Top Banner
terminologi Mati otak : Penghentian fungsi otak secara komplit dan ireversibel. 1 Definisi Mati Batang Otak PanduanAustralian and New Zealand Intensive Care Society(ANZICS) yang dipublikasikan pada tahun 1993,kematian otak didefinisikan sebagai berikut: “Istilah kematian otak harusdigunakan untuk merujuk pada berhentinya semua fungsi otak secara ireversibel.Kematian otak terjadi saat terjadi hilangnya kesadaran yang ireversibel, danhilangnya respon refleks batang otak dan fungsi pernapasan pusat secaraireversibel, atau berhentinya aliran darah intrakranial secara ireversibel”. 2 Menurut kriteria komite ad hoc Harvard tahun 1968, kematian otak didefinisikan oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsilagi secara permanen, yang ditentukan dengan tidak adanya resepsi dan responterhadap rangsang, tidak adanya pergerakan napas, dan tidak adanya refleks-refleks, yakni respon pupil terhadap cahaya terang, pergerakan okuler pada uji penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip, aktivitas postural (misalnyadeserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea, refleksfaring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang keduaadalah data konfirmasi yakni EEG yang isoelektris.Kedua tes tersebut diulang 24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu < 32,2 o C) atau pemberian utuh.Ini harus dibedakan dari mati serebral yang hasil EEG nya tenang dan darimati otak, dengan tambahan ketiadaan semua reflek saraf otak dan upaya napasspontan.Pada keadaan vegetatif mungkin terdapat siklus sadar – tidur. Guidelines Mati Batang Otak Tahun Publikas i Prekondisi Kriteria pemeriksaan : Tes Konfirmasi Periode observasi 1968 Harvard Kecuali: 1. Tidak EEG 24 jam tanpa 1 | Tinjauan Pustaka
30

Brain Death

Dec 22, 2015

Download

Documents

aletheaaaa

PanduanAustralian and New Zealand Intensive Care Society(ANZICS) yang dipublikasikan pada tahun 1993,kematian otak didefinisikan sebagai berikut: “Istilah kematian otak harusdigunakan untuk merujuk pada berhentinya semua fungsi otak secara ireversibel.Kematian otak terjadi saat terjadi hilangnya kesadaran yang ireversibel, danhilangnya respon refleks batang otak dan fungsi pernapasan pusat secaraireversibel, atau berhentinya aliran darah intrakranial secara ireversibel”.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Brain Death

terminologi

Mati otak : Penghentian fungsi otak secara komplit dan ireversibel.1

Definisi Mati Batang Otak

PanduanAustralian and New Zealand Intensive Care Society(ANZICS) yang dipublikasikan pada

tahun 1993,kematian otak didefinisikan sebagai berikut: “Istilah kematian otak harusdigunakan untuk merujuk

pada berhentinya semua fungsi otak secara ireversibel.Kematian otak terjadi saat terjadi hilangnya kesadaran

yang ireversibel, danhilangnya respon refleks batang otak dan fungsi pernapasan pusat secaraireversibel, atau

berhentinya aliran darah intrakranial secara ireversibel”.2

Menurut kriteria komite ad hoc Harvard tahun 1968, kematian otak didefinisikan oleh beberapa hal.

Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsilagi secara permanen, yang ditentukan dengan tidak adanya

resepsi dan responterhadap rangsang, tidak adanya pergerakan napas, dan tidak adanya refleks-refleks, yakni

respon pupil terhadap cahaya terang, pergerakan okuler pada uji penggelengan kepala dan uji kalori, refleks

berkedip, aktivitas postural (misalnyadeserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea,

refleksfaring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang keduaadalah data konfirmasi

yakni EEG yang isoelektris.Kedua tes tersebut diulang 24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia

(suhu < 32,2oC) atau pemberian utuh.Ini harus dibedakan dari mati serebral yang hasil EEG nya tenang dan

darimati otak, dengan tambahan ketiadaan semua reflek saraf otak dan upaya napasspontan.Pada keadaan

vegetatif mungkin terdapat siklus sadar – tidur.

