-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 42
cleaningequipment, material transportation system, pulverized
coal injectionsystem, sertamaterialbalance yang dapat mengukur
kebutuhan bahan baku yangdiperlukan untuk proses peleburan,seperti
untuk menghasilkan 1 ton pig irondiperlukan bahan baku sintered ore
1.403 kg, sizedore (5-50 mm) 247 kg, coke(ukuran 25-75 mm) 432 kg,
coal 53 kg, dan bahan penunjanglainnya 20 kg.
Hylsamex dari Mexico telah mengembangkan teknologi direct
reductionprocessyaituteknologi proses peleburan baja dengan memakai
electric arcfurnace sebagai dapurpeleburannya. Teknologi peleburan
baja lainnya juga telahdikembangkan oleh FerroStaal dimana
perusahaan ini mengembangkan directreduction plant dengan Hyl
process technology sebagaimana dibangun untukPT.Krakatau Steel.
Jepang juga mengembangkan teknologi peleburan baja dengan proses
smeltingdan reducing nickel ore (2.5% Ni, 13.2% Fe) danchromium ore
(30.9% Cr, 19.3%Fe) atau dengan sebutan teknologi Direct Iron
OreSmelting (DIOS). Diosmerupakan kombinasi dariteknologi proses
SRF (Smelting Reduction Furnace)dengan RHF (Rotary Hearth
Furnace).
Teknologi lainnya yang sedang dikembangkan adalah SAF(Submerged
ArcFurnace), Smelting Reduction Furnacedimana teknologi-teknologi
ini dianggapakan lebih produktif, efisien dan ekonomis
jikadibandingkan dengan prosespeleburan dapur listrik EAF (Electric
Arc Furnace).
Sementara itu FINMET Austria mengembangkan Direct Reduced Iron
(DRI) danHot Briquetted Iron (HBI) dimana teknologi memakai iron
ore dengan ukurandibawah 12 mm(Sintered ore atau sized ore).
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 43
BAB 4 POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN TINGKATEFFISIENSI ENERGI DI
INDUSTRI BAJA
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pola konsumsi energi di
sektor industritelah mengalami peningkatan yang cukup signifikan,
hal ini terjadi karenatransformasi struktural yang cepat dari
sektor pertanian ke sektorindustri. Selainitu pemborosan energi
juga terjadi yang disebabkan oleh penggunaan mesin-mesin tua yang
relatif boros energi. Penggunaan mesin-mesin tua ini sebagaiakibat
dari tingginya tingkatketergantungan industri terhadap
mesin-mesinproduksi impor sehingga membuatpelaku industri tidak
mampu memperbaruimesin-mesinproduksinya. Masalah-masalah keenergian
yang dihadapi olehindustri saat ini adalah sulitnya untuk
mendapatkan energi yang murah, efisienatau ramahlingkungan.
Industri besi dan baja merupakan salah satu industri pendukung
sektorkonstruksiyang padat energi dimana industri ini masuk dalam
kategori industripengguna energi di atas 6000 TOE (setara ton
minyak). Industri bajamenggunakan energi untuk proses peleburan
scrap,heat treatment dan metalforming serta proses finishing.
persentase pemakaian energi terbesar adalahuntukproses peleburan
sebesar 61,5%, reheating 24,2%, metal forming(rolling)14,1%, dan
untuk office 0,2%. Distribusi pemakaian energi seperti yangtelah
dijelaskan diatas dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Gambar 4.1 Distribusi pemakaian energi di industri
baja(Kemenperin 2010).
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 43
BAB 4 POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN TINGKATEFFISIENSI ENERGI DI
INDUSTRI BAJA
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pola konsumsi energi di
sektor industritelah mengalami peningkatan yang cukup signifikan,
hal ini terjadi karenatransformasi struktural yang cepat dari
sektor pertanian ke sektorindustri. Selainitu pemborosan energi
juga terjadi yang disebabkan oleh penggunaan mesin-mesin tua yang
relatif boros energi. Penggunaan mesin-mesin tua ini sebagaiakibat
dari tingginya tingkatketergantungan industri terhadap
mesin-mesinproduksi impor sehingga membuatpelaku industri tidak
mampu memperbaruimesin-mesinproduksinya. Masalah-masalah keenergian
yang dihadapi olehindustri saat ini adalah sulitnya untuk
mendapatkan energi yang murah, efisienatau ramahlingkungan.
Industri besi dan baja merupakan salah satu industri pendukung
sektorkonstruksiyang padat energi dimana industri ini masuk dalam
kategori industripengguna energi di atas 6000 TOE (setara ton
minyak). Industri bajamenggunakan energi untuk proses peleburan
scrap,heat treatment dan metalforming serta proses finishing.
persentase pemakaian energi terbesar adalahuntukproses peleburan
sebesar 61,5%, reheating 24,2%, metal forming(rolling)14,1%, dan
untuk office 0,2%. Distribusi pemakaian energi seperti yangtelah
dijelaskan diatas dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Gambar 4.1 Distribusi pemakaian energi di industri
baja(Kemenperin 2010).
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 43
BAB 4 POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN TINGKATEFFISIENSI ENERGI DI
INDUSTRI BAJA
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pola konsumsi energi di
sektor industritelah mengalami peningkatan yang cukup signifikan,
hal ini terjadi karenatransformasi struktural yang cepat dari
sektor pertanian ke sektorindustri. Selainitu pemborosan energi
juga terjadi yang disebabkan oleh penggunaan mesin-mesin tua yang
relatif boros energi. Penggunaan mesin-mesin tua ini sebagaiakibat
dari tingginya tingkatketergantungan industri terhadap
mesin-mesinproduksi impor sehingga membuatpelaku industri tidak
mampu memperbaruimesin-mesinproduksinya. Masalah-masalah keenergian
yang dihadapi olehindustri saat ini adalah sulitnya untuk
mendapatkan energi yang murah, efisienatau ramahlingkungan.
Industri besi dan baja merupakan salah satu industri pendukung
sektorkonstruksiyang padat energi dimana industri ini masuk dalam
kategori industripengguna energi di atas 6000 TOE (setara ton
minyak). Industri bajamenggunakan energi untuk proses peleburan
scrap,heat treatment dan metalforming serta proses finishing.
persentase pemakaian energi terbesar adalahuntukproses peleburan
sebesar 61,5%, reheating 24,2%, metal forming(rolling)14,1%, dan
untuk office 0,2%. Distribusi pemakaian energi seperti yangtelah
dijelaskan diatas dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Gambar 4.1 Distribusi pemakaian energi di industri
baja(Kemenperin 2010).
