PRESENTASI KASUSDIFTERI
Pembimbing : dr. Argo Pribadi, Sp. A
Penyusun : Ressy Octriana, S.ked1102008207
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
SERANG PERIODE 25 MARET 2013 2 JUNI 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
KATA PENGANTAR
BismillahirrahmanirrahimAssalamualaikum Wr.Wb.Segala puji bagi
Allah atas nikmat iman dan hidayah yang telah diberikan kepada
kita. Salawat serta salam bagi nabi Muhammad SAW beserta keluarga,
sahabat dan orang-orang yang senantiasa istiqamah di
jalan-Nya.Alhamdulillah, akhirnya saya dapat menyusun laporan kasus
mengenai Difteri ini untuk memenuhi tugas kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak di RSUD Serang, dan agar dapat mengeksplorasi
sebanyak-banyaknya informasi dari berbagai referensi.Pada
kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu terselesaikannya
penyusunan laporan kasus ini, terutama kepada pembimbing saya dr.
Argo Pribadi, Sp.A yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
saya ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau. Terima kasih
juga saya ucapkan kepada keluarga saya yang selalu memberikan
dukungan dan memotifasi saya hingga saat ini, serta kepada
teman-teman saya yang sedang menjalani kepaniteraan di RSUD
Serang.Saya menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini banyak
terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, saya mengharapkan saran serta
kritik yang dapat membangun dalam laporan kasus ini guna untuk
perbaikan di kemudian hari. Semoga laporan kasus ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi kita semua baik sekarang maupun dihari yang
akan datang.Wassalamualaikum Wr.Wb. Serang, April 2013
Ressy Octriana,
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
...................................................................................................2DAFTAR
ISI
...............................................................................................................3BAB
IPENDAHULUAN
................................................................................4BAB
IIPRESENTASI KASUS
..........................................................................5BAB
IIITINJAUAN PUSTAKA
.........................................................................13Definisi
.............................................................................................13Etiologi
.............................................................................................13Patogenesis
......................................................................................14Manifestasi
klinis
..............................................................................15Diagnosis
...........................................................................................17Diagnosis
Banding ..18Komplikasi
........................................................................................18Tatalaksana........................................................................................20Prognosis
22Pencegahan .23DAFTAR PUSTAKA
.......................................25
BAB IPENDAHULUAN
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat
menular,disebabkan oleh karena toxin dari bakteri dengan ditandai
pembentukan pseudomembran pada kulit dan atau mukosa dan
penyebarannya melalui udara. Penyebab penyakit ini adalah
Corynebacterium Diphteriae, dimana manusia merupakan salah satu
reservoir dari bakteri ini. Infeksi biasanya terdapat pada faring,
laring, hidung dan kadang pada kulit, konjugtiva, genitalia dan
telinga. Infeksi ini menyebabkan gejala -gejala lokal dan
sistemik,efeksistemik terutama karena eksotoksin yang dikeluarkan
oleh mikroorganisme pada tempat infeksi. Masa inkubasi kuman ini
antara 2 - 5 hari, penularan terjadi melalui kontak dengan
penderita maupun carrier. Difteri merupakan penyakit yang harus
didiagnosa dan diterapi dengan segera.Bayi baru lahir biasanya
membawa antibody secara pasif dari ibunya yang biasanya akan hilang
pada usia 6 bulan, oleh karena itu bayi-bayi diwajibkan di
vaksinasi, yang mana vaksinasi ini telah terbukti mengurangi
insidensi penyakit tersebut. Walaupun difteri sudah jarang di
berbagai tempat di dunia, tetapi kadang-kadang masih ada yang
terkena oleh penyakit tersebut. Di Indonesia difteri banyak
terdapat di daerah berpenduduk padat dan keadaan lingkungan yang
buruk dengan angka kematian yang cukup tinggi, 50% penderita
difteri meninggal dengan gagal jantung. Kejadian luar biasa ini
dapat terjadi terutama pada golongan umur rentan yaitu bayi dan
anak. Tapi akhir-akhir ini berkat adanya Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) maka angka kesakitan dan kematian menurun secara
drastis.
