BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos brokus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang. (Aru W. Sudoyo et al, 2006) Bronkiektasis pertama kali dijelaskan oleh Leannec pada 1819, adalah suatu keadaan dilatasi abnormal dari bronkus dan bronkiolus yang berkaitan dengan infeksi dan inflamasi saluran napas yang berulang. (O’Donnel, 2008) Ada laporan tentang prevalensi tinggi didapatkan pada populasi yang relatif terisolasi dengan akses yang sulit ke perawatan kesehatan dan tingginya tingkat infeksi pernapasan pada anak, seperti Alaska Pribumi di Delta Yukon-Kuskokwim. (Barker AF, 2002) 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan
berjalan kronik, persisten atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa
destruksi elemen elastis, otot polos brokus, tulang rawan dan pembuluh-
pembuluh darah. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran
sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang. (Aru W.
Sudoyo et al, 2006)
Bronkiektasis pertama kali dijelaskan oleh Leannec pada 1819,
adalah suatu keadaan dilatasi abnormal dari bronkus dan bronkiolus yang
berkaitan dengan infeksi dan inflamasi saluran napas yang berulang.
(O’Donnel, 2008)
Ada laporan tentang prevalensi tinggi didapatkan pada populasi
yang relatif terisolasi dengan akses yang sulit ke perawatan kesehatan dan
tingginya tingkat infeksi pernapasan pada anak, seperti Alaska Pribumi di
Delta Yukon-Kuskokwim. (Barker AF, 2002)
Penelitian baru- baru ini didapatkan sekitar 110.000 pasien dengan
bronkiektasis di Amerika serikat. Yang dimana penyakit ini sering terjadi
pada usia tua dengan duapertiga adalah wanita. Weycker et al melaporkan
prevalensi bronkiektasis di Amerika Serikat 4,2 per 100.000 orang dengan
usia 18-34 tahun dan 272 per 100.000 orang dengan usia 75 tahun. Tsang
dan Tipoe, melaporkan prevelensi bronkiektasis 1 per 6.000 orang di
Auckland, New Zealand. Didapatkan peningkatan frekuensi bronkiektasis
dikarenakan penggunaan CT-Scan resolusi tinggi. (Fauci et al, 2008;
O’Donnel, 2008)
1
BAB II
BRONKIEKTASIS
I. Dasar-dasar Radiologi
Sinar X adalah bagian yang disebut spectrum elektromagnetik.
Spektrum ini terentang dari gelombang wireless pada ujung jauh dari
spektrum sampai ke sinar kosmik pada ujung dekat spektrum. Karena
panjang gelombangnya pendek, maka sinar X dapat menembus bahan
yang tidak tertembus sinar yang terlihat. Hal ini terungkap pada tahun
1895 oleh Conrad Roentgen yang kemudian menjadi ahli fisika Jerman
yang terkenal. Penemuan ini merupakan titik awal untuk radiologi
kedokteran modern dan radioterapi, serta untuk banyak ilmu pengetahuan
non medik lain yang telah berkembang bertahun-tahun dalam pemakaian
sinar X. Alat-alat sinar X modern memang sangat canggih, tetapi cara
pembuatan sinar X tetap sama dengan dasar yang digunakan oleh
Roentgen sendiri. Arus listrik bertegangan tinggi berjalan sepanjang
tabung hampa udara. Lalu terjadi aliran elektron dari elemen logam yang
dipanasi dengan listrik (katoda), yang menabrak logam sasaran (anoda)
setelah menembus ruang hampa udara. Bila sorotan elektron menabrak
anoda, maka sinar X akan terpancar. 16
Daya tembus sinar X berlainan sesuai dengan benda yang
dilaluinya. Benda-benda yang ditembus sinar X akan memberikan
gambaran hitam (radiolusen). Benda-benda yang sukar ditembus oleh sinar
X akan memberikan gambaran putih (radioopak). Diantaranya terdapat
bayangan perantara yaitu tidak terlalu hitam atau radiolusen sedang
(moderately radiolucent) dan tidak terlalu putih atau radioopak sedang
(moderately radioopaque). Diantara radioopak sedang dan radiolusen
sedang terdapat bayangan keputih-putihan (intermediate). Berdasarkan
mudah tidaknya ditembus sinar X, maka bagian tubuh dapat dibedakan
atas: radiolusen (gas, udara), radiolusen sedang (jaringan lemak), keputih-
2
putihan (jaringan ikat, otot, darah, kartilago, epitel, batu kolesterol, batu
asam urat), radioopak sedang (tulang, garam kalsium), radioopak (logam-
logam berat). 17
Conrad Roentgen dalam penyelidikan selanjutnya segera
menemukan hampir semua sifat sinar rontgen, yaitu sifat fisika dan
kimianya. Namun ada sifat yang tidak diketahuianya, yaitu terdapat sifat
biologis yang dapat merusak sel-sel hidup. Sifat yang ditemukan Conrad
Roentgen bahwa sinar ini bergerak dalam garis lurus, tidak dipengaruhi
oleh lapangan magnetik dan mempunyai daya tembus semakin kuat
apabila tegangan listrik yang digunakan semakin kuat, sedangan diantara
sifat-sifat lainya ialah bahwa sinar-sinar ini menghitamkan kertas potret. 18
Pengaruh radiasi pada organ tubuh manusia dapat bermacam-
macam bergantung pada jumlah dosis dan luas lapangan radiasi yang
diterima. Pengaruh negatif dari sinar X adalah sebagai berikut: Luka
permukaan yang dangkal: kerusakan kulit, epilasi, kuku rapuh; Kerusakan
polos dan kartilago. Sel mukous membentuk 60% volume kelenjar.