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 44
4.1 Proses Produksi Besi dan Baja
Uraian proses produksi besi dan baja, mulai dari bijih besi
sampai menjadibajaprofil atau baja pelat secara ringkas dapat
dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.2 Proses Produksi Besi dan Baja
4.1.1 Proses Agglomerasi sinteringPada tahapan ini, bijih besi
(Iron Ore) dan kokas (Coke) dipersiapkan untukdijadikan pelet yang
siap dilebur.Proses aglomerasi ini juga dikenal denganproses
pelletizing dimana konsentrat bijih besi atau mineral lainnya
yangberukuran halus dibentuk menjadi partikel yang berukuran antara
8 mm sampaidengan 25 mm. Peletisasi dibuat dengan tujuan agar
partikel yang berukurantertentu dapat memudahkan pada proses
handling serta dapat diperoleh partikelyang memiliki sifat- sifat
metalurgis yang dibutuhkan. Proses pelletizing terdiridari 2
tahapan yaitu mixing konsentrat dan campuran binder kemudian
disc
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 45
pelletizer untuk dibuat bola-bola dengan ukuran kecil seperti
terilhat padaGambar 4.3
Gambar 4.3 Proses Sintering Bijih Besi
4.1.2 Proses PeleburanProses peleburan dapat dilakukan dengan 2
metode teknologi yaitu dengan blastfurnace atau Electric Arc
Furnace.
a. Blast Furnace (Tanur Tinggi)
Peleburan bijih besi dengan teknologi blast furnace dilakukan
dengan caramencampur pelet (pig iron) dengan kokas (coke) dan
material karbon lainnyasebagai reagent kimia kemudian diproses
dalam reaktor tanur tinggi sehinggamenjadi cairan logam. Produk
yang dihasilkan pada proses ini adalah besi kasarcair (belum ada
penambahan alloy). Selanjutnya besi cair ini dimasukkankedalam
Basic Oxygen Furnace (BOF) yang disertai dengan penambahan
materialalloy. Gambar berikut ini menunjukkan layout proses
peleburan di blast furnace.
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 46
Gambar 4.4 Lay out proses peleburan bijih besi di blast
furnace
b.Electric Arc Furnace (EAF)
Proses peleburan dengan menggunakan teknologi Electric Arc
furnace biasanyapelet terlebih dahulu direduksi melalui Direct
Reduction Iron (DRI)Plant sehinggamenghasilkan besi spons (Fe).
Panas yang diperoleh dalam arc furnace berasaldari arus listrik AC
yang dilewatkan melalui elektroda (carbon ataugraphite).Produk yang
dihasilkan dari EAF ini adalah slab.
4.1.3 Proses Ladle Refining and CastingSetelah baja cair
diproduksi di BOF atau EAF dan ditaping ke ladle, sesudahdilakukan
pemurnian (refining) maka besi cair masuk ke proses
continuouscasting dimana pada tahap ini besi cair dipadatkan
menjadi bentuk setengah jadi:bloom, billet atau lembaran slab.
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 47
4.1.4 Rolling dan Finishing
Rolling dan finishing adalah proses mengubah bentuk setengah
jadi menjadiproduk baja jadi, yang akan digunakan oleh end use
secara langsung atau untukmembuat produk lanjut lainnya. Sedangkan
proses finishing dapat memberikankarakteristik produk yang penting
yang meliputi: bentuk akhir, permukaan akhir,kekuatan, kekerasan
dan fleksibilitas, dan ketahanan korosi. Penelitian
terkaitteknologi finishing yang saat ini berfokus pada peningkatan
kualitas produk,mengurangi biaya produksi dan mengurangi
polusi.
4.1.5 Pembentukan Baja (Forming)Pada tahapan proses ini biasanya
menggunakan bahan baku bilet, bloom atauslab.Proses rolling dan
forming dapat mencakup rolling panas, rolling dingin,forming atau
forging. Dalam rolling panas baja strip, misalnya, lempeng
bajadipanaskan sampai lebih dari 1.000 oC kemudian melewati
beberapa set roller.Tekanan tinggi akan mengurangi ketebalan pelat
baja sambil meningkatkan lebardan panjangnya. Setelah rolling
panas, baja mungkin perlu dilakukan rollingdingin pada suhu ambien
untuk mengurangi ketebalan, meningkatkan kekuatan(melalui
pengerjaan dingin), dan memperbaiki permukaan. Dalam
membentukbatang, tabung, balok dan H beam dapat diproduksi dengan
melewatkan bajapanas melalui rol berbentuk khusus untuk
menghasilkan bentuk akhir yangdiinginkan. Dalam penempaan, baja cor
dipukul dengan palu atau dye-pressed.
4.1.6 FinishingFinishing baja dilakukan untuk memenuhi
spesifikasi fisik dan visual. Proseskerjanya meliputi heat
treatment, quenching, pickling dan coating. Heattreatment bertujuan
untuk dapat memberikan berbagai kualitas atas bajadengan mengubah
struktur kristalnya. Perlakuan panas ini sering dilakukan
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 48
setelah proses rolling dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan
padamaterial akibat proses pengerolan. Quenching bertujuan
meningkatkankekerasan baja dan biasanya sering dikombinasikan
dengan tempering untukmengurangi kerapuhan. Pickling merupakan
chemical treatment, di mana bajagulungan dibersihkan dalam penangas
asam untuk menghilangkan kotoran, nodaatau kerak sebelum dilapis
(coating). Dalam coating, gulungan baja lembarandingin dilapisi
anti korosi dan untuk menghasilkan permukaan dekoratif.
4.2 Neraca EnergiEnergi di industri besi dan baja digunakan
untuk proses peleburan scrap bajadengan menggunakan tungku
peleburan, perlakuan panas (heat treatment)dengan menggunakan
reheating furnace, pembentukan logam (metal forming)sepertirolling,
wire drawing, ekstrusi,forging, piercing dan finishing
sepertigrinding dan permesinan. Gambar berikut ini menunjukan flow
proses di industribesi dan baja beserta jenis sumber energi yang
dipakai.
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 49
Gambar 4.5 Neraca Energi pada proses industri baja
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 50
4.3 Intensitas Energi
Dari data historis tahun 2011 pada beberapa industri yang
berhasil dikumpulkanoleh Kementerian ESDM, diperoleh informasi
bahwa saat ini intensitas energiindustri baja di Indonesia sebesar
900kWh per Ton. Artinya, untuk menghasilkan1 (satu) Ton baja
diIndonesia membutuhkan energi sebesar 900 kWh. Jikadibandingkan
dengan India dan Jepang, maka angkaintensitas ini lebih
tinggi(lihat tabel). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
penggunaan energiuntuk pembuatanbaja di Indonesia belum seefisien
kedua negara tersebut.Perbedaan angka intensitas ini disebabkan
oleh penggunaan teknologi yangberbeda dimana pada proses
produksinya Indonesia menggunakan sponge iron,India menggunakan
blast furnace dan Jepang menggunakan scrap.
Tabel 4.1 Perbandingan Intensitas energi di beberapa
negaraNegara Intensitas Energi
(kWh/ton)Jepang 350India 600Indonesia 900
Indonesia pernah melakukan audit energi di industri baja yang
diprakarsai olehKementerian Perindustrian di informasi bahwa
kosumsi energi spesifik untukproses peleburan bijih besi di EAF
rata-rata sebesar 902 kWh/ton. Jika angka inidibandingkan dengan
data world best practise yang diterbitkan oleh Barkeley,2008, untuk
proses yang sama yaitu sebesar 637,3 kWh/ton, maka tergolongboros
dalam konsumsi energinya.
