7/21/2019 cardiotoksisitas kemoterapi http://slidepdf.com/reader/full/cardiotoksisitas-kemoterapi 1/20 2 BAB II Tinjauan Kepustakaan 2.1 Definisi Toksisitas Kardiovaskular Toksisitas kardiovaskular yang didefinisikan oleh National Cancer Institute adalah toksisitas yang mempengaruhi jantung. Definisi ini tidak hanya mencakup efek langsung obat pada jantung, tetapi juga efek tidak langsung karena peningkatan perubahan aliran hemodinamik atau karena peristiwa trombotik. 6 2.2 Faktor Resiko Toksisitas Kardiovaskular Kecenderungan untuk terjadinya toksisitas kardiovaskular adalah multifaktorial. Hal ini ditentukan oleh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Risiko keluarga dengan penyakit arteri koroner atau gagal jantung kongestif, usia, jenis kelamin, dan aktivitas lainnya yang terkait riwayat pribadi, termasuk dislipidemia, analisis mengenai fungsi ventrikel kiri, aritmia dan terapi medis sebelumnya dapat dikaitkan dengan risiko untuk terjadinya toksisitas kardiovaskular. 3 Wanita premenopause memiliki risiko lebih rendah dibandingkan laki-laki dari usia yang sama untuk terjadinya atherosclerosis. Namun setelah menopause, kadar hormon yang melindungi akan menurun dan karenanya tingkat aterosklerosis pada wanita meningkat dengan cepat. 3 2.3 Prevalensi Toksisitas Kardiovaskular
tinjauan kepustakaan mengenai toksisitas kardiovaskular obat-obatan kemoterapi dan rekomendasi tatalaksananya
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Toksisitas kardiovaskular yang didefinisikan oleh National Cancer Institute adalah toksisitas yang
mempengaruhi jantung. Definisi ini tidak hanya mencakup efek langsung obat pada jantung, tetapi
juga efek tidak langsung karena peningkatan perubahan aliran hemodinamik atau karena peristiwa
trombotik.6
2.2 Faktor Resiko Toksisitas Kardiovaskular
Kecenderungan untuk terjadinya toksisitas kardiovaskular adalah multifaktorial. Hal ini ditentukan
oleh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Risiko keluarga dengan penyakit arteri koroneratau gagal jantung kongestif, usia, jenis kelamin, dan aktivitas lainnya yang terkait riwayat pribadi,
termasuk dislipidemia, analisis mengenai fungsi ventrikel kiri, aritmia dan terapi medis sebelumnya
dapat dikaitkan dengan risiko untuk terjadinya toksisitas kardiovaskular.3
Wanita premenopause memiliki risiko lebih rendah dibandingkan laki-laki dari usia yang sama untuk
terjadinya atherosclerosis. Namun setelah menopause, kadar hormon yang melindungi akan
menurun dan karenanya tingkat aterosklerosis pada wanita meningkat dengan cepat.3
Dalam review retrospektif pasien yang diobati dengan Kombinasi kemoterapi ifosfamide, toksisitas
kardiovaskuler muncul di 17 % dari pasien. Onset gagal jantung akut terjadi dalam 6-23 hari setelah
dosis pertama ifosfamide , dan didapatkan keterkaitan dosis respon (dosis >12,5 g/m2).7
2.5.1.3 Antimetabolit
Clofarabine
Menurut paket insert, disfungsi ventrikel kiri tercatat hingga 27% dari pasien leukemia limfoblastik
akut anak. Dalam kebanyakan kasus, disfungsi ventrikel kiri tampaknya bersifat sementara.7
2.5.1.4 Agen Mikrotubulus
Docetaxel
Insiden gagal jantung terkait dengan docetaxel berkisar antara 2,3% sampai 8%. Dalam studi
membandingkan docetaxel ditambah doxorubicin dan siklofosfamid (TAC) dengan fluorouracilditambah doxorubicin dan siklofosfamid (FAC) pada 1.491 pasien kanker payudara, kejadian
