Page 1
CASE BEDAH UROLOGI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SD
JK : Laki-Laki
Umur : 58 Tahun
MR : 652009
Alamat : Unaha Kab. Konawe
MRS : 21/02/2014
II. ANAMNESIS TERPIMPIN (20/03/2014)
KU : Nyeri pada kedua pinggang
AT : Dialami sejak ± 9 tahun yang lalu dan memberat 1 bulan terakhir.
Nyeri terutama dirasakan pada pinggang sebelah kiri. Nyeri bersifat hilang
timbul. Nyeri dirasakan dari pinggang bagian depan tembus ke belakang.
Nyeri tidak disertai mual dan muntah. Ada riwayat kencing keluar batu, 1x
yaitu pada tahun 2005, batu berwarna kecoklatan sebesar biji jagung,
kemudian diikuti kencing bercampur darah dari awal hingga akhir
berkemih, yang dialami selama ± 9 hari, kemudian kencing jernih kembali.
Riwayat nyeri saat berkemih ada, yaitu pada saat keluar batu. Riwayat
kencing berpasir ada, bersamaan dengan kencing keluar batu. Pasien
enggan berobat ke dokter dan hanya mengkonsumsi paracetamol dan
antalgin dalam jangka waktu yang lama.
Riwayat kencing terputus tidak ada. Riwayat mengedan saat buang air
kecil tidak ada, riwayat harus menunggu lama saat memulai buang air
kecil tidak ada. Tidak ada riwayat pancaran kencing yang melemah.
1
Page 2
Riwayat pasien sering terbangun pada malam hari untuk buang air kecil
tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Riwayat trauma tidak ada.
Riwayat hipertensi ada, sejak tahun 2010 namun tidak pernah berobat
teratur. Riwayat asam urat tinggi ada sejak tahun 2011, berobat teratur
hingga sekarang. Riwayat penyakit gula tidak ada.
III. PEMERIKSAAN FISIS
STATUS GENERALIS
Sakit sedang/Gizi cukup/ Composmentis
STATUS VITALIS
T : 130/90 mmHg P : 22x/menit
N : 88 x/menit S : 36,9 0C
STATUS REGIONALIS
Pemeriksaan kepala:
Rambut : Putih, Tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva normal, sclera tidak ikterus
Hidung : Tidak ada rhinore, tidak ada epistaksis
Bibir : Tidak sianosis
Pemeriksaan leher:
Regio colli anterior
Inspeksi : Tidak tampak massa tumor, warna sama dengan sekitar
Palpasi : Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan tidak ada
Regio colli posterior
Inspeksi : Tidak tampak massa tumor, warna sama dengan sekitar
Palpasi : Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan tidak ada
2
Page 3
Pemeriksaan thorax:
Pulmo
Inspeksi : Dinding thoraks simetris kanan dan kiri, pernapasan tipe
thoracoabdominal
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, vocal
fremitus kiri dan kanan kesan normal
Perkusi : Sonor kanan sama dengan kiri, batas paru-hepar ICS VI
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, tidak ada bunyi tambahan
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kanan pada parasternal dekstra, batas
jantung kiri pada linea midclavicularis sinistra, batas
jantung atas pada ICS II
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur tidak ada.
Abdomen
Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas, darm countour tidak ada,
darm steifung tidak ada, warna sama dengan sekitarnya.
Auskultasi : Peristaltik positif, kesan normal.
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada
Perkusi : Nyeri ketok tidak ada, tympani.
Ekstremitas
Tidak ada kelainan, edema tidak ada
STATUS UROLOGI
Regio Costo Vertebra Dextra
I : Warna kulit sama dengan sekitar, aligment tulang baik, gibbus tidak
ada, udema tidak ada, hematom tidak ada
P : Nyeri tekan tidak ada, ballotemen ginjal teraba, massa tumor tidak
ada.
P : Nyeri ketuk ada.
3
Page 4
Regio Costo Vertebra Sinistra
I : Warna kulit sama dengan sekitar, aligment tulang baik, gibbus tidak
ada, udema tidak ada, hematom tidak ada
P : Nyeri tekan tidak ada, ballotemen ginjal teraba, massa tumor tidak
ada.
P : Nyeri ketuk ada.
Regio Supra Pubik
I : Datar, tampak warna sama dengan sekitar, odema tidak ada,
hematom tidak ada
P : Nyeri tekan tidak ada, buli-buli kesan kosong, tidak teraba massa
tumor.
Regio genitalia externa
Penis
I : Tampak penis sudah disunat, tampak OUE terletak di ujung penis
kesan normal, udema tidak ada, hematom tidak ada.
P : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada.
Scrotum
I : Tampak warna lebih gelap dari sekitar, tampak 2 buah testis mengisi
kantung scrotum, kesan simetris, massa tumor tidak Ada, udema
tidak ada, hematom tidak ada.
P : Teraba dua buah testis, bentuk dan ukuran kesan normal, nyeri tekan
tidak ada, massa tumor tidak ada.
Perineum
I : Tampak warna lebih gelap dari sekitarnya, hematom tidak ada,
edema tidak ada.
P : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada.
Rectal Touche dengan bimanual palpasi :
Sfingter ani mencekik, mukosa licin, ampulla kesan kosong, tidak
teraba massa tumor.
4
Page 5
Teraba penonjolan prostat ukuran 1 cm ke arah rektum, permukaan
rata, konsistensi padat kenyal, simetris kiri dan kanan. Pole atas dapat
dicapai dengan palpasi bimanual. Tidak teraba massa pada buli-buli.
Handschoen : feses ada, lendir tidak ada, darah tidak ada.
IV. DIAGNOSIS KERJA
Suspek Nefrolitiasis bilateral + Hidronefrosis bilateral
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 15 Maret 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
RBC 4,01 3,80-5,80
WBC 7,5 4,0-10,0
HGB 11,4 11,5-16,0
HCT 34,0 37,0-47,0
PLT 238 150-400
CT 8’ 00” 4-10
BT 3’ 00” 1-7
PT 11,7 Control 11,8 10-14
INR 1,00
aPTT 24,3 Control 25,2 22,0-30,0
GDS 101 140
SGOT 23 <38
SGPT 14 <41
Ureum 57 10-50
Kreatinin 3,00 L(<1,3), P(<1,1)
Natrium 138 136-145
Kalium 4,1 3,5-5,1
Klorida 114 97-111
5
Page 6
Asam Urat
(27/2/14)
8,3 3,4-7,0
Pemeriksaan Radiologi
1. USG abdomen
Hepar : ukuran dalam batas normal, tampak multipel lesi
kistik berbentuk bulat, berbagai ukuran tersebar
GB : dinding tidak menebal, tidak tampakdilatasi ductus
pankreatik. Tidak tampak mass/cyst
Pankreas : ukuran dan echo parenkim dalam batas normal.
Tidak tampak mass/cyst
Ginjal Kanan : Ukuran dalam batas normal. Tampak multipel lesi
kistik berbentuk bulat berbagai ukuran. Tidak tampak dilatasi PCS.
Tidak tampak echo batu.
Ginjal Kiri : Ukuran dalam batas normal. Tampak multipel lesi
kistik berbentuk bulat berbagai ukuran. Tidak tampak dilatasi PCS.
Tidak tampak echo batu.
6
Page 7
VU : dinding tidak melebar, regular. Tidak tampak echo
batu/mass
Kesan : Polikistik disease pada hepar dan kedua ginjal
2. Foto Polos Abdomen
Udara dalam usus terdistribusi hingga ke distal
Tampak multiple bayangan batu radiopak pada regio lumbalis kiri
setinggi CV L3-L4 dengan diameter terbesar 2,4 cm
Kedua psoas line intak
Kedua preperitoneal fat line intak
Tampak osteofit pada aspek lateral CV L4-L5 (Spondylosis
lumbalis), tulang-tulang lainnya intak
Kesan: suspek nephrolith sinistra
7
Page 8
3. MSCT Scan Abdomen tanpa kontras irisan Axial, reformat coronal dan
sagital (24/12/13)
8
Page 11
Hepar : ukuran membesar, permukaan reguler, tip tajam.
Tampak lesi-lesi hipodens (3,95 HU), bulat dengan dinding tipis,
berbagai ukuran tersebar pada lobus hepar.
GB : tidak dilatasi, dinding tidak menebal, tidak tampak
densitas batu.