Tabel 4.2berikut ini adalah menunjukkan hasil best practice
intensitas energiuntuk industri baja di dunia:
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 51
Tabel 4.2World Best Practice Intensitas Energi di Industri
Baja
Productionstep Process
Blast furnace-basic oxygenfurnace
Smelt reduction- basic oxygenfurnace
Direct reducediron - electric arcfurnace
Scrap-electricarc furnace
Final Primary2 Final Primary2 Final Primary2 Final
Primary2Materialpreperation
Sintering 1.9 2.2 1.9 2.2Pelletizing 0.6 0.8 0.6 0.8Coking 0.8
1.1
Iron making Blastfurnace 12.2 12.4
Smeltreduction 17.3 17.9
Directreducediron
11.7 9.2
Steelmaking Basicoxygenfurnace
-0.4 -0.3 -0.4 -0.3
Electric arcfurnace 2.5 5.9 2.4 5.5
Refining 0.1 0.4 0.1 0.4Casting &rolling
Continuouscasting 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Hot rolling3 1.8 2.4 1.8 2.4 1.8 2.4 1.8 2.4Sub-total 16.5 18.2
19.5 21.2 18.6 20.6 4.3 8.0Cold rolling& finishing
Cold rolling 0.4 0.9 0.4 0.9Finishing 1.1 1.4 1.1 1.4
Total 18.0 20.6 21.0 23.6 18.6 20.6 4.3 8.0Alternative:Casting
&rolling
0.2 0.5 0.2 0.5 0.2 0.5 0.2 0.5
Alternative total: 14.8 16.3 17.8 19.2 16.9 18.6 2.6 6.0(dalam
satuan GJ/metric ton baja)
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 52
BAB 5 PELUANG PENINGKATAN EFFISIENSIENERGI DAN ROADMAP TEKNOLOGI
DI INDUSTRI
BESI DAN BAJA5.1 Status Teknologi Industri Baja di
indonesiaIndustri besi dan baja Indonesia menghasilkan berbagai
jenis produk seperti bajaslab, baja billet, baja lembaran seperti
coil, strip, dan plat, batang kawat, besibeton dan masih banyak
lagi. Secara umum hanya terdapat dua metode dalammemproduksi baja
kasar:
Proses primer: blast furnace (BF) dan basic oxygen furnace (BOF)
yangmenggunakan biji besi (sinter atau pelet) sebagai bahan baku.
Proses inisedang diimplementasikan di Indonesia khususnya di
Krakatau Steel.
Proses sekunder: electric arc furnace (EAF) yang menggunakan
besi bekas(scrap), sponge, pig iron atau direct reduced iron (DRI)
sebagai bahanbaku alternatif. Selain EAF, teknologi Induction
Furnace juga masihbanyak digunakan di Indonesia.
Proses produksi baja di Indonesia secara umum dimulai dari
pabrik besi spons.Pabrik ini mengolah bijih besi pellet menjadi
besi dengan menggunakan air dangas alam.
Besi yang dihasilkan kemudian diproses lebih lanjut pada
Electric Arc Furnace(EAF) di pabrik slab baja dan pabrik billet
baja. Di dalam EAF besi dicampurdengan scrap, hot bricket iron dan
material tambahan lainnya untukmenghasilkan dua jenis baja yang
disebut baja slab dan baja billet.
Baja slab selanjutnya menjalani proses pemanasan ulang dan
pengerolan dipabrik baja lembaran panas menjadi produk akhir yang
dikenal dengan namabaja lembaran panas. Produk ini banyak digunakan
untuk aplikasi konstruksikapal, pipa, bangunan, konstruksi umum,
dan lain-lain. Baja lembaran panas
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 53
dapat diolah lebih lanjut melalui proses pengerolan ulang dan
proses kimiawi dipabrik baja lembaran dingin menjadi produk akhir
yang disebut baja lembarandingin. Produk ini umumnya digunakan
untuk aplikasi bagian dalam dan luarkendaraan bermotor, kaleng,
peralatan rumah tangga, dan sebagainya.
Sementara itu, baja billet mengalami proses pengerolan di Pabrik
Batang Kawatuntuk menghasilkan batang kawat baja yang banyak
digunakan untuk aplikasisenar piano, mur dan baut, kawat baja,
pegas, dan lain-lain.
Berikut ini adalah beberapa teknologi yang sudah ada dan sedang
dikembangkandi Indonesia:
5.1.1 HYL Direct Reduced PlantPT. Krakatau Steel sebagai
satu-satunya pabrik baja terintegrasi di Indonesiasejak tahun 1989
memproduksi besi spon (pig iron) sebagai bahan bakupembuatan baja
kasar (crude steel). Teknologi yang digunakan bersifatkonvensional
yaitu yang menggunakan bahan baku besi pelet dan bahan reduksigas
alam. Kapasitas produksi besi spon saat ini adalah 2,3 juta
ton/tahun.
Pabrik besi spons (Direct Reduced Plant) menerapkan teknologi
berbasis gas alamdengan proses reduksi langsung menggunakan
teknologi Hyl dari Meksiko. Pabrikini menghasilkan besi spons (Fe)
dari bahan mentahnya berupa pellet bijih besi(Fe2O3 and Fe3O4),
dengan menggunakan gas alam (CH4) dan air (H2O).
DR Plant memiliki 2 (dua) buah unit produksi dan menghasilkan
2,3 juta ton besispons per tahun. Unit produksi yang pertama yaitu
Hyl Unit I mulai beroperasitahun 1979. Unit ini beroperasi dengan
menggunakan 4 modul batch processdimana setiap modulnya mempunyai 2
(dua) buah reaktor. Unit ini memilikikapasitas produksi sebesar
1.000.000 ton besi spons per tahun.
Unit produksi yang kedua yaitu Hyl Unit III memulai operasinya
pada tahun 1994dengan menggunakan 2-shafts continuous process. Unit
ini memiliki kapasitasproduksi sebesar 1.300.000 ton besi spons per
tahun. Gambar V.1 menunjukkan
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 54
proses pebuatan besi dari teknologi HYL Unit III dimana hasil
produknya berupabesi spons diumpan ke EAF untuk dilebur.
Intensitas energi untuk proses pembuatan besi spons pada
teknologi directreduced iron adalah berkisar 11,7 GJ/ton besi
spons.
Sumber: nova-gas.blogspot.com
Gambar 5.1 Proses HYL III
Besi spons yang dihasilkan oleh pabrik ini memiliki keunggulan
dibanding sumberlain terutama disebabkan karena rendahnya kandungan
residual. Sementara itutingginya kandungan karbon menyebabkan
proses di dalam Electric Arc Furnace(EAF) menjadi lebih efisien dan
proses pembuatan baja menjadi lebih akurat.Lebih lanjut hal
tersebut menjamin konsistensi kualitas produk baja
yangdihasilkan.
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 55
5.1.2 SL/RN Direct Reduced PlantPT Krakatau Steel dan PT Aneka
Tambang bekerjasama mendirikan pabrikpengolahan bijih besi menjadi
besi spons di Batulicin, Kalimantan Selatan yangberkapasitas
315.000 ton besi spons dengan menggunakan teknologi SL/RNdirect
reduction. Teknologi proses reduksi ini berbasis rotary kiln. Umpan
bijihbesi dipanaskan awal hingga 1800 oF dengan aliran gas yang
berlawanan yangmengandung batubara, char daur ulang dan flux
seandainya ada unsur sulfurpada batubara. Zona pemanasan awal harus
40 50% dari panjang total kiln.Proses reduksi dimulai ketika suhu
mencapai 1650 oF. Padatan dikeluarkan daripendingin rotary dengan
suhu 200 oF. Material yang telah dingin dipisahkan olehseparator
screen danmagnetic.
