[Type text]
STATUS PASIEN PRESENTASI KASUSKEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO
PERIODE 16 MARET 2015 23 MEI 2015
A. IDENTITAS PASIENNama
: Ny. Sri RahayuUsia
: 35thJenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: PerawatAlamat
: Cilandak, Jakarta Selatan
No. RM
: 012920
Status pernikahan: Menikah
B. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 7 April 2015 pukul
11:40 WIB di bangsal Sibatik Rumah Sakit Angkatan Laut DR.
Mintohardjo. Keluhan Utama: Perut kembung sejak kemarin. Riwayat
Penyakit Sekarang:
OS sebelumnya datang ke rumah sakit pada tanggal 15 maret 2015
dengan keluhan BAK berdarah sejak satu hari SMRS. BAK berdarah
tanpa rasa nyeri dan OS tidak sedang dalam siklus haid maupun
setelah haid. Darah tampak agak sedikit menggumpal dan bercampur
dengan urin sehingga warna urin menjadi agak sedikit kemerahan.
Tidak ada demam, tidak ada nyeri pada daerah pinggang dan
suprapubik, tidak ada peningkatan frekuensi dan jumlah urin, dan
tidak ada rasa anyang anyangan. Setelah berobat ke poliklinik
urologi OS dipasang ureteral double J stent.
OS juga didiagnosis menderita sakit kanker serviks sejak bulan
November 2014 dan telah dilakukan terapi penyinaran sebanyak 26
kali sejak bulan Januari 2015.
Pada tanggal 6 April 2015 OS menderita diare. Frekuensi sebanyak
20 kali dalam satu hari, konsistensi encer, tanpa ampas makanan,
tanpa darah, tanpa lendir, tidak ada nyeri saat BAB pada regio
anus, dan ada nyeri perut yang tidak terlalu mengganggu, dan tidak
ada demam. Kemudian OS mengkonsumsi imodium.
Satu hari setelahnya OS sudah ditak diare, namun muncul rasa
kembung, sakit perut dan mual namun tidak ada muntah. Tidak BAB
selama satu hari namun masih dapat flatus. OS juga merasa lemas dan
sakit kepala.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat didiagnosis kanker serviks sejak bulan November 2014,
sudah menjalani terapi penyinaran sebanyak 25 kali dari luar dan 1
kali dari dalam sejak Januari 2015. Terakhir dilakukan penyinaran
pada tanggal 31 Maret 2015. Tidak ada riwayat hipertensi, ada
riwayat diabetes mellitus. Riwayat Keluarga:
Keluarga OS tidak ada yang mengalami hal serupa, tidak ada yang
menderita penyakit keganasan, tidak ada yang menderita hipertensi
maupun diabetes mellitus. Riwayat Kebiasaan:
OS tidak memiliki kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol.
Kebiasaan makan OS teratur dengan frekuensi 3 kali sehari dan
dengan variasi makanan yang bervariasi.
C. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis
Kesadaran
: E4V5M6, Compos mentis
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi
: 100 x/menit
Suhu
: 36.5 C
Pernafasaan
: 20x/menit
Edema umum
: tidak ditemukan
Habitus
: Astenikus
Cara berjalan
: OS berbaring
Mobilitas
: Aktifa. Kulit
Warna
: sawo matang
Pembuluh darah: normal
Effloresensi
: tidak ada
Turgor
: baik
Jaringan Parut
: tidak ada
Pigmentasi
: merata
Lembab/Kering
: lembab
Lapisan Lemak:distribusi merata
Suhu Raba
: hangat
Keringat
: umum
Ikterus
: tidak ada
Oedem
: tidak adab. Kelenjar Getah Bening
Submandibula
: tidak teraba membesar
Supraklavikula
: tidak teraba membesar
Lipat paha
: tidak teraba membesar
Leher
: tidak teraba membesar
Ketiak
: tidak teraba membesarc. Kepala
Ekspresi wajah
: tampak sakit sedang
Jejas
: tidak tampak ada jejas
Deformitas
: tidak ada deformitasd. Mata
Exophthalamus
: tidak ada
Enopthalamus
: tidak ada
Kelopak
: tidak oedem
Lensa
: jernih
Konjungtiva
: tidak anemis
Visus
: tidak dinilai
Sklera
: tidak ikterik
Gerakan Mata
: normal ke semua arah
Tekanan bola mata: normal/palpasi
pupil
: isokhore. Telinga
Tuli
: fungsi pendengaran baik
Penyumbatan
: tidak ada
Lubang
: lapang
Serumen
: tidak ada
Cairan
: tidak ada
Perdarahan
: tidak ada
f. Hidung
Bentuk luar
: deviasi septum (-)
Abses/trauma/deformitas: -
Perdarahan
: tidak adag. Mulut
Bibir
: kering Tonsil
: T1 T1 tenang
Bau pernapasan
: tidak ada
Faring
: normal
Lidah
: normalh. Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP): 5 - 1 cm H2O.