BAB IIPRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. J.Umur : 7 tahunJenis Kelamin : Laki-lakiAlamat :
Cikoak Kel.Cilowong Kec.Taktakan Serang-BantenAgama : IslamNama
Ayah : Tn. RasidinMasuk RS : 25 03 - 2013
II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis ayah pasien) Keluhan Utama: Demam
Keluhan Tambahan : Nyeri menelan, suara nafas seperti orang
mengorok, leher bengkak, pilek
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD serang diantar keluarga dengan keluhan
demam sejak 10 hari SMRS. Demam yang dirasakan agak tinggi namun
tidak diukur dengan pengukur suhu. Demam terus menerus, namun
biasanya tinggi saat malam hari. Pasien sudah diberikan obat
penurun panas,namun panas tidak turun. Keluhan demam disertai
menggigil disangkal. Keluhan demam disertai mimisan dan gusi
berdarah disangkal.Keluhan nyeri ketika menelan juga dirasakan oleh
pasien sejak 4 hari SMRS. Pasien mengatakan ditenggorokannya
seperti ada sesuatu seperti rambut-rambut/kayu sehingga pasien
kesulitan menelan. Keluhan nafas berbau busuk juga diakui pasien,
baunya menyerupai bau koreng.Keluhan suara nafas seperti orang
mengorok juga dirasakan pasien sejak 4 hari SMRS. Keluhan ini juga
diikuti keluhan sesak nafas karena pasien kesulitan
bernafas.Keluhan bengkak pada kedua leher juga dirasakan pasien
sejak 3 hari SMRS. Bengkak pada kedua leher tersebut nyeri jika
ditekan. Keluhan bengkak disertai warna kemerahan disangkal.Keluhan
pilek juga dirasakan pasien sejak 3 hari SMRS. Pileknya berwarna
hijau. Keluhan pilek tidak disertai dengan batuk.Pasien lahir
ditolong oleh dukun secara spontan usia kehamilan 9 bulan. Pasien
mendapat imunisasi DPT hanya satu kali. Riwayat Penyakit Dahulu
:
Asma: Riwayat sesak nafas jika udara dingin, nafas berbunyi
mengi (-)Peny. Jantung : Riwayat sesak nafas jika beraktivitas dan
tidur terlentang (-)Diabetes mellitus : Banyak makan, banyak minum,
sering BAK di malam hari (-) Hepatitis: Mata berwarna kuning, nyeri
ulu hati, nyeri perut kanan atas (-)TB : Riwayat batuk lama > 3
bulan, demam dan berkeringat malam hari(-)
Riwayat Penyakit Keluarga :Tetangga satu kampung pasien ada yang
sakit sama seperti pasien. Tetangga satu kampungnya ini merupakan
teman main pasien. Kedua lehernya juga bengkak seperti pasien dan
suara nafasnya seperti mengorok. Namun teman pasien ini sudah
meninggal 15 hari yang lalu.
III. PEMERIKSAAN FISIK:
Keadaan umum: LemahKesadaran : Compos mentisTanda Vital Tekanan
darah: 90/60 mmHgNadi: 100 x / menitPernafasan : 30 x / menitSuhu :
38,5CBerat Badan : 15 kgPanjang Badan : 110 cmStatus Gizi: Gizi
kurangStatus GeneralisKepala: NormocephaleMata: Reflek cahaya
(+/+), Conjungtiva anemis (-/-), Sclera icterik (-/-)Telinga :
Simetris kiri dan kanan, discharge (-/-).Hidung : Pernapasan cuping
hidung (-/-), sekret (-/-).Mulut: Perioral sianosis (-)Tenggorokan:
Tonsil T2 T3 tampak membrane berwarna putih keabu-abuan, mudah
berdarah (pseudomembran), faring hiperemis (+)Leher : Bullneck (+),
pembesaran kelenjar tiroid (-)
ThoraksInspeksi: Simetris saat statis dan dinamis, retraksi
interkostal (-)Palpasi: Simetris saat statis dan dinamis.
CorInspeksi : Iktus cordis tidak terlihatPalpasi : Iktus cordis
terabaPerkusi : Tidak ada pembesaran JantungAuskultasi: S1S2
reguler, murmur (-), gallop (-).
