I.PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 13.000 pulau, 1.000 pulau diantaranya dihuni oleh penduduk dan selebihnya kosong. Dari sejumlah pulau tersebut, terdapat 12 pulau yang mempunyai luas lebih dari 450 km² menempati 97% seluruh luas daratan. Dengan sebaran banyaknya potensi kelautan di wilayah industri sangat besar. Potensi tersebut tidak saja berupa produk yang memungkinkan dimanfaatkan untuk kepentingan, akan tetapi juga terkait dengan lingkungan laut dan pesisir baik dalam kegiatan ekonomi maupun untuk mendukung aspek keanekaragaman hayati. Pemanfaatan potensi sumber daya laut bertujuan untuk mencukupi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan manusia.Pertambahan penduduk yang pesat dan dirasakan makin sempitnya daratan, memaksa untuk berangsur-angsur mengalihkan kegiatan ekonomi ke laut. Terutama dalam memenuhi kebutuhan hidup akan pangan,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 13.000
pulau, 1.000 pulau diantaranya dihuni oleh penduduk dan selebihnya kosong. Dari
sejumlah pulau tersebut, terdapat 12 pulau yang mempunyai luas lebih dari 450
km² menempati 97% seluruh luas daratan. Dengan sebaran banyaknya potensi
kelautan di wilayah industri sangat besar. Potensi tersebut tidak saja berupa
produk yang memungkinkan dimanfaatkan untuk kepentingan, akan tetapi juga
terkait dengan lingkungan laut dan pesisir baik dalam kegiatan ekonomi maupun
untuk mendukung aspek keanekaragaman hayati.
Pemanfaatan potensi sumber daya laut bertujuan untuk mencukupi
kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan manusia.Pertambahan penduduk yang
pesat dan dirasakan makin sempitnya daratan, memaksa untuk berangsur-angsur
mengalihkan kegiatan ekonomi ke laut. Terutama dalam memenuhi kebutuhan
hidup akan pangan, mineral maupun bahan mentah. Peluang pengembangan
sumber daya ini belum sepenuhnya didaya gunakan, terutama karena kendala
kurangnya pengetahuan, baik yang dasar maupun terapannya.Dalam kaitan ini,
nelayan, sumber daya manusia yang langsung bergelut dalam eksploitasi
perikanan laut perlu mendapat perhatian yang proposional.
Wilayah pesisir Pulau Panjang memiliki potensi untuk mengalami
perubahan dari keseimbangan ekosistem pulau.Ekosistem yang terdapat di pulau
kecil ini diduga tidak hanya berupa satu jenis habitat yang mandiri, namun
sesungguhnya terdapat keterkaitan satu ekosistem dengan yang lainnya.Teripang
ditemukan pada habitat yang selalu berada dibawah garis surut
terendah.Topograpi dari rataan terumbu atau kawasan habitat lain pada lokasi
setempat sangat berpengaruh terhadap distribusi teripang yang ada pada lokasi
tersebut. Habitat dengan dasar pasir karang yang sebagian ditumbuhi lamun (sea
grass) merupakan tempat hidup teripang.Beberapa jenis teripang, ada yang hidup
di daerah dengan habitat yang berbongkah karang (boulders), dan disekitar
kelompok karang hidup.Keterkaitan ekosistem khas wilayah pantai antara lamun
dan terumbu karang telah dibuktikan dengan terdapatnya ketergantungan antar
ekosistem dalam membesarkan biota laut dalam siklus hidupnya.
Kedua ekosistem ini mempunyai peran penting sebagai habitat teripang
dan berbagai biota lainnya. Berbagai jenis teripang yang bernilai ekonomi penting
menjadikan padang lamun dan terumbu karang sebagai tempat mencari makan,
berlindung, bertelur, memijah, daerah asuhan, stabilitas dan penahan sedimen,
mengurangi dan memperlambat pergerakan gelombang, tempat terjadinya siklus
dan sebagai penyerap karbon di lautan. Padang lamun dan terumbu karang juga
berperan penting untuk menjaga kestabilan garis pantai.
Teripang memiliki istilah yang diberikan untuk hewan invertebrata timun
laut (Holothuroidea) yang dapat dikonsumsi oleh manusia.Biota ini tersebar luas
di lingkungan laut di seluruh dunia, mulai dari zona pasang surut sampai laut
dalam terutama di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik Barat.Kelompok timun
laut yang ada di dunia ini terdapat lebih dari 1200 jenis, dan sekitar 30 jenis di
antaranya adalah kelompok teripang.Di perairan Indonesia terdapat banyak jenis
teripang, namun demikian, jenis teripang yang dikenali mempunyai nilai ekonomi
tinggi hanyalah beberapa jenis saja.yaitu teripang pasir (Holothuria scabra),
teripang perut hitam (H. atra), teripang susuan (H. nobilis), teripang perut merah
(H. edulis), dan teripang nanas (Thelenota ananas).
Teripang merupakan biota laut yang mempunyai prospek ekonomi sebagai
komoditas ekspor karena kandungan proteinnya yang tinggi.Pengembangan
komoditas ini diperlukan untuk mendukung pendapatan eksport dan
meningkatkan kekuatan ekonomi masyarakat pesisir.Untuk dapat
mengembangkan lebih lanjut maka pengetahuan tentang bioekologinya sangatlah
diperlukan.