Sel serous yang berlokasi didistal, membentuk 40% volume
kelenjar, mensekresi proyeoglikan dan protein antimikroba. Pada
keadaan patologi, volume kenjar submukosa dapat meningkat
melebihi volume normal. (Fahy JV&Dickey BF, 2010)
3. Lapisan mukosa (lapisan lendir)
Lendir melapisi seluruh saluran napas, dimana kandungan
terbanyaknya adalah cairan, dengan kerakteristik fisik solid.
Kandungan normal mukus adalah 97% air dan 3 % solid (musin,
protein nonmusin, garam, lemak dan sel debris). (Fahy JV&Dickey
BF, 2010)
15
Gambar 2. Mukus klirens pada saluran napas yang normal. (Sumber :Fahy JV&Dickey BF, 2010)
Mekanisme klirens saluran napas
Pertama, mukus didorong ke proksimal saluran napas oleh gerakan
silia, yang akan membersihkan partikel-partikel inhalasi, patogen dan
menghilangkan bahan-bahan kimia yang mungkin dapat merusak paru.
Musin polimerik secara terus-menerus disintesis dan disekresikan untuk
melapisi lapisan mukosa. Kecepatan normal silia 12 sampai 15x/detik,
menghasilkan kecepatan 1mm/menit untuk membersihkan lapisan
mukosa. Kecepatan mucociliary clearance meningkat dalam keadaan
hidrasi tinggi. Dan kecepatan gerakan silia meningkat oleh aktivitas
purinergik, adrenergik, kolinergik dan reseptor agonis adenosin, serta
bahan iritan kimia. Mekanisme kedua, adalah dengan mengeluarkan
mukus dengan refleks batuk. Ini mungkin dapat membantu menjelaskan
mengapa penyakit paru yang disebabkan oleh kerusakan fungsi silia
tidak terlalu berat dibandingkan dengan yang disebabkan dehidrasi,
yang menghalangi kedua mekanisme klirens saluran napas. Meskipun
batuk berkontribusi dalam membersikan mukus pada penyakit dengan
peningkatan produksi mukus atau gangguan fungsi silia, ini dapat
menyulitkan gejala. (Fahy JV&Dickey BF, 2010)
IV. PATOGENESIS
16
Belum diketahui secara sempurna, namun diperkirakan yang
menjadi penyebab utama adalah peradangan dengan destruksi otot,
jaringan elastik dan tulang rawan dinding bronkus, oleh mukopus yang
terinfeksi yang kontak lama dan erat dengan dinding bronkus (gambar 3).
(Fahy JV&Dickey BF, 2010)
Gambar 3. Gambaran bronkus pada bronkiektasis(Sumber: Benditt, JO, 2008 )
Mekanisme mukus klirens yang efektif adalah sesuatu yang
esensial untuk paru yang sehat, dan kelainan saluran napas disebabkan
oleh buruknya mekanisme klirens mukus. Mukus yang sehat dalah sutau
lendir dengan viskositas rendah dan elastis sehingga dapat dengan mudah
diangkut oleh silia. Sedangkan mukus yang tidak sehat ditandai dengan
viskositas yang tinggi dan keelastisan sehingga sulit untuk dibersihkan.
