Top Banner
Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi
40

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

May 31, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Page 2: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

2

Page 3: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

3

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Penanggung Jawab: Harmanto Redaksi Teknis: Kurmen Sudarman, Yeli Sarvina,

Nani Heryani dan Yulius Argo Baroto Redaksi Pelaksana: Eko Prasetyo dan Tuti Muliani Penerbit: Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi,

Jl, Tentara Pelajar 1A, Bogor 16111, Jawa

Barat, Indonesia Telepon +62-0251-8312760 Faksimil +62-0251-8323909

PRAKATA

Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review yang berkaitan dengan sumber daya iklim dan air. Makalah yang disajikan sudah melalui tahap seleksi dan telah dikoreksi Tim Redaksi, baik dari segi isi, bahasa, maupun penyajiannya. Pada edisi ini terdapat lima

makalah, yang disajikan dalam bahasa Indonesia.

Untuk memperlancar penerbitan tahun-tahun berikutnya, artikel yang dimuat tidak perlu terikat secara kronologis oleh penyajian makalah atau acara seminar, tetapi lebih ditentukan oleh

ketanggapan penulis dan kelayakan ilmiah tulisan.

Redaksi mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu memperlancar proses penerbitan. Semoga media ini bermanfaat bagi khalayak. Kritik dan saran dari pembaca selalu kami nantikan.

Redaksi

CARA MERUJUK YANG BENAR

Trinugroho, M. W. 2018. Uji Ketelitian Smart Gadget GPS dan Pengukuran Konvensional Dalam Pemetaan Lahan. Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. 15 : 3-8.

Tulisan yang dimuat adalah hasil penelitian primer maupun review yang berkaitan dengan sumber-daya iklim dan air, dan belum pernah dipublikasikan pada media cetak mana pun. Tulisan hendaknya mengikuti Pedoman Bagi Penulis (lihat halaman sampul dalam). Redaksi berhak menyunting makalah tanpa mengubah isi dan makna tulisan atau menolak penerbitan suatu makalah.

Uji Ketelitian Smart Gadget GPS dan-Pengukuran Konvensional Dalam Pe-metaan Lahan. MUCHAMAD WAHYU

TRINUGROHO ……………..…….…..….

Dampak El-nino 1997 dan 2015 Terha-dap Curah Hujan di Kabupaten Bone

Sulawesi Selatan. YELI SARVINA .…….

Optimalisasi Irigasi Lahan Kebun Buah-Buahan Melalui Implementasi Embung di Desa Mapesangka, Kecamatan Ponre, Dusun Bangkunge, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. ANTON APRILYANTONO, ADANG

HAMDANI, DAN GUGUM GUMELAR ....

Peta Kerentanan Usahatani Pangan dan Risiko Iklim. WORO ESTININGTYAS, ERNI SUSANTI, ELZA SURMAINI, SUCIANTINI, YAYAN APRIYANA, ARIS PRAMUDIA, YELI SARFINA DAN

CATUR NENGSUSMOYO .....................

Penakar Curah Hujan Berbasis Te-

kanan. ADANG HAMDANI ………………

3

8

15

24

31

@ 2018, Balitklimat Bogor ISSN 0216-3934 Volume 15, 2018

Page 4: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

4

UJI KETELITIAN SMARTGADGET GPS DAN

PENGUKURAN KONVENSIONAL DALAM PEMETAAN LAHAN

Muchamad Wahyu Trinugroho

ABSTRAK

Penggunaan Smartgadget yang terintegrasi Global Positioning System (GPS) telah banyak digunakan dalam bidang pertanian. Penelitian ini menekankan sistem yang ada di lapangan dengan tujuan untuk menguji performa dalam perekaman data.. Pengujian pengukuran koordinat dan luas sebagai uji awal sistem ini menghasilkan kesalahan terbesar koordinat dengan magnitude 8,39 m pada skala peta 1 : 10.000, sehingga tergambar di peta sebesar 0,083 cm. Uji t digunakan untuk membandingkan luasan 10 x 10 m2 dengan luasan 20 x 20 m2 , dari hasil pengujian ini, P = 3,3 e-55(p<=0,05), berarti pengukuran luasan 10 x 10 m2 berbeda nyata dengan pengukuran 20 x 20 m2 Kecepatan rata-rata yang diperoleh pada saat pengukuran adalah sebesar 1,26 menit/1000 m2. Penggunaan GPS smartgadget dapat memenuhi tingkat ketelitian bila luasan relative besar.

Kata Kunci : Smartgadget GPS dan ketelitian

PENDAHULUAN Precison Agriculture (PA), merupakan konsep di bidang pertanian, yang didefinisikan sebagai sistem yang komprehensif yang dirancang untuk optimalisasi produksi bidang pertanian, dengan memanfaatkan informasi-informasi mengenai hasil panen, pemanfaatan teknologi dan manajemen praktis (Roberson dan Gary, 2004). Pendekatan yang komprehensif untuk Precision Agriculture dimulai dengan perencanaan panen terdiri dari pengerjaan lahan pertanian, penanaman, pemberian bahan kimia, pemetikan hasil panen dan proses setelah panen (Rasher, 2004). Informasi merupakan sumber daya yang paling berharga bagi pelaku di bidang pertanian, informasi yang tepat dan cepat adalah bagian yang paling esensial dalam semua fase produksi dari perencanaan sampai proses pasca panen. Para pelaku harus dapat menggunakan informasi yang

berkaitan pada tiap-tiap fase produksi. Konsep Precision Agriculture tidak

terlepas dengan teknologi SIG (Sistem informasi geografis) dan GPS (Global Positioning System). Teknologi ini berperan dalam membantu kegiatan pertanian, terutama dalam pemetaan lahan pertanian. Peran GPS (Global Positioning System) sangat membantu terlebih dengan penggunakan handheld GPS, banyak kegiatan di lapangan mulai dari pengumpulan data untuk mengetahui jarak maupun luasan dan juga untuk navigasi. GPS tipe ini banyak digunakan karena selain harga relatif terjangkau bagi masyarakat umum juga mudah untuk dioperasikan.

Sistem handheld gps sekarang banyak ditemui sehari-hari yang terintegrasi pada smartphone. Sistem ini dapat membawa sebagian data GIS pada daerah terpilih ke lapangan. Sehingga fungsi GIS seperti akuisisi, manipulasi,

Page 5: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

5

dan visualisasi data dapat dilakukan di lapangan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sistem handheld memiliki beberapa fasilitas yang sama dengan system di belakang meja kantor, hanya bedanya terletak pada keterbatasan dalam penyimpanan dan kecepatan pemrosesan data (Sutanta dkk., 2004).

Penelitian mengenai uji ketelitian geometric telah banyak dilakukan.. Penelitian ini bertujuan mengkaji ketelitian aplikasi smartgadget yang terintegrasi dengan GPS handheld untuk mengklasifikasi bidang-bidang geometrik sebagai pendukung dalam tracking luasan dilapangan.

METODE Penelitian ini dilaksanakan di Desa Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Bahan yang digunakan penelitian ini, satu scene foto udara daerah Maguwoharjo Skala 1:10.000 dalam format digital. Peta pendaftaran desa Maguwoharjo skala 1 : 1.000 dalam format digital.

Alat yang digunakan komputer desktop, smartgadget dengan GPS yang terintegrasi, serta meteran. Peta pendaftaran BPN menggunakan sistem koordinat Transverse Mercator 3o (TM3),

dilakukan tranformasi sistem Universal Transverse Mercator, sebagai system yang lebih dikenal dalam aplikasi pemetaan di pertanian.

Uji Titik Koordinat Pada tahap ini dilakukan perbandingan koordinat yang sudah diketahui lokasinya dari peta pendaftaran tanah, dengan koordinat pengukuran GPS. Jumlah pengukuran sebanyak 9 titik. Hal ini berdasarkan penampakan titik yang dapat dikenali di peta dan mempunyai cakupan yang relatif terbuka untuk penerimaan satelit GPS.

Uji Luasan Pengujian dilakukan dengan perbandingan suatu luasan yang diukur menggunakan Smartgadget dan meteran. Pengujian yang dilakukan, pada tempat yang terbuka, yang memungkinkan sinyal satelit GPS dapat diterima paling baik. Metode membentangkan meteran merupakan metode yang paling teliti, kemudian luasan suatu bidang dilakukan tracking. Luasan yang digunakan 10 x 10 m2, 20 x 20 m2. Pengukuran dilakukan sebanyak 35 kali. Uji t digunakan untuk mengamati faktor pengaruh perbedaan luas terhadap

ketelitian sistem.

Analisis waktu pengukuran. Metode yang digunakan adalah menghitung lama waktu pada saat pengukuran suatu luasan. Lama waktu pengukuran di hitung berdasarkan selisih waktu yang terekam pada bidang II dengan bidang I.

Gambar 1. Sebaran titik uji koordinat

Page 6: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

6

Ketelitian planimetri yang diijinkan pada peta sebesar 0,3 mm, sehingga untuk skala peta 1 : 10.000 ketelitian jarak maksimal sebesar 3 m di lapangan. Hasil ini menunjukkan bahwa hasil RMSerror Tracking dengan smartgadget lebih kecil dari kesalahan maksimum yang diijinkan.

Gambar 2. Selisih koordinat antara Smart-gadget dan peta p e n d a f t a r a n Tanah

Berdasarkan Gambar 3, kesalahan terbesar pada titik 8 (8,01; 6,3), sehingga magnitude yang diperoleh sebesar 8,39 m. Pada peta skala 1 : 10.000, kenampakan 8,39 m di lapangan tergambar sebesar 0,83 mm pada peta. Kesalahan yang terjadi lebih dominasi pada kesalahan receiver dan jumlah satelit yang dapat diterima. Untuk pengukuran dengan fitur titik, sistem smartgadget ini masih relevan untuk digunakan.

Uji luasan Hasil pengujian disajikan Gambar 3. Hal tersebut menunjukkan sebaran pengukuran suatu bidang dengan sistem smartgadget ini belum mempunyai tingkat presisi yang memadai. Distribusi pengukuran untuk luasan 20 x 20 m2 lebih presisi daripada luasan 10 x 10 m2.