I.2. Pendekatan Masalah
Teripang (Holothuroidea) merupakan salah satu biota benthos penghuni
daerah pesisir khususnya di lingkungan terumbu karang dan lingkungan pantai
berlamun. Kedua lingkungan tersebut berfungsi sebagai tempat berlindung dan
berpijah serta sebagai temapat mencari makan.Di samping itu kehidupan
kehidupan organisme di dalam ekosistem perairan tidak dapat dipisahkan dengan
faktor lingkungan.Faktor lingkungan tersebut menyangkut beberapa sifat perairan
dimana sifat sifat itu seperti faktor fisika, kimia dan biologinya.Terkait dengan
bioekologinya, perubahan faktor lingkungan secara langsung dapat berpengaruh
terhadap kehidupan teripang, pengaruh faktor faktor tersebut akan mempengaruhi
kondisi ekosistem yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan teripang.
Pengaruh faktor fisika kimia terhadap teripang dapat berakibat langsung
atau tidak langsung, pengaruh tidak langsung umumnya akan menyebabkan
perubahan kondisi lingkungan. Selanjutnya perubahan ekosistem akan
berpengaruh terhadap distribusi dan kelimpahan teripang. Sementara pengaruh
langsungnya adalah terkait pada kemampuan adaptasi teripang terhadap
perubahan faktor fisika kimia. Oleh karenanya dalam rangka mengkaji aspek
bioekologi teripang di pulau panjang maka akan dilakukan penelusuran mendalam
terhadap :
1. Kondisi faktor lingkungan dari perairan karang dan perairan lamun
tersebut;
2. Kualitas ekosistem yang dapat berubah;
3. Keberadaan dan sebaran teripang (Holothuroidea) di suatu perairan
karang dan perairan lamun; dan
4. Komposisi jenis dan kepadatan teripang (Holothuroidea) di suatu
perairan karang dan perairan lamun.
Langkah langkah pendekatan tersebut selebihnya ditujukan pada gambar
1.Skema pendekatan masalah penelitian.
Keterangan :
= Hubungan tidak langsung= Hubungan langsung
Gambar 1. Skema pendekatan masalah penelitian
Kesimpulan
Analisis Data
Hasil
OUTPUT
KelimpahanTeripang
FaktorAbiotik: Suhu, Salinitas, Kedalaman, pH,
Arusdankecerahan
PROSES
Ekosistem Padang Lamun dan Terumbu Karang
Preferensi kebiasaan makanan
I
N
P
U
T
Perairan Pantai Pulau Panjang,
Kabupaten Jepara
I.3. Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang dan permasalahan yang ada,
maka penelitian ini bertujuan mengetahui Perbedaan sebaran, komposisi jenis, dan
kelimpahan teripang (Holothuroidea) pada perairan karang dan lamun di pantai
pulau panjang jepara;
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang manfaat yang ada dalam
penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan informasi tentang keberadaan,
sebran, kepadatan teripang dan komposisi jenis teripang (Holothuroidea) terutama
dalam pengusaha dan pengawasan sebagai upaya untuk pengelolaan serta
pemikirannya.Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai
sumbangan pemikiran bagi pertimbangan dan penelitian lebih lanjut, guna
pengelolaan sumberdaya perikanan terutama sumberdaya teripang
(Holothuroidea).
I.4. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dimulai pada tanggal 7 November 2013 di perairan karang
dan perairan lamun di pantai pulau panjang jepara serta analisa dilakukan di
Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai Universitas Diponegoro Jepara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Klasifikasi, Morfologi dan Anatomi
Klasifikasi teripang pasir (Holothuria sp.) menurut Barnes (1968);
(Martoyo et. al. 2007) adalah sebagai berikut :
Filum : Echinodermata
Sub filum : Echinozoa
Kelas : Holothuroidea
Sub kelas : Apidochirotacea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuridae
Genus : 1. Holothuria
Spesies : Holothuria argus
Holothuria vacabunda
Holothuria impatiens
Holothuria scabra
Holothuria marmorata
Holothuria edulis
2. Muelleria
Spesies : Muelleria lecanora
3. Stichopus
Spesies : Stichopu ananas
Stichopu chloronatus
Stichopu variegatus
Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit berduri
(Echinodermata). Duri teripang merupakan butir-butir kapur mikroskopis yang
terbenam dalam jaringan dinding tubuh (Hyman, 1955; Lawrence, 1987).
Bentuk tubuh teripang secara umum adalah silindris.memanjang dari
ujung mulut kearah anus (orally-aborally). Mulut terletak diujung anterior.dan
anus diujung posterior. Seperti pada echinoderm umumnya, tubuh teripang adalah
pentamer-ous radial symmetry dengan sumbu aksis mendatar.Namun bentuk
simetri tersebut termodifikasi oleh lempeng tegak (dorsoventral plane) nampak
sebagai bilateral symmetry. Seperti halnya Echinodermata lain, selain radial
semitri tersebut, karakteristik lainnya adalah bentuk skeleton dan adanya sistem
saluran air (water-vascular system) (Purwanti, 2009).