Kelenjar Tiroid
: tidak tampak membesar.
Kelenjar Limfe
: tidak tampak membesari. Dada PulmonalHasil pemeriksaan
InspeksiKiriSimetris saat statis dan dinamis
KananSimetris saat statis dan dinamis
PalpasiKiri- Tidak ada benjolan- Fremitus taktil simetris
Kanan- Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris
PerkusiKiriSonor di seluruh lapang paru
KananSonor di seluruh lapang paru
AuskultasiKiri- Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
Kanan- Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-)
Jantung
Inspeksi: Tidak Tampak pulsasi iktus cordis.
Palpasi: Teraba pulsasi iktus cordis di midklavikula kiri ICS
V.
Perkusi :
Batas kanan
: ICS III-V linea sternalis kanan.
Batas bawah kiri: sela iga V linea midklavikula kiri.
Batas atas kiri
: sela iga III linea parasternal kiri.
Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler, Gallop tidak ada, Murmur
tidak ada.j. Pembuluh Darah
Arteri Temporalis
: teraba pulsasi
Arteri Karotis
: teraba pulsasi
Arteri Brakhialis
: teraba pulsasi
Arteri Radialis
: teraba pulsasi
Arteri Femoralis
: teraba pulsasi
Arteri Poplitea
: teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis: teraba pulsasik. Perut
(Lihat status lokalis)l. Anggota Gerak Ekstremitas
atasPemeriksaanKananKiri
LookTidak ada kelainanTidak ada kelainan
FeelTidak ada kelainanTidak ada kelainan
MoveTidak ada kelainanTidak ada kelainan
Ekstremitas bawahPemeriksaanKananKiri
Look Jejas (-)
pembengkakan (-)
deformitas (-)
sianosis (-)
atrofi (-)
hipertrofi (-)
jaringan parut (-) Jejas (-)
pembengkakan (-)
deformitas (-)
sianosis (-)
atrofi (-)
hipertrofi (-) jaringan parut (-)
Feel Akral hangat (+) Suhu raba sama dengan suhu kulit
sekitar
Nadi (+)
Sensibilitas (+)
Krepitasi (-)
Nyeri tekan (-) Akral hangat (+)
Suhu raba sama dengan suhu kulit sekitar
Nadi (+)
Sensibilitas (+)
Krepitasi (-)
Nyeri tekan (-)
Move Gerak aktif (+) ROM (tidak ada hambatan gerak) Gerak aktif
(+)
ROM (tidak ada hambatan gerak)
Status Lokalis
a. Regio Abdomen
Inspeksi: Datar, tidak terdapat dilatasi vena, tidak ada lesi,
tidak ada luka bekas operasi, simetris, dan tidak ada smiling
umbilicus.Auskultasi : Bising usus tidak terdengar
Palpasi
Dinding perut: distensiHati: tidak dapat dinilaiLimpa: tidak
dapat dinilaiNyeri tekan (+) di keempat kuadran
Perkusi: Timpani di keempat kuadran
Shifting dullness (-)b. Rectal touche
Tonus sfingter ani baik, ampula recti tidak kolaps, tidak teraba
masa. Pada sarung tangan tidak didapatkan darah, feses maupun
lendir.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Laboratoriumtanggal 6/4/2015Darah
rutin
Leukosit: 14.400/uL
Eritrosit: 4.25 juta/uL
Hemoglobin: 36g/dl
Trombosit: 898.000 ribu/uLKimia Darah
SGOT: 10U/l
SGPT: 13U/l
Ureum: 32mg/dL
Kreatinin: 1.0mg/dL
GDS 308mg/dLElektrolit
Natrium: 130mmol/L
Kalium: 4.68mmol/L
Clorida: 94mmol/L
Kalsium 12.1mmol/Lb. Pemeriksaan radiologi Tanggal pengambilan
foto: 7/4/15
Jenis Foto: Foto polos abdomen 3 posisi
Deskripsi: Distribusi udara usus tampak meningkat, tak tampak ke
bawak. Psoas line tak tampak, preperitoneal fat line normal,
terdapat gambaran hearing bone appearance dan air fluid level, free
air (-). Terpasang DJ stent ginjal. Tulang tulang baik.
Kesan : Suspek Ileus obstruktif Tanggal pemeriksaan MSCT scan
abdomen: 8/4/15
Kesan: Ileus small bowel mencapai proximal-medial ileum dengan
oedema/penebalan distal ileum suspek ec. Ileitis radiasiE.
DIAGNOSIS
Dari hasil pemeriksaan berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa pameriksaan laboratorium, foto abdomen
3 posisi, dan CT scan abdomen OS didiagnosis menderita ileus
paralitik ec radioterapi dengan hiperglikemi dan kanker serviks.F.
DASAR DIAGNOSISa) Riwayat penderita: Tidak dapat BAB selama 1 hari,
perut terasa kembung dan nyeri, mual, masih dapat flatus.b)
Pemeriksaan fisik: Tampak distensi dinding abdomen, bising usus
menghilang, nyeri tekan dan timpani di seluruh regio abdomen.c)
Pemeriksaan radiologis: didapatkan gambaran ileus.G.