Konsumsi energi untuk proses pembuatan besi spons pada teknologi
directreduced ironini adalah berkisar 800 kg batubara/ton besi
spons
Gambar 5.2 Proses SL/RN Rotary Kiln DRI
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 56
5.1.3 Electric Arc FurnaceElectric Arc Furnace menghasilkan baja
cair dari bahan baku berupa besi spons(sponge iron), iron scrap dan
kapur (lime) untuk mengontrol kandungan fosfordan sulfur.Dalam
tanur listrik (EAF) campuran tersebut dilebur melalui busurlistrik
antara katoda dan satu (untuk DC) atau tiga (untuk AC) anoda.
Anodadapat ditempatkan tepat di atas tanur atau menjadi terendam di
dalamnya.Elektroda terbuat dari karbon dan terkonsumsi selama
operasi. Dalam prosesEAF, kombinasi DRI dan pig iron diproses untuk
menghasilkan baja dengankandungan karbon antara 0,02 persen sampai
2 persen berat. EAF memerlukanenergi sebesar 2,5 GJ/ton baja.
Sumber: www.hindawi.comGambar 5.3 EAF dan Ladle Refining
Furnace
5.1.4 Induction FurnaceSelain Electric Arc Furnace, masih banyak
industribesi dan baja di Indonesia yangmenggunakan Induction
Furnace khususnya yang kapasitas produksinya kecil.Induction
furnace adalah tungku listrik dimana panas diterapkan
denganpemanasan induksi logam. Keuntungan dari tungku induksi
adalah proses
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 57
peleburan hemat energi, bersih dan mudah dikendalikan
dibandingkan dengancara peleburan logam yang lain. Karena tidak ada
busur atau pembakarandigunakan, suhu material tidak lebih tinggi
dari yang dibutuhkan untukmencairkan besi. Ini dapat mencegah
hilangnya elemen paduan berharga. Salahsatu kelemahan utama dari
tungku induksi dalam pengecoran adalah kurangnyakapasitas
penyulingan, bahan muatan harus bersih dari produk oksidasi
danbeberapa komposisi dan elemen paduan yang dikenal mungkin hilang
akibatoksidasi (dan harus kembali ditambahkan ke lelehan). Konsumsi
energi spesifikdari induction furnace berkisar 625 650 kWh/Mt
Gambar 5.4 Induction Furnace
5.1.5 Ladle Refining FurnaceSetelah baja cair diproduksi di EAF
kemudian ditaping ke ladle untuk dilakukanpemurnian (refining).
Aktivitas utama di dalam ladle furnace adalah:
menurunkan kandungan oksigen dalam baja dengan
menggunakanaluminium;
homogenisasi temperatur dan komposisi kimia dengan bubbling
Argon;dan
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 58
menambahkan alloy untuk mendapatkan spesifikasi yang
diinginkan.
Gambar 5.5 Ladle Furnace dan Vacuum DegassingRH-degasser
diperlukan untuk memenuhi permintaan produk baja high-gradedari
konsumen.
5.1.6 Continuous Casting MachineBesi cair masuk ke proses
continuous casting dimana pada tahap ini besi cairdipadatkan
menjadi bentuk setengah jadi: bloom, billet atau lembaran
slab.Bajaslab diperoleh dari proses pencetakan kontinyu tersebut
dimana perlindungandengan menggunakan gas argon diperlukan antara
ladle dan tundish. Ukuranslab yang dihasilkan mempunyai ketebalan
200mm, lebar 800 2.080mm danpanjang maksimum 12.000mm.
Baja billet diperoleh dari proses pencetakan kontinyu
(continuous casting)dimana perlindungan dengan menggunakan gas
argon diperlukan antara ladledan tundish. Ukuran billet yang
dihasilkan adalah 110x110mm 120x120mm;
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 59
130x130mm dan panjang maksimum mencapai 12.000 mm. Konsumsi
energiuntuk proses continuous casting adalah berkisar 0,1
GJ/ton.
Gambar 5.6 Continuous Casting Billet
Instalasi Slab Baja (Slab Steel Plant) yang dimiliki Krakaktau
Steel memilikikapasitas produksi sebesar 1.800.000 ton per tahun
yang terbagi menjadi duaunit pabrik:
SSP I : 1.000.000 ton SSP II : 800.000 ton
Sedangkan untuk billet Baja (Billet Steel Plant), kapasitas
produksi yang dimilikiKrakatau Steel sebesar 675.000 ton per
tahun.
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 60
5.1.7 Rolling and FinishingRolling dan finishing adalah proses
mengubah bentuk setengah jadi menjadiproduk baja jadi, yang akan
digunakan oleh end user secara langsung atau untukmembuat produk
lanjut lainnya. Sedangkan proses finishing dapat
memberikankarakteristik produk yang penting yang meliputi: bentuk
akhir, permukaan akhir,kekuatan, kekerasan dan fleksibilitas, dan
ketahanan korosi. Penelitian terkaitteknologi finishing yang saat
ini berfokus pada peningkatan kualitas produk,mengurangi biaya
produksi dan mengurangi polusi.
5.1.7.1 Rolling and FormingRolling dan forming baja setengah
jadi (slab, billet atau mekar) adalahmembentuk mekanik baja untuk
mencapai bentuk dan sifat mekanik yangdiinginkan.
Proses rolling dan forming dapat mencakup rolling panas, rolling
dingin, formingatau forging. Dalam rolling panas baja strip,
misalnya, lempeng baja dipanaskansampai lebih dari 1.000 oC
kemudian melewati beberapa set roller. Tekanantinggi akan
mengurangi ketebalan pelat baja sambil meningkatkan lebar
danpanjangnya. Setelah rolling panas, baja mungkin perlu dilakukan
rolling dinginpada suhu ambien untuk mengurangi ketebalan,
meningkatkan kekuatan(melalui pengerjaan dingin), dan memperbaiki
permukaan. Dalam membentukbatang, tabung, balok dan H beam dapat
diproduksi dengan melewatkan bajapanas melalui rol berbentuk khusus
untuk menghasilkan bentuk akhir yangdiinginkan. Dalam penempaan,
baja cor dipukul dengan palu atau dye-pressed.
Pabrik Baja Lembaran Panas (Hot Strip Mill) yang ada di Krakatau
Steelmempunyai kapasitas produksi sebesar 2.000.000 ton per
tahun.Energi yangdikonsumsi pada fasilitas ini umumnya berkisar 1,8
GJ/ton. Konfigurasi fasilitasproduksi pada pabrik ini terdiri
dari:
Reheating Furnace Sizing Press
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 61
Roughing Mill Finishing Mill Laminar Cooling Down Coiler
Shearing Line Hot Skin Pass Mill
Pabrik Baja Lembaran Dingin terdiri dari unit-unit produksi
(Line) sebagai berikut:
Continuous Pickling Line Tandem Cold Mill Electrolytic Cleaning
Line Batch Annealing Furnace Continuous Annealing Line Temper Mill
Finishing Line
Pabrik Baja Lembaran Dingin (Cold Rolling Mill) di Krakatau
Steel memilikikapasitas produksi sebesar 650.000 ton per tahun.