Teripang umumnya memiliki tubuh lunak dan licin. Permukaan tubuh
tidak bersilia dan diselimuti oleh lapisan kapur yang tebal tipisnya tergantung
umur. Disepanjang mulut keanus terdapat lima deretan kaki tabung, terdiri dari
tiga deretan kaki tabung dengan pengisap pada bagian perut (trivium) yang
berperan dalam respirasi (Purwanti, 2009). Di bawah lapisan kulit terdapat satu
lapis otot melingkar dan lima lapis otot memanjang. Sesudah lapisan otot terdapat
rongga tubuh yang berisi gonad dan usus (Storer et. al, 1979). 89
Teripang bergerak dengan kaki tabung (podia), yaitu bagian dari sistem
saluran air ambulakra yang bekerja secara hidrolik.Fungsi utama sistem saluran
air adalah mengatur tekanan hidrolik ini sehingga kaki tabung dapat digerakkan.
Pusat sistem saluran air adalah saluran cincin (water ring canal) yang terletak
disekeliling faring. Saluran cincin bercabang ke lima saluran radial, yang masing-
masing dihubungkan dengan kaki tabung melalui cabang-cabang saluran lateral.
Fungsi utama kaki tabung adalah sebagai organ pergerakan, namun sebagian
termodifikasi sebagai organ peraba.Kaki tabung yang berfungsi sebagai alat gerak
beradadisisi ven-tral tubuh dan disebut pedisel.Kaki tabung untuk peraba berada
disisi dorsal tubuh dan disebut papila. Beberapa jenis teripang, dari Bangsa
Apodida, kaki tabungnya tereduksi atau hilang sama sekali. Pergerakkan teripang
dari bangsa ini dilakukan dengan kontraksi peristaltik tubuh, yang dibantu oleh
sifat kulitnya yang Iengket.
Di daerah sekeliling mulut, kaki tabung termodifikasi menjadi tentakel
yang berfungsi untuk mengumpulkan makanan. Pada kelompok teripang dikenal
dua cara makan, yaitu menangkap plankton dengan tentakel (Dendrochirotida)
dan dengan menelan pasir kemudian mengambil detritus yang terkandung
(Aspidochirotida). Pasir tersebut kemudian akan dikeluarkan kembali melalui
anus. Teripang mempunyai endoskeleton kalkarius berukuran mikroskopis
sebagai spikula.Bentuk spikula bervariasi dan karakteristik untuk setiap jenis atau
species.
Teripang pada umumnya berkelamin terpisah (dioecious), tetapi tidak jelas
adanya dimorfisma kelamin.Pembuahan umumnya terjadi secara eksternal
dikolom air laut tempat hidupnya.Gonad berkembang membentuk filamen dengan
bentuk percabangan tunggal (Holothuriidae) atau dobel berpasangan
(Stichopodidae).
Perkembangan Holothuria muda dan dewasa sangat bergantung pada jenis
fitoplankton yang mereka makan.Teripang adalah hewan detritus yaitu makan
secara menyapu pasir kedalam mulut. Pergerakan teripang yang lambat
menyebabkannya perlu mempunyai mekanisme pertahanan tubuh yang efisien,
yaitu mengeluarkan holothurin yang toksit dan hewan kecil. Holothurin di
keluarkan oleh kelenjar khusus (Martoyo et. al. 2006).
Gambar 2. Anatomi Teripang
Sumber : Suryati, 2010
II.2. Habitat dan Penyebaran Teripang
Teripang umumnya hidup berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang dan
lamun pada zona intertidal sampai kedalaman 20 m dengan dasar berpasir halus
dengan tanaman pelindung seperti lamun, terlindung dari hempasan ombak, dan
perairan yang 10 kaya akan detritus. Di Indonesia, hewan ini banyak tersebar di
daerah Riau, Lampung, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Timur, Maluku, dan
Papua (Azis, 1997).
Habitat teripang pasir pada ekosistem terumbu karang dengan substrat pasir
halus dan lamun jenis Cymodocea pada zona intertidal pada kedalaman 0 - 10
meter. Teripang duri atau warty sea cucumber hidup berasosiasi dengan substrat
berbatu pada kedalaman perairan 5 sampai 20 m. Pada siang hari bersembunyi di
bawah atau di celah karang (Hickman 1998 dalam Hearn & Pinillos, 2006).
Teripang getah hidup pada substrat berpasir dengan pecahan karang dan
ditumbuhi dengan padang lamun yang didominasi oleh jenis Thalassia sp.
Teripang duri hidup pada perairan dangkal sampai kedalaman 15 m dengan
substrat berpasir dan pecahan karang. Spesies ini suka bersembunyi di sela karang
mati.Stichopus variegatus hidup pada perairan dangkal sampai kedalaman 25 m
dengan substrat pasir berlumpur. Teripang gamat umumnya ditemukan di daerah
yang banyak ditemukan alga atau padang lamun (Palomares & Pauly, 2011).