PulmoInspeksi : Simetris saat statis dan dinamis.Palpasi:
Fremitus kanan dan kiri simetris.Perkusi : Sonor pada kedua lapang
paru.Auskultasi: Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
AbdomenInspeksi : Datar, retraksi epigastrium (-)Auskultasi :
Bising usus (+)Perkusi : Timpani di ke empat kuadran
abdomenPalpasi: Hepar dan lien tidak teraba, defans muskuler
(-)
Extermitas : Akral hangat,edema -/-/-/- perfusi baik
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan lab tanggal 25/03/2013Hb: 11,5 g/dlHt : 35,1
%Leukosit: 16.300/ulTrombosit : 296.000/ulGDS: 109 mg/dl
Pemeriksaan lab tanggal 30/03/2013Hb: 10,7 g/dlHt : 31,6
%Leukosit: 22.600/ulTrombosit : 205.000/ul
SerologiS.Typhi O: (+) 1/160S.Paratyphi AO: negS.Paratyphi BO:
negS.Paratyphi CO: negS.Typhi H: negS.Paratyphi AH: negS.Paratyphi
BH: negS.Paratyphi CH: negDengue IgG: negDengue IgM: neg
Pemeriksaan lab tanggal 31/02/13Hb: 11,20 g/dlHt: 33,00
%Leukosit : 27.200/ulTrombosit : 493.000/ul
Pemeriksaan Urinalisa tanggal 01/04/13MAKROSKOPISWarna:
KuningKekeruhan: Agak keruhBerat jenis: 1025pH: 6Albumin:
(-)Glukosa: (-)Keton: (-)Bilirubin: (-)Darah samar: (-)Nitrit:
(-)Urobilinogen: NormalSEDIMENLeukosit: 7-9 /LPBEritrosit: 0-1
/LPBEpitel: (+)Silinder: (-)Kristal: (-)Bakteri: (-)Jamur: (-)
Pemeriksaan lab tanggal 02/04/13Hb: 10,9 g/dlHt : 33,8
%Leukosit: 11.900/ulTrombosit : 701.000/ul
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Suspek Difteri VII. PENATALAKSANAAN
Isolasi penderita di ruang isolasi IVFD 2A 8tpm Inj Eritromicyn
4 x 250 mg ADS 80.000 U Paracetamol syr 3 x 1 cth
VII. PROGNOSISQuo ad vitam : dubia ad bonamQuo ad functionam :
dubia ad bonam
FOLLOW UPTanggalFollow upTerapi
26/03/1306.00
BB= 15 kgS/ demam (-), bengkak dileher,nyeri menelanO/ KU:
Sedang KS: compos mentis HR: 90x/menit RR: 20x/menit TD: 100/70 T:
36,2CKepala: NormocephaleMata: CA -/- SI-/- RC+/+Hidung: PCH
-Mulut: POC Tenggorokan : Pseudomembran +Leher: Bullneck +Thorax:
SSDCor: S1S2 reg, M -, G-Pulmo: Bronkovesikuler, Rh-/-,
Wh-/-Abdomen: Supel, BU(+), hepar dan lien tidak terabaEkstremitas:
akral hangat, udem -/-/-/- Infus cairan 2A 8 tpm Inj Eritomicyn
4x250mg Paracetamol syr 3 x1 cth
27/03/1306.00
BB= 15 kgS/ bengkak dileher,nyeri menelan O/ KU: Sedang KS:
Compos mentis HR: 96 x/menit RR: 24 x/menit TD: 100/70 T :
36,6CKepala: NormocephaleMata: CA -/- SI-/- RC+/+Hidung: PCH
-Mulut: POC Tenggorokan : Pseudomembran +Leher: Bullneck +Thorax:
SSDCor: S1S2 reg, M -, G-Pulmo: Bronkovesikuler, Rh-/-,
Wh-/-Abdomen: Supel, BU(+), hepar dan lien tidak terabaEkstremitas:
akral hangat, udem -/-/-/- Infus cairan 2A 12 tpm Inj Eritomicyn
4x250mg Paracetamol syr 3 x1 cth
28/03/1306.00
BB= 15 kg
S/ bengkak dileher, nyeri menelanO/ KU: Sedang KS: Compos mentis
HR: 98 x/menit RR: 24 x/menit TD: 100/70 T: 36,0 CKepala:
NormocephaleMata: CA -/- SI-/- RC+/+Hidung: PCH -Mulut: POC
Tenggorokan : Pseudomembran +Leher: Bullneck +Thorax: SSDCor: S1S2
reg, M -, G-Pulmo: Bronkovesikuler, Rh-/-, Wh-/-Abdomen: Supel,
BU(+), hepar dan lien tidak terabaEkstremitas: akral hangat, udem