keseluruhan gagal jantung selama 55 bulan adalah 1,6% pada kelompok TAC dibandingkan 0,7% di
kelompok FAC. Pada 70 bulan follow-up, gagal jantung dilaporkan hingga 2,3% dari kelompok
docetaxel dibandingkan dengan 0,9% dari kelompok kontrol . Namun, kejadian gagal jantung yang
diinduksi docetaxel lebih tinggi (8%) pada studi kanker payudara yang lain.7
2.5.1.5 Inhibitor Proteasom
Bortezomib
Dalam studi klinis penting, 669 pasien multiple myeloma diobati dengan bortezomib ataudeksametason dosis tinggi. Kejadian gangguan jantung selama pengobatan dengan bortezomib
adalah 15% berbanding 13% pada pasien yang diobati dengan deksametason. Peristiwa gagal
jantung terjadi pada 5% dari pasien yang diterapi bortezomib dan pada 4% pasien yang diterapi
deksametason. Dua persen pasien di masing-masing kelompok perlakuan menerita gagal gantung.7
2.5.1.6 Inhibitor Tyrosine Kinase Berbasis Antibodi
Bevacizumab
Insiden gagal jantung berkisar antara 1,7% sampai 3%. Per informasi resep, gagal jantung didapatkan
pada 24 dari 1,459 pasien (1,7%) yang diterapi dengan bevacizumab selama uji coba klinis. Dalam 2
studi klinis tahap III pada pasien kanker payudara metastatik, tingkat gagal jantung kardiomiopati
kelas 3 sampai 4 di kelompok yang diterapi bevacizumab adalah 2,2% sampai 3%.7
Trastuzumab
Insiden keseluruhan trastuzumab bervariasi dalam literatur dari 2% menjadi 28%. Insiden disfungsi
jantung berkisar antara 2% sampai 7% saat trastuzumab digunakan sebagai monoterapi, 2% sampai
13% bila trastuzumab digunakan dalam kombinasi dengan paclitaxel, dan sampai 27% pada saattrastuzumab digunakan bersamaan dengan anthracyclines ditambah siklofosfamid. Dalam sebuah
Sekitar 3 % dari pasien dalam uji klinis mengalami iskemia miokard akibat sorafenib. Dalam sebuah
uji klinis yang tidak dipublikasikan, MI/iskemia terjadi pada 2,7 % dari pasien kanker hepatoselular
yang diterapi dengan sorafenib dibandingkan dengan 1,3 % dari pasien pada kelompok plasebo.
Demikian pula, sorafenib dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi dari MI/iskemia dibandingkan
dengan plasebo di antara pasien yang dirawat karena karsinoma sel ginjal (3 % vs 1 %).7
2.5.3 Obat-obatan Kemoterapi Terkait Dengan Resiko Hipertensi
2.5.3.1 Bevacizumab
HTN (setiap derajat) adalah efek samping yang umum terjadi pada pasien yang diobati dengan
bevacizumab, dengan kejadian keseluruhan 4 % sampai 35 % yang dilaporkan dalam. HTN derajat 3
terjadi pada 11 % sampai 18 % dari pasien . HTN dapat muncul setiap saat selama terapi, dan
beberapa data menunjukkan ada hubungan terhadap dosis. Kebanyakan pasien yang mengalami
HTN dalam uji klinis mendapat pengobatan adekuat dengan obat-obatan antihipertensi dan dapat
melanjutkan terapi bevacizumab. Namun, memburuknya HTN membutuhkan rawat inap ataupenghentian Terapi bevacizumab terjadi hingga 1,7 % dari pasien. Komplikasi dari HTN yang
diinduksi bevacizumab dapat berupa hipertensi ensefalopati dan perdarahan sistem saraf pusat.7
2.5.3.2 Sorafenib
HTN adalah efek samping utama sorafenib yang terjadi di 17 % sampai 43 % dari pasien dalam uji
klinis. HTN derajat 3 atau 4 terjadi pada 1,4 % sampai 38 %. Dalam meta-analisis yang melibatkan
4599 pasien yang diobati dengan terapi sorafenib, kejadian keseluruhan HTN adalah 23,4 %. HTN
derajat 3 atau 4 berkisar antara 2,1 % hingga 30,7 %.7
2.5.3.3 Sunitinib
Dalam uji klinis, sunitinib dikaitkan dengan HTN, dengan kejadian bervariasi dari 5 % sampai 24 %.
