Top Banner
MEMBANGUN DENGAN ‘G E M B I R A ‘ GERAKAN MEMBANGUN BERBASIS INISIATIF RAKYAT POKOK-POKOK PIKIRAN PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN SIKKA LIMA TAHUNAN ‘ 2003 – 2008’ O L E H 1. DRS. ALEXANDER LONGGINUS 2. DRS. YOS ANSAR RERA SEBUAH ACUAN RENCANA STRATEGI 1
54

Buku Gembira

Oct 26, 2015

Download

Documents

Laurentia Nurak
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Buku Gembira

MEMBANGUN DENGAN ‘G E M B I R A ‘

GERAKAN MEMBANGUN BERBASIS INISIATIF RAKYAT

POKOK-POKOK PIKIRAN PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATENSIKKA LIMA TAHUNAN ‘ 2003 – 2008’

OLEH

1. DRS. ALEXANDER LONGGINUS2. DRS. YOS ANSAR RERA

SEBUAH ACUAN RENCANA STRATEGI KABUPATEN SIKKA

2003 - 2008

1

Page 2: Buku Gembira

BAB I

P EN D A H U L U A N

A. POKOK PIKIRAN DAN ARGUMENTASI:

erakan reformasi dan demokratisasi di Indonesia yang telah bergulir dan dilaksnakan

saat ini adalah reaksi dan perlawanan terhadap sistim politik dan kebijakan

pembangunan Orde Baru yang sentralistik, represif dan cenderung korup. Setelah

pemerintahan Orde Lama yang lebih berorientasi kepada pembangunan politik dengan slogan

politik adalah panglima, telah membawa dampak kehidupan pemerintahan dan demokrasi

yang sangat labil, terbukti dari kejatuhan Kabinet yang tak terkendali. Sementara itu

penanganan ekonomi tidak menjadi perhatian serius, sehingga berkembang seadanya saja.

Pemerintahan Orde Baru justru membalikannya. Pembangunan ekonomi adalah yang utama,

sedangkan politik cukup dijalankan oleh segelintir politisi dan elit penguasa, atau dengan

slogan “Politick No, ekonomi Yes”. Hasilnya, justru terjadi ketimpangan social ekonomi yang

maha luas, antara segelintir orang yang kaya raya dengan sebagaian masyarakat yang hidup di

bawah garis kemiskinan. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) membelenggu dan merusak

mental birokrasi pemerintahan. Kebebasan masyarakat dirampas oleh Negara. HAM diinjak-

injak atas nama stabilitas Negara. Demokrasi dilumpuhkan karena masyarakat dianggap tidak

mampu melaksanakannya.

G

Penguasa Orde Baru mengadopsi ideologi pembangunan sentralistik

(developmentalism), dan melaksanakan dengan ketat. Proses pembangunan masyarakat dari

Sabang sampai Merauke, dinilai dengan indikator-indikator makro ekonomi yang ditetapkan

secara sentralistik pula dan diberlakukan secara pukul rata ke seluruh Indonesia. Kebijakan ini

mendorong pemerintah daerah bersama-sama dengan birokrasinya berusaha sedapat mungkin

memenuhi tuntutan pusat, karena dengan demikian dianggap sukses tetapi ketergantungan

menjadi lebih tinggi. Bersamaan dengan itu, masyarakat daerah makin terasing dari

pembangunan dan justru makin terpinggirkan karena pembangunan itu sendiri. Tetapi, itu

bukan masalah karena bukan masyarakat di daerah yang menentukan pemerintahan

daerahnya sukses atau tidak. Model pembangunan ekonomi Orde Baru berdasarkan pemikiran

teori ekonomi klasik mensyaratkan sentralisme dalam perencanaan, pelaksanaan dan kontrol.

Selain itu, negara hanya menyokong sekelompok kecil orang sebagai pemegang kendali

pembangunan ekonomi, yaitu dengan memberikan fasilitas bahkan tanpa kontrol, sehingga

sekelompok orang tersebut menjadi raksasa ekonomi. Harapan awal kebijakan ini adalah

bahwa sekelompok kecil orang tersebut dapat menciptakan multiplier effect bagi masyarakat

2

Page 3: Buku Gembira

luas sebagai dampak dari pendekatan kebijakan yang disebut trickle down effect (efek

penetesan ke bawah, Supriatna 2000).

Hasilnya justru terbalik dari yang dicita-citakan. Segelintir orang memang menjadi kaya

raya karena disokong oleh Negara. Mereka mengeruk sebagian besar uang rakyat untuk

menumpuk kekeyayaan, dan masyarakat makin miskin dan tak berdaya. Sementara itu

sebagian pejabat pemerintah yang bertugas mensejahterakan masyarakat justru terlibat-KKN,

termasuk dengan segelintir orang kaya yang tadinya diberi fasilitas yang dibiayai dengan

uang rakyat.

Gerakan reformasi berusaha mengoreksi semua penyelewengan dan penyalagunaan

wewenang serta pengelolaan kekayaan Negara dan uang rakyat selama pemerintahan Orde

Baru berkuasa. Reformasi menuntut agar penyelenggaraan Negara dikembalikan kepada cita-

cita sesuai aturan dan kebijakan yang sudah ditetapkan terutama sebagai Negara demokrasi.

Sejalan dengan itu masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk ikut serta didalam proses

pengambilan kebijakan, menjalankan dan ikut serta pula dalam kebijakan pemanfaatannya.

Selanjutan, didaerah-daerah pemerintah dan masyarakat diberi kebebasan dan wewenang

mengurus rumah tangga daerahnya sendiri, sehingga mereka bertanggung jawab dan merasa

memiliki. Sudah tidak relefan lagi masyarakat di daerah dianggap tidak sanggup mengurus

dirinya sendiri. Reformasi juga menuntut pemberantasan KKN, Penghormatan terhadap HAM

dan demokrasi, tidak mengkontradiksikan politik dan ekonomi sehingga memaksa kita

memilih salah satu di antaranya. Reformasi hanya mendorong terwujudnya otonomi

masyarakat, kebebasan berekspresi dan berkreatifitas, dan terwujudnya Pemerintahan yang

bersih dan accountable, dengan mengembalikan sistem Demokrasi atau mengembalikan

kedaulatan di tangan rakyat dalam proses pembangunan.

Salah satu perwujudan reformasi di bidang Pemerintahan adalah kebijakan otonomi

daerah, yang dimaksudkan adalah pemerintah dan masyarakat di daerah secara bersama

menentukan sendiri kebijakan dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

sesuai kebutuhan dan kondisi mereka. Kebijakan otonomi daerah juga berarti pengakuan

terhadap prinsip kedaulatan berada di tangan rakyat, kata lain dari demokrasi. Inilah capaian

penting dari reformasi di Indonesia, yang kemudian dikuatkan dengan lahirnya UU No. 22

tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU NO. 25 mengenai perimbangan keuangan

pusat dan daerah yang sejak 1 Januari 2001 sudah mulai diimplementasikan.

Permasalahannya adalah bagaimana kita mengejawantakan prinsip dan tujuan dari kebijakan

otonomi daerah itu dalam konteks local masyarakat Sikka dan menjadikannya sebagai prinsip-

prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Menurut kami, prinsip pokok pertama adalah meningkatkan partisipasi masyarakat.

Untuk maksud tersebut, pemerintah sebagai penyelenggara yang bertanggung jawab, terlebih

3

Page 4: Buku Gembira

dahulu harus membenah diri, membenah perangkat dan mekanisme sistemnya agar proses

penyelengaraan pembangunan dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Sementara itu posisi

masyarakat dalam tatanan kehidupan demokrasi, boleh dikatakan dinamikanya semakin

meningkatdan cukup potensial untuk berkembang baik secara kuantitas maupun kualitas.

Semua ini adalah hasil dan dampak positif dari reformasi. Kita patut bersyukur karena

masyarakat Sikka dapat merespon dan memberi isi terhadap reformasi. Persoalan sekarang

adalah bagaimana pemerintah daerah dan DPRD merumuskan sistim dan pola kebijakan yang

tepat agar dinamika aspirasi masyarakat ini bermanfaat bagi pembangunan masyarakat itu

sendiri.

Ada beberapa hal yang menurut hemat kami perlu dikembangkan agar dinamika

partisipasi ini bermanfaat untuk pengembangan demokrasi dan pembangunan kesejahteraan

masyarakat pada umumnya. Pertama, aspirasi masyarakat setidaknya harus dijadikan sebagai

acuan perumusan kebijakan politik dan pembangunan serta dijadikan sebagai salah satu pola

baku kontrol pelaksanaan kebijakan atau program tersebut. Ini berarti, perlu komitmen dan

kemauan yang ikhlas untuk menata ulang pola perencanaan pembangunan yang benar-benar

sinkron antara kebutuhan prioritas masyarakat serta missi tugas dan fungsi pelayanan dari

Unit – Dinas/ Satuan kerja pemerintah daerah. Sementara itu pengawasan teknis oleh Unit

kerja pemerintah serta masyarakat harus proporsional dan maksimal, sehingga kualitas dan

out put yang dicapai memadai. Pengalaman saat ini menunjukan bahwa koordinasi dan

sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan berbagai program pembangunan melalui

mekanisme yang ada ternyata masih benrjalan sendiri-sendiri bahkan kebutuhan prioritas

masyarakat sering tidak tertampung dalam berbagai program yang dilaksanakan pemerintah.

Masyarakat sering mempersoalkan program pembangunan yang dilaksanakan di wilayahnya

ternyata diluar dari yang prioritaskan dan diluar perencanaannya. Sehingga sering kali mereka

hanya menjadfi penonton dan pada giliranya mereka tidak merasa memiliki. Kedua,

pemerintah menfasilitasi dan mendorong berbagai bentuk asosiasi gerakan masyarakat (Civil

Society), seperti koperasi, LSM, perkumpulan, dll melalui kerja sama atau bantuan teknis

lainnya untuk mengembangkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, seperti

pendidikan, ekonomi skala kecil, dan berbagai bentuk pengembangan otonomi masyarakat

lainnya.

Masih berkaitan dengan partisipasi masyarakat adalah bagaimana menjadikan

masyarakat sebagai subyek yang mandiri/otonom. Menjadikan masyarakat subyek yang

otonom berarti, pertama-tama merubah cara pandang kita sendiri sebagai penyelenggara

pemerintahan. Pemerintah semestinya tidak lagi melihat masyarakat hanya sebagai obyek

pembangunan fisik yang dianggap miskin, bodoh atau pun tidak mau maju dan berkembang.

Bahwa masyarakat itu tidak memiliki potensi sumberdaya yang memadai dan peluang

4

Page 5: Buku Gembira

mengelolanya pun terbatas, termasuk skill untuk mencapai kemajuan dalam berbagai bidang.

Tidak berarti kesempatan dan peluang mengelolanya pun menjadi terbatas. Persoalannya,

selama ini kita terjebak dalam ambisi membangun yang fisik untuk kebutuhan praktis

pragmatis, lalu kita tinggalkan yang strategis sprituil untuk kemanusiaan manusia.

Pendekatannya bersifat top down, dimana keterlibatan masyarakat menjadi sangat terbatas

termasuk proses pengambilan keputusan dan perencanaannya sendiri masyatrakat tidak tahu.

