Top Banner
LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : An. M. R Umur : 3 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Jl. Pahlawan IIIA No 3 Semarang Agama : Islam Suku : Jawa Ruang : Seruni, No. 202/III Masuk Rumah Sakit : 12 Juli 2015 Keluar Rumah Sakit : 16 Juli 2015 No.RM : 13-07-121183 Jaminan : PT APPAREL I. ANAMNESIS (Alloanamnasis 13-07-2015 Pukul 13:00 WIB) Keluhan utama: Demam Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara diantar oleh orang tuanya dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu. Demam 1
46

case 2 anak

Feb 10, 2016

Download

Documents

kheluwis

laporan kasus anak
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: case 2 anak

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. M. R

Umur : 3 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Pahlawan IIIA No 3 Semarang

Agama : Islam

Suku : Jawa

Ruang : Seruni, No. 202/III

Masuk Rumah Sakit : 12 Juli 2015

Keluar Rumah Sakit : 16 Juli 2015

No.RM : 13-07-121183

Jaminan : PT APPAREL

I. ANAMNESIS (Alloanamnasis 13-07-2015 Pukul 13:00 WIB)

Keluhan utama:

Demam

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara diantar oleh orang tuanya dengan keluhan

demam sejak 5 hari yang lalu. Demam tinggi dan timbul secara mendadak dan terus-

menerus. Orang tua pasien juga mengatakan pasien pilek cair bening, nafsu makan

turun (+), pusing (-) dan nyeri kepala (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), ruam di kaki,

tangan, dan badan (-), menggigil (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), batuk (-), nyeri telan

(-), nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-), kembung (-), nyeri telinga (-), cairan yang

1

Page 2: case 2 anak

keluar dari telinga (-), BAK normal, warna kuning. BAB normal, konsistensi padat,

BAB warna hitam/merah (-), diare (-). 3 hari SMRS pasien diperiksakan ke puskesmas

dan diberi obat penurun panas. Demam mereda setelah minum obat penurun panas, tapi

kemudian panas lagi setelah obat habis.

Riwayat penyakit dahulu:

Typhoid : Pernah

DBD : Disangkal

Diare : Pernah

ISPA : Pernah

Kejang : Disangkal

Alergi : Disangkal

Riwayat penyakit keluarga:

Keluhan serupa : Disangkal

Typhoid : Disangkal

DBD : Disangkal

Diare : Disangkal

ISPA : Disangkal

Kejang : Disangkal

Alergi : Disangkal

TBC : Disangkal

Riwayat Pemeliharaan Perinatal :

Ibu pasien biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan 2 kali setiap

bulan sampai usia kehamilan 9 bulan. Selama hamil ibu mengaku mendapat imunisasi

TT 2 kali di bidan. Obat–obat yang diminum selama kehamilan adalah vitamin dan

penambah darah. Dan tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan.

Kesan : riwayat pemeliharaan perinatal baik

2

Page 3: case 2 anak

Riwayat persalinan ibu:

Pasien merupakan anak laki-laki lahir dari ibu G1P0A0 dengan usia kehamilan 38

minggu, lahir secara normal, persalinan ditolong oleh bidan, anak lahir langsung

menangis, berat badan lahir 3200 gram. Panjang badan lahir 50 cm.

Kesan : neonatus aterm, sesuai masa kehamilan, lahir spontan

Riwayat imunisasi :

BCG : 1x (usia 1 bulan)

Hep B : 3x (usia 0, 1 , 6 bulan)

Polio : 4x (usia 0, 2, 4, 6 bulan)

DPT : 3x (usia 2, 4, 6 bulan)

Campak : 1x (usia 9 bulan)

Kesan : Imunisasi belum lengkap dengan jadwal Imunisasi IDAI 2014

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :

Pertumbuhan :

Berat badan lahir 3200 gram. Panjang badan lahir 50 cm. Berat badan saat ini 16

kg, Tinggi badan saat ini 100 cm.