Hama bagi teripang dalam sebuah kawasan konservasi adalah kepiting,
bulu babi, dan bintang laut.Hewan-hewan tersebut dapat mengakibatkan
kerusakan fisik teripang.Kerusakan fisik yang dialami dapat menyebabkan
penyakit, luka bertambah besar, dan mati apabila tidak diobati.Selain itu,
organisme penempel seperti spons, teritip, dan rumput laut yang menempel pada
kurungan teripang dapat mengganggu sirkulasi air dan menurunkan kualitas air
yang berakibat kurang baik bagi pertumbuhan teripang (Martoyo et.al. 2006).
II.3. Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari
permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan serta
kedalaman perairan.Organisme akuatik memiliki kisaran tertentu yang disukai
untuk pertumbuhannya. Kondisi lingkungan perairan yang cocok untuk
pertumbuhan teripang dengan suhu air laut 24,0–30,0 ºC (Martoyo et.al. 2006).
Salinitas adalah gambaran padatan total dalam air setelah semua karbonat
diubah menjadi oksida, bromida dan iodida diganti oleh klorida, dan bahan
organik telah 11 teroksidasi. Sebaran salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, (Taufik, 2006).
Teripang menyukai perairan dengan salinitas optimum sekitar 32,0–
35,0‰. Perubahan salinitas melebihi 3,0‰ dapat menyebabkan terjadinya
pengelupasan kulit teripang yang dalam kondisi ekstrim dapat terjadi kematian
(James et al. 1988 dalam Gultom, 2004).
Arus di laut dipengaruhi oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut, dan
gerakan periodik pasang surut. Teripang hidup dan pertumbuhannya berkembang
dengan baik pada perairan yang tenang. Kecepatan arus yang cocok untuk hidup
teripang adalah 0,30 – 0,50 m/detik (Martoyo et.al. 2006).
Kecerahan perairan menunjukan kemampuan cahaya untuk menembus
lapisan air sampai kedalaman tertentu.Kecerahan perairan harus tinggi dan bebas
dari bahan pencemar dengan nilai 50 – 150 cm (Martoyo et.al. 2006).
Kelarutan oksigen di perairan bergantung dan berbanding terbalik dengan
suhu dan salinitas.Semakin tinggi suhu dan salinitas maka kandungan oksigen
terlarut semakin kecil. Lapisan atas permukaan laut dalam keadaan normal
mengandung oksigen terlarut sebesar 4,5 – 9,0 mg O2/l (KepMen No. 51 Tahun
2004 Tentang pedoman penetapan baku mutu air laut untuk biota laut in
Dwindaru, 2010).
Kandungan oksigen terlarut di perairan yang baik untuk kehidupan dan
pertumbuhan teripang sebesar 4,0–8,0 ppm (Martoyo et.al. 2006).
II.4. Makanan dan Kebiasaan Makan Teripang
Cara makan teripang dibagi dua yaitu pemakan deposit dan suspensi dengan
sumber makanan kandungan bahan organik, detritus, dan plankton.
Kebanyakan teripang aktif pada malam hari, sedangkan pada siang hari hanya
berlindung membenamkan diri dalam pasir (Darsono, 2006). Umumnya makanan
utama untuk
Teripang jenis Holothuria yang hidup di daerah tropis adalah detritus dan
kandungan bahan organik dalam pasir sedangkan plankton, bakteri, dan biota
mikroskopis lainnya sebagai makanan pelengkap.(Gultom, 2004).
Kandungan bahan organik yang tepat untuk kebutuhan nutrisi teripang
pasir dengan nilai 1,41–2,18% (Tsiresy, 2011). Sedimen yang padat bahan
organik memiliki pengaruh terhadap rendahnya pertumbuhan teripang
pasir.Tinggi rendahnya kandungan C-organik dipengaruhi oleh pasokan air dari
daratan (Wood 1987 dalam Dwindaru, 2010). Analisis makanan teripang pasir
85% berupa lumpur; pasir 3,52%; pecahan karang 0,12%; detritus 1,46%, dan
65,47% didominasi oleh plankton kelompok diatom. Nilai persentase konsumsi
makanan kelompok diatom untuk Holothuria leucospilota sebesar 64,89%;
butiran pasir 8,31%; serat tumbuhan 0,15% dan detritus 0,49%. Stichopus
variegatus mengkonsumsi plankton kelompok diatom sebesar 56,17%; butiran
pasir 4,22% dan detritus 1,42% (Yusron & Sjafei, 1997).
Gambar 3. Tipe tentakel pada berbagai jenis teripang
Sumber : Aziz (1996)
Teripang mempunyai pola waktu yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu
makan setiap saat seperti Holothuria atra, H. flavomaculata, dan H. eduilis dan
berhenti makan satu sampai tiga kali pada siang hari dan selama istirahat
membenamkan diri dalam pasir seperti Stichopus variegatus, S. chloronatus,
Holothuria scabra, H. impatiens, H. lecanora (Bakus 1973 dalam Gultom, 2004).