Lalu masyarakat menjadi penonton, tetpai proyeknya gagal dan mubasir maka masyarakatlah

yang dipersalahkan.

Menurut hemat kami masyarakat Sikka memiliki sumber daya yang cukup potensial

termasuk ketrampilan dan kreatifitas yang cukup survive di tengah tantangan hidup yang

mungkin paling keras di seluruh Indonesia. Masyarakat Sikka juga memiliki daya kreatif yang

tinggi sebagaimana terwujud dalam bentuk kreasi seni dan budaya. Masalahnya bagaimana

cara pandang pemerintah untuk mengembangkan potensi ini menjadi peluang dan harapan.

Untuk memacu pembangunan lima tahun ke depan Kabupaten Sikka dalam kerangka

otonomi daerah, kami tawarkan suatu pola pendekatan yang menjadi sebuah “gerakan” yang

dinamakan “GEMBIRA”. Kata ini merupakan akronim bebas: Gerakan Membangun Berbasis

Inisiatif Rakyat. Visi GEMBIRA ini menempatkan rakyat sebagai subyek yang dari padanya

kita menemukan kekuatan dan sumber inspirasi pembangunan.

Mengapa inisiatif rakyat menjadi basis? Pertama, kita percaya bahwa masyarakat Sikka

memiliki pengalaman dan kemampuan untuk membangun diri mereka sendiri. Ini adalah

bentuk apresisiasi bukan hanya terhadap kapasitas masyarakat tetapi juga terhadap apa yang

secara timbal balik saling mendukung, yaitu demokrasi dan pengembangan civil society.

Kedua, berdasarkan kebijakan otonomi daerah maka prinsip pembangunan bersifat top-down

pada masa Orde Baru harus kita ganti dengan model bottom up.

Selanjutnya di mana dan bagaimana posisi pemerintah daerah? Sejalan dengan prinsip-

prinsip di atas maka pemerintah daerah adalah fasilitator bagi pengembangan potensi

masyarakat. Dengan demikian pemerintah bukan lagi sumber dan asal mula proyek

pembangunan, melainkan rakyat. Di sini berlaku semacam prinsip subsidiaritas, yakni apa

yang dimiliki dan dapat dikembangkan sendiri oleh masyarakat tidak perlu campur tangan

pemerintah. Pemerintah hanya mengambil bagian dalam upaya membantu apa yang tidak

dapat dikerjakan sendiri oleh masyarakat, misalnya dengan memberi insentif pajak dan

fasilitas pinjaman kepada usaha-usaha kreatif masyarakat dan menyiapkan infrastruktur yang

memudahkan mereka untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar dan kemajuan yang

sustainable.

5

Page 6: Buku Gembira

B. PROFIL KABUPATEN SIKKA:

1. KONDISI UMUM

Secara geografis, luas wilayah Kabupaten Sikka 7.436,10 Km2 terdiri dari luas

daratan (Pulau Flores) 1.614,80 Km2 dan pulau-pulau (17 buah) 117,11 Km2 dan luas

lautan 5.821,33 Km2 . Luas daratan Kabupaten Sikka dibandingkan dengan luas wilayah

Propinsi Nusa Tenggara Timur maka hanya sebesar 3,66% dari luas wilayah NTT sebesar

47.349,91 Km2. Keadaan topografi sebagian besar berbukit dan bergunung dengan lereng-

lereng yang curam diselang-selingi lembah. Untuk topografi datar pada umumnya terletak

di daerah pantai.

Kabupaten Sikka beriklim tropis seperti pada daerah-daerah lain di Indonesia pada

umumnya. Suhu berkisar antara 270C - 290C, pada musim panas maksimum 29,70C dan

pada musim hujan minimum 23,80C atau rata-rata 27,20C. Kelembaban udara rata-rata

85,5 % per tahun, kelembaban nisbih 74 % - 86 % Kecepatan angin rata-rata 12 - 20

knots. Musim panas 7 - 8 bulan (April / Mei - Oktober / Nopember) dan musim hujan

kurang lebih 4 bulan (Nopember - Desember - Maret - April) Curah hujan per tahun

berkisar antara 1.000 mm -1.500 mm, dengan jumlah hari hujan sebesar 60-120 hari per

tahun.

Penggunaan tanah di Kabupaten Sikka di dominasi lahan pertanian yaitu seluas

90.138 ha (52,05%), sedangkan penggunaan tanah lainnya yaitu kawasan hutan seluas 3

8.442,43 ha (22,20%), semak belukar seluas 23.745 ha (13,71%) dan lain-lain seluas

20.865,57 ha (12,05%).

Secara administratif Pemerintahan Knbupaten Sikka terdiri dari 12 (data tahun 2006)

kecamatan membawahi 160 desa / kelurahan (147 desa dan 13 kelurahan). Kemajemukan

suku dan adat istiadat penduduk Kabupaten Sikka merupakan potensi besar yang patut

dikelola secara baik untuk menunjang pembangunan daerah termasuk di dalamnya

semangat gotong royong yang masih tampak terutama di pedesaan. Secara umum terdapat 5

kategori adat budaya masyarakat Kabupaten Sikka, yaitu: adat budaya Lio, Sikka Krowe,

Muhang/Tana Ai, Bajo/Bugis dan adat budaya Palue. Rata-rata pendapatan per kapita

penduduk Kabupaten Sikka masih berada di bawah rata-rata NTT. Sampai tahun 2002

(berdasarkan harga berlaku) rata-rata pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sikka

sebesar Rp. 1.951.328 sedangkan NTT sebesar Rp. 2.060.000. PDRB tahun 2000

berdasarkan harga konstan tahun 1993 sebesar Rp. 219.875.435,- meningkat sebesar 5,69

% dan tahun 2001 sebesar Rp. 208.029.969, Rata-rata pertumbuhan ekonomi pada tahun

2002 sebesar 5,69%.

Sampai tahun 2002 Struktur Perekonomian Kabupnten Sikka masih didominasi oleh

sektor Pertanian sebesar 43,30%, sektor jasa sebesar 19,01%, sektor perdagangan, restoran

6

Page 7: Buku Gembira

dan hotel sebesar 15,60%. Sedangkan sektor lainnya memberikan sumbangan yaitu di

bawah 2%.

2. POTENSI WILAYAH

a. Sumberdaya Manusia

Jumlah penduduk pada tahun 2003 adalah 276.507 jiwa dengan laju

pertumbuhan penduduk sebesar 0,53%. Jumlah kepala keluarga sebanyak 56.217 KK

dengan rata -rata 5 jiwa per KK. Sedangkan rata-rata kepadatan penduduk 154 jiwa

per Km2 (data BPS tahun 2003). Jumlah KK Miskin sebanyak 38.299 KK.

Tingkat pendidikan pada tahun 2003 didominasi oleh belum tamat SD sebesar

45,36%, tamat SD sebesar 29%, tidak sekolah / belum sekolah sebesar 9,35%, tamat

SLTP sebesar 7,56%, tamat SLTA sebesar 6,75% dan tamat akademi / perguruan

tinggi sebesar 1,94%. Jumlah sarana pendidikan tahun 2005 TK sebanyak 62 unit, SD

sebanyak 295 unit, SLTP sebanyak 49 unit, SMU sebanyak 20 unit, SMK sebanyak 8

unit dan Perguruan tinggi sebanyak 3 unit. 62 unit Puskesmas Pembantu, 6 unit Balai

Pengobatan, 4 bunh apotik, 101 unit Polindes, 490 unit Posyandu, 7 unit Puskesmas

Keliling Roda Empat, 3 unit Puskesmas Keliling Laut dan 3 unit Laboratorium

Angkatan kerja penduduk Kabupaten Sikka tahun 2003 sebanyak 138.012 jiwa.

Penduduk yang bekerja sebanyak 136.116 jiwa sedangkan penduduk yang sedang

mencari kerja sebanyak 1.896 jiwa.

a. Sumberdaya Alam

Pertanian

Pada sub sektor pertanian tanaman pangan, Kabupaten Sikka memiliki lahan

kering potensial yang luas tetapi letaknya tersebar (tidak pada satu hamparan tertentu),

sehingga sebagian besar lahan tersebut masih berupa lahan tidur. Lahan basah yang

potensial seluas 3.593 Ha, lahan fungsional seluas 2.032 Ha, sedangkan lahan basah

yang belum diolah seluas 1.561 Ha. Untuk lahan kering yang potensial seluas 86.545

Ha, lahan fungsional seluas 29.870 Ha daan lahan kering yang belum diolah seluas

57.135 Ha.

Untuk sub sektor perkebunan, areal perkebunan pada tahun 2003 seluas

6.717.325 ha. Untuk komoditi Kelapa luas areal 22.752,85 ha dengan produksi

4.379,276 ton, Kakao luas areal 20.421,87 ha dengan produksi 7.886,43 ton, Jambu

Mete luas areal 20.144,59 ha dengan produksi 2.096,25 ton, Kopi (uas areal 1.636,53

ha dengan produksi 158,033 ton, Cengkeh luas areal 1.497,58 ha dengan produksi

220.220 ton, Kepok luas areal 175,93 ha dengan produksi 20.008 ton, Jarak luas areal

501,86 ha dengan produksi 49.321 ton, Tembakau luas areal 464,35 ha dengan

produksi 73.719 ton, Vanili luas areal 360,50 ha dengan produksi 49.685 ton, Lada

7

Page 8: Buku Gembira

luas areal 263,05 ha dengan produksi 94.304 ton clan Pala luas areal 427,14 ha dengan

produksi 31.083 ton.

Sub sektor peternakan, jumlah populasi ternak pada tahun 2003 di Kabupaten

Sikka antara lain kuda sebanyak 16.509 ekor, sapi sebanyak 8.640 ekor, kerbau

sebanyak 565 ekor, kambing sebanyak 75.952 ekor, babi sebanyak 224.821 ekor,

ayam sebanyak 536.734 ekor dan itik sebanyak 45.234 ekor.

Kehutanan

Jumlah pohon dan produksi tanaman kehutanan tahun 2003 yaitu Kemiri

sebanyak 110.286 pohon dengan produksi 1.671,58 ton, dan asam sebanyak 26.170

pohon dengan produksi 1.297,43 ton.

Perikanan

Luas perairan Laut Kabupaten Sikka (Laut Flores dan Laut Sawu) sebesar

5.821,33 Km2 atau sebesar 77,07 % dari luas wilayah Kabupaten Sikka. Panjang

garis pantai ± 379,30 Km2 dan potensi lestari perairan sebesar 21.175 ton per tahun.

Standing stock jenis pelagis 22.940 ton dan jenis demersal 12.352 ton. Potensi

penangkapan lestari untuk jenis pelagis 13.764 ton per tahun dan jenis demersal

7.411 ton per tahun (jumlah = 21.175 ton/tahun) atau 60 % dari standing stock.

Produksi perikanan tahun 1998 sampai dengan tahun 2003 secara berturut-

turut sebagai berikut: 6.784,2 ton; 7.322,6 ton; 7.927,9 ton; 8.230,2 ton; 8.475,2 ton.

Sementara tingkat pemanfaatan sampai dengan tahun 2003 sebesar 34,58 berupa:

a. Pelagis besar seperti ikan tuna cakalang, tongkol, cucut / hiu, tenggiri, terbang.

b. Pelagis kecil seperti ikan kembung, lemuru, teri, layang, selar, baronang.

c. Demersal/ikan - ikan dasar seperti kerapu, kakap, bawal, lencam, ekor kuning.

d. Non finfish:

Lobster, cumi-cumi, teripang, pelagis.