Gambar 3. Sebaran Pengukuran terhadap luasan 10 x 10m2 dan 20 x 20 m2

Page 7: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

7

Diperoleh bahwa pola perbedaan luas antara kedua pengukuran tidak membentuk pola yang searah dengan luas bidangnya. Karakteristik beda luas yang dihasilkan membentuk pola yang acak (Ma'ruf, dkk, 2002). Berdasarkan uji t, H0 adalah ketelitian pengukuran luasan 10 x 10 m2 sama dengan pengukuran luasan 20 x 20 m2 dan H1 adalah ketelitian pengukuran luasan 10 x 10 m2 berbeda dengan pengukuran luasan 20 x 20 m2 dengan nilai P = 3,3 e-55(p<=0,05), berarti H1 diterima, H0 ditolak. Hal ini berarti ketelitian pengukuran luasan 10 x 10 m2 berbeda nyata dengan pengukuran 20 x

20 m2. RMSError yang diperoleh untuk luasan 10 x 10 m2 adalah 2,58 m, sedang luasan 20 x 20 m2 adalah 5,37 m. Berdasar ketelitian planimeter yang diijinkan pada peta skala 1 : 10.000, maka pada luasan 10 x 10 m2 telah memenuhi syarat, sedang luasan 20 x 20 m2 belum memenuhi syarat.

Pengukuran Lapang Hasil yang diperoleh dari pengukuran data lapang dengan menggunakan GPS kemudian diolah dengan system SIG terdiri disajikan pada Gambar 4, beserta data atribut tiap batas lahan.

Gambar 4. Hasil Aplikasi Smartgadget

Luas bidang pengukuran lahan sebesar 96,19 ha, yang terdiri dari sawah, kebun campuran dan ladang. Peta yang telah dihasilkan dalam format hardcopy dan softcopy. Peta dengan format softcopy selain menyajikan data spasial, juga diha-silkan data atribut dengan format *.dbf. Kedua data tersebut terhubung antara data atribut dengan data spasial dalam satu kesatuan. Satu bidang mempunyai

satu data atribut.

Analisis waktu pengukuran. Rekapitulasi efektifitas waktu sistem smartgadget disajikan pada Gambar 5. Gambar ini menunjukkan waktu yang di-pakai pada saat pengukuran berbanding lurus dengan luas bidang ukur.

Page 8: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

8

Gambar 5. Hubungan waktu pengukuran dan luas bidang

Semakin luas suatu bidang pengukuran, semakin panjang waktu yang digunakan untuk pengukuran. Hasil tersebut memberikan informasi mengenai waktu yang dipakai dalam akuisisi data. Rata-rata waktu yang tercatat pada pengukuran ini adalah 1,26 menit per 1000 m2. Hal ini dapat dijadikan dasar analisis dalam menyusun strategi pengumpulan data selanjutnya. Jika dibanding dengan metode manual pengukuran dengan meteran, jelas sistem smartgadget ini lebih

unggul dalam hal kepraktisan, keamanan data, kecepatan dalam merekam data dan keefektifan di lapangan.

KESIMPULAN Uji koordinat sistem ini memenuhi syarat ketelitian planimeter, sedang berdasarkan uji luasan sangat tergantung dengan besar kecilnya lahan yang diukur. Keefektifan waktu sistem ini dapat dijadikan pertimbangan strategi dalam pengumpulan data lapang, disesuaikan dengan skala peta.

DAFTAR PUSTAKA Roberson, T. Gary T.2004. Precision Agriculture: A Comprehensive Approach. http://

www.w3.org/TR/REC-html40, di akses tanggal 7 Pebruari 2005.

Rasher, M. 2004. The Use of GPS and Mobile Mapping for Decision-based Precision Agriculture. USDA-NRCS National Cartography and Geospatialcentre.

Sutanta,H., C.A. Rokhmana, dan A. Basith. 2004. Pengembangan Sistem Mobile Map-ping dan SIG untuk Aplikasi Bidang Pertanian, Laporan Penelitian SP4, Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Ma'ruf, B. dan A. Supriyanto. 2002. Studi Kemampuan GPS Untuk Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan, Makalah dalam Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia. Yogyakarta.

Page 9: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

9

DAMPAK EL-NINO 1997 DAN 2015 TERHADAP CURAH HUJAN DI

KABUPATEN BONE SULAWESI SELATAN

Yeli Sarvina

ABSTRAK

Variabilitas iklim Indonesia dipengaruhi berbagai faktor seperti Sirkulasi Monsoon, Indian Dipole Mode , dan El Niño–Southern Oscillation (ENSO). ENSO adalah salah faktor yang mempengaruhi keberagaman iklim antar tahun di Indonesia. ENSO mempengaruhi berbagai sektor kehidupan manusia pada wilayah yang sangat luas, sehingga penelitian dan kajian tentang dampak ENSO terhadap berbagai sektor kehidupan sangat banyak dilakukan termasuk terhadap sektor pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh El-Nino 1997 dan 2015 terhadap curah hujan di Kabupaten Bone yang merupakan salah satu sentra pertanian utama di Sulawesi Selatan. Data curah hujan tahun 1975-2016 di lima stasiun hujan digunakan dalam analisis ini. Karakteristik curah hujan yang dianalsis adalah sifat tahun, jumlah hari hujan dan jumlah bulan basah, bulan normal dan bulan kering. Sifat tahun dianalisis dengan pendekatan yang digunakan oleh BMKG sedangkan jumlah bulan basah, normal dan kering menggunakan pendekatan Oldeman (1975). Hasil analisis menujukkan bahwa pada El-Nino tahun 1997 dan 2015 sifat tahunnya pada umumnya adalah kering, namun pada wilayah tertertentu ada yang bersifat normal akan tetapi curah hujan tahunan tetap lebih kecil dibandingkan dengan curah hujan rata-ratanya. Jumlah hari hujan berkurang dimana pengurangan jumlah hari hujan lebih banyak terjadi pada El-Nino 2015 dan terjadi signifikan pada musim kemarau yaitu bulan Agustus, September dan Oktober. Pada tahun El-Nino ini juga terjadi peningkatan bulan kering dan pengurangan bulan basah. Hal ini akan berdampak terhadap penurunan periode masa tanam. Curah hujan di wilayah Bone sangat dipengaruhi oleh ENSO, sehingga informasi prakiraan ENSO dapat dimanfaatkan dalam perencanaan usaha tani. Kata kunci: El-Nino, ENSO, curah hujan, iklim, kabupaten Bone

PENDAHULUAN

Iklim indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor (Tabel 1). Berbagai faktor ini mempengaruhi iklim dalam skala waktu yang berbeda mulai jam-jam, harian, musiman dan tahunan. El Niño–Southern Oscillation (ENSO) adalah salah satu faktor interannual yang mempengaruhi iklim Indonesia secara luas dan

berdampak sangat besar pada berbagai sektor kehidupan diantaranya sumber daya air, energi, kebencanaan, kelautan dan perikanan, kesehatan dan pertanian. ENSO memiliki 3 fase yaitu normal, El-Nina dan La-Nina. El-Nino dan La-Nina juga dikenal sebagai fase ekstrim dari ENSO.

Page 10: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

10

Tabel 1. Berbagai faktor yang mempengaruhi variabilitas iklim Indonesia (sumber : Aldrian, 2016)

Mengingat pengaruhnya yang sangat besar tersebut, berbagai penelitian tentang ENSO dan dampaknya terhadap berbagai sektor terus dilakukan termasuk terhadap sektor pertanian. Dinamika produksi pertanian sangat dipengaruhi oleh ENSO. Irawan (2006) mengkaji bagaimana dampak ENSO terhadap dinamika produksi tanaman pangan padi, jagung dan kedelai. Sarvina dan Sari (2017) mengkaji dampak ENSO terhadap dinamika produksi durian. Darlan (2015) mengkaji bagaimana dampak El-Nino sangat kuat tahun 2015 terhadap produksi dan perkembangan tanaman kelapa sawit.Beberapa penelitian tersebut melaporkan bahwa dinamika produksi pertanian di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ENSO.

El-Nino menyebabkan penurunan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. BMKG (2016) melaporkan bahwa El-Nino tahun 2015 menyebabkan penurunan curah hujan di wilayah Indonesia serta menyebabkan pergeseran awal musim. Musim hujan 2015/2016 mengalami kemunduran sekitar 88 %, 4 % lebih awal dan 8 % sama dengan

normalnya. Kabupaten Bone merupakan salah

satu kabupaten sentra pertanian di Sulawesi Selatan. Memiliki potensi lahan sawah dan lahan kering yang cukup luas. Kabupaten ini memiliki lahan sawah 110.760 Ha, luas tegalan 69.022 Ha, ladang 5.470 Ha, dan belum diusahakan 22.206 Ha (BPS 2017). Identifikasi sumber daya iklim akan mendukung pengembangan pertanian di wilayah ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak dari El-Nino sangat kuat tahun 1997 dan 2015 terhadap curah hujan di wilayah Bone Sulawesi Selatan. Hasil penelitian ini sangat penting untuk mengetahui karakteristik iklim wilayah ini sehingga dapat mendukung pembangunan pertanian baik dalam perencanaan usaha tani maupun dalam adaptasi variabilitas iklim.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan data curah hujan yang kabupaten Bone dengan periode data tahun 1961- 2016. Pos hujan yang dianalisi disajikan pada Tabel 2.

Page 11: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

11

Tabel 2. Data pos hujan yang digunakan dalam penelitian

Beberapa karakteristik curah hujan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah jumlah hari hujan, jumlah bulan basah, bulan normal dan bulan kering serta sifat tahunnya. Penentuan bulan basah, kering dan bulan normal ditentukan berdasarkan kriteria yang dikembangkan oleh Oldeman (1975) dimana bulan basah adalah bulan dengan curah hujan besar dari 200 mm, bulan kering adalah bulan dengan curah hujan kecil dari 100 mm serta bulan normal adalah bulan dengan curah hujan antara 100 dan 200 mm. Sifat hujan ditentukan berdasarkan kriteria yang dikembangkan oleh BMKG (lTabel 3). Curah hujan normal adalah curah hujan rata-rata selama periode pengamatan data dalam penelitian ini adalah rata-rata curah hujan tahun 1975-2016.

Tabel 3. Kriteria penentuan sifat tahun berdasarkan curah hujan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Data Historis kejadian ENSO

Data historis kejadian ENSO dari tahun 1950-2016 ditunjukkan pada Tabel 4. Selama kurun waktu tersebut terjadi 25 kali El-Nino, 22 kali La-Nina, dan 21 kali fase normal. Bila dilihat lebih detail dari 25 kali EL-Nino terjadi 3 kali El-Nino sangat kuat, 5 kali El-Nino kuat, 7 kali El-Nino moderat dan 10 kali El-Nino Lemah. Sedangkan dari 22 kali kejadian La-Nina terdapat 7 kali La-Nina kuat, 4 kali La-Nina moderat dan 11 kali La-Nina lemah.