Guidelines Mati Batang Otak

Tahun Publikasi Prekondisi Kriteria

pemeriksaan :

Tes Konfirmasi Periode observasi

1968 Harvard Ad

Hoc

Committee

Kecuali:

1. Hipotensi

2. CHS

depressants

1. Tidak ada

respons

2. Tidak ada

gerakan

atau

pernapasan

3. Tidak ada

refleks

EEG 24 jam tanpa perubahan

1 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 2: Brain Death

1977 NIHCDS(NI

H)

Collaborativ

e Study

Semua

prosedurdiagno

stik danterapi

yang tepattelah

dilakukan

1. Koma dengan

tidak

responsifnya

cerebral

2. Apneu

3. Dilatasi pupil

4. Tidak adanya

refleks kepala

1. EEG

2. CBF study

(dilakukan jika

standar

lainnyatidak

terpenuhidengan

tepat atau

tidakdapat diuji)

Kriteriaharus

ditegakkan30 menit

sampai

setidaknya

enamjamsetelah

onsetkoma

dan apnea

1981 President's

Commission

1. Ireversibel:

• Menentukan

penyebab

koma

• Tidak adanya

kemungkinan

pulihnya otak

Penghentianse

mua

fungsiotakuntu

kjangka waktu

yang

tepatdalam

pengamatanter

api

2. Kondisi

Komplikasi:

Intoksikasi

obat dan

metabolik

• Hipothermia

• Anak - anak

Syok

1.

Tidak adanya

respon serebral

1.EEG

2.Four-vessel

cerebral

angiography

3.Radioisotope

cerebral

angiography

2. Tidak adanya

respon batang otak

• Pupil

• Kornea

• Oculocephalic

• Oculovestibular

• Oropharyngeal

• Adanya apneu

Tidak adanya

gerakan tubuh

dan kejang

2 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 3: Brain Death

1995 American

Academy of

Neurology

Secara klinis

atau radiografi

terlihan adanya

katastrofi CNS

akut.

2.

Menyingkirkan

kondisi klinis

( contohny :

kehilangan

elektrolit yang

berat,

gangguan asam

basa, dan

gangguan

endokrin)

3. Tidak ada

intoksikasi atau

keracunan obat

4. Suhu tubuh

> 32oC

1. Koma atau tidak

merespon

2. Tidak adanya

refleks dari batang

otak

Pupil tidak

merespon pada

cahaya terang

Tidak ada efek

okulosefalik

Tidak ada

respons tes cold

caloric

Tidak ada

korneal refleks

Tidak ada refleks

rahang

Tidak meringis

Tidak ada batuk

Apneu

1. Conventional

angiography

2. EEG

3. TCD

4. 99mTc HM-

PAO brain scan

5. SSEP

Lakukan evaluasi klinis

setiap 6 jam

Tabel 1. Guidelines mati batang otak.3

Diagnosiskematian otakterdiri dari tigaelemen penting: riwayat kesehatan , pemeriksaan fisik dantes

konfirmasi.

Anamnesis

Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan

petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit si pasien.Riwayat pasien merupakan suatu

komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya yaitu segala hal yang diceritakan penderita.

Riwayat Penyakit Dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita di masa lampau yang mungkin

berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang.

Riwayat Keluarga adalah segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan kontak antar

anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien.Dalam hal ini faktor-faktor sosial keluarga turut

mempengaruhi kesehatan penderita.

3 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 4: Brain Death

Riwayat pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi si pasien.Mengenai peristiwa penting

pasien dimulai dan keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat.Termasuk dalam riwayat

pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan, riwayat pendidikan dan masalah keluarga.

Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala aktivitas di luar

pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, perkawinan, tanggungan keluarga, dan lain-lain. Perlu ditanyakan pula

tentang kesulitan yang dihadapi pasien.4

Pemeriksaan Fisik Umum

Pemeriksaan suhu, denyut nadi, laju dan pola pernapasan, dan tekanan darah harus diukur dengan

cepat. Demam menunjukkan infeksi sistemik , meningitis bakteri , atau ensefalitis , hanya sedikit yang

disebabkan oleh lesi otak yang dapat menganggu hipotalamuspusat pengaturan suhu. Sedikit peningkatan suhu

dapat mengakibatkan terjadinya kejang.Suhu tubuh tinggi , 42 ° -44 °C , yang berhubungan dengan kulit

kering harus dicurigai akibat heat strokeatau intoksikasi obat antikolinergik. Hipotermia diamati dengan

alkohol , barbiturat, sedatif , atau fenotiazin intoksikasi, hipoglikemia : kegagalan sirkulasi perifer , atau

