LAPORAN KASUS Asma Bronkial Disusun Oleh : Hani Aqmarina (030.10.120) Pembimbing : dr. Mas Wisnuwardhana, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOTA BEKASI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2015
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KASUS
Asma Bronkial
Disusun Oleh :
Hani Aqmarina (030.10.120)
Pembimbing :
dr. Mas Wisnuwardhana, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKRSUD KOTA BEKASI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2015
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan .......................................................................................................... 3
BAB II Ilustrasi Kasus .............................................................................................. 4
BAB III Tinjauan Pustaka..................................................................................................... 16
Pasien seorang perempuan, 10 tahun, datang ke RSUD Kota Bekasi dengan keluhan
sesak sejak setengah jam sebelum masuk rumah sakit. Sudah 2 hari ini pasien sesak
secara hilang timbul. Serangan sesak muncul saat malam hari. Saat masuk rumah sakit
adalah sesak yang paling dirasa berat. Pasien mengaku sesak sedikit berkurang dalam
posisi duduk. Pasien juga mengeluh batuk berdahak, dahak berwarna putih, kurang
lebih sebanyak setengah sendok makan sekali keluar. Pasien memiliki riwayat asma
sejak usia 6 bulan dan setiap kali kambuh (pasien mengaku sesak lebih sering muncul
saat kecapekan, stres dan saat menghirup debu) selalu dibawa ke klinik, diuap, lalu
membaik. Namun kali ini, setelah dibawa ke klinik dan diuap, kondisi pasien tidak
juga membaik. Ayah pasien memiliki riwayat asma.
b) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum/ kesadaran : tampak sakit sedang/ compos mentis
Antropometri
Berat badan : 35 kg
Tinggi badan : 140 cm
Pemeriksaan thoraks pasien didapatkan wheezing pada kedua lapang paru saat
ekspirasi maupun inspirasi
c) Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis ringan (lab tanggal 16/6/15)
Hematokrit menurun (lab tanggal 17/6/15)
Glukosa darah sewaktu meningkat (lab tanggal 18/6/15)
d) Pemeriksaan penunjang
Foto thoraks PA, kesan: thoraks normal
IV. DIAGNOSIS KERJA
Asma bronkial episodik persisten serangan sedang
12
V. DIAGNOSIS BANDING
-
VI. PENATALAKSANAAN
- IVFD KaEn 3B 12 tpm
- Ambroxol 3 x 1 Cth
- Inhalasi/8 jam Ventolin 1 amp/jam
Nacl 2cc
VII. FOLLOW UP
17/6/2015
(07.00)
S Batuk berdahak (+), dahak sulit keluar.
Sesak pada jam 03.00 pagi, sesak dirasa berat sekali
O TTV: Suhu 36,1°C, Nadi 124 x/menit, RR 24 x/menit
KU: Tampak sakit sedang, pasien keadaan tenang
Mata: konjungtiva anemis -/-
Thoraks:
Cor: S1-S2 reguler, murmur -, gallop –
Pulmo: SN Vesikuler, rhonki -/-, wheezing +/+ saat ekspirasi
13
dan inspirasi
Abdomen: supel, BU (+) 3x/menit, nyeri tekan abdomen -,
hepar dan lien tidak teraba membesar, shifting dullness –
Ekstremitas: akral hangat, oedem -/-, CRT <2”
A Asma bronkial episodik persisten serangan sedang
P IVFD KaEn 3B 12 tpm
Ambroxol 3 x 1 Cth
Inhalasi/8 jam Ventolin 1 amp/jam
Nacl 2cc
18/6/2015
S Batuk berdahak (+), dahak warna putih, sekali keluar kurang
lebih sebanyak setengah sendok makan.
Sesak pada jam 04.30 pagi, sesak dirasa berat sekali sama
seperti sebelumnya. Nyeri dada saat serangan.