Nener: potensi lestari 65 juta ekor/tahun.

Produksi tahun 2003: 1.510.000 ekor / tahun (2,32 %).

Dengan garis pantai 379,30 Km maka peluang pengembangan usaha budidaya

terutama komoditi mutiara, rumput laut, teripang, baronang, bandeng dan udang.

Sampai dengan tahun 2003 yang sudah diusahakan adalah rumput laut dan mutiara.

Perkembangan Perdagangan antar pulau komoditi perikanan tahun 2003 yaitu:

1. Tuna /Cakang Baku :1.492.000 Kg ke Jakarta dan Banyuwangi

2. Ikan segar (tenggiri) :1.581 kg ke Denpasar

3. Kerapu segar :3.500 kg ke Denpasar

4. Kerapu hidup :425 kg ke Denpasar

5. Ikan teri kering :15.000 kg ke Kupang

8

Page 9: Buku Gembira

6. Ikan.Kayu : 80.000 kg ke Makasar

7. Ikan Napoleon : 873 kg ke Denpasar

8. 8. Lobster hidup : 3.619 kg ke Denpasar

9. Nener : 1.510.000 kg ke Makasar

10. Anakan kerang Mutiara :1.510.000 kg ke Mataram

Perkembangan export komoditi perikanan tahun 2003 adalah Kerapu hidup

sebanyak 3.800 Kg ke Hong Kong.

Pertambangan dan Energi

Potensi bahan galian/tambang/mineral dan energi sebagai berikut:

Mineral industri:

- Gips Desa Dobo Kec. Mego (belum di survey)

- Kaolin Desa Bhera Kec. Mego (belum di survey)

- Porselin/ batu tokesi Desa Paga Kec. Paga (belum di survey)

- Pasir besi : Desn Lela Kecamatan Lela dan Desa Bola Kecamatan Bola;

- Clay: di Hikong, Kringa, Ojang, Wailamun, Nebe dan Talibura Kecamatan

Talibura; (belum di survey)

- Phosphate: Pemana Kecamatan Maumere; (belum di survey)

- Belerang: di Desa Egon Kecamatan Waigete 2000 Ha pernah disurvey oleh PT.

Andalan Alam;

- Mineral vital: aurum (Au) dan emas di Desa Tanarawa Kecamatan Talibura tahun

1987 diadakan pemboran oleh PT. Nusa Lontar Mining.

Potensi sumber energi yang telah dimanfaatkan adalah energi tenaga surya. Tahun

1999 Kecamatan Palue mulai digerakkan energi surya untuk penerangan / listrik bagi

100 rumah tangga, sampai dengan tahun 2003 sudah mencapai 1.543 KK

Pariwisata

Potensi obyek wisata Kabupaten Sikka keberadaannya ada yang sudah maupun

belum dikelola dan dikategorikan menjadi 5 yaitu:

1. Potensi wisata pantai/bahari

Obyek wisata yang sudah dikelola yaitu pantai Waiara, pantai Patiahu, Wairterang dan

Pantai Wodong. Sedangkan obyek wisata yang belum dikelola antara lain Pantai

Doreng, Pantai Koka, Pantai Waturia dan Pantai Sikka,

2. Potensi wisata alam/panornma alam

Obyek wisata yang sudah dikelola Taman laut Teluk Maumere. Sedangkan Potensi wisata

yang belum dikelola antara lain Gua alam Keytimu dan Wairbao di Bola, Air Panas di

9

Page 10: Buku Gembira

Palue, Gunung Egon di Waigete, Batu Meteor di Desa Kloangpopot, pemandangan alam

puncak Bliran Sina Watublapi dan Taman Satwa di Pulau Dambila.

3. Potensi wisata rohani

Salah satu pusat agama Katholik, Kabupaten Sikka memiliki beberapa obyek wisata

rohani yaitu Gereja Tua Sikka, Patung Santa Maria (Mageria, Wisung Fatima Lela,

Watusoking /Watubala dan Hokor dan Patung Kristus Raja di Kota Uneng.

4. Potensi wisata budaya

Kabupaten Sikka dengan beragam suku memiliki kekayaan budaya yang beragam. Potensi

wisata yang sudah dikelola antara lain: Museum Blikon Blewut (Ledalero), Perahu

Tembaga / Jong Dobo (Desa Iantena) Kecamatan Kewapante, Kampung Tradisional

(Nuabari, Hewokloang, Wuring / Bugis) dan Sanggar Budaya: (Gait Gu di Tebuk, Cogo,

Canda di Nangahale, Tarian Bobu di Sikka, Bliran Sina di Watublapi, Wuat Puan di

Watublapi, Puger Mudeng di Ohe, Pesalintunn Penin di Dokar, Tarian Bebing di Hokor)

Sedangkan potensi yang belum dikelola yaitu Kuburan Batu / Kampung Tua Desa Lenan

Darate Kec. Paga, Ritual Watu Mahe, Gading Gajah Purba (Watublapi).

5. Potensi wisata minat khusus

Obyek wisata minat khusus antar lain Taman berburu di Pulau Besar, Pusat

Kerajinan Rumah Tangga dan pasar tradisional dan keanekaragaman budaya suku Palue

di Kecamatan Palue.

3. SARANA DAN PRASARANA

a. Perumahan

Kebutuhan akan rumah yang layak huni semakin meningkat dari tahun ke tahun

baik milik Pemerintah maupun perorangan. Jumlah bangunan rumah penduduk tahun

2003 sebanyak 55.200 buah, terdiri dari 9.519 buah Rumah permanen, 5.538 buah

Rumah semi permanen dan 40.143 buah Rumah tidak permanen

b. Prasarana Jalan

Total panjang jalan di Kabupaten Sikka pada tahun 2003 adalah 980,32 km

dengan perincian jalan negara sepanjang 121,68 km, Jalan Propinsi sepanjang 109,9 km,

dan Jalan Kabupaten sepan jang 748,74

c. Pelabuhan:

Jaringan transportasi laut yang dilayani Pelabuhan Sadang Bui (jenis pelabuhan

Nusantara) memiliki 3 (tiga) buah dermaga berkonstruksi beton berkapasitas sandar kapal

berukuran 10.000 GT.

Jaringan transportasi udara dilayani oleh Bandar Udara Waioti dengan kapasitas

landasan yang dapat didarati oleh Foker 28. Frekuensi penerbangan pada tahun 2002

10

Page 11: Buku Gembira

sebanyak 398 kali PP dengan membawa 7.262 penumpang tujuan ke Maumere dan

memberangkatkan 9.129 penumpang keluar.

Perusahaan Penerbangan yang secara reguler melayani rute penerbangan dari dan

keluar Maumere adalah Merpati Nusantara Airlines dan Pelita Air dengan jadwal setiap

hari penerbangan Maumere, Kupang, Waingapu, Denpasar, Surabaya, Jakarta,

Yogyakarta dan Bandung.

d. Telekomunikasi

Fasilitas telekomunikasi yang terdapat di Kabupaten Sikka yaitu 1 Kantor Pos

Pusat dan 5 kantor pos pembantu, 1 Kantor Telkom dengan 4725 SST, 11 buah wartel,

stasiun relay TVRI, Stasiun Microwave, 2 Stasiun radio, 19 SSB don 3 Tower

pemancar Telepon 65M

e. Listrik

Kapasitas tenaga listrik yang terdapat di Kabupaten 5ikka sebesar 4.876 KW

dengan jumlah KWH jual sebesar 1.609,382 KW. Panjang jaringan listrik tegangan

menengah (JTM) sebesar 301,042 KMS, sedangkan jaringan tegangan rendah (JTR)

sebesar 337,11 KMS. Jumlah pelanggan saat ini adalah 16.560 RT dengan jumlah

gardu sebanyak 150 buah dan Va terpasang 13.797

f. Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan yang terdapat di Kabupaten Sikka yaitu Bank sebanyak 8

unit, Pegadaian sebanyak 2 unit, Asuransi sebanyak 3 unit dan Koperasi sebanyak 99

unit.

g. Sarana Perdagangan

Sarana Perdagangan di Kabupaten Sikka yaitu Pusat Pertokoan sebanyak 4 buah,

Perdagangan sebanyak 20 buah dan Pasar sebanyak 15 buah yang merupakan pasar

tradisional.

h. Jasa Akomodasi

Jasa akomodasi di Kabupaten Sikka yaitu hotel dan restoran. Untuk Klasifikasi

hotel Bintang II sebanyak 2 buah, Melati I sebanyak 13 buah, Melati II sebanyak 3 buah

dan Melati III sebanyak 5 buah. Untuk restouran / rumah makan sebanyak 25 buah.

Untuk jasa lainnya antar lain biro perjalanan sebanyak 4 buah, cabang biro per jalanan

sebanyak 3 buah, agen perjalanan sebanyak 4 buah, Toko/koperasi cinderamata

sebanyak 3 buah, tempat billiard sebanyak 10 buah, taman rekreasi sebanyak 1 buah dan

Pub/Karaoke sebanyak 7 buah.

11

Page 12: Buku Gembira

C. KENDALA UMUM PENGEMBANGAN KUALITAS PEMBANGUNAN;

endala yang senantiasa dihadapi dalam pengembangan kwalitas pembangunan

masyarakat sesuai paradigma otonomi dengan konsep pemberdayaan dan penguatan

masyarakat yakni:

KPertama, Kendala Historis; Feodalisme dan kolonialisme yang pernah dipraktekan,

secara efektif di Indonesia selama 3,5 abad, telah melumpuhkan kepercayaan diri dan harkat

manusia yang merdeka. Bahkan proses ini menciptakan mentalitas masyarakat yang pasif dan

selalu bergantung pada pihak lain sangat kuat.

Kedua, Pendekatan pembangunan yang top down; implikasi pendekatan tersebut, yakni

“semangat mengatur” kehidupan masyarakat oleh birokrasi pemerintah sangat dominan,

sehingga prakarsa dan inisiatip serta partispasi masyarakat menjadi terbatas.

Ketiga, Kendala yang bersifat kelembagaan ;

1. Kelembagaan yang ada di masyarakat; seperti, LMD,LKMD, PKK, POSYANDU,

KUD, KARANG TARUNA, dll, selalu berorientasi keatas dan lebih banyak

mewakili kepentingan pembangunan yang di rancang dari atas. Disamping itu para

pimpinan dan anggotanya yang terlibat, karena mobilisasi, tanpa proses rekruitmen

dan kaderisasi yang terstruktur sehingga komitmen, kreatifitas dan inisiatip kerja

sangat lemah, untuk mengartikulasikan/ menerjemakan kebutuhan dan kepentingan

masyarakat.

2. Kelembagaan pemerintah, seperti Dinas – Instansi serta Unit satuan kerja yang

mengemban tugas sebagai “pelayan public” mempunyai dua kendala structural

yakni: Pendekatannya masih berorientasi sektoral, koordinasi dan keterpaduan

program serta implementasinya masih belum berjalan baik. Sementara itu

pengalaman untuk memfasiliatasi program secara partisipatif dengan orienatsi untuk

proses belajar dan pemberdayaan masyarakat, masih belum menjadi komitmen

bersama dan andala keberhasilan program.