Perkembangan :

Senyum : 2 bulan Berjalan : 12 bulan

Miring : 3 bulan Bicara : 12 bulan

Tengkurap : 4 bulan

Gigi keluar : 6 bulan3

Page 4: case 2 anak

Duduk : 7 bulan

Merangkak : 8 bulan

Berdiri : 10 bulan

Kesan: Pertumbuhan anak tidak diketahui hasil intrepretasinya dan Perkembangan

anak sesuai umur.

Riwayat asupan nutrisi :

- ASI diberikan sejak lahir sampai usia 6 bulan

- Mulai usia 6 bulan, anak diberi susu formula dan bubur

- Mulai usia 9 bulan, anak diberi bubur saring dan nasi tim

- Mulai usia 12 bulan, anak diberi makanan keluarga, nasi dengan lauk pauk

dan sayur yang bervariasi diberikan 3x/hari

Kesan : Diberikan ASI eksklusif

Kualitas & kuantitas makanan & minuman baik

II. PEMERIKSAAN FISIK (13-07-2015 Pukul 13:30)

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang,

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign :

- HR : 110 x/menit (kuat, regular)

- Suhu : 37.7 ºC, saat datang 38.2 ºC

- RR : 22 x/menit (regular)

Data antropometri :

- Berat badan : 16 kg

- Tinggi Badan : 100 cm

- Status gizi : (gizi baik)

4

Page 5: case 2 anak

Pemeriksaan Sistem

Kepala : Normocephal

Mata :Pupil bulat, isokor, cekung -/- , diameter 3mm/ 3mm,

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedema palpebral

(-/-)

Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (+/+) bening

dan encer

Telinga : Bentuk normal, tanda peradangan (-/-), sekret (-/-)

Mulut : Bibir kering (-), Bibir sianosis (-), Mukosa Hiperemis (-),

lidah kotor (-)

Tenggorok : T1-T1 mukosa hiperemis (-), mukosa faring hiperemis (-),

kripte melebar (-), detritus (-)

Leher : Tidak teraba pembesaran KGB

Axilla : Tidak teraba pembesaran KGB

Thorax : simetris dan datar.

Jantung

o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

o Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial dari

midclavicula line sinistra

o Perkusi : Batas jantung kiri ICS V MCL sinistra

Batas jantung kanan ICS VI sternal line dextra

Batas jantung atas ICS III parasternal line sinistra

o Auskultasi : BJ I - II (N), regular, murmur (-), gallop (-).

Paru – paru

o Inspeksi : Gerakan simetris dalam keadaan statis dan dinamis5

Page 6: case 2 anak

simetris, retraksi suprasternal (-), epigastrium (-),

intercostalis (-)

o Palpasi : Stem fremitus dextra et sinistra sama kuat

o Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

o Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),

wheezing (-/-)

Abdomen

o Inspeksi : Datar

o Auskultasi : Bising Usus (+) 12 x/ menit, peristaltik normal

o Perkusi : Timpani

o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor baik

Genitalia dan Anus : Laki-laki, dalam batas normal

Ekstrimitas :

Akral hangat (+), oedema (-), CRT < 2 detik, petechie spontan (-),

Rumple leed : (+)

Kulit : turgor baik

Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran

Pemeriksaan Neurologis

Tanda rangsang meningeal : (-)

Tanda Peningkatan TIK : (-)

Nervus Cranialis : Dalam batas normal

Motorik : Dalam batas normal

6

Page 7: case 2 anak

Sensorik : Dalam batas normal

Reflek fisiologis : (+)

Reflek Patologis : (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Px. Darah 12-07-2015 14-07-2015 15-07-2015 16-07-2015

Leukosit (/uL) 3400 4000 8200 9800

Hemoglobin (g/dL) 12.5 11.5 11.9 12.1

Hematokrit (%) 36 32.5 34.4 35

Trombosit (/uL) 158000 104000 83000 153000

Widal:

S. TH - O

S. TH - H

P TH

1/40

1/40

-

1/80

-

-

-

-

-

-

-

-

Kesan : leucopenia dan trombositopenia

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS

Data Antropometri

Anak laki-laki usia 3 tahun , Berat badan 16 kg, Tinggi badan 100 cm.