Pusing (+)
O TTV: Suhu 36,2°C, Nadi 96 x/menit, RR 24 x/menit
KU: Tampak sakit sedang, pasien keadaan tenang
Mata: konjungtiva anemis -/-
Thoraks:
Cor: S1-S2 reguler, murmur -, gallop –
Pulmo: SN Vesikuler, rhonki -/-, wheezing +/+ saat ekspirasi
dan inspirasi
Abdomen: supel, BU (+) 3x/menit, nyeri tekan abdomen -,
hepar dan lien tidak teraba membesar, shifting dullness –
Ekstremitas: akral hangat, oedem -/-, CRT <2”
A Asma bronkial episodik persisten serangan sedang
P IVFD D5% 20 tpm
Cefoporazon 3 x 500mg
Kalmethasone 3 x 1 ampul
Vectrin 2 x 1 Cth
Inhalasi k/p
VIII. ANALISA KASUS
14
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial dengan derajat persisten
serangan sedang karena adanya keluhan sesak napas yang dipicu oleh stres dan
kecapekan. Sesak napas dirasakan setiap hari serta dirasakan paling sering saat malam.
Sesak mengganggu aktivitas dan tidur pasien. Pasien merasa paling nyaman dalam posisi
duduk. Hal ini sesuai dengan kriteria klasifikasi derajat asma persisten sedang
berdasarkan gambaran klinis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ekspirasi
memanjang dan whezing pada kedua lapangan paru saat ekspirasi maupun inspirasi.
Sementara pada pemeriksaan penunjang rontgen thoraks didapatkan corakan lapangan
paru dalm batas normal.
Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk, dada
sesak dan adanya wheezing episodik. Gejala asma dapat terjadi secara spontan ataupun
diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi asma mungkin
memburuk di malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan reaktifitas bronkus
mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala bronkokontriksi.
Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi
oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan napas
dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan antikolinergik) dan
mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian
kortikosteroid sistemik yang lebih awal.
BAB III
15
PEMBAHASAN
1. Definisi
Menurut United States National Tuberculosis Association 1967, asma bronkial
merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh reaksi yang meningkat dari trakea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan berupa kesukaran bernapas yang
disebabkan oleh penyempitan dari saluran napas. Penyempitan saluran napas ini bersifat
dinamis, dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena
pemberian obat, dan kelainan dasarnya merupakan gangguan imunologi.(2)
Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala asma seperti batuk, mengi, dan
sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap,
perlahan-lahan, dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi
mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi
ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, edema dinding bronkus, produksi mukus,
kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga obstruksi maupun peningkatan
respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas.(2)
2. Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah
kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka
rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma bronkial
berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian. Selama sepuluh
tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial dan penyakit alergi
berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia. Semua penelitian ini
walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang
konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum dengan
prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data
epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%.(3)
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi) dan
50% pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial atopi
ditandai dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti debu, tungau
rumah, bulu binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai
respon terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%.
16
Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan.
Data pada penelitian saudara kembar monozigot dan dizigot, didapatkan kemungkinan
kejadian asma bronkial diturunkan sebesar 60-70%.(3)
3. Etiologi
Menurut The Lung Association of Canada, ada 2 faktor yang menjadi pencetus
asma:
1. Faktor yang menyebabkan bronkokonstriksi
Bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut yang belum berarti asma,
tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala yang ditimbulkan
cenderung tiba-tiba, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah di atasi
dalam waktu singkat. Namun saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat
terhadap pemicu apabila sudah terjadi peradangan.
Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus
sehari-hari seperti :
Perubahan cuaca dan suhu udara
Polusi udara
Asap rokok
Infeksi saluran pernapasan
Gangguan emosi
Olahraga yang berlebihan
2. Faktor yang menyebabkan inflamasi pada saluran pernapasan
Faktor ini merupakan penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis
ekstrinsik. Gejala yang ditimbulkan berlangsung lebih lama (kronis) dan lebih
sulit di atasi dibanding yang diakibatkan oleh pemicu.
Umumnya penyebab asma adalah alergen yang bisa dalam bentuk :
Ingestan : alergen yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut
(dimakan/diminum). Ingestan yang utama adalah makanan dan obat-obatan
Inhalan : alergen yang dihirup masuk ke dalam tubuh melalui hidung
atau mulut seperti serbuk bunga, tungau, serpih/kotoran binatang, jamur,
dan lain-lain.
