BAB I PENDAHULUAN Tumor pada dasarnya adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi dalam artian khusus adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma. Gaster adalah organ penghubung antara oesophagus dan duodenum yang merupakan bagian dari sistem pencernaan. Tumor gaster pada dasarnya dibagi berdasarkan tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak dibagi atas tumor jinak epitel (benigna epithelial tumor) dan tumor jinak non epitel. Bentuk dan karakteristik tumor secara pasti sulit diperkirakan, dan sulit dibedakan antara tumor ganas dan jinak berdasarkan kriteria histologis. Kita menganggap secara umum bahwa tumor jinak ialah ukurannya yang kecil, berkapsul, aktivitas mitolik yang rendah dan tidak ditemukan nekrosis, dapat terjadi pada semua kelompok umur dan umumnya tumor ini tidak memberikan gejala klinis, kalaupun ada hanya berupa nyeri yang tidak sembuh dengan antasid. Pemeriksaan fisik tidak menemukan sesuatu kelainan, bila ditemukan kelainan perlu dipikirkan adanya hal yang berkaitan dengan tumor ganas. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor pada dasarnya adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi
dalam artian khusus adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma. Gaster adalah organ
penghubung antara oesophagus dan duodenum yang merupakan bagian dari sistem pencernaan.
Tumor gaster pada dasarnya dibagi berdasarkan tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak
dibagi atas tumor jinak epitel (benigna epithelial tumor) dan tumor jinak non epitel. Bentuk dan
karakteristik tumor secara pasti sulit diperkirakan, dan sulit dibedakan antara tumor ganas dan
jinak berdasarkan kriteria histologis. Kita menganggap secara umum bahwa tumor jinak ialah
ukurannya yang kecil, berkapsul, aktivitas mitolik yang rendah dan tidak ditemukan nekrosis,
dapat terjadi pada semua kelompok umur dan umumnya tumor ini tidak memberikan gejala
klinis, kalaupun ada hanya berupa nyeri yang tidak sembuh dengan antasid. Pemeriksaan fisik
tidak menemukan sesuatu kelainan, bila ditemukan kelainan perlu dipikirkan adanya hal yang
berkaitan dengan tumor ganas.
1
BAB II
SEL DAN PERTUMBUHAN TUMOR
Sel tumor ialah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas
dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam bentuk dan
strukturnya. Perbedaan sifat sel tumor bergantung pada besarnya penyimpangan dalam bentuk
dan fungsi, autonominya dalam pertumbuan dan kemampuanya mengadakan infiltrasi dan
menyebabkan metastasis.
Sel tumor bentuknya bermacam macam (polimorfi) dengan warna yang beraneka
(polikrmasi) karena tinggiya kadar asam nukleat dalam inti dan tida meratanya distibusi kromatin
inti. Inti sel relatif besar dengan rasio inti/sitoplasma yang lebih rendah. Insidens mitosis lebih
tinggi dan terdapat mitosis abnormal.susunan sel tidak teratur (anaplastik). Sel tunor bersifat
tumbuh terus tanpa batas sehingga tumor makin lama makin besar dan mendesak jaringan
sekitarnya.pada neoplasma ganas, selnya tumbuh sambil menyusup dan merembes ke jaringan
sekitar.1
Selain menyusup sel dapat melepaskan diri, meniggalkan tumor induknya dan masuk ke
dalam pembuluh limfe atau darah,terutama kapiler. Hal ini telah terjadi penyebaran (metastasis)
limfogen dan hematogen.