hipotiroidisme. Hipotermia sendiri menyebabkan koma hanya ketika suhu < 31 ° C. Tachypnea dapat

mengindikasikan asidosis sistemik atau pneumonia. Hipertensi ditandai baik menunjukkan hipertensi

ensefalopati atau merupakan hasil dari peningkatan pesat dalam tekanan intrakranial ( ICP, respon Cushing)

paling sering setelah pendarahan otak atau cedera kepala. Hipotensi adalah karakteristik dari koma dari alkohol

atau intoksikasi barbiturat, perdarahan internal infark miokard, sepsis, hipotiroidisme mendalam , atau krisis

Addisonian. .

Skala Koma Glasgow

Gerakan Yang Diujikan Nilai Atau Skor

Buka Mata 4 = Spontan

3 = Pada rangsang suara

2 = Pada rangsang nyeri

1 = Tidak ada

Respon Motorik 6 = Menurut perintah

5 = Tunjuk tempat rangsang

4 = Menarik ekstremitas

3 = Fleksi abnormal

2 = Ekstensi

1 = Tidak ada

Respon Verbal 5 = Orientasi penuh

4 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 5: Brain Death

4 = Bicara kacau

3 = Kata-kata (inappropriate)

2 = Bunyi tanpa arti

1 = Tidak ada

Tabel No.2 Glasgow Coma Scale5,9

Pemeriksaan Neurologis

Gambar 1. Pemeriksaan fisik pada pasien koma.5

Tes Rangsang Nyeri

Jika pasien tidak membuka mata mereka untuk berbicara, lakukanlah tes rangsang nyeri,

misalnyameremas otot trapezius (menggunakan ibu jari dan dua jari untuk mencubit otot trapezius). Atau

menekan supra - orbital. Jika adanya memar atau pembengkakan di daerah ini, lakukan penekanan dengan

mengunakan jari.Jika pasien membuka mata akibat tes rangsang nyeri skor 2E . Jika pasien tidakmerespon ,

maka skor adalah 1E.

5 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 6: Brain Death

Gambar 2. Penekanan Supraorbita

Pemeriksaan Pupil

Pengujian terhadap refleks pupil dilakukan dengan menguji respon terhadap cahaya yang terang.

Kematian otak akan menunjukkan pupil yang berbentuk bulat, oval, ataupun ireguler. Kebanyakan pupil pada

pasien yang mengalami kematian otak akan berada pada ukuran 4 hingga 6 mm, namun ukuran dapat

bervariasi dari 4 hingga 9 mm.

Gambar 3. Pemeriksaan pada Kematian Otak

Refleks Okulosefalik

Pengujian ini hanya dilakkan setelah dipastikan tidak ada fraktur atau instabilitas dari servikal atau

pada pasien dengan cedera kepala.Vertebra servikal harus diperiksa dengan pencitraan untuk menunjukkan

tidak adanya fraktur atau instabilitas potensial. Refleks okulosefalik yang dirangsang dengan menggerakkan

kepala secara cepat dan tegas dari posisi tengah ke posisi 90 derajat kiri dan kanan, pada orang normal akan

menghasilkan deviasi mata ke arah berlawanan dengan gerakan kepala. Pergerakan mata vertikal juga diuji

6 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 7: Brain Death

dengan melakukan fleksi leher. Pada kematian otak, tidak akan ditemukan adanya pembukaan kelopak mata

dan pergerakan mata vertikal dan horizontal.

Cold Caloric Test

Uji kalori dilakukan dengan kepala yang dielevasikan 30 derajat selama irigasi dari tympanum di tiap

sisi telinga dengan 50 ml air es.Irigasi tympanum dilakukan paling baik dengan menggunakan kateter suction

kecil di kanal auditorik eksternal dan menghubungkannya dengan siring 50 ml yang diisi dengan air es.

Deviasi tonus dari mata yang muncul akibat rangsang kalorik dingin tidak akan muncul pada kematian otak.

Investigator harus mengamati hingga 1 menit setelah pemberian stimulus, dan waktu antara pemberian

rangsang pada tiap sisi harus minimal 5 menit.

Yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan ini adalah adanya obat yang dapat mengurangi atau

menghilangkan respon kalorik, yakni sedatif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik, antikolinergik, obat

antiepilepsi, dan agen kemoterapi.Setelah cedera kepala atau trauma fasial, edema kelopak mata atau kemosis

konjungtiva dapat menghambat pergerakan bola mata.Bekuan darah atau serumen dapat juga mengurangi

respon kalorik, dan uji dilakukan ulang setelah pemeriksaan inspeksi langsung tympanum.

Gambar 4.Pemeriksaan Refleks Okulosefalik dan Cold Caloric Test

Sensasi fasial dan respon motor fasial

Refleks kornea harus diuji dengan swab tenggorok.Refleks kornea dan refleks rahang harus

absen.Wajah yang mengernyit saat diberikan rangsang nyeri dapat diuji dengan memberikan tekanan dalam

dengan obyek tumpul pada dasar kuku, tekanan pada daerah supraorbita, atau tekanan yang dalam pada kedua

kondilus setinggi sendi temporomandibuler.Yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan ini adalah adanya

trauma fasial yang berat sehingga dapat mengganggu interpretasi refleks batang otak.

7 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 8: Brain Death

Gambar 5.Pengujian Nail Bed Test

Refleks faring dan trachea

Respon tersedak, yang diuji dengan merangsang faring posterior dengan laringoskop, harus absen.

Tidak adanya refleks batuk pada suction bronkhial juga harus tampak.

Dalam pemeriksaan ini, harus diperhatikan bahwa pada apsien yang diintubasi secara oral, respon tersedak

mungkin sulit untuk diamati.

Gambar 6.Refleks Batuk yang Negatif

Test Apneu

Pada uji apnea, harus diperhatikan beberapa kondisi sebelum dilakukannya pengujian.Perubahan yang

penting pada tanda vital (misalnya hipotensi yang mencolok, aritmia kardia berat) yang ditemukan pada

pemeriksaan apnea dapat berkaitan dengan kurangnya pengamatan terhadap kondisi-kondisi yan dilakukan

sebelum pengujian, walaupun perubahan tersebut dapat terjadi secara spontan karena asidosis yang meningkat.

Pengujian dilakukan dengan tahap-tahap berikut:

Memutus hubungan dengan ventilator

Memberikan O2 100% 6 l/menit. Pilihannya adalah dengan menempatkan kanul setinggi karina.

8 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 9: Brain Death

Amati dengan seksama pergerakan respirasi. Respirasi didefinisikan dengan pergerakan abdomen atau

dada yang menghasilkan volume tidal yang adekuat. Bila ada, respirasi dianggap ada pada uji apnea

ini. Saat terjadi gerakan yang mirip dengan respirasi, maka harus diamati hingga akhir uji apnea,

dmana oksigenasi berada pada level yang lebih rendah. Saat hasilnya meragukan, spirometer dapat

dihubungkan dengan pasien untuk memastikan bahwa tidak ada volume tidal.

Ukur PO2, PCO2, dan pH arteri setelah kira-kira 8 menit dan hubungkan kembali dengan ventilator.

Bila gerakan respirasi tidak ada dan PCO2 arteri sama dengan atau lebih dari 60 mm Hg (pilihan lain

adalah PCO2 yang meningkat 20 mm Hg dari PCO2 normal dasar), maka tes apnea dinyatakan positif

(sehingga mendukung diagnosis klinis kematian otak).

Bila teramati adanya gerakan respirasi, maka tes apnea dinyatakan negatif (sehingga tidak mendukung

diagnosis klinis kematian otak), dan tes harus diulang.

Bila selama tes apnea tekanan darah sistolik menjadi ≤90 mm Hg, oksimeter pulsa menunjukkan

desaturasi, dan terjadi aritmia kardia, segera ambil sampel darah, hubungkan dengan ventilator, dan

lakukan analisa gas darah arteri. Tes apnea memberikan hasil positif, apabila PCO2 arteri lebih dari

atau sama dengan 60 mm Hg atau meningkat 20 mm Hg dari PCO2 normal dasar. Bila PCO2 kurang

dari 60 mm Hg, atau peningkatannya kurang dari 20 mm Hg, hasilnya tidak dapat dipastikan. Pada

kondisi ini, dimana terdapat instabilitas kardiovaskuler bersamaan dengan ketidak jelasan batasan atas

PCO2 dimana terjadi stimulasi maksimal terhadap pusat pernafasan, maka tergantung pada dokter

untuk memutuskan apakah diperlukan tes konfirmasi untuk memastikan diagnosis klinis kematian

otak.

