Top Banner
1 Mahasiswa Wirausaha Edisi September 2014 Lembaga Kajian Mahasiswa
17

Buletin Kaji Hope

Apr 07, 2016

Download

Documents

lkm unj

 
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Buletin Kaji Hope

1

Mahasiswa Wirausaha

Edisi September 2014Lembaga Kajian Mahasiswa

Page 2: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 20142 3

Salam Pembaca, Sekarang ini, entrepreneurship se-dang menjadi topik pembicaraan yang gurih di kalangan kawula muda, tidak terkecuali di kampus kita, Universitas Negeri Jakarta. Na-mun, mengapa entrepreneurship selalu iden-tik dengan membuka usaha, berdagang, dan memperoleh untung sebanyak-banyaknya? Masalah apa saja yang terjadi terkait dengan penyempitan makna entrepreneurship (ke-wirausahaan) itu? Inilah masalah persepsi yang harus sedikit demi sedikit diluruskan. Sebab, jika saja kita bisa mendobrak mindset tentang makna entrepreneurship yang identik soal uang, maka akan luas pula kesempatan kita untuk lebih berkembang. Melalui buletin kaji ini, kami men-gajak pembaca semua untuk memandang entrepreneurship melalui cara pandang yang berbeda. Tujuannya, agar entrepreneurship tak seolah hanya sekedar menjadi mimpi orang-orang yang ingin berhasil dalam hal berbisnis seperti yang selama ini terjadi, namun juga menjadi suatu idealisme bagi semua orang dalam bidang apapun. Selamat membaca dan mengkritisi!

KONTAK KAMI

DAFTAR ISI

Sekretariat LKM UNJJl. Rawamangun Muka, Kampus A

UNJ, Gedung G, Ruang 305

Facebook: www.facebook.com/LembagaKajianMahasiswa

Twitter: @lkmunjBlog: www.lkm-unj.blogspot.com

Kritik dan Saran:Rizky (081808786531)

Dewan (085719287551)

Laporan UtamaSketsa Mahasiswa (Bukan) WirausahaLaporan KhususUNJ dan Kampus MultikulturalOpiniBukan Hanya Soal UangSosokRaden, Si Pitung dari UNJResensi BukuMengembangkan Pendidikan melalui Jiwa KewirausahaanEsaiMenjadi Wirausaha, Solusi Cerdas Pilihan MahasiswaBingkai SastraManusia dan UangResensi FilmSemangat Tak TerbatasEventKekuatan Alam Bawah SadarWawancaraEducational EntrepreneurshipKampusTaman Plaza ala UNJResensi BukuBerani Bermimpi Sejuta DollarInfo GrafisBang KajiBuy One Get One

Pembina : Irsyad Ridho, M.HumPemimpin Redaksi : Indiana ShintaReporter : Nurul Izza, Gustaf , Bayu Suryo, Ester Ria, Yanu, Zuvin NatulKontributor : Hartadi, Yeti, DeviDesain Sampul : Agus PurnomoDesain Layout : Nurul IzzaEditor : Khambali, Tia, Rizky, Rahmat

SUSUNAN REDAKSI

Laporan Utama

Sketsa

Mahasiswa (Bukan) WirausahaNurul Izza (B.Jerman 12)

Pukul 04.00 pagi Ega sudah bergegas membantu ibunya untuk berjualan kue dan gorengan di pasar. Biasanya, jika

pukul 6 pagi dagangan ibunya sudah habis, ia akan segera mengantar adiknya bersekolah. Barulah setelah itu ia bersiap-siap berangkat ke kampus. Tidak ketinggalan dua kantong kresek hitam besar berisi dagangan yang telah disiapkan sejak malam hari, ia angkut menuju kampus.

Maka melajulah Ega dengan sepeda motornya menuju kampus. Ke-tika sampai di kelas, seluruh teman sekelasnya akan berlari menuju kantong kresek hi-tam itu untuk mengisi perut mereka yang kosong karena belum sarapan. Jika rejeki sedang memihak padanya, dagangannya dalam sekejap akan terjual habis di kelasnya.

“Sampai saat ini cakupan pasar Ega cuma untuk anak-anak Tata Niaga. Karena kalau jual sampai ke kelas lain atau fakultas lain, biasanya sudah ada yang keliling-keliling seperti Economart, dan biasanya di kelas juga sudah habis,” ujar Ega, mahasiswi Pen-didikan Tata Niaga itu.

Selayaknya orang berdagang, jualannya tidak setiap hari akan cepat habis bahkan ia pernah

pulang dengan membawa sisa dagangannya. Saat perkuliahan sedang berlangsung dan dagangannya itu masih banyak, ia sering ter-bayang wajah ibunya.

“Bagaimana kalau nanti pulang daganganya belum juga habis? Kasian ibu,” pikir Ega.

Namun jika hal itu terjadi, ia akan segera ‘membanting’ harga gorengan yang biasanya dijual dengan harga Rp1.500,-/2pcs menjadi

Rp2.000,-/3pcs agar bisa pulang dengan membawa hasil kepada ibunya.

“Kalau kata ibu tidak masalah, yang penting bisa balik modal dan dagangan habis. Kalau masalah untung tidak terlalu dipikirkan,” tutur Ega, mahasis-

wi berjilbab yang mengenakan kacamata.

Mengambil keuntugan secukupnya adalah prinsip Ega dalam berdagang seperti yang diajarkan ibunya. Tidak perlu mengambil laba tinggi, jika dirasa keuntungan yang ada sudah mencukupi karena tidak semua pembelinya datang dari kalangan berada.

Keuntungan yang Ega dapatkan dari berda-gang pun menjadi uang saku yang ia terima dari ibunya. Jika ia merasa lapar, tak perlu ber-jalan jauh ke kantin Blok M, dengan memakan

2

6

8

10

12

14

15

16

19

22

25

28

3032

“Saya sering sekali

tidak fokus saat sedang kuliah, mak-

lumlah namanya juga sudah kenal duit,”

bela Bagus.

SAPA REDAKSI

Page 3: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 20144 5

Laporan Utama Laporan Utama

kue dagangannya sudah cukup bagi perem-puan yang juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai guru bimbel dan privat ini.

Jika Ega berdagang untuk kebutuhan pribadi dan keluarga, maka lain halnya dengan Ida dan Linda yang hanya berdagang untuk kebutuhan acara kampus. Mereka sedang mempersiapkan acara seminar sebagai tugas mata kuliah yang membutuhkan dana besar karena mengun-dang pembicara terkenal. Oleh sebab itu, mer-eka bersama beberapa teman sekelas lainnya memutuskan untuk berjualan agar mendapat-kan dana tambahan.

“Karena makanan itu salah satu kebutuhan dan bisa dijual cepat, maka kami memilih berdagang makanan ringan ini,” ujar Linda, mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia yang mengenakan jilbab berwarna pink itu.

Walaupun hasil keuntungan yang diraih bukan untuk keuntungan pribadi mereka, mereka mengaku tidak pernah merasa rugi jika semua keuntungan tersebut diberikan untuk keperlu-an acara.

“Kita tidak rugi kok, toh hasilnya juga untuk acara kita bersama, kalau acaranya sukses, kan kita juga ikut senang,” jawab Linda yang duduk di depan Ida.

***Berdagang dapat dilakukan dimana saja. En-tah di kampus atau di pasar, entah bertatapan secara langsung dengan pelanggan atau hanya melalui dunia maya. Semua bisa lakukan asal-kan terdapat interaksi dan transaksi yang jelas dan saling menguntungkan antara si penjual dan si pembeli.

Berdagang melalui dunia maya telah dilaku-kan oleh Bagus dan Novita semenjak Sekolah

Menengah Atas (SMA) sesaat sebelum Ujian Nasional. Berawal dari membeli jersey di se-buah toko, Bagus, mahasiswa Teknik Elektro bersama teman SMA-nya berinisiatif untuk berbisnis pernak-pernik sepak bola seperti jersey, gelang, gantungan kunci, mug, dll. Se-dangkan Novita atau yang akrab disapa Opit berjualan baju rajut ketika di SMA dan sepatu yang baru ia rintis saat berkuliah.

Media sosial selalu menjadi perantara yang paling diminati oleh para pembisnis online karena mudahnya menjangkau pelanggan dalam cakupan yang luas. Opit sendiri meng-gunakan Facebook dan Blackberry Messenger (BBM) sebagai media promosi dan penjualan. Sedangkan Bagus, selain kedua media sosial seperti yang digunakan Opit, ia sudah memi-liki website sendiri untuk usahanya tersebut.

Sama halnya dengan Ega, Bagus dan Opit men-gaku sering memikirkan dagangannya ketika sedang dalam perkuliahan. Pikiran yang sering muncul adalah kapan mereka bisa mengambil barang ke supplier jika jam perkuliahan belum kunjung usai atau apakah pelanggan mereka sudah mentransfer uang ke rekening mereka. “Saya sering sekali tidak fokus saat sedang kuliah, maklumlah namanya juga sudah kenal duit,” bela Bagus, pemuda bertubuh tinggi dan gemuk tersebut.

Karena adanya beberapa kendala seperti jauhnya tempat supplier dan banyaknya tu-gas kuliah saat ini, maka Opit memutuskan untuk vacum sementara dalam berjualan online. Sebagai gantinya untuk mengisi kekosongan, ia pun berjualan makanan ringan dari KOPMA (Koperasi Mahasiswa) karena ia merupakan salah satu pengurus aktif walaupun ia masih di tahun pertama perkuliahan.

Sedangkan kendala yang dialami Bagus adalah permintaan pembayaran saat barang dikirim langsung olehnya karena terkadang jangkauan pelanggan tersebut cukup jauh.