Pancreas : bentuk dan ukuran dalam batas normal, tidak
tampak SOL ductus pancreatikus tidak dilatasi
Lien : Ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal,
tidak tampak SOL
11
Page 12
Ginjal Kanan : ukuran membesar dengan permukaan irreguler,
tampak densitas batu pada calyx. PCS tidak dilatasi. Tampak pula
lesi-lesi hipodens bulat dengan dinding tipis, berbagai ukuran
tersebar pada cortex.
Ginjal kiri : ukuran membesar dengan permukaan irreguler,
tampak densitas batu staghorn. PCS tidak dilatasi. Tampak pula
lesi-lesi hipodens bulat dengan dinding tipis, berbagai ukuran
tersebar pada cortex.
VU : Sulit dinilai (urin minimal)
Tidak tampak pembesaran KGB regional
Gaster dan loop-loop usus yang terscan dalam batas normal
Kalsifikasi pada aorta abdominalis dan a.iliaca (atherosclerosis)
Tulang-tulang terscan intak
Kesan: - Polycystic disease dengan hepatomegaly
- Nephrolith bilateral
VI. DIAGNOSIS
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang terhadap pasien ini maka didiagnosa dengan:
Batu pyelum sinistra dan batu ginjal dextra
Polikistic kidney disease
Multiple kista hepar
VII. RENCANA OPERATIF
Extended Pyelolithektomi
Deroofing Kista Ginjal
VIII. TINDAKAN OPERATIF
1. Tindakan operatif : Deroofing Kista Ginjal
Diagnosis prabedah: kista ginjal kiri
12
Page 13
Diagnosis pasca bedah: kista ginjal kiri
Laporan operasi:
- Pasien dalam posisi lumbotomi dibawah pengarug epidural + GETA
- Lakukan desinfektan dan drapping procedure
- Incisi subcostal XII di flank kanan sepanjang 15 cm perdalam sampai
fascia
- Buka berturut-turut otot obliqus externus, obliqus internus, dan
transversus abdominus
- Pisahkan refleksi peritoneum ke medial, buka fascia gerota dan
identifikasi parenkim ginjal, bebaskan ginjal dari jaringan sekitarnya
- Identifikasi kista pada ginjal kiri, tampak ginjal multikistik diseluruh
lapangan ginjal, dinding kista tipis berbentuk tidak tegas.
- Lakukan procedure unroofing kista, dilanjutkan dengan operasi
extended pyelolitektomy.
2. Tindakan operatif : Extended Pyelolithektomy (Gilverne)
Diagnosis prabedah: Batu staghorn pyelum sinistra
Diagnosis pasca bedah: Batu staghorn pyelum sinistra
Laporan operasi:
- Melanjutkan operasi setelah unroofing kista
- Bebaskan ginjal dari jaringan sekitarnya, identifikasiureter kiri, tegel
ureter kiri
- Identifikasi pyelum kiri, insisi pada pyelum tampak batu intra renal
hingga ke calyx minor, batu berwarna kuning kecoklatan, lakukan
extended pyelolitotomi, ekstraksi batu, keluar batu ukuran 2x4 cm
- Spooling ginjal dengan NaCl 0,9 % sampai kesan bersih, spooling
ureter dengan NaCl 0,9 % kesan bersih, tidak ada tekanan
dilakukan pemasangan implant DJ-Stent 4,7 F pada ureter kiri
- Jahit parenkim ginjal, kontrol perdarahan pada daerah ginjal kiri
- Pasang sebuah drain NGT 18 F pada retroperitoneal
- Jahit muskulus transversus abdominis, m.obliquus abdominis internus
dengan vicryl 1/0
13
Page 14
- Jahit m. obliquus externus dengan vicryl 1/0
- Jahit subkutis dengan chromic catgut 4/0
- Jahir luka dengan dermalon 3/0
- Operasi selesai
IX. TERAPI
- IVFD NaCl 0,9% 28 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
- Inj. Ranitidin 1 gr/8 jam/IV
- Inj. Ketorolac 1 gr/8 jam/IV
X. RESUME
Seorang laki-laki umur 58 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama
nyeri kolik pada kedua pinggang, dialami sejak ± 9 tahun yang lalu dan memberat
1 bulan terakhir. Nyeri terutama dirasakan pada pinggang sebelah kiri. Nyeri tidak
disertai mual dan muntah. Ada riwayat kencing keluar batu, 1x yaitu pada tahun
2005, batu berwarna kecoklatan sebesar biji jagung, kemudian diikuti total
hematuri yang dialami ± 9 hari, kemudian kencing jernih kembali. Riwayat disuria
ada, yaitu pada saat keluar batu. Riwayat kencing berpasir ada, bersamaan dengan
kencing keluar batu. Tidak didapatkan gejala-gejala LUTS pada pasien ini.
Riwayat hipertensi ada, sejak tahun 2010. Riwayat hiperurisemia ada sejak tahun
2011, berobat teratur hingga sekarang.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sadar dengan tekanan darah
130/90 mmHg, nadi 88x/ menit, pernapasan 22x/menit, suhu 36,9oC. Pada regio
costovertebralis dextra et sinistra ditemukan ballotemen ginjal teraba dan
didapatkan adanya nyeri ketuk. Pada pemeriksaan rectal touche dengan bimanual
palpasi didapatkan Sfingter ani mencekik, mukosa licin, ampulla kesan kosong,
tidak teraba massa tumor, teraba penonjolan prostat ukuran 1 cm ke arah rektum,
permukaan rata, konsistensi padat kenyal, simetris kiri dan kanan. Pole atas dapat
dicapai dengan palpasi bimanual. Tidak teraba massa pada buli-buli dan pada
handschoen tampak feses, lendir tidak ada, darah tidak ada.
14
Page 15
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin, juga ditemukan hiperurisemia. Pada pemeriksaan USG Abdomen
ditemukan adanya polikistik ginjal dan hepar. Pada pemeriksaan foto polos
abdomen, didapatkan kesan suspek nephrolith sinistra, dan berdasarkan hasil
pemeriksaan MSCT-Scan Abdomen ditemukan adanya polikistik disease dan
nephrolith bilateral.
XI. DISKUSI
Dari anamnesa didapatkan keluhan utama nyeri kolik pada kedua
pinggang. Nyeri ini merupakan nyeri kolik.. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas
peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal
saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya
batu yang menyumbat saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan
ureter (ureteropelvic junction), dan ureter. Pada batu pelvis ginjal nyeri dapat
dalam bentuk nyeri pinggang hingga kolik atau nyeri yang terus menerus dan
hebat jika disertai pionefrosis. Pada batu ureter, karena anatomi ureter mempunyai
beberapa tempat penyempitan, sehingga memungkinkan batu ureter terhenti.
Karena peristaltik, akan terjadi gejala kolik, yaitu nyeri yang hilang timbul disertai
dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Jika batu terdapat pada 1/3
proximal ureter, maka nyeri dapat menjalar hingga ke scrotum, jika batu berada
pada 1/3 medial ureter, maka nyeri dirasakan menjalar hingga ke daerah
umbilikus dan jika batu berada pada 1/3 distal, nyeri dapat dirasakan menjalar
hingga ke lipatan paha. Selama batu tertahan ditempat yang menyumbat, selama
itu juga kolik akan berulang.
Pada anamnesa juga perlu ditanyakan gejala-gejala lower urinary tract
symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus yang
terdiri dari gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif antara lain
terdapat riwayat harus menunggu pada permulaan miksi (hesistency), pancaran
miksi yang lemah (poor stream), miksi yang terputus-putus (intermittency),
15
Page 16
menetes pada akhir miksi (terminal dribbling) dan rasa belum puas setelah miksi
(sensation of incomplete bladder emptying). Gejala obstruktif tersebut disebabkan
karena penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang
membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau
cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Sedangkan gejala iritatif antara
lain terdapat riwayat bertambahnya frekuensi miksi (frequency), sering miksi pada
malam hari (nokturia), miksi yang sulit ditahan (urgency) dan nyeri pada saat
miksi (dysuria). Hal ini disebabkan oleh karena pengosongan vesika urinaris yang
tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot
detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesika,
sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Hal ini disebabkan
karena penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang
membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau
cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Pada pasien ini tidak ditemukan
gejala-gejala tersebut sehingga kemungkinan penyakit lain yang disertai gejala
LUTS dapat disingkirkan, seperti pembesaran prostat, tumor buli-buli dan
penyakit lainnya.