Gambar 1 : Daur hidup sel
2
Tahap awal pertumbuhan sel tumor lokal adalah Inisiasi karena adanya inisiator yang
memulai pertumbuhan sel abnormal. Inisiator ini dibawa oleh zat karsinogenik. Inisiasi dapat
berlangsung selama puluhan tahun sebelum timbul gejala atau tanda penyakit. Bersamaan
dengan atau setelah insasi terjadi promosi yang dipicu oleh promotor sehingga terbentuk sel sel
yang polimorfis dan anaplastik. Pembawa promotor mungkin merupakan karsinogen yang sama
dengan pembawa inisiator, tetapi sering kali berbeda. Selanjutnya, terjadi progresi yang ditandai
dengan invasi sel sel ganas ke membran basalis atau kapsel. Semua progres ini terjadi pada tahap
induksi tumor. Beberapa karsinogen yang menjadi inisiator yang berperan dalam karsinogenesis
berbagai tumor ganas adalah racun/asap rokok, kelebihan kalori, kelebihan lemak hewani, dan
alkohol.1
Setelah mengalami transformasi sampai menunjukkan morfologi dan sifat biologi yang
khas, akhirnya tercapai tahap klinis dengan manifestasi dini berupa karsinoma in situ,
selanjutnya apabila ganas maka dapat menginvasi/metastasis yang dapat menyebar ke bebagai
sel selain induknya.
Gambar 2 : Pertumbuhan sel tumor
3
BAB III
EMBRIOLOGI, ANATOMI, FISIOLOGI dan HISTOLOGI LAMBUNG
II.1 Embriologi
Pertumbuhan lambung mulai pada minggu ke-4 sebagai suatu pelebaran usus depan yang
berbentuk kumparan. Minggu-minggu berikutnya kedudukannya sangat berubah akibat
perbedaan kecepatan pertumbuhan pada berbagai dindingnya dan perubahan kedudukan alat-alat
disekitarnya. Perubahan kedudukan lambung karena ia berputar sekitar sumbu memanjang dan
sumbu antero posterior. Disekitar sumbu memanjang lambung melakukan putaran 90o searah
jarum jam, akibatnya : sisi kiri menghadap ke depan, sisi kanan menghadap ke belakang, n.x kiri
yang semula mensarafi kiri menuju depan, dan n.x kanan yang semula mensafari kanan menuju
belakang. Selama perputaran ini bagian dinding belakang lambung tumbuh lebih cepat dari
bagian depannya. Hal ini mengakibatkan pembentukan : curvatura mayor dan curvatura minor.
Ujung cephalic dan kaudal lambung pada mulanya terletak digaris depan. Selama pertumbuhan,
bagian kaudal atau bagian pilorus bergerak kekanan dan keatas, dan bagian cephalic atau bagian
kardia kekiri dan kebawah. Dengan ini sumbu panjang lambung berjalan dari kiri dan kanan
bawah. Pada tingkat perkembangan ini, lambung terikat pada dinding dorsal dan ventral tubuh
melalui mesogastrium dorsale dan ventrale. Perputaran disekitar sumbu memanjang menarik
mesogastrium dorsal ke kiri. Dengan demikian membantu pembentukan bursa omentalis, yaitu
kantong peritonium dibelakang lambung.3
II.2 Anatomi
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esophagus dan
duodenum berupa ruang berbentuk kantung mirip huruf J. Lambung dibagi menjadi 3 bagian
berdasarkan perbedaan anatomis, histologist, dan fungsional. Fundus adalah bagian lambung
yang terletak di atas lubang esophagus. Bagian tengah atau utama lambung disebut dengan
korpus (badan). Lapisan otot polos di fundus dan korpus relatif tipis, tetapi bagian bawah
lambung, antrum, memiliki otot yang jauh lebih tebal. Diantara region-regio tersebut juga
terdapat perbedaan kelenjar di mukosa. Bagian akhir lambung yaitu sfingter pylorus, yang
berfungsi sebagai sawar antara lambung dan bagian atas usus halus, duodenum.2
4
Gambar 3 : Anatomi Lambung
Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat
kaya dan berasal dari empat jurusan berupa arteri besar dan berada di pinggir kurvatura mayor
dan minor serta di dalam dinding lambung. Di belakang dan tepi medial duodenum juga
ditemukan arteri besar, yakni a.gastroduodenalis. Vena lambung dan duodenum bermuara ke
vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang memiliki
hubungan embrional dengan lambung dan duodenum.
Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri.
Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut aferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal dari
n.vagus dan mempersarafi sel parietal di fundus dan korpus lambung. Sel ini berfungsi
menghasilkan asam lambung.
