 2007.

Pekanbaru.

2. Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Http://www.biausa.org [diakses 27

Januari 2015]

3. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam : Advanced Trauma

Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi trauma IKABI, 2004.

4. Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam : Neurosurgery 2nd

edition. New York: McGraw Hill, 1996.

5. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Yogyakarta.2008.

hlm. 261-262.

6. Rowland, et all. Merritt's Neurology, 11th Edition. Nelson. Columbia University College of

Physicians and Surgeons, Neurological Institute, New York Presbyterian Hospital, Columbia

University Medical Center, New York. New York 2005, Pg.485-500.

7. Whitfield Peter C, et al. Head Injury; A Multy Diciplinary Approach. Cambridge University Press.

Cambridge.2009

8. Dewanto G, dkk. Diagnosisi dan Tatalaksana Penyakit Saraf. IKAPI. Jakarta. 2006. Hlm.12 – 19.

9. Soertidewi Lyna,dkk. Konsensus Nasional; Penanganan Trauma Kapitits dan Trauama Spinal.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta 2006, hlm:1 – 18.