7

Page 8: case 2 anak

8

Page 9: case 2 anak

9

Page 10: case 2 anak

10

Page 11: case 2 anak

Z-Scor Indikator Pertumbuhan

Panjang/tinggi

terhadap umur

Berat terhadap umur Berat terhadap

panjang/tinggi

Di atas 3 Lihat catatan 1 Obesitas

Di atas 2 Lihat catatan 2 Overweight (gizi

lebih)

Di atas 1 Beresiko gizi

lebih (lihat

catatan 3)

0 (median)

Di bawah -1

Di bawah -2 Perawakan pendek

(lihat catatan 4)

Gizi kurang Kurus

Di bawah -3 Perawakan sangat

pendek/kerdil (lihat

catatan 4)

Gizi buruk (lihat

catatan 5)

Sangat kurus

Catatan :

1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tinggi. Hal ini tidak masih normal.

Singkirkan kelainan hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.

2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan, tapi lebih baik

diukur menggunakan perbandingan berat badan terhadap panjang/tinggi atau IMT

terhadap umur.

3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan beresiko gizi lebih. Jika makin

mengarah ke garis Z-scor 2 resiko gizi lebih makin meningkat.

4. Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki gizi

lebih.

5. Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan IMCI (Integrated

Management of Childhood Illness in-service training. WHO, Geneva 1997).

Kesan : Status Gizi Baik dan Perawakan Normal

11

Page 12: case 2 anak

V. RESUME

Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, berat badan 16 Kg, dan tinggi

badan 100 cm dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu. Demam tinggi dan timbul

secara mendadak dan terus-menerus. Orang tua pasien juga mengatakan pasien pilek

cair bening, nafsu makan turun (+), pusing (-) dan nyeri kepala (-), mimisan (-), gusi

berdarah (-), ruam di kaki, tangan, dan badan (-), menggigil (-), nyeri otot (-), nyeri

sendi (-), batuk (-), nyeri telan (-), nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-), kembung (-),

nyeri telinga (-), cairan yang keluar dari telinga (-), BAK normal, warna kuning. BAB

normal, konsistensi padat, BAB warna hitam/merah (-), diare (-). 3 hari SMRS pasien

diperiksakan ke puskesmas dan diberi obat penurun panas. Demam mereda setelah

minum obat penurun panas, tapi kemudian panas lagi setelah obat habis.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan rumple leed (+).

Pada laboratorium terdapat leukopenia dan trombositopenia.

VI. DIAGNOSIS BANDING

- DHF grade 1, 2, 3, 4

- DF

- Tifoid Fever

VII. DIAGNOSIS KERJA

Dengue Fever grade I

VIII. PENATALAKSANAAN

IX.

Medikamentosa

- Infus 2A ½ N 16 tpm

- Praxion syr 3x1 cth

- Dextamin syr 2x1 cth

- Imunos 1x1 cth

Non Medikamentosa

- Tirah baring

- Banyak minum air putih, sari kurma, makanan bergizi dan lunak.

Usulan : Ulang darah rutin tiap 24 jam

12

Page 13: case 2 anak

X. EVALUASI

- Keadaan umum dan tanda – tanda vital

- Awasi timbulnya komplikasi

- Ulang darah rutin tiap 24 jam

XI. KOMPLIKASI

- Syok (DSS)

XII. EDUKASI

- Memberitahukan orang tua untuk mengawasi anak dari tanda – tanda syok berupa

nafas cepat, nadi cepat, anak gelisah, anak tampak lemas dan sulit dibangunkan.

BAK berkurang, kaki dan tangan menjadi dingin, kulit lembab.

- Di rumah :

Jika anak panas, kompres air biasa, beri obat penurun panas. Jika panas

tidak turun segera, segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat.

