Top Banner
12

Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014

Jul 27, 2015

Download

Design

rbm-majalengka
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014
Page 2: Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014

bersama PNPM Mandiri Perdesaan paling tidak telah membangun sebuah karakter masyarakat melalui pendekatan pemberdayaan. Di sektor ekonomi, UPK telah memfasilitasi masyarakat, terutama kaum perempuan, untuk bisa akses ke sumber dana pinjaman. Kelompok-kelompok perempuan telah dilatih dan dibina serta diberi pinjaman modal oleh UPK untuk pengembangan usaha kelompoknya. UPK telah memberikan support kepada masyarakat kurang mampu untuk berani menyentuh sumber pinjaman agar masyarakat miskin mau membuka usaha dan memperoleh penghasilan. UPK menjadi salah satu sumber permodalan bagi masyarakat yang tidak memiliki agunan. Lantas, sampai batas mana UPK memberikan pinjaman modal kepada masyarakat ?

Seperti telah diulas di atas, UPK diberi peran dalam fasilitasi pengembangan ekonomi perdesaan (PEP), mulai dari perencanaan usaha hingga bimbingan ke akses modal. UPK dipandang perlu memahami bahwa di masyarakat terdapat beberapa klaster, ada lapisan masyarakat miskin yang mau berusaha namun tidak memiliki modal dan dinilai tidak akan mampu mengembalikan pinjaman bila diberi modal pinjaman. Di sini UPK berperan mendata dan membina mereka serta membantu mereka melalui pemberian Dana Sosial UPK. Pada saat mereka punya kegiatan usaha dan telah memperoleh pendapatan memadai dan ingin mengembangkan skala usahanya, maka UPK membantu mereka melalui pemberian pinjaman dari UPK. Dan ketika usahanya beranjak maju dan butuh modal lebih besar lagi, maka UPK berkewajiban mengarahkan mereka untuk akses ke sumber modal lain, bank misalnya, karena di level ini sudah bukan lagi ranah UPK. Di sinilah keunikan UPK yang berperan aktif memberdayakan perekonomian untuk kalangan masyarakat kurang mampu agar mereka memiliki kegiatan usaha, kemudian membimbing mereka agar usahanya berkembang dan di saat usahanya maju maka UPK harus rela melepaskan mereka untuk merangkul lembaga keuangan lain.

Dilema akan muncul manakala UPK menghadapi keterlambatan dalam mencari kelompok baru untuk menggantikan kelompok yang sudah dilepas karena sudah mandiri dan sudah menjadi nasabah lembaga keuangan lain. Keterlambatan ini akan berpengaruh kepada posisi idle money UPK yang menjadi salah satu kriteria penilaian kinerja UPK. UPK dengan angka idle money tinggi cenderung dinilai tidak mampu bekerja dengan baik, padahal UPK telah menjalankan tugasnya dengan benar, yaitu menggiring masyarakat kurang mampu menjadi kelompok usaha yang berkembang yang kemudian difasilitasi untuk bermitra dengan perbankan.

Lantas, apakah setelah PNPM Mandiri Perdesaan berakhir (Desember 2014) UPK masih diharuskan bertahan di klaster ini ? Ataukah diberi hak untuk berinovasi sesuai permintaan masyarakat ? Jawabannya tentu harus menunggu regulasi yang belum pasti kapan keluar. Menyambut Undang-undang Desa yang awal tahun 2015 sudah diimplementasikan, UPK harus sudah siap untuk bergandengan tangan menjalin kerjasama pengembangan ekonomi dengan desa. Dan klaster yang membatasi UPK bisa saja berubah mengikutinya. Uang sejumlah satu juta rupiah pada saat PPK baru ada akan berbeda dengan uang satu juta rupiah pada saat PNPM akan berakhir, apalagi di era lima tahun setelah undang-undang desa berlangsung nanti.

Menyinggung Kemandirian Masyarakat, Unit Pengelola Kegiatan (UPK)

Pelindung :

Drs. H. Rieswan Graha, M.M.Pd.(Kepala BPMDPKB Kab. Majalengka)

Drs. Piping Ma’arif(PjOKab Majalengka)

H. Maman(Satker PNPM-MPd Kab. Majalengka)

Penasehat :

Ir. Agus Salim(Fasilitator Kabupaten Kab. Majalengka)

Ir. Muchtar(Fastekkab Kabupaten Majalengka)

Jajat Zakariya, SP(Faskeu Kabupaten Majalengka)

Ir. Yayat Hadiyat(Assisten Faskab Kabupaten Majalengka)

Asep Purnama, ST(Assisten Fastekkab Kabupaten Majalengka)

Penanggung jawab :

Lumbri, S.Pd.(Ketua RBM Kab. Majalengka)

H. Apip Haris Arifin(Ketua Bid. Media & Informasi RBM Majalengka)

Ima Rohima AR, ST(Sekretaris 2 RBM Kab. Majalengka)

Wiwi Susilawati, S.Pd(Bendahara RBM Kab. Majalengka)

Pemimpin Redaksi :H. Apip Haris Arifin(Sekretaris UPK Argapura)

Layout & Editing :H. Apip Haris Arifin(Sekretaris UPK Argapura)

Drs. Rahmat Heryanto, M.Si.(Sekretaris BPMDPKB Kab. Majalengka)

Lumbri, S.Pd(Wakil Ketua RBM Kab. Majalengka)

Rahmat Hidayat(Sekretaris 1 RBM Kab. Majalengka)