HTN derajat 3 terjadi pada 2 % sampai 8. Dalam penelitian retrospektif, sunitinib ditemukan
meningkatkan tekanan darah (150/100 mm Hg) pada 47 % dari pasien, dengan HTN derajat 3 terlihat
pada 17 %. HTN terjadi dalam 4 minggu pertama terapi.7
2.5.4 Obat-obatan Kemoterapi Terkait Dengan Resiko Thomboemboli
2.5.4.1 Cisplatin
Terapi berbasis platinum telah terbukti meningkatkan risiko kejadian trombotik pada pasien kanker.Dalam penelitian retrospektif dari 271 pasien dengan karsinoma transisional sel yang mendapat
kemoterapi berbasis cisplatin, vascular event terjadi pada 35 pasien (12,9 %). Ketika
mengelompokkan kejadian tromboemboli pada 35 pasien, 23 pasien (8,5 %) mengalami deep vein
thrombosis (DVT) atau emboli paru (PE). Di antara pasien tersebut , 74 % terjadi dalam 2 siklus
pertama kemoterapi, dan kebanyakan pasien memiliki faktor risiko predisposisi seperti massa
panggul besar, penyakit arteri koroner, imobilitas, atau riwayat kejadian tromboemboli
Insiden tromboemboli terkait dengan vorinostat adalah 4,7 %. Jumlah ini didasarkan pada hasil
gabungan yang tidak dipublikasikan dari 2 studi klinis yang mengevaluasi vorinostat dalam
pengobatan 86 pasien dengan limfoma kulit sel - T (CTCL). Namun, 2 penelitian yang telah
dipublikasikan melaporkan frekuensi tromboemboli terkait dengan vorinostat . Penelitian fase IIb
pada 74 pasien CTCL menemukan kejadian peristiwa tromboemboli adalah 5,4 %. Selain itu, Duvic et
al menetapkan PE itu dan DVT terjadi pada 5 % dan 8 % dari pasien.7
2.5.4.3 Thalidomide
Dibandingkan agen kemoterapi lainnya, thalidomide paling sering dikaitkan dengan adanya
komplikasi tromboemboli. Monoterapi thalidomide dikaitkan dengan rendahnya tingkat trombosis
(5 %). Namun, risiko ini meningkat secara dramatis (3 % sampai 58 %) ketika thalidomide digunakan
pada pasien yang baru didiagnosis, apabila digunakan dalam kombinasi dengan deksametason atau
kemoterapi, khususnya doxorubicin, dengan tidak adanya thromboprophylaxis . Secara keseluruhan,
rata-rata waktu untuk onset dari kejadian trombotik yang terkait dengan thalidomide adalah sekitar
3 bulan.7
2.5.4.4 Lenalidomide
Lenalidomide adalah analog thalidomide dengan profil toksisitas yang lebih menguntungkan
dibandingkan dengan molekul asalnya. Namun, tampak bahwa risiko trombosis adalah masih
signifikan. Dalam studi klinis, kejadian tromboemboli bervariasi secara luas, mulai 3 % hingga 75 %.