Proteksi diri agar tidak digigit nyamuk ( tidur menggunakan kelambu,

menggunakan lotion anti nyamuk )

3 M +

Menguras tempat penampungan air

Menutup tempat penampungan air

Mengubur barang bekas yang dapat menampung air, tidak

menggantung pakaian terlalu banyak, tidur menggunakan

kelambu

Abatisasi untuk memberantas jentik – jentik nyamuk

Meningkatkan sanitasi dan hygiene lingkungan rumah

- Dilakukan program Fogging

XIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanationam : ad bonam

13

Page 14: case 2 anak

LEMBAR FOLLOW UP

Tanggal

Jam

13-07-2015

07.00 WIB

14-07-2015

07.00 WIB

15-07-2015

07.00 WIB

16-07-2015

07.00 WIB

Keluhan

Panas (+)

Pilek (+) cair

bening

Nafsu makan

turun

Panas (-)

Pilek (-) cair

bening

Nafsu makan

(perbaikan)

Panas (-)

Pilek (-) cair

bening

Nafsu makan

turun

(perbaikan)

Panas (-)

Pilek (-) cair

bening

Nafsu makan

baik

KU/KES TSS/CM TSS/CM TSR/CM TSR/CM

TTV:

RR

HR

S

22x/menit

110x/menit

37.7 C

20x/menit

116x/menit

36.6 C

24x/menit

112x/menit

36.2 C

22x/menit

118x/menit

36.3 C

Kepala dbn dbn dbn Dbn

Kulit dbn dbn dbn Dbn

Mata dbn dbn dbn Dbn

Telinga dbn dbn dbn Dbn

Hidung Sekret bening dbn dbn Dbn

Mulut dbn dbn dbn Dbn

Thorax :

Cor

Pulmo

dbn

dbn

dbn

dbn

dbn

dbn

dbn

dbn

Abdomen dbn dbn dbn Dbn

Ekstremitas dbn dbn dbn Dbn

Laboratorium

Px. Darah 12-07-2015 14-07-2015 15-07-2015 16-07-2015

Leukosit (/uL) 3400 4000 8200 9800

Hemoglobin (g/dL) 12.5 11.5 11.9 12.1

14

Page 15: case 2 anak

Hematokrit (%) 36 32.5 34.4 35

Trombosit (/uL) 158000 104000 83000 153000

Widal:

S. TH - O

S. TH - H

P TH

1/40

1/40

-

1/80

-

-

-

-

-

-

-

-

15

Page 16: case 2 anak

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM DENGUE

I. DEFINISI

Demam Dengue (dengue fever, selanjutnya disingkat DF) adalah penyakit yang

terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda - tanda klinis

demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam

(rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan

bola mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik

perdarahan (petekie) spontan (Mansjoer, 2005).

Demam Berdarah Dengue (dengue haemorrhagic fever, selanjutnya disingkat

DHF), ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam,

nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniquet

akan positif dengan tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan seperti

petekie spontan yang timbul serentak, purpura, ekimosis, epitaksis. hematemesis, melena,

trombositopenia, masa perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit

meningkat dan gangguan maturasi megakariosit (Mansjoer, 2005).

Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome, selanjutnya disingkat DSS)

ialah penyakit DHF yang disertai renjatan (Mansjoer, 2005).

II. ETIOLOGI

Demam Berdarah Dengue ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue

(DEN). Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal yang terdiri atas 4 serotipe

yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Struktur antigen empat serotipe sangat mirip

satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat

saling memberikan perlindungan silang. Virus dengue termasuk dalam genus Flavivirus

(famili Flaviviridae). Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus (Mansjoer, 2005).

16

Page 17: case 2 anak

III. PATOGENESIS

Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus sebagai

vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Apabila orang itu mendapat

infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang

berbeda. DBD dapat terjadi, bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali,

mendapat infeksi berulang dari virus dengue dengan serotipe lainnya. Virus akan

bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke

sistem retikuloendotelial dan kulit secara bronkogen maupun hematogen (Mansjoer,

2000).

Sejauh ini belum ada suatu teori yang dapat menjelaskan secara tuntas

patogenesis demam berdarah Dengue (Mansjoer, 2000). Berdasarkan data yang ada,

terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya

demam berdarah dengue.

Suhendro dkk (2006) menyebutkan bahwa respon imun yang diketahui berperan

dalam patogenesis DBD adalah:

1. respon imun humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam

netralisasi virus. Antibodi tersebut berperan dalam mempercepat replikasi virus

pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent

enhancement (ADE).

