BAB IILAPORAN KASUS
2.1 IdentifikasiNama: Tn. COUsia: 73 tahunJenis Kelamin:
Laki-lakiPekerjaan : PetaniKebangsaan: IndonesiaAgama: IslamStatus:
MenikahAlamat: PedamaranMRS: 29 Oktober 2014Nomor Rekam Medis:
8440800
2.2 AnamnesisKeluhan Utama:Nyeri perut kanan atas
Riwayat Perjalanan Penyakit:Kurang lebih 1 tahun sebelum masuk
rumah sakit os mengeluh nyeri pada perut sebelah kanan atas dan
pinggang, nyeri perut bersifat hilang timbul dan berlangsung 15
menit sampai 1 jam dan terasa tajam. Nyeri perut timbul terutama
setelah penderita makan makanan berlemak. Penderita juga mengeluh
nyeri pada bahu sebelah kanan, mual (+), muntah (-), demam (-),
riwayat kuning (-). Os juga mengeluh nyeri kepala. BAK normal,
frekuensi 3-4 kali/hari, warna kuning muda, darah (-), nyeri saat
BAK (-), BAK berpasir (-). BAB normal, frekuensi 1 kali sehari,
konsistensi lunak, warna cokelat, darah (-), lendir (-).Riwayat
merokok 20 tahun (+).Pada tanggal 30 Agustus 2014 penderita berobat
ke dokter kemudian dilakukan USG dengan hasil terdapat batu pada
kandung empedu berukuran 3.71cm. Os dibawa ke RSMH untuk
dioperasi
Riwayat Penyakit Dahulu:Riwayat penyakit dengan keluhan yang
sama disangkalRiwayat sakit maag disangkalRiwayat sakit kuning
disangkalRiwayat pernah mengalami trauma pada perut kanan atas
disangkalRiwayat hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:Sepupu pernah didiagnosis dengan
penyakit yang sama
2.3 Pemeriksaan FisikStatus Generalis (30 September 2014)Keadaan
umum: tampak sakit sedangKesadaran: E4M6V5Gizi: cukupPernapasan:
22x/menitNadi: 92x/menitTekanan darah:120/80 mmHgSuhu: 37,1O
CKepala: Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-Pupil:
Isokor, refleks cahaya +/+Leher: tidak ada
kelainanKelenjar-kelenjar: tidak ada pembesaranToraks: tidak ada
kelainanAbdomen: lihat status lokalisGenitalia eksterna: tidak ada
kelainanEkstremitas superior: tidak ada kelainanEkstermitas
inferior: tidak ada kelainanStatus lokalisRegio AbdomenInspeksi :
simetris, datar, tidak ada benjolan. Palpasi : lemas, nyeri tekan
di perut kanan atas, Murphy sign (-), hepar dan lien tidak teraba,
tidak teraba massa pada ke empat kuadran abdomen.Perkusi : timpani
di seluruh kuadran abdomenAuskultasi : bising usus (+) normal, 6
x/menit
Pemeriksaan USG (30 Agustus 2014)Hepar: ukuran besar dan bentuk
masih normal, permukaan masih licin, tepi tajam, parenkim homogen
lunak, v. porta/v. hepatica normal, tidak tampak pelebaran saluran
bilier intra/ekstra hepater.Gall blader: batu (+) dengan ukuran
3,71 cm, Batu multiple (kecil-kecil bersatu)Ginjal kanan &
kiri: ukuran normal, batas korteks medula jelas, pelebaran kaliks
(-), batu (-)Lien: ukuran normal, parenkim normalPankreas:
normalVesica Urinaria : tidak membesar, dinding tidak menebal tidak
Nampak batu/massaKesan: cholecistolithiasis multiple di gall
bladder ukuran 3,71cm
2.4 Diagnosis Banding1. Kolelitiasis2. Kolesistitis3. Kolangitis
4. Ulkus petikum
2.5 Diagnosis Kerja Kolelitiasis
2.6 Penatalaksanaan Edukasi Informed consent Analgetik Diet
rendah lemak Kolesistektomi
2.7 PrognosisQuo ad vitam: bonamQuo ad functionam: bonam
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
3.1 AnatomiVesica billiaris (kandung empedu) adalah sebuah
kantong berbentuk buah pir yang terletak pada permukaan bawah
(fascies viceralis) hepar. Vesica billiaris mempunyai kemampuan
menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya, serta
memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air. Vesica billiaris
dibagi menjadi fundus, corpus, dan collum. Fundus vesica billiaris
berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah margo inferior hepar,
penonjolan ini merupakan tempat fundus bersentuhan dengan dinding
anterior abdomen setinggi ujung cartilago costalis IX dextra.