Tabel 1. Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran
Jenis Partikel Diameter Partikel (mm) Boulder > 256 Cobble 64 – 256 Pebble 4 – 64 Granule 2 – 4
Sand 0,062 – 2 (62 – 2,000 µm)
Silt 0,004 – 0,062 (4 – 62 µm)
Clay < 0,004 (< 4 µm) Sumber : Dale dan William (1989).
III. MATERI DAN METODE
III.1. Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teripang dan genus
Holothuridae.Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Pantai Pulau
Panjang.Sampel teripang diambil langsung dari alam yang berada di ekosistem
karang dan ekosistem lamun.Pengamatan parameter fisika dan parameter kimia
yang diukur adalah salinitas, pH, kedalaman, kecerahan, dan suhu.
III.1.1.Alat
Alat alat yang digunakan dan yang menunjang pelaksanaan penelitian ini
adalah kuadran transek, Refraktometer untuk mengukur salinitas perairan,
thermometer air raksa untuk mengukur suhu perairan, meteran, Sechi disk untuk
mengukur kedalaman dan kecerahan perairan, tali plastic untuk tempat biota, Bola
arus untuk mengukur kecepatan arus perairan, botol sampel digunakan untuk
penampungan substrat, tempat sampel, timbangan, penggaris digunakan untuk
mengukur biota, peralatan penyelaman ringan berupa masker, Snorkeling dan fins
digunakan untuk membantu dalam pengamatan dilapangan, peralatan tulis di
lapangan digunakan untuk mencatat data yang didapatkan dilapangan dan
laboratorium. Peralatan untuk identifikasi di laboratorium yang berupa Lup (Kaca
Pembesar), Mikroskop digunakan untuk pengamatan biota yang kecil dan pisau
sebagai pemotong, serta buku yang digunakan untuk identifikasi.GPS yang
digunakan untuk mengetahui posisi habitat asli biota.
III.1.2.Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah formalin yang digunakan
untuk mengawetkan biota yang diambil sebagai sampel, aquadest yag digunakan
untuk menurunkan konsentrasi formalin
III.2. Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat “Deskriptif”
dengan menggunakan metode studi kasus, yaitu memusatkan perhatian pada suatu
kasus secara intensif yang menghasilkan pengumpulan dan analisa data kasus
dalam waktu tertentu dan terbatas di suatu daerah tertentu (Winarno, 1978).Untuk
mendukung tujuan penelitian maka dilakukan beberapa tahap kegiatan langkah
langkah kegiatan tersebut adalah sebagaimana uraian berikut.
III.2.1.Pemilihan lokasi penelitian
Pada studi pendahuluan telah dilakukan pengamatan pada 3 lokasi di
sekitar perairan pantai Kota Jepara ; yaitu Pantai Kartini, Perairan Pantai Pulau
Panjang, dan Telur Awur. Dari pengamatan tersebut tidak ditemuakan jenis
Holothuridae atau teripang di Pantai Kartini dan Teluk Awur.Oleh karenanya
lokasi penelitian yang ditentukan dalam penelitian ini adalah perairan karang dan
perairan lamun di pantai pulau panjang jepara.Hal ini mendasari pemilihan ini
berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, dimana kedua perairan ini merupakan
perairan karang dan lamun dan ditemukan teripang (Holothuridea) di kedua
perairan tersebut. Dengan diketahui keberadaan dan sebaran lamun dan terumbu
karang di perairan jepara dan dengan berperannya daerah terumbu karang dalam
ekosistem kehidupan teripang (Holothuroidea) akan berakibat terpeliharanya
organisme tersebut pada lingkungannya. Sehingga diperlukan adanya data data
yang dapat memberikan gambaran sebaran dan keberadaan teripang di lokasi
penelitian dalam kaitannya dengan sebaran di perairan jepara.
Secara deskriptifn lokasi penelitian tersebut adalah sebagaimana diilustrasikan
pada gambar 4
GAMBAR LOKASI PENELITIAN
Gambar 4. Lokasi penelitian Perairan Pantai Pulau Panjang, Jepara
III.2.2.Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari lapangan
dengan melakukan observasi lapangan untuk mengetahui kondisi yang nyata pada
wilayah studi, yaitu kondisi lokasi pengambilan sampel serta keberadaan
responden. Survei data primer dilakukan dengan metode pengambilan sampel
menggunakan metode purposive sampling, yaitu penentuan lokasi dan responden
dengan beberapa pertimbangan tertentu oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-
sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2002).
Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal
mencari dan mengumpulkan data tersebut.Data sekunder ini biasanya telah
tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen.Selain itu, pengumpulan data
dilakukan melalui literatur-literatur yang menunjang data (Sarwono, 2006).
Data primer yang dikumpulkan mencakup data parameter fisika kimia
lingkungan perairan dan data biota. Data peubah fisika kimia perairan tersebut
adalah seperti disajikan pada table 4.
Table 4. Pengukuran Peubah Fisika Kimia Perairan, Metode dan Periode
Pengukuran Selama Penelitian.