Bila tidak ada pergerakan respirasi, PCO2 kurang dari 60 mm Hg, dan tidak ada aritmia kardia atau

hipotensi signifikan, tes dapat diulang dengan apnea selama 10 menit.5

Gambar 7. Tes Apneu

Pemeriksaan Penunjang

9 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 10: Brain Death

EEG

Gambar 8.EEG.

(Diunduh dari :http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/8730.htm)

Sebuahelectroencephalogrammendeteksikelainan padagelombangotak atauaktivitas listrikotak. Selama

prosedur,elektrodaterdiri daricakramlogam kecildengan kabeltipisyang disisipkanpada kulit kepala.

Elektrodamendeteksimuatan listrikkecilyang dihasilkan dariaktivitassel-sel otak. Listrikdiperkuat

danmunculsebagai grafikpada layar komputeratau sebagairekaman yangdapat dicetakdi atas kertas.

Studi inidigunakan untuk mengukuraktivitas listrik diotakdalam menanggapirangsanganpenglihatan, suara,

atau sentuhan. Penelitian ini umumnya dilakukan oleh teknisi EEG dan mungkin memakan waktu sekitar 45

menit sampai dua jam.6

Gambar 9.Gambaran gelombang EEG.

(Diunduh dari : http://www.bem.fi/book/13/13x/1306x.htm)

Perfusion Test

10 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 11: Brain Death

Aliran darah cerebral (Cerebral Blood Flow / CBF) sering digunakan untukmendukung

diagnosiskematian otak, terutama ketikakondisi tertentu sepertitrauma beratwajah, toksisitas obat, atau faktor

lain. Tidak adanyaperfusiserebralkonsisten dengankematian otak.7

Tanda“hot nose”mengacu padapeningkatanperfusidi daerahhidungpada obatstudi

perfusiserebralnuklirdalam pengaturankematian otak. Ketidakhadiranatauberkurangnya alirandalam

arterikarotidinternaldianggap menyebabkanpeningkatan alirandalam arterikarotiseksternal

danpeningkatanperfusiberikutnyadi wilayahhidung.8

Transcranial Doppler Ultrasonografy

Pemeriksaan transcranial Doppler ultrasonography, dimana sepuluh persen dari pasien mungkin tidak

memiliki jendela insonation temporal, sehingga terjadi absensi awal sinyal Doppler yang tidak dapat

diartikan sebagai kematian otak yang konsisten; kemudian puncak sistolik kecil di sistol awal tanpa

aliran diastolik atau aliran bergema, menunjukkan resistensi pembuluh darah yang sangat tinggi

sangat terkait dengan peningkatan tekanan intrakranial. Berikut gambar yang menunjukkan proses

dari pemeriksaan dengan transcranial Doppler ultrasonography.

Gambar No.10 Pemeriksaan Transcranial Doppler Ultrasonography

Etiologi

Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua refleks batang otak.Diagnosis klinis

ini pertama kali disampaikan dalam kepustakaankedokteran pada tahun 1959 dan kemudian digunakan dalam

praktik kedokteran pada dekade berikutnya pada bidang trauma klinis yang spesifik.Kebanyakankasus

kematian dapat didiagnosis di tempat tidur pasien.

11 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 12: Brain Death

Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial,hipoksia, overdosis obat,

tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhandan bunuh diri. Dalam kepustakaan lain, hipoglikemia

jangka panjang disebutsebagai penyebab kematian otak. 9,10,11

Patofisiologi

Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebattekanan intrakranial (TIK)

yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian

tekanan perfusi serebral(TPS) mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian otak terjadi.11

Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar 50 sampai 60

mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruhotak, yang kira-kira beratnya 1200 – 1400 gram terdapat

700 sampai 840ml/menit. Penghentian aliran darah ke otak secara total akan menyebabkanhilangnya kesadaran

dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi karenatidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang

kemudian langsungmenghentikan sebagian metabolismenya.Aliran darah ke otak yang terhenti untuk tiga

menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat irreversibel.Sedikitnya terdapat tiga faktor

metabolik yang memberi pengaruh kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral.Ketiga faktor tersebut

adalah konsentrasi karbondioksida, konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen. Peningkatankonsentrasi

karbon dioksida maupun ion hidrogen akan meningkatkan alirandarah serebral, sedangkan penurunan

konsentrasi oksigen akan meningkatkanaliran.12,13

Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliranoksigen ke otak

menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itusecara reversible dan ireversibel.Percobaan pada

binatang menunjukkan alirandarah otak dikatakan kritis apabila aliran darah otak 23/ml/100mg/menit