-/-/-/-Infus cairan 2A 12 tpmInj Eritomicyn 4x250mgParacetamol syr
3 x1 cth
29/03/1306.00BB = 15 kg
S/ Bengkak dileher berkurang,nyeri menelan berkurang O/ KU:
Sedang KS: Compos mentis HR: 90 x/menit RR: 21 x/menit TD: 100/60
T: 36,5CKepala: NormocephaleMata: CA -/- SI-/- RC+/+Hidung: PCH
-Mulut: POC Tenggorokan : Pseudomembran +Leher: Bullneck +Thorax:
SSDCor: S1S2 reg, M -, G-Pulmo: Bronkovesikuler, Rh-/-,
Wh-/-Abdomen: Supel, BU(+), hepar dan lien tidak terabaEkstremitas:
akral hangat, udem -/-/-/- Infus cairan 2A 8 tpm Inj Eritomicyn
4x250mg Paracetamol syr 3 x1 cth
30/03/1306.00BB = 15 kgS/ Demam (+), Bengkak dileher
berkurang,nyeri menelan berkurang O/ KU: Sedang KS: Compos mentis
HR: 95 x/menit RR: 25 x/menit TD: 100/60 T: 39,0 CKepala:
NormocephaleMata: CA -/- SI-/- RC+/+Hidung: PCH -Mulut: POC
Tenggorokan : Pseudomembran +Leher: Bullneck +Thorax: SSDCor: S1S2
reg, M -, G-Pulmo: Bronkovesikuler, Rh-/-, Wh-/-Abdomen: Supel,
BU(+), hepar dan lien tidak terabaEkstremitas: akral hangat, udem
-/-/-/-Konsul dr.jaga ruangan: Loading cairan NaCl 0,9% 100cc dlm 1
jam Extra paracetamol 3x 2 cth Px H2TL/12jam Obat dilanjutkan
eritromicyn 2x2 cth Cairan infus ganti RL
01/04/1306.00BB: 15 kgS/ Demam (-), Bengkak dileher
berkurang,nyeri menelan (-) O/ KU: Sedang KS: Compos mentis HR: 92
x/menit RR: 23 x/menit TD: 100/60 T: 36,3 CKepala:
NormocephaleMata: CA -/- SI-/- RC+/+Hidung: PCH -Mulut: POC
Tenggorokan : Pseudomembran 10 mm. Uji mata dilakukan dengan
meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10 dalam garam fisiologis. Pada
mata yang lain diteteskan garam fisiologis. Hasil positif bila
dalam 20 menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva bulbi dan
lakrimasi. Bila uji kulit/mata positif, ADS diberikan dengan cara
desentisasi (Besredka). Bila ujihiprsensitivitas tersebut diatas
negative, ADS harus diberikan sekaligus secara intravena. Dosis ADS
ditentukan secara empiris berdasarkan berat penyakit dan lama
sakit, tidak tergantung pada berat badan pasien, berkisar antara
20.000-120.000 KI seperti tertera pada tabel diatas. Pemberian ADS
intravena dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml glukosa 5%
dalam 1-2 jam. Pengamatan terhadap kemungkinan efek samping obat
dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam berikutnya
Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi hipersensitivitas
lambat (serum sickness) 2. AntibiotikAntibiotik diberikan bukan
sebagai pengganti antitoksin melainkan untuk membunuh bakteri dan
menghentikan produksi toksin dan juga mencegah penularan organisme
pada kontak. C. diphtheriae biasanya rentan terhadap berbagai agen
invitro, termasuk penisilin, eritromisin, klindamisin, rifampisin
dan tetrasiklin. Sering ada resistensi terhadap eritromisin pada
populasi yang padat jika obat telah digunakan secara luas. Yang
dianjurkan hanya penisilin atau eritromisin; eritromisin sedikit
lebih unggul daripada penisilin untuk pemberantasan pengidap
nasofaring.Dosis :Penisilin prokain 25.000-50.000 U/kgBB/hari i.m.
