1 Skenario 5 Cara Kerja Obat Seorang pasien dengan riwayat asma berobat ke dokter karena asmanya kambuh dan obatnya habis. Oleh dokter yang memeriksanya, ia diberikan obat salbutamol inhaler yang digunakan jika sesaknya timbul, bromhexin diminum sehari 3x1 tablet, dan loratadin diminum sehari 2x1 tablet. Dokter mengatakan bahwa obat-obatan tersebut tidak membuat ngantuk dan aman dikonsumsi pada waktu yang bersamaan. STEP I a. Loratadin Loratadin merupakan salah satu antihistamin yang mengurangi efek histamine dalam tubuh untuk mengurangi alergi yang mempunyai selektifitas tinggi terhadap reseptor histamin seperti bersin, mata berair dan sebagainya. b. Salbutamol inhaler Salbutamol inhaler merupakan obat yang melebarkan jalan napas, berupa alat seperti alat yang berisi oksigen. c. Bromhexin Bromhexin adalah obat untuk mengencerkan secret pada saluran napas agar dahak mudah keluar. d. Asma
Seorang pasien dengan riwayat asma berobat ke dokter karena asmanya kambuh dan obatnya habis. Oleh dokter yang memeriksanya, ia diberikan obat salbutamol inhaler yang digunakan jika sesaknya timbul, bromhexin diminum sehari 3x1 tablet, dan loratadin diminum sehari 2x1 tablet. Dokter mengatakan bahwa obat-obatan tersebut tidak membuat ngantuk dan aman dikonsumsi pada waktu yang bersamaan.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Skenario 5
Cara Kerja Obat
Seorang pasien dengan riwayat asma berobat ke dokter karena asmanya kambuh
dan obatnya habis. Oleh dokter yang memeriksanya, ia diberikan obat salbutamol
inhaler yang digunakan jika sesaknya timbul, bromhexin diminum sehari 3x1
tablet, dan loratadin diminum sehari 2x1 tablet. Dokter mengatakan bahwa obat-
obatan tersebut tidak membuat ngantuk dan aman dikonsumsi pada waktu yang
bersamaan.
STEP I
a. Loratadin
Loratadin merupakan salah satu antihistamin yang mengurangi efek
histamine dalam tubuh untuk mengurangi alergi yang mempunyai selektifitas
tinggi terhadap reseptor histamin seperti bersin, mata berair dan sebagainya.
b. Salbutamol inhaler
Salbutamol inhaler merupakan obat yang melebarkan jalan napas, berupa
alat seperti alat yang berisi oksigen.
c. Bromhexin
Bromhexin adalah obat untuk mengencerkan secret pada saluran napas
agar dahak mudah keluar.
d. Asma
Asma adalah peradangan kronis umum pada saluran napas yang ditandai
dengan sulitnya bernapas.
e. Obat
Obat merupakan senyawa yang digunakan untuk mendiagnosis, mencegah
dan mengobati gangguan pada tubuh.
STEP II
1. Apa saja sifat dasar obat?
2. Bagaimana cara kerja obat di dalam tubuh?
2
3. Bagaimana mekanisme interaksi obat dalam tubuh?
4. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap obat?
5. Bagaimana efeknya jika pasien diberikan 2 obat sekaligus?
6. Antihistamin?
STEP III
1. Apa saja sifat dasar obat?
a. Padat
b. Cair
c. Gas
d. Asam lemah
e. Basa lemah
f. Agonis (penggiat, mengaktivator)
g. Antagonis (inhibitor, penghambat)
h. Sasarannya reseptor
i. Berat molekulnya antara 100-1000 BM
2. Bagaimana cara kerja obat di dalam tubuh?
a. Absorpsi
b. Distribusi
c. Metabolisme
d. Ekskresi
e. Obat spesifik
f. Obat selektif
3. Bagaimana mekanisme interaksi obat dalam tubuh?
a. Interaksi farmakodinamika
1) Interaksi absorpsi
2) Interaksi distribusi
3) Interaksi metabolism
b. Interaksi farmakokinetika
1) Tingkat reseptor
3
4. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap obat?
a. Faktor luar
Diri sendiri dalam menyikapinya
b. Faktor dalam
Sistem tubuh mengabsorpsi obat
5. Bagaimana efeknya jika pasien diberikan 2 obat sekaligus?
a. Akan terpengaruhi
b. Adanya antagonism obat
6. Antihistamin?
Dihasilkan oleh sel Mast, adanya peningkatan permeabilitas antihistamin ini
merupakan histaminnya. Penggolongan antihistamin ada CTM, Loratadin dan
sebagainya.