Alamat Redaksi :Jalan Ahmad Kusumah No. 04Majalengka - Jawa BaratE-mail : [email protected] : www.rbm-majalengka.or.id

isi diluar tanggung jawab percetakan

Page 3: Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014

Keterbatasan pemahaman tentang Kelembagaan Dana Bergulir (KDB) menyebabkan kurang optimalnya peran masing-masing kelembagaan dana bergulir dalam menjalankan tugas dan fungsinya sehingga kerap kali menimbulkan adanya kesenjangan di antara lembaga pengelola dana bergulir itu sendiri. Sebagai langkah antisipasi untuk menghindari hal tersebut, maka PNPM-MPd Kabupaten Majalengka di bulan November tahun 2014 menyelenggarakan pelatihan yang melibatkan seluruh komponen kelembagaan dana bergulir yang ada di seluruh Kabupaten Majalengka, mulai dari BKAD, UPK, BP-UPK, Tim Verifikasi, Tim Pendanaan, dan Tim Penyehat Pinjaman. Kegiatan dilaksanakan di masing-masing region yang rata-rata terdiri dari 3 kecamatan. Pelatihan dilaksanakan selama 3 hari dengan jadwal waktu beragam sesuai kesepakatan region masing-masing. Revitalisasi sistem kelembagaan dana bergulir adalah fokus bahasan dalam agenda kegiatan pelatihan. BKAD selaku pemegang kendali sistem diharapkan mampu menjalankan fungsinya. Adanya pemahaman bahwa BKAD adalah bentukan PNPM terhapus sudah dengan lahirnya Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam undang-undang tersebut sudah jelas bahwa posisi BKAD sangatlah strategis. Salah satu tugasnya adalah memfasilitasi kerja sama desa dengan desa lainnya dan menjalin kerja sama dengan pihak ketiga. Dalam pelatihan penguatan kelembagaan dana bergulir kali ini, BKAD dan kelembagaan lain di bawahnya mengemban misi penyelamatan aset-aset hasil PNPM Mandiri Perdesaan, termasuk kelangsungan kegiatan dana bergulir yang dikelola oleh UPK. Aset dana bergulir yang dikelola oleh UPK di Kabupaten Majalengka selama kurang lebih 11 tahun hingga saat ini telah mencapai 50 milyar rupiah dengan nilai rata-rata 2 milyar per kecamatan. Aset yang tidak sedikit ini perlu dilestarikan dan dikembangkan dengan cara memperkuat kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan dana bergulir. Dana bergulir UPK memiliki segmen pasar tersendiri yaitu kelompok perempuan dengan pola pemberian pinjaman dan pembinaan berasaskan pemberdayaan. Ciri khas tersebut sangat selaras dengan tujuan pengembangan ekonomi perdesaan yang diamanatkan oleh Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa. UPK yang dalam undang-undang tersebut bisa ditafsirkan sebagai Badan Usaha Milik Antar Desa akan lebih berkembang bila BKAD mampu mengkolaborasikan dengan BUMdes. Sistem Pembakuan Perguliran yang sudah diterapkan di masing-masing UPK menjadi acuan baku dalam pengelolaan dana bergulir. Mengacu pada sistem tersebut, aset dana bergulir UPK akan semakin cepat berkembang karena tidak diharuskan lagi adanya MAD Perguliran dalam proses penyaluran pinjaman kepada masyarakat. Dan seluruh komponen yang dibutuhkan dalam proses perguliran dinilai sudah sangat lengkap mulai dari proses perencanaan sampai kepada proses pengawasan. Sistem pembakuan perguliran dibahas secara rinci dalam pelatihan ini karena sistem ini yang akan digunakan dalam pengaturan roda perguliran terutama setelah Program PNPM berakhir di tahun 2014 ini. Peran masing-masing kelembagaan yang terkait dalam kegiatan dana bergulir disimulasikan sesuai alur tahapan perguliran dengan tujuan agar kelembagaan dana bergulir bisa memahami dan menguasai perannya masing-masing. Pembahasan penting lainnya yang menjadi agenda pokok pelatihan adalah tentang rencana kerja tiap kelembagaan dan nilai pagu kebutuhan biaya masing-masing kelembagaan yang dituangkan dalam cash-flow kelembagaan. Dalam sesi ini, tiap-tiap kelembagaan diminta membuatkan contoh rencana kerja kelembagaannya yang dilengkapi dengan rencana anggaran biayanya. Salah satu indikator berfungsinya sebuah kelembagaan antara lain adalah adanya rencana kerja yang realistis dan ditunjang dengan operasional untuk melaksanakan rencana tersebut. Semua lembaga pengelola perguliran diwajibkan menyusun rencana kerja secara periodik. Tim Penyehat Pinjaman (TP2) yang sudah dilatih di tingkat kabupaten pada bulan September 2014 mendapatkan penyegaran kembali terkait tugasnya yang tengah melakukan proses identifikasi pinjaman bermasalah dalam rangka persiapan rescheduling yang akan dilakukan menjelang akhir tahun 2014 ini. UPK yang memiliki nilai NPL di atas ambang batas atau angka tunggakannya cukup tinggi sudah harus segera melakukan tindakan penyehatan pinjaman. Kelembagaan dana bergulir yang merupakan satu kesatuan dalam Unit Kerja BKAD pasca pelatihan ini diharapkan bisa lebih memahami tugas dan fungsinya dibarengi dengan berbagai inovasi positif, sehingga mampu menjawab tuntutan masyarakat, terutama di era peralihan dari Program PNPM-MPd ke era Undang-undang Desa. Tantangan ke depan, terkait Undang-undang Desa, Unit Kerja BKAD selain harus menjaga keberlangsungan pengelolaan dana bergulir UPK juga dituntut mampu melakukan berbagai mediasi dan terobosan-terobosan dalam upaya pengembangan usaha dan pengembangan jaringan, sehingga peran Unit Kerja BKAD besar manfaatnya dalam rangka membangun desa. BKAD sebagai pemegang fungsi mediasi antar desa dan penghubung dengan pihak ketiga akan diuji kemampuannya menjelang dilaksanakannya Undang-undang Desa mulai Januari tahun depan.

Unit Kerja BKAD sebagai pemegang kunci mediasi antar desa dan sebagai penghubung dengan pihak ketiga akan diuji kemampuannya menjelang dilaksanakannya Undang-undang Desa mulai Januari tahun depan. Berbagai langkah persiapan terus dilakukan. Salah satunya adalah pelatihan Penguatan Kelembagaan Dana Bergulir.

4

Page 4: Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014

Salah satu agenda tahunan UPK sebagai refleksi tanggung jawab sosial terhadap masyarakat adalah menyalurkan Dana Sosial yang berasal dari surplus tahunan UPK. Tujuannya tentu saja untuk memban- tu meningkatkan taraf hidup dan kesejah- teraan masyarakat, terutama warga kurang mampu.

Lantas sejauh mana Dana Sosial UPK mampu memberi dampak peningkatan taraf hidup warga miskin, semua kembali kepada sehebat apa konsep penyaluran Dana Sosial yang dirancang oleh jajaran kelembagaan UPK itu sendiri.