Corpus vesica billiaris terletak dan berhubungan dengan facies
visceralis hepar dan arahnya ke atas, belakang, dan kiri. Collum
vesica biliaris melanjutkan diri sebagai duktus sistikus yang
berbelok dalam omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan ductus
hepaticus communis untuk membentuk ductus choledochus. Peritoneum
meliputi seluruh bagian fundus vesica biliaris dan menghubungkan
corpus dan collum vesica biliaris dengan facies visceralis hepar.
HubunganKe anterior: dinding abdomen dan facies visceralis heparKe
posterior : colon transversum serta pars superior dan descendens
duodenum. PerdarahanArteriae arteria cystica, cabang arteria
hepatica dextraVenae vena cystica mengalirkan darah langsung ke
vena porta. Sejumlah arteria dan venae kecil juga berjalann
diantara hepar an vesica biliaris.
Aliran limfeCairan limfe mengalir ke nodus cysticus yang
terletak dekat collum vesica biliaris. Dari sini, pembuluh limf
berjalan ke nodi hepatici dengan berjalan sepanjang perjalanan
arteria hepatica communis dan kemudian ke nodi coelici. Persarafan
Saraf simpatis dan parasimpatis membentuk plexus coeliacus. Vesica
biliaris berkontraksi sebagai respon terhadap hormon kolesistokinin
yang dihasilkan oleh tunica mucosa duodenum karena masuknya makanan
berlemak dari gaster.
Gambar 1: Anatomi Kandung EmpeduSumber : Moore, K. L. and A. F.
Dalley. 2006. Clinically Oriented Anatomy, 5th Ed.Lippincott,
Williams & Wilkins, Baltimore.3.2 FisiologiVesica biliaris
berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. Vesica biliaris
mempunyai kemampuan untuk memekatkan empedu, dan untuk membantu
proses ini, mukosavesica biliaris mempunyai lipatan-lipatan
permanen yang saling berhubungan sehingga permukaannya tampak
seperti sarang tawon. Sel-sel toraks yang terletak pada permukan
mukosa mempunyai banyak vili. Empedu diproduksi oleh sel hepatosit
sebanyak 500-1500 ml per hari. Di luar waktu makan, empedu disimpan
untuk sementara di dalam kandung empedu, dan disini mengalami
pemekatan sekitar 50%.Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga
faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu,
dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang
dihasilkan akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah
makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu
mengalir kedalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti
disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan
lebih tinggi daripada tahanan sfingter. Empedu dialirkan ke
duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial vesica
biliaris. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke
dalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin
dari tunica mucosa duodenum. Lalu hormon masuk ke dalam darah dan
menimbulkan kontraksi vesica biliaris. Pada saat yang bersamaan,
otot polos yang terletak apda ujung distal ductus choledocus dan
ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang pekat
ke dalam duodenum. Garam-garam empedu di dalam cairan empedu
penting untuk mengemulsikan lemak di dalam usus serta membantu
pencernaan dan absorbsi lemak. Garam empedu, lesitin, dan
kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya
adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.Garam empedu
adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari
kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan
balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau
diperlukan.
3.3 Kolelitiasis 3.3.1 DefinisiKolelitiasis dimaksudkan untuk
penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu.
Sebagian besar batu empedu terutama batu kolesterol terbentuk di
dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). Kalau batu kandung empedu
ini berpindah ke dalam saluran empedu sekunder atau
koledokolitiasis sekunder. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal
dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di
dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu primer
saluran empedu, harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Ada Massa
asimptomatik setelah kolesistektomi, morfologik cocok dengan batu
empedu primer, tidak ada striktur pada duktus koledokus atau tidak
ada sisa duktus sistikus yang panjang. Khusus untuk orang Asia,
dapat ditemukan sisa cacing askaris atau cacing jenis lain di dalam
batu tersebut. Morfologik batu primer saluran empedu antara lain
bentuknya ovoid, lunak, rapuh, seperti lumpur atau tanah, dan warna
coklat muda sampai coklat gelap. 3.3.2 KlasifikasiMenurut gambaran
makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkan atas 3
(tiga) golongan, yaitu:a) Batu kolesterolBerbentuk oval, multifokal
ataumulberrydan mengandung lebih dari 70% kolesterol.b) Batu
kalsium bilirubinan (pigmen coklat)Berwarna coklat atau coklat tua,
lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai
komponen utama.c) Batu pigmen hitamBerwarna hitam atau hitam
kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat
hitam yang tak terekstraksi.