Akumulasi dari mukus yang dihasilkan dari beberapa kombinasi seperti
peningkatan produksinya dan penurunan klirens, dan akumulasi persisten
dapat memicu infeksi dan peradangan dengan tersedianya lingkungan
untuk pertumbuhan mikrobakteri. (Fahy JV&Dickey BF, 2010)
Mukopus mengandung produk-produk neutrofil yang bisa merusak
jaringan paru (protease serin, elastase, kolagenase), oksida nitrit,
sitokininflamasi (IL8) dan substansi yang menghambat gerakan silia dan
mucociliary clearance. Terjadi mukokel yang terinfeksi setelah dilatasi
mekanik bronkus yang telah lunak oleh pengaruh proteolitik.
17
Inflammatory insult yang pertama akan diikuti oleh kolonisasi bakteri
yang akan menyebabkan kerusakan bronkus lebih lanjut dan predisposisi
untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan lingkaran yang tidak terputus.
Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan jaringan paru
sekitarnya menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah lemah
sehingga terjadi distorsi. Distensi juga bisa diperberat oleh atelektasis paru
sekitar bronkus yang menyebabkan bronkus mendapatkan tekanan
intratorakal yang lebih besar. (Benditt, JO, 2008; Barker AF, 2002)
V. PATOLOGI
a. Gambaran makroskopis
Makroskopis paru bronkiektasis tampak dilatasi permanen dari
jalan napas subsegmental yang mengalami inflamasi, berliku-liku, dan
sebagian atau seluruhnya dipenuhi mukus (gambar 4). Proses ini
meliputi bronkiolus, dan bagian akhir jalan napas yang ditandai
dengan fibrosis jalan napas kecil. Klasifikasi menurut Reid (atas dasar
hubungan patologi dan bronkografi):
i. Bronkiektasis silindris, merupakan bronkiektasis yang paling
ringan. Bentuk ini sering dijumpai pada bronkiektasis yang
menyertai bronkitis kronik. Bronkus tampak seperti bentukan pipa
berdilatasi, jalan napas yang lebih kecil dipenuhi mukus.
ii. Bronkiektasis varikosa, merupakan bentuk intermediet, istilah ini
digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai
varises vena.
iii. Bronkiektasis sakuler atau kistik, merupakan bentuk
bronkiektasis yang klasik, ditamdai dengan adanya dilatasi dan
penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-
kadang berbentuk kista. (Aru W. Sudoyo et al, 2006)
18
Gambar 4. Bermacam-macam tipe bronkiektasis (Sumber : Davey Patrick, 2005)
b. Gambaran mikroskopis
Seluruh lapang pandang tampak inflamasi kronik pada
dinding bronkus dengansel inflamasi dan mukus di dalam
lumen. Terdapat destruksi pada lapisan elastin pada dinding
bronkus dengan fibrosis. Netrofil merupakan populasi sel
terbanyak dalam lumen bronkus, sedangkan sel yang terbanyak pada
dinding bronkus adalah mononuklear.
VI. DIAGNOSIS
a. Gambaran klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan
produksi sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung
bulanan sampai tahunan. Batuk kronik yang produktif merupakan
gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien. (Barker AF, 2002;
Aru W. Sudoyo et al, 2006).
Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi
akibat dari kerusakan jalan napas dengan infeksi akut. Sputum yang
dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit
dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid,
mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang,
sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah
total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat
19
ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan
sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml
perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih
dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun
sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan
temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada
umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis
lainnya. Dispnea dan mengi terjadi pada 75 % pasien. Nyeri dada
pleuritis terjadi pada 50 % pasien dan mencerminkan adanya distensi
saluran napas perifer atau pneumonitis distal yang berdekatan dengan
permukaan pleura viseral. (Barker AF, 2002)
b. Pemeriksaan fisik
Ditemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan fisik
dada, termasuk crackles (70 %), wheezing (34 %), dan ronki (44 %)
adalah petunjuk untuk diagnosis. Dahulu, clubbing finger atau jari
tabuh adalah gambaran yang sering ditemukan, tapi saat ini prevalensi
gambaran tersebut hanya 3 %. Penyakit utama yang mengaburkan
bronkiektasis adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Perbandingan gambaran dari dua kondisi disajikan pada Tabel 1.