Intensitas energi instalasi iniumumnya berkisar 0,4 GJ/ton.
Selain hot rolling dan cold rolling, Krakatau Steel mempunyai
fasilitas pabrik bajabatang kawat (Wire Rod Mill). Saat ini
fasilitas produksi yang dimiliki oleh pabrikBatang Kawat
adalah:
Reheating Furnace Pre-roughing Mill Roughing Mill Finishing Mill
Cooling Zone Down Coiler
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 62
Pabrik Batang Kawat (Wire Rod Mill) memiliki kapasitas produksi
sebesar 450.000ton per tahun.
Sumber: www.ssab.com
Gambar 5.7 Hot Rolling Mill
5.1.7.2 FinishingFinishing baja dilakukan untuk memenuhi
spesifikasi fisik dan visual. Proseskerjanya meliputi heat
treatment, quenching, pickling dan coating. Heattreatment bertujuan
untuk dapat memberikan berbagai kualitas atas bajadengan mengubah
struktur kristalnya. Perlakuan panas ini sering dilakukansetelah
proses rolling dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan
padamaterial akibat proses pengerolan. Quenching bertujuan
meningkatkankekerasan baja dan biasanya sering dikombinasikan
dengan tempering untukmengurangi kerapuhan. Pickling merupakan
chemical treatment, di mana bajagulungan dibersihkan dalam penangas
asam untuk menghilangkan kotoran, nodaatau kerak sebelum dilapis
(coating). Dalam coating, gulungan baja lembarandingin dilapisi
anti korosi dan untuk menghasilkan permukaan dekoratif.Konsumsi
energi untuk finishing berkisar 1,1 GJ/ton.
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 63
Sumber: www.ssab.com
Gambar 5.8 Cold Rolling dan Finishing
5.2 Potensi Penerapan Teknologi hemat energi di Industri Besi
dan Baja
Beberapa teknologi hemat energi yang layak diterapkan di
Industri Besi dan Bajaantara lain:
5.2.1 Zero reformerBahan baku besi yang digunakan di proses
peleburan baja adalah besi spons yangdiperoleh salah satunya
melalui proses reduksi pelet-pelet biji besi (Fe2O3)menjadi Direct
Reduction Iron (DRI). Selama ini teknologi yang digunakan
untukproses reduksi biji besi tersebut berbasis gas alam dengan
menggunakan prosesHYL, di mana proses reduksi dilakukan di dalam
tungku HYL Furnace yang berupamoving bed shaft reaktor yang
beroperasi pada tekanan yang relatif tinggi diatas12 bar. Di dalam
tungku tersebut besi oksida (Fe2O3) direduksimenggunakangas H2 yang
dialirkan secara counter flow.Gas H2sendiri dihasilkan dari
prosessteam reforming gas alam (CH4) di dalam reaktor reformer. Di
sini energi yangdibutuhkan sangat besar, karena proses steam
reformer adalah proses
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 64
endotherm yang membutuhkan pemanasan dari hasil pembakaran gas
alam,selain itu setelah proses reformer dilakukan quenching untuk
membersihkankotoran dan impurities yang dihasilkan setelah proses.
Sehingga secarakeseluruhan kebutuhan gas alam mencapai 3,3
Gkal/ton-DRI
(a) Proses HYL 3
(b) Proses Zero ReformerGambar 5.9 Blok Diagram Proses DRI (a)
HYL3 dan (b) Proses Zero Reformer
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 65
Teknologi zero reformer menghilangkan proses steam reformer dan
memasukkanlangsung natural gas yang sudah melewati proses
humidifikasi (penambahanH2O) ke dalam Gas Heater sebelum masuk ke
dalam reaktor HYL (Gambar 5.1).Dengan demikian tidak diperlukan
proses quenching, karena produk prosesreform yang panas dapat
langsung diumpan ke dalam reaktor HYL untukmereduksi biji besi dan
menghasilkan DRI. Dengan proses demikian, konsumsigas alam dapat
ditekan hingga menjadi 2,45 Gkal/ton-DRI.
5.2.2 Coal Based HYL ProcessTeknologi ini menggunakan Reaktor
HYL berikut sistem pendukung dan prinsip-prinsip operasi yang sama
seperti proses HYL berbasis gas,akan tetapi biji besidiumpankan
dari atas dan direduksi menggunakan gas H2 dan CO hasil
gasifikasibatu bara. Gas reduktor yang diproduksi dalam gasifier
batubara sarat debu danmengandung CO2, H2O dan zat-zat pengotor
lainnya. Gas tersebut kemudiandibersihkan dan didinginkan dalam
serangkaian cyclone untuk memisahkan H2O,CO2 dan Sulfur.
Dengantidak menggunakan gas alam untuk karburisasi dari DRI,produk
besi cair memiliki kandungan karbon yang lebih rendah sekitar
0,4%.Reaktor HYL dirancang untuk bekerja dengan gas reduktor dengan
kandungan H2tinggi, sedangkan gas dari gasifier mengandung sejumlah
besar CO,sehinggadiperlukan reaktor tambahan(shift reactor) untuk
mengubah COmenjadi H2 dengan reaksi CO + H2O ---> CO2 + H2.
Reaktor inidipasang sebelumsistem CO2removal. Suhu dan tekanan gas
ini kemudian diatur sebelum injeksi kedalam reaktor.Mirip dengan
proses HYL berbasis gas, tungku gas atas didinginkan dandibersihkan
dan CO2 yang akan dihapus dan kemudian didaur ulang ke
dalammengurangi sirkuit gas.Energi, Biaya, Lingkungan dan
keuntungan lain:
Tidak perlu untuk batubara kokas dan coke Tidak perlu untuk gas
alam Penggunaan batubara kualitas rendah
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 66
Produksi panas DRI yang dapat dibebankan pada EAF
denganpenghematan energi yang signifikan
Manfaat lingkungan dibandingkan dengan Ledakan Furnace rute
Gambar 5.10 Blok diagram Coal Based HYL Process
5.2.3 Blast Furnace (Tanur Baja)Teknologi Blast Furnace (Tanur
Baja), sebenarnya bukan teknologi baru. Berbedadengan rute
peleburan baja berbasis Gas Alam sebagaimana digunakan diKrakatau
Steel selama ini, teknologi ini menggunakan bahan bakar
batubaradalam bentuk kokas di mana di dalam tungku blast furnace,
kokas tersebutsekaligus digunakan sebagai reduktor untuk bijih besi
menjadi besi cair yanguntuk selanjutnya diolah di Balance Oxygen
Furnace (BOF) untuk dimurnikanmenjadi baja cair yang siap untuk
dicetak melalui Continous Casting Machine(CCM).