Selain nyeri kolik, adanya riwayat kencing berpasir dan kencing batu
sebelumnya pada pasien ini semakin menguatkan diagnosa kearah batu saluran
kemih. Selain itu hematuri yang terjadi setelah nyeri kolik dirasakan, juga menjadi
petunjuk adanya batu saluran kemih. Hematuri dapat terjadi akibat iritasi lumen
terhadap suatu obstruksi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ballotement kedua ginjal teraba dan ada
nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra dextra et sinistra, hal ini dapat terjadi
akibat hidronefrosis atau adanya massa/kista pada ginjal. Pada pasien ini
berdasarkan pemeriksaan radiologi memang ditemukan adanya gambaran
polikistik pada kedua ginjal. Dilakukan pemeriksaan rectal touche untuk
menyingkirkan adanya massa tumor pada vesika urinaria ataupun tumor adeneksa.
Selain itu juga untuk menilai ada tidaknya hipertrofi prostat. Adanya tumor
ataupun hipertrofi prostat dapat membentuk obstruksi saluran kemih secara
sekunder.
16
Page 17
Berdasarkan hasil laboratorium, pada pasien ini ditemukan peningkatan
kadar ureum dan kreatinin dalam darah. Peningkatan kadar ureum dan kreatinin
dalam darah merupakan manifestasi utama sebagai petunjuk adanya gangguan
pada fungsi ginjal. Banyak hal yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal,
Pada pasien ini, penurunan fungsi ginjal dikarenakan akibat proses kronis dari
suatu obstruksi, yang secara langsung menghambat fungsi normal ginjal.
Hiperurisemia kronis dapat menyebabkan keadaan urin menjadi asam dan
asam urat yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, sulit untuk larut
pada urin dengan pH yang asam (<5,5). Hal ini menyebabkan kadar asam urat
yang tinggi dalam darah mudah mengendap di ginjal dan membentuk batu. Teori
ini sesuai dengan klinis pasien ini dimana ditemukannya riwayat hiperurisemia
kronis, juga tampak pada hasil laboratorium berupa tingginya kadar asam urat
dalam darah.
Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen atau
BNO, dan tampak gambaran radiopaq. Batu dapat memberikan beberapa
gambaran pada foto BNO sesuai dengan jenisnya. Pada batu calsium dapat
memberikan gambaran radiopaq, pada batu Magnesium Amonium Phosfat (MAP)
memberikan gambaran semiopaq, dan batu jenis asam urat dan sistin memberikan
gambaran radiolusent. Pada pasien ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan Intra
Vena Pyelografi (IVP) dengan menggunakan kontras dapat ditemukan dilatasi
dari pelvis renalis dan dilatasi dari calyx karena obstruksi dan penurunan kontras
ke ureter hingga buli-buli terganggu. Kelebihan pemeriksaan IVP juga dapat
memperlihatkan jenis batu radiolusent, dengan bantuan kontras dapat
menyebabkan terdapatnya defek pengisian pada tempat batu sehingga memberi
gambaran kosong pada daerah batu. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
IVP, karena terjadi penurunan fungsi ginjal tampak dari peningkatan kadar ureum
dan kreatinin dalam darah.
Pemeriksaan USG dikerjakan apabila pasien tidak mungkin menjalani
pemeriksaan IVP yaitu pada keadaaan-keadaan alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun dimana ini dapat dilihat dari kadar serum kreatinin >3, dan
17
Page 18
pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu
ginjal yang ditunjukkan sebagai echoic shadow dan hidronefrosis.
Pada pasien ini dilakukan tindakan deroofing kista ginjal kiri, karena untuk
membebaskan ginjal dengan tujuan mempemudah dilakukan tindakan selanjutnya
yaitu extended pyelolithektomy. Selain itu indikasi lainnya dilakukan deroofing
kista ginjal yaitu jika ukuran kista lebih dari 4 cm, adanya keluhan klinis, atau
pada kista ginjal yang pecah atau rentan terhadap perdarahan dan infeksi. Setelah
itu dilakukan prosedur extended pyelolitektomi dengan menginsisi daerah pyelum
untuk ekstraksi batu. Dilakukan intervensi bedah pada ginjal sebelah kiri baik
deroofing kista maupun extended pyelolitektomi, karena keluhan klinis lebih berat
dirasakan pada pinggang kiri. Adapun untuk ginjal sebelah kanan, dapat
dipikirkan selanjutnya untuk dilakukan tindakan pembedahan karena operasi
bertahap.
XII. TINJAUAN PUSTAKA
NEFROLITIASIS
Prevalensi penyakit batu ginjal di perkirakan antara 1%-5%, dengan
kemungkinan menderita batu bervariasi tergantung pada umur, jenis kelamin, ras
dan letak geografi. Penyakit batu lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
wanita. Dikatakan bahwa batu saluran kemih pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak
daripada wanita. Batu relatif lebih jarang terjadi sebelum umur 20 tahun tetapi
puncak insidens pada dekade empat dan kelima. (1)
Batu ginjal ditemukan sekitar 5-15% pada populasi, dengan resiko
menderita 8-10% dalam periode hidup. Hematuria Karakteristik dari batu ginjal
berdasarkan ukuran batu, jumlah, lokasi, komposisi batu, anatomi dari ginjal, dan
faktor klinik merupakan hal yang perlu dipertimbangkan ketika melakukan seleksi
pendekatan terapi pada batu ginjal.(1)
Anatomi Ginjal
18
Page 19
Ren ada dua buah, berada di sebelah kiri dan kanan columna vertebralis.
Berbentuk seperti kacang merah dengan ukuran panjang 11 cm, lebar 6 cm, tebal
3 cm. Ukuran berat kira-kira 135 –150 gram. Berwarna agak kecoklat-coklatan.
Kira-kira pada pertengahan margo medialis terbentuk suatu cekungan yang
dinamakan hilum renale, yang merupakan tempat masuk arteria renalis dan
serabut-serabut saraf serta tempat keluarnya vena renalis dan ureter. Kedua buah
ren dibungkus oleh suatu jaringan ikat yang membentuk capsula fibrosa, dan
membungkus juga struktur-struktur yang masuk dan meninggalkan hilum renale.
Capsula fibrosa ini dibungkus oleh jaringan lemak (adipose tissue, disebut
perirenal fat = corpus adiposum pararenale), yang bersama-sama dengan jaringan
ikat (connective tissue) membentuk fascia renalis.
Secara relatif ren pada anak-anak lebih besar daripada orang dewasa. Ren ikut
bergerak dengan gerakan respirasi.(2,3)
Struktur ren terdiri atas cortex renalis dan medulla renalis, yang masing-
masing berbeda dalam warna dan bentuk. Cortex renalis berwarna pucat,
mempunyai permukaan yang kasar. Medulla renalis terdiri atas pyramidales renale
(= pyramis renalis Malpighii), berjumlah antara 12 – 20 buah, berwarna agak
gelap. Basis dari bangunan piramid ini, disebut basis pyramidis berada pada
cortex, dan apexnya yang dinamakan papilla renalis, terletak menghadap ke arah
medial, bermuara pada calyx minor.(2,3,4)
19
Page 20
Gambar 1: ginjal (3)
Diantara satu piramid dengan piramid lainnya terdapat jaringan cortex yang
berbentuk colum, disebut columna renalis Bertini. Pada basis dari setiap piramid
terdapat deretan jaringan medulla yang meluas ke arah cortex, disebut medullary
rays. Setiap piramid bersama-sama dengan columna renalis Bertini yang berada di
sampingnya membentuk lobus renalis, berjumlah antara 5 – 14 buah.(2,3,4)
Pada setiap papilla renalis bermuara 10 – 40 buah ductus yang mengalirkan
urine ke calyx minor. Daerah tersebut berlubang-lubang dan dinamakan area
cribrosa.