Tabel 4. Fase ENSO dari tahun 1950-2016

Page 12: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

12

2. Perbandingan karakteristik El-Nino 1997 dan 2015

El-Nino tahun 1997 dan tahun 2015 adalah dua kejadian El-Nino sangat kuat yang terjadi dalam beberapa dekade belakangan ini. Perbandingan intensitas El-Nino tahun 1997 dan 2015 disajikan pada Gambar 1 dan 2. El-Nino tahun 2015 intensitasnya lebih kuat dibandingkan dengan El-Nino tahun 1997. Sehingga El-

Nino tahun 2015 juga tercatat sebagai El-Nino terkuat sejak tahun 1950. Gambar 2 menunjukkan sebaran suhu muka laut diwilayah Samudera Pasifik. Terlihat bahwa suhu muka laut di Samudera pasifik pada tahun 2015 lebih hangat dibandingkan tahun 1997 serta sebarannya lebih luas dibandingkan tahun 1997.

Gambar 1. Nilai Oceanic Nino Index (ONI) tahun 1950-2017 (sumber : http://ggweather.com/enso/oni.htm)

Gambar 2. Suhu Muka laut di Samudera Pasifik ( kiri: 1997 dan kanan: 2015) (Sumber: http://assets-a1.kompasiana.com/items/album/2015/08/16/7-23-15-andrea-elninocomparison-1050-590-s-c1-c-c-55cfe9928823bde304cf5862.jpg?t=o&v=1200 downloaded at 27.09.2015, 10:52 LT)

3. Dampak El-Nino 1997 dan 2015 terhadap karakteristik curah hujan Kabupaten Bone

Tabel 5 menujukkan sifat tahun 1997 dan 2015 berdasarkan curah hujan dibandingkan curah hujan normalnya (rata-rata 1975-2016). Terlihat perbedaan dampak El-Nino 1997 dan El-Nino 2015.

Di wilayah Unra dan Lerang pada tahun 1997 sifat tahunnya adalah tahun kering namun pada tahun 2015 adalah tahun normal. Namun demikian, meskipunnya sifat tahunnya normal namun curah hujannya turun dibandingkan dengan nilai rata-ratanya. Di wilayah Bengo dan Pattiro terlihat pada tahun 1997 dan 2015 sifat

Page 13: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

13

tahunnya adalah tahun kering. Pola lain terjadi di BPA IV Biru dimana tahun 1997 sifat tahunnya normal namun pada tahun 2015 merupakan tahun kering. Penurunan curah hujan secara signifikan terjadi pada bulan Agustus-September dan Oktober. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh signifikan El-Nino baik tahun 1997 maupun 2015 terjadi pada musim kemarau. Hal ini sejalan dengan laporan yang dikeluarkan

oleh BMKG (2016) bahwa dibandingkan dengan curah hujan rata-ratanya, curah hujan 2015 di Indonesia sebagian besar di bawah nilai normalnya. Penurunan ini secara signifikan terlihat jelas pada bulan Juli sampai bulan Oktober ( Gambar 3). Athoillah et al. 2017 juga menemukan bahwa pengaruh El-Nino paling signifikant terjadi pada bulan Agustus, September dan Oktober

Tabel 5. Perbandingan sifat tahun dan distribusi curah hujan normal, El-Nino 1997 dan El-Nino 2015

Gambar 3. Sifat Curah hujan tahun 2015 dibandingkan dengan curah hujan normalnya (sumber: BMKG 2016)

Page 14: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

14

El-Nino tak hanya menyebabkan penurunan intensitas curah hujan namun juga penurunan jumlah hari hujan. Jumlah hari hujan tahun normal, El-Nino 1997 dan El-Nino 2015 disajikan pada Tabel 6. Terlihat bahwa pada El-Nino 1997 dan El-Nino 2015 terjadi penurunan jumlah hari hujan. Penurunan jumlah hari hujan

secara signifikan terjadi pada musim kering (Agustus-September- dan Oktober). Pada umumnya penurunan jumlah hari hujan lebih signifikan terlihat pada El-Nino 2015 keculai di wilayah Bengi ini menunjukan bahwa dampak El-Nino tahun 2015 lebih besar dibandingkan tahun 1997.

Tabel 6. Perbandingan jumlah hari hujan normal, El-nino 1997 dan 2015

Dampak El-Nino pada tahun 1997 dan 2015 terhadap jumlah bulan basah, bulan normal dan bulan kering disajikan pada Tabel 7. Terlihat pada El-Nino 1997 dan 2015 jumlah bulan keringnya meningkat dan bulan basahnya berkurang. Pengurangan bulan basah ini dapat menyebabkan penurunan masa tanam. Penurunan bulan basah 1 bulan memberikan dampak yang signifikan pada sektor pertanian. Perlu dilakukan penyesuaian pola tanam, waktu tanam dan varietas tanaman.

Tabel 7. Jumlah BB, BN dan BK

KESIMPULAN

Secara umum pada El-Nino 2015 dan 1997 sifat tahun nya adalah tahun kering. El-Nino baik tahun 2015 maupun 1997 menyebabkan penurunan curah hujan tahun, jumlah hari hujan serta jumlah bulan kering. Penurunan curah hujan serta hari hujan secara signifikan terjadi pada musim kering yaitu pada bulan Agustus, September dan Oktober. Pada masa-masa tersebut dibeberapa wilayah tidak turun hujan sama sekali (tidak ada hari hujan). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa curah hujan di wilayah Bone dipengaruhi oleh ENSO. Oleh karenanya dalam perencanaan pertanian ke depan informasi prakiraan ENSO yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga atmosfer dunia dapat dijadikan salah satu informasi pendukung sehingga kegagalan pertanian akibat kondisi iklim dapat diminimalkan.

Page 15: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

15

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E. 2016. Sistem Peringatan Dini Menghadapi Iklim Ekstrem. Jurnal Sumber Daya Lahan Vol 10 (2) : 79–90

BMKG .2016. Indonesia Climate Review 2015 & Outlook The Onset Of Dry Season 2016. Presentasi pada World Meteorology Day 66th Jakarta, February, 25th , 2016

BMKG. 2017. Prakiraan Musim Hujan 2017/2018 Di Indonesia. Jakarta

BPS. 2017. Kabupaten Bone Dalam Angka 2017. Bone

Oldeman, L.R. 1975. An Agroclimatic map of Javaand Madura, 17

Sarvina, Y & K. Sari. 2017. Dampak ENSO terhadap Produksi dan Puncak Panen Durian. Jurnal Tanah dan Iklim 41 (2):149-158

Darlan, N.H., I. Pradiko, and H.H. Siregar. 2015. Dampak El Niño 2015 terhadap performa tanaman kelapa sawit di Sumatera bagian tengah dan selatan. Jurnal Tanah dan Iklim 40(2): 113–120

Irawan, B. 2006. Fenomena anomali iklim El-Nino dan La-Nina: kecenderungan jangka panjang dan pengaruhnya terhadap produksi pangan. Forum Penelitian Agro Eko-nomi 24(1): 28-45

Athoillah, I., R.M. Sibarani, D.E. Doloksaribu, 2017. Analisis Spasial El Nino Kuat Tahun 2015 Dan La Nina Lemah Tahun 2016 (Pengaruhnya Terhadap Kelembapan, Angin dan Curah Hujan di Indonesia). Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca 18 (1):

33 - 41

Page 16: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

16

OPTIMALISASI IRIGASI LAHAN KEBUN BUAH-BUAHAN MELALUI IM-PLEMENTASI EMBUNG DI DUSUN BANGKUNGE,

DESA MAPESANGKA, KECAMATAN PONRE, KABUPATEN BONE, PROVINSI SULAWESI SELATAN

Anton Aprilyanto, Adang Hamdani, dan Gugum Gumelar

ABSTRAK

Untuk mendukung dikeluarkannya Instruksi Presiden (INPRES) No 1 Tahun 2018 tentang ―Percepatan Penyediaan Embung Kecil Dan Bangunan Penampung Air Lainnya Di Desa‖, Balitklimat pada awal tahun 2018 membuat salah satu optimalisasi pengelolaan sumber daya air sebagai percontohan pendistribusian air ke lahan kering yang dilaksanakan di Desa Mapesangka, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan.Tujuan kegiatan adalah menyediakan air sebagai irigasi suplementer untuk kebutuhan tanaman buah pada musim kemarau dalam rangka meningkatan hasil produksi. Keiatan dilaksana-kan pada pertengahan hingga akhir Februari 2018. Hasil pengukuran di lapang menunjuk-kan bahwa air yang dapat mensuplesi embung adalah sebesar 11.8 lt/detik. Sedangkan beda tinggi antara sumber air dan lahan target adalah 40 meter, sehingga diperlukan pompa bertipe VTP dengan kekuatan 17 KVA untuk menaikan air melalui saluran irigasi pipa berukuran 2 Inci. Penyiraman tanaman dilakukan dengan Teknik irigasi impact sprin-kler dengan menggunakan pipa HDPE mengelilingi tanaman pada jarak 50 cm dari pangkal.

ABSTRACT To support Presidential Instruction (InPRES) No 1 of 2018 on "Accelerating the Provision of Small Reservoir and Other Water Containers in the Village", the Balitklimat at the beginning of 2018 made one of the optimum management of water resources as a pilot project for the distribution of water to dry land. implemented in Mapesangka Village, Ponre Sub District, Bone District, South Sulawesi Province. The objective of the activity is to provide water as a supplementary irrigation for fruit crops In the dry season in order to increase production. The research was conducted in mid-thFebruary 2018 until the end of 2018. The results of meas-urements in the field show that end water that can supply the reservoir is 11.8 liters / sec. While the high difference between the water source and the target land is 40 meters, so that the required type VTP pump with power 17 KVA to raise water through a 2-inch pipeline irrigation channel. Watering the plants is done by impact sprinkler irrigation technique using HDPE pipe around the plant at a distance of 50 cm from the base.

Page 17: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

17

PENDAHULUAN

Latar Belakang Program peningkatan IP lahan sawah tadah hujan dan lahan kering melalui pengembangan insfrastruktur panen air didukung dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (INPRES) No 1 Tahun 2018 tentang ―Percepatan Penyediaan Embung Kecil Dan Bangunan Penampung Air Lainnya Di Desa‖, diantaranya membangun 30.000 unit embung dan bangunan infrastruktur panen air lainnya di setiap desa yang berpotensi. Pembangunan infrastruktur ini dilakukan dengan memanfaatkan dana pembangunan desa dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sesuai dengan Permendesa, PDT dan Transmigrasi No. 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017.

Untuk mendukung Inpres tersebut, Balitklimat pada awal Tahun 2018 melaksanakan salah satu kegiatan optimalisasi pengelolaan sumber daya air sebagai percontohan pendistribusian air ke lahan kering yang dilaksanakan di Desa Mapesangka, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Model ini mengalirkan air dari sumbernya menuju embung yang selanjutnya disalurkan dengan menggunakan saluran tertutup ke beberapa bak tampung sebelum akhirnya didistribusikan ke lahan target irigasi yang berupa lahan kering berupa kebun buah-buahan dan kebun campuran. Tujuan Pembangunan embung dan jaringan irigasi kebun buah-buahan bertujuan untuk menyediakan air sebagai irigasi suplementer untuk kebutuhan tanaman

buah pada musim kemarau dalam rangka meningkatan hasil.