“Tapi tetap mau saya layani, namanya juga pe-langgan. Kalau sudah begitu, saya akan ambil pertengahan jarak yang tidak terlalu jauh buat saya atau buat pelanggan,” kata Bagus yang sudah memiliki banyak reseller hampir di seluruh Indonesia.

***Asyiknya berdagang tidak lantas membuat mereka mengabaikan kuliah dan hanya fokus pada dagangannya saja. Bagi mereka pen-didikan tetaplah yang utama. Justru dengan kuliah, mereka berharap dapat meningkatkan usaha mereka menjadi lebih besar.

“Walaupun dari keluarga banyak yang berda-gang, tetapi saya cuma memandang berdagang hanya sebagai usaha sampingan aja,” katanya lagi.

“Saya mungkin akan melanjutkan wirausaha ibu saya. Tetapi saya tidak mau melakukan dengan hasil yang sama. Setidaknya dengan bertambahnya pendidikan, saya bisa menja-di expert dalam mengembangkan usaha ibu saya,” ujar Opit yang mengaku sempat disuruh untuk tidak kuliah agar dapat melanjutkan us-aha toko sembako orang tuanya.

Rasa bangga tentu mereka mereka rasakan karena bisa menghasilkan uang sendiri dengan berdagang. Ega pun bangga karena tidak harus bergantung dengan orang tua hanya untuk se-kedar minta uang jajan. Walaupun yang ia ker-jakan masih sangat sederhana dengan menjual gorengan. Ia yakin dari hal sederhana dan kecil seperti ini, usaha tersebut bisa berkembang menjadi usaha yang besar.

“Ada perasaan bangga. Ketika teman kita pu-nya hpbaru pemberian dari orang tua yang belum berarti apa-apa. Tapi kita sudah bisa beli hp baru dengan keringat sendiri,” tungkas Bagus yang setiap hari minggu selalu mengi-kuti bazar di Halim.

Banyaknya mahasiswa yang berwirausaha dengan berdagang di kampus, tidak membuat Ega merasa kesal dengan adanya pesaing di kelasnya.

“Kalau dagangan Ega dijual dengan harga grosir, jadi lebih murah. Sedangkan temen Ega yang jualan, harganya sedikit lebih mahal karena untuk organisasi,” tungkasnya. Rejeki sudah diatur oleh Tuhan membuat dia tidak merasa khawatir.

Sebaliknya, Opit merasa kecewa dengan ban-yaknya jumlah teman-temannya yang berda-gang. Hingga ia harus memikirkan jenis jualan apa yang harus ia jual untuk menarik minat pembeli di kelasnya.

“Sekarang sudah banyak teman di kelas yang berdagang juga. Jadi sering memikirkan apa yang harus saya jual supaya saya bisa meng-hasilkan uang sendiri. Kadang-kadang suka kesal sendiri sih harus beli gorengan dengan harga Rp2.000,- yang seharusnya bisa dibeli dengan harga lebih murah,” katanya.

Wirausaha tidak hanya sekedar masalah keuntungan yang akan diperoleh sebagaima-na prinsip Ega dalam berdagang. Melainkan bagaimana kita bisa merasakan proses jatuh bangun untuk menjadikan kita dewasa dalam menjalankannya dan terus berinovasi untuk mengembangkannya. Serta terbangun pula jiwa kemandirian untuk tidak terus bergan-tung kepada orang tua selama perkuliahan.

Page 4: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 20146 7

Laporan Khusus Laporan Khusus

UNJ dan Kampus MultikulturalGustaf Gesybert Lontoh (Akuntansi 12)

Senin, 11 Maret 2014. Matahari terik siang itu. Terdengar bunyi beberapa sepeda mo-

tor sedang mengitari kawasan depan kampus A Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Riuh menyelimuti lingkungan tersebut, suara maha-siswa membahana diseantero tempat, di ping-gir jalan, di gedung parkir, di trotoar, maupun di balik tenda-tenda pedagang.

Tampak sekelompok mahasiswa tenggelam da-lam seru perbincangan, tepat di bawah sebuah pohon pinang yang cukup rindang. “Hahaha,” tawa salah seorang dari mereka yang kemudi-an disambut tawa rekan-rekannya. Rupanya mereka sedang menertawakan seorang rekan mereka yang terlihat kebingungan.

Fahrur, begitu namanya biasa dipanggul. Ma-hasiswa Jurusan BK angkatan 2013 ini berasal dari Blitar, Jawa Timur.

“Iya toh, orang kota itu beda banget ya sama yang di kampong,” tuturnya.

“Iya kalau di kampong orangnya ramah, sopan, santun, blablabla. Basi tahu ngga? Udah sering lo omongin.” sambut Ahmad, teman kelasnya, orang asli Betawi. “Yoi rur, kau tahu lah, ini Jakarta, ibukota neg-

ara, jangan disamain lah sama kampungmu itu,” tambah Raja, juga teman sekelas, orang Batak, yang berdomisili di daerah Cililitan, Jakarta Timur.

Belum sempat Fahrur menjawab, Ahmad me-nimbal lagi, “ Apa? Mau bantah lagi? Ini ken-yataan rur. Jakarta keras, kalo lo milih kuliah disini, ya lo harus hadapi apa yang ada.”

“Aku juga udah denger kalian ngomong itu berkali-kali. Bosen aku dengernya,” ucap Fahrur, dengan wajah tidak enak.

“Udah, ngga usah diperpanjang lah. Saling ngerti lah, kita kan udah sama-sama dewa-sa” jawab Ratih, satu-satunya perempuan di kelompok itu.

“Rur, emangnya lo ngga punya temen yang dari Blitar juga gitu yang kuliah di UNJ? Atau ngga kaya kelompok mahasiswa asli Blitar gitu?” tanya Ratih.

“Aku ngga tahu tih, kan aku juga masih baru disini, belum dapet banyak info lah” jawabnya.

Pengalaman Fahrur juga menggambarkan kisah mahasiswa perantauan lainnya. Datang

ke Ibukota, mengharapkan secercah harapan yang ditawarkan oleh kota metropolitan ini. Mengenyam pendidikan pada satu-satunya kampus negeri di Jakarta, berharap keberun-tungan ketika kembali ke daerah.

Di balik seluruh harapan dan cita-cita, tentu ada tantangan yang harus dihadapi. Salah sa-tunya adalah beradaptasi. Pilihannya, antara mengikuti gaya hidup “orang kota” atau tetap menjaga tradisi daerah asal. Fahrur dan rekan-rekan perantau lain mungkin masih terjebak pada pertanyaan tadi.

Universitas Negeri Jakarta, sebuah kampus yang cukup diminati oleh pelajar diluar Jakar-ta, membuat kampus ini memiliki mahasiswa dengan budaya yang bermacam-macam. Tak anyar, kalau kampus ini bisa dibilang “Kampus Multikultural”. Mereka yang berasal dari satu daerah bergabung dengan mereka yang berasal dari daerah lainnya. Bercampur aduk, dalam sebuah payung akademis.

Sering pula, mereka yang berasal dari satu suku, membentuk kelompok sendiri. Ikatan Keluarga Mahasiswa Banten atau biasa disebut IKMB, adalah sebuah perkumpulan maha-siswa asli Banten di UNJ.

“Kami berdiri tahun 2011. Tujuannya untuk menghimpun dan menyatukan mahasiswa UNJ asal Banten,untuk membantu mening-katkan kapasitas diri mahasiswa Banten, juga untuk melakukan gerakan postif demi kema-juan Banten.” Jelas Hasan Hudaiby, mahasiswa jurusan Ekonomi dan Administrasi 2011, yang juga mantan ketua kelompok tersebut.

“Kegiatan kami lebih kea rah pengembangan pendidikan di Banten. Kami melakukan road-show ke SMA-SMA yang ada di Banten untuk ngasih motivasi sekaligus sosialisasi tentang

pendidikan tinggi, beasiswa, dll. Kami juga punya program baksos, proaktif ke komu-nitas-komunitas pemerhati lingkungan dan pendidikan, misalnya konservasi Bambu sama gerakan perpustakaan Banten.”tambahnya.

Selain Banten, ada pula kelompok mahasiswa dari Lampung. Dengan nama Silaturahmi Keluarga Mahasiswa Lampung (SIKAM Lam-pung), berdiri tanggal 18 Oktober 2008, den-gan anggota sekitar 60-70 orang.

“SIKAM Lampun memiliki tujuan sebagai temoat mahasiswa UNJ yang berasal dari Lampung untuk bersilaturahmi, saling sharing pengetahuan, dan saling bantu dalam perkuli-ahan. Selain itu, juga sebagai sarana untuk memperkenalkan UNJ di daerah Lampung.” ungkap Ketua SIKAM Lampung periode 2013/2014 Nur Cahyanto, mahasiswa jurusan Teknik Elektro 2011.

”Kegiatan kami cukup banyak, yang sudah dilaksanakan ada UNJ Goes to School 2014, di bulan Januari lalu, bekerja sama dengan Humas UNJ. Tanggal 14 Maret, kami melak-sanakan raker di puncak. Selain itu, setiap malam minggu, ada kegiatan sharing peng-etahuan dan pembahasan progja yang akan dilaksanakan, di terbuk.” jelasnya lagi.

Semakin lama, akan semakin banyak maha-siswa daerah yang berkuliah di UNJ. Terlihat dari giatnya lembaga-lembaga ini untuk mem-promosikan UNJ ke daerahnya masing-mas-ing. UNJ haruslah lebih bersiap-siap untuk menyambut mereka. Akhirnya, semua dikem-balikan ke tangan mahasiswa itu sendiri. Kampus hanya bisa menerima, selanjutnya diserahkan kepada masing-masing. Tak ada yang salah dari kedua pilihan tadi. Yang benar adalah ketika kita bisa menempatkan diri se-baik mungkin pada posisi yang terbaik.