Hilum renale meluas membentuk sinus renalis, dan didalam sinus renalis
terdapat pelvis renalis, yang merupakan pembesaran dari ureter ke arah
cranialis (Gk. Pyelos). Pelvis renalis terbagi menjadi 2 – 3 calices renalis
majores, dan setiap calyx major terbagi menjadi 7 – 14 buah calices renalis
minores.(4)
Ren terletak di bagian posterior cavum abdominis, retroperitoneal, di
sebelah kiri dan kanan columna vertebralis, setinggi vertebra lumbalis 1 – 4
20
Page 21
pada posisi berdiri. Kedudukan ini bisa berubah mengikuti perubahan posisi
tubuh. Ren
Gambar 2 : vaskularisasi ginjal(3)
dexter terletak lebih rendah dari yang sinister disebabkan karena hepar berada di
sebelah cranial dari ren. Pada wanita kedudukan ren kira-kira setengah vertebra
lebih rendah daripada pria.(2,3,4)
Axis transversal dan ren terletak latero dorsal, dan axis longitudinal terletak
latero-caudal, sehingga extremitas superior renalis letaknya lebih dekat pada linea
mediana daripada extremitas inferior renalis. Extremitass inferior renalis pada
umumnya dapat dipalpasi.(2,3)
Ren sinister dan ren dexter berdampingan dengan organ-organ yang
berada di sekitarnya, baik pada facies anterior maupun pada facies posteriornya.(2,3)
Facies posterior renalis berbentuk kurang cembung bila dibandingkan
dengan facies anteriornya, dan berhadapan dengan organ-organ bersangkutan. Ren
sinister di bagian cranio-lateral terdapat, dari lateral ke medial, costa XI, costa
XII. Processus transversus vertebra lumbalis I. Di bagian caudal, dari medial
lateral, terdapt m.transversus abdominis, m.quadratus lumborum, m.psoas major
dan processus transversus vertebrae lumbalis sinister.(2,3,4)
21
Page 22
Gambar 3: lokasi ginjal(3)
Ren dexter di bagian cranial terdapat diaphragma thoracis, costa XII dan
processus transversus vertebrae lumbalis I, dan di bagian caudal dari lateral ke
medial terdapat m.transversus abdominis, m.quadratus lumborum, m.psoas major
dan processus transversus vertebrae lumbalis II.(2,4)
Diantara facies posterior ren dan otot dinding dorsal abdomen terdapat
nervus subcostalis, nervus iliohypogastricus dan nervus ilioinguinalis.(2,4)
Facies anterior renalis berbentuk cembung, dan pada kedua extremitas
superiornya terdapat glandula suprarenalis.(2,4)
Ren sinister di bagian tengah terdapat corpus pancreatis dan caudal pancreatis, di
sebelah cranialnya terdapat paries posterior ventriculi, yang menyebabkan
terbentuknya impressio lienalis. Di sebelah caudal, dari medial ke lateral terdapat
duodenum dan flexura colica sinistra.(2,4)
Ren dexter, pada 2/3 bagian cranial berhadapan dengan facies posterior lobus
hepatis dexter, di sebelah caudalnya terdapat flexura colica dextra. Di sebelah
medial dari area hepatica terdapat duodenum, membentuk area duodenalis renalis.(2,4)
22
Page 23
Fascia renalis yang berada pada facies ventralis (= lamina ventralis)
meluas melewati linea mediana, sedangkan bagian yang berada pada facies
posterior renalis (= lamina posterior ) menyatu dengan jaringan ikat pada facies
anterior columna vertebralis. Facies renalis juga membungkus glandula
suprarenalis, dan di bagian caudal dari ren kedua lapisan fascia tadi saling
mendekati, tidak melekat erat.(4)
Ren difiksasi pad tempatnya oleh fascia renalis, corpus adiposum
pararenale dan vasa renalis.(2)
Gambar 4: unit fungsional ginjal(4)
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/
Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul.
Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang
membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang
memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi:
(1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks
yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang
terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus
renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh
ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut
sebagai vasa rekta.(4)
23
Page 24
Fungsi ginjal
Selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urin, ginjal berfungsi juga
dalam
1) Mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH (Anti Diuretic
Hormone) dalam mengatur jumlah cairan tubuh
2) Mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D,
3) Menghasilkan beberapa hormon antara lain : eritropoetin yang berperan
dalam pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur
tekanan darah serta hormon prostaglandin(5)
Tahap pembentukan urin adalah:
1. Proses filtrasi
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian
cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh
simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat,
bikarbonat, dll, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring
disebut filtrate glomerulus
2. Proses reabsorpsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi
secara pasif (obligator reabsorpsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada
tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila
diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorpsi fakultatif)
dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke
papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.(5)
Definisi
Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras seperti
batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri,
24
Page 25
perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (nephrolith) maupun di dalam kandung kemih (vesicolith).
Nefrolitiasis merupakan suatu penyakit yang salah satu gejalanya adalah
pembentukan batu di dalam ginjal. Proses pembentukan batu ini disebut
urolithiasis. (6)
Gambar 5: batu ginjal dan batu ureter(6)
Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).(7)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu keadaan
yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan(7)
25
Page 26
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah :
1. Geografi : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai
daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet : diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih
5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.(7)
Meskipun patogenesis pembentukan batu saluran kemih tidak diketahui pasti,
banyak yang percaya bahwa hal ini berhubungan dengan pembentukan kristal,
khususnya pada tahap awal. Kristal dalam urine sebagai hasil dari nukleasi. Teori
Nukleasi menyatakan bahwa Batu Urine berasal dari kristal atau benda asing yang
terdapat dalam urine supersaturasi. Ada dua tipe nukleasi yaitu homogen dan
heterogen. Banyak tahap yang terlibat pada pembentukan kristal, antara lain
nukleasi, aggregasi, pertumbuhan (Growth), retensi, termasuk nukleasi heterogen
(Epitaxy).(7)
Teori Nukleasi
Kristal di dalam urine berasal dari proses nukleasi, dimana tahap awal dari
transformasi kandungan terlarut urine dari cair ( liquid ) ke fase padat (solid) pada
larutan supersaturasi. Pada saat konsentrasi product dari ion komponen batu lebih
besar dari kelarutan, ion mulai berkelompok bersama-sama membentuk struktur
kristal non solubel (tidak terlarut) secara dini. Struktur kelompok kristal ini tidak
saling berhubungan dan tidak kompak. Secara bertahap struktur ini kemudian
terorganisasi dan akhirnya terbentuk struktur kristal yang terpola seperti kisi-kisi.(7)
Nukleus kristal akan terlihat satu sama lain membentuk partikel yang lebih
besar proses ini disebut agregasi atau agglomerasi, menurut Randalph dan Drach
26
Page 27
agregasi di defenisikan sebagai dua atau lebih group partikel yang berikatan
secara bersama dengan kekuatan intermolekular yang sangat kuat sehingga tidak
dapat dipisahkan. Agregasi kristal sepertinya memainkan peran penting dalam
pembentukan batu saluran kemih.(8,9)
Epitaxy
Pada lapisan berbeda mempunyai komponen yang berbeda tetapi tiap
lapisan adalah homogen komposisi kristalnya, meskipun mekanisme pertumbuhan
pada multikomponen batu belum jelas dimengerti, epitaxy dipercaya memegang
peran penting.(7,8,9)
Selama proses pembentukan batu multikomponen, molekul-molekul pada
permukaan satu lapisan kristal mengikat molekul-molekul dari komponen
berbeda, dan pertumbuhan komponen baru dapat tergabung dan di promosikan.
