STATUS PASIENI. IDENTITAS IDENTITAS PASIENNama: An. AUmur: 2
bulanBerat badan: 4,8 kgJenis kelamin: Laki-lakiAgama: IslamAlamat:
Cikarang baratNo. RM: 509xxx IDENTITAS ORANG TUAAYAHNama: Tn.
SUmur: 28 tahunPekerjaan: BuruhPendidikan: SMA
IBUNama: Ny. PUmur: 23 tahunPekerjaan: Ibu rumah
tanggaPendidikan: SMA
II. ANAMNESADilakukan aloanamnesa dengan ibu pasien pada tanggal
17 februari 2015 di RSUD Kab. Bekasi KELUHAN UTAMASesak napas sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) KELUHAN TAMBAHANDemam,
batuk, dan pilek
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANGPasien datang ke IGD RSUD Kab. Bekasi
diantar oleh kedua orangtuanya dengan keluhan sesak napas sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Keluhan diawali dengan
adanya batuk dan pilek lalu demam yang tidak terlalu tinggi.
Keluhan juga disertai dengan menurunnya keinginan untuk meminum
ASI. Tidak ada keluhan pada BAB maupun BAK. Pasien sempat berobat
ke klinik terdekat dari rumahnya namun dirujuk oleh dokter klinik
tersebut ke RSUD Kab. Bekasi untuk terapi lebih lanjut. RIWAYAT
PENYAKIT DAHULU Pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti ini
sebelumnya. Riwayat alergi disangkal. RIWAYAT PENYAKIT
KELUARGATidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
seperti ini. RIWAYAT PRIBADISusunan keluarga Pasien merupakan anak
kedua dan mempunya kakak perempuanRiwayat kehamilan dan kelahiran
Kehamilan :1. Riwayat sakit: -2. Riwayat antenatal: Rutin kontrol
Kelahiran :1. Tempat lahir: Rumah bersalin2. Penolong persalinan:
Bidan3. Cara persalinan: Partus spontan4. Masa gestasi: Cukup bulan
(40 minggu)5. Keadaan bayia. Panjang: 50 cmb. Berat lahir: 3000
gramc. Lingkar kepala: Tidak diketahuid. Menangis: Langsung
menangis e. Nilai APGAR: Tidak diketahuif. Kelainan: Tidak ada
kelainan
RIWAYAT MAKANAN0 sekarang: ASIKesan: Kualitas dan kuantitas
cukup RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANPerkembangan anak cukup
baik menurut ibu pasien. Pasien tersenyum bila diajak bercanda dan
bergerak cukup aktif. RIWAYAT IMUNISASI DASARImunisasi dilakukan di
PuskesmasUsia 0 bulan: Hep. B dan Polio 0Usia 1 bulan: BCG dan Hep.
BUsia 2 bulan: Polio I dan DPT I RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMIPasien
tinggal bersama dengan ayah dan ibu kandung. Ayah bekerja sebagai
buruh dengan penghasilan rata-rata 2.000.000,- sampai dengan
4.000.000,-
III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Kompos mentis Tanda-tanda vital Nadi: 120x/menit
Respirasi: 50x/menit Suhu: 37,2oc Kepala: Normocephal, simetris,
rambut hitam Mata: Conjungtiva anemis -/- Hidung: Nafas cuping
hidung (+) deviasi (-) deviasi (-) Mulut: Sianosis (-), faring
hiperemis (-) Leher: KGB tidak teraba membesar Toraks
JantungInspeksi: Ictus cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus cordis
teraba di sela iga V, linea mid clavikulaAuskultasi: Bunyi jantung
1 & 2 reguler, murmur (-) gallop (-) ParuInspeksi: Bentuk dada
normal, pernapasan simetris dalam statis dan dinamis, retraksi
intracostal (+)Palpasi: Vokal fremitus kanan dan kiri samaPerkusi:
Sonor di kedua hemitoraksAuskultasi: Suara napas vesikuler, ronkhi
(+/+) wheezing (+/+) AbdomenInspeksi: Abdomen datarAuskultasi:
Bising usus (+) normalPalpasi: Supel, nyeri tekan (-), lien dan
hepar tidak terabaPerkusi: Timpani di seluruh kuadran abdomen
Ekstremitas: Akral hangat, edema (-), sianosis (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium Haematologi Haemoglobin:
10,6 g/dL(P: 14-16; W: 12-14 g/dL) Leukosit: 9.000/mm3(3.500
10.000/mm3) Eritrosit: 4,2 juta/mm3(3,8 5,8 juta/mm3) Hematokrit:
30(35 50) Trombosit: 385.000/mm3(150.000-400.000/mm3) Gula darah
sewaktu: 87 mg/dL( salbutamol 0,5mg, cetirizine Inhalasi 2x1 ->
ventolin 0,5 cc, budesonide 0,5mg, bisolvon 2 tetes, NaCl 5ml
Gentamisin 2x15 mg Aminophilin 20mg, selanjutnya 4 x 12,5mg
Teruskan ASI O2 - 1 liter/menit (bila sesak) IVFD KAEN 3A 15 tpm
Cefotaxime 2x250mg IV Paracetamol drop 3x1/2 cc PO Ambroxol 3x5
tetes PO Puyer sesak 3x1 -> salbutamol 0,5mg, cetirizine
Inhalasi 2x1 -> ventolin 0,5 cc, budesonide 0,5mg, bisolvon 2
tetes, NaCl 5ml Gentamisin 2x15 mg Aminophilin 20mg, selanjutnya 4
x 12,5mg Teruskan ASI O2 - 1 liter/menit (bila sesak) IVFD KAEN 3A
15 tpm Cefotaxime 2x250mg IV Paracetamol drop 3x1/2 cc PO Ambroxol
3x5 tetes PO Puyer sesak 3x1 -> salbutamol 0,5mg, cetirizine
Inhalasi 2x1 -> ventolin 0,5 cc, budesonide 0,5mg, bisolvon 2
tetes, NaCl 5ml Gentamisin 2x15 mg Aminophilin 20mg, selanjutnya 4
x 12,5mg Teruskan ASI
TINJAUAN PUSTAKADEFINISIBronkhiolitis adalah penyakit IRA bawah
yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus.(1,2,4)yang
sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2
tahun.(3,7,8)angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada usia
6 bulan(2,3)secara klinis ditandai dengan pernafasan cepat,
retraksi dinding dada dan whezing.(4,8)bronkhiolitis bisa disertai
dengan superinfeksi bakteri.(1)
http://www.nlm.nih.gov/MEDLINEPLUS/ency/imagepages/17098.htm
ETIOLOGIBronkiolitis sebagian besar disebabkan olehRespiratory
syncytial virus(RSV)(1,3,4,7), penyebab lainnya adalah
parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma pneumoniae),
adenovirus dan beberapa virus lainnya.(1,3,7)tetapi belum ada bukti
kuat bahwa bronkhiolitis disebabkan oleh bakteri.(1,4)Pada tahun
1957 Chanock dan Finberg mengisolasi RSV dari 2 orang anak yang
menderita penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Beem dan rekan
kerjanya pada tahun 1960 mengidentifikasi virus tersebut mula-mula
diisolasi dari simpanse dan disebut denganchimpanze coryza
agentpada anak belia usia dibawah 2 tahun dengan penyakit saluran
pernafasan bawah. Sesudah itu RSV ditemukan sebagai agen penyebab
pada sebagian besar kasus anak dengan bronkhiolitis baik sebelumnya
maupun saat ini. Human metapneumovirus sekarang menjadi penyebab 8
% dari bronkhiolitis, dimana sebelumnya RSV ditemukan negatif.
Infeksi oleh virus lainnya terutama rhinovirus, adenovirus, semua
tipe parainfluenza virus, enterovirus dan influenza virus telah
diringkas oleh Hall dan Hall.(8)
EPIDEMIOLOGIBronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory
tersering pada bayi. Paling sering terjadi pada usia 2 24 bulan,
puncaknya pada usia 2 8 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus
terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan 75 % diantaranya
terjadi pada anak dibawah usia 1 tahun. Orenstein menyatakan bahwa
bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia 3 6
bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup dilingkungan padat
penduduk. Selain Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis
terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak
perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga
disebutkan oleh Shay, yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak
perempuan; sedangkan Fjaerli menyebutkan 63% kasus bronkiolitis
adalah laki-laki.(4)Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun
dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di AS pernah mengalami
bronkhiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di
rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya.
Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus perawatan di RS pada
bayi. Frekuensi bronkiolitis di negara-negara berkembang hampir
sama dengan di AS. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau
pada musim hujan di negara-negara tropis.(4,9)Di RSU Dr. Soetomo
penderita laki-Iaki lebih banyak. Faktor resiko terjadinya
bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi
rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada
pada tempat penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang ramai,
rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak
mendapatkan air susu ibu. RSV menyebar melalui droplet dan
inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya aman apabila berjarak
lebih 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet
yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang
penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari. Di negara
dengan 4 musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim dingin
sampai awal musim semi, di negara tropis pada musim hujan. Di
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002
dan tahun 2003, bronkiolitis banyak didapatkan pada bulan Januari
sampai bulan Mei.(10)Pada tahun 2005 pada pola rawat jalan umur
< 1 tahun di rumah sakit Pemerintah Provinsi NAD didapatkan
angka 355 kasus atau sekitar 8,62 % kasus bronkhitis dan
bronkiolitis akut. Pada usia 1 - 4 tahun kasus yang sama didapatkan
angka 544 atau 12 %, usia 5 14 tahun 578 kasus atau 9,74 %, usia 15
24 tahun 789 kasus atau 10.8 %, usia 25 44 tahun 566 kasus atau 7,6
%, usia 45 64 tahun 388 kasus atau 9,5 %, usia > 65 tahun 558
kasus atau 10.8 %.(11)Rerata insidens perawatan setahun pada anak
berusia di bawah 1 tahun adalah 21,7 per 1000 dan semakin menurun
seiring dengan pertambahan usia, yaitu 6,8 per 1000 pada usia 1 2
tahun. Lama perawatan adalah 2 4 hari, kecuali pada bayi prematur
dan kelainan bawaan seperti penyakit jantung bawaan (PJB). Bradley
menyebutkan bahwa penyakit akan lebih berat pada bayi muda. Hal ini
ditunjukkan dengan lebih rendahnya saturasi O2juga pada bayi yang
terpapar asap rokok pasca natal. Beberapa prediktor lain untuk
beratnya bronkiolitis atau yang akan menimbulkan komplikasi yaitu
bayi dengan masa gestasi < 34 minggu, usia < 3 bulan,
sianosis, saturasi < 90 %, laju respiratori > 70 x/menit,
adanya ronki, dan riwayat displasia bronkopulmoner
(bronchopulmonary displasia, BPD).Kenaikan jumlah perawatan karena
bronkiolitis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perubahan
kriteria perawatan anak dengan IRA, kebiasaan pengasuhan dengan
lebih banyak anak yang dititipkan ditempat penitipan anak (TPA),
dan faktor virus sendiri yaitu perubahan virulensi strain RSV.
Selain itu terdapat juga faktor perubahan kriteria diagnostik
terutama mikrobiologis dan panduan terapi serta turunya mortalitas
bayi prematur dan bayi dengan kelainan bawaan kompleks yang
merupakan resiko tinggi perawatan karena RSV.Angka morbiditas dan
mortalitas lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di
negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya
status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan
penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negara
berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1 3 %.(4)
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGIRSVadalah single stranded RNA virus
yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat
dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari RSV
untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang
mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan
partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein
ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat
dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A
menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan
sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam
nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran
nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas
dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem
saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa
bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa
nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas
menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin
kedalam lumen bronkiolus.(8,10)Infeksi virus pada epitel bersilia
bronkus menyebabkan respon inflamasi akut, ditandai dengan
obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mucus, timbunan debris
selular/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan
infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa.(4)Karena
tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang
saluran pernafasan, maka sedikit saja penebalan mukosa akan
memberikan hambatan aliran udara yang besar.(2,4,8)terutama pada
bayi yang memiliki penampang saluran pernafasan yang kecil.
Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan
ekspirasi, tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil
selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air traping dan
hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi
total dan udara yang terjebak diabsorbsi total.(4)Anatomi
Pernafasan Manusia
Sumber :http://breathebetter.blogspot.com
Saluran Pernafasan Anak
Sumber :http://healthlibrary.epnet.comVirus yang merusak epitel
bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di
dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga
mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan,
sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P)
yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya
kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi
Intercellular Adhesion Molecule-1(ICAM-1)dan produksi sitokin yang
akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus
menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema
saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot
polos saluran napas.Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan
kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan
tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt.(8)
Sumber :http://www.uptodate.com/patients/contentProses patologis
ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja
ventilasi paru akan menyebaban ketidakseimbangan ventilasi perfusi,
yang berikutnya akan menyebabkan hipoksemia dan kemudian terjadi
hipoksia jaringan. Resistensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak
selalu terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju
pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja
pernafasan akan meningkat selamaend expiratorylung volumemeningkat
dancompliance parumenurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila
respirasi mencapai 60x/menit.(4)Penyembuhan bronkiolitis akut
diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari, sedangkan
regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari
.(4,10)Jaringan mati akan dibersihkan oleh makrofag.(4)Ada 2 macam
fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran napas
dan asma: (1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak
keci seringkali disertai wheezing. (2) Penderita wheezing berulang
yang disertai dengan penurunan tes faal paru, ternyata seringkali
mengalami infeksi virus saluran napas pada saat bayi/usia muda.
Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular.
Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun
lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih
buruk.(10)
KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINISMula-mula bayi menderita
gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin. Gejala
ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan
nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai
oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan
menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis
biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar
yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.Bayi
mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada
yang mengalami hipotermi.(2,3,10)Terjadi distres nafas dengan
frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang
disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas
cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi.
Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru
(terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang
memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa
stetoskop. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma
karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi.(2,10)Ronkhi nyaring
halus kadang-kadang terdengar pada akhir inspirasi atau pada
permulaan ekspirasi.(2,3)Pada keadaan yang berat sekali suara
pernafasan hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi
hamper total.(3)Ekspirasi memanjang dan mengi kadang-kadang
terdengar dengan jelas.(2)Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan
skala klinis. Digunakan berbagai skala klinis, misalnyaRespiratory
Distress Assessment Instrument (RDAI)atau modifikasinya yang
mengukur laju pernafasan/respiratory rate(RR), usaha nafas,
beratnyawheezingdan oksigenasi.Skala klinis yang digunakan Abul
Ainine dan Luyt adalah :1.Respiratory Rate(RR) : dihitung manual,
baik dengan palpasi dan melihat gerakan dada, dilakukan selama 1
menit penuh, dua kali perhitungan diambil rata-ratanya.2.Heart
Rate(HR) diambil daripulse oxymetriyang dibaca lima kali selama
pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.3.Saturasi O2: daripulse
oxymetriyang dibaca lima kali selama pengamatan 1 menit, diambil
rata-ratanya.4.Respiratory clinical statusyang dinilai menggunakan
RDAI menurut Lowell dkk.5.Status aktivitas bayi (empat tingkat :
tidur, tenang, rewel dan menangis).Sedangkan Shuh, yang diadaptasi
oleh Dobson, menilai skor klinis sebagai berikut :1.Keadaan umum :
diberi skor 0 (tidur) hingga 4 (sangat rewel)2.Penggunaan otot
bantu nafas : Skor 0 (tidak ada retraksi) hingga 3 (retraksi
berat)3.Wheezing: skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezinghebat
inspiratorik dan ekspiratorik).(4)
Atas dasar frekuensi nafas dan keadaan umum bronkiolitis dibagi
menjadi : bronkiolitis ringan dan bronkiolitis berat (R 60 x/
menit).(1)Berdasarkan gejala klinis, bronkiolitis juga dibagi
menjadi bronkiolitis ringan, sedang, berat dengan tanda sebagai
berikut(5,12):Tabel 1.Klasifikasi Bronkiolitis berdasarkan gejala
klinisBronkiolitis
RinganSedangBerat
-Kemampuan untuk makan normal-Sedikit atau tidak ada gangguan
pernafasan-Tidak kebutuhan akan oksigen tambahan (saturasi O2>
95 %-Gangguan pernafasan sedang dengan beberapa kontraksi dinding
dada dan nafas cuping hidung-Hipoksemia ringan dan dapat dikoreksi
dengan oksigen-Mungkin menampakkan pernafasan yang pendek ketika
makan-Mungkin memiliki episode apnoe yang singkat-Tidak dapat untuk
makan-Gangguan pernafasan berat, dengan retraksi dinding dada yang
jelas, nafas cuping hidung dan dengkuran.-Hipoksemia yang tidak
terkoreksi dengan oksigen tambahan-Mungkin terdapat peningkatan
frekuensi atau episode apnoe yang panjang.-Mungkin menampakkan
peningkatan kelelahan.
DIAGNOSISDiagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lainnya,(4)berdasarkan gambaran klinis, umur penderita
dan adanya epidemi RSV di masyarakat.(10)
AnamnesisGejala awal berupa gejala infeksi saluran nafas atas
akibat virus, seperti pilek ringan, batuk dan demam.(4)yang
mengenai anak usia maksimal 24 bulan yang lebih banyak terkena
adalah usia dibawah 12 bulan.(7)Satu hingga dua hari kemudian
timbul batuk yang disertai dengan sesak nafas. Selanjutnya dapat
ditemukan wheezing, merintih, nafas berbunyi, muntah setelah batuk,
rewel dan penurunan nafsu makan.(1,4,7)Adanya riwayat kontak dengan
penderita infeksi saluran pernafasan atas.(13)Kriteria bronkiolitis
terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau
kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus
misalnya batuk, pilek, demam dan(4)menyingkirkan pneumonia atau
riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.(10)Pemeriksaan
FisikPemeriksaan fisis pada anak yang mengarah ke diagnosis
bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardia, dan peningkatan
suhu diatas 38,50C dan bisa mencapai suhu 410C. Selain itu dapat
juga ditemukan konjungtivitis ringan faringitis, dan otitis
media.(4,7)Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respon
inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga
wheezing. Usaha-usaha pernafasan yang dilakukan anak untuk
mengatasi obstruksi akan menimbulkan nafas cuping hidung dan
retraksi interkostal. Selain itu dapat juga ditemukan ronki dari
pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi dan bila gejala
menghebat dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia < 6
minggu.(4,7)Selain itu ditemukan pernafasan yang pendek dan
saturasi O2yang rendah dan tanda dehidrasi.(13)Pemeriksaan
PenunjangLaboratoriumTes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung
lekosit biasanya normal demikian pula dengan elektrolit. Pada
pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan
bentuk batang.(4,10)Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak
dengan gangguan pernafasan berat, khususnya yang membutuhkan
ventilator mekanik, gejala kelelahan dan hipoksia.(4,7)Analisa gas
darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan
asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.(10)Untuk menemukan RSV
dilakukan kultur virus,rapid antigen detection test (direct
immunofluoresence assaydanenzyme linked immunosorbant assay.