Keempat, Masih belum ada persepsi untuk memberikan kepercayaan sepenuhnya

terhadap kapasitas dan kemampuan masyarakat pedesaan. Pandangan tersebut memberi label

bahwa masyarakat adalah komunitas yang tidak mandiri, tidak mampu, kurang kerja keras,

masih tergolong miskin, tidak mau maju dan tidak kreatif, sehingga menimbulkan distorsi di

dalam proses pengambilan keputusan kebijakan pembangunan dan implementasinya.

Masyarakat dilihat sebagai obyek pembangunan semata dan beban yang harus ditangani.

Kelima, Pendekatan pembanungunan lebih mencirikan karitatif, dimana kebutuhan-

kebutuhan praktis/sesaat yang menjadi porsi perhatian, lalu menempatkan masyarakat

menjadi obyek kebaikan hati dan belas kasihan.

12

Page 13: Buku Gembira

Keenam, Partisipasi masyarakat masih diukur dalam wujutnya yakni memberikan

tenaga atau bahan local dan swadaya uang, bukan lebih pada perhatian dan partisipasinya

dalam setiap langkah proses yakni mulai dari pengambilan keputusan, perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan dan evaluasinya.

D. FILOSOFI PENDEKATAN GEMBIRA

elajar dari pengalaman-pengalaman masa lalu dan mencermati realitas kehidupan

masyarakat kabupaten Sikka dalam melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan,

maka kita akan menemukan budaya kerja dengan pola gotong royong yang telah mengakar

pada masyarakat Sikka yang sarat dengan nilai kebersamaan dan kekeuargaan.Realitas mana

menunjukan bahwa masyarakat Sikka dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, mereka selalu

mengerjakannya secara bersama-sama dalam suasana gembira dan suka cita tanpa merasakan

sebagai beban, penuh kekeluargaan. Misalnya kegiatan “Sako Seng” yakni gotong royong

mencangkul – mengolah lahan untuk bertani, yang dilakukannya secara bergilir setiap hari

untuk setiap orang atau berdasarkan kesepakatan besama, dimana sambil bekerja, selalu ada

nyanyian atau pantun berbalas pantun tradisional yang mengiringi kerja mereka sehingga

menambahkan semangat dan gairah kerja tersebut. Suasana tersebut menjadikan mereka

tidak memperdulikan panas terik matahari maupun hujan yang menguyur badan, sehingga

tetap gembira dan enjoi. Malah “Sako Seng” juga menjadi ajang – arena bagi muda mudi

“tempoe doeloe” untuk memadu cinta, yang berakir pada pelaminan dan banyak sukses bagi

pasangan yang akirnya menikah. Dengan demikian kata gembira adalah suasana dimana

orang tidak memiliki beban apapun teristimewa batinnya yang membuat seseorang senang,

bahagia, sukacita, riang dan rileks.

B

Selanjutnya dalam konteks paradigma baru sistem pemerintahan di Indonesia yakni

dengan adanya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tantang

Otonomi Daerah, maka paradigma pembangunan pun bergeser dari pola “Top down”

menjadi “Buttom Up”, dimana masyarakat hanya menjadi obyek dari program dan proyek

yang direncanakan dan dilaksanakan oleh orang lain teristimewa pemerintah sebagai

penyelenggara Negara, sehingga masyarakat hanya menjadi penonton. Sedangkan

penyelenggaraan otonomi menempatkan masyarakat sebagai subyek yang bertanggung jawab

penuh atas kesejahteraan hidupnya, sehingga pihak luar menjadi mitra yang mendorong

terwujudnya kesejahteraannya. Atas dasar kerangka argumentasi ini, maka untuk

melaksanakan pembangunan dalam kurun kepeimimpinan kami lima tahun kedepan, kami

menawarkan pola pendekatan pembangunan menjadi sebuah “gerakan” sehingga proyek

bukan demi proyek, melainkan proyek dan kegiatan harus menjadi sarana belajar dari

sebuah proses demokrasi dimana masyarakat merasa memiliki karena keputusannya sendiri.

13

Page 14: Buku Gembira

Atas argument dan pemahaman tentang otonomi daerah dengan paradigma pembangunan

“buttom up” tersebut maka untuk mendukung dan memperkuat komitmen pembangunan yang

berwawasan kerakyatan lima tahun kedepan, kami lebih memilih filosofi pembangunan yang

kami namakan GEMBIRA. Kata ini mempunyai makna sebagaimana telah kami paparkan

diatas. Selanjutnya sebagai sebuah filosofi pendekatan pembangunan maka kata GEMBIRA

merupakan akronim bebas sebagai Gerakan Membangun Berbasis Inisiatif Rakyat.

Pendekatan GEMBIRA ini jelas menempatkan rakyat sebagai subyek/aktor yang dari

padanya kita menemukan kekuatan dan sumber inspirasi pembangunan. Melalui filosofi ini

kita ingin memberikan pengakuan, penghargaan dan kepercayaan atas kapasitas dan

kemapuan masyarakat untuk melaksanakan dan mencapai kesejahteraan hidupnya. Sedangkan

pihak lain harus menjadi mitra fasilitator yang mendukung dan mendorong terwujudnya cita-

cita mereka.

Terdapat dua kata Kunci yang sarat makna dari filosofi ini yakni kata-kata “gerakan”

dan “inisiatif”. Gerakan bermakna bahwa setiap program dan kegiatan yang dilaksanakan

untuk masyarakat entah dari lembaga atau pihak manapun harus menjadi media belajar

bagi masyarakat sebagai proses demokrasi dimana setiap tahapan kegiatan proyek

melibatakan masyarakat dan masyarakat merasa memilikinya. Disamping itu hasil dari

sesuatu proyek atau kegiatan tidak menjadi satu-satunya tujuan akir, melainkan kehadirannya

harus mendorong dan menggerakan masyarakat untuk merencanakan dan melaksanakan

kegiatan-kegiatan lainya untuk mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi.

Selanjutnya, mengapa inisiatif rakyat kita jadikan sebagai basis argumentasi atau kata

kunci dari filosofi ini? Pertama, karena kita percaya masyarakat Sikka memiliki

pengalaaman dan kemampuan untuk membangun diri mereka sendiri. Ini adalah bentuk

apresisiasi bukan hanya terhadap kapasitas masyarakat tetapi juga terhadap apa yang

secara timbal balik saling mendukung, yaitu demokrasi dan pengembangan civil society.

Kedua, berdasarkan kebijakan otonomi daerah maka prinsip pembangunan bersifat top-

down pada masa Orde Baru harus ditinggalkan dan diganti dengan model bottom up.

Di mana dan bagaimana posisi pemerintah daerah? Sejalan dengan prinsip-prinsip di atas

maka pemerintah daerah adalah fasilitator bagi pengembangan potensi masyarakat. Dengan

demikian pemerintah bukan lagi sumber inisiatif dan pemrakarsa proyek pembangunan,

melainkan rakyat. Di sini berlaku semacam prinsip subsidiaritas, yakni apa yang dimiliki dan

dapat dikembangkan sendiri oleh masyarakat perlu dihargai dan dikembangkan pemerintah.

Pemerintah dapat mengambil bagian dalam upaya membantu apa yang tidak dapat dikerjakan

sendiri oleh masyarakat, misalnya dengan memberi insentif pajak dan fasilitas pinjaman

kepada usaha-usaha kreatif masyarakat dan menyiapkan infrastruktur yang memudahkan bagi

mereka untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar dan kemajuan yang sustainable.

14

Page 15: Buku Gembira

Memang membangun dengan model pendekatan ini menjadi tidak mudah dan kompleks,

namun kita harus mulai dengan proses yang demokratis dan partisipatif. Karena itu, perlu

waktu dan “kesabaran” dan komitmen kuat semua pihak.

15

Page 16: Buku Gembira

BAB II

MELETAKKAN DASAR DAN ARAH PANDANG

DARI PEMBANGUNAN BERORIENTASI PERTUMBUHAN

KE PEMBANGUNAN BERBASIS RAKYAT

A. KILAS BALIK VISI PEMBANGUNAN BERORIENTASI

PERTUMBUHAN

Para ahli ekonomi pembangunan ortodoks biasanya mendefinisikan pembangunan

sebagai pencapaian pertumbuhan ekonomi yang akan meningkatkan standar hidup.

Peningkatan ini akan dicapai melalui penggunaan sumber daya manusia, sumber daya alam

dan kelembagaan. Gross National Product / GNP merupakan ukuran kemajuan yang paling

nyata menurut definisi ini. Namun sesungguhnya definisi ini jika diperhadapkan dengan

berbagai kenyataan pengalaman dari banyak Negara maka pembangunan yang berorientasi

pertumbuhan tidak memberi arti yang signifikan kepada orang miskin. Pengalaman bangsa

Indonesia dari beberapa dekade lalu hingga saat ini membuktikan bahwa pertumbuhan

ekonomi tidak dengan sendirinya meningkatkan taraf hidup mayoritas orang yang nota bene

adalah kaum miskin-kecil-tertindas. Pertumbuhan ekonomi disatu pihak sementara dipihak

yang lain tidak memperhatikan Peningkatan kwalitas sumber daya manusia maka roda

pembangunan secara umum dapat dilakukan dengan tidak mempedulikan hak asasi manusia.

Sumber daya alam dihambur-hamburkan hanya untuk mengejar keuntungan jangka pendek –

“environmental borrowing” (pinjaman lingkungan). Peningkatan efektifitas kelembagaan

dicapai dengan memotong beberapa layanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh

penduduk local dan kaum marginal.

Setelah melewati kurun waktu kurang lebih 3 dekade pembangunan yang dilaksanakan

di Indonesia, kita harus jujur mengatakan bahwa cukup banyak kemajuan yang dicapai, tetapi

sayangnya adalah bahwa masalah-masalah mendasar masih tetap sulit tertangani dengan baik

teristimewa masalah-masalah Pendidikan dan kesehatan. Tingkat kematian ibu dan

anak ,misalnya, semakin tinggi yang tidak sebanding dengan pencapaian kemajuan sarana

dan prasarana fisik, sehingga belum membawa perbaikan berarti dalam hal layanan sosial

kepada masyarakat. Adanya perubahan – perubahan yang terjadi, membuat masyarakat hanya

dapat ‘bertahan hidup’ dalam kemiskinan mereka, namun sama sekali tidak membebaskan

mereka dari kemiskinan itu. Kita menyaksikan bahwa dana triliunan rupiah dipergunakan

untuk membangun infrastruktur berupa jalan raya bahkan jalan-jalan tol dibeberapa kota

besar di pulau Jawa, pelabuhan udara, dan listrik menjadi lebih memadai, namun biasanya

perbaikan sarana seperti itu terjadi bukan di daerah di mana penduduk miskin sedang sekarat

16

Page 17: Buku Gembira

membutuhkan perhatian akan pemenuhan kebutuhan pokok akan makan minum dan

kebutuhan lainnya.

Kondisi ini sesungguhnya sama dengan orientasi pembangunan gaya ortodoks yang

lebih mementingkan perbaikan teknis dari suatu masalah teknis dan bukan atas dasar

kebijakan strategis. Kemajuan teknologi pertanian, perangkat dan pelatihan hanya ditujukan

untuk mengatasi masalah pangan. Imunisasi dan pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk

memerangai penyakit. Tidak satupun alasan dari pendekatan berbasis pertumbuhan yang

dimaksudkan untuk mencari sebab mengapa masyarakat kelaparan, mengapa masyarakat

miskin bertambah banyak, sehingga akar masalahnya dapat ditemukan dan kita harus

membangun dengan menangani akar masalahnya.