N
o Peubah Satuan Metode Periode Pengukuran
1 Arus m/s Bola Arus
3 Hari, 5 kali
Pengulangan
2 Suhu oC Termometer
3 Hari, 5 kali
Pengulangan
3 Salinitas o/oo Refraktometer
3 Hari, 5 kali
Pengulangan
4 pH pH Meter
3 Hari, 5 kali
Pengulangan
5 Kedalaman cm Secci disk
3 Hari, 5 kali
Pengulangan
6 Kecerahan cm Secci disk
3 Hari, 5 kali
Pengulangan
7 Bahan Organik gr/liter Petri disk
1 Hari, 1 kali
Pengulangan
Penelitian, 2013
A. Pengambilan data penutupan karang
Line transek50 m
10 m
10 m
I
II
III
Pengambilan data penutupan karang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Memasang line transek yang telah ditandai dengan skala sepanjang 50 meter
sejajar garis pantai) dengan jarak antarlinetransekyaitu 10 meter;
b. Menghitung panjang karang hidup, karang mati, pecahan karang, dan substrat
pada line transek yang telah dipasang;
c. Melakukan pengulangan sebanyak 5 x padamasing-masingstasiun, stasiun A,
stasiun B,stasiun C; dan
d. Mengidentifikasi jenis karang yang ditemukan dengan melihat buku panduan
identifikasi lamun (Rahman dkk, 2010).
Layout metode line transek yang digunakan dalam pengambilan data
penutupan karang dapat dilihat pada Gambar berikut:
Gambar 4.Jarak Antar Line Transek
B. Pengambilan Data Kelimpahan Teripang (Holothuridea)
Tahap pengumpulan data selanjutnya adalah melakukan pengambilan data
kelimpahan Teripang (Holothuroidea). Pengambilan data kelimpahan teripang
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi (survei) lapangan untuk menentukan lokasi sampling;
I
Line transek50 m
10 m
10 m
I
II
b. Plotting GPS;
c. Memasang line transek yang telah ditandai dengan skala sepanjang 50 meter
sejajar garis pantai;
d. Memasang kuadran transek berukuran 1 x 1 meter yang diletakkan pada bagian
tengah line transek; dan
e. Mengambil data kelimpahan Teripang di dalam frame kuadran transek
berukuran 5 x 5 meter sepanjang 50 meter.
Skema kuadran transek yang digunakan dalam pengumpulan data
kelimpahan Teripang dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 5. Penempatan Kuadran Transek Pada Line Transek
C. Pengambilan Kerapatan Lamun
Pengambilan data kerapatan lamun dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Memasang line transek yang telah ditandai dengan skala sepanjang 50
meter sejajar garis pantai) dengan jarak antarlinetransekyaitu 5 meter;
b. Menghitung kerapatan lamun denganline transek; dan
c. Mengidentifikasi jenis lamun yang ditemukan dengan melihat buku
panduan identifikasi lamun Seagrass-Watch (McKenzie et al., 2001).
Layout metode line transek yang digunakan dalam pengambilan data
penutupan karang dapat dilihat pada Gambar berikut:
I
10 mKuadranTra
nsek
5 m
Line Transek
Gambar 6. Jarak Antar Line Transek
3.3. Analisis Data
A. Penutupan Karang
Persentase karang hidup, karang mati, pasir dan pecahan karang, dapat
Pola pembahasan kedalaman secara visual dapat diperlihatkan pada
gambar di bawah ini :
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Pengulangan I
line 3line 2line1
Meter ke-
Kedalam
an (cm
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
50
100
150
200
250
300
350
Pengulangan II
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedalam
an (cm
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
50
100
150
200
250
300
350
400
Pengulangan III
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedalam
an (cm
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
50
100
150
200
250
300
350
Pengulangan IV
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedalam
an (cm
)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Pengulangan V
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedalam
an (cm
)
Gambar 11. Grafik Hasil Pengukuran Kedalaman Pada Lamun Pulau Panjang,
Jepara
Kedalaman yang didapat di lokasi penelitian yaitu pada ekosistem lamun
berkisar antara 17 cm sampai dengan 1.43 meter. Kedalaman memiliki peran
terhadap masuknya penetrasi cahaya ke badan air. Apabila semakin semakin
dalam suatu perairan, makan semakin cepat pula penurunan intensitas cahaya
yang masuk ke badan air. Cahaya diperlukan oleh phytoplankton dan tumbuhan
air untuk berfotosintesis. Jadi, apabila semakin dalam suatu perairan maka
intensitas cahaya yang masuk juga akan berkurang dan penyebaran phytoplankton
dan tumbuhan juga akan berkurang.
Bagi teripang (sea cucumber), kedalaman mempengaruhi kelimpahan
organisme pada suatu perairan. Secara umum bulu babi dapat ditemukan di daerah
intertidal yang relatif dangkal dan jumlahnya akan semakin menurun apabila
kedalaman perairan tersebut semakin meningkat. Hal ini dikarenakan pada
perairan yang lebih dalam, bahan – bahan organik yang terkandung didalamnya
kurang melimpah, maka produktivitas perairan diatasnya juga berkurang,
sehingga kepadatan organismenya, termasuk teripang juga rendah (Azis, 1993).