Sudah banyak pemberian bantuan sosial dari berbagai lembaga, baik pemerintah maupun swasta, yang diterima masyarakat seperti bantuan sembako atau contoh lainnya adalah BLT. Dampaknya bisa dikaji dengan kasat mata, sejauh mana mereka bisa bangkit dari kesulitan ekonomi. Dampaknya hampir tidak ada, karena konsep pemberian bantuan tersebut lebih cenderung bersifat charity.

Tidak ada salahnya bila semua pola pemberian bantuan masyarakat mengacu ulang pada sebuah ungkapan “Lebih baik memberi kail daripada memberi ikan.” Atau di era saat ini bisa diterjemahkan menjadi “Lebih baik memberi peluang usaha daripada memberi uang.” Dan sekecil apapun peluang usaha yang diberikan tentu akan sangat berar t i karena te lah menjalankan langkah yang benar dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat kurang mampu.

Tidak sedikit perusahaan swasta ataupun BUMN yang mengeluarkan dana CSR (Corporate Social Responsibility) ke bentuk- bentuk bantuan lain selain charity, misalnya membangun sarana kesehatan di kawasan penduduk miskin, membangun MCK dan ada pula yang diberikan dalam bentuk sarana usaha pengembangan ekonomi perdesaan. Pihak perusahaan dan BUMN sudah memahami benar bahwa bantuan berbentuk uang yang dibagikan kepada rakyat miskin tidak akan menumbuhkan jiwa wira usaha bila tidak dibarengi dengan pendampingan berkelanjutan.

Dana Sosial UPK, yang prinsipnya sama dengan CSR, juga sebaiknya disalurkan untuk pengembangan ekonomi rakyat miskin dengan tujuan untuk memberikan ruang usaha bagi warga kurang mampu agar mereka bisa meningkatkan pendapatan keluarganya. Dengan bimbingan serius, tidak mustahil usaha mereka bisa tumbuh besar. Dan dukungan ke arah itu sudah mulai difikirkan oleh jajaran pengurus UPK di Kabupaten Majalengka. Seluruh UPK di Kabupaten Majalengka telah menyalurkan dana sosial dari surplus tahun anggaran 2013 ke dalam bentuk penciptaan kegiatan usaha rakyat miskin. Sebagai contoh, UPK Kecamatan Sindang dan UPK Kecamatan Argapura telah menyalurkan dana sosial berupa domba untuk dikembangbiakkan oleh masyarakat kurang mampu yang hasilnya bisa dinikmati oleh mereka. Sementara UPK Kecamatan Kasokandel, UPK Kecamatan Bantarujeg dan beberapa UPK lainnya memberikan dana sosialnya berbentuk peralatan untuk pengembangan industri rumah tangga seperti kompor gas dan aneka peralatan lainnya. Bahkan ada beberapa UPK yang menyalurkan dana sosialnya berupa dorongan untuk para pedagang keliling.

Perubahan tersebut sudah selayaknya diapresiasi, karena setidaknya sudah ada niat dan pola pemberian yang tepat untuk menolong warga miskin dalam upaya meningkatkan pendapatan mereka. Sedangkan di tahun-tahun sebelumnya pemberian dana sosial masih didominasi oleh penyaluran sembako walau ada pula yang sudah berbentuk perlengkapan home-industry. Dana sosial yang disalurkan oleh UPK untuk menciptakan kegiatan usaha warga miskin porsinya memang masih sangat kecil sebanding dengan aset UPK yang ada, akan tetapi dana sosial tersebut disalurkan setiap tahun. Dan tahun demi tahun, UPK terus berupaya membuka ruang-ruang usaha baru bagi masyarakat miskin melalui program dana sosial UPK.

Oleh : H. Apip Haris (Sekretaris UPK Argapura)

5

Page 5: Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014

Jika boleh menengok ke belakang, di masa-masa sebelum tahun 1998, di seluruh kecamatan di Kabupaten Majalengka ada bank perkreditan rakyat atau di beberapa kecamatan namanya lembaga perkreditan kecamatan yang melayani kegiatan simpan pinjam untuk masyarakat. Aset rata-rata tiap BPR atau LPK tersebut tidak lebih dari setengah milyar. Sayangnya,

sebagian besar dari lembaga jasa simpan pinjam tersebut mengalami gulung tikar dan hanya di beberapa kecamatan yang masih eksis. Padahal masyarakat masih membutuhkan sumber-sumber pinjaman dana untuk modal tani atau dagang. Untungnya, UPK hadir di hampir semua kecamatan menggantikan posisi BPR yang hilang. Walau segment pasar UPK masih sangat dibatasi hanya untuk kelompok perempuan dan belum bisa melayani pinjaman dengan jumlah besar, namun keberadaannya diakui oleh masyarakat dan dirasakan manfaatnya. Di luar dugaan, UPK mampu bertahan sampai lebih dari 11 tahun dan bahkan makin berkembang. Dengan nilai-nilai pemberdayaan yang dijalankan, masyarakat merasa dekat dengan UPK. Banyak pihak menilai bahwa UPK akan bisa terus bertahan dan berkembang bila melihat performa seperti sekarang. Terlebih lagi bila didukung dengan kelembagaan yang solid dan sistem pengelolaan keuangan yang tepat, tidak menutup kemungkinan UPK akan menjadi sebuah lembaga keuangan yang paling dominan di tingkat kecamatan. Aset produktif yang dikelola oleh UPK di Kabupaten Majalengka hingga Agustus 2014 nilainya mencapai 50 milyar rupiah. Dan jumlah aset tersebut mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sementara tunggakan di posisi kolektibilitas 5 jumlahnya sekitar 2,5 milyar rupiah. Sebagai langkah recovery terhadap tunggakan tersebut, kini tengah dilakukan upaya penyehatan pinjaman oleh jajaran kelembagaan pengelola dana bergulir UPK.

Sebagai pelaku ekonomi pemberdayaan, UPK tidak melulu berperan dalam menyalur- kan pinjaman kepada kelompok, akan tetapi memiliki tanggung jawab moral untuk membina kelompok tersebut hingga mapan dan berpenghasilan. Meski tidak semua kelompok pemanfaat dana bergulir UPK memiliki kesadaran untuk mengembangkan kelompoknya, namun UPK akan terus berusaha melakukan pendampingan terhadap kelompok binaannya.