Model pembangunan tersebut, melaksanakan kebijakan yang hanya melayani kebutuhan

kaum elite dengan melimpahkan beban pada yang miskin, mengabaikan mereka yang secara

praktis tertindas, atau mereka yang hidup di daerah terpencil yang hanya mencerminkan

pengharapan jangka pendek ketimbang kelangsungan hidup jangka panjang.

Ditengah – tengah terpaan krisis multidimensi yang dialami bangsa Indonesia, dengan

seolah – olah menutup mata terhadap kenyataan ini, masih ada juga pelaksana pembangunan

dari berbagai komponen masarakat kita yang puas dengan hasil kerja yang selama ini. Namun

tidak kita sadari bahwa jumlah orang miskin terus bertambah banyak, pendidikan dasar belum

dikelola dan tidak terurus dengan baik, pertumbuhan penduduk terus melonjak dan

sebagainya. Semua komponen masyarakat yang bergerak dalam berbagai aktifitas

pembangunan masih lebih tertarik dengan masalah – masalah kekinian, dengan popularitas

saat ini, dan dengan para pemikir sekarang, sehingga kurang ada kemauan bercermin pada

pengalaman-pengalaman masa lalu yang sesungguhnya bermanfaat bagi perkembangan

pilihan-pilihan model pembangunan masa depan.

Pelajaran – pelajaran yang kita petik selama masih menggunkan paradigma dan visi

pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan, menyatakan bahwa pranata - pranata

dalam masyarakat kita disiapkan untuk menghasilkan pertumbuhan demi sejumlah kecil orang

tanpa memperhatikan akibat – akibat sosial dan lingkungan hidupnya. Inilah inti kegagalan

pranata – pranata ini dalam menjamin keadilan, keberlanjutan, dan ketercakupan. Fokus yang

terus menerus ditujukan kepada pertumbuhan untuk menyelesaikan krisis lantaran tidak

adanya tranformasi dalam visi dan pranata, kita hanya akan memperdalam krisis kemiskinan,

kegagalan lingkungan hidup dan disiintegrasi sosial. Pertumbuhan memang penting, tetapi

harus diberi muatan baru yang sesuai untuk kondisi masyarakat kecil kebanyakan terutama

kebijakan pengembangan dan distribusi terhadap sarana dan prasarana sosial dasar, yang

memungkinkan masyarakat kecil kebanyakan dapat mengembangan diri secara adil dan

berkreatifitas secara meluas, yang mencakup semua segi kehidupan.

17

Page 18: Buku Gembira

Pembanguan yang sudah dan sedang dilaksanakan ternyata membawa kita kedalam

kondisi krisis yang beragam corak dan berkepanjangan hampir tak berujung, dan tuntutan

terhadap pendekatan baru terus bermunculan. Maka perlu sebuah pendekatan baru yang

didasarkan pada definisi pembangunan yang lebih luas. Pembangunan bukan sekedar

komoditi untuk ditimbang / diukur dengan angka statistik GNP. Dewasa ini ada semacam

pengakuan universal bahwa pengentasan kemiskinan, pembangunan masyarakat bawah,

proteksi lingkungan merupakan prioritas. Pembangunan berpusat pertumbuhan menempatkan

pertumbuhan ekonomi diatas manusia dan ekologi yang menjadi tumpuan kesejahteraan

manusia. Karena itu, kita memerlukan visi dan paradigma yang berorientasi mendahulukan

kepentingan kesejahteraan manusia dan masyarakat serta sistem dan tata kehidupan yang

seimbang dan selaras di planet yang menjadi kediamannya. Visi ini harus menjadi arah

penuntun dan pembimbing kita dalam memberi prioritas pembangunan yang berorientasi pada

tranformasi nilai – nilai dan institusi.

B. MENUJU VISI PEMBANGUNAN BERBASIS RAKYAT

Dalam konteks pemahaman yang paling luas, “ pembangunan “ berarti “ membuat

masyarakat mampu meraih aspirasi mereka, cita-cita dan kebutuhan mereka untuk kehidupan

yang baik dan layak“. Ini mengandung 3 kebenaran. Pertama, menunjukan kebutuhan dasar

untuk menciptakan model pembangunan apapun asal berdasarkan proses yang demokratis.

Kedua, mengemukakan kebutuhan untuk membuat pilihan politik.

Ketiga, model ini harus mengungkapkan “ pemberdayaan “ daripada “ pemberian “ –

yang cuma-cuma, sehingga terwujudlah pandangan bahwa pembangunan yang benar adalah

seluruh proses social dan kegiatan fisiknya dikerjakan oleh rakyat bukan dikerjakan untuk

rakyat, ( pembangunan bisa dikoordinir dan difasilitasi oleh pemerintah dan agen – agen

pembangunan lainnya dengan segala kelengkapan mereka seperti kelembagaan, infrastruktur,

pelayanan dan dukungan ), namun pembangunan itu harus dicapai sendiri oleh rakyat. Oleh

karenanya sangatlah tepat dalam konteks ini, visi pembangunan berpusat pada rakyat menjadi

pemandu utama dalam mewujudkan hakekat pembangunan.

Dalam visi berpusat rakyat, pembangunan adalah suatu proses perubahan yang

menjadikan masyarakat turut bertanggungjawab atas nasib mereka sendiri dengan

meningkatkan kapasitas perorangan dan institusional mereka guna memobilisasi dan

mengelola sumber daya untuk menghasilkan perbaikan – perbaikan yang berkelanjutan dan

merata dalam kualitas hidup sesuai dengan aspirasi mereka.

Definisi tersebut menekankan proses pembangunan dan fokusnya yang hakiki pada

kapasitas perorangan dan institusional. Pengertian ini mencakup asas keadilan, keberlanjutan,

ketercakupan, dan mengakui bahwa rakyat sendiri bisa menentukan apa sebenarnya yang

18

Page 19: Buku Gembira

mereka perlukan sebagai perbaikan dalam kualitas hidup mereka, sedangkan pihak lain

termasuk pemerintah berperan memfasilitasi agar tujuan masyarakat tercapai. Visi

pembangunan berorientasi rakyat berakar pada pandangan yang berfokus pada kualitas hidup

masyarakat yang seimbang dan selaras dari kwalitas sumber daya manusia, sumber daya alam

dan pemanfaatan teknologi yang seimbang pula yang memberikan kotribusi yang maksimal

terhadap kesejahteraan rakyat. Jadi kualitas penduduknya tergantung pada cara bagaimana

mempertahankan keseimbangan yang layak antara sistem – sistem regeneratifnya yang

diperlukan dengan energi alam semesta, cadangan sebagian dayanya, dan tuntutan

penghuninya kepada sistem dan sumber daya ini. Dengan demikian sangat jelas bahwa,

asumsi dan orientasi nilai dan visi pembangunan berpusat rakyat sangat berbeda dengan visi

pembangunan berorientasi pertumbuhan. Karena itu visi dan orientasi nilai pembangunan

tersebut sangat relefan dengan “ M o t t o “ Kalau anda datang untuk

membantu kami, sebaiknya anda pulang. Tetapi, apa bila

perjuangan kami juga merupakan perjuangan hidup anda,

selamat datang, berjuanglah bersama kami “ Motto ini mengandung

makna; pengakuan dan penghargaan terhadap kemampuan/ kapasitas, potensi dan keahlian

serta pengalaman dan ketrampilan yang dimiliki oleh masyarakat. Sehingga mereka tidak

diremekan atau diabaikan, sebagai masyarakat yang tidak mampu, tidak mau berubah, tidak

mau bekerja keras dan sebagainya, karenanya, proyek gagal, maka mereka disalahkan. Ini

tidak boleh terjadi lagi. Sebab itu, masyarakat menjadi sentral, subyek pembangunan,

sehingga seluruh proses pelaksanaan pembangunan harus bermula/ berawal dari mereka,

orang luar termasuk pemerintah harus menjadi teman, fasilitator dalam pelaksanaan

pembangunan bersama masyarakat.

B. 1. ASUMSI – ASUMSI FAKTUAL

Visi pembangunan berbasis rakyat mewujudkan sejumlah asumsi yang bisa

diverifikasi secara empiris mengenai realitas fisik, politik, dan ekonomi kita, dimana kondisi

tersebut akan sangat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang telah

direncanakan.Asumsi-asumsi tersebut yakni :

Sumber daya fisik bumi bisa habis. Hutan dan kayu, bahan tambang, mata

air bisa kering, jika tidak dimanfaatkan secara baik disertai tanggung jawab

melakukan konservasi.

Kapasitas produksi dan daur ulang sistem ekologi bisa ditingkatkan melalui

intervensi manusia.

19

Page 20: Buku Gembira

Pemerintah menurut kecenderungannya memberikan prioritas kepada

kepentingan orang – orang yang memegang kekuasaan / kaum elite.

Kekuasaan politik dan ekonomi sangat erat terkait sehingga yang memiliki

salah satu kekuasaan yang lebih besar, mampu memakai kekuasaan yang lain. ( Adi

Sasono menyebutnya sebagai Pemerintahan Emas : “ Yang punya emas, yang

memerintah “). Dibawah pemerintah otoriter berlaku yang sebaliknya : “ Yang

memerintah mendapat emas “. Sungguh, persamaan yang sama - sama menyakitkan

hati.

Pasar merupakan mekanisme alokasi yang penting, tetapi selama pasar

tidak sempurna dan sesuai kekalutannya akan memberikan prioritas kepada

keinginan golongan kaya, bukan kepada kebutuhan golongan miskin – kecil –

tertindas.

Masyarakat yang adil, berkelanjutan dan mencakup semua pihak

merupakan landasan yang penting bagi sebuah sistem yang adil, berkelanjutan dan

inklusif.

Ekonomi lokal yang didiversifikasi dan yang dalam lokasi sumber daya

memprioritaskan pemenuhan kebutuhan anggota masyarakat, akan meningkatkan

ketahanan dan stabilitas ekonomi yang lebih besar.

Apabila rakyat menguasai sumber daya – sumber daya lingkungan hidup

lokal tempat mereka menggantungkan hidup mereka dan anak – cucu, mereka akan

menjalankan tugas pengawasan dan lebih bertanggungjawab kepada para pemilik

yang tidak menetap disitu.

B. 2. ORIENTASI NILAI

Visi pembangunan berbasis rakyat bertumpu pada beberapa nilai eksplisit :

Kedaulatan ada ditangan rakyat.

Sumber daya bumi adalah memberikan kesempatan kepada semua

orang untuk mendapatkan mata pencaharian pokok untuk mereka sendiri dan

keluarganya.

Tiap individu berhak menjadi anggota yang produktif dan berguna bagi

keluarga, kelompok, dan masyarakatnya. Penguasaan atas aset – aset produktif

seharusnya didistribusikan secara luas dalam masyarakat.

Perekonomian lokal harus didiversifikasikan dan bersifat swasembada

dalam memenuhi kebutuhan pokok.