II.3 Fisiologi
Lambung melakukan beberapa fungsi, yaitu fungsi terpentingnya adalah menyimpan
makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk
pencernaan dan penyerapan yang optimal. Makanan yang dikonsumsi hanya beberapa menit
memerlukan waktu beberapa jam untuk dicerna dan diserap. Fungsi kedua adalah untuk
mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan enzim-enzim yang memulai pencernaan protein.
Akhirnya melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang masuk dihaluskan dan dicampur
dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran kental yang disebut dengan kimus.
5
Terdapat empat aspek motilitas lambung yaitu pengisian lambung (gastric filling),
penyimpanan lambung (gastric storage), pencampuran lambung (gastric mixing), dan
pengosongan lambung (gastric emptying).2
1. Pengisian lambung, jika kosong lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini
dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai sekitar 1 liter (1000 ml) ketika makan.
Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga duab puluh kali lipat tersebut akan
menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan
intralambung jika tidak terdapat dua faktor yaitu, plastisitas dan relaksasi reseptif pada
lambung saat lambung terisi. Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos
mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang tertentu. Sifat dasar otot
polos diperkuat oleh relaksasi refleks lambung pada saat terisi. Interior lambung
membentuk lipatan-lipatan dalam yang dikenal sebagai rugae. Selama makan., lipatan-
lipatan itu mengecil dan mendatar pada saat lambung sedikit demi sedikit melemas
karena terisi. Relaksasi lambung sewaktu menerima makanan ini disebut dengan relaksasi
reseptif, relaksasi ini mengingkatkan kemampuan lambung untuk mengakomodasi
volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami peningkatan tekanan.
2. Penyimpanan lambung, terjadi karena adnaya gerakan peristaltic dari esophagus yang
menyapu makanan ke lambung. Karena lapisan otot di fundus dan corpus tipis, kontraksi
peristaltic di kedua daerh tersebut lebih lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang
menjadi lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal. Karena
di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan yang masuk
ke lambung dari esophagus tersimpan relative tenang tanpa mengalami pencampuran.
Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi sejumlah gas.
Makanan secara bertahap disalurkan dari korpus ke antrum, tempat berlangsungnya
pertukaran makanan.
3. Pencampuran lambung, kontraksi peristaltic lambung yang kuat merupakan penyebab
makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang
peristaltic antrum mendorong kimus ke arah depan sfingter pylorus. sebelum lebih
banyak kimus yang diserap keluar makan gelombang peristaltic sudah mencapai sfingter
pylorus dan menyebabkan sfingter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar
dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke duodenum. Bagian terbesar kimus
6
terdorong ke depan, tetapi tidak dapat di dorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba
berhenti pada sfingter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk
didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltic yang baru
datang. Gerakan maju mundur tersebut dinamakan retropulsi, yang menyebabkan kimus
bercampur secara merata di antrum.
4. Pengosongan lambung, kontraksi peristaltic antrum selain menyebabkan pencampuran
lambung, juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Semakin
tinggi eksitabilitasm semakin sering BER (Basic Electrical Rhytm) meghasilkan potensial
aksi, semakin besar aktivitas peristaltic di antrum, dan semakin cepat pengosongan
lambung.
Cairan lambung jumlahnya bervariasi antara 500-1500 mL/hari mengandung lendir,
pepsinogen, faktor intrinsic dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan ini
selalu ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks tetapi untuk
memudahkan proses ini dibagi atas tiga fase perangsangan yaitu fase sefalik, fase gastric, dan
fase intestinal yang saling mempengaruhi dan berhubungan.2
Fase Sefalik, rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan
berpikir tentang makanan akan meningkatkan produksi asam melalui aktivasi nervus
vagus.
Fase Gastrik, distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia seperti kalsium,
asam amino, dan peptide dalam makanan akan merangsang produksi gastrin, refleks
vagus, dan refleks kolinergik intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal
untuk memproduksi asam lambung.
Fase intestinal, hormone enterooksitin merangsang produksi asma lambung setelah
makanan sampai di usus halus. Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan
lambung bertindak sebagai penghambat seksresinya sendiri berdasarkan prinsip
umpan balik. Keasaman yang tinggi dibdaerah antrum akan menghambat produksi
gastrin oleh sel G sehingga fase gastric akan berkurang.