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Optimalisasi pengelolaan sumber daya air sebagai upaya peningkatan IP lahan kering di Desa Mapesangka, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan dilaksanakan pada pertengahan—hingga akhir Februari 2018. Bahan dan Alat Pelaksanaan kegiatan dilakukan melalui empat tahapan yaitu identifikasi potensi ketersediaan sumber daya air, analisis dan desain, eksploitasi potensi sumber daya air, dan implementasi teknologi terkait dengan pengelolaan sumber daya air dan iklim berdasarkan agroekosistem lahan kering. Bahan yang digunakan adalah: peta kebun, data infrastruktur kebun, peta dan data tanah, dan data citra dari google dan Arc GIS. Alat yang diperlukan: Current Meter, Total Station, GPS Geodetic, GPS Navigasi, dan HP Android. Sedangkan untuk pembangunan infrastruktur irigasi lahan kering, bahan yang diperlukan adalah : Pasir kasar, Pasir halus, Batu split, Batu belah, Bata merah, Semen, Besi beton, kawat ikat, gentong dan terpal. Metode Kegiatan Neraca Air Untuk mengetahui waktu pemberian irigasi digunakan konsep neraca air melalui persamaan Thornthwaite dan Matter (1957), yaitu:

Win – Wout = DS

Page 18: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

18

Disesuaikan dengan ketersediaan data dan tujuan studi, komponen masukan atau input dalam perhitungan neraca air di wilayah studi adalah curah hujan (CH), komponen keluaran atau output adalah evaporasi potensial (ETP) dan surplus air (Li) yang akan digunakan untuk keperluan pertanian dan non pertanian. Sedangkan komponen perubahan simpanan air tanah adalah air yang tersedia di kawasan studi dalam bentuk cadangan air atau baseflow (DS). Dengan demikian bentuk persamaan neraca air yang digunakan adalah :

CH = ETP + DS + Li Perhitungan neraca air dilakukan

menggunakan sistem tatabuku (bookkeeping). Dalam sistem tatabuku ini untuk studi ini diterapkan beberapa komponen, antara lain curah hujan (CH), evapotranspirasi potensial (ETP), CH-ETP, akumulasi kehilangan air potensial (accumulated potential water loss, APWL), aliran dasar (base-flow), potensi ketersediaan debit air (Q-tersedia), dan surplus (Surplus). Evapotranspirasi Potensial Berdasarkan data iklim yang tersedia, maka evaporasi potensial dihitung dari data suhu menggunakan persamaan Thornwaite dan Mather :

dimana: EPi = evapotanspirasi potensial terkoreksi

pada bulan ke-i Ti = suhu rerata pada bulan ke-i I = indeks panas tahunan yang dihitung dengan rumus

ia

i

i fI

TEP

1016

12

1i

iiI

a = 0,000000675 I 3 – 0,0000771 I 2

+0,0179 I + 0,49 fi = faktor koreksi letak lintang bulan ke-I

(latitudinal adjustment)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Neraca Air Lokasi Pembangunan Embung Berdasarkan data curah hujan, laju evapotranspirasi, dan kemampuan tanah menahan air pada daerah perakaran sedalam 60 cm, disusun perhitungan neraca air di kecamatan Ponre. Dari perhitungan neraca air lahan tersebut dapat diketahui defisit dan surplus, bulan kemarau dan penentuan periode (masa) tanam tanaman pangan yang paing cocok. Pada Tabel 1 diperlihatkan neraca air bulanan di kecamatan Ponre Berdasarkan hasil analisis tanah serta identifikasi penggunaan lahan berupa tanaman sawit muda, diketahui tanah di lokasi penelitian didominasi oleh tekstur agak halus serta tanaman yang memiliki perakaran dalam sehingga nilai WHC rata-rata adalah sebesar 363 mm.Kondisi surplus ketersediaan air terjadi pada bulan Februari hingga Juli, dengan nilai bervariasi antara dari 19 hingga 174. Potensi tanam untuk tanaman pertanian terbaik ada masa periode surplus ini. Selama bulan Oktober hingga Desember, terjadi defisit ketersediaan air maksimum hanya 3mm. Pada periode inilah pemberian air untuk tanaman.

514,1

5

i

i

Ti

Page 19: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

19

Gambar 1. Ketersediaan Air Bulanan di Ke-camatan Ponre, Bone, Sulawesi Selatan

Tabel 1. Perhitungan Neraca Air Kecamatan Ponre, Bone, Sulawesi Selatan

Gambar 2. Surplus-Defisit di Kecamatan Ponre, Bone, Sulawesi Selatan

Page 20: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

20

Identifikasi Potensi Sumber Daya Air Potensi sumber daya air di lokasi kegiatan terdiri dari air permukaan yang berupa mata air. Air permukaan direpresentasikan oleh curah hujan, air yang tersimpan dalam cekungan alami maupun artifisial (embung), serta aliran sungai. Potensi air permukaan dari curah hujan dianalisis berdasarkan data pengamatan stasiun

hujan yang terdapat di lokasi penelitian. Potensi air pemukaan dari embung diidentifikasi berdasarkan volume cekungan. Sumber air dari sungai diidentifikasi berdasarkan pengukuran debit sesaat menggunakan current meter yang dilakukan pada saat musim kemarau. Keragaan pengukuran debit air disajikan pada Gambar 3 dan Tabel 2.

Tabel 2. Keragaan pengukuran debit mata air di Desa Mapesangka, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 3. Segmentasi pengukuran debit mata air Bakunge di di Desa Mapesangka, Ke-camatan Ponre, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan

Dengan menggunaan persamaan debit yang diperoleh pada masing-masing segmen maka diperoleh debit sesaat se-besar 11.8 lt/dt.

Desain Pengelolaan Sumber Daya Air Pengelolaan sumber daya air mencakup aspek eksploitasi, dan efektivitas distri-busi. Eksploitasi bertujuan untuk meman-

faatkan potensi sumber daya air dalam bentuk air permukaan dan air tanah. Efek-tivitas distribusi mencakup peningkatan nilai guna air yang terbatas untuk budi daya pertanian secara optimal. Desain irigasi pada lahan kering ditetapkan ber-dasarkan informasi jenis dan potensi sum-ber daya air, bentang lahan, panjang jalur

Page 21: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

21

distribusi saluran dan pilihan komoditas. Desain pengelolaan sumber daya air yang dilaksanakan difokuskan pada lahan ker-ing. Berdasakan hasil pengukuran keting-gian lapang dengan menggunakan Total

Station menunjukkan beda tinggi antara sumber air dan bak tampung di tengah ladang setinggi 40 meter, maka disusunlah desain irigasi lahan kering yang paling sesuai untuk lokasi kegiatan, (Gambar 4).

Gambar 4. Desain Irigasi Lahan Kering Kebun di di desa Desa Mapesangka, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan

Rencana lahan target irigasi terdiri dari tiga hamparan lahan yang masing-masing memiliki luas 27 ha untuk lahan kebun buah dan masing-masing 10 ha untuk lahan sawah. Tahap pertama pelak-sanaan pembangunan irigasi suplementer lahan kering difokuskan pada lahan seluas 27 Ha tanaman buah, sedangkan dua hamparan lahan padi akan dikembangkan setelah bak tampung di lokasi sawah telah dibangun.

Desain Eksploitasi Eksploitasi sumber daya air adalah upaya pengambilan dan pemanfaatan air untuk keperluan irigasi. Pilihan teknologi eksploi-tasi sumber air ditentukan oleh jenis dan karakteristik sumber air berupa air permu-kaan dan air tanah. Sumber air permukaan dapat berupa air yang mengalir dari sungai dan saluran irigasi, atau air yang tersim-

pan dalam suatu cekungan baik alami berupa danau, ataupun cekungan artifisial berupa embung dan waduk. Sarana dan prasarana yang diperlukan dalam eksploi-tasi sumber daya air permukaan adalah: bendung, pintu sadap, bak penampungan, rumah pompa, pompa. Berikut adalah keragaan pembangunan infrastruktur iri-gasi lahan kering di desa Desa Mapesangka, Kecamatan Ponre, Kabu-paten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan.

Page 22: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

22

Fungsi dan Manfaat Salah satu fungsi dibuatnya Bak Tampung guna pendistribusian Pengambilan dari Embung dengan luas (6 x 5 meter) dengan kedalaman 2.7 meter, kondisi Jarak Embung ke bak tampung 600 meter dengan Beda tinggi Embung terhadap Bak tampung 40 meter serta

Mata air 12 l/detik perlu menaikan air dari embung ke Bak tampung menggunakan mesin pompa listrik berjenis Vertical Turbine Pump (VTP) dengan kekuatan 17 KAV melalui Pipa utama diameter 2 inch sehingga sehingga bermanfaat untuk mengairi areal lahan kering tanaman tahunan seluas 27 Hektar.

Gambar 5. Lahan Target Irigasi di desa Desa Mapesangka, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 6. Pembangunan infrastruktur irigasi lahan Kering Kebun di Desa Mapesangka, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan.Keterangan : Ukuran bak tamping adalah 6 x 5 x 2.7 Meter

Page 23: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

23

Desain Distribusi Distribusi adalah upaya mengalirkan air dari sumber ke lahan pertanian dan mem-bagikan air untuk tanaman. Berdasarkan cara pengaliranya distribusi air irigasi da-pat dilakukan dengan saluran terbuka (open channel) dan saluran tertutup/jaringan pipa (pipe networking). Berdasar-kan cara pendistribusiannya dapat dilaku-kan dengan irigasi permukaan (surface irrigation), irigasi curah (sprinkler irrigation) dan irigasi tetes (drip irrigation). Desain distribusi irigasi dengan saluran terbuka terdiri dari saluran primer, skunder dan tersier. Desain distribusi irigasi dengan saluran tertutup terdiri dari jaringan pipa utama, jaringan penghubung dan keleng-kapan pendukung seperti konektor, re-

ducer, balve valve dan sebagainya.

Desain Teknik Penyiraman Teknik penyiraman merupakan satu rang-kaian dengan cara pendistribusian air dari jaringan irigasi ke tanaman. Agar aplikas-inya tepat sasaran dan efisien dalam penggunaan airnya, teknik penyiraman ditentukan berdasarkan kondisi lahan, jenis komoditas dan jarak tanam. Jenis teknik penyiraman yang akan diaplikasikan di lahan kebun Desa Mapesangka, Ke-camatan Ponre, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan adalah seperti terlihat pada gambar 8.