(normal55 ml/100mg/menit).Jika dalam waktu singkat aliran darah otak ditambahkan diatas 23 ml, maka

kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan alirandarah otak di bawah 8 - 9 ml/100 mg/menit akan

menyebabkan infark, tergantunglamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di antara 8 - 23

ml/100mg/menit.12,14

Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak tersumbat secara parsial,maka daerah yang

bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen.Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di

wilayah itu didapati:

1. Tekanan perfusi yang rendah

2. PO2turun

3. CO2dan asam laktat tertimbun.

Autoregulasidan pengaturan vasomotor dalam daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi

keadaan iskemik itu dengan mengadakan vasodilatasi maksimal.

Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkanvasodilatasi kolateral,

sehingga daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkandari kematian.Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut

tidak dapat teratasi olehmekanisme autoregulasi dan pengaturan vasomotor. Di situ akan berkembang proses

degenerasi yang ireversibel. Semua pembuluh darah di bagian pusat daerahiskemik itu kehilangan tonus,

12 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 13: Brain Death

sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis.Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos

pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama.Tetapi sel-sel saraf daerahiskemik itu

tidak bisa tahan lama.Pembengkakan sel dengan pembengkakanserabut saraf dan selubung mielinnya (edema

serebri) merupakan reaksidegeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritosit dan leukosit.Akhirnya

sel-sel saraf akan musnah. Yang pertama adalah gambaran yang sesuaidengan keadaan iskemik dan yang

terakhir adalah gambaran infark.14

Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum.Hipoglikemia jangka panjang

menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagaimekanisme dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk

pelepasan glutamatdan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi spesies oksigen reaktif, pelepasanZinc

neuron, aktivasi poli (ADP-ribose) polymerase dan transisi permeabilitasmitokondria.15

Diagnosis Diferensial

Physcogenic unresponsiveness

Physcogenic (conversion) unresponsiveness jarang terjadi.Hal yg tipikal yg dapat dilihat adalah hiperpneu atau

apneu, kelopak mata yg tertutup secara resisten sekalipun adanya pembukaan secara pasif, sekalipun terjadi

penutupan mata, penutupan tersebut terjadi dengan gerakan yg kasar atau terdapat sentakan.

Locked In State

Infark dari Ponsmempengaruhitraktus kortikospinalisbaikjalursensorik danpernapasan, dan jalur reticular

aktivating system. Hasilnya adalahkelumpuhan ototsaraf kranial.Gerakan matavertikal, dikendalikanoleh

sarafoculomotor, normal, dan kadang-kadangadagerakan matahorizontal dansecara volunterberkedip.

Komunikasimenjadi mungkinmelalui gerakanberkedip ataumatadan ya-atau-tidak dari pertanyaan yang

diajukan.16

Penyebab Locked-in Syndrome (Forti, 1982)

1. Oklusi arteri basilar

2. Mielinolisis scntral pontin

3. Tumor pontin

4. Cedera kepala

5. Neuro-Bechet's disease

6. Polineuropati pasca infeksi

7. Penyalahgunaan heroin

8. Ensefalitis pasca vaksinasi

9- Abses pontin

10. Henti jantung (Cardiac arrest)

11. Multiple Sclerosis

12. Perdarahan pontin

13 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 14: Brain Death

13. Emboli udara

14. Keracunan minor tranquilizer

Nama LainLocked-in Syndrome. (Patterson, 1987)

1. de-efferented state

2. Pseudokoma

3. Sindrome ventral pontin

4. Diskoneksi serebromedulospinal

5. Pontopseudokoma

6. Sindroma diskoneksi pontin

7. Ventral pontine state

8. Sindroma batang otak sentral

9. Sindroma sistem piramidal otak bilateral

10. Pontine locked in syndrome

11. Sindroma Monte Cristo17

Vegetative State

Pasien komabaikmatiatau adanya perbaikan, dan perbaikanmerekadapat terdiri darisiklus tidur-bangun, fungsi

kardiorespirasiutuh, dan responprimitiverangsangan(termasuk refleksdimediasi melaluibatang otak

danfragmenperilaku sepertimenjerit atauucapankatabahkan satu) tetapi tidak ada buktikesadarandalam atau

luar(yang disebut kondisi vegetatif). Beberapapasien sembuhlebih lanjut, yang lainnya tidak.Kondisi

vegetatifpersisten (PVS) didefinisikan sebagaikeadaan vegetatifyangtelah hadir selamaminimal 1 bulan.