7
II.4 Histologi
Dinding gaster terdiri dari 4 lapisan utama yang dapat ditemukan di struktur organ
gastrointestinal lainnya, yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa, disertai
dengan vaskularisasi dan persarafan gaster.4
Gambar 4. Histologi Lambung
MukosaMukosa merupakan lapisan tebal dengan permukaan halus dan licin yang kebanyakan
berwarna coklat kemerahan namun berwarna pink di daerah pylorik. Pada lambung yang
berkontraksi, mukosa terlipat menjadi beberapa lipatan rugae, kebanyakan berorientasi
longitudinal. Rugae ini kebanyakan ditemukan mulai dari pinggir daerah pyloric hingga kurvatur
mayor. Rugae ini merupakan lipatan-lipatan besar pada jaringan konektif submukosa dan bukan
variasi ketabalan mukosa yang menutupinya, dan rugae ini akan menghilang jika lambung
mengalami distensi. Seperti pada semua saluran cerna lainnya, mukosa ini tersusun oleh epitel
permukaan, lamina propria, dan mukosa muskuler.
8
Submukosa
Submukosa merupakan lapisan bervariabel dari jaringan konektif yang terdiri dari bundel
kolagen tebal, beberapa serat elastin, pembuluh darah, dan pleksus saraf, termasuk pleksus
submukosa berganglion (Meissner’s) pada lambung.
Muscularis eksterna
Muscularis eksterna merupakan selaput otot tebal berada tepat dibawah serosa, dimana
keduanya terhubung melalui jaringan konektif subserosa longgar. Dari lapisan terdalam keluar,
jaringan ini memiliki lapisan serat otot oblique, sirkuler, dan longitudinal, walaupun celah antara
tiap lapisan tidak berbeda satu sama lain. Lapisan sirkuler kurang begitu berkembang pada
bagian oesofagus namun semakin menebal pada distal antrum pyloric untuk kemudian
membentuk sphincter pyloric annular. Lapisan longitudinal luar kebanyakan terdapat pada 2/3
bagian kranial lambung dan lapisan oblique dalam pada setengah bagian bawah lambung.
Kerja dari muskularis eksterna ini adalah menghasilkan pergerakan adukan yang mencampur
makanan dengan produk sekresi lambung. Ketika otot berkontraksi, volume lambung akan
berkurang dan menggerakkan mukosa menjadi lipatan longitudinal atau rugae (lihat atas). Rugae
ini akan datar kembali dan menghilang ketika lambung penuh akan makanan dan muskulatur
berelaksasi dan menipis. Aktivitas otot diatur oleh jaringan saraf autonom yang tidak bermyelin,
yang terdapat pada lapisan otot dalam plexus myenterik (Aurebach’s).
Serosa
Serosa merupakan perpanjangan dari peritoneum visceral yang menutupi keseluruhan
permukaan pada lambung kecuali sepanjang kurvatura mayor dan minor pada pertautan
omentum mayor dan minor, dimana lapisan peritoneum meninggal suatu ruang untuk saraf dan
vaskler. Serosa juga tidak ditemukan pada bagian kecil di posteroinferior dekat dengan orificium
kardiak dimana lambung berkontak dengan diafragma pada refleksi gastrophrenik dan lipatan
gastropancreatik.
9
BAB IV
TUMOR LAMBUNG
III.1 Epidemiologi
Kanker gaster merupakan kanker keempat yang paling sering terjadi di dunia. Sekitar
600,000 kasus baru terdiagnosa setiap tahunnya, dan hampir dua pertiga dari pasien meninggal
dikarenakan kanker gaster. Kebanyakan kasus (65% sampai 75%) kanker gaster muncul pada
Negara berkembang.5
Insidens Tumor Gaster yang tinggi ditemukan di Jepang, Korea dan Chili, di Jepang
dalam rentang waktu 1980-2003 terjadi 34,5 per 100.000 pada pria dan 13,2 per 100.000 pada
wanita, dan terdapat total 50.562 kasus yang berakhir dengan kematian. Tumor ganas didapatkan
10 kali lebih banyak daripada tumor jinak. Tumor ganas yang terbanyak adalah adenokarsinoma
dan tumor ini menempati urutan ketiga tumor saluran cerna setelah tumor kolon dan Pankreas.