, tiap 2 jam selama 14 hari atau bila hasil biakan 3 hari
berturut-turut (-).Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari,
p.o. , tiap 6 jam selama 14 hari.Penisilin G kristal aqua
100.000-150.000 U/kgBB/hari, i.m. atau i.v. , dibagi dalam 4
dosis.Amoksisilin.Rifampisin.Klindamisin.Terapi diberikan selama 14
hari. Bebrapa penderita dengan difteri kulit diobati 7-10 hari.
Lenyapnya organisme harus didokumentasi sekurang-kurangnya dua
biakan berturut-turut dari hidung dan tenggorok (atau kulit) yang
diambil berjarak 24 jam sesudah selesai terapi.3.
KortikosteroidBelum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan
obat ini pada difteria. Dianjurkan korikosteroid diberikan kepada
kasus difteria yang disertai dengan gejala obstruksi saluran nafas
bagian atas (dapat disertai atau tidak bullneck) dan bila terdapat
penyulit miokarditis. Pemberian kortikosteroid untuk mencegah
miokarditis ternyata tidak terbukti.Dosis :Prednison 1,0-1,5
mg/kgBB/hari, p.o. tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14 hari.C.
Pengobatan PenyulitPengobatan terutama ditujukan untuk menjaga agar
hemodinamika tetap baik. Penyulit yang disebabkan oleh toksin pada
umumnya reversible. Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta
gangguan pernafasan yang progresif merupakan indikasi tindakan
trakeostomi.D. Pengobatan KarierKarier adalah mereka yang tidak
menunjukkan keluhan, mempunyai uji Schick negative tetapi
mengandung basil difteria dalam nasofaringnya. Pengobatan yang
dapat diberikan adalah penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan,
atau eritromisin 40mg/kgBB/hari selama satu minggu. Mungkin
diperlukan tindakan tonsilektomi/ edenoidektomi.
Pengobatan Terhadap Kontak DifteriaBiakanUji SchickTindakan
(-)(-)Bebas isolasi : anak yang telah mendapat imunisasi dasar
diberikan booster toksoid difteria
(+)(-)Pengobatan karier : Penisilin 100 mg/kgBB/hari
oral/suntikan, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 1 minggu
(+)(+)Penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan atau eritromisin
40 mg/kgBB + ADS 20.000 KI
(-)(+)Toksoid difteria ( imunisasi aktif), sesuaikan dengan
status imunisasi
2.9. PrognosisUmumnya tergantung dari umur, virulensi kuman,
lokasi dan penyebaran membran, status imunisasi, kecepatan
pengobatan, ketepatan diagnosis, dan perawatan umum. Prognosis
difteria setelah ditemukan ADS dan antibiotik, lebih baik daripada
sebelumnya, keadaan demikian telah terjadi di negara-negara lain.