17
Kontak dengan kulit contohnya bedak, lotion, beberapa metal dalam
bentuk perhiasan, juga karena bersentuhan dengan barang-barang berbahan
lateks.(2)
4. Klasifikasi
Klasifikasi asma berdasarkan level terkontrolnya menurut Global Initiative for Asthma
(GINA) 2011 yakni:
No Karakteristik Terkontrol Terkontrol parsial
Tidak Terkontrol
1 Gejala siang Tidak ada atau ≤ 2x / minggu
> 2x / minggu 3 atau lebih keadaan terkontrol parsial*
2 Hambatan aktivitas Tidak ada Ada3 Gejala malam/ bangun
waktu malamTidak ada Ada
4 Perlu reliever / bantuan inhalasi
Tidak ada atau ≤ 2x / minggu)
> 2x / minggu
5 Fungsi paru PEF atau FEV1)**
Normal < 80% prediksi atau hasil terbaik (bila ada)
Tabel 1. Level Kontrol Asma.
*secara definisinya, bila terjadi eksaserbasi maka disebut sebagai asma tidak terkontrol.**tanpa pemberian bronkodilator, pemeriksaan fungsi paru tidak dapat digunakan pada anak usia ≤ 5 tahun.
Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8
1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal
dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia
atau obat-obatan serta aktivitas olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan
ini tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen dengan sifat-
sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
18
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi
asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan
keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi
alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang
yang sehat. Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure)
terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan
dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari bunga
rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun
ekstrinsik.
Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:
1. Intermite
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE < 20%
2. Persisten ringan
a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali/bulan
19
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE 20%-30%
3. Persisten sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 2 kali/minggu
c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai prediksi atau
arus puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik
e. Variabilitas APE > 30%
4. Persisten berat
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik
f. Variabilitas APE > 30%.(2,3)
5. Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang
berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan
kehamilan.(4)
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin,
prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara
yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien
asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya
keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas
20
dengan atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan kebocoran
mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot polos
saluran pernafasan.(4,5)
Gambar 1 bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial
Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh
inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler merupakan
gejala serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiper inflasi
pulmoner, dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.(4)
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh,
maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka
terjadilah keadaan dimana.(4)
Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya
menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar
dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila
udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai
terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.(4,5)
21
Skema 1. Patofisiologi Asma.(6)
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut.
Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai
dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1
(Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif
cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah
kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi
dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan
fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang
memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.(4)
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot
pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper inflasi
paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek
kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.(4)
22
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama
ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.
Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional dan pasien akan
bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini
bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk
mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.(7)
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang,
maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan
pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.(7)
6. Manifestasi klinik
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi
(wheezing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada
beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas
penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba
menjadi lebih berat. Hal ini sering terjadi terutama pada penderita dengan rhinitis alergika
atau radang saluran napas bagian atas. Sedangkan pada sebagian besar penderita keluhan
utama ialah sukar bernapas disertai rasa tidak enak di daerah retrosternal. Mengi
(wheezing) terdengar terutama waktu ekspirasi.(2)
Suara mengi ini sering kali dapat didengar dengan jelas tanpa menggunakan alat.
Keadaan ini tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar-masuk paru. Bila
dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, mengi (wheezing) akan
terdengar lemah atau tidak terdengar sama sekali. Sedang batuk hampir selalu ada,
bahkan sering kali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak
akan memberikan keluhan sesak napas yang lebih berat, apalagi penderita mengalami
dehidrasi.(2)
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk
membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Tanda lain yang
menyertai sesak napas berat ialah pergerakan cuping hidung yang sesuai dengan irama
pernapasan, otot bantu pernapasan ikut aktif dan penderita tampak gelisah. Frekuensi
23
pernapasan terlihat meningkat (takipneu), selain karena sesak napas mungkin pula karena
rasa takut. Pada fase permulaan sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan
PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan
memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta
meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi
sampai 110-130 kali/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah.
Bila tanda-tanda hipoksemia tetap ada (PaO2 <60 mmHg) diikuti dengan hiperkapnia