Tumor gaster banyak ditemukan pada orang tua (50-70 tahun), Perbandingan laki-laki :
wanita = 2:1. Pasien dengan umur muda (< 30 tahun) tumornya lebih agresif dengan prognosis
lebih buruk. Diagnosa kanker lambung dini sangat jarang (80% tidak ada keluhan/asimptomatik).
Pada umumnya, penderita didiagnosis sudah dalam stadium lanjut dan sulit disembuhkan.6
Insiden kanker lambung di banyak pusat penelitian Indonesia pada tahun 1996 berkisar
dari 0,00% - 0,24% untuk insiden yang paling terendah dan 2,22% - 5,60% untuk insiden
tertinggi. Kejadian kasus yang tertinggi dari kanker lambung berada di Medan 19 laki-laki
(5,6%), 10 perempuan (2,22%), Jakarta 55 laki-laki (4%), 28 perempuan (1,39%), Palembang 7
laki-laki (4,75%), 1 perempuan (0,11%), Denpasar 12 laki-laki (2,97%), 1 perempuan (0,24%),
dan Surabaya 18 laki-laki (1,38%), 7 perempuan (0,35 %).7
III.2 Faktor Resiko
1. Diet.
Kanker gaster telah dihubungkan dengan daging merah, cabai, merica, ikan, makanan
yang diasamkan, diasinkan, diasapkan, diet tinggi karbohidrat, rendahnya konsumsi
lemak, protein dan vitamin A, C, dan E. Makanan yang diasamkan, diasinkan, diasapkan
merupakan faktor resiko “probable” kanker gaster menurut panel ahli WHO/FAO, efek
karsinogenik dari makanan yang diasamkan, diasinkan, diasapkan dikarenakan tingginya
10
kandungan garam dan nitrat. Pada penelitian dengan menggunakan hewan, terlihat
adanya efek karsinogenik dari N-nitroso compounds (N=-nitro-N-nitrosoguanidine),
Nitrat dirubah mejadi carcinogenic nitrite compounds pada gaster. Sedangkan diet
selenium, zinc, cooper, besi, dan mangan dihubungkan dengan rendahnya resiko kanker
gaster. Gastric bacteria (lebih sering terdapat pada gaster yang achlorhydric pada pasien
dengan atrophic gastritis) merubah nitrate menjadi nitrite, yaitu sebuah karsinogen.
Menurunnya konsumsi dari makanan tinggi nitrat terlihat sebagai penyebab menurunnya
kanker gaster pada utara US dan Eropa barat. 8,9
2. Infeksi.
Pada tahun 1982, Marshall dan Warren mengisolasi H.pylori untuk pertama kali
dari biopsi epitel gaster. Peranan H.pylori dalam menginisiasi cedera mukosa dan
terjadinya gastritis atropik kronis telah diketahui dengan baik. Pada pasien yang
menjalani reseksi karena kanker gaster tipe intestinal, teridentifikasi H.pylori pada
jaringan nonkanker pada hampir 90% pasien, bila dibandingkan dengan 32% kanker
gaster tipe difuse.8 Beberapa penelitian juga melaporkan hubungan yang signifikan antara
infeksi H.pylori dan kanker gaster, terutama kanker gaster distal. Pembentukan kanker
gaster berhubungan dengan meningkatnya level antibody immunoglobulin G dan paling
tinggi ketika interval antara infeksi H.pylori dan diagnosis kanker gaster lebih dari 10
tahun. Peneliti lainnya juga menemukan tingginya infeksi H.pylori pada pasien dengan
kanker gaster tipe intestinal namun tidak pada kanker gaster tipe difuse.5,8
3. Herediter dan Ras.
African, Asian, dan Hispanic Americans mempunyai resiko yang tinggi untuk
menderita kanker gaster bila dibandingkan dengan orang kulit putih. Pola histologi difuse
terlihat predominan pada keluarga dengan beberapa anggota keluarga yang terkena
kanker. Munculnya kanker gaster yang tersebar pada kerabat terdekat memperlihatkan
bahwa terdapat kemungkinan genetik untuk terjadinya kanker gaster, dengan insiden
berkisar 1%-15% dari semua kanker gaster. Berbagai varian dari abnormalitas genetik
telah dideskripsikan, dimana kebanyakan kanker gaster bersifat aneuploid. Abnormalitas
genetik yang paling sering terlibat pada kanker gaster adalah pada gen p53 dan COX-2.