3.3.3 EpidemiologiInsiden kolelitiasis di negara barat adalah
20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka
kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di
negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya
berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.
3.3.4 Etiologi/Faktor ResikoKolelitiasis dapat terjadi dengan
atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor
resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:a.
Jenis KelaminWanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon
esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh
kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil
kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan
kandung empedu.b. UsiaResiko untuk terkena kolelitiasis meningkat
sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun
lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang degan usia yang lebih muda.c. Berat badan (BMI)Orang
denganBody Mass Index(BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan
kandung empedu.d. MakananIntake rendah klorida, kehilangan berat
badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal)
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.e. Riwayat
keluargaOrang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko
lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.f. Aktifitas
fisikKurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi.g. Penyakit usus halusPenyakit yang
dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.h. Nutrisi
intravena jangka lamaNutrisi intravena jangka lama mengakibatkan
kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak
ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko
untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
3.3.5. Manifestasi KlinisPenderita batu kandung empedu baru
memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat duktus
sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya
bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai
berat karena adanya komplikasi.
Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang
disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri
kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai
nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat
teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat
juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya
derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin
tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra
hepatic.Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar
pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi
transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier
tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak
memperlihatkan inflamasi akut.Kolik bilier biasanya timbul malam
hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 60 menit, menetap,
dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat
menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen
kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus
dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada
banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.Diagnosis dan
pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara
lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis,
pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu
empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung
empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan
dapat berakibat fatal.Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis
akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi
duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut.Pasien
dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan
telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis
akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu
dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo
kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis.Batu kandung empedu dapat
migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus
(koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk
di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan
penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan
yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus
obstruktif yang nyata.Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk
ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan
obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis
akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang
tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan
dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi
penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan
pankreatitis.
Gambar 4: Manifestasi klinis yang umum terjadi
3.3.6. PatogenesisHepatolithiasis ialah batu empedu yang
terdapat di dalam saluran empedu dari awal percabangan duktus
hepatikus kanan dan kiri meskipun percabangan tersebut mungkin
terdapat di luar parenkim hati. Batu tersebut umumnya berupa batu
pigmen yang berwarna cokelat, lunak, bentuknya seperti lumpur dan
rapuh. Hepatolihiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik rekurens
atau kolangitis oriental yang sering sulit penanganannya. Batu
kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui
duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran
empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala
kolik empedu. Pasase batu berulang melalui duktus sistikus yang
sempit dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat
menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus dan striktur. Kalau
batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu
besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada di sana
sebagai batu duktus sistikus. Kolelthiasis asimtomatik biasanya
diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan ultrasonografi,
pembuatan foto polos perut, atau perabaan sewaktu operasi. Pada
pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak ditemukan kelainan.
3.3.7 DiagnosisAnamnesisDalam anamnesis perlu ditanyakan
gejala-gejala yang terjadi pada kolelitiasis. Setengah sampai dua
pertiga penderita batu kandung empedu adalah asimptomatik. Keluhan
yang mungkin timbul berupa dispepsia yang kadang disertai
intolerans terhadap makanan berlemak.Pada yang simptomatik,
keluahan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan
atas atau prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang-kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Penyebaran terjadi ke punggung
bagian tengah, skapula, atau kepuncak bau, disertai mual dan
muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
menghilang setelah mengkonsumsi antasida. Kalau terjadi
kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu
menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari
tangan sehingga pasien berhenti menarik nafas yang merupakan tanda
rangsangan peritoneum.
Pemeriksaan fisikBatu kandung empeduKalau ditemukan kelainan,
biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut
dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema
kadung empedu, atau pankreatitisPada pemeriksaan ditemukan nyeri
tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomi kandung
empedu. tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
napas.Batu saluran empeduBatu saluran empedu tidak menimbulkan
gejala atau tanda dalam fase tenang. Kadang teraba hati agak
membesar dan sklera ikterik. Patut diketahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg-dl, gejala ikterik tidak jelas.
Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul
ikterus klinis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya
disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan
beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai
sedang biasanya kolangitis bakterial nonpiogenik yang ditandai
dengan trias charcot, yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah
hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangitis, biasanya berupa
kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade
Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan
kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma. Kalau
ditemukan riwayat kolangitis yang hilang timbul, harus dicurigai
kemungkinan hepatolitiasis.