ELISA). Ataupolimerase chain reaction(PCR), dan pengukuran titer
antibody pada fase akut dan konvalesens.(4)Untuk menentukan
penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau bilasan
nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi
memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada
50% kasus.(10)
RadiologiFoto Thorak diindikasikan pada :-Pasien yang
diperkirakan memerlukan perawatan lebih-Pasien dengan pemburukan
klinis yang tidak terduga-Pasien dengan penyakit jantung dan paru
yang mendasari.(7)Gambaran radiologik mungkin masih normal bila
bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru
mengembang(hyperaerated).Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang
tersebar, atau pneumonia (patchy infiltrates). Tetapi gambaran ini
tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau
atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran ateletaksis
terutama saat konvalesens akibat secret pekat bercampur sel-sel
mati yang menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan peningkatan
diameter anteroposterior.(4,6,10)Bronchiolitis Obliterans X-ray
imaging
Sumber :www.pharmacology2000.comPada x-foto lateral, didapatkan
diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada
pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita
mendapatkan: siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat,
diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada
bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh
darah paru tampak tersebar.(10)Dalam penegakan diagnosis
bronkiolitis perlu memperhatikan manifestasi klinis yang dapat
menyerupai penyakit lain, epidemiologi, rentang usia terjadinya
kasus, dan musim-musim tertentu dalam satu tahun.(4,6)
DIAGNOSIS BANDINGDalam penegakan diagnosis bronkiolitis, perlu
memperhatikan manifestasi klinis yang dapat menyerupai penyakit
lain. Diagnosis banding sebaiknya dipikirkan, misalnya asma
bronkiale serangan pertama, bronkhitis, gagal jantung kongestif,
edema paru,pneumonia, aspirasi benda asing, refluks
gastroesophageal, sistik fibrosis, miokarditis, pneumothorak,
pertussis.(1,4,5,9,10)
PENATALAKSANAANInfeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self
limited) sehingga sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi
bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada
bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu
lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila
perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator,
antiinflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin,
dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSVimmunoglobuline(polyclnal)
atau humanized RSVmonoclonal antibody(palvizumad).(2,4)Bronkiolitis
ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral
yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus
dirawat inap. Penderita resiko tinggi harus dirawat inap,
diantaranya: berusia kurang dari 3 bulan, prematur, kelainan
jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis, defisiensi imun,
distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah terapi
suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan
pemberian antivirus.(10)Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis
adalah meyakinkan pasien secara klinis stabil, oksigenasi baik dan
hidrasi baik. Manfaat utama dari rawat inap bagi pasien dengan akut
bronkiolitis adalah :-Pengawasan yang hati-hati terhadap status
klinis-Pemantauan saluran nafas (melalui penempatan posisi,
pengisapan dan pembersihan cairan).-Pemantauan hidrasi cairan tubuh
yang adekuat-Edukasi orang tua.(13)-Untuk mendukung pasien
anak-Untuk mendeteksi dan mengobati komplikasi yang mungkin
timbul-Untuk mencegah penyebaran infeksi terhadap pasien lain dan
pegawai-Untuk pengobatan menggunakan antivirus yang spesifik jika
terdapat indikasi.(8)Indikasi-indikasi untuk perawatan di rumah
sakit :-Tanda klinis gangguan pernafasan atau tanda
kelelahan-Apnoe-Ketidakmampuan untuk makan-Keadaan sosial
khusus-Hypoxemia-Pasien dengan kondisi dasar medis.(7)Pengobatan
SuportifA.PengawasanUntuk pasien yang dirawat inap penting
dilakukan pengawasan sistem jantung paru dan jika ada indikasi
dilakukan pemasanagpulse oxymetri.(7,13)B.OksigenasiOksigenasi
sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia,
sehingga memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan
perfusi ventilasi paru-paru.(2)Pemberian oksigen tambahan
direkomendasikan ketika saturasi oksigen menetap dibawah 91% dan
dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas
94%.(13)Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 40 % sering digunakan
untuk mengoreksi hipoksia.(2,8)gunakan nasal kanul (dengan
kecepatan maksimun 2L/m); masker muka atau kotak kepala.