Dengantingkat tinggiprobabilitas, PVSpada orang dewasadan anak-anakdapat

dianggappermanen12bulansetelah cederatraumatis dan3bulansetelah cederanontraumatic(biasanyakerusakan

otakanoxic-iskemik).16

Kriteria Mati Batang Otak

Pada tahun 1959Mollaret dan Goulon memperkenalkan istilah coma de passé (koma irreversibel)

dalam menggambarkan 23 pasien koma dengan hilangnya kesadaran, refleks batang otak, respirasi dan dengan

hasilelektroensefalogram (EEG) yang mendatar. Pada tahun 1968, sebuah komite  Ad hoc pada Fakultas

Kedokteran Harvard meninjau kembali defenisi kematian otak dan kemudian diartikan sebagai koma

ireversibel atau kematian otak adalah tidak adanya respon terhadap stimulus, tidak ada gerakan napas, tidak

adanya refleks batang otak dan koma yang penyebabnya sudah diketahui, kondisi tersebutmenetap sekurang-

kurangnya 6 sampai 24 jam.18

Pada tahun 1971 Mohandas dan Chou menggambarkan kerusakan batangotak sebagai komponen penting dari

kerusakan otak yang berat.Konferensi perguruan tinggi Medical Royal dan fakultas-fakultas yang ada di

dalamnya diKerajaan Inggris pada tahun 1976, menerbitkan sebuah pernyataan mengenaidiagnosis kematian

otak dimana kematian otak diartikan sebagai hilangnya fungsi batang otak secara lengkap dan

14 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 15: Brain Death

ireversibel.Pernyataan ini memberikan pedomanyang termasuk di dalamnya perbaikan dalam uji apnea dan

memusatkan perhatian pada batang otak sebagai pusat dari fungsi otak.Tanpa batang otak ini, tidak

adakehidupan. Pada tahun 1981 komisi presiden untuk studi masalah etik dalamkedokteran biomedis juga

penelitian tentang perilaku menerbitkan pedomannya.Dokumen tersebut merekomendasikan kegunaan tes

konfirmasi untuk mengurangidurasi waktu yang dibutuhkan untuk observasi dan merekomendasikan periode

24 jam bagi pasien dengan gangguan anoksia dan kemudian menyingkirkan syok sebagai syarat untuk

menentukan kematian otak. Akhir-akhir ini, Akademi Neurologi Amerika memberikan kasus berdasarkan

bukti dan menyarankanadanya pemeriksaan-pemeriksaan dalam praktek. Laporan ini secara spesifik mengarah

kepada adanya peralatan-peralatan pemeriksaan klinis dan teskonfirmasi validitas serta adanya deskripsi

tentang uji apnea dalam praktek.17

Kriteria Harvard. Kunci diagnosis tersebut adalah:

Tidak brekasi terhadap stimulus noksius yang intensif (unresponsive coma);

hilangnya kemampuan bernapas spontan;

hilangnya refleks batang otak dan spinal;

hilangnya aktivitas postural seperti deserebrasi;

EEG datar.

Hipotermia dan pemakaian depresan seperti barbiturat harus disingkirkan. Kemudian temuan klinis

dan EEG harus tetap saat evaluasi sekurang-kurangnya 24 jam kemudian.

Kriteria Minnesota.Pengalaman klinis dengan menggunakan kriteria Harvard yang

disarankan mungkin sangat terbatas.Hal ini menyebabkan Mohandes dan Chou mengusulkan kriteria

Minnesota untuk kematian otak.Yang dihilangkan dari kriteria ini adalah refleks spinalis dan aktivitas

EEG karena hal-hal tersebut masih dipandang sebagai pemeriksaan untuk konfirmasi saja. Yang

dimaksud dengan kriteria Minnesota adalah :

Hilangnya respirasi spontan setelah masa 4 menit pemeriksaan;

hilangnya refleks batang otak yang ditandai dengan: pupil dilatasi, hilangnya refleks batuk,

refleks kornea dan siliospinalis, hilangnya doll’s eye movement, hilangnya respon terhadap

stimulus kalori, dan hilangnya refleks tonus leher;

status penderita tidak berubah sekurang-kurangnya dalam 12 jam;

proses patologis berperan, dan dianggap tidak dapat diperbaiki.