UPK di Kabupaten Majalengka rata-rata sudah memiliki gedung sendiri sebagai wujud keseriusan dalam pengelolaan dana bergulir. Menjelang akhir tahun 2015 seluruh UPK diharapkan sudah bekerja di gedung milik sendiri.

Jumlah pinjaman yang beredar di masya- rakat sampai akhir Agustus 2014 mencapai 36 milyar rupiah yang tersebar di 24 kecamatan. Sementara modal yang mengendap di rekening bank jumlahnya sekitar 5,9 milyar.

Salah satu permasalahan yang masih terus diupayakan penyelesaiannya adalah tentang penanganan tunggakan yang jumlahnya mencapai 10 milyar rupiah yang menyebabkan nilai NPL berada di kisaran angka 18 %. Hasil proses identifikasi tunggakan yang sudah hampir f inal diharapkan bisa menjadi dasar acuan dalam menentukan pola penanganan tunggakan yang tepat sehingga bisa kembali menjadi aset produktif UPK.

Total surplus berjalan UPK di Kabupaten Majalengka sampai dengan Agustus 2014 jumlahnya hampir mendekati 4,5 milyar yang akan dialokasikan selain untuk penambahan modal juga untuk pendanaan operasional kegiatan semua lembaga pendukung kegiatan UPK, pengembangan kelembagaan dan kelompok serta dana sosial.

Data Aset Produktif dan Perolehan Surplus Berjalan UPK di Kab. Majalengkasampai dengan Bulan Agustus Tahun 2014

Source : Laporan Bulanan Fasilitator Keuangan PNPM-MPd Kab. Majalengka

Page 6: Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014

Pelatihan Tim Penyehat Pinjaman (TP2) se-Kabupaten Majalengka dilaksanakan di Gedung Gerai PNPM-MPd Majalengka selama 3 hari penuh mulai tanggal 23 hingga 25 September 2014. Kegiatan pelatihan dibuka secara resmi oleh PjOKab, Drs. Piping Ma’arif. Dalam sambutannya, PjOKab berharap agar Pelatihan TP2 ini akan bermanfaat bagi keberlangsungan

dana bergulir dan pengembangannya. Menyangkut pengelolaan Gerai, ia menghimbau agar Gerai-PNPM bisa dioptimalkan fungsinya sesuai tujuannya sehingga keberadaan Gerai PNPM benar-benar bermanfaat bagi proses pemberdayaan masyarakat. Pelatihan TP2 menitikberatkan pada sasaran agar masyarakat merasa memiliki dan peduli terhadap pelestarian dan pengembangan dana bergulir yang dikelola oleh UPK. Angka NPL diatas 10 % di beberapa UPK di Kabupaten Majalengka menandakan bahwa peran TP2 sudah saatnya dioptimalkan. TP2 sebagai lembaga ad-hoc dalam Unit Kerja BKAD memiliki peran cukup penting dalam upaya mendorong pelestarian dan pengembangan dana bergulir melalui penyehatan pinjaman bermasalah dengan menerapkan pola-pola penyelesaian sesuai kondisi permasalahannya. Untuk itu kapasitas dan kemampuan TP2 perlu senantiasa ditingkatkan karena kondisi permasalahan pinjaman di kelompok sangat beragam dan membutuhkan penanganan yang tepat tanpa harus memicu konflik. Penyebab permasalahan pinjaman di kelompok bisa terjadi akibat kepailitan usaha anggota kelompok, adanya penyelewengan, dan terjadinya musibah. Secara logika, penyaluran pinjaman UPK sangat beresiko karena tidak semua pemanfaat pinjaman UPK memanfaatkan dana tersebut untuk kegiatan usaha. Kemudahan untuk akses terhadap pinjaman UPK yang tanpa mengharuskan adanya agunan seringkali dimanfaatkan oleh anggota atau pengurus kelompok untuk memperoleh pinjaman yang nilainya besar dengan cara meminjam foto copy KTP milik orang lain tanpa diimbangi dengan kemampuan pengembalian pinjaman yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya kemacetan pinjaman. Terkadang banyak pula pengurus kelompok yang dengan sengaja menggunakan uang angsuran anggotanya untuk menutupi kebutuhan pribadinya dan tidak bisa menggantinya. Mungkin pula ada yang memang sengaja berniat menggelapkan dana UPK.

Tim Penyehat Pinjaman (TP2) dituntut untuk memiliki kepekaan dalam menganalisa penyebab pinjaman bermasalah sehingga bisa menilai apakah pinjaman bermasalah tersebut diakibatkan oleh kelembagaan kelompok yang kurang baik, adanya musibah, atau terjadi akibat adanya penyelewengan.

TP2 selanjutnya menetukan pola penyelesaian pinjaman bermasalah tersebut berdasarkan kondisi kelompok. Pola penyelesaian bisa berupa penjadwalan ulang, perubahan pola angsuran baru, pengurangan kewajiban bunga, kompensasi harta senilai jumlah dana yang diselewengkan, atau penyelesaian lewat jalur hukum.

Para peserta pelatihan yang terdiri dari unsur kelembagaan TP2 seluruh Kabupaten Majalengka juga dibimbing agar mampu membuat laporan dan rekomendasi hasil penyehatan pinjaman. Isi laporan terdiri dari kata pengantar, daftar isi, pendahuluan, uraian pelaksanaan kegiatan TP2, kesimpulan dan rekomendasi, serta lampiran-lampiran berupa rekapitulasi hasil identifikasi pinjaman bermasalah, rekapitulasi hasil penilaian kelompok, form penilaian kelompok bermasalah, Surat Pengakuan Hutang (SPH), Surat Pernyataan Penyalahgunaan Dana, berita acara, notulensi, daftar hadir, dan foto-foto kegiatan.

Ke depan, UPK bersama-sama dengan Tim Penyehat Pinjaman dan kelembagaan lainnya sudah mampu melakukan proses penyehatan pinjaman sendiri tanpa pendampingan konsultan. Berbekal pengalaman selama belasan tahun, UPK sudah memahami karakteristik hampir semua kelompok peminjam dan sudah bisa memetakan potensi kewilayahan beserta titik-titik rawannya. Tim Penyehat Pinjaman yang sudah terlatih akan menjadi aset penting UPK dalam pengembangan dana bergulir karena pinjaman bermasalah akan membuntuti semua lembaga keuangan. Jarang sekali lembaga keuangan yang tidak memiliki pinjaman bermasalah, walaupun sekelas perbankan sekalipun. Dan masing-masing lembaga keuangan sudah memiliki cara sendiri-sendiri dalam mengatasi pinjaman bermasalah tersebut, termasuk di dalamnya UPK. Namun, sebaiknya langkah penyehatan pinjaman tersebut tidak hanya sebatas di sisi administrasi saja, karena UPK membutuhkan aset produktif yang akan sangat berpengaruh dalam perolehan surplus tiap tahunnya.