Page 5: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 20148 9

Opini

Entrepreneurship,

BUKAN HANYA SOAL UANGIndiana Shinta Dewi (E&A 12)

Entepreneur. Tentunya kita tidak asing lagi dengan istilah tersebut. Banyak kawula muda yang merasa tertantang

untuk mendapatkan sebutan bergengsi sebagai seorang entrepreneur. Apa sih entepreneur itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, entrepreneur diartikan sebagai orang yang pandai atau berbakat dalam membuat produk baru, menentukan cara produksi baru, meny-usun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.

Namun, definisi entrepreneur ini terus berkembang dengan bermacam penekanan sejalan dengan peradaban manusia. Menurut Rhenald Kasali, entrepreneur adalah seseo-rang yang menyukai perubahan, melakukan temuan-temuan yang membedakan dirinya dengan orang lain, menciptakan nilai tambah, memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain, karyanya dibangun berkelanjutan (bukan ledakan sesaat), dan dilembagakan agar kelak dapat bekerja efektif di tangan orang lain (da-lam Paulus Winarto, 2005).

Teori tersebut memberikan pandangan yang lebih luas tentang arti dari entrepreneur itu sendiri. Bahwasanya entepreneur tidak sema-

ta-mata berusaha untuk menghasilkan banyak uang, tetapi lebih dari itu, mereka memiliki keinginan untuk menciptakan suatu peru-bahan yang bermanfaat bagi orang banyak. Entrepreneur adalah seseorang yang kreati, inovatif dan memiliki daya juang tinggi. Jiwa dan semangat entrepreneur itu dapat dimiliki oleh setiap orang yang bukan hanya memiliki passion sebagai pengusaha.

Melalui karya yang dirangkai menjadi sebuah buku, Prof.Dr.H.A.R. Tilaar berusaha mer-ubah mindset kita bahwa berpikir kritis dan kreatif yang merupakan ciri dasar seorang entrepreneur dapat menghasilkan suatu yang inovatif, baik inovasi di bidang ide maupun inovasi di bidang produk. Hal ini menjadi suatu dukungan untuk memperluas arti dari entrepreneur itu sendiri.

Mereka yang mempunyai passion menjadi entrepreneur tidak hanya bersaing untuk mem-peroleh sebuah ide dalam menciptakan lapan-gan pekerjaan, produk baru dan lainnya. Na-mun intinya mereka yang dalam keahliannya masing-masing berusaha menciptakan sesuatu yang baru. Contohnya, seorang penulis yang dengan kerja-keras disertai sifat kreatif dan inovatifnya menciptakan suatu tulisan yang

merubah pola piker masyarakat ke arah yang lebih baik. Pemimpin yang dengan jiwa entre-preneurship-nya bisa menyejahterakan rakyat.

Nah, Indonesia sendiri sangat membutuhkan banyak entrepreneur untuk meningkatkan pembangunan negeri, pertumbuhan ekonomi, dan mengejar ketertinggalan untuk menjadi negara maju. Harapan ini bisa dilakukan jika banyak generasi muda yang bisa menjadi seo-rang entrepreneur. Rupanya pemerintah, para pengamat, serta pengusaha sukses lainnya telah paham tentang hal ini. Oleh karenanya kita bisa melihat betapa usaha pemerintah dan pengusaha yang peduli dengan negerinya mendukung passion anak muda yang ingin menjadi seorang entrepreneur dengan menga-dakan acara-acara bertema entrepreneurship.

Stimulus ini mendapatkan respon cukup baik. Terbukti, banyak bukan di antara kalian yang ingin disebut sebagai entrepreneur muda? Namun dalam pelaksanaannya, seminar atau pelatihan-pelatihan dengan tema en-trepreneur itu masih sebagian besar erat kaitannya dengan profit, money-oriented. Seperti, ger-akan kewirausahaan Na-sional (GKN), Wirau-saha Muda Mandiri (WMM) dan masih banyak contoh lain-nya. Seminar atau pelatihan tersebut se-lalu tidak lepas dari pen-yuguhan proposal bisnis plan (rencana bisnis). Per-tanyaan mereka pun hanya seputar bagaimana mening-katkan usaha, strategi usaha dan lain-lain mengarah pada kelangsungan suatu usaha.

Padahal, jika seminar atau pelatihan tersebut menggunakan arti yang lebih luas dari en-trepreneur itu sendiri maka pemerintah dan pengusaha di negeri ini bisa menggali potensi generasi muda untuk berusaha memiliki jiwa entrepreneurship. Dengan begitu, mereka semua, kawula muda, yang memiliki passion menjadi pengusaha ataupun yang tidak, dapat memiliki wadah untuk menggali kreativitas mereka. Sehingga dapat menghasilkan ide-ide yang inovatif untuk perubahan negeri ini.

Entah apa pun cita-cita mereka, menjadi menteri, menjadi guru, atau apa pun akan lebih luar biasa jika mereka sudah memiliki jiwa dan semangat entrepreneurship. Negara ini akan berkembang menjadi negara maju karena pemuda dan pemudi Indonesia ber-bondong-bondong menciptakan peruabahan untuk bumi pertiwi. Bayangkan, jika ada wadah dan dukungan bagi mereka yang bisa menggali potensi entrepreneur itu, mungkin ini bisa menanggulangi resiko menculnya pe-jabat masa depan yang korupsi. Karena pemi-

mpin pun harus memiliki jiwa itu, agar mereka tidak hanya mementing-

kan kepentingan partai politik semata, tetapi negerinya.

Apalagi jika meli-hat betapa pemu-

d a - p e m u d i i t u begitu antusias da-

lam setiap acara yang diadakan, mereka rela

berdesak-desakkan, mer-eka bangga dengan passion

menjadi seorang entrepre-neur. Inilah peluang bagus

yang bisa kita manfaatkan demi kesejahteraan negeri Indone-sia.

Opini

sumber: http://4.bp.blogspot.com/

Page 6: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 201410 11

Sosok Sosok

Si Pitung dari UNJBayu Suryo Wiranto (T. Elektro 12)

Raden Engine Dwi Utomo, adalah seo-rang mahasiswa Jurusan Teknik Mesin angkatan 2011. Rambutnya cepak ber-

warna hitam dengan warna kulit coklat gelap. Ia memiliki tinggi badan antara 170 hingga 175 centimeter. Bentuk badanya pun terbil-ang cukup besar, tak gendut namun berisi, mungkin gemuk adalah kata yang tepat untuk menggambarkannya.

Pemuda yang akrab disapa Raden ini adalah manajer sebuah tim yang bernama ‘Si Pitung’. Si Pitung adalah sebuah tim lomba mobil dalam acara Shell Eco-Marathon Asia yang diselenggarakan di Fillipina dalam kategori mobil Prototype kelas bensin.

Bersama Si Pitung, Raden berangkat ke Fillipina mewakili UNJ. Ini adalah sebuah kebanggaan bagi kita sekaligus bukti bahwa walaupun UNJ merupakan universitas yang berbasis pendidikan, keterampilan dalam ilmu teknologinya tak kalah dari universitas terkenal lainnya di Indonesia, seperti UI, ITB, dan ITS. Proyek Si Pitung ini beranggotakan 13 orang mahasiswa dan 1 orang dosen pem-bimbing, dimana seluruh anggota tim ini ber-asal dari Jurusan Teknik Mesin.

Awalnya, ketika Raden memiliki keinginan untuk tampil pada ajang Shell Eco-Maratahion

Asia, banyak sekali yang ragu jika ia bisa. Bahkan seorang teknisi di kelompoknya juga meragukan niatnya itu.

“Serius lo den mau bikin mobil? Kemaren aja ngadain ramtam mesti nombok, apa lagi kalo mau bikin mobil,” ujar sang teknisi.

Mendapat respon seperti itu, lantas Raden langsung meyakinkan kalau ini bisa dilakukan, asal dilakukan dengan sungguh-sungguh. Se-lain sering mendapatkan statement keraguan, Raden juga sering mendapat cibiran terkait idenya. Namun ia tidak terlalu memikirkan hal tersebut, karena menurutnya itu tidak lah penting.

Dalam langkah awal persiapan, Raden tidak begitu memahami banyak hal, dan tidak ada yang membimbing. Apa yang ia dapatkan untuk mempersiapkan timnya merupakan usahanya bersama seluruh tim. Mulai dari mencari tempat pembuatan mo-bil, pengumpulan dana, pencarian sponsor, hingga berkomunikasi dengan Pak Wiran-to salah satu mahasiswa S3 UNJtentang kompetisi yang saat itu akan mereka ikuti. Memang tidak ada yang mulus dalam per-jalanan melakukan hal-hal tersebut, namun dengan modal kegigihan akhirnya semua bisa tercapai.

Tidak hanya penggalang dana dan mencari sponsor yang menemui kendala, tetapi juga apa yang terjadi pada tubuh internal tim Si Pitung. Dengan beranggotakan 13 orang, maka akan ada 13 pandangan yang berbeda, dan sulit untuk menggabungkan presepsi antara mereka. Untungnya selisih pendapat hanya terjadi pada saat sesi diskusi, ketika bekerja mereka semua sudah kompak dengan presepsi yang sama.

Di balik semua itu, permasalah terbesar yang melanda yaitu, modal keikutserta-an yang mahal. Setidaknya dana sebesar 210 juta rupiah harus tersedia, sedangkan kampus hanya membantu 10% dari total kebutuhan.