Sebagai agen tunggal, lenalidomide tidak signifikan meningkatkan risiko VTE. Namun, tingkat
thrombosis berfluktuasi cukup tergantung pada status penyakit pasien, penggunaan bersama
dengan dexamethasone dosis tinggi atau rendah, erythropoietin, atau obat kemoterapi lainnya, dan
apakah diberikan pencegahan thromboprophylaxis selama periode penelitian. Faktor risiko yangterkait dengan peningkatan kejadian VTE meliputi dosis tinggi deksametason, pemberian
eritropoietin, dan dalam 1 studi, tingkat tertinggi (75 %) terjadi pada pasien yang baru didiagnosis.7
2.5.4.4 Erlotinib
DVT telah dilaporkan pada 3,9 % dari pasien menerima erlotinib dalam kombinasi dengan
gemcitabine, dibandingkan dengan 1,2 % dari pasien yang menerima gemcitabine saja untuk
pengobatan kanker pankreas . Keseluruhan kejadian thrombosis kelas 3 atau 4, termasuk DVT,
adalah 11 % pada kelompok erlotinib ditambah kelompok gemcitabine dan 9 % pada kelompok
gemcitabine saja.7
2.5.4.5 Obat-obatan Kemoterapi Terkait Dengan Resiko Bradikardia
2.5.4.5.1 Paclitaxel
Toksisitas jantung pertama kali diketahui selama pemantauan terus menerus dari pasien yang
menerima pengobatan paclitaxel, yang dilakukan karena tingginya kejadian reaksi hipersensitivitas
yang serius selama uji klinis Tahap I. Setelah ditemukannya cardiac event, pasien dengan penyakit
jantung atau dengan penggunaan obat yang dapat mengganggu konduksi jantung dieksklusi dari uji
klinis. Paclitaxel telah terbukti menyebabkan aritmia jantung, termasuk bradikardia asimtomatik
yang reversibel. Insiden bradikardia yang disebabkan oleh paclitaxel bervariasi dalam literatur dari0,1% hingga 31%.
Insiden bradikardia terkait dengan thalidomide tidak dilaporkan dalam paket insert. Studi
pengawasan pasca-pemasaran telah melaporkan adverse event sebesar 0,12%. Selanjutnya dalam
tahap percobaan III dari thalidomide ditambah dexamethasone dibandingkan dengan deksametason
sendirian pada pasien multiple myeloma yang baru didiagnosis, sinus bradikardia pada Kelompok
yang diberikan thalidomide terlihat hanya 2% dari pasien. Meskipun laporan ini menunjukkan bahwa
kejadian bradikardia tampaknya rendah, penelitian lain menemukan tingkat sinus bradikardia terkait
dengan terapi thalidomide berkisar antara 5% sampai 55%.7
2.5.5 Obat-obatan Kemoterapi Terkait Dengan Resiko Pemanjangan Interval QT
2.5.5.1 Arsenik trioksida
Insiden perpanjangan QT berkisar luas dalam literatur yang diterbitkan sebagian besar karena jumlah
pasien yang kecil pada masing-masing uji klinis. Dalam insert paket , Multicenter Studi Arsenik
trioksida di amerika serikat AS adalah satu-satunya data yang melaporkan kejadian pemanjangan
interval QT . Dalam studi ini, lebih dari 460 rekaman EKG dari 40 pasien leukemia promyelocytic akut
refraktori atau relaps yang diobati dengan arsenik dievaluasi untuk perpanjangan QT. Enam belas
dari 40 pasien (40 %) memiliki setidaknya 1 rekaman ECG dengan interval QTc>500ms. Interval QT
dapat memanjang sejak 1 sampai 5 minggu setelah pemberian infus arsenik, dan kemudian kembali
ke awal pada akhir minggu ke-8 setelah terapi arsenik . Namun, dalam uji lain kejadian perpanjangan
QT berkisar antara 26 % sampai 93 %.7
2.5.5.2 Dasatinib
Dalam kajian FDA leukemia myeloid kronis pasien yang diobati dengan dasatinib, 9 pasien (1,8 %)
dari populasi memiliki setidaknya 1 episode perpanjangan QT yang dilaporkan sebagai efek samping,
dan 7 pasien tambahan (1,4 %) ditemukan memiliki perpanjangan QTc 500>ms pada EKG.