Rakyat mempunyai hak suara dan mengambil keputusan yang akan

mempengaruhi hidup mereka dan pengambilan keputusan harus dilakukan sedekat

mungkin dengan tingkat individu, kekuasaan dan masyarakat.

20

Page 21: Buku Gembira

Generasi sekarang tidak berhak mengkonsumsi hal – hal yang tidak

perlu dalam tingkat apapun, yang bisa membuat generasi mendatang tidak mungkin

mempertahankan standar hidup manusia yang layak, narkoba dan obat-obat terlarang

lainnya, judi dalam bentuk apa pun termasuk judi kupon putih, prostitusi dsb.

Keputusan – keputusan lokal harus mencerminkan suatu perspektif

global. Apa yang diputuskan untuk dan atau oleh masyarakat Kabupaten Sikka harus

mempertimbangkan kepentingan dan dampak baik secara regional, nasional maupun

masyarakat international.

B.3. PREFERENSI – PREFERENSI KEBIJAKAN

Asumsi faktual maupun orientasi nilai dari visi pembangunan berbasis rakyat

memegang peranan penting dalam menentukan preferensi kebijakan. Preferensi ini umumnya

berbeda jelas dari preferensi pembangunan berpusat pertumbuhan.

Memberikan prioritas tinggi pada investasi dalam bidang pendidikan

yang akan membangun kemampuan rakyat untuk mengatur hidup mereka sendiri,

masyarakat dan sumber daya – sumber daya dan untuk berpartisipasi dalam proses

pengambilan keputusan.

Mendorong rasa ikut bertanggungjawab semua pihak terhadap

kesejahteraan semua anggota masyarakat dan menghormati keterkaitan manusia dan

alam.

Mengusahakan intervensi pembangunan dan diversifikasi ekonomi

pada semua tingkat ekonomi, dimulai dari rumah tangga dipedesaan, untuk

mengurangi ketergantungan dan kerawanan terhadap goncangan pasar sebagai akibat

spesialisasi yang berlebihan.

Alokasikan sumber daya lokal untuk memberikan prioritas produksi

barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal. Tujuannya adalah untuk

membentuk konomi kawasan yang terdiri dari unit – unit ekonomi lokal yang

swasembada dan saling terkait.

Mendukung pengembangan organisasi rakyat yang beragam, mandiri,

sadar politik dan sukarela yang akan memperkuat partisipasi penduduk secara

langsung dalam proses pengambilan keputusan lokal.

Membangun “ good governance “ pemerintahan daerah yang otonom,

yang bertanggungjawab dan dibiayai oleh masyarakat lokal serta dipilih secara

demokratis dan berpihak pada kepentingan rakyat banyak.

21

Page 22: Buku Gembira

Menetapkan keterbukaan dalam pengambilan keputusan / kebijakan

publik dan memperkuat hubungan komunikasi antara rakyat / penduduk dan

pemerintah.

Memilih investasi industri yang :

o Memperkuat produksi skala menengah dan kecil yang berdiversifikasi

o Memakai teknologi yang sehat, melestarikan sumber daya, dan produk

lokal.

o Melayani dan meningkatkan efisiensi unuk bersaing dalam pasaran

domestik.

o Menguntungkan pertanian kecil – intensif yang didasarkan atas

penggunaan teknologi bio-intensif dengan produktifitas yang teruji.

o Memberikan prioritas kepada mobilisasi sumber daya lokal, tabungan dan

energi modal sosial.

C. KONSEP – KONSEP PEMBANGUNAN YANG TEPAT

Berlandaskan pada berbagai konsep pemikiran yang merupakan komitmen

kepemimpinan kami lima tahun kedepan bahkan seharusnya menjadi komitmen pembangunan

berbasis masyarakat sebagaimana cita-cita dan harapan masyarakat pada umumnya, maka

Pembangunan yang tepat adalah pembangunan ;

Memerangi jaringan kekuatan yang menyebabkan kemiskinan.

Menuntut persamaan, demokrasi, dan keadilan sosial menjadi puncak tujuan,

berdampingan dengan kebutuhan akan pertumbuhan ekonomi.

Harus mampu menjadikan anggota masyarakat yang lebih lemah dapat

memperbaiki situasi mereka dengan memberi pelayanan sosial yang mereka perlukan.

Meningkatkan produktifitas aset.

Memerangi kerentaan dan keterasingan.

Harus menjamin keseimbangan penggunaan SDA.

Menentang eksploitasi dan penindasan terhadap kaum perempuan.

Unsur – unsur dari pembangunan yang tepat diatas, dapat diringkaskan menjadi :

Pengentasan kemiskinan ( Poverty alleviation )

Pembangunan infrastruktur ( Infrastructure Development )

Demokrasi ( Democracy )

Keadilan Sosial ( Social Justice )

Persamaan ( Equality )

Pertumbuhan ekonomi ( Economic Growth )

22

Page 23: Buku Gembira

BAB III

MASALAH DAN KENDALA

1. Bidang Pendidikan

Masalah utama di bidang pendidikan tercermin dari fakta bahwa :

a. Baru 28,87 % anak usia pra sekolah menikmati pendidikan TK dan sebagian besar

terkonsentrasi di daerah perkotaan.

b. Masih rendahnya angka partisipasi murni SLTP yaitu sebesar 29,19 %. Ini

mengandung arti bahwa 70,81 % atau 14.236 penduduk usia 13-15 tahun tidak

menikmati bangku SLTP, sehingga belum tuntasnya program wajib belajar

pendidikan dasar di Kabupaten Sikka.

c. Secara keseluruhan dari tingkat SD hingga SLTA, mutu pendidikan masih jauh dari

harapan, karena masih rendahnya mutu proses pembelajaran, kodisi sarana dan

prasarana, kurangnya tenaga pendidik dan masih rendahnya kompetensi guru serta

kurikulum muatan lokal yang belum mampu menjawab tantangan pembangunan.

d. Pendekatan pendidikan yang digunakan mengarah pada “Human Capital” namun

cendrung menggunakan bentuk pendidikan formal ketimbang pendidikan non folmal

dan luar sekolah yang dalam jangka pendek dapat meningkatkan cara kerja,

lapangan kerja, sikap, nilai dan partisipasi sosial masyarakat.

Kendala yang dihadapi dalam bidang pendidikan antara lain :

a. Rendahnya pendapatan keluarga sehingga tidak mampu membiayai anak

sekolahnya.

b. Sebagian besar pada masyarakat petani dan nelayan, anak usia sekolah dijadikan

aset produksi. Hal ini dapat dibuktikan dengan rendahnya angka partisipasi

murni untuk SLTP.

c. Terbatasnya Political Will dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka dalam

pembangunan pendidikan sebagai sector yang sangat strategis, terutama melalui

pendidikan-pendidikan alternatif.

2. Bidang Kesehatan

Permasalahan kesehatan di Kabupaten Sikka tercermin dalam fakta sebagai berikut :

a. 60 % ibu hamil menderita anemia dan 16 % bayi lahir dengan berat badan kurang

dari normal (2,5 Kg), dan kematian ibu mencapai 421/100.000 kelahiran;

b. Angka kematian bayi mencapai 46/1000 kelahiran, baik yang disebabkan oleh

pneumonia, diare dan gangguan gizi dan 40 % balita kekurangan gizi.

23

Page 24: Buku Gembira

c. Penyakit infeksi seperti ispa dan diare serta malaria mengganggu pertumbuhan

balita. Ini sangat berpengaruh terhadap IQ, karena gangguan giszi pada usia dini

adalah suatu kerugian yang tak dapat diperbaiki lagi;

d. Belum melembaganya perilaku hidup sehat di tengah-tengah masyarakat, sehingga

berbagai jenis penyakit infeksi menjadi subur. Sebetulnya, penyakit seperti ini jauh

lebih mudah diatasi melalui upaya preventif dibandingkan dengan pengobatan.

Kendala yang dihadapi dalam upaya bidang kesehatan antara lain :

a. Masih rendahnya derajat kesehatan masyarakat pada umumnya, sehingga jumlah

sasaran program menjadi sangat besar.

b. Munculnya kembali berbagai jenis penyakit infeksi dan status gizi masyarakat

yang masih rendah.

c. Krisis ekonomi yang menyebabkan meningkatnya biaya pengobatan yang harus

ditanggung masyarakat.

3. Bidang Ekonomi

Masalah pokok dalam bidang ekonomi di Kabupaten Sikka secara empiris antara lain :

a. Rendahnya kualitas tenaga kerja, terbatasnya kemampuan dan ketrampilan sumber

daya manusia, mobilisasi wawasan, teknologi dan modal.

b. Menurunnya peranserta sektor pertanian akibat terbatasnya sumber daya alam dan

kepemilikan lahan (diperkirakan hanya 0,22 Ha/KK)

c. Kurangnya keserasian dan pemerataan kesempatan bagi pengusaha kecil dan

menengah.

d. Terbatasnya lapangan kerja yang disebabkan oleh rendahnya daya cipta masyarakat

serta fungsi fasilitasi Pemerintah Kabupaten Sikka dalam menciptakan lapangan

kerja.

e. Kurangnya penanganan pengelolaan tata ruang secara terpadu.

Kendala yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi di Kabupaten Sikka antara lain :

a. Masih tingginya angka kemiskinan ( 70 % KK miskin) serta rendahnya tingkat

kemiskinan .

b. Kurangnya kesadaran dan tanggungjawab dalam penyelamatan sumber daya

alam dan lingkungan hidup.

4. Bidang Good Governance

Permasalahan yang muncul dalam bidang Good Governance :

24

Page 25: Buku Gembira

a. Big Government but Small Welfare, membengkaknya format dan struktur organisasi

pemerintah daerah yang terungkap dari banyaknya jumlah unit kerja dan dinas

teknis yang diciptakan, sehingga menimbulkan beban biaya rutin yang sangat besar.

b. Overlaping program dan terjadi benturan kewenangan sebagai akibat dari duplikasi

kewenangan antara satu unit kerja dengan unit kerja lainnya.

c. Belum melembaganya tradisi analisis rugi-laba dalam kebijakan penyusunan

program, sehingga melahirkan in-efisien dan pemborosan biaya.

Kendala yang dihadapi dalam upaya pembangunan bidang good governance adalah

merupakan pendekatan baru yang dikembangkan oleh UNDP (1997) sehingga

membutuhkan waktu dalam proses adopsi, adaptasi dan transformasi konsep from

government to governance.

25

Page 26: Buku Gembira

BAB IV

VISI, MISI DAN STRATEGI

VISI – MISI

Visi : Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Sikka “Moret Epang”( moret epang dalam

bahasa Sikka berarti hidup baik/ layak atau hidup sejahtera seabagaimana yang menjadi

cita-cita pembangunan nasional kita)

Visi tersebut akan dapat terwujut dalam seluruh proses pembangunan jika mekanisme

yang dibangun, berpegang pada Prinsip Dasarnya yakni:

Masyarakat Kabupaten Sikka harus menjadi pelaksana/aktor/subyek pembangunan

dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemanusiaannya.

Menguatkan kebersatuan sosial, ekonomi, politik dan budaya dikalangan masyarakat

untuk memperjuangkan kesejahteraan dan kemanusiaannya.

Inisiatip, kretifitas dan kebebasan masyarakat untuk mengembangkan prakarsa

dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemanusiaannya.