Melihat apa yang dialami oleh Raden dan Si Pitung, memang terdengar agak tak lazim terkait dengan besaran dana yang dibutuhkan dalam proyek tersebut. Normalnya, nomi-nal tersebut bisa digunakan untuk membeli sebuah mobil baru yang siap dikemudikan. Namun Raden berpendapat bahwa jika kita hanya beli terus-menerus,lalu kapan kita bisa membuatnya sendiri.

Besar harapan Raden agar UNJ berkenan un-tuk membantu secara total mahasiswa yang berprestasi, dan tidak hanya menunggangi. Se-lain itu ia juga berharap UNJ mampu memben-ahi sarana dan prasarana untuk mendukung mahasiswa UNJ lain dalam berprestasi, seperti halnya Raden dan Si Pitung miliknya.

Jika kita hanya beli terus-menerus, lalu kapan kita bisa mem-buatnya sendiri.

Sumber: Fanpage Facebook “Shell Eco-Marathon UNJ”

“ “

Page 7: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 201412 13

Resensi Buku Resensi Buku

Mengembangkan Pendidikan melalui Jiwa Kewirausahaan

Devie Yundianto (Psikologi 12)

Mengutip kata-kata yang menya-takan bahwa, kreativitas dan en-trepreneurhip merupakan tuntutan

mutlak dalam era globalisasi menghadapi perubahan yang serba cepat karena kema-juan teknologi informasi dan komunikasi. Buku yang berjudul ‘Pengembangan Kreati-vitas dan Entrepreneurship dalam Pendi-dikan Nasional’ ini merupakan buku yang menceritakan tentang bagaimana kewirau-sahaan patut masuk ke dalam kurikulum pendidikan.

Globalisasi merupakan sebuah faktor penentu pengubah pendidikan. Walaupun menurut para ahli, globalisasi hanya mengubah 6 bidang, yaitu: politik, budaya, lingkungan, ekonomi, agama, dan ideologi. Tetapi di buku ini disebutkan bahwa globalisasi juga turut berperan dalam mengubah wajah pendidikan. Globalisasi membuat keadaan nasional menja-di carut marut, khususnya keadaan pendidikan pendidikan.

Globalisasi menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakan dan harus dihadapi oleh manusia abad ke-21. Secara keseluruhan globalisasi membuat kecenderungan untuk mempen-garuhi sisi keberadaan manusia di muka bumi ini. Dengan membawa asumsi pakar psikologi dalam bidang pendidikan Howard Gardner, buku ini menjadi mampu menjelaskan tujuan kenapa entrepreneurship harus dimasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional.

Pada bab 2 buku ini dijelaskan tentang kreati-vitas, inovasi, dan entrepreneurship, yaitu kebanyakan tentang pengertian-pengertian

dalam bidang ilmu pengetahuan. Contohnya seperti sejarah perkembangan ilmu kognitif? apakah berpikir itu? Dan lain sebagainya. Prof. Tilaar rupanya mencoba untuk membantu para pembaca yang awam untuk memahami sulitnya materi yang dibawakan oleh buku ini.

Judul ‘Kreativitas dan Entrepreneurship dalam Pedagogik Kritis Transformatif ’ sepertinya menjadi suatu pembahasan yang menarik untuk diperbincangkan. Membicarakan soal hubungan antara kurikulum dengan mengam-bil entrepreneurship sebagai salah satu faktor kesuksesan dalam bidang pendidikan. Dalam buku ini Prof. Tilaar mengungkapkan bahwa secara implisit, entrepreneurship merupakan kata sifat yang disandang oleh seseorang den-gan adanya tingkah laku (trait) tertentu yang didasarkan oleh kognitif manusia.

Dari berpikir kreatif dan kritis, maka pengem-bangan entrepreneurship menjadi mudah untuk dilakukan. Inovasi dari cara berpikir dan faktor lingkungan berperan penting untuk membentuk manusia menjadi seorang entre-preneur. Karena berwirausaha itu bukan suatu bakat yang berasal dari lahir, tetapi sesuatu yang harus diciptakan dan diasah. Prof. Tilaar membangun buku ini dengan dasar membandingkan Indonesia dengan neg-ara tetangga yang notabenenya tidak memiliki sumber daya alam yang cukup, tetapi pere-konomiannya sangat baik. Entrepreneurship itu adalah sebuah jiwa, jiwa yang sangat dekat dengan hal-hal yang berbau karakter dinamis yang dibentuk di dalam diri manusia.

Banyak sekali orang beranggapan bahwa entre-preneurship adalah ketika kita menjual sesuatu dan mendapatkan untung besar karenanya. Dalih untuk meraup keuntungan seban-yak-banyaknya membuat definisi entrepre-

neurship menjadi salah kaprah dalam tafsiran. Terkait dengan itu, misi kapitalisme pun tentu turut dibangun .

Prof. Tilaar memberikan pola pikir yang ber-beda tentang entrepreneurship yang secara harfiah berarti sebuah jiwa kewirausahaan. Dalam sebuah negara yang hebat, pastilah ter-simpan bibit-bibit sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif. Yang pasti pada akhirnya akan membawa kesuksesan dalam negara tersebut. Konsep entrepreneurship juga dapat dipakai dalam bidang pembangunan maupun pendidikan yang ditujukan untuk memajukan sebuah bangsa.

Pembaca dapat menyimpulkan keseluruhan topik yang terdapat di buku ini juga dijelaskan secara tersirat bahwa tujuan memasukkan konsep entrepreneurship dalam pendidikan apalagi ketika mengajarkannya sejak dini akan membuat Indonesia bisa mengalahkan negara-negara besar lainnya, khususnya dalam bidang ekonomi. Indonesia adalah negara yang sumber daya manusianya kurang kompeten dalam hal mengelola sumber daya alamnya sendiri. Sebagai bukti, banyak sekali investor asing yang mengeruk kekayaan alam Indonesia seperti PT Freeport.

Sangat sulit untuk menggambarkan bagaimana keseluruhan atau intisari dari buku ini. karena yang didapat hanyalah pengertian dan garis besar pemikiran pemikiran para ahli dan kejadian-ke-jadian yang dikaitkan dengan globalisasi, berpikir kreatif, dan entrepreneurship. Apabila anda ingin menelisik sedikit bagaimana pemikiran Prof. Tilaar dalam memajukan pendidikan Indonesia dengan menambahkan sedikit karakter entrepre-neurship maka buku ini dapat diperhitungkan. Buku ini dapat dijadikan rekomendasi referensi untuk mengetahui betapa pentingnya sebuah karakter kreatif itu harus dibangun.

: Pengembangan Kreativitas dan Entrepreneurship dalam Pendidikan Nasional: Prof. Dr. H. A. R. Tilaar, M.Sc.Ed.: Penerbit Buku KOMPAS: Rp. 48.000: 256 Halaman

Judul Buku

PenulisPenerbitHargaTebal

Page 8: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 201414 15

Esai Bingkai Sastra

Menurut data statistik, angka populasi pengu-saha di Indonesia hanya 0,18 % dari total pen-duduk, atau hanya sekitar 400,000 orang. Se-buah jumlah yang terlalu sedikit untuk sebuah negara dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa. Berdasarkan teori yang banyak diyakini, dibutuhkan 2% pengusaha dari jumlah pen-duduk yang ada, untuk menjadi negara maju.

Tidak heran jika sebagian besar lulusan Per-guruan tinggi cenderung sebagai pencari kerja (job seeker) daripada pencipta lapangan kerja (job creator). Hal tersebut kemungkinan dikarenakan oleh sistem pembelajaran masih terfokus pada bagaimana menyiapkan ma-hasiswa yang cepat lulus dan mendapatkan pekerjaan, bukan terfokus pada mahasiswa sebagai mencipta lapangan pekerjaan.

Salah satu hal yang dapat diusa-hakan untuk meningkatkan angka populasi pengusaha yaitu dengan cara menumbuhkan jiwa entre-preneurship mulai dari kehidupan di kampus. sehingga para penerus muda bangsa ini dapat lebih kreatif untuk menciptakan sebuah lapan-gan pekerjaan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri bahkan orang lain.

Memulai suatu usaha kecil dengan berdagang di kampus merupakan

penanaman jiwa entrepreneur yang mulai ban-yak merambak mahasiswa saat ini, walaupun mereka hanya bertujuan untuk mendapatkan uang tambahan jajan yang berasal dari usaha kecilnya itu, namun banyak pula usaha kecil tersebut menjadi usaha yang besar karena ker-ja keras dan kemampuan mereka untuk terus berinovasi.

Kendala yang banyak ditemui oleh bebera-pa mahasiswa adalah waktu dan dana yang sangat terbatas, dibalik hal itu juga banyak perguruan tinggi pada saat ini yang menam-bah mata kuliah kewirausahaan sebagai tolak ukur untuk mengembangkan potensi maha-siswanya menjadi jiwa entrepreneurship. Dari sini mungkin ada titik terang bagi mahasiswa maupun mahasiswi yang memiliki keinginan

berwirausaha, mereka memiliki bekal yang cukup untuk memulai menjadi pengusaha.

Di Indonesia, usaha-usaha untuk menana-mkan jiwa dan semangat kewirausahaan diperguruan tinggi terus digalakan dan dit-ingkatkan, tentunya dengan berbagai metode dan strategi yang membuat mahasiswa tertarik untuk berwirausaha. Salah satunya adalah dengan adanya Pengembangan Program Mah-siswa Wirausaha (PMW). Program kewirau-sahaan ini digagas oleh pendidikan tinggi (Dikti) melalui Direktur Kelembagaan Ditjen Dikti. Dimana implementasi dari program ini adalah Dikti memberikan alokasi dana (mod-al) dalam bentuk subsidi untuk mahasiswa yang mempunyai usaha atau rencana usaha.