Pemeriksaan penunjanga. Pemeriksaan laboratoriumBatu kandung
empedu yang asimtomatik umunya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi
leukositosis. Apabila ada sindrom Mirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu,
dinding yang udem di daerah kantong 1artmann, dan penjalaran radang
ke dinding yang tertekan tersebut. Kadar bilirubin serum yang
tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus.
Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap kali ada serangan akut. b.
Pemeriksaan pencitraanUltrasonografi mempunyai derajat spesifisitas
dan sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu
dan pelebaran saluran empedu intrahepatikmaupun ekstrahepatik.
Dengan ultrasonografi juga dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udem karena peradangan maupun sebab
lain. Batu yang terdapat ada duktus koledokus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang udara dalam usus. Dengan ultrasonografi,
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren
lebih ejlas daripada dengan palpasi biasa.Foto polos perut tidak
memberikan gambaran yang khas. Kadang kandung empedu yang
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dari
foto polos. Kolesistografi dengan kontras, untuk penderita tertentu
dilakukan karena relatif murah, sederhana dan cukup akurat untuk
melihat batu radiolusen. Foto rontgen dengan kolangipankretikografi
endoskopi retrograd di appila vater (ERCP) atau melalui
kolongiografi transhepatik perkutan (PTC) berguna untuk pemeriksaan
batu kandung emepdu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat
dideteksi dengan ultrasonografi dan kolesistografi oral, mislanya
karena batu kecil.
3.3.8 TatalaksanaJika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu
dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau
dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.
Pilihan penatalaksanaak antara lain:a) Kolesistektomi
terbukaOperasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan
pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling
bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang
terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk
prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.b) Kolesistektomi laparaskopiIndikasi awal hanya
pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis
akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan,
pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari
prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering
selama kolesistektomi laparaskopi.
c) Disolusi medisMasalah umum yang mengganggu semua zat yang
pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang
dikeluarkan. Zat disolusi hanya memrlihatkan manfaatnya untuk batu
empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya
batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,
kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.d) Disolusi kontakMeskipun
pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(metil-ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui
kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam
melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini
invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi
(50% dalam 5 tahun).e) Litotripsi Gelombang Elektrosyok
(ESWL)Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis
biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini.f) KolesistotomiKolesistotomi yang dapat
dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur
pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama
untuk pasien yang sakitnya kritis.
3.3.9 Terapi Ranitidin Komposisi: Ranitidina HCl setara
ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml injeksi. Indikasi: Ulkus
lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus
duodenum, hiperekresi asam lambung (Dalam kasus kolelitiasis
ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik).
Perhatian: Pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala
karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil. NaCl
NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida yang dimana
kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam
plasma tubuh. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida tetapi
kandungan osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang
ada dalam plasma tubuh.
3.3.10 Penatalaksanaan DietPada kasus kolelitiasis jumlah
kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan
karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme
lemak, sehingga klien dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair
rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang
berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan
karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan
tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa
lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi/teh.
3.3.11 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
kolelitiasis:a. Asimtomatikb. Obstruksi duktus sistikusc. Kolik
bilierd. Kolesistitis akut Empiema Perikolesistitis Perforasie.
Kolesistitis kronis Hidrop kandung empedu Empiema kandung empedu
Fistel kolesistoenterik Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya
makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu,
sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan
dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat
terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap
maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka
mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu
dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan
dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan
duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut
yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian
dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung
empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.Batu
kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai
duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat
menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga
berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis,
dan pankretitis.Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran
cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu
empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran
cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.
BAB IVANALISIS KASUS
Seorang laki-laki berusia 73 tahun datang ke RSMH dengan keluhan
nyeri perut kanan atas. Dari anamnesis didapatkan bahwa kurang
lebih 1 tahun sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh nyeri
pada perut sebelah kanan atas dan pinggang, nyeri perut bersifat
hilang timbul dan berlangsung 15 menit sampai 1 jam dan terasa
seperti terpelintir. Nyeri perut timbul terutama setelah penderita
makan makanan berlemak. Penderita juga mengeluh nyeri pada bahu
sebelah kanan, mual (+), muntah (-), demam (-), riwayat kuning (-).
BAK normal, frekuensi 3-4 kali/hari, warna kuning muda, darah (-),
nyeri saat BAK (-), BAK berpasir (-). BAB normal, frekuensi 1 kali
sehari, konsistensi lunak, warna cokelat, darah (-), lendir
(-).Pada tanggal 30 Agustus 2014 penderita berobat kemudian
dilakukan USG dengan hasil terdapat batu pada kandung empedu.