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 67
1: Iron ore + Calcareous sinter2: coke3: conveyor belt4: feeding
opening, with a valve thatprevents direct contact with the
internalparts of the furnace5: Layer of coke6: Layers of sinter,
iron oxide pellets, ore,7: Hot air (around 1200C)8: Slag9: Liquid
pig iron
10: Mixers11: Tap for pig iron12: Dust cyclon for removing dust
fromexhaust gasses before burning them in 1313: air heater14: Smoke
outlet (can be redirected tocarbon capture & storage (CCS)
tank)15: feed air for Cowper air heaters16: Powdered coal17: cokes
oven18: cokes bin19: pipes for blast furnace gas
(sumber: Wikipedia)Gambar 5.11 Teknologi Blast Furnace
Secara keseluruhan proses didalam tanur baja adalah adalah
untukmengkonversi oksida besi menjadi besi cair yang disebut "logam
panas" (hotmetal). Blast furnace memiliki ukuran yang sangat besar,
terbuat dari plat bajayang dilapisi dengan bata tahan api, di mana
bijih besi, kokas dan batu kapurdiumpan dari atas tungku, dan
dipanaskan melalui udara panas yang ditiupkanmelalui bagian bawah
tanur. Bahan baku tanur tersebut membutuhkan 6 sampai8 jam untuk
turun ke bagian bawah tungku sembari melewati serangkaian reaksidi
dalamnya, sampai akhirnya mereka menjadi produk akhir berupa terak
(slag)cair dan besi cair. Produk-produk cair tersebut dikeluarkan
dari bawah tungku
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 68
secara periodik. Panas udara yang ditiup ke bagian bawah tungku
naik ke atasdalam 6 sampai 8 detik setelah melalui berbagai reaksi
kimia. Begitu tanurdinyalakan, tungku ini akan terus beroperasi
hingga 4-10 tahun dengan waktuberhenti yang sangat singkat untuk
melakukan pemeliharaan rutin.Tanur-tanur baja modern dilengkapi
dengan berbagai modifikasi untukmeningkatkan efisiensi proses dan
menghemat penggunaan energinya. Diantaranya dengan menggunakan
expert system untuk sistem kendalinya,memanfaatkan pulverized coal
untuk pengganti kokas, pemanfaatan top gasrecovery turbin dan
sebagainya.Proses peleburan menggunakan tanur baja memiliki banyak
kelebihandibandingkan dengan teknologi berbasis gas alam, khususnya
untuk pabrik bajaterintegrasi dengan skala besar. Dilihat dari
konsumsi energinya, untuk prosesproduksi baja terintegrasi mulai
dari material preparation, iron making dan steelmaking, proses
menggunakan blast furnace dan basic oxygen furnacemengkonsumsi
energi sekitar 16,5 GJ/ton-steel (LBNL, 2010). Angka tersebutlebih
hemat energi dibandingkan dengan proses menggunakan Direct
Reductiondan ElectricArc Furnace yang mengkonsumsi energisekitar
18,6 GJ/ton-steel.Beberapa kelebihan lain menggunakan hot metal
produk dari blast furnacediantaranya adalah sebagai berikut (Ketut,
2013):
a. Menurunkan konsumsi listrik sebesar 170 kWh/t-baja cairb.
Menurunkan konsumsi elektroda sebesar 1.3 kg/t-baja cairc.
Meningkatkan produksi slab sebesar 475 rb ton per tahund.
Memanfaatkan bahan baku lokal seperti biji besi dan batubara
yang
memberikan jaminan ketersediaan dan harga yang lebih baike.
Meningkatkan fleksibilitas pemakaian energi dan bahan baku yang
akan
mengurangi ketergantungan terhadap gas alam dan pelet biji besi
untukkualitas DR.
5.2.4 Blast Furnace Gas RecoveryGas-gas produk samping keluaran
dari Blast Furnace atau yang disebut denganBlast Furnace Gas (BFG)
rata-rata masih memiliki nilai kalor sekitar 750kkal/NM3.
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 69
Gas-gas tersebut dapat dimanfaatkan untuk proses pembakaran di
dalam pabrikuntuk mengurangi penggunaan bahan bakar utama, misalnya
sebagai bahanbakar pembangkit listrik. Biasanya gas hasil daur
ulang dari Blast Furnace inidicampur dengan gas-gas hasil daur
ulang proses lainnya, seperti Coke Oven Gas(COG), Basic Oxygen
Furnace Gas, untuk ditingkatkan nilaik kalornya sebelumdigunakan
untuk proses pembakaran. Sebagai ilustrasi, pemanfaatan BFG danCOG
sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik di pabrik KS saja
dapatmenurunkan emisi CO2 sampai dengan 132 ribu t-CO2/thn.
5.2.5 Hot DRI dan/atau HBI Charging untuk EAFPenggunaan Direct
Reduction Iron (DRI) dan/atau Hot Bricquetting Iron (HBI)sebagai
bahan baku untuk proses peleburan baja di Electric Arc Furnace
(EAF)beberapa tahun terakhir meningkat secara substansial, dengan
produksi globalsekarang lebih dari 65 juta ton per tahun. Produksi
DRI dunia,mayoritas diprosesmenggunakan unit reduksi berbasis gas
alam, dan hanya sebagian kecildiproduksi menggunakan proses
berbasis batu bara.Dalam beberapa tahunterakhir sebagian besar unit
produksi DRI yang digunakan untuk prosessendiri,dimodifikasi
menjadi pengisian Hot DRI/HBI ke EAF pada suhu di kisaran600C.
Dengan demikian dapat menghemat proses pemanasan pada
prosesselanjutnya di EAF. DRI yang panas dapat diumpankan langsung
ke EAF denganmenggunakan salah satu dari 4 metode, yaitu: (1)
transportasi Pneumatic, (2)transportasi dengan conveyor
elektro-mekanik, (3) memanfaatkan gravitasi dariposisi reaktor dan
(4) tansportasi dalam botol terisolasi.Pengisian DRI panas pada
suhu sampai 600C dapat mengurangi konsumsi energiuntuk peleburan
baja sekitar 150 kWh/t baja mentah (>0,5 GJ/ton). Keuntunganlain
yang didapat melalui proses ini, di antaranya: peningkatan
produktivitas,peningkatan terak berbusa dan peningkatan kadar
karbon dalam umpan
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 70
Gambar 5.12 Blok Diagram Hot Conveyor Transport dari Hot
DRI/HBI
5.2.6 Oxy-fuel Burners/LancingOxy-fuel Burner/lancing dapat
diinstal dalam EAFs untuk mengurangi konsumsilistrik dengan
menggantikan listrik dengan oksigen dan bahan bakar
hidrokarbon.Teknologi ini dapat mengurangi konsumsi energi karena:
Mengurangi beban panas, yang menyimpan 2-3 kwh/ton/menit holding
time Peningkatan perpindahan panas selama periode pemurnian
meningkatkan efisiensi penggunaan oksigen dan karbon saat
disuntikkanSekalipun demikian diperlukan perawatan yang benar-benar
teliti untukmenggunakan oxy-fuel burner secara benar. Jika tidak
hati-hati, total konsumsienergi dan gas rumah kaca sebaliknya
justru akan meningkat.Keuntungan yang diperoleh dari teknologi ini
adalah:
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 70
Gambar 5.12 Blok Diagram Hot Conveyor Transport dari Hot
DRI/HBI
5.2.6 Oxy-fuel Burners/LancingOxy-fuel Burner/lancing dapat
diinstal dalam EAFs untuk mengurangi konsumsilistrik dengan
menggantikan listrik dengan oksigen dan bahan bakar
hidrokarbon.Teknologi ini dapat mengurangi konsumsi energi karena:
Mengurangi beban panas, yang menyimpan 2-3 kwh/ton/menit holding
time Peningkatan perpindahan panas selama periode pemurnian
meningkatkan efisiensi penggunaan oksigen dan karbon saat
disuntikkanSekalipun demikian diperlukan perawatan yang benar-benar
teliti untukmenggunakan oxy-fuel burner secara benar. Jika tidak
hati-hati, total konsumsienergi dan gas rumah kaca sebaliknya
justru akan meningkat.Keuntungan yang diperoleh dari teknologi ini
adalah:
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 70
Gambar 5.12 Blok Diagram Hot Conveyor Transport dari Hot
DRI/HBI
5.2.6 Oxy-fuel Burners/LancingOxy-fuel Burner/lancing dapat
diinstal dalam EAFs untuk mengurangi konsumsilistrik dengan
menggantikan listrik dengan oksigen dan bahan bakar
hidrokarbon.Teknologi ini dapat mengurangi konsumsi energi karena:
Mengurangi beban panas, yang menyimpan 2-3 kwh/ton/menit holding
time Peningkatan perpindahan panas selama periode pemurnian
meningkatkan efisiensi penggunaan oksigen dan karbon saat
disuntikkanSekalipun demikian diperlukan perawatan yang benar-benar
teliti untukmenggunakan oxy-fuel burner secara benar. Jika tidak
hati-hati, total konsumsienergi dan gas rumah kaca sebaliknya
justru akan meningkat.Keuntungan yang diperoleh dari teknologi ini
adalah:
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 71
Penghematan listrik sebesar 0,14 GJ/ton baja mentah, dengan
penghematanyang bervariasi antara 2,5-4,4 kWh/Nm3-injeksi-oksigen,
dimana rata-ratakonsumsi oksigen sebesar 18 Nm3/ton
Injeksi gas alam sebesar 10 scf/kWh (0.3m3/kWh) dengan tingkat
injeksiumum 18 Nm3/ton menghasilkan penghematan 20-40 kWh/t-baja
cair.