TERAPIMedikamentosa1. IVFD Ringer Lactate 20tpm
2. Metronidazole 3x500mg3. Cefrtiaxone 2x1gr4. Ranitidin 2x1gr5.
Insulin6. Stop pemberian imodiumNon-Medikamentosa
1. Puasa2. Pasang dan alirkan selang NGT
3. Hitung balance cairanH. PROGNOSISAd vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonamI. FOLLOW UP
Pada tanggal 7/4/2015(sebelum ada hasil foto abdomen 3 posisi
dan CT scan abdomen) OS direncanakan untuk dilakukan operasi
colostomi apabila keadaan tidak membaik karena sebelumya OS
diperkirakan menderita ileus obstruktif parsial.
Pada pukul 15:00 wib keadaan OS memburuk karena tekanan darah OS
menurun sampai 80/50 mmHg, sehingga OS dipindahkan ke ruang ICU
sambil menunggu hasil pemeriksaan lanjutan.Hari pertama tanggal :
8/4/15Subjektif :
Keluhan sudah agak berkurang dan keadaan mulai membaik Belum
dapat BAB
Flatus (+)
Nyeri dan kembung sudah berkurang
Objektif
Tanda Vital
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 96 kali/menit
Suhu : 36.6 oC
Pernapasan : 22 kali/menit
Konjungtiva Anemis (-)/(-), Sklera ikterik -/-,
leher: KGB tidak teraba membesar
Thoraks:
Cardio: BJ1,BJ2 reguler, murmur (-) Gallop (-)
Pulmo: SN Vesikuler +/+, wheezing (-), rhonki (-)
Abdomen: distensi (+), nyeri tekan (+) di seluruh regio.
Perkusi: Timpani, BU (+) menurun. Ekstremitas: dalam batas normal
Urine output per 24 jam 950cc
Laboratorium:
Leukosit: 10.800/uL
Eritrosit: 4.33 juta/uL
Hemoglobin: 12.5g/dl
Trombosit: 595.000 ribu/uL
Assessment
Ileus paralitik Kanker serviks Planning: 1. IVFD Ringer Lactate
16 kolf2. Metronidazole 3x500mg3. Cefrtiaxone 2x1gr4. Ranitidin
2x1gr5. diet makanan lunak
Hari kedua tanggal : 9/4/15Subjektif :
Sudah dapat BAB Sudah tidak nyeri perut dan sudah tidak
kembung
Mual dan muntah juga sudah tidak adaObjektif
Tanda-tanda vital
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Suhu : 36.5 oC
Pernapasan : 22 kali/menit
Status generalis dalam batas normal. Status lokalis: Abdomen:
distensi (-), nyeri tekan (-). Perkusi: Timpani, BU (+) menurun 1
kali permenit. Urine output 24 jam 900cc
Assessment
Ileus paralitik Kanker serviks
Planning:
Terapi 1. IVFD Ringer Lactate 16tpm
2. Metronidazole 3x500mg3. Cefrtiaxone 2x1gr4. Ranitidin
2x1gr
5. diet makanan lunak 6. Lanjutkan kemoterapi
Hari ketiga tanggal 10/4/15Subjektif :
Sudah tidak ada keluhan pencernaan Objektif :
Tanda vital:
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 72 kali per menit
Suhu 36.6oC
Pernapasan : 22 kali per menit
Status generalis dalam batas normal
Status lokalis: Abdomen: supel, nyeri tekan (-). Perkusi:
Timpani, BU (+). Urine output 1000cc
Assessment
Ileus paralitik Kanker Serviks Planning:
Terapi 1. IVFD Ringer Lactate 16tpm
2. Metronidazole 3x500mg3. Cefrtiaxone 2x1gr4. Ranitidin
2x1gr
5. diet makanan lunak
6. Lanjutkan Kemoterapi
TINJAUAN PUSTAKABAB II.1. PENDAHULUAN
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus
gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk
menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer
usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan
(operasi) yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan
obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus.
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktifitas otot polos usus
yang terkoordinasi dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti keadaan otot polos usus, hormon-hormon intestinal, sistem
saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan elektrolit dan
sebagainya.
Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi
abdomen. Keadaan ini biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam.
Beratnya ileus pasca operasi bergantung pada lamanya operasi/
narcosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak
dengan udara luar. Pencemaran peritoneum dengan asam lambung, isi
kolon, enzim pankreas, darah, dan urin akan menimbulkan paralisis
usus. Kelainan peritoneal seperti hematoma retroperitoneal,
terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan
ileus paralitik yang berat. Demikian pula kelainan pada rongga dada
seperti pneumonia paru bagian bawah, empiema dan infark miokard
dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektolit terutama
hipokalemia merupakan penyebab yang cukup sering.(1)
Total angka kejadian dari obstruksi usus yang disebabkan oleh
mekanik dan non mekanik mencapai 1 kasus diantara 1000 orang.ileus
akibat meconium tercatat 9-33 % dari obstruksi ileus pada kelahiran
baru.(4)BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Definisi Ileus Paralitik
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus
gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk
menyalurkan isinya.(1) Menurut kepustakaan lain, ileus paralitik
merupakan kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenik atau
hilangnya peristaltic usus tanpa adanya obstruksi mekanik.(2)II.2.