STEP IV
1. Apa saja sifat dasar obat?
a. Padat
Contohnya seperti tablet, kapsul, pil. Pemberiannya secara oral. Reseptor
obat seperti lock and key. Dibawa kehati terlebih dahulu → organ tubuh
yang lain
b. Cair
Contohnya seperti bahan injeksi, obat sirup. Pemberiannya dengan cara
injeksi yang dimasukan ke dalam intravena ataupun intraarteri, bisa juga
melalui oral seperti obat sirup.
c. Gas
Contohnya seperti inhaler, rebulize. Pemberiannya melalui hidung atau jalan
napas.
d. Asam lemah dan Basa lemah
Contohnya seperti obat maag, pemberiannya melalui oral.
e. Agonis (penggiat, mengaktivator)
Sebagai aktivator, yang sudah berikatan dengan reseptor.
f. Antagonis (inhibitor, penghambat)
Tidak berikatan dengan reseptor. Antagonis terdiri atas:
4
1) Antagonis kompetitif, berdasarkan konsentrasi
2) Antagonis irreversible, reseptor tinggi sehingga agonis tidak berikatan
g. Sasarannya reseptor
h. Berat molekulnya antara 100-1000 BM
2. Bagaimana cara kerja obat di dalam tubuh?
1) Absorpsi, penyerapan obat yang masuknya dalam darah
2) Distribusi, berikatan dengan protein plasma, albumin terdiri dari asam dan
basa. CBS (CBG), SSBG.
3) Metabolisme
Metabolisme berlangsung di hati di bagian retikulum endoplasma.
Ekstrahepatik, metabolisme untuk mengubah non polar → polar → keluar
melalui ginjal. Oksidasi reduksi, obat yang dibubuhi gugus polar → reaksi
endogen (fase 2) → polar
4) Ekskresi, di ekskresikan melalui ginjal dalam bentuk urin, usus dalam
bentuk feses, paru, saliva, keringat
5) Obat spesifik
6) Obat selektif
3. Bagaimana mekanisme interaksi obat dalam tubuh?
a. Interaksi farmakodinamika, pengaruh obat terhadap tubuh
Tingkat reseptor diluar antagonistik
Interaksi fisiologi dengan reseptor dalam tubuh
Obat → sawar tubuh (menembus secara difusi)
1) Interaksi absorpsi
2 obat, waktu pengosongan lambung, flora normal
2) Interaksi distribusi, pendistribusian obat yang sudah mengalami
penyerapan di hati akan di distribusikan melalui vena menuju organ yang
reseptornya cocok (lock and key)
3) Interaksi metabolisme
a. Obat menjadi lebih polar dengan bantuan sitokrom P-450
b. Metabolik dengan gugus tertentu. Menjadi hidrofilik, larut dalam air
untuk disekresi melalui ginjal.
5
4) Eliminasi
Ginjal untuk memperpanjang efek, menghambat melalui empedu →
menghambat sekresi
b. Interaksi farmakokinetika, pengaruh tubuh terhadap obat
1) Tingkat reseptor
4. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap obat?
a. Faktor luar
Diri sendiri dalam menyikapinya. Penderita menyikapi obat, kualitas obat
yang diberikan.
b. Faktor dalam
Sistem tubuh mengabsorpsi obat
1) Farmakokinetika : kecepatan, jumlah obat, berikatan
2) Farmakodinamika : reseptor, fungsi jaringan
5. Bagaimana efeknya jika pasien diberikan 2 obat sekaligus?
a. Antagonis
1) Kimiawi : 2 obat gabung dalam larutan obat aktif efeknya hilang
2) Farmakokinetika : mengurangi kerja reseptor untuk berikatan
3) Non kompetitif : blokade respon dalam tubuh
4) Fisiologi : interaksi 2 obat yang berlawanan (efeknya akan ditiadakan
pada salah satu obat), menimbulkan kegagalan terapi
b. Sinergi : bekerja bersama 2 obat atau lebih
6. Antihistamin?
Dihasilkan oleh sel Mast, adanya peningkatan permeabilitas antihistamin ini
merupakan histaminnya. Penggolongan antihistamin ada CTM, Loratadin dan
sebagainya. Menimbulkan efek samping ngantuk
6
Bagan:
STEP V
1. Bagaimana sifat dasar obat?
2. Bagaiman interaksi obat – tubuh?
3. Hubungan reseptor dan farmakodinamika serta farmakokinetika?
4. Bagaimana biotransformasi obat? (mekanisme dan cara kerja)
5. Antihistamin? (penggolongan, penggunaan, cara kerja)
OBAT
Cara Kerja Obat Metabolisme
Eksresi
Sifat Dasar Obat
Bentuk
Ukuran
Interaksi obat -Tubuh
Faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap obat
Penggolongan Obat
DistribusiAbsorpsi
Derajat keasaman
Antihistamin
Farmakokinetika
Farmakodinamika
Efek pada terapiCara kerjaPenggolongan
7
STEP VI
Belajar Mandiri
STEP VII
1. Bagaimana sifat dasar obat?
a. Sifat Obat
Obat dapat didefinisikan sebagai bahan yang menyebabkan perubahan
dalam fungsi biologik melalui efek kimiawinya. Molekul obat berinteraksi
sebagai suatu agonis (penggiat, aktivator) atau antagonis (inhibitir,
menghambat) dengan molekul spesifik dalam sistem biologik yang memiliki
peran regulatorik. Molekul sasarannya dinamai reseptor. Obat yang dikenal
sebagai antagonis kimiawi dapat berinterakasi secara tidak langsung dengan
obat lain, sementara beberapa obat (obat osmotik) berinteraksi hampir hanya
dengan molekul air. Obat dapat disintesis didalam tubuh atau mungkin
berupa bahan kimia yang tidak disintesis oleh tubuh seperti xenobiotik.
Racun merupakan obat yang hampir hanya menimbulkan efek merugikan.
Agar dapat berinteraksisecara kimiawi dengan reseptornya, molekul
suatu obat harus memiliki ukuran, muatan listrik, bentuk, dan komposisi
atim yang sesuai. Selain itu, obat sering diberikan dilokasi yang jauh dari
tempat kerja yang diinginkan. Oleh karena itu, obat harus memiliki sifat-
sifat yang diperlukan agar dapat diangkuta dari tempat pemberiannya ke
tempat kerjanya. Terakhir, obat harus diaktifkan atau dielskreskan dari
tubuh dengan kecepatan yang tepat sehingga lama kerjanya sesuai (Katzung,
2014).
b. Sifat Fisik Obat
Obat terdiri dari bentuk pada, cairan dan gas. faktor initergantung
pada rute pemberian obat. Berbagai kelas senyawa organik-karbohidrat,
protein serta lemak. Sejumlah obat yang berguna atau berbahaya adalah
unsure inorganic. Banyak bahan organik dalam asam atau basa lemah.
Kenyataan ini memiliki dampak pentung terhadap cara obat ditangani oleh
tubuh, karena perbedaan pH diberbagai komponen tubuh dapat mengubah
derajat ionisasi obat-obat tersebut (Katzung, 2014).
8
c. Ukuran Obat
Ukuran molecular obat berbeda dari sangat kecil hingga sangat besar.
Namun sebagian obat memiliki berat molekul antara 100-1000 BM. Batas
bawah dari kisaran sempit ini mungkin ditentukan oleh kebutuhan akan
spesifitas kerja. Agar benar-benar “pas” ke salah satu tipe reseptor, molekul
obat harus memiliki bentuk, muatn dan sifat lain yang unik, untuk mencegah
berikatan dengan reseptor lain. Untuk mencapai pengkaytan yang selektif
tersebut, tampaknya suatu molekul umumnya harus memiliki ukuran paling
sedikit 10 BM. Batas atas berat molekul ditentukan oleh kebutuhan bahwa
obat harus mampu berpindah didalam tubuh. Obat yang berat molekulnya
lebih besar dari 1000 BM tidak mudah berdifusi antara kompartemen-
kompartemen tubuh. Karena itu, obat yang sangat besar sering harus
diberikan secara langsung kedalam kompartemen tempat mereka berefek
(Katzung, 2014).
d. Reaktvitas obat dan ikatan obat-reseptor
Obat bereaksi dengan respetor nya melalui gaya atau ikatan kimia.
Ikatan ini terdiri dari 3 tipe utama, yakni:
1) Ikatan kovalen, ikatan kovalen sangat kuat dan sulit untk dilepaskan pada
kondisi biologic. Karena itu, ikatan kovalen terbentuk antara gugus asetil
asam asetilsalisilat (aspirin) dan siklo-oksigenase, enzim sasarannya di
trombosit, tidak mudah dilepaskan. Efek aspirin yang menghambat agresi
trombosit bertahan lama setelah asam asetilsalisilat bebas telah lenyap
dari aliran darah dan dikembalikan hanya oleh sintesis enzim baru di
trombosit baru, suatu proses yang memerlukan waktu beberapa hari.