Sayangnya di Indonesia baru beberapa per-guruan tinggi yang peduli dengan pentingnya kewirausahaan dikampus, padahal untuk merubah mindset masyarakat dari pencari kerja (job seeker) menjadi pencipta lapangan kerja (job creator) membutuhkan usaha keras dan kerja cerdas dari semua elemen bangsa terutama dari kampus. Hal ini merupakan sesuatu hal yang wajar jika sampai saat ini tu-juan kuliah dari sebagian besar generasi muda hanya untuk menjadi pekerja (job seeker) pada sebuah perusahaan (company).

Menjadi jiwa pengusaha bukanlah hal yang mudah, sangat dibutuhkan kreatifitas untuk membuat produk yang berkualitas dan ber-guna bagi orang lain. Kesuksesan bisa kita raih saat ini, jika kita mempunyai keinginan dan tekat yang kuat. Jika bukan mulai saat ini, kapan lagi kita akan melangkah menyongsong masa depan? Inilah saatnya bagi mahasiswa menunjukkan perannya sebagai agent of change.

Menjadi Pengusaha, Solusi Cerdas Pilihan Mahasiswa

Mohamad Hartadi (Biologi 12)

ManusiaUangdan

ManusiaTumbuh, berkembang, menjadi besar.ManusiaPerlu bertahan hidup layaknya hewan.

Hewan mencari makanan.Manusia mencari uang.Seakan uang bisa dimakan.Seakan uang segalanya.

Uang memang memenuhi kebutuhan.Tapi sadarlah kawan.Uang bukan segalanya

Bayu Suryo Wiranto (T. Elektro 12)

gambar: renoir-the-pont-des-arts

Page 9: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 201416 17

Resensi Film

Matthe w Perr y atau Ron Clark

adalah seorang guru yang terlahir di Car-olina Utara. Memilki profesi sebagai guru yang dikenal dengan semangat yang ting-gi, gigih, kreatif dan pantang menyerah. Pada taun 1994, Clark pernah mengajar ke-las 6 sekolah Dasar. Di samping itu, ia mendapatkan sebuah penyambutan atas kerja kerasnya sebagai seorang guru yang m a m p u m e m b u a t siswa mendapatkan prestasi yang tinggi dan hasil test terbaik. Bahkan 4 tahun ber-turut-turut sekaligus.

Tak hanya itu, Guru yang dikenal mempu-nyai semangat yang tinggi ini berani men-gambil resiko, ketika ia memutuskan untuk p i n d a h m e n g a j a r ke Harlem, New York.” Disana guru sebagus saya sangat disayangkan,”Tutur clark dalam film. Disana ada mimpi besar yang membuat ia harus berperan dalam “apa yang seharus-

nya siswa lakukan”. Namun, New York yang konon dikenal sebagai orang kulit hitam membawa ia harus siap datang di-pandang bahkan dia-baikan karena ia ber-asal dari kulit putih. Jelas, saat itu orang kulit hitam meman-dang orang kulit pu-tih adalah “musuh”. Dengan banyaknya pandangan tersebut, tak membuat ia men-gurungi niat untuk pergi ke negara yang d i k e n a l d e n g a n orang berkulit hi-tam tersebut. Justru membuat adrenalin clark tertantang.

Kisah Clark sebagai seorang guru memang p e nu h d e n g a n s e -mangat, imajinasi dan kreatif. lain ketika ia harus memasuki New York untuk mengajar.

Ia mungkin akan mengalami titik jenuh bah-kan perasaan menyerah. Ia harus melewati keresahan karena tak mampu membuat siswa “ mau mengikuti aturan main” yang ia buat.

Randa membuat film berjudul ‘Ron Clark Story’ yang mungkin menceritakan semangat seorang guru yang tak pernah berujung. Siswa dibuat menjadi seorang individu yang melaku-kan peran yang harus ia mainkan.

Ron Clark Story merupakan film yang meng-gambarkan seorang guru yang luar biasa. Dib-umbui dengan semangat juang dan keresahan seorang clark. Ia berpenampilan rapi dengan pembawaan yang gagah. Memasuki sekolah yang notabene sekolah elite, Sekolah Dasar inner Harlem. Di mana ditempatkan terpisah antara kelas terhormat dan kelas terendah. Kelas terhormat yang dikenal dengan siswa yang selalu tiap tahun memperoleh nilai paling bagus sedangkan kelas terendah justru kelas yang memperoleh nilai yang dibawah standar rata-rata.

Clark dengan nada yang optimis siap untuk memulai mengajar di kelas yang dikenal kelas terendah tersebut. Mereka adalah siswa yang sebagian besar memiliki masalah. Entah ke-disiplinan, prestasi belajar bahkan kehidupan sosial. Sebut saja Tayshawn Mitchell ia di kenal sebagai siswa yang pernah mengalami rehabil-itas sering melakukan onar di kelas.

Sebelum Clark memulai mengajar, Perlahan menjalin hubungan dekat dengan keluarga siswa dengan maksud untuk terlibat dalam peran proses belajar nantinya. Latar belakang siswa pun bermacam-macam. Julio dikenal sebagai siswa yang selalu bikin onar bahkan berani mengambil uang dari tas ibunya sendiri, Shameika disibukkan dengan mengasuh ketiga adiknya dan Badriyah yang berasal dari kelu-arga india yang memiliki orang tua yang mem-buat dia harus selalu patuh apa yang dikatakan oleh seorang pria (ayah).

Selanjutnya kisah menegangkan seorang Clark yang memulai mengajar di kelas yang terkenal kelas terendah ini pun memunculkan dinami-ka yang membuat alurnya sendiri. Beberapa saat kemudian, kisah ini memunculkan di mana seorang siswa mulai menentang dan aksi protes terhadap clark. Sistem pengajaran, metode belajar bahkan aturan yang dibuat dia-baikan oleh semua siswa.

Pada scene klimaks, Randa sang sutradara menunjukan proses dimana clark mulai men-galami kejenuhan bahkan menyerah untuk mengajar di kelas tersebut. Berbagai macam cara yang di lakukan clark tidak membuah-kan hasil apapun. Ketika Clark merasakan kejenuhan justru Randa memunculkan tokoh dalam film yaitu Merissa, seorang wanita yang ia kenal beberapa bulan sebelumnya.Merissa mampu membuat seorang clark kembali un-tuk pantang menyerah dan kembali membuat “padi gersang menjadi tandus”.

Guru yang tak kehabisan ide ini merancang sebuah metode belajar agar semua siswa mau memperhatikan apa yang ia lakukan. Setida-knya ia mau memperhatikan dan selebihnya barulah kewajiban seorang guru mampu mempengaruhi seorang siswa dalam menun-jang proses belajar mengajar. Bahkan ia rela setiap hari harus menghabiskan waktu untuk ide-ide imajinatif agar memperoleh hasil yang memuaskan.

Film ini pun berhasil memperlihatkan wa-jah cemas clark ketika siswa yang ia ajar melewati pesta Ujian Nasional. Perasaan yang menegangkan pun dimunculkan da-lam kisah itu. Pesta ujian terlewati begitu saja, Di samping itu, semua kerja keras dan

Semangat Tak TerbatasHeni Yuhaeni (Sosiologi 12)

JudulSutradaraDurasiTanggal TerbitPenulis NaskahProduksi

: The Ron Clark Story: Randa Haines: 96 Menit: 13 Januari 2006: Max Encoes : Craig McNeil

Resensi Film

Page 10: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 201418 19

Resensi Film

semangat clark membuahkan hasil yang maksimal. Clark dengan Ide yang imajinatif, sifat pantang menyerah, dan semangat un-tuk melakukan perubahan dengan di dasari dengan mimpi besar mampu membawa siswa kelas terendah berhasil memperoleh nilai test lebih tinggi daripada kelas ter-hormat yang notabene-nya memiliki nilai paling bagus.

Clark mampu membuat Tayshawn Mitcell yang dikenal dengan siswa yang rehabilitas ini pantas mendapat prestasi yang cukup diacungi jempol dalam dunia seni, juga mampu membuat Shameika Wallace yang tidak memilki banyak waktu untuk belajar

karena di sibukan dengan adik-adiknya mampu mendapatkan prestasi yang mem-banggakan.

Clark mungkin salah satu guru yang mampu menjadi sorotan orang banyak khususnya di Carolina Utara dan Harlem, Pada dasarnya memang menjadi seorang guru harus mam-pu mempengaruhi seorang siswa. Adanya proses yang dikatakan berhasilnya seorang guru ketika ada terjadinya perubahan per-ilaku dalam diri individu untuk melakukan kegiatan belajar. Dalam film ini, Randa men-gangkat banyak kisah seperti ketegangan, pantang menyerah,pengaktualisasian diri, kreativitas bahkan titik kejenuhan sekalipun.

sumber: odosuge.com

Yanu Setianingsih (E&A 12)

Kekuatan Alam Bawah Sadar:

Mimpi dan Hipnosis

Pagi menjelang siang cuaca di Jakarta sedikit mendung. Keadaan ini tak menyurutkan

semangat peserta seminar Psycho Expo. Sem-inar yang dilaksanakan pada Minggu, 9 Maret 2014 yang bertempat di Gedung Sertifikasi Guru UNJ lantai 9.

Saat memasuki lobby, peserta terlebih dahulu melakukan registrasi pertama. Registrasi kedua dilaksanakan di halaman lantai 9. Peserta ber-baris dengan rapi untuk mengisi presensi dan mendapat map berisi alat tulis yang dilengkapi benang. Sebelum masuk ruangan diadakan pemeriksaan. Makanan, minuman dan ben-da-benda tajam tidak boleh dibawa masuk.