Biaya investasi (Capital Cost)untuk melakukan retrofit sekitar
$4,80 per tonbaja mentah untuk EAF dengan kapasitas produk 110
ton.
Peningkatan distribusi panas menyebabkan berkurangnya waktu
tap-to-tapsekitar 6%, yang menghasilkan penghematan biaya tahunan
sebesar$4.0/ton.
Pengurangan kandungan nitrogen dalam baja, yang mengarah
kepeningkatan kualitas produk
5.2.7 Scrap PreheatingScrap preheating adalah teknologi yang
dapat mengurangi konsumsi daya EAFmelalui pemanfaatan panas buang
dari tungku untuk memanaskan scrap yangdiumpan. Panas yang keluar
dari EAF bersama gas buang akan diserap scrappreheater untuk
memanaskan scrap sehingga efisiensi energi akan meningkat.Diagram
sederhana dari proses Scrap Preheating dapat dilihat pada
gambarberikut. Dengan memanfaatkan teknologi ini dapat diheemat
penggunaanenergi sekitar 0.016 to 0.2 GJ/t-steel. Keuntungan
penggunaan scrap preheaterselain meningkatkan efisiensi energi
antara lain adalah jumlah debu yang keluardari EAF berkurang
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 72
Gambar 5.13 Teknologi Scrap Preheating
Sistem preheating yang lama memiliki berbagai masalah, misalnya,
emisi, biayapenanganan yang tinggi, dan heat recovery yang relatif
rendah. Sistem moderntelah mengurangi masalah ini dan menjadikan
proses sangat efisien. Berbagaisistem telah dikembangkan dan
digunakan di berbagai tempat di AS dan Eropa,yaitu, Consteel
tunnel-type preheater, Fuchs Finger Shaft, dan Fuchs Shaft
Twin.
5.2.8 Regenerative Burner untuk Preheating FurnaceRBCS atau
Regenerative Burners Combustion System adalah teknlogi
pembakar(burner) yang mampu mendaur ulang panas dari udara
pembakaran untukmemanaskan udara pembakaran hingga mendekati
temperatur proses/tungku.Teknologi ini merupakan pengembangan dari
teknologi pemanfaatan panasbuang yang mengintegrasikan antara
penukar kalor regenerasi dengan burner,sehingga panas buang dari
tungku dapat dimanfaatkan secara lebih efektif.
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 73
Gambar 5.14 Prinsip Kerja Regenerative Burner
Setidaknya ada dua kelebihan dari teknologi ini dibandingkan
teknologipembakaran konvensional, yaitu efektifitas daur ulang
panas yang tinggi karenaudara panas dari gas buang langsung
dilewatkan kepada media penukar kaloryang berupa keramik dengan
luas permukaan yang besar, sehingga udarapembakaran dapat
dipanaskan sampai temperatur yang relatif tinggi. Selain itu,karena
sistem pembakarnya terintegrasi dengan penukar kalor regenerasi
makaudara pembakaran yang tinggi dapat langsung digunakan untuk
prosespembakaran pada burner, tanpa melalui saluran terpisah. Di
sisi lain, karenapanas buang lagsung dilewatkan melalui media
penukar kalor, maka suhu didalam tungku dapat dijaga pada
temperatur tinggi yang pada akhirnya dapatmenurunkan penggunaan
bahan bakar untuk proses pembakaran di dalamtungku.
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 74
Gambar 5.15 Contoh aplikasi Regenerative Burner di reheating
furnace
Teknologi ini mula-mula dikembangkan di Jepang dan saat ini
sudah terpasangpada lebih dari 540 tungku di dunia.Penghematan
energi yang dapat dicapai berkisar antara 0,18-0,21
GJ/t-baja,dengan biaya retrofit mencapai 90 rb USD/tiga pasang
burner untuk kapasitastungku 110 t/h. Selain itu keuntungan lain
yang didapat dengan menggunakanteknologi ini adalah pengurangan NOx
hingga 50%, peningkatan kualitasdistribusi temperatur tungku
sehingga meningkatkan produktifitas tungku danjuga penurunan
kandungan scale/kerak pada produk.
5.3 Model Simulasi Penggunaan Energi di Industri Baja tahun 2010
2030
Model disusun dengan berbagai skenario instrumen pengendalian
penggunaanenergi, yang difokuskan pada penerapan teknologi hemat
energi di sektorindustribesi dan baja. Untuk menggambarkan besar
potensi penghematan energi diindustri besi dan baja, dua skenario
dibuat, skenario Base Case dan Konservasi.Penjelasan umum dari
kedua skenario adalah sebagai berikut:
Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi
danbaja saat ini tanpa melihat adanya kemungkinan perubahan
kebijakan
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 75
energi yang mendasar pada sektor tersebut. Skenario ini
merupakandasar untuk skenario Konservasi dalam melakukan analisis
kebutuhanenergi dan emisi CO2 yang terkait penggunaan energi
terhadappenerapan beberapa teknologi hemat energi di industribesi
dan bajaIndonesia.