Secara umum epitaxy dapat dikategorikan sebagai tipe spesial dari nukleasi
heterogen. Epitaxy digambarkan sebagai proses pertumbuhan dari satu komponen
kristal diatas lapisan kristal lain dimana dimensinya serupa.(7,8)
Matriks
Pada batu ginjal terdiri dari komponen kristal dan non kristal. Beberapa
komponen nonkristal disebut komponen matriks batu urine dengan variasi tipe
batu, terdiri dari protein predominan dengan sejumlah kecil Hoxose dan
Hexosamine. Umumnya tipe batunya disebut Matriks kalkulus. Hal ini mungkin
dihubungkan dengan riwayat operasi ginjal, infeksi kronik saluran kemih dan
sifatnya berbentuk gelatin.(7,9)
Matriks terdiri dari komponen non-kristal menyerupai protein. Persentasi
matris bervariasi pada batu. Pada beberapa kasus, analisis kimia batu matris
didapatkan komposisi sekitar 65 % hexosamine dan 10 % kandungan air. Banyak
komponen lain yang telah di temukan pada matriks disebut sebagai matriks
substansi A, protein dengan kandungan terbesar carboxyglutamic acid,
nefrocalsin, Tamm-Harsfall qlicoprotein, renal litostatin, albumin,
glicosaminoglicans dan karbohidrat bebas, serta mukoprotein. Komponen matriks
ini memiliki cara unik dalam proses pembentukan batu.(7,9)
27
Page 28
Proses batu ginjal matriks ini merupakan manifestasi kalsifikasi patologik,
dimana memiliki kemiripan dalam proses pembentukan tulang. Pada proses
pembentukan tulang dimana osteoblast menghasilkan matriks organik
ekstraseluler yang mirip dengan matriks subtansi A yang terbentuk dalam sistem
pelviokalices ginjal. Dimana telah ditemukan bahwa Osteopontin dan Calprotectin
memegang peranan penting dalam pembentukan struktur matriks. Awalnya
matriks ini kekurangan deposit mineral, kemudian deposit garam-garam mineral
inorganik mulai memasuki seluruh matriks. Deposit ini bertambah jumlah dan
ukuran, kemudian mulai bergabung dan menyatu membentuk gelatin yang dapat
mengisi ruangan sistem pelviokalises. Dengan adanya pengaruh promotor dan
inhibitor dalam urine kemudian air yang terkandung dalam gelatin berpindah
secara progresif sampai mengeras membentuk batu mineral komplit yang sesuai
dengan bentuk cetakan kaliks dan pelvis ginjal yang disebut batu staghorn.(7,9)
Promotors dan Inhibitors
Penghambat pembentukan batu saluran kemih seperti citrate, magnesium,
dan sulfat juga telah diidentifikasi. Protein predominan dan makromolekul seperti
glikosaminoglikans, pyrofosfat, dan uropontin.
Inhibitors sebagai elemen kunci dalam proses penghambatan pada tahap
kalkulogenesis. Urolitiasis tidak akan berkembang jika satu tahap dihambat.
Sejumlah molekul telah diidentifikasi sebagai penghambat kristalisasi yang
dikenal sebagai inhibitors, citrat dan magnesium. Citrat adalah penghambat batu
kalsium. Ekskresi citrat urine sangat tergantung pada status asam- basa sel-sel
tubulus ginjal. Dalam keadaan asidosis, sekitar 95% citrat difiltrasi untuk
dijadikan cadangan energi ke dalam siklus Krebs. Magnesium masih dalam
perdebatan bahwa apakah berguna dalam pencegahan batu. Magnesium
dihubungkan secara tidak langsung pada kemampuan meningkatkan level citrat
urine dan menurunkan konsentrasi ion oksalat serta supersaturasi kalsium oksalat.
Polianion, terdiri dari Glycosaminoglicans, acid mukopolysaccharida dan
RNA telah ditemukan sebagai penghambat nukleasi kristal dan pertumbuhan. Ada
dua glikoprotin urine, nefrokalsin dan Tamm-Horsfall glikoprotein juga poten
dalam menghambat aggregasi kristal kalsium oksalat monohidrat. Osteopontin
28
Page 29
(uropontin) adalah gikoprotein ditemukan dalam matriks tulang dan sel epitelial
ginjal pada loop of Henle bagian ascending dan tubulus distal, diketahui
menghambat nukleasi, pertumbuhan, dan aggregasi kalsium oksalat. Terakhir
ditemukan inter α-tripsin yang menghambat kristalisasi, aggregasi, dan
pertumbuhan kalsium oksalat.(7,9,10)
Komponen batu
Kandungan batu kemih kebanyakan terdiri dari :
1. Batu kalsium (75%)
Komponen yang paling sering pada batu saluran kemih adalah kalsium,
merupakan unsur pokok dominan sekitar 75%. Kalsium oxalat membentuk sekitar
60% dari semua batu, campuran kalsium oxalat dan hidroxiapatik 20% dan batu
brushit 2%.
Kalsifikasi dapat terjadi pada sistem kaliks membentuk batu ginjal. Sekitar
80-85% pada semua batu saluran kemih adalah kalkareus. Batu kalsium pada
ginjal paling sering disebabkan oleh peningkatan kalsium urine, peningkatan asam
urat urine, peningkatan oxalat urine, atau penurunan level citrat urine.
Hiperkalsiuri adalah kelainan yang paling sering ditemukan sebagai
pembentuk batu kalsium. Kriteria hiperkalsiuri bervariasi, tetapi klasifikasi
hiperkalsiuri berdasarkan Strictest adalah kadar kalsium urine lebih dari 200
mg/hari setelah pemberian diet 400 mg kalsium, 100 mg Sodium selama 1 minggu
(Menon,1986). Park dan Coe (1986) mendefinisikan hiperkalsiuri sebagai kadar
kalsium yang diekskresikan lebih dari 4 mg/kg/hari atau lebih dari 7 mmol/hari
pada pria atau 6 mmol/hari pada wanita.(7)
Patofisiologi terjadinya batu kalsium;
a. Hiperkalsiuri Absorptif; Intake kalsium normal rata-rata 900-1000 mg/hari.
Sepertiganya diabsorbsi pada usus halus, sekitar 150-200 mg diekskresikan
melalui urine. Kalsium paling banyak dikeluarkan lewat feces. Hiperkalsiuri
absorptif akibat sekunder dari meningkatnya absorbsi kalsium pada usus
halus, khususnya pada jejenum. Hiperkalsiuri absorptif dibagi ke dalam 3
subtipe; Tipe I, absorbsi yang tidak tergantung pada diet dan mewakili 15%
dari semua kasus batu. Tipe II, absorbsi yang tergantung diet dan paling
29
Page 30
sering mengakibatkan batu saluran kemih, intake kalsium dibatasi pada 400-
600 mg/hari. Tipe III, sebagai sekunder dari kebocoran fosfat ginjal.
b. Hiperkalsiuri Resorptif; Sekitar setengah dari pasien batu ginjal menderita
hiperparatiroid primer. Mewakili sekitar kurang dari 5-10% dari semua
kejadian batu saluran kemih. Pasien dengan batu kalsium fosfat, wanita
dengan batu kalsium rekurens, dan nefrokalsinosis bersama dengan
nefrolitiasis dicurigai menderita hiperparatiroid. Hiperkalsemia adalah tanda
paling konsisten pada hiperparatiroid.
c. Renal Hiperkalsiuri; Hiperkalsiuri ginjal sebagai akibat dari kelainan tubulus
ginjal intrinsik pada ekskresi kalsium.
d. Hiperurikosuri Kalsium; Hiperurikosuri kalsium terjadi akibat intake diet
purin yang berlebihan atau meningkatnya produksi endogen asam urat. Kedua
keadaan ini meningkatkan monosodium urat urine. Peningkatan level asam
urat urine ( >600 mg/24 jam pada wanita dan >750 mg/24 jam pada pria) dan
pH urine yang menetap >5.5, membantu pembentukan batu.
e. Hiperoksalouri Kalsium; Merupakan akibat sekunder dari peningkatan level
oksalat (> 40 mg/24 jam). Paling sering ditemukan pada pasien dengan
Inflamatory bowel disease dan keadaan diare kronik yang menyebabkan
dehidrasi berat. Penyebab hiperoksalouri termasuk kelainan pada biosintesis
pathway (primary hiperoxaluria), keadaan malabsorpsi intestinal (Enteric
hiperoxaluria), dan intake diet yang berlebihan atau level substrat yang tinggi,
vitamin C (dietary hiperoxaluria)
f. Hipocitraturi kalsium; Citrat merupakan penghambat yang penting pada
pembentukan batu saluran kemih. Meningkatnya kebutuhan metabolik dalam
mitokondria pada sel ginjal menurunkan ekskresi citrat. Juga termasuk
beberapa kondisi seperti asidosis metabolik intrasel, hipokalemia, puasa,
hipomagnesemia. Citrat juga mungkin dikonsumsi oleh bakteri dalam urine
pada saat terjadi infeksi traktus urinarius. Hipocitraturi ( <320 mg/24 jam )
umumnya dihubungkan dengan asidosis tubulus ginjal bagian distal.(7)
2. Batu struvit (15%)
30
Page 31
Batu struvit terdiri dari campuran magnesium, amonium, dan fosfat (MAP)
dan sekitar 5-15 % dari seluruh batu saluran kemih. Ditemukan paling sering pada
wanita dibanding pria dengan ratio 2:1 dan cepat berulang. Sering ditemukan
sebagai batu staghorn ginjal dan jarang sebagai batu ureter kecuali riwayat setelah
intervensi bedah. Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena
terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman
penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea spilitter yang
dapat menghasilkan enzim urease yang mengubah urin menjadi bersuasana basa
karena meningkatnya kadar konsentrasi amoniak melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak, seperti reaksi di bawah ini :
CO(NH2)2 + H2O 2NH3 + CO2
Kita ketahui bersama Ph urin normal adalah 5,85, sedangkan pada pasien
dengan batu struvit Ph urin jarang yang kurang dari 7,2 dimana Ph urin dapat
mencapai lebih dari 7,19 jika telah terbentuk presipitasi dari Magnesium-
amonium-fosfat (MAP).
Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,
fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) atau
(Mg NH4 PO4. H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3). Karena terdiri atas 3
kation ( Ca++ Mg++ dan NH4+ ) batu jenis ini dikenal sebagai batu triple-phosphate.
Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah : Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.
Coli banyak menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman ini bukan termasuk
kuman pemecah urea. Sejumlah besar populasi bakteri yang dapat memproduksi
urease terdapat dalam traktus gastrointestinal dan melakukan hubungan simbiosis
dengan organisme lainnya. Walaupun penyebab dari batu struvit atau batu infeksi
ini berasal dari infeksi traktus urinarius yang patologis namun mungkin dapat pula
didapatkan dari bakteri gastrointestinal yang memproduksi urease. Sebagian besar
dari kumpulan organisme yang menyebabkan batu infeksi adalah Proteus
mirabilis. (7)
3. Batu asam urat (6%)
31
Page 32
Batu ini kurang dari 5% seluruh batu ginjal. Insidens dari batu asam urat
tinggi pada penderita gout, dan pada penyakit overproduksi dari purin seperti
penyakit myeloproliferatif, atau berat badan yang cepat menurun, dan keganasan
dengan obat sitotoksik. Pada penyakit diare kronik dan intake purine yang
berlebihan dapat menyebabkan batu asam urat, melalui kehilangan bikarbonat
yang akan menurunkan pH atau melalui berkurangnya produksi urin. Pengobatan
dengan memelihara volume urin hingga 2 L/hari, pH urine lebih dari 6,
pengurangan diet purin dan pemberian allupurinol membantu mengurangi
ekskresi asam urat. Ada tiga faktor utama pembentukan batu asam urat adalah pH
yang rendah, volume urine yang sedikit, dan hiperurikosuri (level > 1000
mg/hari).(7)
4. Batu sistin (1-2%)
Batu sistin adalah akibat sekunder dari metabolik asam amino dibasik
yang mengalami kelainan pada absobsi mukosa intestinal dan tubulus ginjal,
antara lain sistin, ornitin, lisin, dan arginin. Kelainan genetik autosomal resesif
yang dihubungkan dengan sistinuri telah diidentifikasi pada kromosom 2p.16 dan
yang terbaru pada 19q13.1. Tidak diketahui adanya penghambat batu sistin,
pembentukan batu sistin sangat tergantung pada ekskresi sistin yang berlebihan.
Batu sistin hanya manifestasi klinik dari kelainan ini.(7)
5. Batu Xantin
Batu xantin merupakan akibat sekunder dari defisiensi xantin oksidase
secara kongenital. Enzim ini normalnya sebagai oksidasi katabolik hipoxantin
menjadi xantin dan dari xantin menjadi asam urat. Penggunaan Allopurinol pada
pengobatan hiperurikosuri dan batu asam urat dapat menyebabkan batu xantin.
6. Batu Indinavir
Indinavir sulfat merupakan penghambat protease yang efektif
meningkatkan jumlah sel CD4+ dan menurunkan titer HIV-RNA pada pasien
yang terinfeksi AIDS. Batu indinavir bersifat radiolusen.(7)
Gejala klinis
32
Page 33
Nyeri pinggang dirasakan dalam bentuk kolik ginjal atau nonkolik ginjal yang
berasal dari ginjal. Kolik ginjal biasanya disebabkan oleh obstruksi dan regangan
pada sistem pelviokalises dan nonkolik ginjal dirasakan akibat peregangan pada
kapsul ginjal akibat mekanisme lokal seperti inflamasi dan edema. Nyeri kolik
juga dirasakan akibat spasme otot polos ureter karena gerakan peristaltiknya
terhambat oleh batu. Berat nyeri dan lokasi batu bervariasi pada tiap pasien
tergantung pada ukuran batu, lokasi batu, derajat obstruksi, akut obstruksi, dan
variasi anatomi individu. .(7)
Nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang
terkena
Batu pada pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala
berat. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi
ginjal yang terkena. Sesuai dengan gangguan yang terjadi, batu ginjal yang
terletak di pelvis atau pada batu staghorn dapat menyebabkan terjadinya
hidronefrosis, sedangkan batu kaliks pada umumnya tidak memberikan kelainan
fisik.(7,8)
Gejala-gejala infeksi saluran kemih seperti nyeri pinggang, demam, disuria
Umumnya batu ginjal terbentuk dengan didahului oleh infeksi saluran kemih
dimana bakteri yang menginfeksi haruslah bakteri yang dapat memecah urea.
gejala klinik yang dikeluhkan oleh pasien adalah gejala-gejala infeksi saluran
kemih seperti nyeri pinggang, demam, disuria, hematuria, dan frekuensi buang air
kecil bertambah.(7,8)
Hematuri adalah didapatkannya darah atau sel darah merah dalam urine. Porsi
hematuri yang keluar perlu diperhatikan apakah terjadi saat awal miksi (inisial),
seluruh proses miksi (total), atau akhir miksi (terminal) untuk memperkirakan asal
perdarahan. .(7,8,9)
Pemeriksaan fisik yang cermat penting sebagai komponen evaluasi pada pasien
curiga menderita batu saluran kemih. Pasien yang menderita kolik akut khas
dengan nyeri berat, intermitten, dan seringkali bergerak terus menerus dengan
posisi yang tidak biasa untuk mengurangi nyeri. Sudut kostovertebral teraba nyeri
33
Page 34
tekan, mungkin teraba massa abdominal pada pemeriksaan bimanual akibat
obstruksi kronik sehingga terjadi hidronefrosis. .(7,8)
Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan
radiologik, laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan
adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal.(7)
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan sebab terjadinya batu. Pada pemeriksaan darah rutin dapat ditemukan
peningkatan leukosit jika disertai dengan infeksi saluran kemih. Untuk
mengevaluasi fungsi ginjal kita dapat memeriksa ureum kreatinin, ini dapat
meningkat jika terjadi gangguan pada ginjal dimana fase lanjut dari batu staghorn
ini dapat menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya terjadi gagal ginjal dan untuk
mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan radiologi IVP. Perlu juga diperiksa
kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu (antara lain
kadar: kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat dalam darah maupun di dalam urin.(12)
Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak
ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis
batu yang dihadapi. Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti
pada tabel 1.(11)
Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih
Jenis Batu Radioopasitas
Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak
Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan gambaran rediopak pada foto
polos abdomen (BNO) pada ginjal dan pada pemeriksaan Intra Venous Pyelografi
(IVP) dengan menggunakan kontras dapat ditemukan dilatasi dari pelvis renalis
34
Page 35
dan dilatasi dari kaliks minor karena obstruksi dan penurunan kontras ke ureter
hingga buli-buli terganggu.(11)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Pemeriksaan USG dikerjakan apabila pasien tidak mungkin menjalani
pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun dimana ini dapat dilihat dari kadar serum kreatinin yang > 3,
dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu
ginjal yang di tunjukkan sebagai echoic shadow, dan hidronefrosis.(11)
35Gambar 8. Acustic Shadow batu ginjal.(11)
Gambar 7. Batu ginjal kanan.(11)
Page 36
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara
terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini
dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup
sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan
lumen saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama
tindakan pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu. (12)
Penatalaksanaan
1) Medikamentosa
Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
dan minum banyak supaya dapat mendorong keluar batu saluran kemih.1,2
2) Intervensi bedah
ESWL (Extracorporal Shock Wave Lithotrypsi)
Teknik ini menggunakan getaran yang dapat memecah batu ginjal menjadi
fragmen-fragmen kecil sehingga mudah keluar melalui saluran kemih tanpa
melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan.1
PNL (Percutaneus Litholapaxy)
Usaha mengeluarkan batu dengan memasukkan alat endoskopi ke sistem
kalises melalui insisi kulit. Batu kemudian dikelaurkan dengan memecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
Bedah laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. cara ini banyak dipaki untuk mengambil batu ureter.