Ruangan telah dipadati oleh peserta yang sebagian adalah mahasiswa Jurusan Psi-kologi, namun bukan hanya berasal dari Universitas Negeri Jakarta saja. Seminar tahun ini mengusung tema ‘The Power Un-conscious Mind: Dream & Hypnosis’. Pem-bicaranya adalah Dr. Monty P. Satiadarma, MS/AT, DCH, Psi dan Drs. Asep Haerul Gani M.Pd.

Pukul 09.00 tepat acara dimulai. Dua orang MC, laki-laki dan perempuan, memasuki pangung. Mereka membacakan susunan aca-ra. Sebelum pembicara pertama naik ke atas panggung terlebih dahulu diisi sambutan-sam-

Event

sum

ber:

dok.

pen

ulis

Page 11: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 201420 21

Event Event

butan dari pihak pelaksana disusul dengan penampilan tari tradisional Jakarta.

Sejurus kemudian seorang moderator berna-ma Lia Risliani memperkenalkan pembicara perama, yaitu Dr. Monty yang merupakan pakar di bidang Psikologi. Belanjut, wanita berambut sebahu ini memulai diskusi dengan pertanyaan seputar mimpi.

Alam Ketidaksadaran dan Mimpi

Dr. monty menaiki panggung. Ia mengawali seminarnya dengan pertanyaan “Siapa yang in-gat mimpinya semalam? Siapa yang tidak ber-mimpi? Siapa yang belum pernah bermimpi?” Spontan banyak peserta tertawa mendengar pertanyaan terakhir.

Dosen Psikolog ini menjelaskan bahwa mimpi merupakan bagian dari tidur, dianalogikan dengan membasuh merupakan bagian dari mandi. Mimpi merupakan fase rutin yang ber-langsung di antara periode jaga menuju lelap dan sebaliknya dari periode lelap menuju jaga. Kedua periode tersebut dikenal dengan istilah periode hypnogogic dan hypnopompic, yaitu suatu fase persimpangan alam kesadaran dan alam ketidaksadaran.

Seorang ilmuan bernama Freud pernah men-gungkapkan bahwa alam ketidaksadaran ma-nusia maha luas, tidak terbatas. Ketika seorang individu mulai memasiki alam ketidaksadaran menjelang tidur, ia membawa pengalaman sadarnya ke alam ketidaksadaran. Sementara itu di alam ketidasadaran telah terdapat aspek yang terangkat menuju alam kesadaran yang selama ini terbendung oleh gerbang moral, kaidah, dan aturan sosial. Interaksi antara keduanya menghasilkan gambar visual yang

bercampur aduk, sehingga dalam mimpi seo-rang individu mengalami pengalaman yang meloncat-loncat atau berubah-ubah.

Ciri umum individu yang berada dalam fase mimpi adalah vibrasi kelopak meta yang dikenal dengan istilah REM (Reticular Eye Movement). Pada saat tersebut berlangsung kegiatan saraf yang lebih aktif dalam mengolah informasi yang berlangsung di persimpangan kesadaran dan ketidaksadaran. Jika kita selalu berpikiran positif maka kita tidak akan mimpi buruk, sebaliknya mimpi buruk akan terjadi ketika kita selalu berpikiran negatif.

Individu yang ingin memahami makna mimpi perlu belajar melakukan notasi atau pencatatan mimpi. Langkah yang paling sederhana adalah membiasakan mencatat mimpi dengan notasi singkat sekedar pembangkit ingatan. Melalui pembiasaan secara bertahap akan menghasil-kan notasi yang lebih lengkap dan lebih memi-liki ragam simbol untuk dapat diintepretasikan lebih mendalam.

Menurut pandangan Cassier, manusia adalah makhluk simbol. Segala pengalaman hidup direkam dalam benak manusia dalam bentuk simbol, terutama piktogram atau simbol gam-bar. Ragam peristiwa dalam pengalaman hidup direkam ke dalam bentuk simbol. Dalam alam ketidaksadaran simbol-simbol tersebut tersim-pan menurut pola organisasi yang unik.

Aspek kultural berperan dalam interpretasi simbol. Jung menggambarkan ragam arkher-tip yang bersifat universal sebagai simbolisasi harapan serta penghayatan manusia. Kajian simbologi yang rumit dalam interaksi dengan kebutuhan dasar serta dorongan perilaku manusia telah berinteraksi secara kompleks

dengan aspek budaya tempat manusia lahir dan dibesarkan. Visualisasi bentuk objek amat dipengaruhi oleh alam dan budaya seetempat, tetapi makna boleh jadi memiliki kemiripan.

Hipnosis dan Kekuatan Prasangka

Dalam seminar ini, Drs. Asep sebagai pembic-ara kedua menjelaskan hipnosis secara ilmiah atau dalam sudut pandang Psikologi. Mu-la-mula beliau mengatakan jeruk nipis. Kemu-dian peserta diinstruksikan untuk berimajinasi bahwa beliau sedang memegang sebuah jeruk nipis dan di atas panggung ada sebuah meja, pisau, serta cawan petri. Beliau lalu meper-agakan sedang mengiris jeruk nipis tersebut. Setelah itu beliau seolah memeras jeruk itu sambil bertanya “Dari sini keluar apa?”. Peserta dengan lantang menjawab “Air.” Namun, Pak Asep mengulanginya hingga tiga kali. Peserta semakin lantang dan bersemangat menjawab “Air Pak!”

Pak Asep menjelaskan bahwa praktek di atas sudah bisa disebut dengan hipnosis. Mengapa demikian? Karena pada saat itu peserta telah tersugesti, yaitu menerima ide dari Pak Asep tanpa mengkritisinya padahal semua peserta dalam keadaan sangat sadar. Jadi, secara seder-hana hiposis bisa diartikan sebagi sugesti dari orang lain yang kita terima begitu saja. Realit-anya sejak kita kecil kita telah dihipnosis oleh orang-orang di sekitar kita, terutama orang tua dan guru.

Beliau menekankan bahwa menghipno-sis seseorang tidak perlu dalam keadaan tidak sadar. Asalkan ada salah satu prin-sip hipnosis yang terpenuhi maka orang tersebut akan mudah di sugesti. Prinsip tersebut antara lain, rapport (kedekatan

hubungan), age regression, revivification (menghidupkan kembali pengalaman), idea sensor activity, halusinasi negatif, ha-lusinasi positif, distorsi waktu, posthypnotic response, amnesia, hypermnesia, hypna-gogic, hypnopompic, hypnosleep, catalepsy (keadaan kaku atau tegang), dissociation, glove anesthesia, hypnoanastesia, automat-ic writing, somnambulism.

Sesaat kemudian Pak Asep memper-agakan berjalan di atas pecahan kaca. Seluruh peserta tegang karena mereka harus mencobanya. Pak Asep menjelas-kan kembali bahwa hal ini sebenarnya bukan fenomena metafisika melainkan fenomena fisika sederhana. Bahwa pecahan beling besar yang berserakan akan mampat sehingga gaya yang kita berikan terbagi rata.

Erik, moderator, mencobanya terlebih dahulu. Melihat Erik tidak cidera ban-yak peserta yang berani mencoba dan memang tidak terjadi apa-apa. Pak Asep menyimpulkan bahwa musuh terbesar kita adalah imajinasi yang negatif. Saat kita melihat pecahan kaca, kita teringat pengalaman kita tertusuk pecahan kaca yang tajam. Akhirnya kita berimajinasi rasa sakit yang sebenarnya tidak ada. Sehingga, rasa yang dipikirkan itu lebih buruk dari rasa yang dirasakan. Ya, be-gitulah logika hipnosis yang sederhana namun dapat berpengaruh besar bagi kehidupan seseorang.

Setelah beberapa praktek hipnosis seder-hana, seminar ini pun diakhiri dengan tanya jawab antara pembicara dengan peserta seminar.

Page 12: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 201422 23

Wawancara

Educational EntrepreneurshipEster Ria Ivana (B.Indonesia 12 ) dan Yanu Setianingrum (E&A 12)

Bebicara tentang wirausaha bukanlah berarti hanya bicara soal bisnis dan uang. Mengapa? Karena pada dasarnya

setiap pembaharuan untuk perubahan menjadi lebih baik dapat kita sebut sebagai wirausaha. Lalu, ketika seseorang ingin berusaha dengan menciptakan suatu model pembelajaran baru untuk murid-muridnya, bisakah ia disebut se-bagai wirausahawan? Karena wirausaha sangat terkait dengan mencipta pembaruan, maka hal tersebut merupakan berwirausaha.

Hal inilah yang dilakukan Dirgantara Wicakso-no alias Bombom. Adalah seorang wirausaha yang dinobatkan menjadi kepala sekolah termuda di DKI Jakarta. Tepatnya di SMA Al Hikmah Islamic School, ia menggagas untuk membangun sekolah yang termajinalisasi, dan memasarkannya sebagai sekolah dengan mutu baik. Saat ini, ia juga mengetuai Yayasan Aulia Indonesia. Sebuah yayasan pendidikan untuk mencerdaskan anak-anak di daerah perbatasan. Selain itu, ia juga mengepalai Forum Mahasiswa Pascasarjana di UNJ dan menjadi dosen di Universitas Muhamadiyah Jakarta dan Universitas Negeri Jakarta. Berikut adalah hasil wawancara dengan Pak Bombom.

Apa arti wirausaha menurut bapak?

Ketika seseorang mendengar kata wirausaha, yang terpikirkan adalah punya modal, bisnis, dan link. Padahal sebenarnya wirausaha tidak hanya bicara soal modal, bisnis, dan link tetapi yang terpenting adalah semangat dan gagasan dan terhadap suatu perubahan hal yang baru yang dialami diri sendiri. Ketika seseorang punya semangat dan inspirasi untuk pemak-naan sebuah karya, dia bisa berwirausaha. Jadi wirausaha bukan hanya bicara soal bisnis.