(Barker AF, 2002)
Tabel.1 Perbedaan antara PPOK dan bronkiektasis
Variabel PPOK BronkiektasisPenyebab Merokok Infeksi/genetik/imun defekInfeksi Sekunder PrimerPredominan organisme dalam sputum
Streptococcus pneumoniae,Heamophilus influenzae
Heamophilus influenzae, Pseudomonas aeroginosa
Obstruksi saluran napas dan hiperresponsif
+ +
20
Rontgen thoraks Hiperlusens, hiperinflasi, dilatasi saluran napas
Dilatasi dan penebalan saluran napas, mukous plug
Sputum Mukoid, jernih Purulen, 3 lapis(Sumber : Barker AF, 2002)
VII. Pemeriksaan penunjang
a. Spirometri
Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara,
dengan rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik
(FEV1) untuk memaksa volume kapasitas paksa (FVC), FVC normal
atau sedikit berkurang dan FEV1 menurun. Penurunan FVC
menunjukkan bahwa saluran udara tertutup oleh lendir, dimana
saluran napas kolaps saat ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis
pada paru. Merokok dapat memperburuk fungsi paru dan
mempercepat kerusakan. Hyperresponsiveness saluran napas dapat
ditunjukkan, dimana 40 % pasien memiliki 15 % atau peningkatan
yang lebih besar pada FEV1 setelah pemberian agonis beta-adrenergik,
dan 30 sampai 69 % pasien yang tidak memiliki terlihat penurunan
FEV1 memiliki 20 % penurunan FEV1 setelah pemberian histamin
atau methacholine. (Barker AF, 2002)
b. Gambaran radiologis
1. Rontgen thoraks
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis
dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini:
a. Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai
ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm). Dengan jumlah satu
atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran
‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’ (gambar
5). Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang
terjadi pada bronkus. (Sutton D, 2003)
21
b. Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru.
Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih
dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam.
Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada
daerah parahilus.Tramline shadow yang sebenarnya terlihat
lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus.( Sutton D, 2003;
Pattel PR, 2005)
Gambar 5. Gambaran honeycomb appearance.( Sumber : Sutton D, 2003)
c. Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal.
Lebarnya dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya
menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran
ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk
bronkiektasis (gambar 6B). (Sutton D, 2003)
22
(A) (B)
Gambar 6. (A). Tanda panah menunjukan gambaran Ring shadow, (B). Gambaran tubular shadow. (Sumber : Sutton D, 2003)
23
Gambar 7. Bronkografi; kini teknik yang kuno namun elegan dapat menunjukkan bronkiektasis silindris yang disertai dilatasi bronkus lobus
bawah (Sumber : Patel Pradip R, 2005)
2. Bronkografi
Merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media
kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP,
Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya
bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis
yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis),
sakuler (kistik) dan varikosis. (Sutton D, 2003)
Pada gambar 7, didapatkan gambaran glove finger shadow
yang menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat
seperti jari-jari pada sarung tangan. (Sutton D, 2003)
3. CT-Scan thorax
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan
penunjang terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis,
mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan
jalan napas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-
Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan
spesifisitas sebesar 93%. CT-Scan resolusi tinggi akan
memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus.
Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena,
24
terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan
pembedahan. (Patel PR, 2005)
CT-Scan, terutama resolusi tinggi dapat menghasilkan
gambar yang menunjukan dilatasi saluran napas dengan ketebalan
dengan ketebalan 1,0-1,55 mm (Gambar 9 dan 10). Sebagai
konsekuensinya, saat ini pemeriksaan ini adalah teknik standar atau
untuk mengkonfirmasi diagnosis bronkiektasis. (Fauci et al, 2008)
(Sumber : Fauci et al, 2008)
VIII. TINGKATAN BERATNYA PENYAKIT
Tingkatan penyakit bervariasi dari ringan sampai berat. Brewis
membagi tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi 3 derajat, yaitu:
a. Bronkiektasis ringan
25
Gambar 8. Pada CT resolusi tinggi menunjukan dilatasi saluran napas pada kedua lobus dan lingula. Pada potongan melintang, dilatasi saluran napas menunjukan ringlike appearance.
Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya
terjadi sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum
terjadi dengan perubahan posisi tubuh, biasanya terdapat
hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat, fungsi paru normal
dan foto dada normal. (Sudoyo Aru W et al, 2006)
b. Bronkiektasis sedang
Ciri klinis: batuk-batuk produktif terjadi setiap saat, sputum
timbul setiap saat (umumnya hijau dan jarang mukoid, serta bau
mulut busuk), sering ada hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik paru
sering ditemukan ronki basah kasar pada daerah paru yang terkena,
gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal. (Sudoyo Aru
W et al, 2006)
c. Bronkiektasis berat
Ciri klinis: batuk-batuk produktif dengan sputum banyak
berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan adanya pneumonia
dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari tabuh.
Bila ada obstruksi saluran napas akan dapat ditemukan adanya
dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien
mempunyai keadaan umum kurang baik. Sering ditemukan infeksi
piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya. Pasien mudah
timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang-kadang
terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ronki
basah kasar pada daerah terkena. Pada gambaran foto dada
ditemukan kelainan : 1). Penambahan bronkovaskular marking, 2).