Lebih dari dua pertiga kanker gaster mempunyai deletion atau suppression dari tumor
11
supresor gen p53. Dan dengan proporsi yang sama pada overexpression gen COX-2.
Kanker gaster yang overexpress terhadap gen COX-2 terlihat lebih agresif. Familial
gastric cancer telah diidentifikasikan dan berhubungan dengan mutasi gen E-cadherin.
Adanya mutasi gen e-cadherin menyebabkan resiko untuk menderita kanker gaster
sebesar 60–90%.5,8
4. Anemia pernisiosa.
Anemia pernisiosa membawa resiko relatif yang meningkat sebesar 3 sampai 18
kali untuk menderita kanker gaster pada populasi secara umum pada penelitian
retrospektif. Meskipun terdapat beberapa kontroversi pada penemuan ini, namun follow-
up dengan menggunakan endoscopy telah secara umum disarankan pada pasien yang
memiliki penyakit anemia pernisiosa.8,9
5. Polip gaster.
Setidaknya setengah dari polip adenomatous menunjukkan perubahan
carcinomatous pada beberapa penelitian. Pasien dengan familial adenomatous
polyposis (FAP) memiliki insiden yang tinggi dari kanker gaster sekitar 50%, dan
sepuluh kali lebih sering untuk membenttuk adenocarcinoma. Pasien dengan polip
adenomatous atau FAP hasrus menjalani endoscopi surveillance.
Terdapat lima tipe dari polip epithelial gaster: inflammatory, hamartomatous,
heterotopic, hyperplastic, dan adenoma. Tiga jenis pertama mempunyai kemungkinan
kecil untuk terjadinya malignansi. Adenomas dapat membentuk karsinoma, dan harus
diangkat ketika terdiagnosa. Secara kebetulan,hyperplastic polyps (> 75% dari semua
polip gaster) tidak terlihat potensial malignansi, namun dapat manjadi karsinoma dengan
insiden <2%.5,8
6. Gastritis kronik.
Chronic atrophic gastritis merupakan precursor paling sering untuk kanker gaster,
terutama pada tipe intestinal. Pada penelitian di Jepang, 95% pasien dengan kanker gaster
dini mempunyai atrophic gastritis, dan pada penelitian lainnya resiko untuk membentuk
kanker gaster sebesar 20% ketika gastritis berat melibatkan antrum, dan 5% ketika
gastritis melibatkan body gaster. Prevalensi atrophic gastritis tinggi pada usia lanjut,
12
tetapi pada daerah dengan insiden yang tinggi dari kanker gaster, kondisi ini juga ditemui
pada usia muda.5,8,9
7. Faktor resiko lainnya.
Kanker gaster juga sering terjadi orang dengan golongan darah A, dan juga dengan
sosioekonomi rendah. Pemakaian tembakau terlihat meningkatkan resiko kanker gaster,
Pada tahun 1997, Tredaniel et al menelaah berbagai penelitian cohort dan case-control,
dan menemukan adanya hubungan antara kanker gaster dengan merokok, 11% dari
semua kanker gaster berhubungan dengan merokok. Gammon et al juga memperlihatkan
adanya resiko adenokarsinoma gaster pada perokok dan penggunaan alkohol tidak
mempunyai efek resiko terhadap kanker gaster pada penelitian case-control oleh
Gammon et al tidak menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi alkohol dengan
kanker gaster.5,9
III.3 Patologi dan Patofisiologi
Sekitar 95% dari semua neoplasma malignant gaster merupakan adenocarcinoma, dan
secara umum, terminologi kanker gaster ditujukan untuk adenocarcinoma dari gaster. Tumor
malignant lainnya sangat jarang terjadi, termasuk squamous cell carcinoma, adenoacanthoma,
carcinoid tumors, dan leiomyosarcoma. Meskipun tidak terdapat jaringan lymphoid pada mukosa
gaster, namun gaster merupakan lokasi tersering lymphoma dari traktus gastrointestinal.