Prinsip ini harus menjadi komitmen bersama masyarakat dan seluruh komponen lainnya

dalam setiap langkah pembangunan tanpa rekayasa dan intervensi sepihak yang justeru

mematikan prakarsa dan inisiatip masyarakat itu sendiri.

Misi : Meningkatkan Taraf Hidup Dan Kesejahteraan Masyarakat dengan:

Meningkatkan kualitas hidup masyarakat

Mengembangkan organisasi rakyat

Meningkatkan situasi kondusif dan rasa aman

Meningkatkan kehidupan masyarakat yang demokratis

Menerapkan prinsip – prinsip ‘good governance’ dalam pelayanan

publik

STRATEGI DASAR PEMBANGUNAN KABUPATEN SIKKA

1. Membangun mulai dari desa. Prinsipnya, desa kuat- Negara sehat, desa makmur-

Negara sejahtera artinya keseimbangan pembangunan antara desa dan kota harus

menjadi perhatian dan komitmen bersama. Sebab kenyataan selama ini dimana-mana

terjadi dominasi kota, menjadikan kesenjangan yang tak dapat dihindari, didesa hanya

menerima tetesan-tetesan alokasi sumber daya pembangunan yang terbatas, sehingga

desa-desa tidak berdaya dalam segala hal.

26

Page 27: Buku Gembira

2. Efisiensi dan profesionalisasi birokrasi pelayanan publik. Aparat birokrat dan sistem

penanganan berbagai kebijakan harus benar-benar mencerminkan eksistensinya sebagai

“publick service”dimana pelayanan harus dilakukan secara sungguh-sungguh,

berkwalitas dan bermanfaat maksimal untuk kepentingan masyarakat.

3. Gerakan rakyat. Setiap kebijakan pelaksanaan kegiatan program harus berimplikasi

menjadi gerakan masyarakat. Cakupannya tidak boleh dibatasi oleh ruang, waktu dan

dana yang dialokasikan untuk itu melainkan, kegiatannya harus menjadi sarana belajar

dan motivasi untuk melibatkan sumber daya disekitarnya.

4. Pendidikan untuk semua. Kesempatan belajar bagi masyarakat berlangsung secara adil,

tanpa diskriminasi dengan alas an apa pun. Semua warga masyarakat harus mempunyai

akses/ kesempatan dan peluang yang sama dalam setiap kebijakan dan program

pendidikan dan pemberdayaannya.

TIGA PROGRAM POKOK PEMBANGUNAN LIMA TAHUN;

Sebagai apresiasi atas paradigma pembangunan melalui pemberian otonomi daerah yang

luas, nyata dan bertanggung jawab maka pembangunan Kabupaten Sikka ke depan bertumpu

pada 3 (tiga) program pokok Pembangunan yaitu :

1. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Program ini bertumpu pada bidang Pendidikan dan Kesehatan, serta Lingkungan Hidup

yang berkualitas. Kualitas Sumber Daya Manusia melalui peningkatan kualitas

pendidikan, derajat kesehatan dan kualitas Lingkungan Hidup harus dimulai dengan

membangun kesadaran dan komitmen yang berawal dari keluarga-keluarga dalam

masyarakat akan pentingnya pendidikan, kesehatan dan keseimbangan kesehatan

lingkungan hidup. Karenanya, berbicara tentang Sumber Daya Manusia, maka kita

harus berbicara tentang “Keluarga”. Keputusan penting masa depan yang cerah ceria

ataupun bisa suram – muram, ada pada keluarga. Keluarga adalah inti keberhasilan

sedangkan pemerintah termasuk fasilitas swasta adalah pendukung.

2. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Hal terpenting dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, adalah pemenuhan kebutuhan

pokok masyarakat melalui aktivitas ekonomi masyarakat sendiri. Oleh karenanya,

pemberdayaan ekonomi masyarakat harus diarahkan pada bidang garapan yang

“dipunyai / dimiliki ” petani, nelayan, buruh dan sebagainya. Mencermati ± 80 %

masyarakat Kabupaten Sikka adalah petani / nelayan maka haruslah secara konsisten

27

Page 28: Buku Gembira

dikembangkan konsep pertanian yang berwawasan lingkungan dengan menggunakan

sistim atau pendekatan konservasi air, tanah dan hutan, disamping terus dikembangkan

pola bercocok tanam yang “selaras alam”. Demikian pula halnya dalam pengelolaan

sumber daya kelautan haruslah memperhatikan konservasi terumbu karang, ekosistem

laut dan pesisir.

3. Pengembangan Hubungan Kerjasama dan Kemitraan yang Efektif

Di era globalisasi ini kesadaran akan “satu dunia bersama” terus tumbuh dan

berkembang. Kesadaran ini menuntut keterbukaan dan saling kerja sama antar berbagai

pihak, antar kota, antar daerah, antar negara, antar lembaga dalam Negara dan lintas

Negara yang berbasis luas dan saling menguntungkan. Dalam konteks dunia tanpa batas

– think globally, act locally – potensi / keunggulan masing-masing pihak dijadikan

peluang untuk melakukan negosiasi yang akan membawa manfaat bagi masyarakat

banyak.

Pelaksanaan 3 (tiga) program pokok tersebut diatas dilandasi oleh filosofi, pendekatan

“GEMBIRA”, Gerakan Membangun Berbasis Inisiatif Rakyat. Maknanya pertama, sebagai

suatu ajakan untuk selalu gembira / antusias didalam bekerja. Dengan gembira orang dapat

melalukan pekerjaan yang sulit sekalipun. Kedua adalah sebuah apresiasi terhadap kapasitas

masyarakat, esensi dari demokrasi dan masyarakat madani. Dengan demikian Kata Kunci

filosofi gembira adalah Gerakan dan Inisiatif Rakyat. Rakyat adalah aktor utama yang

menggerakkan roda pembangunan sedangkan pemerintah adalah fasilitator.

Untuk dapat melaksanakan program-program pokok dengan filosofi pendekatan gembira

tersebut, faktor kepemimpinan menjadi sangat penting sehingga menjadi prasarat bagi

pemimpin Orde Reformasi / Otonomi Daerah harus memiliki Integritas Kepribadian yang

handal yakni Kualitas Intelektual yang mumpuni, Moralitas dan spiritualitas yang teruji,

Kematangan Emosional dan Komunikatif, Energik dan Sehat jasmani serta dekat dihati rakyat

untuk mencintai dan melayani.

28

Page 29: Buku Gembira

BAB V

KERANGKA STRATEGIS

TAHAPAN – TAHAPAN PEMBANGUNAN

KABUPATEN SIKKA

Tiap upaya untuk memperhalus kerangka kerja yang disajikan harus mengakui bahwa

logika yang essensial bagi suatu strategi pembangunan yang berkelanjutan terletak dalam

penentuan prioritas untuk urutan intervensi – intervensi pembangunan. Khususnya yang paling

jelas membedakan dari visi pembangunan berbasisa rakyat dari strategi dan model

pembangunan konvensional adalah tekanan yang diberikan kepada transformasi institusional

sebagai titik tolak.

Meskipun realitas tidak pernah mengikuti konseptualisasi yang begitu rapi, karakterisasi

tahapan berikut ini dimaksudkan untuk membantu menjelaskan masalah – masalah dan prioritas

yang berkaitan dengan pentahapan dan pengurutan tindakan kebijakan.

TAHAP I : PERSIAPAN UNTUK PERUBAHAN

Harus dibuat komitmen yang substansial terhadap pendidikan dasar dalam upaya untuk

mencapai tingkat melek huruf dan melek angka yang mendekati sasaran nasional.

Pendidikan ini harus memberikan ketrampilan yang bisa menghidupi dan mengembangkan

kesadaran sebagai warga negara yang aktif.

Mendorong pengembangan organisasi rakyat yang kuat dan beragam pada tingkat

masyarakat desa. Terutama mengurangi pembatasan terhadap pembentukan dan

pembiayaan LSM / Voluntary sector.

Tingkatkan efisiensi dan profesionalisme birokrasi pemerintah, rasionalisasi, dan tingkatkan

disiplin dan komitmennya terhadap pemberdayaan masyarakat sipil.

Mendorong munculnya kekuatan ekonomi, politik, dan sosial kaum perempuan.

Tingkatkan fungsi pemerintah lokal dan tanggungjawabnya terhadap rakyat (akuntabilitas

publik).

Kampanye publik ( public awareness raising ) untuk gerakan masyarakat, dengan demikian

semua unsur dalam masyarakat mengetahui mengapa strategi ini perlu untuk kelangsungan

hidup jangka panjang dan bagaimana strategi ini bisa membuka kesempatan – kesempatan

baru bagi mereka sendiri.

Perkokoh program – program untuk mengurangi pertambahan penduduk dan untuk

memperluas pelayanan kesehatan.

29

Page 30: Buku Gembira

Tugas penting Tahap I adalah menciptakan konteks politik dan istitusional yang akan

memungkinkan keberhasilan penerapan langkah selanjutnya.

TAHAP II : PERBAIKAN ASET DAN INFRASTRUKTUR PEDESAAN

Menata kepemilikan terhadap aset – aset produksi, terutama tanah dengan memanfaatkan

pemerintah lokal, organisasi rakyat, dan LSM untuk memegang peranan memimpin dalam

pelaksanaannya.

Promosikan Koperasi Rakyat / petani.

Mengadakan investasi dalam infrastruktur dasar untuk membuka daerah pedesaan yang

terpencil.

Memperkuat sistem jaringan informasi dan komunikasi pedesaan.

Menetapkan atau memperluas mekanisme perantara lokal untuk mempermudah

penyelesaian konflik individual dan kelompok secara damai dan mengurangi beban pada

sistem peradilan.

TAHAP III : INTENSIFIKASI DAN DIVERSIFIKASI PERTANIAN

Meningkatkan nilai tambah unit pertanian kecil melalui intensifikasi dan diversifikasi,

menambah tanaman yang menghasilkan panenan yang bernilai tinggi untuk pemasukan

uang tunai, disamping tanaman untuk konsumsi keluarga. Menekankan teknologi non

polusif yang regeneratif.

Memperluas pelayanan kredit bermutu untuk para petani kecil dan usaha kecil.

Memperbaiki fasilitas pemrosesan pemasaran dan produk pertanian lokal, dengan

mengutamakan koperasi yang mandiri dan dikuasai oleh para petani sendiri.

Pada tahap ini perhatian utama adalah untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan

daerah pedesaan, dengan demikian memperkuat pasar lokal untuk produk pokok yang bisa

dihasilkan oleh industri / usaha kecil pedesaan.

TAHAP IV : INDUSTRIALISASI PEDESAAN

Menyediakan insetif dan bantuan untuk mendirikan industri pedesaan skala kecil dan

menengah untuk melayani kebutuhan penduduk desa dibidang jasa, barang – barang modal,

hasil pertanian dan pemrosesan.

Mendorong dan menerapkan kebijakan untuk masuknya perusahaan – perusahan kecil dan

menengah.

30

Page 31: Buku Gembira

Mendorong efisiensi yang produktif dengan menjamin bahwa pasar domestik tetap

mempunyai daya saing, sambil melindungi produsen local kecil dan menengah dalam

persaingan para pesaing besar yang lebih mapan.

Dalam tahap ini ekonomi pedesaan bergerak dari yang terutama mengandalkan pertanian

menuju ekonomi pedesaan yang lebih matang dan terpadu yang mampu merangkap sebagian

besar potensi nilai tambah produksi pertanian.