Gambar 7. Keragaan instalasi distribusi air irigasi lahan kering kebun dari embung menuju bak tamping sebelum didistribusikan kembali ke tanaman buah di Desa Mapesangka, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan

Page 24: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

24

KESIMPULAN

1. Pembangunan embung sebagai salah satu optimalisasi pengelolaan sumber daya air sebagai percontohan pendis-tribusian air ke lahan kering mendu-kung Inpres No. 1 Tahun 2018 telah dilaksanakan di Desa Mapesangka, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Periode defisiti air di lokasi kajian terjadi selama tiga bulan, yaitu okto-ber hingga Desember. Pemenuhan kebutuhan air untuk tanaman buah pada periode tersebut dilakukan me-lalui teknologi irgasi impact sprinkler dengan air yang berasal dari embung berkapasitas 81 m3 yang disuplesi dari mata air berdebit 11.8 lt/dt.

Gambar 8. Jenis teknik penyiraman yang akan diaplikasikan di lahan kebun Desa Mapesangka, Kecamatan Ponre, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan

DAFTAR PUSTAKA

Thornthwaite, C.W., and J.P. Matter. 1957. Instruction and tables for computing potensial evapotranspiration and te water balance. Drexel Institute of Climatology. New Jersey. 401p

Page 25: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

25

PETA KERENTANAN USAHATANI PANGAN DAN RISIKO IKLIM

Woro Estiningtyas, Erni Susanti, Elza Surmaini, Suciantini, Yayan Apriyana, Aris Pramudia, Yeli Sarfina dan Catur Nengsusmoyo

ABSTRAK

Sektor Pertanian merupakan salah satu sektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Dampaknya cukup signifikan terutama pada sub sektor tanaman pangan. Untuk men-getahui sejauh mana dampak perubahan iklim maka perlu dilakukan analisis tingkat keren-tanannya. Tulisan ini menyajikan hasil penelitian kerentanan usahatani pangan dan risiko iklim yang berupa Atlas yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang tingkat keren-tanan level kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Sulawesi. Masih ada beberapa kabupaten di Pulau Jawa yang berada pada tingkat kerentanan Ekstrim Tinggi, Sangat Tinggi dan Tinggi baik pada kondisi dengan risiko banjir maupun kekeringan. Kabupaten/kota dengan kondisi seperti ini yang perlu mendapat prioritas utama dalam program dan aksi adaptasi/mitigasi untuk menekan risiko iklim dengan cara meningkatkankapasitas adaptasi serta menurunkan sensitifitas dan keterpaparan terhadap perubahan iklim. Beberapa kabupaten/kota lainnya dengan tingkat kerentanan yang relatif rendah perlu dipertahankan agar tidak meningkat statusnya menjadi rentan.

PENDAHULUAN

Negara Indonesia termasuk salah satu negara yang rentan terhadap perubahan iklim. Sekitar 60% masyarakat Indonesia tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau yang berjumlah 17.000. Hal ini menjadi salah satu faktor tingginya tingkat keterpaparan terhadap perubahan iklim. Dampak perubahan iklim telah dirasakan hampir disemua sektor baik secara langsung maupun tidak langsung. Tidak terkecuali sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman pangan yang menerima dampak paling signifikan. Penurunan produksi akibat berkurangnya luas tanam akibat banjir, kekeringan dan serangan hama dan penyakit merupakan bagian yang tidak bisa dihindari ketika terjadi iklim ekstrim dan perubahan iklim. Salah satunya adalah hasil penelitian Handoko et al. (2008) yang menunjukkan bahwa kenaikan suhu sebesar 2oC akan

menyebabkan penurunan produksi gabah hingga 36,9%. Dampak lain yang dirasakan juga merambah ke aspek sosial ekonomi yang terkait dengan produksi dan konsumsi, serta ketersediaan air. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan dampak perubahan iklim adalah dengan beradaptasi tanpa harus mengabaikan mitigasi. Kebijakan dan strategi pembangunan pertanian menghadapi perubahan iklim antara lain menyebutkan bahwa aksi adaptasi sebagai upaya penyelamatan dan pengamanan pencapaian, pelestarian dan pemantapan kedaulatan pangan sebagai prioritas utama pembangunan pertanian, aksi mitigasi mendukung UU No.16/2014 dan Perpres 61/2011 tentang RAN GRK sebagai kewajiban (Paris Agreement) yang dilakukan melalui pengembangan pertanian ramah lingkungan (rendah karbon) serta aksi adaptasi dan mitigasi

Page 26: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

26

harus bersinergi untuk mendukung terca-panya swasembada menuju terwujudnya kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani. Selain itu dalam kebijakan mana-jemen operasional adaptasi dan mitigasi perubahan iklim salah satunya disebutkan adanya dukungan basis data dan sistim informasi yang valid dan terverifikasi. Dalam kerangka kerja untuk pemban-gunan rendah karbon dan tangguh iklim, salah satu yang perlu dilakukan adalah kajian tentang risiko dan kerentanan (Boer, 2015b). Kerentanan adalah derajat atau tingkat kemudahan suatu sistim terkena atau ketidakmampuannya menghadapi dampak buruk dari perubahan iklim (IPCC,2001). Farhangfar et al (2015) mendefinisikan sebagai kemampuan indi-vidu untuk merespon, pulih atau beradap-tasi dengan tekanan sebagai akibat dam-pak perubahan iklim. Menurut Boer (2015) kerentanan menunjukkan besarnya selang toleransi (coping range) sistem terhadap perubahan iklim. Selang toleransi yang semakin sempit menandakan bahwa se-makin rentan sistem tersebut terhadap dampak perubahan iklim. Lebar selang toleransi akan berubah seiring waktu dan sejalan dengan berubahnya faktor yang menentukan selang toleransi ini. Penelitian dan kajian kerentanan sudah dilakukan oleh beberapa lembaga atau instansi sesuai kebutuhan masing-masing seperti Badan Meteorologi, Klima-tologi dan Geofisika (BMKG) (Aldrian 2013), Badan Ketahanan Pangan dan World Food Programme (2013), Kemente-rian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) (Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim 2015), Balitbangtan (Estiningtyas et al, 2016). Peta kerentanan usahatani pangan dan risiko iklim Balibangtan men-yediakan data dan informasi tentang ting-kat kerentanan pada level kabupaten.

Pada tahun 2016 Peta sudah disusun untuk seluruh Pulau Jawa dan Sulawesi (Estiningtyas et al, 2016). Diharapkan peta kerentanan usahatani pangan dan risiko iklim ini dapat membantu para pengambil kebijakan dalam menentukan wilayah prioritas, penyusunan program serta aksi adaptasi perubahan iklim.

METODOLOGI Kerentanan merupakan fungsi dari sensiti-fitas, keterpaparan dan kapasitas adap-tasi. Dalam analisis kerentanan ketiga indikator tersebut dikombinasikan untuk proses pembobotan. Sensitifitas dan keter-paparan disimbolkan IKS dan kapasitas adaptasi disimbolkan IKA. Metode pem-bobotan dan kuadran digunakan dalam analisis kerentanan ini. Pembobotan dila-kukan oleh para pakar (expert judgement).

Peta kerentanan usahatani pan-gan dan risiko iklim disusun dengan meng-kombinasikan dua peta yaitu Peta Keren-tanan Usahatani Pangan dan Peta tren Banjir dan Kekeringan. Untuk menyusun Peta Kerentanan Usahatani Pangan digunakan data yang meliputi data sum-berdaya lahan (kesuburan tanah), sumber-daya air, iklim serta data sosial ekonomi. Dari analisis ini diperoleh 5 kelas keren-tanan, yaitu : Sangat rendah, rendah, se-dang, tinggi dan sangat tinggi. Sementara itu peta risiko iklim disusun berdasarkan data luas sawah yang terkena banjir atau kekeringan periode 1989-2015 dari Direk-torat Perlindungan Tanaman. Peta tren banjir dan kekeringan menghasilkan 3 kelas yaitu : Naik, tetap dan turun. Setelah kedua peta tersebut dikombinasikan diha-silkan 7 kelas kerentanan, yaitu : ekstrim rendah, sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi dan ekstrim Tinggi. Diagram alir tahapan penyusunan Peta disajikan dalam Gambar 1.

Page 27: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

27

Gambar 1. Diagram alir tahapan analisis dan penyusunan Peta Peta Kerentanan Usahatani Pangan dan Risiko Iklim (Sumber : modifikasi dari Estiningtyas et al, 2016)

HASIL DAN PEMBAHASAN Peta Kerentanan Usahatani Pangan dan Risiko Iklim Pulau Jawa dan Sulawesi berisi antara lain Pendahuluan, Keren-tanan yang meliputi definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan, bahan dan metode serta hasil pemba-hasan yang berisi penjelasan singkat ten-tang peta kerentanan usahatani pangan dan risiko iklim serta rekomendasi untuk setiap kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Sulawesi.

Salah satu contoh peta kerentanan usahatani pangan dan risiko iklim yang disajikan dalam Buletin ini adalah untuk level Pulau Jawa dengan risiko banjir dan kekeringan. Sebagai contoh untuk Pulau Jawa,berdasarkan hasil identifikasi tingkat kerentanan dari 119 kabupaten/kota dise-luruh Pulau Jawa,masih ada sekitar 24 kabupaten yang memiliki tingkat keren-tanan ―sangat tinggi‖ yang tersebar di

Provinsi Jawa Barat 7 Kabupaten, Jawa Tengah 7 Kabupaten,Jawa Timur 6 Kabu-paten dan Banten 4 Kabupaten. Sebagian besar kabupaten/Kota di Pulau Jawa ter-masuk dalam tingkat kerentanan ―sedang‖. Setelah dikombinasikan dengan peta tren banjir diperoleh sebaran bahwa ada 7 kabupaten dengan tingkat kerentanan ―ekstrim tinggi‖ yaitu Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang, Grobogan, Situbondo dan Sampang. Ada 17 kabupaten dengan kerentanan ―sangat tinggi‖ yaitu Cianjur, Garut, Cirebon, Indramayu, Subang, Kara-wang, Bandung Barat, Rembang, Pati, Demak, Pemalang, Tegal, Brebes, Ma-lang, Lumajang,Jemberdan Bangkalan. Untuk 8 kabupaten dengan tingkat keren-taan ―tinggi‖ yaitu Kepulauan Seribu, Kota Serang, Boyolali, Semarang, Kota Peka-longan, Pasuruan, Mojokerto dan Bojone-goro. Kabupaten/kota yang termasuk dalam tingkat kerentanan inilah yang perlu

Page 28: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

28

diwaspadai dan menjadi prioritas penanganan dan aksi adaptasi terutama

terkait kejadian banjir (Gambar 2).