Tim Penyehat Pinjaman yang sedang melakukan proses identifikasi di kecamatan masing-masing memperoleh banyak pembekalan pengetahuan yang sangat berharga untuk diimplementasikan di tempat tugasnya. Sehingga target penyehatan pinjaman untuk tahun 2014 bisa tercapai dan UPK secara legal bisa mendapatkan surplus untuk membiayai kegiatan kelembagaan dana bergulir dan bisa memberikan kontribusi dana sosial kepada masyarakat miskin.

8

Page 7: Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014

Entah karena alasan UPK adalah lembaga pemberdayaan sehingga marketing komunikasinya tak perlu sebaik lembaga-lembaga keuangan lainnya. Sebut saja BRI, BJB atau lembaga keuangan di kelas lainnya seperti BPR atau Koperasi Simpan Pinjam.

Tentu bisa kita bandingkan sejauh mana strategi branding mereka. Mulai dari penataan di ruang kantor, pengaturan warna di seluruh interiornya, baju seragam para pegawainya. Bisa dilihat pula perlengkapan marketing kit seperti brosur, baliho, plang, banner, serta alat peraga lainnya. Atau dalam hal corporate culture seperti kedisiplinan, target, suasana kerja tim, dan sebagainya.

Kompetisi pasar bisa dituding sebagai salah satu penyebab lembaga keuangan harus berlaku demikian. Dan setiap lembaga yang bergerak di bidang jasa keuangan telah memiliki taktik branding sendiri-sendiri. Masih teringat ketika UPK diundang menghadiri acara undian BRI, di sesi kuis berhadiah, salah satu pertanyaannya berbunyi demikian : “Apa warna khas Bank BRI ?” Hampir semua yang hadir tahu jawabannya. Bisa disimpulkan bahwa warna, yang mungkin kita anggap tak penting, ternyata dipasang menjadi sebuah strategi branding. Selintas terbayangkan bila UPK di seluruh Indonesia memiliki warna identitas yang sama, minimal warna baju diseragamkan, tentu akan memunculkan kesan tersendiri, solid.

Diakui bahwa UPK memiliki segmen pasar sendiri, yaitu kalangan kelompok perempuan. Namun bukan berarti marketing komunikasinya tidak perlu dimaksimalkan. Jaringan pasar yang dibina oleh UPK berdasarkan pola pemberdayaan ternyata dibidik dan diduplikasi pula oleh lembaga keuangan lain yang non pemberdayaan. Celakanya, mereka militan dan bermodal kuat. Bagi UPK, lengah adalah kalah, diam berarti padam.

UPK yang tersebar hampir di setiap kecamatan adalah kekuatan tersendiri yang sebanding dengan posisi jaringan market Bank BRI yang juga sama ada di setiap kecamatan. Bahkan jaringan sales-marketing UPK lebih unggul. Setidaknya UPK memiliki PL, BKAD, BP-UPK, KPMD, TPK, Kelompok SPP/UEP dan pihak lain yang berperan aktif di sisi penguatan pengelolaan dana bergulir UPK.

Seyogyanya, UPK mulai memperhitungkan nilai jual di mata publik walaupun hingga saat ini penyaluran pinjaman masih dibatasi hanya untuk klaster tertentu, yakni masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki agunan untuk akses ke perbankan. UPK sudah populer di mata masyarakat. Dan rata-rata sudah memiliki anggota kelompok sebagai pemanfaat layanan jasa keuangan UPK lebih dari seribu orang. Angka yang tidak kecil.

Dalam kaitan marketing komunikasi, UPK di Kabupaten Majalengka sebagian sudah memiliki gedung sendiri yang lumayan megah hampir mengalahkan bangunan bank yang ada di level kecamatan. Ini merupakan treatment awal dalam membangun marketing komunikasi. Publik menyambut dengan ucap salut, saingan pun angkat topi. Marketing kit rata-rata didesain dengan baik untuk menarik impressi publik. Inisiatif untuk menyeragamkan pola marketing komunikasi hingga saat ini belum ada. Semua UPK asyik berbenah sendiri-sendiri. UPK yang bermodal kuat dan taktik brandingnya bagus tampak sangat dominan, sementara yang lemah seakan tenggelam.

Dengan banyaknya lembaga keuangan yang mencoba mendupli- kasi dan merebut segmen pasar UPK, dan ini sudah mulai terjadi, UPK dinilai perlu memikirkan kekuatan bersama.

Perkembangan UPK di Kabupaten Majalengka yang terus meningkat dari tahun ke tahun kelak akan menjadi lembaga keuangan yang besar dan diperhitungkan oleh semua pihak termasuk oleh lembaga keuangan lain. Dan strategi branding menjadi harga mati. Bravo UPK ... !!!

Gedung, baju seragam, dan atribut kelengkapan lainnya

sudah dijadikan strategi branding sebagai nilai jual di

mata publik, namun masih berjalan sendiri-sendiri,

tak ada keseragaman di tingkat kabupaten atau provinsi apalagi

nasional

3

Page 8: Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014

Kepengurusan UPK Kecamatan Kasokandel terdiri dari Badrujaman, SE. (Ketua), Tia Kustia Asih, S.HI. (Bendahara), dan Sutisna (Sekretaris). Prestasi kinerja ketiga personil UPK tersebut tampak dari performa keuangan UPK. Surplus berjalan periode Januari-Agustus 2014 sebesar Rp. 236.710.792 (berada di urutan 5 di Kabupaten Majalengka). Tingkat pengembalian pinjaman 99,4 % dan nilai tunggakan hanya sebesar Rp. 55.770.050.

Jumlah kelompok binaan UPK Kasokandel hingga Agustus 2014 sebanyak 124 kelompok dengan jumlah anggota keseluruhan 1.396 orang yang tersebar di 10 desa sebagai wilayah kerja UPK Kecamatan Kasokandel. Pembinaan terhadap kelompok dilakukan sebulan sekali dengan melibatkan seluruh kelompok.