Skenario Konservasi merupakan skenario dimana teknologi hemat
energiyang sudah teridentifikasi dan mempunyai peluang besar
untukditerapkan di industribesi dan baja Indonesia dimasukkan pada
model.Semua asumsi makroekonomi pada skenario ini tidak berbeda
denganskenario Base Case. Yang membedakan hanya adanya
pemanfaatanteknologi hemat energi yang memberikan intensitas energi
lebih rendah.Selain itu, tingkat penetrasi dari teknologi hemat
energi tersebutdiasumsikan cukup konservatif, hanya sekitar 50%
dari seluruhindustribesi dan baja di Indonesia.
Penyusunan model menggunakan piranti lunak LEAP. Dalam model
LEAP, aliranenergi industri besi dan baja Indonesia saat ini dan
dimasa mendatang yangmerupakan implementasi dari kebijakan nasional
energi di sektorindustri yangberjalan maupun yang sudah
direncanakan digambarkan dalam suatu SistemEnergi Referensi atau
Reference Energi System (RES)
Secara umum penggunaan energi di industri besi dan baja di
Indonesia bisadibagi menjadi tiga bagian,
Heating process, sebesar 91,8% Cooling process, sebesar 0,6%
Motor penggerak, sebesar 7,6%
Terlihat bahwa sebagian besar energi yang dikonsumsi digunakan
untuk prosesheating atau termal yang dalam hal ini adalah proses
pembuatan atau peleburanbesi dan baja (lihatGambar 5.16)
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 76
Gambar 5.16 Distribusi Pemanfaatan Energi Industri Besi dan
Baja
Dengan menggunakan data total output dan konsumsi energi di
sektorindustribesi dan baja tahun 2010, diperoleh intensitas energi
untuk masing-masingproses heating, cooling dan motor penggerak pada
sektorindustri besi dan bajasebagai berikut,
Heating process, sebesar 4,07 ribu SBM per milyar rupiah Cooling
process, sebesar 2,95 ribu KWh per milyar rupiah Motor penggerak,
sebesar 89,26 ribu KWh per milyar rupiah
Besaran aktivitas energi yang digunakan pada model ini adalah
nilai output dariindustri besi dan baja. Proyeksi nilai output
industri besi dan baja hingga tahun2030 ditampilkan pada Gambar
.
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 77
Gambar 5.17 Proyeksi Output Industri Besi dan Baja
5.4 Skenario KonservasiDi dalam skenario Konservasi, beberapa
teknologi hemat energi yangmempunyai peluang untuk diterapkan di
industri besi dan baja Indonesia dicobauntuk diidentifikasi. Dari
hasil kajian dan penelaahan data-data seperti besarpotensi
penghematan, biaya implementasi, tingkat komersialisasi,
technologyreadiness level dan potensi reduksi CO2, diperoleh
beberapa teknologi yangmempunyai potensi besar untuk
diimplementasikan di Indonesia baik dalamjangka pendek maupun
jangka panjang. Teknologi tersebut adalah
Teknologi Pembuatan Besio Zero reformero COG & BFG
Utilisation
Teknologi Pembuatan Bajao Hot Metal Chargingo OXY Fuel burnero
Neuro Furnace Control
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 78
o EAF Waste Boilero Scrap preheating
Teknologi Pengerolan (Rolling)o Slab hot chargingo Billet hot
chargingo regeneratif burnero RF Waste heat utilisation
Berdasarkan biaya implementasi, tingkat komersialisasi dan
technology readinesslevel bisa dibuat roadmap penetrasi dari
teknologi tersebut dari jangka pendekhingga panjang.
Tabel 5.1Roadmap teknologi penghematan energi di industribesi
dan bajaTahun Teknologi
2014 2030 Scrap preheating, Slab hot charging,Billet hot
charging, regeneratif burner,RF Waste heat utilization.
2019 2030 EAF Waste Boiler, OXY Fuel burner,Neuro Furnace
Control
2024 2030 Zero reformer, COG & BFG Utilisation,Hot Metal
Charging
5.5 Proyeksi Penghematan EnergiDari hasil kajian yang menerapkan
roadmap tersebut, diperoleh hasil potensipenghematan energi pada
industri besi dan baja hingga tahun 2030 yangdiberikan oleh Gambar
5.18. Besar potensi penghematan energi di industri besidan bajapada
tahun 2030 bisa mencapai 31% atau sebesar 47,15 juta
SBM.Mesin-mesin peleburanpada industri besi dan bajadi Indonesia
relatif sudah tua
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 79
baik dari sisi teknologinya maupun umur ekonomisnya sehingga
peluangpenghematannya relative cukup besar dibandingkan dengan
jenis industrilainnya.
Total penghematan energi non listrik (BBM, batubara dan gas
bumi) di industribesi dan baja dari tahun 2014 hingga 2030 adalah
sebesar 151,4 juta SBM. Nilaiini setara dengan 2 bulan lifting
minyak Indonesia yang berkisar 0,9 juta SBM perhari.
Sedangkan penghematan listrik selama periode yang sama adalah
sebesar 198,4ribu GWh. Nilai ini setara dengan 28 GW PLTU Batubara
dengan factor kesiapan80%.
Gambar 5.18 Proyeksi Penghematan Energi Industri Besi dan
baja
Potensi reduksi CO2 dari penerapan teknologi hemat energi di
sektorindustribesidan baja pada tahun 2030 bisa mencapai 13 juta
ton CO2, atau setara dengan24,2% dari skenario Base Case.
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 80
Gambar 5.19 Proyeksi Reduksi Emisi CO2 Industri Besi dan
baja
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 81
BAB 6 POTENSI PENGHEMATAN ENERGI HINGGATAHUN 2030
Industri besi dan baja merupakan industri yang sangat strategis
bagi Indonesiayang sedang membangun. Kebutuhan besi dan baja
Indonesia diperkirakanmelonjak terus seiring dengan semakin
gencarnya pembangunan terutama disektor konstruksi maupun industri
manufaktur lainnya.
Dari hasil kajian diperoleh bahwa penghematan energi yang bisa
diperoleh darisektor industri besi dan baja dengan menerapkan
teknologi hematenergisepertiblast furnace, basic oxygen furnace,
Zero reformer, COG dan BFGUtilisation, Hot Metal Charging, Oxy fuel
burner, Neuro Furnace Control, EAFWaste Boiler, Scrap preheating,
Slab hot charging, Billet hot charging, regeneratifburner, RF Waste
heat utilisationakan diperoleh penghematan energi pada tahun2030
sebesar 31% atau setara dengan 47,5 juta Setara Barel Minyak
(SBM).Penghematan total dari tahun 2014 hingga 2030 yang bisa
diperoleh adalahsebesar 1.595 juta SBM.
Penggunaan batubara di industri besi dan baja akan semakin
tinggi denganditerapkannya teknologi blast furnace dan basic oxygen
furnace. Namunpenggunaan batubara juga akan berdampak pada
lingkungan. Disisi lainpenggunaan gas bumi semakin berkurang akibat
semakin mahalnya harga gasbumi. Meskipun demikian, dengan semakin
tingginya efisiensi pemanfaatanenergi di industri besi dan baja,
maka emisi gas rumah kaca yang diakibatkanpembakaran energi fosil
akan mengalami penururunan. Potensi reduksi emisiCO2 sebagai akibat
dari penerapan teknologi hemat energi di industri besi danbaja
adalah sebesar 13 juta ton CO2 pada tahun 2030, atau sekitar 24%
lebihrendah dari emisi CO2 pada skenario base case.
-
Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 82