Bedah terbuka
Di klinik-klinik yang belum memiliki fasilitas endourologi, laparaskopi,
maupun ESWL, pengambilan batu dilakukan dengan bedah terbuka, antara
lain: pielolitotomi dan nefrolitotomi untuk mengambil batu di ginjal dan
ureter. 36
Page 37
Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin
2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri tipe II. (7)
Komplikasi
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis
yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya
dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya
adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka
maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah
dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat
pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti
lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat
dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta
drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
37
Page 38
Pada staghorn calculi penyebab yang tersering adalah batu struvit atau
batu infeksi yang disebabkan oleh infeksi saluran kemih oleh bakteri pemecah
urea. Pada keadaan ini terlebih dahulu terjadi infeksi saluran kemih yang akan
memacu timbulnya batu. Oleh karena itu pada kasus ini infeksi dapat terjadi
secara berulang dan bila tidak diterapi dengan baik akan dapat berkomplikasi
menjadi sepsis dan akhirnya membahayakan jiwa dari penderita. (7,8)
Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal
Pada stghorn calculi yang tidak diterapi maka akan menimbulkan hidronefrosis
dan pada akhirnya terjadi kerusakan ginjal jadi semakin dini ditemukan dan
diterapi dengan tepat prognosisnya baik(7,8)
POLIKISTIK GINJAL
Definisi
Polikisitik berasal dari dua kata poly yang berarti banyak dan Cystic yang berarti
rongga tertutup abnormal, dilapisi epitel yang mengandung cairan atau bahan
semisolid, jadi polikistik (polycystic) ginjal adalah banyaknya kistik (cytstic) pada
ginjal (16)
Kista – kista tersebut dapat dalam bentuk multipel, bilateral, dan berekspansi yang
lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan. Ginjal dapat membesar (kadang – kadang sebesar sepatu bola) dan
terisi oleh kelompok kista – kista yang menyerupai anggur. Kista – kista itu terisi
oleh cairan jernih atau hemorargik (13).
38
Page 39
Klasifikasi
Polikistik memiliki dua bentuk yaitu bentuk dewasa yang bersifat autosomal
dominan dan bentuk anak-anak yang bersifat autosomal resesif. (17) Namun pada
buku lain menyebutkan polikistik ginjal dibagi menjadi dua bentuk yaitu penyakit
ginjal polikistik resesif autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)
dan bentuk penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant
Polycytstic Kidney/ADPKD) (13).
Ginjal Polikistik Resesif Autosomal ( Autosomal Resesif Polycystic
Kidney /ARPKD)
1. Anomali perkembangan yang jarang ini secara gentis berbeda dengan
dengan penyakit ginjal polikistik dewasa karena memiliki pewarisan yang
resesif autosomal, terdapat subkategori perinatal, neonatal, infantile dan
juvenil. (18)
2. Terdiri atas setidaknya dua bentuk, PKD1 dan PKD2, dengan PKD1
memiliki lokus gen pada 16p dan PKD2 kemungkinan pada kromosom 2.
PKD2 menghasilkan perjalanan penyakit yang secara klinis lebih ringan,
dengan ekspresi di kehidupan lebih lanjut. (19)
Ginjal Polikistik dominan autosomal ( Autosomal Dominant Polycytstic
Kidney /ADPKD)
1. Merupakan penyakit multisistemik dan progresif yang dikarakteristikkan
dengan formasi dan pembesaran kista renal di ginjal dan organ lainnya
(seperti : liver, pancreas, limfa) (20)
2. Kelainan ini dapat didiagnosis melalui biopsi ginjal, yang sering
menunjukkan predominasi kista glomerulus yang disebut sebagai penyakit
ginjal glomerulokistik, serta dengan anamnesis keluarga. (19)
3. Terdapat tiga bentuk Penyakit Ginjal Polikistik Dominan Autosomal
39
Page 40
ADPKD – 1 merupakan 90 % kasus, dan gen yang bermutasi
terlentak pada lengan pendek kromosom 16.
ADPKF – 2 terletak pada lengan pendek kromosom 4 dan
perkembangannya menjadi ESRD terjadi lebih lambat daripada
ADPKD
Bentuk ketiga ADPKD telah berhasil di identifikasi, namun gen
yang bertanggung jawab belum diketahui letaknya. (18)
Etiologi
a. Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic
Kidney/ARPKD)
Disebabkan oleh mutasi suatu gen yang belum teridentifikasi pada kromosom 6p.
Manifestasi serius biasanya sudah ada sejak lahir, dan bayi cepat meninggal akibat
gagal ginjal. Ginjal memperlihat banyak kista kecil dikorteks dan medulla
sehingga ginjal tampak seperti spons (18)
b. Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic
Kidney/ADPKD)
Diperkirakan karena kegagalan fusi antara glomerulus dan tubulus sehingga
terjadi pengumpulan cairan pada saluran buntu tersebut. Kista yang semakin besar
akan menekan parenkim ginjal sehingga terjadi iskemia dan secara perlahan
fungsi ginjal akan menurun. Hipertensi dapat terjadi karena iskemia jaringan
ginjal yang menyebabkan peningkatan rennin angiotensin.(21)
Epidemiologi
Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) meruapakan penyakit
genetik yang jarang diterjadi dengan perbandingan 1 : 6000 hingga 1 : 40.000,
Sedangkan pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD)
40
Page 41
memiliki angka prevalensi sekitar 1 : 500 dan lebih sering terjadi pada orang
Kausia dari pada penduduk Afro-Amerika (13)
Pada buku lain menyebutkan penyakit ginjal polikistik resesif autosomal
(ARPKD) memiliki perkiraan angka kejadian antara 1:10.000 dan 1 : 40.000,
sedangkan pada penyakit ginjal polikistik dominan\ autosomal (ADPKD)
memiliki angka prevalensi sekitar 1 : 500 hingga 1 : 1000 individu dan terhitung
kira-kira 10% anak-anak berada pada tingkat gagal ginjal kronis (22)
Pada umunya, separuh pasien dengan ADPKD menjalani terapi pada ginjal
dengan umur 60 tahun. Penyakit Ginjal Polikistik Dominan Autosomal adalah
penyebab keempat gagal ginjal yang membutuhkan dialysis atau transplantasi. (20)
Manifestasi klinis
Penyakit ginjal polikistik pada dewasa atau penyakit ginjal polikistik dominan
autosomal tidak menimbulkan gejala hingga dekade keempat, saat dimana ginjal
telah cukup membesar. Gejala yang ditimbulkan adalah :
Nyeri
Nyeri yang dirasakan tumpul di daerah lumbar namun kadang-kadang juga
dirasakan nyeri yang sangat hebat, ini merupakan tanda terjadinya iritasi di daerah
peritoneal yang diakibatkan oleh kista yang ruptur. Jika nyeri yang dirasakan
terjadi secara konstan maka itu adalah tanda dari perbesaran satu atau lebih kista.
Hematuria
Hematuria adalah gejala selanjtnya yang terjadi pada polikistik. Gross Hematuria
terjadi ketika kista yang rupture masuk kedalam pelvis ginjal. Hematuria
mikroskopi lebih sering terjadi disbanding gross hematuria dan merupakan
peringatan terhadap kemungkinan adanya masalah ginjal yang tidak terdapat tanda
dan gejala.
41
Page 42
Infeksi saluran kemih
Hipertensi
Hipertensi ditemukan dengan derajat yang berbeda pada 75% pasien. Hipertensi
merupakan penyulit karena efek buruknya terhadap ginjal yang sudah kritis.
Pembesaran ginjal
Pembesaran pada pasien ADPKD ginjal ini murapakan hasil dari penyebaran kista
pada ginjal yang akan disertai dengan penurunan fungsi ginjal, semakin cepat
terjadinya pembesaran ginjal makan semakin cepat terjadinya gagal ginjal (23)
Aneurisma pembulu darah otak
Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) terdapat kista pada
organ-organ lain seperti : hati dan pangkreas (24)
Pathogenesis
Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) umumnya tampak pada
orang yang homozigot untuk alel yang mengalami mutasi, sedangkan heterozigot
jarang menunjukan fenotip penyakit. Pada penyakit yang bersifat resesif
autosomal memiliki beberapa karakteristik yaitu :
Hanya tereksperi pada homozigot (aa), sedangkan pada heterozigot (Aa)
secara fenotipe hanya pembawa yang normal
Laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk terkena
Pola pewarisan horizontal tampak pada silsilah yang maksundya muncul
pada saudara kandung tetapi tidak pada orang tua.