Kematian tersering pada anak kurang dari 4 tahun akibat membran
difteri. Menurut Krugman, kematian mendadak pada kasus difteria
dapat disebabkan oleh karena(1) Obstruksi jalan nafas mendadak
diakibatkan oleh terlepasnya difteria,(2) Adanya miokarditis dan
gagal jantung,(3) Paralisis difragma sebagai akibat neuritis nervus
nefrikus.Anak yang pernah menderita miokarditis atau neuritis
sebagai penyulit difteria, pada umumnya akan sembuh sempurna tanpa
gejala sisa; walaupun demikian pernah dilaporkan kelainan jantung
yang menetap. Penyebab strain gravis prognosisnya buruk. Adanya
trombositopenia amegakariositik dan leukositosis >
25.000/lprognosisnya buruk. Mortalitas tertinggi pada difteri
faring-laring (56,8%) menyusul tipe nasofaring (48,4%) dan faring
(10,5%) .2. 10. PencegahanPencegahan secara umum dengan menjaga
kebersihan dan memberikan pengetahuan tentang bahaya difteria bagi
anak. Pada umumnya setelah seseorang anak menderita difteria,
kekebalan terhadap penyakit ini sangat rendah sehingga perlu
imunisasi DPT dan pengobatan karier. Seorang anak yang telah
mendapat imunisasi difteria lengkap, mempunyai antibodi terhadap
toksin difteria tetapi tidak mempunyai antibody terhadap
organismenya. Keadaan demikian memungkinkan seseorang menjadi
pengidap difteria dalam nasofaringnya (karier) atau menderita
difteri ringan. Toksoid difteri dipersiapkan dengan pengobatan
formaldehid toksin, kekuatannya dibakukan, dan diserap pada garam
alumunium, yang memperbesar imunogenitas. Dua preparat toksoid
difteri dirumuskan sesuai dengan kandungan batas flokulasi (Bf)
suatu pengukuran kuantitas toksoid. Preparat pediatric (yaitu
DPT,DT,DTaP) mengandung 6,7-12,5 Bf unit toksoid difteri per dosis
0,5mL; preparat dewasa (yaitu Td) mengandung tidak lebih dari 2 Bf
unit toksoid per 0,5 mL dosis. Formulasi toksoid potensi yang lebih
tinggi (yaitu D) digunakan untuk dosis seri primer dan booster
untuk anak umur 6 tahun karena imunogenitasnya superior dan
reaktogenisitasnya minimal. Untuk individu umur 7 tahun dan yang
lebih tua, Td dianjurkan untuk seri primer dan dosis booster,
karena kadar toksoid difteri yang lebih rendah cukup imunogenik
dank arena semakin kadar toksoid difteri makin tinggi reaktogenitas
pada umur yang semakin tinggi.
Rencana (Jadwal) : Untuk anak umur 6 minggu sampai 7 tahun ,
beri 0,5 mL dosis vaksin mengandung-difteri (D). seri pertama
adalah dosis pada sekitar 2,4, dan 6 bulan. Dosis ke empat adalah
bagian intergral seri pertama dan diberikan sekitar 6-12 bulan
sesudah dosis ke tiga. Dosis booster siberikan umur 4-6 tahun
(kecuali kalau dosis primer ke empat diberikan pada umur 4
tahun).Untuk anak-anak yang berumur 7 tahun atau lebih, gunakan
tiga dosis 0,5 mL yang mengandung vaksin (D). Seri primer meliputi
dua dosis yang berjarak 4-8 minggu dan dosis ketiga 6-12 bulan
sesudah dosis kedua. Untuk anak yang imunisasi pertusisnya
terindikasi digunakan DT atau Td.Mereka yang mulai dengan DTP atau
DT pada sebelum usia 1 tahun harus mengalamilima dosis vaksin yang
mengandung difteri (D) 0,5 mL pada usia 6 tahun. Untuk mereka yang
mulai pada atau sesudah umur 1 tahun, seri pertama adalah tiga
dosis 0,5 mL vaksin mengandung difteri, dengan booster yang
diberikan pada usia 4-6 tahun, kecuali kalau dosis ketiga diberikan
sesudah umur 4 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1.Dr. T.H.Rampengan, Spa (k) dan Dr. I.R. Laurentz, Spa. 1992.
Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Difteri, 1-182.Garna Herry, dkk.
2000. Difteri. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Edisi kedua. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS.
173-1763.Kadun I Nyoman, 2006,Manual Pemberantasan Penyakit Menular
, CV Infomedika, Jakarta 4.
http://rarediseases.about.com/cs/Diphtheriae/a/090703.htm5.
http://www.cdc.gov/ncbddd/dd/Diphtheri.htm6.http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=5407.http://www.ijppediatricsindia.org/article.asp?issn=0019-5456;year=20058.http://jama.ama-assn.org/cgi/content/full/286/3/299
5 | Page