Penderita disarankan untuk dirujuk ke RSMH untuk dioperasi dan
dirawat di bangsal Aster D.Dari anamnesis ini diperoleh diagnosis
bandingnya yaitu kolelitiasis, kolesistitis, dan kolangitis.Dari
pemeriksaan fisik diperoleh status generalis dalam batas normal.
Pada status lokalis didapatkan palpasi abdomen lemas, nyeri tekan
di perut kanan atas, Murphy sign (-), hepar dan lien tidak teraba.
Tidak adanya demam dan tanda Murphy sign (-) ini menyingkirkan
diagnosis kolesistitis. Namun, belum menyingkirkan kolelitiasis.
Dari hasil USG diperoleh data bahwa Kandung Empedu bentuk dan
ukuran normal, dinding tidak menebal, tampak batu dengan ukuran
3,71 cm, dan tidak ada kolesistitis.Dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan USG ditegakkan diagnosis pada pasien ini yaitu
kolelitiasis. Terapi definitif pada pasien ini adalah
kolesistektomi. Prognosis pasien ini quo ad vitam bonam dan quo ad
fungtionam bonam.
1. Apa penyebab dari nyeri perut kanan atas?Jawab:Nyeri abdomen
berasal dari organ dalam abdomen yaitu termasuk peritoneum viseral
(nyeri viseral), peritoneum parietal, dan nyeri alir (referred).
Lokasi dari nyeri abdomen bisa mengarah pada lokasi organ yang
menjadi penyebab nyeri tersebut. Penyebab nyeri perut kanan atas
pada kasus ini antara lain: Kolelithitiasis Kolesistitis
Nefrolithiasis Pyelonefritis Kolangitis Abses hepar Ulkus peptikum
Pankreatitis akut
2. Apa komplikasi pada kasus ini ?Jawab :Komplikasi yang dapat
terjadi pada penderita kolelitiasis: Asimtomatik Obstruksi duktus
sistikus Kolik bilier Kolesistitis akut Empiema Perikolesistitis
Perforasi Kolesistitis kronis Hidrop kandung empedu Empiema kandung
empedu Fistel kolesistoenterik3. Apa diagnosis banding dari
kolelithiasis?Jawab : Kolelitiasis Kolesistitis Kolangitis
4. Apa tatalaksana kolelithiasis?Jawab:
Tatalaksana pada pasien kolelithiasis Edukasi pasien Diet Nasi
Biasa (Rendah Kolesterol) IVFD RL gtt xx/menit Inj. Ketorolac 3x1
ampul iv Inj. Ranitidin 3x1 ampul iv Segera rujuk ke dokter
spesialis bedah digestif atas indikasi Pro-kolesistektomi5. Apa
gejala kolelithiasis ?Jawab: Nyeri Epigastrium Intolenransi
terhadap makanan berlemak Nyeri kolik bilier Nyeri yang menyebar6.
Bagaimana klasifikasi batu empedu ?Jawab:a) Batu
kolesterolBerbentuk oval, multifokal ataumulberrydan mengandung
lebih dari 70% kolesterol.b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen
coklat)Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan
dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.c) Batu
pigmen hitamBerwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk,
seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak
terekstraksi.
7. Pemeriksaan penunjang apa saja yang boleh dilakukan pada
pasien kolelithiasis?Jawab: Pemeriksaan Laboratorium Ultrasonografi
(USG) Kolesistografi ERCP8. Bagaimana edukasi diet pada kasus ini ?
Jawab:Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu
ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik
mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien
dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari
kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani.
Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam
susu skim dan adapun makanan tambahan seperti: buah yang dimasak,
nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas,
roti, kopi/teh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa
Kedokteran Edisi ke-6. Jakarta: EGC.2. Moore, K. L. and A. F.
Dalley. 2006. Clinically Oriented Anatomy, 5th Ed.Lippincott,
Williams & Wilkins, Baltimore3. Netter, F. H. 2003. Atlas of
Human Anatomy, 3rd Ed.Icon Learning Systems, Teterboro.4.
Sjamsuhidajat, R. Jong, W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3.
Jakarta: EGC.5. Reshetny, Vasiliy Ivanovich. 2012. Concept of the
pathogenesis and treatment of cholelithiasis. World J Hepatol. 27;
4(2): 18-346. Cahyono. JBSB. Batu empedu. Jakarta: KanisiusH. 2009.
Hal.27.7. Bellows, Charles F. Berger, David H. Management of
Gallstones. American Family Physician. August 2005. Vol.27. No.4.8.
National Digestive Diseases Information Clearinghouse. Gallstone.
NIH Publication.2013. No. 132897.