2) Ikatan elektrostatik, ikatan ini jauh lebih sering terjadi daripada ikatan
kovalen. Ikatan tersebut bervariasi dari ikatan kuat antara molekul-
molekul ionik yang bermuatan permanen hingga ikatan hydrogen yang
bermuatan lemah dan interaksi dipole yang sangat lemahseperti gaya van
der waals. Ikatan elektrostatik lebih lemah daripada ikatan kovalen.
3) Ikatan hidrofobik, biasanya cukup lemah dan mungkin penting dalam
interaksi obat-obat yang sangat larut lemak dengan lemak membran sel
9
dan mungkin dalam interaksi obat dengan dinding internal “kantung”
reseptor.
Sifat spesifik suatu ikatan obat-reseptor relatif kurang penting
dibandingkan dengan kenyataan bahwa obat yang berikatan melalui ikatan
lemah ke reseptornya umumnya lebih selsktif daripada obat yang berikatan
melalui ikatan yang sangat kuat. Hal ini dikarenakan ikatan lemah
memerlukan derajata kecocokan obat yang tinggi dengan reseptornya agar
dapat terjadi interaksi. Mungkin hanya sedikit terdapat tipe reseptor yang
sangat pas dengan struktur obat tertentu karena itu, jika kita ingin
merangsang suatu obat yang sangat selektif dan bekerja singkat untuk
reseptor tertentu, kita perlu menghindar molekul sangat reaktif yang
membentuk ikatan kovalen dan memilih molekul yang membentuk ikatan
jauh lebih lemah (Katzung, 2014).
e. Bentuk Obat
Bentuk molekul suatu obat harus sedemikian sehingga memungkinnya
berikatan dengan reseptornya melalui ikatan yang telah dijelaskan. Secara
optimal, bentuk obat bersifat komplementer, dengan bentuk reseptor seperti
lock and key. Obat dengan dua asimetrik memiliki empat diastereomer.
Salah satu dari enantiomer ini jauh lebih poten daripada enantiomer
bayangan cerminnya, yang mencerminkan tingkat kecocokan molekul lebih
tinggi. Enantiomer yang lebih aktif disuatu jenis reseptor mungkin tidak
lebih aktif di jenis reseptor lain. Enantiomer (+) adalah anestetik yang lebih
poten dan kurang toksik dibandingkan dengan enantiomer (-).
Terakhir, karena enzim stereoselektif, satu enantiomer obat sering
lebih rentan daripada yang lain terhadap enzim-enzim yang memetabolisme
obat. Akibatnya, lama kerja salah satu enantiomer mungin cukup berbeda
dari enantiomer yang lain. Demikian juga, pengangkuta obat dapat bersifat
stereoselektif.
f. Desain obat rasional
Desain obat rasional mengisyaratkan kemampuan untuk
memperkirakan struktur molekul yang sesuai dari suatu obat berdasarkan
informasi tentang reseptor bioligiknya.obat biasanya dikembangkan melalui
10
percobaan acak bahan-bahan kimia atau modifikasi obat yang telah
diketahui memliki suatu efek. Bebrapa obat yang kini digunakan
dikembangkan melalui desain molekular yang didasarkan pada pengetahuan
tentang struktur tiga dimensi reseptor.
g. Nomenklatur reseptor
Keberhasilan spektakular tentang cara terkini yang lebih efisien untuk
mengidentifikasi dan mengenali reseptor telah menghasilkan bermacam-
macam system persamaan reseptor. Hal ini menimbulkan berbagai gagasan
mengenai metode- metode penamaan reseptor yang lebih rasional (Katzung,
2014).
2. Bagaimana interaksi obat – tubuh?
Interaksi antara obat dan tubuh secara sederhana dibagi menjadi dua kelas.
Kerja obat pada tubuh dinamai Farmakodinamika. Sifat ini menentukan
golongan ke mana obat diklasifikasikan, dan mereka berperan besar dalam
memutuskan apakah golongan tersebut sesuai untuk mengobati gejala atau
penyakit tertentu. Kerja tubuh pada obat dinamai Farmakokinetika. Proses-
proses farmakokinetika mengatur penyerapan, distribusi, dan eliminasi obat
dan sangat penting untuk memilih dan memberikan obat tertentu.
A. Farmakodinamika
Sebagian besar obat harus berikatan dengan reseptor agar dapat