2. limfosit T baik T-helper (CD4) maupun T sitotoksik (CD8) berperan dalam

respon imun seluler terhadap virus dengue.

3. monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi

antibody. Namun proses ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi

sitokin oleh makrofag yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah.

4. Aktivasi komplemen oleh kopleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Akibat aktivasi C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke

ekstravaskuler.

17

Page 18: case 2 anak

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue

adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis

immune enhancement (Chen, dkk. 2009).

Gambar 2.1 Hipotesis infeksi sekunder

Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, sebagai akibat

infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien

akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer

tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga

menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan

terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh

darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan

kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa

(Suhendro, 2006).

18

Page 19: case 2 anak

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung

bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat

yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan

mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan

dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari

proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan

hipovolemia dan syok (Suhendro, 2006).

IV. MANIFESTASI KLINIS

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis

yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), dengue

fever, dengue haemorrhagic fever dan dengue shock syndrome; yang terakhir dengan

mortalitas tinggi yang disebabkan renjatan dan perdarahan hebat (Nimmanitya dkk., 1969;

Pongpanich dkk., 1973) Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini dapat disamakan

dengan sebuah gunung es.. DHF dan DSS sebagai kasus-kasus yang dirawat di rumah

sakit merupakan puncak gunung es yang kelihatan di atas permukaan laut, sedangkan

kasus-kasus dengue ringan (dengue klasik atau demam dengue, selanjutnya

disebut.demam dengue dan silent dengue infection; merupakan dasar gunung es.

Diperkirakan untuk setiap kasus renjatan yang dijumpai di rumah sakit telah terjadi 150

sampai 200 kasus silent dengue infection (WHO, 1980).

Demam Dengue

Masa tunas berkisar antara 3-15 hari, pada umumnya 5-8 hari. Pcrmulaan

penyakit biasanya mendadak. Gejala prodromal meliputi nyeri kepala, nyeri berbagai

bagian tubuh, anoreksia, menggigil dan malaise. Pada umumnya ditemukan sindrom

trias, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan timbulnya ruam. Ruam biasanya

timbul 5 - 12 jam sebelum naiknya suhu pertama kali, yaitu pada hari ketiga sampai hari

kelima dan biasanya berlangsung selama 3 - 4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang

menghilang pada tekanan. Ruam mula-mula dilihat di dada, tubuh serta abdomen dan

menyebar ke anggota gerak dan muka (Soedarmo, 2008).

19

Page 20: case 2 anak

Pada lebih dari separuh penderita gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai

kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri di belakang bola mata, punggung, otot dan sendi

disertai rasa menggigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat kurve yang menyerupai

pelana kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurve ini tidak

ditemukan pada semua penderita sehingga tidak dapat dianggap patognomonik

(Soedarmo, 2008).

Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan; di samping itu perasaan tidak nyaman

di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Pada

stadium dini penyakit sering timbul perubahan dalam indra pengecap. Gejala klinis lain

yang sering terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk,

epistaksis dan disuria. Demam menghilang secara lisis, disertai keluamya banyak

keringat. Lama demam berkisar di antara 3,9 dan 4,8 hari. Kelenjar getah bening servikal

dilaporkan membesar pada penderita; beberapa sarjana menyebutnya sebagai tanda

Castelani, sangat patognomonik dan merupakan patokan berguna untuk membuat

diagnosis banding. Manifestasi perdarahan tidak sering dijumpai (Soedarmo, 2008).

Demam berdarah dengue

Kasus demam berdarah dengue ditandai dengan empat manifestasi klinis yaitu

demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan

peredaran darah (Soedarmo, 2008).

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan beratnya penyakit dan

membedakan demam berdarah dengue dari demam dengue adalah meningginya

permeabilitas kapiler pembuluh darah, menurunnya volume plasma, hipotensi,

trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Halstead mengemukakan gejala yang harus

dipertimbangkan dalam diferensiasi demam berdarah dengue dengan demam dengue,

adalah:

1. DHF biasanya disertai dengan pembesaran hati.

2. leukositosis seringkali ditemukan pada DHF, berlainan dengan demam dengue

yang pada umumnya disertai dengan leukopenia berat.