Anatomi Usus (5)Usus halus merupakan tabung yang kompleks,
berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup ileosekal.
Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada
kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah
abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi
semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum.
Pembagian ini agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit
perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting berdasarkan
perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari
pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejunum
ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang
berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan
berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini
berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung). Kira-kira
duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di region abdominalis
media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region
abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada junctura denojejunalis
dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior
abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas
yang dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang
pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding
posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan
dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca
kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya
cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan
peritoneum yang memgbentuk messenterium.
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang
sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai
kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada
usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi
makin dekat anus semakin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum
terdapat katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung
sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus
besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum,
desendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum
ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan
lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke
kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon
transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura
koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum,
waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk
fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi
kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid
bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian
posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon
sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis
dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri
sebagai anus dalan perineum.
Gambar 1. Sistem saluran pencernaan.
II.2.1. Histologi(5)Dinding usus halus dibagi kedalam empat
lapisan:
1. Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak
lengkap di atas duodenum, hampir lengkap di dalam usus halus
mesenterica, kekecualian pada sebagian kecil, tempat lembaran
visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus.
2. Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris
membentuk tunica muscularis usus halus. Ia paling tebal di dalam
duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya
stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang
terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf
(Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua
lapisan otot.
3. Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat
longgar yang terletak diantara tunica muskularis dan lapisan tipis
lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah mukosa. Dalam
ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh
limfe. Di samping itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.
4. Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars
superior duodenum, tersusun dalam lipatan sirkular tumpang tindih
yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing lipatan ini
ditutup dengan tonjolan, villi..
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat
menambah luas permukaan dan membantu fungsi absorpsi yang merupakan
fungsi utamanya:
1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan
sirkular yang dinamakan valvula koniventes (lipatan kerckringi)
yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10 mm. Lipatan-lipatan
ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat
pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada
radiogram.
2. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari
mukosa yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di
sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat
dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa
menyerupai beludru.
3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan
panjang sekitar 1 pada permukaan luar setiap villus. Mikrovilli
terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak sebagai brush border
pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas
permukaannya hanyalah sekitar 2.00 cm. Valvula koniventes, vili dan
mikrovili bersama-sama menambah luas permukaan absorpsi sampai 2
juta cm, yaitu menigkat seribu kali lipat.
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian
usus lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada
usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak
sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia
koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum
mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang
taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus
tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum
yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa
usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan
tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkn (kelenjar
intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel
goblet daripada usus halus.
II.2.2 Vaskularisasi(5)Pada usus halus, arteri mesentericus
superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri seliaka.
Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang
sebagian atas duodenum adalah arteri pancreotico duodenalis
superior, suatu cabang arteri gastroduoodenalis. Sedangkan separoh
bawah duodenum diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis
inferior, suatu cabang
arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang
memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain
untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga
diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena
messentericus superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk
vena porta.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi
belahan bagian kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga
proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika dekstra,
(3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi
bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens
dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra,
(2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.
II.2.3. Pembuluh Limfe(5)Pembuluh limfe duodenum mengikuti
arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas melalui nodi lymphatici
pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke nodi lymphatici coeliacus: dan ke bawah, melalui nodi
lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi
lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici
mesentericus suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri
mesentericus superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus
superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar
limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika.
Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan
limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior,
sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan
kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus
inferior.
II.2.4. Persarafan Usus(5)Saraf-saraf duodenum berasal dari
saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus
superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis
merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik
sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut
parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang
terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan
submukosa.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol
voluntar. Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh
serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus
saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi
oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus
superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya
mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga
distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus.
Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut
simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter
rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek
berlawanan.
II.2.4.1. Kontrol saraf terhadap fungsi gastrointestinal(7)
Sistem gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang
disebut sistem saraf enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di
dinding usus, mulai dari esophagus dan memanjang sampai ke anus.
Jumlah neuron pada sistem enterik ini sekitar 100 juta, hampir sama
dengan jumlah keseluruhan pada medulla spinalis; hal ini
menunjukkan pentingnya sistem enterik untuk mengatur fungsi
gastrointestinal.