Berarti bisa dibilang kalau wirausaha-wan itu adalah mencipta perubahan?

Iya. Karena menciptakan inovasi berarti men-ciptakan perubahan, membuat difusi inovasi. Dia membuat gagasan baru. Untuk itu jika ingin menjadi wirausahawan berpikirlah gila, berpikir berbeda dari yang lainnya.

Apa saja yang harus dimiliki seorang wirausahawan selain semangat dan ino-vasi?

Orang itu harus memiliki program planning, grand design. Punya planning artinya memiliki tataran ide apa hal-hal baru yang belum dibuat orang lain yang bisa bermanfaat dan berguna. Secara lengkap ia harus memiliki visi apa yang ingin ia hasilkan sampai pada output-nya, dan feed back apa yang akan didapatkan.

Apakah modal berupa uang harus dimili-ki seorang wirausahawan?

Berwirausaha pakai modal itu saya setuju. Yang salah adalah berpikir bahwa satu-satunya modal adalah uang. Tanpa harus mengeluarkan uang sebenarnya ia bisa berwirausaha. Karena seseorang yang memiliki jiwa wirausaha adalah orang yang berinovasi, berkreasi dengan ide dan gagasannya. Ketika idenya pada kenyataan-nya berguna untuk orang lain dan bermanfaat untuk dirinya itu namanya modal.

Masih banyak orang yang berpikir bahwa berwirausaha berarti berdagang dan bisnis artinya ada penyempitan makna wirausaha. Menurut bapak, mengapa bisa terjadi hal seperti itu?

Penyempitan makna itu bisa terjadi karena orang lebih sering melihat sekelilingnya. Kare-na apa yang memengaruhi orang adalah apa yang orang itu lihat, dengar dan rasakan. Ada pula penyempitan wacana bahwa berwirau-saha adalah berjualan dengan menenteng-nen-teng barang yang dijual, seperti yang biasa dilihat di kampus. Bukan dari mahasiswanya, tapi disuruh oleh dosennya. Bisa dibilang semua itu karena dosennya yang terbawa pola kapitalis.

Kalo bicara secara metafisik, apa yang kita lakukakan itu sesuai dengan apa yang kita

Wawancara

sum

ber :

ww

w.di

rgan

tara

.gud

angm

ater

i.com

sumber : www.dirgantara.gudangmateri.com

Page 13: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 201424 25

Dirgantara Wicaksono.CH,S.Pd,M.Pd, M.MEmail : [email protected]

www.dirgantara.gudangmateri.com

pelajari. Kita ini sedang belajar dalam bangsa inlander kelas bawah. Contohnya seperti berd-agang dan jualan sudah dibilang berwirausaha, sudah bagus. Padahal kalau dipikir, dimana letak kreativitas dan inovasinya? Kalau mau usaha makanan, pikirkanlah sistem pendis-tribusian dan pemasarannya. Yang selama ini dilakukan langsung praktis saja ke lapangan tidak menyusun sistem. Mungkin itu sudah terbentuk dan turunan dari kakak tingkatnya.

Bagaimana pandangan bapak mengenai pendidikan kewirausahaan di sekolah yang sering menuntut siswanya untuk berdagang?

Sebenarnya tidak semua sekolah seperti itu. Saya tidak mengajarkan siswa saya unntuk berdagang, melainkan berkreasi dan berino-vasi untuk keberlangsungan pemikiran dan hidupnya di masa dapan. Jadi kalau pemikiran wirausaha itu ujungnya dagang, yaa karena buku diktatnya butuh pembuktikan dengan jualan. Kalau inti pembelajarannya diubah dengan mencari inovasi untuk membuat pe-rubahan di lingkungannya, itu kan beda lagi. Misalnya dengan pengembangan program kegiatan siswa menjadi event organizer dalam kegiatan pensi, atau membuat paket wisata. Jadi mereka berusaha tanpa modal tapi men-guntungkan dia dan orang lain.

Apa perlu jiwa kepemimpinan dalam wirausaha? Siapa sosok pemimpin yang pantas dicontoh?

Jelas. Orang itu harus bisa me-manage. Ia harus membuat keputusan, buat range taha-pan-tahapan rancangan strateginya. Bukan

Kampus

hanya sebagai leader tapi juga manager, kare-na harus bisa mengontrol hingga sampai ke tujuan akhirnya. Contohnya, kepemimpinan Ki Hajar Dewantara dengan school indisch. Se-kolah berbasis timur yang dapat dikembangan dan dapat sejajar dengan sekolah Belanda.

Bagaimana caranya mengubah mindset masyarakat tentang konsep wirausaha yang bukan berorientasi pada uang?

Awalnya tentu dari dalam diri sendiri, ber-pikir bahwa wirausaha itu luas dan tidak hanya bicara dari sisi ekonomi. Dengan bermodalkan ide dan gagasan yang baru, kita bisa membuat sistem perencanaan baru. Ide dan gagasan itu kita tuangkan dalam tu-lisan, kita kampanyekan. Dan tentunya kita buktikan. Kiatnya adalah dengan membuat perencanaan strategi yang riil. Buat kesepa-haman dengan yang lain. Positiv thinking. Sebelum bertindak harus punya peren-canaan yang matang. Prinsip saya adalah ADDIE. Analysis, berarti analisis kebutuhan yang ada di lingkungan saya. Design mem-buat perencanaan disain terhadap terget yang saya ingin goal-kan. Development ketika desain sudah ada, kembangkan apa yang perlu diubah. Implementation, semua rencana itu diimplementasikan dan dise-jajarkan dengan visi-misinya. Dan Evalua-tion, bagaimana setelah semua itu berjalan. Setelah semuanya terlaksana, terciptalah satu sistem yang baik.

Taman PlazaZuvinnatul Ummah (IKK 12)

Ala UNJ

Sore itu, matahari masih terik. Tiupan angin menghempas luas membuat mata menjadi sayup-sayup. Terlihat berbon-

dong bondong orang mengunjungi tempat yang baru di bangun beberapa bulan lalu. Rumput-rumput yang mengelilingi taman membuat sedap mata memandang. Sekitar pukul 16:00, saya berada di taman dekat Mes-jid Alumni Universitas Negeri Jakarta.

Taman dengan dua anak tangga itu men-jadi simbol keindahan dan keasrian kam-pus Universitas Negeri Jakarta. Taman yang baru beberapa bulan di bangung itu terkesan nyaman. Dit amb a h dengan penataan pepo-honan serta rumput yang disusun rapi yang berada di sekitar ta-man tersebut. Semakin mengesankan suasana yang sejuk.

Di tempat inilah kita dapat menemukan ban-yak mahasiswa. Terlihat mereka berkelompok kelompok dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan, dengan kepentingan yang beragam tampak sekelompok mahasiswa yang sedang melakukan kegiatan hipnosis teman sejawat.

“Kita lagi ada tugas berkunjung ke kampus A untuk memenuhi tantangan yang diberikan

oleh senior dari komunitas hipnosis,” kata Din-da salah seorang mahasiswi Jurusan Psikologi. Taman yang belum lama dibangun ini menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi komunitas hipnosis untuk mempraktekan sebagian ilmu yang telah dipelajarinya.

Dengan design sedemikian rupa, taman yang berada di tengah-tengah gedung baru itu terlihat begitu memesona dibanding tempat-tempat yang lain. Ta-man ini memiliki daya tarik tersendiri.

Taman plaza UNJ me-mang sangat menarik sebagai ajang gengsi menunjukan kepada pu bl i c U N J te nt ang kepunyaan tempat an-dalan, dimana tepat di depan taman ini ter-pampang jelas dan besar logo kampus pendidikan

negeri yang hanya ada di Jakarta.

Istilah taman plaza UNJ menjadi trend setelah berdirinya beberapa bulan yang lalu. Ada juga yang menyebutnya sebagai taman demokrasi karena menjadi sebuah tempat berkumpulnya mahasiswa-mahasiswa dari berbagai jurusan yang mempunyai kegiatan berbeda beda wa-laupun begitu tetap saja terlihat serius tapi santai. Dengan desain yang tinggi permukaan tanah taman ini pun terlihat indah karena ada lapisan rumput-rumput yang membuat para

Wawancara

Tak kenal maka tak gaul, tak tau berarti kudet (kurang

update), yang jauh menjadi dekat, yang sudah dekat men-jadi rapat, yang sudah rapat

jadi berdebat.

Page 14: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 201426 27

pengunjung duduk saja tanpa takut baju mere-ka menjadi kotor.

Pendopo telah disulap menjadi taman pla-za UNJ. Ya, inilah yang terjadi. Hamparan tanah menjadi luas tanpa adanya sekat-sekat yang memisahkan. Tepat di anak tangga yang membentuk setengah lingkaran dibawah logo UNJ berada, di situlah para mahasiswa acap kali ditemui sedang berfoto-foto tanpa merasa rikuh ataupun malu, semua biasa saja seolah mengakui inilah taman milik setiap mahasiswa yang ada di UNJ.

Di samping taman terdapat sekelompok ma-hasiswa sedang duduk berjejer rapi bak sandal yang terdapat di Masjid Alumni. Terdengar suara hiruk pikuk yang membuat saya pe-nasaran hingga memerhatikannya. Awalnya lari-lari kecil, kemudian dilanjutkan dengan duduk berjamaah dengan wajah tegang dan menarik nafas panjang serta tangan yang dile-takkan di kedua paha masing-masing individu. Maka dimulailah latihan itu. Latihan olah pernafasan yang merupakan bagian dari yoga yang sedang mereka lakukan tampak seru dan cukup menarik perhatian mahasiswa yang ada pada sore itu. Itulah bagian dari kegiatan yang dilakukan di taman itu.