Selanjutnya, dalam dokumen briefing untuk komite obat onkologi , perpanjangan QT dilaporkan
terjadi pada 2 % sampai 3 % dari pasien yang diobati dengan dasatinib.7
2.5.5.3 Lapatinib
Potensi perpanjangan QT lapatinib adalah dinilai dalam, studi dosis eskalasi pada pasien kanker
stadium lanjut. Delapan puluh satu pasien diberikan dosis harian lapatinib mulai dari 175 sampai
1.800 mg/hari. EKG Serial dikumpulkan untuk mengevaluasi efek lapatinib pada interval QT. Tigabelas (16%) dari 81 subyek ditemukan memiliki baik QTc>480 ms atau peningkatan QTc>60 ms dari
baseline pada EKG.7
2.5.5.4 Nilotinib
Menurut paket insert, insiden perpanjangan QT adalah 1% sampai 10%, dan sebagai bagian dari
persetujuan untuk nilotinib, FDA telah menetapkan bahwa nilotinib membawa peringatan untuk
perpanjangan QT. Dalam studi fase I dari 119 pasien yang diobati dengan nilotinib, QT Interval
tampaknya meningkat 5 sampai 15 ms; Namun, angka pasti kejadian perpanjangan QT tidak
dilaporkan dalam studi ini. Selain itu, dalam fase II penelitian open-label, 3 (1%) dari 280 pasien
memiliki interval QTc 500 ms. Akhirnya, dalam uji coba fase II, peningkatan interval QT >60 ms
didapatkan pada 5 pasien (4%).7
2.5.5.5 Vorinostat
Insiden interval QT yang memanjang dengan vorinostat telah dilaporkan pada 3,5% sampai 6% daripasien. Sebuah studi definitif pengaruh vorinostat pada QTc belum pernah dilakukan. Namun, dalam
total 86 pasien CTCL, 3 pasien (3,5%) memiliki perpanjangan QTc. Selain itu, analisis retrospektif dari
3 studi tahap 1 dan 2 studi tahap 2 dilakukan oleh produsen, dan 5 (4,3%) dari 116 pasien yang
diteliti memiliki perpanjangan QT. Pada 49 Pasien non CTCL dari 3 uji klinis yang telah lengkap dalam
evaluasi interval QT, 3 (6%) pasien mengalami Perpanjangan QT. Dari uji coba yang digunakan untuk
menghitung kejadian perpanjangan QT ditemukan dalam paket insert, hanya 1 dari percobaan ini
diterbitkan. Dalam fase IIb sidang dilakukan pada 74 pasien dengan CTCL, perpanjangan QTc tercatat
pada 3 (4%) pasien.7
2.6 Patofisiologi Toksisitas Kardiovaskuler
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa jenis obat kemoterapi memiliki peran penting dalam
pengembangan toksisitas kardiovaskuler. Dengan demikian, mekanisme hipotetis yang terlibat
dalam toksisitas kardiovaskuler terkait kemoterapi adalah :
1) toksisitas seluler langsung , dengan cedera miokard kumulatif, sehingga terjadi baik disfungsi
diastolic dan sistolik
2) efek pada sistem koagulasi, sehingga terjadi kejadian iskemik, thrombogenesis dan toksisitas
pembuluh darah
3) efek arrhythmogenic
4) Efek hipertensi
5) peradangan miokard dan / atau pericardial terkait dengan disfungsi miokard
2.6.1 Efek langsung terhadap jantung
Beberapa obat kemoterapi menginduksi apoptosis atau nekrosis yang cepat, gangguan pertumbuhan
dan penghambatan angiogenesi, atau pengurangan kapasitas perbaikan, tidak hanya pada sel kanker
yang berkembang biak, tetapi juga di otot jantung, yang mengarah ke toksisitas kardiovaskuler.
Anthracyclines, agen kemoterapi yang banyak digunakan, menyebabkan kerusakan mitokondria,
perubahan dalam produksi ATP, dan apoptosis seluler, seiring dengan peningkatan produksi radikal
bebas yang mempengaruhi membran sel. Trastuzumab memberikan efek toksisitas kardiovaskular
secara langsung dengan mempotensiasi efek dari anthracyclines, karena efek pada reseptor ErbB2
yang di ekspresikan pada miokardium, di mana mereka memiliki peran protektif pada fungsi jantung.