Dengan visi “Menjadi Unit Pengelola Kegiatan yang Berpartisipasi Aktif Mewujudkan Majalengka MAKMUR,” UPK Kecamatan Kasokandel terus berupaya memberdayakan masyarakat sesuai potensi wilayah. Bata merah merupakan salah satu potensi unggulan di Kecamatan Kasokandel disamping potensi pertanian seperti padi dan tanaman palawija.

UPK Kecamatan Kasokandel terpilih mewakili Kabupaten Majalengka dalam perlombaan Sikompak Award 2014 yang merupakan ajang bergengsi untuk menentukan UPK terbaik. Meski tidak lolos dalam seleksi awal oleh tim penilai tingkat provinsi, namun setidaknya UPK Kasokandel tetap yang terbaik di Kabupaten Majalengka di tahun 2014 ini. Minimal lima besar dalam urutan UPK berprestasi di Kabupaten Majalengka berada di genggaman. Empat UPK lainnya yang telah berhasil menorehkan prestasi dalam Sikompak Award adalah UPK Leuwimunding, UPK Cingambul, UPK Jatitujuh, dan UPK Sukahaji.

UPK Kasokandel dibentuk pada tanggal 10 Juni 2009 dan mengawali kegiatan dengan mengelola modal hibah dari UPK Kecamatan Dawuan sebesar Rp. 86.969.500. Selama periode 2009 hingga 2014, UPK Kecamatan Kasokandel mendapat bantuan Program PNPM-MPd sebesar Rp. 9.221.085.000 untuk mendanai usulan kegiatan sarana prasarana, kesehatan, pendidikan dan ekonomi simpan pinjam (SPP). Selain itu, tahun 2012 s/d 2014 UPK Kasokandel juga mendapat bantuan dari program PNPM Integrasi Sabilulungan sebesar Rp. 548.895.000 untuk mendanai pembangunan pasar desa, poskesdes dan pengaspalan jalan. Total dana awal untuk kegiatan SPP, termasuk pemisahan asset dari kecamatan induk, adalah sebesar Rp. 1.834.569.500.

Penyaluran Dana Sosial UPK dari hasil surplus tahun 2013 berupa peralatan untuk peningkatan usaha kelompok

Pembinaan kelompok dilakukan sebulan sekali dalam upaya peningkatan kualitas kelompok

Pengurus UPK Kecamatan Kasokandel :Dari kiri ke kanan : Badrujaman, SE (Ketua), Tia Kustia Asih, S.HI. (Bendahara), dan Sutisna (Sekretaris)

9

Page 9: Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014

Keterpurukan dalam dunia usaha jasa simpan pinjam sudah dianggap biasa, tak terkecuali UPK yang mulai dihadapkan dengan permasalahan

kredit macet. Perlahan bangkit dan tampil menjadi yang terbaik, itu yang perlu digali, dicermati serta dijadikan dasar dalam kebijakan penanganan pinjaman bermasalah. Sebagai contoh UPK Kecamatan Sukahaji yang tahun 2013 lalu menyandang gelar UPK terbaik di Jawa Barat, juga pernah mengalami perjalanan pahit. Masa-masa sulit yang dialami oleh UPK Kecamatan Sukahaji mulai dari awal pengelolaan program PPK tahun 1999 hingga tahun 2008. Tunggakan yang mengendap di masyarakat nilainya sangat tinggi. Surplus yang diperoleh UPK sangat kecil, bahkan angka kolektibilitas lebih tinggi dari surplus yang diperoleh. Akibatnya UPK tidak bisa memberikan kontribusi dana sosial kepada masyarakat dan tingkat kesejahteraan Pengurus UPK jauh dari memadai. Kurangnya kesadaran dari para pemanfaat dana pinjaman UPK dalam pengembalian pinjaman adalah penyebab utama terpuruknya UPK Kecamatan Sukahaji saat itu. Kelesuan usaha yang melanda para anggota kelompok peminjam modal UPK menjadi alasan umum ketidaklancaran pengembalian pinjaman. Penyalahgunaan pinjaman terjadi pula di beberapa desa. Tingkat kesehatan UPK pun nyaris berada di titik paling lemah. Pembinaan terhadap kelompok peminjam frekwensinya kecil sekali diakibatkan oleh terlalu luasnya wilayah jangkauan kerja UPK yang tidak sebanding dengan jumlah personil UPK yang hanya berjumlah 3 orang.

Dalam situasi keprihatinan seperti itu, seluruh jajaran kelembagaan yang ada di UPK yang dipimpin oleh BKAD segera melakukan desk review. Dari hasil evaluasi disimpulkan perlu adanya upaya serius untuk mengatasi permasalahan dan upaya pemulihan kesehatan UPK harus segera dilakukan. Maka dimulailah gerakan pemulihan pinjaman secara tekun dan penuh rasa tanggung jawab.

Langkah awal yang dilakukan sesuai hasil evaluasi diantaranya adalah melakukan identifikasi terhadap semua pinjaman bermasalah yang ada di masyarakat, melakukan penagihan secara intensif, dan melakukan pembinaan berkesinambungan terhadap kelompok pemanfaat dana bergulir UPK. Strategi penyehatan pinjaman yang dilakukan oleh kelembagaan pendukung kinerja UPK yang dipimpin oleh BKAD membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Mulai awal penanganan masalah hingga akhir tahun 2012 jumlah kredit macet berangsur menurun dan surplus yang berhasil dibukukan oleh UPK terus mengalami kenaikan. Hasilnya bisa dilihat pada angka kenaikan surplus dari tahun 2009 sampai tahun 2012.

Dan di tahun 2014 ini, surplus berjalan yang diperoleh hingga akhir bulan Juli mencapai angka di atas 300 juta dan merupakan perolehan surplus UPK terbesar di Kabupaten Majalengka.

Hampir sebagian besar perusahaan yang bergerak di bidang jasa simpan pinjam pernah dihadapkan dengan permasalahan kredit macet. Kadar kemacetan pun beragam. Upaya-upaya mengatasi permasalahan tersebut tidaklah mudah. Sebuah kebanggaan tentunya, bila lembaga keuangan memiliki kiat untuk recovery pinjaman bermasalah. Terlebih bila bisa segera bangkit dan malah menjadi lembaga keuangan terbaik tentunya mereka memiliki strategi tertentu yang patut dicontoh dan dijadikan dasar pengambilan kebijakan bagi lembaga keuangan lain yang menghadapi kasus serupa.