TAHAP V : INDUSTRALISASI PERKOTAAN

Secara bertahap menggeser prioritas untuk memperluas industri perkotaan yang mempunyai

hubungan ke belakang dan ke depan dengan sector pertanian dan perindustrian pedesaan.

TAHAP VI : PROMOSI EKSPOR

Mendorong pengunaan kapasitas produksi tersisa untuk melayani pasar luar negeri dengan

produk – produk yang memiliki nilai tambah tinggi dibandingkan dengan kondisi sumber

daya fisik dan lingkungan hidupnya.

LANGKAH – LANGKAH TEKNIS

Untuk menuju kepada sasaran strategis dengan tahapan-tahapan perubahan

sebagaimana yang diharapkan diatas, maka langkah-langkah teknis yang harus dibangun

menuju kepada pemahaman dan persepsi yang sama tentang pendekatan pembangunan

partisipatif dimaksud, yakni;

Melakukan sosialisasi secara meluas seluruh kerangka program diatas melalui

kesempatan rapat Koordinasi instansi perangkat daerah dan instansi vertical, juga

kepada para Kepala Desa, Lurah dan Anggota BPD, serta sosialisasi secara langsung

kepada masyarakar sehinga mereka dapat berpartisipasi secara nyata dan bertanggung

jawab.

Membuat data base, dengan out putnya berupa prifil Kabupaten Sikka, termasuk profil

kemiskinan dan profil masalahnya.

Menetapkan Renstra Daerah dengan Filosofi Gembira dan Tiga Program Prioritasnya.

Menetapkan Poldas

Membuat Kalender Kegiatan secara berjenjangan pada tingkatan birokrasi pemerintahan

Menjalankan Reformasi secara konsekuen dengan komitmen nurani untuk bekerja

secara jujur dan iklas sebagai “pelayan”

31

Page 32: Buku Gembira

MODEL PERENCANAAN PARTISIPATIF

Selanjutnya, model pembangunan dengan pendekatan perncanaan Partisipatif, dalam

rangka implementasi dendekatan “Gembira” dapat digambarkan sebagai berikut :

Datanglah ketengah-tengah masyarakat; untuk merencanakan dan melaksanakan suatu

kegiatan untuk mejawabi kebutuhan masyarakat, kita bisa hanya mendengar dari orang

lain, membaca dan mengandalkan laporan atau membayangkan sesuatu kondisi atas

kayalan kita;

Tinggal bersama bersama mereka, sehingga mengetahui secara pasti kondisi

masyarakat;

Menyelami dan mengetahui apa yang ada pada masyarakat dan apa yang paling

dibituhkan;

Lakukan pertemuan dan diskusi formal, melibatkan semua komponen masyarakat

termasuk aparat desa, lembaga adapt dan lembaga masyarakat lainnya, juga tokoh

wanita dan pemuda.

Identifikasi apa yang menjadi potensi dan apa yang menjadi masalah yang pada mereka;

Iventarisasi apa yang menjadi masalah pokok/prioritas yakni; masalah yang berkaitan

dengan kepentingan banyak orang, kalau tidak ditangani akan berakibat, meluas

menyebabkan masalah baru, dan ada sumber daya untuk mengatasinya.

Diskusikan untuk bisa menemukan akar masalahnya, yakni penyebab utamanya;

Buat ”Rencana Tindak Lanjut” bersama menyangkut:

Apa Kegiatannya

Tujuan yang hendak dicapai

Out Put

Indikator hasil

Waktunya kapan mulai kegiatan dan selesainya

Sasarannya kepada siapa dan dimana;

Siapa penanggung jawabnya

Berapa bsarnya dana dan dari mana sumbernya;

Dan hal-halyang lain yang perlu disepakati dalam perencanan tersebut

Kapan melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala, baik awal kegiatan,

pertengahan kegitan berjalan dan pada

Keberhasilan dan kegagalan adalah tanggung jawab bersama.

32

Page 33: Buku Gembira

BAB VI

PENUTUP

encermati kondisi existing mutu modal manusia Kabupaten Sikka dan menyimak

masalah masalah serta kendala yang dihadapi, tuntutan terhadap visi pembangunan

berbasis rakyat sangatlah relevan dan menclesak.

WDengan dipandu oleh visi pembangunan berbasis kerakyatan dan penerapan strategi

pembangunan yang tepat, harapan kami cita-cita tentang MORET EPANG secara bertahap

terwu jud.

Selanjutnya, dalam kurun waktu lima tahun kepemimpinan kami, output yang akan

dicapai adalah peletakan dasar tentang komitmen membangun dengan pola gerakan melalui

prioritas partisipasi dan inisiatif rnkyat menjadi titik sentral perencancan dan pelaksanaannya.

Dengan demikinn output dan hasil kerja kami lima tahun tersebut juga adalah perubahan pola

pikir tentang paradigma pembangunan kerakyatan yang juga merupakan paradigma

penyelenggaraan otonomi daerah.

Kiranya Tuhan memberkati setiap niat baik, kejujuran dan keikhlasan masyarakat dan

daerah ini untuk pembaruan dan perubahan hidup masyarakat Sikka ke depan. Epang Gawang!!

33

Page 34: Buku Gembira

Drs. ALEXANDER LONGGINUS, lahir 25 Januari 1960 di Riit,

memperoleh gelar Doktorandus spesialisasi Ilmu Pemasaran pada FIA-

Niaga Universitas Nusa Cendana Kupang tahun 1988 dengan skripsi

berjudul "Tinjauan Tataniaga Kemiri Desa Riit - Kecamatan Nita -

Kabupaten Sikka". Selain itu mengikuti berbagai pelatihan/seminar

diantaranya mengikuti Pelatihan " Ketrampilan Kepemimpinan " termasuk

kepemimpinan politik secara berjenjang (1983 -1986), "Pertanian Selaras

Alam" (Permaculture) di Watulemang-Maumere (1991), Pelatihan

Jurnalistik dan Metode Panelitian Hukum Kritis Rakyat di Larantuka

( 1995), Lokakarya Methode Pendekatan ZOPP ( Ziel Orientierte Project

Planning ) untuk rnengembangkan Usaha Lahan Kering NTT di Maumere ( 1995 ), Pelatihan Pelatih ( TOT

) Methode Pendekatan "PRA" ( Participatory Rular Appraisal ) Perencanaan Desa secara partisipatip di

Maumere ( 1996 ), Pelatihan Pemahaman Konsep dan Perjuangan "Gender" di Mataram - NTB ( 1997 ),

Pelatihan Pelatih ( TOT ) Gender di Mataram ( 1997 ), seminar dan Lokakarya Arah Kebijakan Nasional

mengenai Tanah dan Sumber daya alam lainnya di Bandung ( 2001 ), TOT Analisa Potensi Wilayah di

Lingkungan DEPDAGRI dan Pemerintah Daerah di Jakarta ( 2001 ).

Penulis menjadi pengajar pada SMEAK Yohanes XXIII ( 1987 -1989 ) dan pernah menjadi dosen

tidak tetap ABA St. Maria Maumere, Manajer Hotel Permata Sari Maumere ( 1989 - 1990 ), Staf Lapangan

Yayasan Kasimo Cabang Sikka (1990 - 1993), kemudian menjadi Direktur Eksekutif Yayasan Kasimo

Cabang Sikka ( 1994 - 2001 ) dan pada tahun (2001 - 2003) menjadi Penasehat Program dan

Pengembangan Yayasan Kasimo Cabang Sikka.

Karier politik diawali dengan menjadi kader aktif PDI NTT di Kupang, dan menjadi anggota "Baja"

(Banteng Remaja, 1982), Pengurus DPD PDI NTT sebagai Wakil Ketua ( 1986), Wakil Sekretaris DPC

PDI Kabupaten Sikka (1988 - 1990) terpilih kembali menjadi Sekretaris DPC PDI Sikka ( 1994 ) - menjadi

Sekretaris DPC PDI Sikka (1994 - 1999), kemudian menduduki jabatan Ketua DPC PDIP Kabupaten Sikka

masa bhakti (2001 - 2006), pernah menjadi peserta aktif dalam "Kongres Luar Biasa" PDI di Surabaya

( 1993 ), utusan kongres ke 5 PDI di Bali sebagai awal diberikan nama "PDT Perjuangan" (1998 ), clan

sebagai salah satu utusan peserta Kongres I PDI Perjuangan di Semarang-Jawa Tengah. Anggota DPRD

Kabupaten Sikka Fraksi PDI ( 1992 - 1997 ), Anggota DPRD Kabupaten Sikka fraksi PDI Perjuangan

( 1999 - 2003 ) dan sekarang menjabat sebagai Bupati Sikka masa bhakti 2003 - 2008.

34

Page 35: Buku Gembira

Drs. YOSEPH ANSA RERA, lahir 21 Maret 1955 di Sikka, memperoleh

gelar Doktorandus spesialisasi Ilmu Pemerintahan pada Institut Ilmu

Pemerintahan (IIP) Jakarta tahun 1988. Sebelumnya beliau menyelesaikan

pendidikannya di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri pada tahun 1978

di Kupang. Selain itu, mengikuti berbagai Pendidikan Penjenjangan

diantaranya mengikuti SEI'ADA di Kupang ( 1984 ), SEPALA di Kupang

(1993), SPAMA di Kupang (1996), dan DIKLAT PIM II (SPAMEN ) di

Jakarta ( 2002 ), juga berbagai Kursus, Pelatihan, Lokakarya dan

Workshop di Bidang Pemerintahan dan Kemasyarakatan di Maumere,

Kupang, Bandung, Jakarta dan Yogyakarta.

Pengalaman berorganisasi yang pernah beliau ikuti diantaranya sebagai Ketua Pengurus Cabang

Persatuan Lawan Tenis Indonesia ( PELTI ) Sikka ( 1998 - sekarang ), Ketua Pengurus Cabang Federasi

Organisasi Karate Indonesia ( IFORKI ) Sikka ( 2000 - sekarang) dan ketua Komite Olahraga Nasional

Indonesia (KONI ) Sikka (2004 - sekarang ). Beliau juga mendapatkan Penghargaan sebagai KPPD oleh

Gubernur NTT ( 1980 ) dan Setya Lencama Karya Setya 10 Tahun oleh Presiden RI ( 1999 ).

Penulis menjadi Kader Pelopor Pembangunan Desa ( KI'PD ) di Desa Kotandora Kecamatan

Borong di Manggarai (1979), ditempatkan pada Mawil Hansip Propinsi NTT di Kupang ( 1980 ), Kepala

Sub Bidang Pendaftaran pada Mawil Hansip Propinsi NTT di Kupang (1982 -1985), Kepala Sub Bidang

Penyaringan pada Mawil Hansip Propinsi NTT di Kupang ( 1988 - 1990 ), Camat Nita Kabupaten Sikka

(1990 -1994), Kepala bagian Tata Pemerintahan pada Setwilda Tingkat II Sikka ( 1994 - 1998 ), Kepala

Kantor Sosial Politik Kabupaten Sikka ( 1998 - 2001 ), Sekretaris DPRD Kabupaten Sikka (2001 - 2003)

dan sekarang menjabat sebagai Wakil Bupati Sikka masa bakti 2003 - 2008.

35