Gambar 2. Peta Kerentanan Usahatani Pangan dan Risiko Banjir level Kabupaten/Kota di Pulau Jawa

Kerentanan usahatani pangan dan risiko kekeringan di Pulau Jawa menghasilkan sebaran 1 kabupaten dengan tingkat kerentanan ―ekstrim tinggi‖ yaitu Kabupaten Lebak. Untuk tingkat kerentanan ―sangat tinggi‖ ada 23 kabupaten yaitu Kabupaten Cianjur, Garut, Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang, Bandung Barat, Pandeglang, Tangerang, Serang, Grobogan, Rembang, Pati, Demak, Pemalang, Tegal, Brebes, Malang, Lumajang, Jember, Situbondo, Bangkalan dan Sampang. Sementara tingkat kerentanan ―tinggi‖ terdapat di 8 kabupaten, yaitu Kabupaten Kepulauan Seribu, Kota Serang, Wonosobo, Semarang, Temanggung, Kota Pekalongan, Bojonegoro dan Tuban.

Terkait dengan kejadian kekeringan, Kabupaten/kota ini perlu mendapat perhatian dan prioritas utama (Gambar 3). Selanjutnya dilakukan identifikasi pada setiap kabupaten/kota untuk mengetahui faktor determinan yang berkontribusi paling besar terhadap tingkat kerentanan. Sebagai contoh (Tabel 1) di Kabupaten Cianjur dengan tingkat kerentanan ―sangat tinggi‖ faktor determinan dari tingkat sensitifitas dan keterpaparan (IKS) adalah IKS 5 yaitu presentase penduduk miskin, sedangkan dari kapasitas adaptasi (IKA) yaitu IKA 3 rasio jumlah penyuluh per luas sawah. Artinya bahwa di Kabupaten Cianjur jumlah penduduk miskin yang masih cukup tinggi menyebabkan tingkat

Page 29: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

29

sensitifitas dan keterpaparan terhadap perubahan iklim sangat tinggi, di sisi lain kapasitas adaptasinya masih rendah akibat jumlah penyuluh yang masih sedikit dibandingkan dengan luas sawahnya sehingga informasi dan teknologi yang seharusnya bisa diaplikasikan oleh petani untuk peningkatan produksi dan lain-lain menjadi sangat terbatas. Berdasarkan faktor determinan tersebut diusulkan suatu rekomendasi adaptasi untuk meminimalkan risiko. Rekomendasi yang diusulkan untuk Kabupaten Cianjur terkait jumlah penduduk miskin yang masih tinggi adalah : pemberdayaan masyarakat, bantuan social/langsung tunai (BLT secara selektif khusus kepada petani miskin/gurem pangan), penciptaan lapangan pekerjaan dan pengembangan infrastruktur. Sementara itu, terkait dengan jumlah penyuluh per luas sawah yang masih rendah, rekomendasi yang diusulkan meliputi memperbaiki kelembagaan penyuluh, mengangkat penyuluh baru, pembinaan, advokasi dan pengawasan serta peningkatan

kesejahteraan dalam rangka peningkatan etos kerja penyuluh. Rekomendasi ini masih berpeluang untuk dikembangkan sesuai dengan kondisi dan sumberdaya yang ada di setiap kabupaten. Respon Kementerian Pertanian terhadap perubahan iklim dinyatakan melalui muculnya berbagai jenis teknologi dalam rangka adaptasi terhadap perubahan iklim. Asuransi pertanian juga diaplikasikan sebagai salah satu bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim. Model asuransi ini perlu terus dikembangkan dan disesuaikan dengan sumberdaya dan kapasitas di daerah. Asuransi indeks iklim dapat menjadi tambahan pilihan dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim (Estiningtyas et al, 2015a). Berdasarkan hasil survei dan respon petani memperlihatkan bahwa Asuransi Indeks Iklim berpotensi untuk dikembangkan (Estiningtyas et al, 2015b). Dukungan Pemerintah Daerah baik dalam hal kelembagaan, aturan/regulasi dan dana sangat dibutuhkan demi terealisasinya program dan aksi adaptasi.

Gambar 3. Peta Kerentanan Usahatani Pangan dan Risiko Kekeringan level Kabupaten/Kota di Pulau Jawa

Page 30: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

30

Tabel 1. Contoh rekomendasi teknologi adaptasi berdasarkan tingkat kerentanan usahatani pangan dan risiko iklim di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur, Jawa Barat

KESIMPULAN Peta kerentanan usahatani pangan dan risiko iklim Pulau Jawa memberikan data dan infor-masi tentang sebaran tingkat kerentanan kabu-paten/kota di seluruh pulau Jawa dalam 7 katagori, yaitu ekstrim rendah, sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi dan ek-strim tinggi dalam upaya untuk mendukung

adaptasi terhadap perubahan iklim. Masih ada beberapa kabupaten/kota di Pulau Jawa yang masih berada pada tingkat kerentanan mulai dari tinggi hingga ekstrim tinggi terkait dengan risiko banjir dan kekerin-gan. Wilayah ini yang perlu mendapat per-hatian dan prioritas dalam program dan aksi adaptasi

Page 31: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

31

DAFTAR PUSTAKA Aldrian, E. 2013. Guideline peta kerentanan perubahan iklim pada sektor pertanian. Bahan

presentasi pada Workshop Nasional Capacity Development for Climate Change. Vulnerability Assessment in Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Jakarta 29 April 2013.

Badan Ketahanan Pangan dan World Food Programme. 2013. Peta Ketahanan dan Keren-tanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas-FSVA) Nasional 2013. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dan World Food Programme.

Boer, R., Perdinan, A. Faqih, S. Amanah dan A. Rakhman. 2015a. Kerentanan dan Pengel-olaan Risiko Iklim Pada Sektor Pertanian, Sumberdaya Air dan Sumber Kehidupan Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Kementerian Lingkungan Hidup dan Ke-hutanan.

Boer, R. 2015b. Kerentanan Sektor Pertanian Terhadap Perubahan Iklim. Bahan tayang dalam FGD Kerentanan, Bogor 24 April 2016.

Direktorat Adapatasi Perubahan Iklim. 2015. SIDIK Sistem Informasi Data Indeks Keren-tanan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta. 100p.

Estiningtyas, W, E. Surmaini dan E. Susanti. 2016. Kerentanan sub-Sektor Tanaman Pan-gan Terhadap Perubahan Iklim. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 10 No 2 Desember 2016:85-96. ISSN 1907-0799

Estiningtyas, W., H. Syahbuddin, Sumaryanto, A. Mulyani, D. Setyorini, B. Kartiwa, A. Rakhman, E. Susanti, E. Surmaini, Suciantini, Y. Apriyana, A. Pramudia, Y. Sarvina, H. Kurniawan, A.A. Nugroho, R. P. Samudera, dan A. S. Hutami. 2016. Analisis dan Pemetaan Tingkat Kerentanan Pangan Terhadap Anomali Iklim (El-Nino, La-Nina). Laporan akhir. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Estiningtyas, W. 2015a. Asuransi Pertanian Berbasis Indeks Iklim : Opsi Pemberdayaan dan Perlindungan Petani Terhadap Risiko Iklim. Jurnal Sumberdaya Lahan Volume 9 Nomor 1, Juli 2015. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya La-han Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Per-tanian.

Estiningtyas, W., dan A. Hamdani. 2015b. Respon Perilaku Usahatani Padi Terhadap Risiko Iklim Esktrem dan Serangan OPT. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Volume 16, Nomor 1-2015. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.

Farhangfar, Sarvenaz, M. Bannayan, H. R. Khazaei, M. M. Baygi. 2015. Vulnerability as-sessment of wheat and maize production affected by drought and climate change. International Journal of Disaster Risk Reduction. 13, 37-51.

Handoko, Y. Sugiarto, dan Y. Syaukat. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis : Telaah Kebijakan Independen Dalam Bidang Perdagangan dan Pembangunan. SEAMEO BIOTROP dan Partnership for Goverment Reform in Indo-nesia.

Page 32: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

32

PENAKAR CURAH HUJAN BERBASIS TEKANAN

Adang Hamdani

ABSTRAK

Aplikasi teknologi mutakhir yang sudah berkembang pesat di berbagai disiplin ilmu seperti di bidang elektronik yang sangat dibutuhkan di bidang pertanian. Salah satunya adalah perangkat keras penakar curah hujan yang dilengkapi dengan teknologi sensor mutakhir sebagai dasar dalam perencanaan pertanian. Teknologi sensor diarahkan untuk mendukung manajemen sumber daya iklim dan air melalui pendekatan presisi yaitu perakitan sistem sensor curah hujan yang terintegrasi dengan data logger yang telah dikembangkan Balitklimat. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi sederhana untuk mengukur curah hujan berbasis tekanan. Metode digunakan adalah tekanan yang dihasilkan dari tumbukan antara butir hujan terhadap luas tangkapan hujan yang kemudian dikonversi menjadi voltase untuk menentukan berat air hujan dengan asumsi massa jenis air hujan adalah 1. Sensor curah hujan dibagi menjadi dua bagian yaitu perangkat keras dan perangkat lunak yang berfungsi sebagai Brain atau prosessing unit. Dengan melakukan analisis regresi antara voltase yang tercatat karena adanya tekanan dari air dengan jumlah curah hujan maka diperoleh fungsi matematika y = 0.2902x - 0.3913, dengan nilai R² = 0.9997, dimana x adalah voltase yang tercatat karena adanya dalam satuan detik dan Y adalah jumlah curah hujan dalam satuan volt dan Y adalah jumlah curah hujan dalam mm.

Kata kunci : penakar curah hujan, tekanan, perangkat keras, perangkat lunak

ABSTRACT

Applications of cutting-edge technology that has grown rapidly in various disciplines such as in the field of electronics that are needed in agriculture. One of them is rainfall gauge hardware equipped with the latest sensor technology as a basis in agricultural planning. Sensor technology is directed to support climate and water resources management through a precision approach that is assembling an integrated rainfall sensor system with a data logger developed by Balitklimat. This research aims to (1) Create prototype optical rain sensor, and (2) Develop simple technology to measure pressure-based rainfall. The method used is the pressure generated from the collision between the raindrops to the catchment area which is then converted to a voltage to determine the weight of the rainwater by assuming the rainwater type mass is 1. The rainfall sensor is divided into two parts: hardware and software that functions as Brain or prosessing unit. By performing regression analysis between the recorded voltages due to the pressure of the water by the amount of rainfall the mathematical function is obtained y = 0.2902x - 0.3913, with the value R² = 0.9997, where x is the recorded voltage due to in seconds and Y is the amount of bulk rain in units of volts and Y is the amount of rainfall in mm.