Sistem enterik terutama terdiri atas dua pleksus, satu pleksus
bagian luar yang terletak diantara lapisan otot longitudinal dan
sirkular, disebut pleksus Mienterikus atau pleksus auerbach, dan
pleksus bagian dalam, disebut pleksus submukosa atau pleksus
Meissner, yang terletak di dalam submukosa. Pleksus Mienterikus
terutama mengatur pergerakan gastrointestinal dan pleksus submukosa
terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah
lokal.
Kedua pleksus tersebut berhubungan dengan serat-serat simpatis
dan parasimpatis. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi
dengan sendirinya, tidak bergantung pada saraf-saraf ekstrinsik
ini, perangsangan oleh sistem parasimpatis dan simpatis dapat
mengaktifakan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih
lanjut.
Ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epithelium
gastrointestinal atau dinding usus dan kemudian mengirimkan
serat-serat afferent ke kedua sistem enterik juga ke ganglia
prevertebral dari sistem saraf simpatis, beberapa berjalan melalui
saraf simpatis ke medulla spinalis dan yang lainnya berjalan
melalui saraf vagus ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini
mengadakan refleks-refleks local di dalam usus itu sendiri dan
refleks-refleks lain yang disiarkan kembali ke usus baik dari
ganglia prevertebral maupun dari daerah basal sistem saraf
pusat.
II.2.4.2. Pengaturan otonom traktus gastrointestinal(7)
Persarafan parasimpatis. Persarafan parasimpatis ke usus dibagi
atas divisi cranial dan divisi sacral. Kecuali untuk beberapa serat
parasimpatis di regio mulut dan faring dari saluran pencernaan,
parasimpatis divisi cranial hampir seluruhnya berasal dari saraf
vagus. Saraf ini member inervasi yang luas pada esophagus, lambung
pankreas dan sedikit ke usus sampai separuh pertama bagian usus
besar. Parasimpatis sacral berasal dari segmen sacral medulla
spinalis kedua, ketiga dan keempat dari medulla spinalis serta
berjalan melalui saraf pelvis ke separuh bagian distal usus besar.
Area sigmoid, rectum dan anus dari usus besar diperkirakan mendapat
persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada bagian usus yang
lain.
Persarafan simpatis. Serat-serat simpatis yang berjalan ke
traktus gastrointestinal berasal dari medulla spinalis antara
segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar preganglionik yang mempersarafi
usus, sesudah meninggalkan medulla , memasuki rantai simpatis dan
berjalan melalui rantai ke ganglia yang letaknya jauh, seperti
ganglion seliakus dan berbagai ganglion mesenterikus. Ujung-ujung
saraf simpatis mensekresikan norepineprin.
Pada umunya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat
aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek
yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem
parasimpatis.
II.2.4.3. Refleks-refleks gastrointestinal(7)1. Refleks-refleks
yang seluruhnya terjadi di dalam sistem saraf enterik.
Refleks-refleks tersebut mengatur sekresi gastrointestinal,
peristaltic, kontraksi campuran, efek penghambatan local dan
sebagainya.
2. Refleks-refleks dari usus ke ganglia simpatis prevertebral
dan kemudian kembali ke traktus gastrointestinal. Refleks ini
mengirim sinyal untuk jarak yang jauh dalam traktus
gastrointestinal, seperti sinyal dari lambung untuk menyebabkan
pengosongan kolon (refleks gastrokolik), sinyal dari kolon dan usus
halus untuk menghambat motilitas lambung dan sekresi lambung
(refleks enterogastrik) dan refleks dari kolon untuk menghambat
pengosongan isi ileum ke dalam kolon (refleks kolonoileal).
3. Refleks-refleks dari usus ke medulla spinalis atau batang
otak dan kemudian kembali ke traktus gastrointestinal. Meliputi
refleks mengatur aktifitas motorik dan sekresi lambung, refleks
nyeri yang menimbulkan hambatan umum pada seluruh traktus
gastrointestinal dan refleks defekasi.(7)II.3. Fisiologi
Usus(5)Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan
absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai
dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan
pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum
terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu
menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim.
Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih luas bagi
kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah
usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat
pada brush border vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil
diabsorpsi.
Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis
gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem
saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus mencampur
zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan
sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah
satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk
absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.
Dalam proses motilitas terjadi dua gerakan yaitu:1. Gerakan
propulsif yaitu gerakan mendorong atau memajukan isi saluran
pencernaan sehingga berpindah tempat ke segmen berikutnya, dimana
gerakan ini pada setiap segmen akan berbeda tingkat kecepatannya
sesuai dengan fungsi dari regio saluran pencernaan, contohnya
gerakan propulsif yang mendorong makanan melalui esofagus
berlangsung cepat tapi sebaliknya di usus halus tempat utama
berlangsungnya pencernaan dan penyerapan makanan bergerak sangat
lambat.2. Gerakan mencampur, gerakan ini mempunyai 2 fungsi yaitu
mencampur makanan dengan getah pencernaan dan mempermudah
penyerapan pada usus.Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir
pencernaan karbohidrat, lemak dan protein (gula sederhana,
asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui dinding usus ke
sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel tubuh.
Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi
berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif
yang sebagian kurang dimengerti.
Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase
pankreas ; hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel.
Misel kemudian memasuki membran sel secara pasif dengan difusif,
kemudian mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu yang
kembali ke dalam lumen usus dan asam lemak serta monogliserida ke
dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan
digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk
membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal.
Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju
ke vena porta. Garam empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi
enterohepatik dalam ileum distalis. Dari kumpulan 5 gram garam
empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap
hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.
Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses
proteolisis. Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan
oleh enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase,
eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan
asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa
dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi.
Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis
pati menjadi maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan disakarida.
Kemudian disakarida ini, bersama dengan disakarida utama lain,
laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida glukosa,
galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase, sukrase, maltase, dan
isimaltase untuk pemecahan disakarida terletak di dalam mikrovili
brush border sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi
monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu
mereka berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan,
monosakarida, glukosa, galaktosa, dan fruktosa, kemudian segera
disbsorpsi ke dalam darah porta.
Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan
cairan duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh,
kebanyakan diabsorpsi. Air secara osmotik dan secara hidrostatik
diabsorpsi atau melalui difusi pasif. Natrium dan khlorida
diabsorpsi dengan pemasangan zat telarut organik atau secara
transport aktif. Bikarbonat diabsorpsi secara pertukaran
natrium/hidrogen. Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam
duodenum dan jejenum, dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan
vitamin D. Kalium diabsorpsi secara difusi pasif.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan
dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting
adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap
pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir
yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi
berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai
pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut
membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah
dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml
diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5
liter/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari
kolon kanan, meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan
pola yang paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon,
kontraksi ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan,
kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum,
pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik,
20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali
sehari, terjadi dengan defekasi.
Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10-10/gram.
Anaerob > aerob. Bakteroides paling umum, Escherichia coli
berikutnya. Sumber penting vitamin K. Gas kolon berasal dari udara
yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen. Nitrogen,
oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk
hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak
tercerna. Normalnya 600 ml/hari.(5)
Fungsi motorik pada saluran pencernaan tergantung pada kontraksi
sel otot polos dan integrasi dan modulasi oleh saraf enterik dan
ekstrinsik. Kontraksi yang terjadi sepanjang saluran pencernaan
dikendalikan oleh myogenic, mekanisme saraf dan kimia. Kekacauan
mekanisme yang mengatur fungsi motorik pencernaan ini dapat
menyebabkan motilitas usus berubah.
1. Neurogenik. Modulator motilitas gastrointestinal meliputi
sistem saraf pusat (SSP), saraf otonom, dan sistem saraf enterik
(ENS). ENS merupakan cabang bebas dari sistem saraf perifer,
terdiri dari sekitar 100 juta neuron dibagi dalam dua pleksus
ganglion (Gambar 22-2). Pleksus myenteric yang lebih besar, juga
dikenal sebagai pleksus Auerbach, terletak di antara lapisan otot
longitudinal dan sirkular dari externa muskularis; pleksus ini
berisi neuron yang bertanggung jawab atas motilitas
gastrointestinal dan regulasi output enzimatik dari organ-organ
yang berdekatan. Pleksus submukosa yang lebih kecil disebut sebagai
pleksus Meissner's. ENS berhubungan langsung dengan usus sel otot
polos, tetapi juga memainkan peran penting dalam fungsi aferen
visceral.
2. Myogenic mekanisme kontrol termasuk faktor yang terlibat
dalam mengatur aktivitas listrik yang dihasilkan oleh sel otot
polos pada saluran pencernaan. Sebuah komponen penting dari sistem
kontrol myogenic adalah kegiatan pacu listrik yang berasal dari
sel-sel interstisial dari Cajal (ICC). ICC membentuk sistem alat
pacu jantung nonneural terletak di antara lapisan otot sirkuler dan
longitudinal dari usus kecil. Yang mana-mana gelombang lambat dari
usus kecil, biasanya disebut sebagai aktivitas kontrol listrik
(ECA) dan potensi perintis (PP), berasal dari jaringan ICC
berhubungan dengan pleksus Auerbach. Selain menghasilkan alat pacu
jantung kegiatan, ICC tampaknya berfungsi sebagai perantara antara
neurogenik (ENS) dan myogenic sistem kontrol karena mereka secara
luas dipersarafi dan berada di dekat sel otot polos
gastrointestinal.3. Kimia kontrol mengacu pada pengamatan kontraksi
otot polos gastrointestinal selama periode depolarisasi dari
membran potensial, hanya terjadi jika ada neurotransmiter seperti
asetilkolin. Jarak terjadinya kontraksi tergantung dari banyaknya
panjang dari segmen yang menunjukkan aktivitas kontrol listrik dan
panjang segmen neurokimia bersebelahan yang diaktifkan
4. kontrol saraf ekstrinsik dari fungsi motorik gastrointestinal
dapat dibagi lagi menjadi aliran parasimpatis kranial dan sakral
dan pasokan torakolumbalis simpatik. Saraf kranial terutama melalui
saraf vagus, yang mempersarafi saluran pencernaan dari lambung ke
usus besar kanan dan terdiri dari serat preganglionik kolinergik
yang bersinaps dengan ENS. Pasokan serat simpatis ke perut dan usus
kecil muncul dari tingkat T5 sampai T10 dari kolom
intermediolateral sumsum tulang belakang. The celiac prevertebral,
mesenterika superior, dan mesenterika inferior ganglia simpatis
memainkan peran penting dalam integrasi impuls aferen antara usus
dan SSP.II.4. Etiologi Ileus Paralitik
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses
intraabdominal seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau
iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis, perdarahan);
(2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang
memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes
ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia,
hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan
yang mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik,
fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama kali
yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan
kolon (48-72 jam).(2)
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa
adanya obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu
dan gagal untuk mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong
terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi
adalah keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang,
ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut.
Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah
motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama
lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus adynamic atau
ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan
retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus
tercatat terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus
dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi
kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien
dengan ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan
risiko komplikasi paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena
gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan biaya perawatan
medis karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit.(2)
Beberapa penyebab terjadinya ileus:
Trauma abdomen
Pembedahan perut (laparatomy)
Serum elektrolit abnormalitas
1. Hipokalemia
2. Hiponatremia
3. Hipomagnesemia
4. Hipermagensemia
Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )
3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum
Iskemia usus1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )
Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic 6. RadioterapiII.5. Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari
terangsangnya sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat
aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek
yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis.
Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada
tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot
polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya), dan (2)
pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari
noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi,
perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat
pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal. (7)
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf
enterik akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada
traktus gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus
yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik,
beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan
suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal
vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.Menurut beberapa hipotesis,
ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat busur refleks
tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat:
ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan
sumsum tulang belakang. Refleks panjang yang paling signifikan.
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan
mediator inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.
Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat
diklasifikasikan seperti yang tercantum dibawah ini:
Kausa Ileus Paralitik
Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan
timbal, kolik ureter, iritasi persarafan splanknikus,
pankreatitis.
Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama
hipokalemia), uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE,
sklerosis multiple
Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin,
antihistamin.
Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi
sistemik berat lainnya.
Iskemia Usus.
Neurogenik
Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus
pada operasi abdominal.
Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan
neurotransmitter asetilkolin.(6) Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan
jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk
lemak, asam lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin
mempunyai efek yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung
empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu
kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi
lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga
menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat
bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu,
hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari lambung untuk
memberi waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di
traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam
lambung juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun
sekretin berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan
petida penghambat asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak
dan asam amino. (7) Inflamasi
Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi
dari pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan
tonus otot polos usus dan menghambat gerak peristaltik
terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi. (7) Opioid:
efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot
polos usus.(5)II.6. Manifestasi Klinik
Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya
gerakan usus yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan
aktifitas simpatik yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah
semua prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada: usus
kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari. (4)Pasien ileus
paralitik akan mengeluh perutnya kembung ( abdominal distention),
anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu
dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien
ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai
nyeri kolik abdomen yang paroksismal.Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan bising
usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama
sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak
pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri
tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya
peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran
peritonitis.(1)II.7. Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa
silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto
polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi
dari usus, rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga
mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman
diperut tanpa disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik InspeksiDapat ditemukan tanda-tanda
generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit
maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang
kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defence muscular involunter
atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk
mengetahui penyebab ileus.
Perkusi
Hipertimpani
Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen)
dan borborigmi
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa
penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit
darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto
polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada
ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan
usus besar. Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up
(segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus
obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak
tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih
meragukan, dapat dilakukan foto abdomen dengan mempergunakan
kontras.
II.8. Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.
Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer dan pemberiaan
nutrisi yang adekuat.(1) Prognosis biasanya baik, keberhasilan
dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi
berulang.(3) Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik
(simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata
hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan
pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian
cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral
hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip
pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu
metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat
untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan
bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan.(1)
Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang tidak berespon
setelah pengobatan konservatif.(3)1. Konservatif Penderita dirawat
di rumah sakit.
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte Dipasang kateter urin untuk
menghitung balance cairan.
2. Farmakologis Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob
dan aerob.
Analgesik apabila nyeri.
Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
3. Operatif Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah
kecuali disertai dengan peritonitis.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric
untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik
bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui
laparotomi.
o Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
o Reseksi usus dengan anastomosis
o Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.II.9. Diagnosis
banding
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan
umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai
sindrom Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.