Peningkatan kewaspadaan hubungan antara mucosa-associated lymphoid tissue lymphomas dan
H.pylori dapat dijelaskan, terlebih lagi adanya peningkatan dari insiden.
Beberapa sistem staging telah diajukan berdasarkan karakteristik dari tumor gaster.
1. Pada tahun 1965 Laurén mengajukan system klasifikasi yang sederhana dan dapat
diterima secara luas, yang mengklasifikasikan kanker gaster menjadi bentuk intestinal
(53%), diffuse (33%), dan unclassified (14%). Pada penelitian terbaru di Negara Barat,
sekitar 70% pasien memiliki tumor diffuse; dan 30% memiliki tumor tipe intestinal.
Klasifikasi ini berdasarkan histologi tumor secara efektif mengkarakteristikan dua variasi
dari adenocarcinoma gaster yang bermanifestasi secara berbeda pada patologi,
epidemiologi, dan etiologi. Perbedaan diantara kanker gaster tipe diffuse (glandular) dan
tipe intestinal-type mengasumsikan kepentingan dalam hal perubahan epidemiologi dan
perdebatan mengenai pathogenesis dari kanker gaster.5
13
Gambar 5. Model karsinogenesis kanker gaster.
Tahara menggambarkan alur berbeda pada karsinogenetik kedua tipe kanker
gaster tersebut. Kanker gaster tipe intestinal memperlihatkan progresi klasik
karsinogenesis yang mirip dengan kanker kolon. Paparan dari lingkungan (contohnya diet
tinggi garam, diet rendah vitamin C/E, infeksi H. Pylori) mengakibatkan terjadinya
gastritis superfisial kronik, yang kemudian akan berprogresi dari atrophic gastritis ke
intestinal metaplasia, dysplasia, dan akhirnya kanker. Tumor tipe intestinal lebih sering
terjadi pada usia lanjut dan pada jenis kelamin laki-laki, alterasi genetik termasuk mutasi
gen berikut: Microsatellite instaility, DCC(deleted in Colorectal Cancer)
dan APC (adenomatous polyposis coli). Lesi prekanker, seperti atrophic gastritis dan
intestinal metaplasia, merupakan target utama dalam mencegah kanker gaster tipe
intestinal.5
Gambar 7. Karsinogenesis kanker gaster tipe intestinal.
Kanker gaster tipe diffuse merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia muda
dan seringkali pada jenis kelamin wanita. Bentuk familial telah dikenali, begitu pula
Gambar 7. UGI-double contrast menunjukkan hilangnya distensibilitas dan kontour yang
abnormal dari gaster dikarenakan adenocarcinoma infiltratif (linitis plastica).
3. Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan tomografi computer pertama kali digunakan untuk membedakan stadium
dan penyebaran di luar gaster dari karsinoma gaster. Hasil dari pemeriksaan ini sangatlah penting
untuk akhirnya nanti menentukan terapi paliatif bedah dan radikal kuratif bedah. Tambahan lagi,
saat ini pemeriksaan ini juga digunakan untuk monitor respon terhadap terapi.5 Deteksi
karsinoma gaster ditingkatkan dengan menggunakan potongan-potongan tipis dan multidetektor
CT. Jika potongan tipis digunakan, gambaran isotropic abdomen dimungkinkan akan didapat
kualitas tinggi dan gambaran rekonstruksi 3 dimensi dari gaster. Kontras intravena diberikan,
dengan air atau gas sebagai agen intraluminal negative. Gambaran akan didapatkan adanya
tumor di cardia dan bagian distal gaster.9
Gambar 8. CT dilakukan dengan distensi gaster oleh air yang memperlihatkan gaster regio cardia; B, terlihat kanker gaster T4 dari body proksimal dengan ekstensi ke kelenjar perigastric