Keywords: rainfall gauge, pressure, hardware, software

Page 33: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

33

PENDAHULUAN

Latar Belakang Program peningkatan produksi di bidang pertanian perlu didukung oleh inovasi teknologi dan strategi yang adaptif dengan memanfaatkan sumberdaya iklim dan air secara optimal. Aplikasi teknologi mutakhir yang sudah berkembang pesat di berbagai disiplin ilmu seperti di bidang elektronik yang sangat dibutuhkan di bidang pertanian. Salah satunya adalah perang-kat keras penakar curah hujan yang dilengkapi dengan teknologi sensor mu-takhir sebagai dasar dalam perencanaan pertanian. Teknologi sensor diarahkan untuk mendukung manajemen sumber daya iklim dan air melalui pendekatan presisi yaitu perakitan sistem sensor curah hujan yang terintegrasi dengan data logger yang telah dikembangkan Balitklimat.

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk (1)Membuat prototipe sensor curah hujan optik, dan (2) Mengembangkan teknologi sederhana untuk mengukur curah hujan berbasis tekanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Perancangan Alat Perancangan alat penakar curah hujan terdiri dari 2 bagian yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Pada bagian perangkat keras dijabarkan komponen-komponen apa saja yang digunakanpada perancangan alat penakar curah hujan, dan pada bagian perangkat lunak dijabarkan isi dan bentuk program yang digunakan pada perancangan alat penakar curah hujan.

Alat penakar curah hujan ini dibuat dari lempengan akrilik berdiameter 22 cm dimana sensornya dirancang secara sen-sitif dan diletakkan tepat pada titik pusat lempengan yang memberikan berat mer-

ata ke segala arah. Pada Gambar 1 disaji-kan komponen bagian dari sensor curah hujan berbasis tekanan. Air hujan yang jatuh akan memukul lempeng tersebut sehingga pada berat tertentu akan mene-kan LOADCELL yang kemudian akan membangkitkan tegangan yang di dalam mikrokontroler akan diterjemahkan men-jadi millimeter hujan. Cashing dibuat selain bertujuan untuk memberikat tumpuan terhadap lempeng akriklik dan sensor tekanan juga berfungsi sebagai pelindung dan juga sebagai rumah dari rangkaian mikrokontroler.

Sensor curah hujan dibagi menjadi dua bagian yaitu perangkat keras dan perangkat lunak. Secara perangkat keras sensor curah hujan terdiri dari penakar curah hujan dan sensor pendeteksi air yang berfungsisebagai sensor penakar curah hujan, sebuah LOADCELL dan yang berfungsi sebagai sensor un-tuk menentukan junlah curah hujan, selan-jutnya Mikrokontroler ATMega 8535 yang berfungsi sebagai Brain atau prosessing unit. Kemudian LCD sebagai media penampil alat. Untuk mengisi program pada prosessing unit digunakancompiler yang bernama CodeVision, C Languange. Sub-systemdari sensor curah hujan ini adalah sistem minimum yang diperlukan oleh mikrokontroler untuk dapat bekerja, hal ini sangat penting karena jika sistem ini tidak terpasang maka keseluruhan sistem tidak dapat bekerja. Adapun komponen sub system ini berupa IC mikrokontroler ATmega8535, relay, switch, lampu Load-cell dan sensor pendeteksi air.

Page 34: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

34

Sistem kerja alat dirancang berdasarkan blok diagram yang ditunjukkan oleh Gambar 2. Secara umum dapat dijelaskan ketika sample diletakkan, LOADCELL akan ON dan sensor akan menerima tekanan dari air hujan dalam bentuk voltase yang dibangkitkan, besar kecil nilai yang diterima oleh LOADCELL akan menentukan jumlah air hujan. Nilai voltase tersebut akan ditanamkan didalam mikrokontroler. Sedangkan untuk hasil keluaran akanditampilkan pada Liquid Cristal Display

Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Bagian alat penakar curah hujan terdiri dari 2 bagian yaitu perangkat keras dan-perangkat lunak. Pada bagian perangkat

keras dijabarkan komponen-komponen apa saja yang digunakan pada perancan-gan alat penakar curah hujan, dan pada bagian perangkat lunak dijabarkan isi dan-bentuk dari program yang digunakan pada perancangan alat penakar curah hu-jan.Dalam pembuatan alat penakar curah hujan digunakan beberapa komponen yang terdiridari Catu Daya, Mikrokontroler, LCD, LOADCELL, IC 1402. Catu daya digunakan sebagai sumber energi untuk menghidupkan alat penakar curah hujan, catu daya yang digunakan pada alat ini adalah catu daya yang telah banyak dijual di pasaran yaitu dengan menggunakan aki kering 12 volt, 7.2 Amphere sebanyak 2 buah.

Gambar 1. Komponen bagian dari penakar curah hujan berbasis tekanan

Gambar 2. Blok Diagram

Page 35: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

35

Sebagai otak dari alat penakar curah hujan maka digunakan mikrokontroler, yang digunakan pada alat ini adalah mikrokontroler ATMega 1337 yang memiliki ADC dibanding mikrokon-troler lainnya. Sebagai penampil hasil keluaran dari mikrokontroler ini adalah LCD, LCD yang digunakan adalah LCD tipe M163 yang memiliki karakteristik 16 kolom dan 2 baris. Untuk sensor dari alat ini digunakan sensor air sebagai pende-teksi air hujan, dan digunakan LOADCELL dan sebagai pendeteksi jumlah air hujan.

Cara Pengoperasian Alat Alat pendeteksi air adalah instrumen yang digunakan untuk mendapatkan dan men-gukur jumlah curah hujan pada satuan waktu tertentu. Alat ini mengukur tinggi hujan seolah-olah air hujan yang jatuh ke tanah menumpuk ke atas merupakan ko-lom air. Air yang tertampung volumenya dibagi dengan luas penampang lempeng akrilik, hasilnya adalah berat air, satuan yang dipakai adalah milimeter (mg).

Sensor yang digunakan sebagai pengukur curah hujan adalah sensor te-kanan yang mengukur jumlah air hujan yang dilewatkan terhadap sensor. Pada penelitian ini, sensor tekanan hanya digunakan satu penampung air yang dile-takkan di bawah lempeng akrilik. Tekanan

akan dibangkitkan vertical dan sejajar terhadap air hujan yang ditangkap oleh lempeng akrilik. Dalam keadaan normal LOADCELL tidak akan membangkitkan tegangan. Apabila ada air hujan yang jatuh dan tertangkap lempeng akrilik maka re-ceiver akan menangkap sinyal voltase yang terputus-putus (terbuka dan tertutup). Status terbuka dan tertutupnya sinyal me-rupakan keluaran dari alat ini. Sensor tekanan bekerja dengan cara menghitung voltase per satuan waktu yang ditentukan dari banyaknya air yang tertangkap oleh lempeng akrilik. Sehingga dari voltase-voltase tersebut dapat diketahui besarnya curah hujan persatuan luas persatuan waktu. Untuk dapat mengoperasikannya, alat ini dilengkapi dengan tombol input switch lima pin seperti yang terlihat pada Gambar 3, dimana posisi ON pada setiap pin menunjuk menunjukan nilai 1 (YA), sedangkan posisi OFF menujukkan nilai 0 (TIDAK). Dengan lima buah pin maka jumlah maksimum perintah yang dapat dijalankan oleh alat ini adalah sejumlah dua pangkat lima atau sebanyak 32 jenis perintah pemrograman. Pada penelitian ini jumlah perintah yang telah diprogram dalam mikrokontroler meliputi 14 jenis perintah, seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Switch input untuk melakukan perintah pada alat

Page 36: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

36

Pada saat pertama kali dijalankan posisi switch harus berada pada konfigu-rasi 00000 atau secara desimal bernilai 1. Pada posisi ini tulisan WELCOME muncul menandakan alat pendeteksi hujan mem-peroleh tenaga dari catu daya. Langkah selanjutnya adalah menyeting tanggal mesin disesuaikan dengan tanggal saat ini. Konfigurasi switch yang digunakan untuk menyamakan tanggal adalah pada posisi 10010 atau bernilai 18. Format tang-gal yang digunakan pada alat berbetuk DDMMY. Agar kejadian hujan tercatat rapi maka waktu pada alat harus disamakan dengan waktu saat ini. Konfigurasi yang digunaka untuk menset waktu adalah pada posisi 10001 atau bernilai 17 pada bilan-gan decimal. Agar pencatatan data dapat dila-kukan sesuai dengan harapan, maka pada alat penakar curah hujan harus selalu dilakukan pengetesan dan kalibrasi. Main Program Test. Ada enam perintah yang dapat digunakan untuk melakukan pen-getesan alat, yaitu (1) run main program test, digunakan untuk pengecekan alat agar dapat digunakan secara otomatis mendeteksi air hujan dan mencatat ke-jadiannya pada memori; (2) potentiometer, relay off test, dilakukan untuk mengecek berfungsinya catudaya, dan keran air pada keadaan keran air tertutup; (3) rain check, infrared test digunakan untuk mengecek koneksi sensor air hujan dan infrared pada alat; (4) potentiometer, ldr, relay on test, dilakukan untuk mengecek berfungsinya catudaya, dan keran air pada keadaan keran air terbuka; (5) communication test dilakukan untuk mengecek berfungsinya sensor hujan yang mencatat kejadian hujan pada alat dan (6) reset communica-tion test mengembalikan menghentikan pengetesan sensor hujan yang mencatat kejadian hujan pada alat. Pada Tabel 1 disajikan konfigurasi input switch untuk menjalankan alat pendeteksi curah hujan.

Tabel 1. Konfigurasi Input Switch untuk menjalankan alat pendeteksi curah hujan

Untuk dapat meng-install alat di

lapangan, maka pencatatan air hujan ha-rus dapat dilakukan secara otomatis, Mode ini dapat dilakukan dengan menset alat kedalam program otomatis dengan menggunakan mode MAIN PROGRAM pada switch alat. MAIN PROGRAM men-catat tanggal hujan dan jam terjadinya hujan secara otomatis selama alat ter-hubung dengan catu daya. Frekuensi pen-catatan hujan dapat dipilih sesuai kebutu-han dengan menggunakan mode Set Sampling pada switch, yang ditetapkan pada posisi 11010 atau 27 pada bilangan desimal. Jika tidak ada pengesetan waktu sampling maka secara default alat pende-teksi hujan akan mengeset penyamplingan data setiap menitan, dimana setiap selang setengah menit alat akan mengirimkan data untuk disimpan pada kartu memori.