20

Page 21: case 2 anak

3. manifestasi perdarahan seperti petekhie, echimosis, uji tornikuet positif dan

trombositopenia lebih menonjol pada DHF.

4. limfadenopati, ruam makulopapular dan mialgia bersifat lebih ringan pada DHF.

Dengue shock syndrome

Disfungsi sirkulasi pada DBD, dengue shock syndrom, biasanya terjadi sesudah

hari 2-7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi plasma

leakage, efusi cairan ke rongga interstisial sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan

penurunan perfusi organ. Gangguan perfusi ginjal ditandai oleh oliguria atau anuria dan

gangguan perfusi susunan saraf pusat ditandai oleh penurunan kesadaran.

Pada fase awal sindrom syok dengue fungsi organ vital dipertahankan dari

hipovolemia oleh sistem hemostatis dalam bentuk; takikardia, vasokonstriksi, penguatan

kontraktilitas miokard, takipnea, hiperpnea, dan hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer

mengurangi perfusi perfusi non-esensial di kulit dan mneyebabkan sianosis, penurunan

suhu permukaan tubuh dan pemanjangan waktu pengisian kapiler(>5 detik). Perbedaan

suhu kulit dan suhu tubuh yang >20C menunjukkan mekanisme hemostatis masih utuh.

Paad tahap SSD kompensasi curah jantung dan tekanan darah “normal” kembali.

Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat SSD, berarti sistem

hemostatis sudah terganggu dan kelainan hemodinamik sudah berat, sudah terjadi

dekompensasi. Mula-mula tekanan nadi turun, < 20 mmHg misalnya 100/90, karena

tekanan sistolik turun sesuai dengan penurunan venous return dan volume sekuncup, dan

tekanan diastolik meninggi sesuai dengan peningkatan tonus vaskuler.SSD berlanjut

dengan kegagalan mekanisme hemostatis, terjadi iskemia jaringan yang irreversibel dan

pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.

V. DIAGNOSIS

Infeksi keempat serotipe virus dengue (DEN 1, 2, 3 and 4) dapat asimptomatik,

menuju ke dengue fever (DF), atau dengue haemorrhagic fever (DHF) dengan plasma

21

Page 22: case 2 anak

leakage yang dapat menimbulkan syok hipovolemik, dengue shock syndrome (DSS)

(WHO, 1999).

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini

terpenuhi:

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji rumpele leed positif; petekie,

ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis

kelamin.

b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

hiponatremia.

(Suhendro, 2006).

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD menurut WHO 1997, yaitu:

1. Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan

adalah uji torniquet.

2. Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.

3. Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin

dan lembab, tampak gelisah.

4. Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

22

Page 23: case 2 anak

(Suhendro, 2006).

Tabel pembagian derajat DBD menurut WHO (1997) :

DD/

DBD

Derajat Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih

tanda: sakit kepala, nyeri

retro orbital, mialgia dan

atralgia.

Leukopenia,

trombositopenia,

tidak ditemukan

bukti kebocoran

plasma

Serologi

dengue

positif

DBD I Gejala diatas ditambah uji

bendung positif

Trombositopeni

(<100.000/ul)

ditemukan bukti

kebocoran plasmaDBD II Gejala diatas ditambah

perdarahan spontan

DBD III Gejala diatas ditambah

kegagalan sirkulasi ditandai

dengan kulit dingin dan

lembab serta gelisah.

DBD IV Syok berat disertai dengan

nadi tak teraba dan tekanan

darah tak terukur

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah

trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai

gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai

pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai

23

Page 24: case 2 anak

hari ke 3 demam. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan

terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,

Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah

albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin (Suhendro, 2006).

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui

pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga

jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai gold standart adalah metode isolasi virus.

Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih

dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali

yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus

melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR).

Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila

dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah

mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu

(Suhendro, 2006).

Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu

dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi

mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari.

Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi

sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2 (Suhendro, 2006).

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah

pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1).

Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih

terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat

terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen

NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam

pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue.

Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas

dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan

tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik

untuk pelayanan primer (Suhendro, 2006).

24

Page 25: case 2 anak

Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat

dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan

pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks.

Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG (Suhendro, 2006).

VII. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma

dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam

pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik

secara klinis maupun laboratoris (Suhendro, 2006).

Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi

antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran

plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular.

Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk

menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap

kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang

masif perlu selalu diwaspadai (Suhendro, 2006).

Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada

trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang

cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna.

Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat

simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat

antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada

saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum) (Suhendro, 2006).

Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD

dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5

kategori, sebagai berikut:

1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

25

Page 26: case 2 anak

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama

pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga

sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat, yaitu dengan melakukan

pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, dan trombosit, bila :

- Hb, hmt, dan trombosit normal antara 100.000-150.000 pasien dapat

dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam

waktu 24 jam berikutnya.

- Hb, hmt normal, tetapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.

- Hb, hmt meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk

rawat inap.

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat (Gambar 2.2.)

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20% (Gambar 2.3.)

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa (Gambar 2.4.)

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa (gambar 2.5.)

(Suhendro, 2006).

Gambar 2.2. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

26

Page 27: case 2 anak

Gambar 2.3. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Gambar 2.4. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

27

Page 28: case 2 anak

Gambar 2.5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

28

Page 29: case 2 anak

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada

penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah

jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah

untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid

(ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO

menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena

dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis

cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain

memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak

mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal (Suhendro,

2006).

Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif.

Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah

edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid

memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL

secara bolus (20 ml/kgBB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya

dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial

(ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam

waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml

masuk ke dalam ruang interstisial. Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat

beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga

terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam

temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik (Suhendro, 2006).

Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan

yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma

29

Page 30: case 2 anak

(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang

intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan

lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin

didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya

yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping

koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch). Penelitian cairan koloid

dibandingkan kristaloid pada sindrom syok dengue (DSS) pada pasien anak dengan

parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan hasil

sebanding pada kedua jenis cairan.17,18 Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas

dan keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di

Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi (Suhendro, 2006).

Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran

plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada

kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance)

dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan

pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24

jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan

sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan

hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian,

pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi

masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau

masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis

pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik

tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10

mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan

30

Page 31: case 2 anak

dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 6 dan 7). Pada

kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi

hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu

dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal (Suhendro, 2006).

31

Page 32: case 2 anak

PEMBAHASAN

Dari anamnesis diperoleh, pasien mengeluh demam sejak 5 hari yang lalu.

Demam tinggi dan timbul secara mendadak dan terus-menerus. Orang tua pasien juga

mengatakan pasien pilek cair bening, nafsu makan turun (+), pusing (-) dan nyeri kepala

(-), mimisan (-), gusi berdarah (-), ruam di kaki, tangan, dan badan (-), menggigil (-),

nyeri otot (-), nyeri sendi (-), batuk (-), nyeri telan (-), nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah

(-), kembung (-), nyeri telinga (-), cairan yang keluar dari telinga (-), BAK normal, warna

kuning. BAB normal, konsistensi padat, BAB warna hitam/merah (-), diare (-). Dari

pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum pasien tampak lemah, sedangkan dari

pemeriksaan laboratorium menunjukkan leucopenia dan trombositopenia tetapi belum

menimbulkan manifestasi perdarahan, namun uji bendung (+) dan sehingga pasien dapat

didiagnosis Demam Dengue grade I.

32

Page 33: case 2 anak

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A. 2005. Demam Berdarah Dengue dalam Kapita Selekta Kedokteran Eds.III. Media Aesculapius Fakultas Kedkteran UI. Jakarta.

Pusponegoro. Dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Eds.I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

Soedarmo, S. dkk. 2008. Infeksi Virus Dengue dalam Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Eds.II. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

Suhendro. Dkk. 2006. Demam Berdarah Dengue dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Eds.IV. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

WHO. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

33