Oleh : Toto Sugiono, S.E. (Fasilitator Kecamatan)

UraianTahun

Surplus ditahan

Surplus berjalan

2009 2010 2011 2012

383.310.809

351.192.795

216.081.672

136.561.12373.597.504

71.219.619

45.325.303

51.615.201

Di samping upaya penyehatan pinjaman yang memang berjalan cukup baik dan berhasil, lonjakan surplus tahun 2011 berasal dari tambahan modal UPK untuk kegiatan simpan pinjam yang berasal dari dana BLM tahun anggaran 2010 sampai 2012 sebesar Rp. 674.500.000, sehingga total dana awal yang berasal dari BLM hingga tahun 2012 mencapai Rp. 1.252.310.500. Terjadinya pemekaran kecamatan menyebabkan dana awal UPK Kecamatan Sukahaji berkurang sebesar Rp. 160.033.550 yang dihibahkan ke UPK Kecamatan Sindang. Total dana awal UPK Sukahaji tahun 2012 tersisa sebesar Rp. 1.092.277.300.

6

Page 10: Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014

Sejak awal pembentukannya, para pengurus UPK memang dibayang-bayangi oleh status yang tidak jelas, tidak seperti pegawai lain. Jangankan jaminan hari tua, jaminan keselama- tan diri sendiri pun tak ada yang memperhatikan, terbukti ada beberapa pengurus UPK yang terkait penyelewengan dana PNPM terpaksa meringkuk di penjara. Semestinya kasus yang berada di ruang lingkup internal PNPM diselesaikan oleh pihak PNPM pula, tidak langsung main bui saja. Begitulah salah satu bunyi tuntuan yang digaungkan oleh para Pengurus UPK dalam aksi damai di halaman Direktorat Jenderal Pemberdaya- an Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri di Pasar Minggu Jakarta Selatan pada hari Rabu tanggal 3 September 2014 lalu. Peserta demo nasional UPK sebagian besar berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dan beberapa perwakilan dari luar pulau Jawa. Para pengurus UPK meminta agar Dirjen PMD melakukan revisi terhadap PTO 2014 yang isinya banyak merugikan pihak UPK, salah satunya terkait redesign UPK dan periodisasi kepengurusan UPK. Di sisi lain, para pengurus UPK menilai pihak NMC kurang support terhadap UPK, sehingga kebijakan yang dikeluarkan oleh NMC banyak yang bersifat menyudutkan UPK. Sesuai tuntutan yang diteriakkan dalam aksi demo, UPK menuntut agar BKAD dan UPK dilibatkan dalam setiap penyusunan kebijakan, terutama menjelang berakhirnya program PNPM pada Desember 2014 nanti. Bagaimana pun UPK adalah salah satu bagian dari PNPM yang telah memberi warna pemberdayaan pada masyarakat, terutama kaum perempuan. UPK dan BKAD adalah barisan garis depan di program PNPM yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. BKAD yang bertugas menjembatani pengembangan desa di era PNPM dan pasca PNPM memegang posisi teramat penting dalam pembangunan desa, sehingga alangkah tepatnya bila BKAD melalui wakilnya diajak serta dalam setiap perumusan kebijakan sampai tingkat pusat. Begitu juga UPK. Tidak sedikit UPK yang memiliki inovasi pemberdayaan jauh lebih baik dan diterima oleh masyarakat. Dan UPK lingkupnya adalah nasional. Sangat tidak bijak bila tidak ada wakil UPK yang diikutsertakan dalam penyusunan strategi pemberdayaan pasca program PNPM. Untuk itu, demo juga meminta agar status UPK diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Direktorat Jenderal PMD mengijinkan lima orang perwakilan UPK untuk memasuki kantor Ditjen PMD untuk melakukan pembicaraan dengan pihak Ditjen dan perwakilan dari NMC. Pembicaraan di kantor Ditjen PMD tersebut memakan waktu sekitar satu jam. Di hadapan para pengurus UPK, pihak Ditjen PMD juga menjelaskan bahwa mereka akan segera melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk dengan NMC, terkait PTO 2014 dan Ditjen PMD minta waktu paling lambat dua minggu. Setidaknya masih ada harapan meski belum yakin bahwa tuntutan UPK akan dipenuhi semua. Dalam waktu dua minggu itu UPK hanya bisa menunggu keputusan yang nanti akan dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyara- kat dan Desa. “UPK seakan-akan ditakdirkan untuk menunggu. Menunggu perubahan aturan,” ujar salah seorang pengurus UPK menjelang demo bubar. Memang benar, dari dulu aturan PNPM selalu berubah-ubah, karena cuma dikendalikan dengan PTO (Petunjuk Kerja) yang tidak sama derajatnya dengan Undang-undang atau pun PP, pantaslah kalau tiap tahun berubah.

Didasari ketidakpuasan karena tidak dilibatkan dalam penyusunan kebijakan Exit Strategy pasca Program PNPM Mandiri Perdesaan, para Pengurus UPK melakukan demo aksi damai di Halaman Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.

Pihak Ditjen PMD berjanji untuk berunding dengan pihak terkait untuk menyikapi tuntutan para Pengurus UPK. Dan minta waktu paling lambat dua minggu untuk memutuskan apakah tuntutan UPK itu dipenuhi atau tidak.

10

Page 11: Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014

Menyinggung Kemandirian Masyarakat, Unit Pengelola Kegiatan (UPK) bersama PNPM Mandiri Perdesaan paling tidak telah membangun sebuah karakter masyarakat melalui pendekatan pemberdayaan. UPK dan PNPM-MPd telah memberikan fasilitasi tentang pola perencanaan, pola pelaksanaan pembangunan, serta

sekaligus pola pemeliharaannya di sektor infrastruktur. Dan di sektor ekonomi, UPK telah memfasilitasi kepada masyarakat, terutama kaum perempuan, untuk bisa akses ke sumber dana pinjaman. Kelompok-kelompok perempuan telah dilatih dan dibina serta diberi pinjaman modal oleh UPK untuk pengembangan usaha kelompoknya. UPK telah memberikan support kepada masyarakat kurang mampu untuk berani menyentuh sumber pinjaman agar masyarakat kurang mampu mau membuka usaha dan memperoleh penghasilan. UPK menjadi salah satu sumber permodalan bagi masyarakat yang tidak memiliki agunan. Lantas, sampai batas mana UPK memberikan pinjaman modal kepada masyarakat ?