Page 37: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

37

Fungsi Jumlah Air Hujan Untuk dapat mengetahui jumlah curah hujan yang ditangkap oleh per satuan waktu, maka jumlah air hujan per satuan waktu perlu dijabarkan terlebih dahulu, agar data hujan yang dapat tersimpan ke dalam memori sudah dapat dalam satuan millimeter. Dari hasil pengujian alat seban-yak 18 sampel curah hujan diperoleh data curah hujan yang dijabar dalam bentuk gram, dimana setiap 1 gram curah hujan identik dengan 1 mm air. Untuk menghabiskan curah hujan yang ditang-kap dalam balok kolektor dibutuhkan waktu yang jumlahnya tergantung dari banyak jumlah air yang ditampung dalam balok kolektor.

Hingga tahap alat ini berhasil dicip-takan, maka jumlah curah hujan yang diukur hanya dapat dilakukan dengan menghitung durasi alat bekerja dari mulai awal hujan hingga habisnya jumlah air yang ditampung di dalam balok kolektor. Oleh karena itu hal yang paling penting untuk mengetahui jumlah curah hujan pada alat ini adalah durasi waktu pencata-tan yang kemudian dijabarkan dalam fungsi matematika yang dapat mengkon-versi durasi curah hujan menjadi jumlah curah hujan. Pada Tabel 2 disajikan hasil pengetesan alat sebanyak 18 kali perco-baan dengan jumlah air yang berbeda-beda.

Tabel 2. Hasil pengukuran antara durasi pencatatan hujan dengan jumlah curah hujan

Page 38: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

38

Dengan melakukan analisis re-gresi antara voltase yang tercatat karena adanya tekanan dari air dengan jumlah curah hujan maka diperoleh fungsi mate-matika y = 0.2902x - 0.3913, dengan nilai R² = 0.9997, dimana x adalah voltase yang tercatat karena adanya dalam satuan detik dan Y adalah jumlah curah hujan dalam satuan volt dan Y adalah jumlah

curah hujan dalam mm. Dengan memasu-kan fungsi matematika ke dalam system maka setiap ada kejadian hujan, maka alat ini secara otomatis akan menyimpan hasil-nya kedalam memori sudah dalam bentuk millimeter. Pada Gambar 4 disajikan grafik hubungan antara durasi pencatatan dan besarnya curah hujan.

Gambar 4. Grafik hubungan antara duras i pencatatan dan besarnya curah hujan (mm/detik)

DAFTAR PUSTAKA

Amien, I. 1997. Karakterisasi dan Analisis Zone Agroekologi. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor

Battisti, D.S., Vimont, D.j., Naylor, R. Falcon, W., Burke, M. 2006. Downscaling Indonesian Precipitation: Present and future Climate Scenario. Paper presenting in rountable discussion on coping with Climate Variability and Change in Food Production. Bogor. November 2006.

Campbell, G.S. 1974. A simple method for determining unsaturated conductivity from moisture retention data. Soil Science, 117: 311-314.

Doorenbos, J. and Pruitt, W.O. Buletin FAO d’Irrigation et de Drainage (FAO), no. 24. Rome. Italy

Giannini, A. 2006. Seasonality in the predictability of Indonesian monsoonal climate. Paper presented at International Workshop on Use of Ocean Observations to Enhance Sustainable Development - Training and Capacity Building Workshop for the Eastern Indian Ocean, Bali, 7-9 June 2006.

Guslim,2007. Agroklimatologi,USU Press,Medan. Porter JR, and Semenov MA. 2005. Crop responses to climatic variation. Phil. Trans. R.

Soc. B 360, 2021-2035. (doi:10.1098/rstb.2005.1752) Runtunuwu E, dan H. Syahbuddin. 2007. Perubahan Pola Curah Hujan danDampaknya

Terhadap Potensi Periode Masa Tanam. Jurnal Tanah danIklim N0 26: 1-12. ISSN 1410-7244.

chitosan thermosensitive hydrogel as a delivery system. Carbohydrate Polymers, 73(2), 265-273. doi: 10.1016/j.carbpol.2007.11.026

Page 39: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

39

PEDOMAN BAGI PENULIS BULETIN BALITKLIMAT

Naskah hasil penelitian primer ditulis dalam bahasa indonesia atau inggeris dengan urutan pembagian bab sebagai berikut:

JUDUL & NAMA PENULIS ditulis dengan huruf besar pada awal setiap kata dan disertai catatan kaki yang ditulis lengkap (tidak disingkat) tentang profesi/jabatan dan nama instansi tempat penulis bekerja. Judul hendaknya singkat (tidak lebih dari 14 kata) dan mampu menggambarkan isi pokok tulisan. Contoh: Prospek dan Kendala Dam Parit di Lahan Kering.

ABSTRAK ditulis dalam bahasa indonesia, sebanyak-banyaknya 150 kata yang dituangkan pada satu alinea dengan susunan: judul, nama(-nama) penulis, dan ringkasan isi. ABSTRAK merupakan inti seluruh tulisan dan harus mampu memberikan uraian yang tepat, jelas tapi singkat tentang latar belakang, tujuan yang ingin dicapai, metodologi yang digunakan dalam pencapaian tujuan, hasil penelitian yang terpenting, dan kesimpulan (apabila memungkinkan). Contoh: ABSTRAK <Judul> <Nama[-nama] penulis> <Abstrak isi>.

KATA KUNCI terdiri dari beberapa kata atau gugus kata yang menggambarkan isi naskah. Demi keseragaman format dan kemudahan dalam pen-database-an, dianjurkan untuk diawali dengan <nama komoditas> (apabila jenis komoditasnya tidak terlalu banyak). Contoh: Kedelai, Neraca air, Indeks Palmer.

ABSTRACT & KEY WORDS ditulis dengan bahasa inggeris dengan ketentuan seperti pada ABSTRAK & KATA KUNCI. Pada naskah berbahasa inggeris, bab ini mendahului ABSTRAK & KATA KUNCI. PENDAHULUAN (nama bab tidak ditulis), mencakup latar belakang masalah, alasan pentingnya penelitian itu dilakukan, temuan terdahulu yang akan disanggah atau dikembangkan (termasuk didalamnya telusuran pustaka terkait), pendekatan umum, dan tujuan penelitian. Nama jasad hidup yang menjadi topik penelitian harus disertai nama ilmiahnya.

Contoh: Kedelai (Glyncine max L. [Merrill]).

BAHAN & METODE berisi penjelasan ringkas tentang waktu dan tempat penelitian, bahan dan teknik yang digunakan, rancangan percobaan, dan analisis data. Teknik yang dirujuk tidak perlu diuraikan (kecuali apabila dimodifikasi), tetapi cukup disebut nama sumbernya dan tahun atau metodenya.nama piranti lunak komputer yang digunakan untuk menganalisis data seyogyanya disebutkan.

HASIL & PEMBAHASAN merupakan kupasan penulis tentang hasil, menerangkan arti hasil penelitian, persamaan dan perbedaan hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu (baik dari dalam maupun luar negeri), peran hasil penelitian terhadap pemecahan masalah yang disebutkan di bab pendahuluan, hubungan antara parameter yang satu dengan yang lain, dan kemungkinan pengembangannya.

KESIMPULAN (apabila memungkinan) hasil kongkrit atau keputusan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan serta saran-saran. Informasi yang bersifat faktual (e.g., umur tanaman, dll.) bukanlah kesimpulan, sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam bab kesimpulan.

Page 40: Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 ...balitklimat.litbang.pertanian.go.id/wp-content/... · Buletin ini memuat makalah hasil penelitian primer ataupun review

Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol 15 2018 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

40

UCAPAN TERIMA KASIH (apabila dianggap perlu), berisi penghargaan singkat kepada pihak-pihak yang telah berjasa selama penelitian (3-5 kalimat ringkas).

PUSTAKA disusun menurut abjad dan diberi nomor urut. Secara umum, setiap pustaka hendaknya terdiri atas nama penulis, tahun, judul, halaman, dan penerbit. Pustaka seyogyanya dipilih yang masih mempunyai kaitan dengan topik penelitian dan ditulis sebagai berikut: Untuk Artikel di dalam buku: Nama(-nama) penulis, tahun penerbitan, judul artikel, halaman, nama penyunting, judul publikasi atau buku, nama dan tempat penerbit. Contoh:

Ginting, Z., K. Romimohtarto, S. Hadi , dan S. Saimima. 2004 Prediksi perkembangan iklim di Indonesia Tahun 2004, hal. 135-185. Dalam H. Djojodihardjo et al. (red.). Strategi Antisipasi Dampak Perubahan Iklim, Bogor, 21-23 Maret 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor.

Untuk Terbitan Berkala: Nama(-nama) penulis, tahun penerbitan, judul artikel, nama terbitan (disingkat, apabila dianjurkan), volume dan nomor, dan nomor halaman. Contoh:

Yates, A. W., Jr., J. R. Boyle, and D. R. Duran. 2004. Improving water use efficiency in the rainfed farming systems. J. Agric. Science. 72(4): 519-522.

Untuk buku: Nama(-nama) penulis, tahun penerbitan, judul buku, edisi dan tahun revisi, nama dan tempat penerbit, dan jumlah halaman. Contoh:

Su, J. 2004. Forecasting and time series analysis, vol I. Edwards, Ann Arbor, Michigan, 345pp.

PERSIAPAN TULISAN. Persiapan Tulisan. Naskah diketik dua spasi pada kertas ukuran A4 , satu muka, tipe huruf baku ukuran 12 cpi dan tidak lebih dari 15 halaman (termasuk tabel, gambar, dan pustaka). Badan naskah dicetak dengan ketentuan batas pinggir kertas 3cm atas, bawah, dan kanan, dan 4 cm dari kiri.

Tabel ‘masuk’ ke dalam teks, tidak dikumpulkan di bagian akhir makalah sebagaimana halnya lampiran. Judul tabel terletak di atas tabel yang bersangkutan dan hendaknya berupa satu kalimat yang singkat dan jelas (termasuk keterangan tempat dan waktu). Judul gambar terletak di bawah gambar yang bersangkutan Angka desimal ditandai dengan koma (bahasa Indonesia) atau titik (bahasa Inggeris). Besaran ditulis menurut Standar Internasional, bukan besaran lokal (e.g., kuintal, are) dan mengikuti kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (misalnya: g, l, kg, bukan gr. Ltr, atau Kg). Catatan kaki pada tabel ditandai dengan huruf atau angkadengan posisi agak naik (superscript). Gambar & Grafis hendaknya dibuat dengan piranti lunak komputer berikut ini: Microsoft Excel dan Corel Draw. Foto hendaknya kontras, tajam, dan jelas.

Penyerahan File Penulis yang makalahnya akan segera diterbitkan agar

menyerahkan file teks dan gambar (format seperti tertera sebelumnya) file

diserahkan ke bagian Jasa Penelitian Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi jl.

Tentara Pelajar No. 1 A Cimanggu Bogor 16111.