Sumber :http://breathebetter.blogspot.com
Jika mungkin gunakan oksigen yang dilembabkan. Jika hipoksemia
menetap dengan atau tanpa distress berat, meskipun sudah diberikan
oksigen dengan kecepatan tinggi, maka segera lakukan permintaan
untuk penangan ICU anak dengan pemasangan ventilator.(5,8)
C.Pengaturan CairanPemberian cairan sangat penting untuk
mencegah dehidrasi akiba keluarnya cairan lewat evaporasi, karena
pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi
dehidrasi diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20 %
dari kebutuhan rumatan jika didapatkan demam yang naik turun atau
menetap (suhu > 38,50C). Cara pemberian cairan ini bisa secara
intravena atau pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus
hati-hati pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi
aspirasi dan menambah sesak nafas, akibat lambung yang terisi
cairan dan menekan diafragma ke paru-paru. Selain itu harus dicegah
terjadinya overload cairan.(2,5,7)Lakukan pemeriksaan serum
elektrolit dan jika mendapatkan nilai yang tidak normal lakukan
penggantian dengan cairan elektrolit.(5)
Pengobatan MedikamentosaA.Antivirus (Ribavirin)Bronkiolitis
paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk
mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin
adalah obat antivirus yang bersifat virus statik. Tetapi,
penggunaan obat ini masih kontroversial mengenai efektivitas dan
keamanannya.The American of Pediatricmerekomendasikan penggunaan
ribavirin pada keadaan diperkirakan penyakitnya menjadi lebih berat
seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung,
fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan
pada bayi-bayi premature. Ada beberapa penelitian prospektif
tentang penggunaan ribavirin pada penderita bronkiolitis dengan
penyakit jantung dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian jika
diberikan pada saat awal. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara
nebulizer aerosol 12-18 jam per hari atau dosis kecil dengan 2 jam
3 x/hari.(2,4)B.BronkodilatorPeran bronkodilator sampai saat ini
masih kontroversial.(2,4,8)Secara umum jangan gunakan bronkodilator
pada pasien anak dengan usia dibawah 6 bulan.(5)bronkodilator juga
tidak dianjurkan dan sebetulnya merupakan kontra indikasi karena
dapat memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi lebih
gelisah dan keperluan oksigen akan meningkat.(3)Bronkodilator
digunakan secara luas untuk bayi dengan bronkiolitis, yaitu sekitar
68-96% bayi dipusat pelayanan pediatrik tersier di Kanada. Pada
survey yang dilakukan pada 88 pusat pelayanan pediatrik di Eropa,
54 pusat pelayanan melaporkan penggunaan bronkodilator pada semua
pasien dengan bronkiolitis, dan 15 pusat pelayanan melaporkan hanya
menggunakan bronkodilator pada pasien dengan resiko tinggi. Di
Inggris dan Australia, penggunaan bronkodilator lebih jarang.Wohl
dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran
respiratory adalah inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa
dan sumbatan mukosa, serta kolapsnya saluran respiratori kecil pada
bayi dengan bronkiolitis, sehingga pendekatan logis terapi adalah
kombinasi -adrenergik dan agonis -adrenergik.Kelebihan epinefrin
dibandingkan dengan bronkodilator -adrenergik selektif adalah
:-Kerja konstriktor -adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa,
membatasi absorbsinya dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan
sedikit efek padaventilation perfusing matching.-Relaksasi otot
bronkus karena efek -adrenergik-Kerja -adrenergik menekan pelepasan
mediator kimiawi-Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek
histamin seperti edema-Mengurangi sekresi kataral.Beta agonis masih
sering digunakan dengan alasan 15 25 % pasien bronkiolitis nantinya
akan menjadi asma. Inhalasi 2-agonis diberikan satu kali sebagai
trial dose. Karena efek akan tampak dalam 1 jam, maka dosis ulangan
akan diberikan bila pasien menunjukkan perbaikan klinis fungsi paru
yang jelas dan menetap.(4)
C.KortikosteroidTentang pemberian kortikosteroid masih belum ada
keseragaman.(3)masing-masing negara melakukan pemberian
kortikosteroid disesuaikan dengan masing-masing Panduan Nasional
maupun konsensus yang berdasarkan bukti.(4)Untuk pasien rawat jalan
dengan akut bronkiolitis pemberian steroid sistemik mungkin dapat
dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih dari 5 hari.
Untuk pasien rawat inap steroid sistemik tidak rutin diberikan
tergantung dari studi penelitian. Sedangkan untuk penanganan pasien
padaintensive care unitdengan bronkiolitis berat pemberian steroid
sistemik dapat dipertimbangkan. Sedangkan pemberian steroid
inhalasi (budesonide & Fluticasone) sangat sedikit evidence
based yang merekomendasikan.(7)
D.AntibiotikPemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada
penderita bronkiolitis, karena sebagian besar disebabkan oleh
virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi sekunder dan diberikan
antibiotik spektrum luas.(2,3,6,12)Pemberian antibiotik justru akan
meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap
antibiotik tersebut.(2)Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi
bakteri dapat digunakan ampisilin 100-200 mg/kgBB/hr secara
intravena dibagi 4 dosis. Bila ada konjungtivitis dan bayi berusia
1 4 bulan kemungkinan sekunder olehChlamidia
trachomatis.(1)Pengobatan Intensive Care UnitDilakukan konsultasi
untuk perawatan pada ICU anak jika :-Terjadi progresivitas untuk
gangguan pernafasan berat terutama pada kelompok yang
beresiko.-Terdapat episode apnoe yang signifikan dengan gangguan
saturasi atau adanya frekuensi pernafasan pendek lebih dari 15
detik.-Saturasi oksigen rendah yang menetap-Ketika pemeriksaan
analisa gas darah telah selesai dan menggambarkan gangguan
pernafasan dimana pada darah arteri didapatkan : pO2< 80 mmHg;
pCO2> 50 mmHg; pH < 7,25.(5,12)
Tabel 2.Penatalaksanaan Bronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya
Gejala(12)Bronkiolitis
RinganSedangBerat
-Tidak memerlukan penilaian lebih lanjut-Perawatan dirumah, jika
orang tua pasien mampu dan sudah dijelaskan serta mempunyai
kendaraan.-Berobat ulang ke dokter setelah 2 3 hari kemudian
-Perawatan di rumah sakit-Berikan oksigen sehingga saturasi
oksigen > 93 %-Pertimbangkan pemberian cairan
intravena-Pengamatan seksama terhadap perburukan kondisi-Foto
thorak-Aspirasi nasopharyngeal untuk virus imunoflurorecency dan
kultur-Perawatan di rumah sakit-Pemberian oksigen sampai saturasi
oksigen > 95 %-Pengamatan seksama untuk antisipasi kemungkinan
memerlukan intubasi dan pemakaian ventilator-Berikan cairan
intravena-Monitor system cardiorespiratori-Foto thorak-Aspirasi
nasopharyngeal untuk virus imunoflurorecency dan
kultur-Pertimbangkan pengawasan gas pembuluh darah
arteri-Pertimbangkan untuk konsultasi perawatan ICU anak.