Penyakit umumnya memiliki awitan dini
Berdasarkan karakteristik tersebut maka penyakit ginjal polikistik resesif
autosomal sering disebut sebagai bentuk anak-anak karena awitan yang muncul
42
Page 43
lebih dini. ARPKD disebabkan oleh mutasi disuatu gen yang belum teridentifikasi
pada kromosom 6p.
Penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) dapat diekspresikan baik
pada heterozigot (Aa) maupun homozigot (aa). Selain yang telah disebutkan
sebelumnya, pada penyakit yang bersifat dominan autosomal memiliki beberapa
karakteristik yaitu :
Laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk terkena
Pola pewarisan vertikal tampak pada silsilah yang maksundya muncul
pada setiap generasi.
Usia awitan penyakit sering lambat
Berdasarkan karakteristik tersebut maka peyakit ginjal polikistik dominan
autosomal sering disebut sebagai bentuk pada orang dewasa karena awitanya yang
muncul sering lambat. Pada umumnya terdapat dua gen yang berperan terhadap
ter bentuknya kista yaitu :
PKD-1 (gen defektif) yang terletak pada lengan pendek kromosom 16
PKD-2 (gen defektif) yang terletak pada kromosom
Tetapi buku lain menyebutkan, ADPKD dibagi menjadi tiga tipe yaitu dua
diantaranya sama dengan yang telah disebutkan dan ditambah dengan ADPKD
bentuk ketiga yang telah diidentifikasikan namun gen yang bertanggung jawab
belum diketahui letaknya (13)
PKD-1 yang terletak pada lengan pendek kromosom 16. Gen ini mengkode
sebuah protein dan kompleks, melekat ke membrane, terutama ekstrasel dan
disebut dengan polikistin-1. Polikistin-1 ini memiliki fungsi sama dengan protein
yang diketahui berperan dalam perlekatan sel ke sel atau sel ke matriks.
Namun pada saat ini belum diketahui bagaimana mutasi pada protein tersebut
dapat menyebabkan kista, namun diperkirakan ganguan interaksi sel-matriks dapat
43
Page 44
meneybabkan gangguan pada pertumbuhan, diferensiasi dan pembentukan matriks
oleh sel epitel tubulus dan menyebabkan terbentuknya kista.
PKD-2 yang terletak pada kromosom 4 dan mengkode polikistin-2 yaitu suatu
protein dengan 968 asam amino. Walaupun secara struktural berbeda tetapi
diperkirakan polikistin-1 dan polikistin-2 bekerja sama dengan membentuk
heterodimer. Hal inilah yang menyebabkan,jika mutasi terjadi di salah satu gen
maka akan menimbulkan fenotipe yang sama. (18)
Kista muncul sejak dalam uterus dan secara perlahan merusak jaringan normal
sekitarnya bersamaan dengan pertumbuhan anak tersebut menjadi dewasa. Kista
muncul dari berbagai bagian nefron dan duktus koligentes. Kista tersebut terisi
dengan cairan dan mudah terjadi komplikasi seperti infeksi berulang, hematuria,
poliuria, mudah membesar, ginjal yang “menonjol” sering menjadi tanda dan
gejala yang terlihat. (13)
Polikista pada ginjal dimulai dari timbulnya beberapa kista pada kedua ginjal.
Pada perkembangan selanjutnya kista menjadi banyak, ukuran bertambah besar
dan menginfiltrasi parenkim ginjal sehingga pada akhirnya pasien terjatuh dalam
kondisi gagal ginjal terminal. (15)
Penurunan fungsi ginjal yang progresif lambat biasa terjadi dan sekitar 50 %
menjadi ESRD (End Stage Renal Disease) atau Gagal Ginjal pada usia 60
tahun.Gejala biasanya berkembang antara umur 30 dan 40, tapi dapat juga terjadi
lebih awal, pada saat anak – anak. Sekitar 90% dari PKD disebabkan autosomal
dominant PKD. (26)
Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan penunjang:
44
Page 45
Pemeriksaan Urin
Proteinuria
Hematuria
Leukosituria
Kadang Bakteriuria
Pemeriksaan Darah
Pada penyakit yang sudah lanjut menunjukkan:
Uremia
Anemia karena hematuria kronik (21)
Ultrasonografi ginjal
Unltasonografi ginjal merupakan suatu teknik pemeriksaan noninvasive yang
memiliki tujuan untuk mengetahui ukuran dari ginjal dan kista. Selain itu juga
dapat terlihat gambaran dari cairan yang terdapat dalam cavitas karena pantulan
yang ditimbulkan oleh cairan yang mengisi kista akan memberi tampilan berupa
struktur yang padat.
Ultrasonografi ginjal dapat juga digunakan untuk melakukan screening terhadap
keturuan dan anggota keluarga yang lebih mudah untuk memastikan apakah ada
atau tidaknya kista ginjal yang gejalanya tidak terlihat (asymptomatic) (22)
MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitif dan dapat mengidentifikasi
kistik ginjal yang memiliki ukuran diameter 3 mm (24) seperti pada lampiran 3.3.
MRI dilakukan untuk melakukan screening pada pasien polikistik ginjal
autosomal dominan (ADPKD) yang anggota keluarganya memiliki riwayat
aneurisma atau stroke (24)
45
Page 46
Computed tomography (CT)
Sensitifitasnya sama dengan MRI tetapi CT menggunakan media kontras(24)
Biopsi
Biopsi ginjal ini tidak dilakukan seecara rutin dan dilakukan jika diagnosis tidak
dapat ditegagkan dengan pencitraan yang telah dilakukan (22)
Tatalaksana
Pengobatanya pada penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) dan
penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) adalah bersifat suportif
yang mencakup manajemen hipertensi yang cermat (25). Pada buku lain
menyebutkan bahwa pengobatan yang sesuai untuk ARPKD dan ADPKD yang
berkembang menjadi gagal ginjal adalah dialysis dan trasplantasi ginjal dan pada
ADPKD pengobatan bertujuan untuk mencegah komplikasi dan memelihara
fungsi ginjal seperti terapi pada pengendalian hipertensi dan infeksi saluran
kemih(13).
Apabila sudah ditemukan gagal ginjal, dilakukan perawatan konservatif berupa
diet rendah protein. Apabila gagal ginjal sudah lanjut, diperlukan dialysis atau
bahkan transplantasi ginjal. Hipertensi dikontrol dengan obat antihipertensi seperti
ACEI ( seperti Katopril, enalapril, lisinopril) atau ARB (seperti Telmisartan,
losartan, irbesartan, cardesartan) (27)
Tindakan bedah dengan memecah kista tidak banyak manfaatnya untuk
memperbaiki fungsi ginjal. (21)
Prognosis
Pada penyakit ginjal polikistik autosomal resesif (ARPKD), anak-anak dengan
perbesaran ginjal yang berat dapat meninggal pada masa neonatus karena
insufisensi paru atau ginjal dan pada penderita yang sedang menderita fibrosis
46
Page 47
hati,serosis dapat mengakibatkan hipertensi serta memperburuk prognosisnya (25)
Ada atau tidaknya hipoplasia paru merupakan faktor utama prognosis ARPKD.
Pada bayi yang dapat bertahan pada masa neonatal,rata-rata sekitar 85% bertahan
selama 3 bulan, 79% bertahan selama 12 bulan, 51% bertahan selama 10 tahun
dan 46% bertahan selama 15 tahun (22). Namun dari buku lain menyebutkan bahwa
pada anak-anak yang dapat bertahan selama bulan pertama kehidupan,78% akan
bertahan hingga melebihi 15 tahun (13)
Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) cenderung relative
stabil dan berkembang sangat lambat. Sekitar 50% akan menjadi gagal ginjal
stadium akhir atau uremia pada usia 60 tahun dan 25% pada usia 50 tahun(13),
Namun pada buku lain menyebutkan bahwa gagal ginjal terjadi pada usia sekitar
50 tahun, tetapi perjalanan penyakit ini bervariasi dan pernah dilaporkan pasien
dengan rentang usia yang normal (18)
47