D. Kecerahan
Hasil pengukuran kecerahan yang di peroleh saat melaksanakan sampling
di lapangan adalah sebagai berikut :
Tabel 13. Hasil Pengukuran kecerahan Pada Lamun Pulau Panjang, Jepara
tanggal meter line tanggal meter line 1 2 3 1 2 3
7/11/2013 0 TU TU TU16/11/2013 0 TU TU TU
5 TU TU TU 5 TU TU TU10 TU TU TU 10 TU TU TU15 TU TU TU 15 TU TU TU20 TU TU TU 20 TU TU TU25 TU TU TU 25 TU TU TU30 TU TU TU 30 TU TU TU35 TU TU TU 35 TU TU TU40 TU TU TU 40 TU TU TU45 TU TU TU 45 TU TU TU
50 TU TU TU 50 TU TU TU
13/11/2013 0 TU TU TU19/11/2013 0 TU TU TU
5 TU TU TU 5 TU TU TU10 TU TU TU 10 TU TU TU15 TU TU TU 15 TU TU TU20 TU TU TU 20 TU TU TU25 TU TU TU 25 TU TU TU30 TU TU TU 30 TU TU TU35 TU TU TU 35 TU TU TU40 TU TU TU 40 TU TU TU45 TU TU TU 45 TU TU TU
50 TU TU TU 50 TU TU TU
Lanjutan tabel
tanggalmeter line
1 2 310/11/2013 0 TU TU TU
5 TU TU TU10 TU TU TU15 TU TU TU20 TU TU TU25 TU TU TU30 TU TU TU35 TU TU TU40 TU TU TU45 TU TU TU
50 TU TU TUSumber : Penelitian, 2013
Kecerahan yang didapat pada ekosistem lamun adalah tidak terukur ().
Hal ini berarti bahwa dasar perairan masih dapat terlihat dengan jelas dari
permukaan. Pernyataan ini diperkuat oleh Hutabarat dan Stewart (2000) yang
menyatakan bahwa pada perairan yang dalam dan jernih, proses fotosintesis dan
penetrasi cahaya hanya dapat sampai kedalaman sekitar 200 meter.
Menurut Ghufran et al., (2007), dengan mengetahui kecerahan suatu
perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan proses
asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang jernih, yang agak keruh, dan
yang paling keruh. Air tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik
untuk kehidupan biota perairan.
Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh besar namun secara tidak
langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-
tumbuhan yang menjadi sumber makanan serta penyedia oksigen bagi mereka.
Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan
populasi hewan laut (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
4.1.7. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pada Ekosistem Terumbu Karang
Hasil pengukuran arus yang di peroleh saat melaksanakan sampling di
lapangan adalah sebagai berikut :
A. Kecepatan arus
Tabel 14. Hasil Pengukuran Arus Pada Karang Pulau Panjang, Jepara
Pola pembahasan arus secara visual dapat diperlihatkan pada gambar di
bawah ini :
16/11/2013
0
50
100
150
200
250
300
350
Pengulangan I
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedal
aman
(cm)
16/11/2013
0
50
100
150
200
250
300
350
Pengulangan II
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedala
man (c
m)
19/11/2013
0
50
100
150
200
250
300
350
Pengulangan III
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedal
aman
(cm)
16/11/2013
0
50
100
150
200
250
300
350
Pengulanagn IV
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedal
aman
(cm)
16/11/2013
0
50
100
150
200
250
300
350
Pengulangan V
line 3line 2line 1
Meter ke-
Kedal
man (
cm)
Gambar 14. Grafik Hasil Pengukuran Kedalaman Pada Terumbu Karang Pulau
Panjang, Jepara
Kedalaman yang didapat di lokasi penelitian yaitu pada ekosistem lamun
berkisar antara 20 cm sampai dengan 1.57 meter. Kedalaman memiliki peran
terhadap masuknya penetrasi cahaya ke badan air. Apabila semakin semakin
dalam suatu perairan, makan semakin cepat pula penurunan intensitas cahaya
yang masuk ke badan air. Cahaya diperlukan oleh phytoplankton dan tumbuhan
air untuk berfotosintesis. Jadi, apabila semakin dalam suatu perairan maka
intensitas cahaya yang masuk juga akan berkurang dan penyebaran phytoplankton
dan tumbuhan juga akan berkurang.
Bagi teripang (sea cucumber), kedalaman mempengaruhi kelimpahan
organisme pada suatu perairan. Secara umum bulu babi dapat ditemukan di daerah
intertidal yang relatif dangkal dan jumlahnya akan semakin menurun apabila
kedalaman perairan tersebut semakin meningkat. Hal ini dikarenakan pada
perairan yang lebih dalam, bahan – bahan organik yang terkandung didalamnya
kurang melimpah, maka produktivitas perairan diatasnya juga berkurang,
sehingga kepadatan organismenya, termasuk teripang juga rendah (Azis, 1993).