Kriteria PulangPasien direkomendasikan pulang dengan kriteria
:-Status pernafasanoLaju pernafasan kurang dari 70 kali dalam 1
menit dan tidak didapatkan tanda klinis usaha pernafasan
lebihoOrang tua dapat membersihkan saluran pernafasan anak dengan
menggunakan alat sedot gelembung.oPasien dapat berada dalam ruang
dengan udara bebas dengan oksigen terapi yang stabil.oSaturasi
oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen tambahan
kecuali anak dengan penyakit paru kronis, penyakit jantung atau
mempunyai faktor resiko lain harus dilakukan diskusi terlebih
dahulu dengan konsultan.(5)-Status nutrisioPasien dapat makan
melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah
dehidrasi-SosialoPeralatan dirumah mampu untuk digunakan dalam
perawatan dirumahoOrang tua atau penjaga anak mampu untuk melakukan
perawatan dirumahoDilakukan edukasi keluarga yang
lengkap-Peninjauan lebih lanjutoKetika ada indikasi, perawat rumah
dan penyedia alat medis harus melukakan visit terakhir.oPemberi
pertolongan utama harus memberikan persetujuan untuk
pemulanganoJanji untuk peninjauan lebih lanjut harus
dilakukan.(13)
Edukasi KeluargaDilakukan pada saat pasien akan dipulangkan.
Yaitu dengan memberitahukan :-Informasi mengenai penyakit
bronkiolitis-Bagaimana cara membersihkan jalan nafas dengan
menggunakan penghisap gelembung.-Segera memanggil bantuan atau
membawa pasien ke rumah sakit kembali jika didapatkan gangguan
pernafasan-Cara pencegahan penyakit dan penyebarannya dengan
menghindari anak dari paparan asap rokok ataupun zat yang
mengiritasi lainnya, melakukan cuci tangan, dll.(9,13)
KOMPLIKASIKomplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan
tergantung dari penatalaksanaan penyakit sebelumnya. Pada beberapa
kasus didapatkan adanya gangguan fungsi paru yang menetap, dimana
timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas
bronkial.(1,8)Komplikasi seperti otitis media akut, pneumonia
bakterial dan gagal jantung jarang dijumpai.(3)Beberapa studi
kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi akan
berkembang menjadi asma. Suau studi kohort prospektif menemukan
bahwa 23 % bayi dengan riwayat bronkhiolitis berkembang menjadi
asma pada usia 3 tahun, dibandingkan dengan 1 % pada kelompok
kontrol.(4)
PENCEGAHANLangkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan
pemberian imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi pasif dapat
dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang mengandung titer
antibodi protektif tinggi, (respigrama). Dosis yang dianjurkan 750
mg/KgBB setiap bulan, diberikan secara intravena pada anak dibawah
umur 24 bulan. Indikasi lain adalah bayi yang lahir dengan umur
kehamilan < 35 minggu dan bayi dengan displasia
bronchopulmonari. Produk lain adalah antibodi kelas IgA monoklonal
yang diberikan melalui tetes hidung setiap hari dan antibodi kelas
IgG monoklonal yang diberikan secara intramuscular setiap
bulan.(6)Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi adalah
meningkatkan (augmentation) antibodi yang menetralisasi protein F
dan G dengan cara pemberian dari luar dan imunisasi dari ibu. Pada
manusia, efek imunoglobulin yang mengandungneutralizing
antibodytiter tinggi atau monoklonal terhadap protein F akan
mengurangi beratnya penyakit. Bila pada bayi premature atau bayi
dengan penyakit paru kronis diberikan RSVhyperimmune globulinatau
antibodi monoklonal terhadap protein F yang disebut dengan
Palizumab setiap bulan, diberikan secara intramuskular setiap hari,
lama perawatan RSV akan berkurang secara bermakna. Akan tetapi
resiko efek samping kemungkinan meningkat pada bayi dengan penyakit
jantung sianotik.(4)Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif,
dikembangkan vaksinlive attenuated. Vaksin RSV pertama, yang
terdiri dari cold passaged mutan, efektif untuk orang dewasa,
tetapi pada anak terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat
berubah menjadi virus biasa kembali. Kemudian dari permukaan
glikoprotein murni, dikembangkan DNA dan peptik sintetik. Vaksin
live attenuated mempunyai kelebihan, yaitu dapat diberikan
intranasal dan menginduksi imunitas mukosa dan sistemik.(4)Selain
itu dilakukan pencegahan penyebaran silang dari virus RSV. RSV
menyebar melalui hidung/muka ke tangan atau muka dari individu
lain, sehingga perlu dilakukan prosedur cuci tangan yang baik
terhadap perawat, pegawai maupun orang tua pasien untuk
meminimalisir masalah tersebut. Dan hindari perawatan pasien anak
dengan bronkiolitis (RSV positif atau sedang menunggu hasil) dengan
anak-anak yang mempunyai resiko tinggi tertular RSV.(5)
PROGNOSISPrognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya
penanganan, dan penyakit latar belakang (penyakit jantung,
defisiensi imun, prematuritas).(1)Anak biasanya dapat mengatasi
serangan tersebut sesudah 48 72 jam. Mortalitas kurang dari 1 %.
Anak biasanya meninggal karena jatuh ke dalam apneu yang lama,
asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi
yang disebabkan oleh takipneu dan kurang makan-minum.(3)Penelitian
di Norwegia menunjukkan bahwa bayi yang dirawat dengan
bronkhiolitis mempunyai kecendrungan menderita asma dan penurunan
fungsi paru pada usia 7 tahun dibandingkan dengan kontrol. Hal ini
menunjukkan adanya hipereaktifitas bronkhial yang menetap selama
beberapa tahun setelah menderita bronkiolitis pada bayi muda, baik
para RSV positif, maupun RSV negatif.Tidak dapat dibuktikan secara
jelas bahwa bronkiolitis terjadi pada anak dengan kecendrungan
asma, keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid mungkin dapat
mengurangi prevalens asma pada anak dari kelompok
pengobatan.(4)
DAFTAR PUSTAKA1.Herry Garna, Prof, dr. Sp.A(K), Ph.D, Heda
Melinda D. Nataprawira, dr. Sp.A(K), Bronkhiolitis dalam Pedoman
Diagnosis dan Terapi, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi Ke -3, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Rs. Dr.
Hasan Sadikin Bandung, 2005. Hal : 400-4022.Edi Hartoyo dan Roni
Naning, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada/ Instalasi Kesehatan Anak RSUP dr. Sardjito Yogyakarta.
Mengi Berulang Setelah Bronkhiolitis Akut Akibat Infeksi
Virus.3.Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Bronkiolitis Akut
dalam Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
FKUI, 1985, hal : 1233-12354.Magdalena Sidharta Zain, Bronkhiolitis
dalam Buku Ajar Respirology Anak, Edisi Pertama, Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Badan Penerbit IDAI, 20085.NSW HEALTH, Acut Management
of Infant and Children with Acute Bronchiolitis. Revision December
2006www.health.nsw.gov.au6.Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Bronkiolitis dalam Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi I,
Badan Penerbit IDAI, 2005. Hal : 348 - 3507.A Tam, SY Lam, et all.
Clinical Guideline on The Management pf Acute Bronchiolitis,
Hongkong Journal Pediatric (New Series) 2006; 11; 235 241.8.Mary
Ellen B, Wohl, MD. Bronchiolitis in Kendigs Disorder of The
Respiratory Tract in Children. Seventh Edition, Elsevier Inc, 2006
page : 423 431.9.Mark Louden, MD, FACEP. Pediatric Bronchiolitis.
Update 1 November 2007
http://www.emedicine.com/emerg/topic365.htm10.Administrator, Tata
Laksana Bronkhiolitis, Desember
2007,http://cpddokter.com/home/index.php?option=com_content&task=view&id=140&Itemid=3811.Departemen
Kesehatan RI, Profil Kesehatan Provinsi NAD tahun 2005
.www.depkes.go.id/downloads/profil/NAD05/profil_dinkes05baru.pdf12.Dominic
A Fitzgerald and Henry A Kilham, Bronchiolitis : Assesment and
Evidence - Based Management. MJA volume 180, 19 April 2004, Page :
399 404.13.Chris Bolling, MD, et all. Evidence Based Clinical
Practice Guideline For Medical Management of Bronchiolitis in
Infants less than 1 years of age presenting with a first time
episode. Cincinati Childrens Hospital Medical Center.
2006.www.cincinatichildrens.org
20 |