“Walaupun taman ini bukan tempat yang aman dan tenang untuk duduk dan sekedar santai, namun taman ini masih lebih baik dibanding dengan tempat tongkrongan lainnya, karena terdapat atmosfir tersendiri yang mengelilingi taman plaza UNJ ini,” ungkap Septian, maha-siswa Jurusan Pendidikan Akuntansi 2012 itu.Menjelang sore taman ini memang sejuk dan menagih untuk dikunjungi, entah sekedar duduk-duduk, foto-foto, bermain dengan teman sejawat, hingga kegiatan mahasiswa lainnya yang tiap harinya bisa berganti-ganti.

Septian mengakui jika di taman ini masih terdapat banyak sampah yang berserakan, kurangnya kesadaran pengunjung yang meng-gunakannya untuk aktivitas tertentu tentu menjadi salah satu penyebab utama. Tempat duduk yang disediakan pun tidak ada, hanya ada anak tangga dan setengah lingkar tempat tinggi yang ada di bawah logo UNJ itu.

“Kalau kami biasa duduk di sini setiap ada rapat, karena tempatnya terbuka dan tidak sumpek seperti di dalam kelas,” tutur Septian.Ia mengakui bahwa saat ini memang taman plaza cukup membanggakan, apalagi jika diberikan tempat duduk khusus disekitarnya agar rumput yang hijau bisa di-pandang nyaman dan tidak di duduki.

Untuk melepas lelah dan me-manfaatkan waktu kosong di sela-sela jam istirahat atau jam pulang kuliah, taman ini menjadi rekomendasi bagi para mahasiswa yang ingin berkumpul bersama, janjian atau mengadakan rapat. Pohon-pohon yang sudah ditanam di sekitar taman membantu memberi kontri-busi pada tingkat kesejukan taman tersebut.

Selain mahasiswa juga ter-dapat para pedagang kaki lima yang menjajakan ba-rang dagangannya di sekitar taman. Sebut saja pedagang aksesoris yang berkeliling mendatangi orang yang se-

dang duduk satu persatu, terlihat banyak yang menyukai dan cocok dengan aksesorisnya sehingga banyak pembeli yang mengerubuti-nya. Ada juga mahasiswa Jurusan IKK (Ilmu Kesejahteraan Keluarga) yang terlihat sedang menjajakan berbagai macam makanan dan minuman dengan seragam putih-putih serta senyuman yang ditebarkannya, tak jarang ada mahasiswa menggoda mereka.

Aktivitas sosial yang dilakukan di luar kelas dan masih dalam ruang lingkup kam-

pus acap kali menjadi kesempatan para pedagang untuk mendekat. Perhitungan-nya sederhana yaitu, sekiranya memun-gkinkan untuk dijadikan tempat mencari nafkah.

Meskipun taman plaza ini baru berdiri seumur jagung namun sudah memberikan kesan yang baik bagi kampus pendidikan ini. Menjadi simbol yang indah dan ter-pampang nyata pada jarak sekitar 25 meter dari Rawamangun Muka.

KampusKampus

sumber: pribadi

Page 15: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 201428 29

Resensi BukuResensi Buku

Berawal dari krisis moneter 1998, Merry Riana terpaksa harus meninggalkan tanah air untuk menuntut ilmu ke neg-

eri orang. Keturunan Tionghoa merupakan salah satu alasannya. Masayarakat keturunan Tionghoa di Indonesia terancam keselamatan-nya. Harta mereka dijarah, nyawa mereka pun tak aman. Inflasi besar-besaran yang membuat nilai tukar dolar terhadap rupiah melambung tinggi telah menyebabkan banyak orang kalap.

Kesenjangan sosial kala itu antara masyarakat berdarah Tionghoa sangat tinggi dengan mas-yarakat asli keturunan Indonesia.

Hal yang sama juga terjadi pada keluarga Mer-ry Riana. Ayahnya yang membuka toko elek-tronik harus mengecap kerugian. Kehidupan Merry Riana pun berbalik 180o. Ia yang baru saja lulus SMA pada waktu itu, harus men-gurungkan niatnya untuk bisa melanjutkan studi ke Universitas Trisakti; kampus yang ia idam-idamkan selama ini. Mimpi itu harus pupus sebab keterbatasan finansial orangtu-anya yang tidak memungkinkan untuk mem-biayainya kuliah.

Namun, pada akhirnya sang ayah memutus-kan untuk mengirim Merry Riana ke Nanyang Technological University (NTU) di Singapura. Dengan pinjaman bank senilai 300 juta, ayahn-ya membuladkan tekad untuk menyekolahkan sang anak ke luar negeri. Sungguh bukan suatu keputusan yang mudah amat itu. Kerusuhan yang terjadi di Universitas Trisakti pada Mei 1998 menjadi salah satu faktor pengambilan keputusan tersebut.

Dengan segala keterbatasan, Merry Riana akhirnya memberanikan diri untuk memulai perjuangannya di NTU. Keprihatinan harus ia lakoni di sana. Mie instan dan roti tawar telah menjadi santapan pokoknya selama tinggal di Singapura. Bahkan air keran di kampus ter-paksa menjadi pelepas dahaganya. Semuanya harus ia jalani dengan sabar dan ikhlas.

Segala bentuk keprihatinan tersebut harus Merry bayar mahal dengan mencari pekerjaan

sampingan yang dapat membantu finansialnya. Mulai jadi pembagi brosur, waitress sampai menjadi marketing di toko bunga. Nyatanya, memang kehidupan Merry Riana di NTU Singapura lebih baik. Setidaknya, kini ia tidak perlu menyantap mie instan setiap hari. Namun, hal tersebut tidak menjadikan hidup Merry Riana tenang seutuhnya. Bayangan hutang 300 juta terus mengejarnya. Ia tak mau membebani orang tuanya. Ia ingin membayar hutang pendidikannya dengan jerih payahnya sendiri. Kegigihan, keuletan dan kedisiplinan selalu ia tunjukkan dalam setiap pekerjaannya. Tak pernah sekalipun ia meremehkan hal yang menjadi tanggung jawabnya.

Semangatnya semakin berkobar, terlebih saat ia bertemu dengan Alva; sosok yang menjadi penyemangatnya hingga saat ini. Alva yang kini menikah dengannya itu memegang ban-yak peranan penting dalam kesuksesan Merry Riana. Bersama Alva, Merry berjuang meraih mimpinya yaitu mencapai kebebasan finansial sebelum usianya menginjak 30 tahun. Begitu-lah yang ia sampaikan secara berulang-ulang dalam bukunya. Motivasi, arahan dan nasehat selalu Alva berikan pada Merry untuk men-dulang kesuksesannya hingga menjadi gadis berpenghasilan 1 juta dolar di usia 26 tahun.

“You can take me out from Indonesia, but you can never take Indonesia out from me”

Begitulah yang tertulis di awal halaman buku “Mimpi Sejuta Dolar”. Meninggalkan Indonesia bukan berarti meninggalkan jiwa nasionalisme dalam diri Merry Riana. Sukses di Singapura, tak menjadikan Mer-ry bak kacang yang lupa kulitnya. Seman-gatnya terus berkoar meski telah berada di puncak kesuksesan; yakni semangat

untuk membuat banyak orang lebih sukses darinya.

Kisah yang sangat inspiratif dari seorang Mer-ry Riana. Betapa keras usahanya untuk menca-pai kebebasan finansial di usia mudanya. Be-gitu banyak rangkaian kejadian pahit yang ia hadapi selama bermimpi sejuta dolar. Namun melalui buku ini, Merry Riana seolah ingin menyampaikan bahwa tak ada tak mungkin se-lama kita mau berusaha. Nilai-nilai kehidupan dari kisah Merry Riana tentang bagaimana memperjuangkan suatu impian dan cita-cita juga tercatat di dalam buku ini.

“Mimpi Sejuta Dolar” merupakan salah satu referensi bacaan motivasi yang tepat untuk orang-orang yang berani menggantungkan mimpinya setinggi langit. Buku yang ditulis oleh Alberthiene Endah; penulis yang banyak mengabadikan biografi sejumlah tokoh ter-nama. Alberthiene Endah mampu menyam-paikan pesan kehidupan dari Merry Riana. Ia menyajikan kisah dibalik suksesnya seorang Merry Riana tanpa berbelit-belit dengan kata yang sulit dicerna. Tak hanya itu, “Mimpi Se-juta Dolar” juga memberikan berbagai macam tips menuju kesuksesan.

Selain itu, melalui buku ini juga Merry ingin menyampaikan bahwa uang bukanlah tujuan hidupnya, tetapi uang adalah salah satu cara mencapai tujuan hidupnya. Atau dengan kata lain, Merry menepis bahwa dirinya adalah ¬salah satu orang dengan tipe money oriented. Buku ini juga sedikit kental dengan sifat religi-us dan budaya Tionghoa yang mengalir dalam darah Merry Riana. Namun, di balik itu semua Merry Riana tetap menjaga jiwa nasionalisnya terhadap Indonesia. Secara keseluruhan, buku ini benar-benar menginspirasi dan memotivasi pembacanya.

Berani Bermimpi Sejuta DollarYeti Lastuti (E&A 12)

: Mimpi Sejuta Dollar: Alberthiene Endah: PT Gramedia Pustaka Utama: 2011: 362 Halaman

Judul BukuPenulisPenerbitTahunTebal

Page 16: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 2014Buletin Kaji | September 201430 31

Info Grafis Info Grafis

Page 17: Buletin Kaji Hope

Buletin Kaji | September 201432

Buy one get one

Bang KaJi