Namun sebaliknya, toksisitas kardiovaskuler yang diinduksi taxanes dapat dikaitkan dengan
kerusakan miokard melalui efek pada organel subselular atau pelepasan histamin dalam jumlah
besar, sehingga terjadi gangguan konduksi dan aritmia. 5 – Fluorourasil memiliki efek toksik langsung
pada endotel vaskular, menyebabkan spasme koroner dan vasokonstriksi independen endotel
melalui protein kinase C. Namun, dampak kerusakan kardiomiosit secara klinis masih kontroversial,
bersama dengan peran protoonkogen abl dalam timbulnya toksisitas kardiovaskuler.8
Kemoterapi dapat menyebabkan pembekuan darah, trombosis dan kejadian tromboemboli, yang
kemudian menyebabkan iskemia kardiovaskular dan serebrovaskula . Selain itu, kemoterapi dapat
menyebabkan cedera pada lapisan dan pada sel endotel, mengaktifkan cascade koagulasi.
Khususnya cisplatin dapat mengaktifkan agregasi trombosit dan pembentukan tromboksan,
meningkatkan thrombogenesis. Risiko kejadian tromboemboli meningkatkan juga pada pasien
dengan faktor risiko yang telah ada dan pada mereka dengan penyakit kanker yang mengalami
metastasis.8
2.6.3 Efek arritmogenik
Taxanes, pada khususnya paclitaxel, adalah prototipe bat pro - arrhythmogenic, memiliki Efek
chronotropic baik secara tidak langsung melalui pelepasan histamin atau langsung pada Sistem
Purkinje . efek kemoterapi yang paling penting sebagai pro – arrhythmogenic adalah pemanjangan
interval QT, yang dapat dijelaskan oleh interaksi obat antikanker dengan saluran HERG K, yangmemungkinkan arus masuk kalium ke dalam sel secara cepat menurun . Fibrilasi atrium merupakan
efek samping arrhythmogenic penting dari kemoterapi, yang dapat memperburuk kondisi pasien
kanker . Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan seperti docetaxeil, 5 - fluorouracil, cisplatin,
etoposid, atau dengan kortikosteroid dosis tinggi, mungkin karena proses peradangan yang terkait,
karena 18,3 % pasien dengan riwayat kanker memiliki atrial fibrilasi dibandingkan dengan 5,6 % dari
mereka tanpa riwayat kanker.8
2.6.4 Efek hipertensi
Hipertensi merupakan efek samping yang umum dari beberapa obat antikanker, seperti pada terapi
antiangiogenic. Mekanisme terkait adalah penghambatan aktivitas NO - synthase, dan penurunan
produksi NO, dengan peningkatan yang signifikan pada vasokonstriksi pembuluh darah perifer serta
resistensi dan tekanan darah. Hipertensi dapat muncul bersamaan dengan kanker, dan kadang-
kadang dapat diperburuk oleh kemoterapi, dengan efek langsung pada hipertrofi ventrikel dan gagal
jantung.8
2.7 Diagnosis Dini
Saat ini, modalitas yang paling sering digunakan untuk mendeteksi toksisitas kardiovaskuler adalah
pengukuran periodik LVEF dengan menggunakan baik ekokardiografi atau multigated akuisisi
scanning. Untuk saat ini, bagaimanapun, tidak ada pedoman untuk pemantauan toksisitas
kardiovaskuler selama dan setelah terapi antikanker pada orang dewasa, sementara pedoman dalam
onkologi pediatrik masih diperdebatkan. Meskipun beberapa pedoman telah tersedia, tidak ada
yang menentukan seberapa sering, dengan cara apa, atau berapa lama fungsi jantung harus
dipantau selama dan setelah pengobatan kanker. Evaluasi serial LVEF direkomendasikan untuk
pasien yang diobati dengan trastuzumab. Namun, pengukuran LVEF adalah alat yang relatif tidak
sensitif untuk mendeteksi cardiotoxicity pada tahap awal. Hal ini terutama karena tidak ada
perubahan yang cukup besar dalam LVEF terjadi sampai kerusakan miokard mencapai nilai jumlah
kritis, dan gejala klinis hanya muncul setelah mekanisme kompensasi tidak lagi dapat bekerja. Selain
itu, pengukuran LVEF menyajikan sejumlah tantangan terkait untuk kualitas gambar, asumsi
geometri LV, ketergantungan terhadap keahlian. Multiple-gated akuisisi (MUGA) scan dapat