Seperti telah diulas di atas, UPK diberi peran dalam fasilitasi pengembangan ekonomi perdesaan (PEP), mulai dari perencanaan usaha hingga bimbingan ke akses modal. UPK dipandang perlu memahami bahwa di masyarakat terdapat beberapa klaster, ada lapisan masyarakat miskin yang mau berusaha namun tidak memiliki modal dan dinilai tidak akan mampu mengembalikan pinjaman bila diberi modal pinjaman. Di sini UPK berperan mendata dan membina mereka serta membantu mereka melalui pemberian charity, misalnya dari Dana Sosial UPK. Pada saat mereka punya kegiatan usaha dan telah memperoleh pendapatan memadai dan ingin mengembangkan skala usahanya, maka UPK membantu mereka melalui pemberian pinjaman dari UPK. Dan ketika usahanya beranjak maju dan butuh modal lebih besar lagi, maka UPK berkewajiban mengarahkan mereka untuk akses ke sumber modal lain, Bank misalnya, karena di level ini sudah bukan lagi ranah UPK. Di sinilah keunikan UPK yang berperan aktif memberdayakan perekonomian untuk kalangan masyarakat kurang mampu agar mereka memiliki kegiatan usaha, kemudian membimbing mereka agar usahanya berkembang dan di saat usahanya maju maka UPK harus rela melepaskan mereka untuk merangkul lembaga keuangan lain.

Dilema akan muncul manakala UPK menghadapi keterlambatan dalam mencari kelompok baru untuk menggantikan kelompok yang sudah dilepas karena sudah mandiri dan sudah menjadi nasabah lembaga keuangan lain. Keterlambatan ini akan berpengaruh kepada posisi idle money UPK yang menjadi salah satu kriteria penilaian kinerja UPK. UPK dengan angka idle money tinggi cenderung dinilai tidak mampu bekerja dengan baik, padahal UPK telah menjalankan tugasnya dengan benar, yaitu menggiring masyarakat kurang mampu menjadi kelompok usaha yang berkembang yang kemudian difasilitasi untuk bermitra dengan perbankan.

Lalu bagaimana bila UPK mengalami defisit terkait sejumlah biaya operasional yang dikeluarkan oleh UPK untuk membesarkan kelompok masyarakat miskin yang tadinya tidak memiliki kegiatan usaha menjadi kelompok usaha berkembang dan maju yang akhirnya dipersembahkan secara cuma-cuma ke perbankan. Lagi-lagi pastinya UPK yang dipersalahkan.

Skema Batas Penyaluran Pinjaman UPK

Obrolan Faskeu & Redaktur

Page 12: Buletin Sindangkasih Fokus UPK Edisi 006 Tahun 2014

Gaung pemberdayaan tampak mer iah ket ika d ige la r acara peresmian gedung baru milik UPK Kecamatan Bantarujeg tanggal 24 Juni 2014 lalu. Pada hari itu juga p e r e s m i a n G e r a i P N P M - M P d Kecamatan Bantarujeg dilakukan seusai peresmian gedung UPK. Keceriaan para pelaku PNPM-MPd Kecamatan Bantarujeg terlihat saat digelar hiburan organ tunggal. Dan di sela-sela hiburan tersebut dibagikan pula aneka doorprize mulai dari kipas angin, setrika listrik, blender, mixer, dispenser, lemari es dan barang elektronik lainnya yang mencapai 20 macam. Sementara itu, dana sosial UPK Kecamatan Bantarujeg dari surplus UPK tahun anggaran 2013 diberikan kepada masyarakat dalam bentuk peralatan sekolah lengkap (mulai dari baju seragam, tas, sepatu, dan perlengkapan lainnya), 4 ekor domba, peralatan usaha (dorongan, alat-alat pembuatan kue, kuali, dan lain-lain), dan bantuan modal usaha senilai 10 juta rupiah. Total dana sosial UPK yang diserahkan kepada masyarakat kurang mampu tersebut adalah sebesar Rp. 56.432.000.

Gedung baru milik Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Cingambul nan megah diresmikan oleh Bupati Majalengka, H. Sutrisno, S.E., M.Si., tanggal 5 Juni 2014. Kini masyarakat Kecamatan Cingambul boleh berbangga karena memiliki gedung UPK berlantai 3 yang cukup representatif sebagai pusat pelayanan perekonomian bagi masyarakat kurang mampu yang berasaskan pemberdayaan di bawah naungan PNPM Mandiri Perdesaan. Lantai paling bawah dari bangunan tersebut akan digunakan khusus untuk ruang pelayanan masyara- kat, lantai kedua direncanakan sebagai ruang kerja Ketua UPK beserta jajaran kelembagaan BKAD, BP-UPK dan Tim Verifikasi. Sedangkan lantai ketiga difungsikan sebagai ruang rapat bersama. Pembangunan gedung baru UPK Cingambul meng- habiskan biaya sebesar Rp. 223.878.000 yang sepenuhnya berasal dari penyisihan surplus selama beberapa tahun ditambah swadaya masyarakat berupa tenaga kerja dan bentuk swadaya lainnya termasuk bambu. Acara peresmian gedung UPK dibarengi dengan kegiatan penyerahan Dana Sosial UPK dari surplus tahun 2013. Dana sosial yang diserahkan kepada masyarakat berupa bantuah Rutilahu sebanyak 3 unit, 5 ekor domba, 8 paket peralatan usaha, dan 130 paket bantuan sembako. Total bantuan dana sosial UPK yang diserahkan mencapai Rp. 69.000.000.

Para pengurus UPK beserta FK/FT berpose di depan gedung baru UPK Kecamatan Bantarujeg usai menyaksikan acara peresmian.

Dengan Hadirnya Gedung BaruUPK Cingambul Berjanji Akan

Melayani Masyarakat Lebih Maksimal

Kemeriahan PeresmianGedung UPK Kecamatan Bantarujeg

Menandai Langkah Maju Pemberdayaandi Kecamatan Bantarujeg

7