D. Kecerahan
Hasil pengukuran kedalaman yang di peroleh saat melaksanakan sampling di
lapangan adalah sebagai berikut :
Tabel 17. Hasil Pengukuran Kedalaman Pada Lamun Pulau Panjang, Jepara.
tanggal meter line tanggal meter line 1 2 3 1 2 3
7/11/2013 0 TU TU TU16/11/2013 0 TU TU TU
5 TU TU TU 5 TU TU TU10 TU TU TU 10 TU TU TU15 TU TU TU 15 TU TU TU20 TU TU TU 20 TU TU TU25 TU TU TU 25 TU TU TU30 TU TU TU 30 TU TU TU35 TU TU TU 35 TU TU TU40 TU TU TU 40 TU TU TU45 TU TU TU 45 TU TU TU
50 TU TU TU 50 TU TU TU10/11/201
3 0 TU TU TU19/11/2013 0 TU TU TU
5 TU TU TU 5 TU TU TU10 TU TU TU 10 TU TU TU15 TU TU TU 15 TU TU TU20 TU TU TU 20 TU TU TU25 TU TU TU 25 TU TU TU30 TU TU TU 30 TU TU TU35 TU TU TU 35 TU TU TU40 TU TU TU 40 TU TU TU45 TU TU TU 45 TU TU TU
50 TU TU TU 50 TU TU TU
Lanjutan tabel
tanggal meter line 1 2 313/11/2013 0 TU TU TU
5 TU TU TU10 TU TU TU15 TU TU TU20 TU TU TU25 TU TU TU30 TU TU TU35 TU TU TU
40 TU TU TU45 TU TU TU
50 TU TU TUSumber : Penelitian, 2013
Kecerahan yang didapat pada ekosistem lamun adalah tidak terukur ().
Hal ini berarti bahwa dasar perairan masih dapat terlihat dengan jelas dari
permukaan. Pernyataan ini diperkuat oleh Hutabarat dan Stewart (2000) yang
menyatakan bahwa pada perairan yang dalam dan jernih, proses fotosintesis dan
penetrasi cahaya hanya dapat sampai kedalaman sekitar 200 meter.
Menurut Ghufran et al., (2007), dengan mengetahui kecerahan suatu
perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan proses
asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang jernih, yang agak keruh, dan
yang paling keruh. Air tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik
untuk kehidupan biota perairan.
Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh besar namun secara tidak
langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-
tumbuhan yang menjadi sumber makanan serta penyedia oksigen bagi mereka.
Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan
populasi hewan laut (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
4.1.8. Kelimpahan teripang (sea cucumber)
Kelimpahan jenis Teriapang (sea cucumber) yang ditemukan pada lokasi
sampling tersaji pada Tabel berikut:
Tabel 17. Hasil Kelimpahan teripang (sea cucumber) Pulau Panjang, Jepara
no spesies ekosistemLamun Terumbu Karang
KI KR (%) KI KR (%)1 Holothuria atra 161 93.06 8 8.33
2 Holothuria nobilis 12 6.94 88 91.67 Jumlah 173 96
Sumber : Penelitian 2013
4.2. Pembahasan
4.2.1. Jenis Lamun pada Daerah Perairan Pantai Pulau Panjang
Berdasarkan dari hasil penelitian ini, didapatkan jenis lamun sebanyak 4
jenisadalahSyringodium isoetifolium, Halodule uninervis, Enhalus acoroides, dan
Thallassia hemprichii.
Persentase kerapatan lamun pada perairan Pulau Panjang, Jepara jenis
lamun yang mendominasi adalah jenis dari Thalassia hemprichiidanEnhalus
acoroides dengan hasil KR untuk Thalassia hemprichii42.47% dan untuk jenis
Enhalus acoroides38.79%, PR untuk Thalassia hemprichii39.62% dan untuk jenis
Enhalus acoroides37.99%, FR Thalassia hemprichii32.08% dan untuk jenis
Enhalus acoroides41.51%.
4.2.2. Penutupan karang
Persentase penutupan karang pada Pulau Panjang, Jepara didapatkan
jumlah karang Hidup, karang mati, pecahan karang, dan pasir dari total line 15000
cm yang terdiri dari; KH 78 cm, KM 6340 cm, PK 4609 cm, dan P 3973 cm
sehingga di dapatkan persentasenya untuk Karang hidup 0.52%, Karang mati
42.27%, Pecahan karang 30.73% dan Pasir 26.49%.Menurut Dahuri (2001), dari
nilai persentase penutupan karang hidup diatas termasuk ke dalam kategori karang
dengan kondisi baik yaitu berkisar antara 50 – 75 %. Kondisi penutupan terumbu
karang ini dipengaruhi oleh panjang tutupan karang yang ditemukan di lokasi
penelitian. Kondisi penutupan karang yang masih baik memiliki nilai estetika
tinggi yang dapat dijadikan sebagai kawasan pariwisata, kegiatan penelitian, serta
sebagai ekosistem atau tempat hidup bagi banyak jenis-jenis ikan konsumsi yang
berekonomis tinggi.
Menurut Supriharyono (2007), terumbu karang dengan kondisi yang baik
juga akan memiliki produktivitas primer yang tinggi. Hal ini disebabkan karena
terumbu karang memiliki kemampuan untuk menahan nutrien yang masuk ke
dalam ekosistem tersebut serta karena adanya dukungan produksi dari sumber-
sumber lain, seperti phytoplankton, lamun, mikro dan makroalga.