Pseudo-obstruction Pseudo-obstruksi (6)Pseudo-obstruksi
didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensii dari
usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak
adanya gangguan mekanik. Beberapa teks dan artikel cenderung
menggunakan ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua
kondisi itu adalah hal yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas
terbatas pada usus besar saja, sedangkan ileus melibatkan baik usus
kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam klasik
pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring
lama di tempat tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal
serius atau pada pasien trauma. Agen farmakologis, aerophagia,
sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat berkontribusi untuk
kondisi ini.Kondisi
kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien
dengan penyakit kolagen-vaskular, miopati viseral, atau neuropati.
Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik
dari usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya
kompleks motorik yang berpindah dan bakteri berlebih. semua hal ini
bermanifestai klinik sebagai obstruksi usus kecil.
Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa
rasa sakit, namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip
obstruksi. Radiografi dari foto polos abdomen mengungkapkan adanya
keadaan yang terisolasi, dilatasi usus proksimal yang membesar,
seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan pencitraan
kontras membedakan ini dari obstruksi mekanik.
Ogilvie pseudo-obstruksi pada pasien dengan infeksi . Perhatikan
besar dilatasi kolon, terutama kolon kanan dan sekum.
Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama
jika diameter caecum melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk
pseudo-obstruksi adalah 50% jika pasien berkembang menjadi nekrosis
iskemik dan perforasi.
Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube,
koreksi ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang
menghambat motilitas usus. Dekompresi melalui kolonoskopi cukup
efektif dalam mengurangi pseudo-obstruksi. Neostigmine intravena
mungkin juga efektif, menghasilkan perbaikan pseudo-obstruksi dalam
waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari neostigmine diinfuskan
perlahan-lahan selama 3 menit dengan pengawasan jantung untuk
mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin harus
diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan
iskemia merupakan jalan terakhir.
Obstruksi Mekanik
Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus ,
hernia, intususepsi , benda asing, atau neoplasma. Pasien datang
dengan nyeri kram perut berat yang paroksismal. Pemeriksaan fisik
ditemukan borborygmi bertepatan dengan kram perut. Pada pasien yang
kurus, gelombang peristaltik dapat divisualisasikan. Dengan
auskultasi dapat terdengar suara bernada tinggi, denting suara
bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga
tidak jika katup ileocecal kompeten dalam mencegah refluks. Tanda
peritoneal terlihat nyata jika pasien mengalami strangulasi dan
perforasi.
Menegakkan diagnosis dari obstruksi usus mekanik dapat dibantu
dengan pencitraan endoskopi menggunakan kontras.
Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri.
Perhatikan tidak adanya gas usus sepanjang usus besar.(6)Tabel
berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan
obstruksi mekanis.Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan
Mekanik Sumbatan. (6)IleusPseudo-obstruksiMekanikal Obstruksi
Gejala
sakit perut, kembung, mual, muntah, konstipasi
nyeri kram perut, konstipasi, obstipasi, mual, muntah,
anoreksia
nyeri kram perut, konstipasi, obstipasi, mual, muntah,
anoreksia
Temuan Pemeriksaan Fisik
Silent abdomen, kembung, timpani
Borborygmi, timpani, gelombang peristaltik, bising usus
hiperaktif atau hipoaktif, distensi, nyeri terlokalisasi
Borborygmi, timpani, gelombang peristaltik, bising usus
hiperaktif ayau hipoaktif, distensi, nyeri terlokalisasi
Gambaran Radiografi
dilatasi usus kecil dan besar, diafragma meninggi
dilatasi usus besar yang terlokalisir, diafragma meninggi
Bow-shaped loops in ladder pattern, berkurangnya gas kolon di
distal, diafragma agak tinggi, air fluid level.
Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.(6)Macam
ileusNyeri UsusDistensiMuntah borborigmiBising ususKetegangan
abdomen
Obstruksi simple tinggi++
(kolik)++++Meningkat-
Obstruksi simple rendah+++
(Kolik)++++
Lambat, fekalMeningkat-
Obstruksi strangulasi++++
(terus-menerus, terlokalisir)+++++Tak tentu
biasanya meningkat+
Paralitik++++++Menurun-
Oklusi vaskuler+++++++++++Menurun+
II.10. Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus
itu sendiri. Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini
biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam.
Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian
jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk menghapus
jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani
maka prognosis menjadi lebih baik.
Daftar Pustaka
1. Staff pengajar bagian ilmu bedah FKUI Jakarta. Kumpulan
kuliah ilmu bedah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.p.484-7. 2.
Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2006.p.31.
3. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi
ke-6. Jakarta: EGC; 2004.4. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mattox KL. Sabiston Textbook of Surgery. Ed 18th. Elsevier Inc.
20075. Bailey H, Love M. editor Williams SN, Bulstrode CJK, OConnel
P. Bailey & Loves Short Practice of Surgery. 25th ed. Great
Britain by Hodder Arnold. 2008. P(1157-1184)6. Sjamsuhidajat-de
Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EGC. 20107. Way LW,
Doherty GM. Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11th ed.
New York : Mc Graw-Hill. 2003. p716 25.34