Kriteria Swedia

15 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 16: Brain Death

- Koma yang tidak berespons

- Apnea

- Reflek batang otak negatif

- EEG isoelektrik

- Kontras pembuluh darah serebral negatif 2 kali suntikan aorta – kranial selama waktu 25 detik.17

Di Indonesia sendiri, berdasarkan usulan IDI (Ikatan Dokter Indonesia), lewat Surat Keputusan PB

IDI No.336/PB/A4/88 mengenai mati, dipakai konfirmasi fatwa IDI sebagai pegangan.1 Berikut tabel

yang menunjukkan hal tersebut.

Kriteria Mati

*) Diagnosis cedera otak berat atau perdarahan serebral ditegakkan

*) Hilangnya faal otak secara total dan mutlak

+ Tidak sadar

+ Pupil lebar; reaksi cahaya negatif

+ Tidak ada reaksi pada rangsangan panas atau nyeri

+ Refleks kornea, laring, dan batuk negatif

*) Gangguan faal otak menjadi irreversibel

*) EEG tidak memperlihatkan aktivitas jantung

*) Arteriogram tidak menunjukkan peredaran darah di otak

*) Pernapasan berhenti juka calon donor dilepaskan dari alat penyangga kehidupan

Tabel No.3 Kriteria Mati Otak Ikatan Dokter Indonesia

Penetapan Diagnosis Mati Batang Otak

16 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 17: Brain Death

Penatalaksanaan

Untuk

penatalaksanaan dari

kematian otak sendiri

tidak ada

penatalaksanaanya

yang bertujuan untuk

menyebuhkan pasien;

biasanya, pada pasien

dalam keadaan brain

death, hanya

dilakukan life support

system, dimana disini

kita menggunakan

alat-alat bantu

kehidupan yang

mendukung sistem

hidup pasien, terutama

yang berkaitan dengan

sistem pernapasan,

sistem sirkulasi

(fungsi jantung),

keseimbangan cairan

dan elektrolit;

kemudian jangan lupa

untuk melakukan

pemeriksaan ulang,

dimana pada pasien

dewasa dapat

dilakukan

pemeriksaan ulang 6

jam kemudian, setelah

kita memastikan

17 | T i n j a u a n P u s t a k a

General

Guidelines

/ Tes

Rekomend

asi

Hasil spesifik

Prekondisi

:

1. Bukti klinis atau neuroimaging catastrophe CNS akut yang kompatibel dengan

diagnosis klinis kematian otak

2. Pengecualian komplikasi kondisi medis yang dapat mengacaukan penilaian

klinis (tidak ada kekurangan elektrolit yang berat, asam basa, atau gangguan

endokrin)

3. Tidak ada intoksikasi atau keracunan obat

4. Suhu inti tubuh 32C (90F)

Penemuan

pokok:

1. Koma Tidak ada respon motorik otak untuk nyeri pada semua ekstremitas

(tekanan kuku dan tekanan supraorbital)

2. Tidak

adanya

refleks

dari

batang

otak

Pupil:

Tidak merespon pada cahaya terang

Ukuran : 4 - 9 mm

Pergerakan okular:

Tidak ada refleks oculocephalic (pengujian hanya bila tidak adanya

fraktur atau ketidakstabilan tulang belakang leher yang terlihat jelas)

Tidak ada deviasi mata ketika dilakukan irigasi di setiap telinga

dengan 50 mL air dingin (memungkinkan 1 menit setelah injeksi dan

setidaknya 5 menit antara pengujian di setiap sisi)

Sensasi wajah dan respon motorik wajah

• Tidak ada refleks kornea

• Tidak ada refleks rahang

• Tidak meringis tekanan mendalam pada kuku, punggung

supraorbital, atau sendi temporomandibular

Refleks faring dan trakea

• Tidak ada respon setelah stimulasi bagian faring posterior dengan

tongue blade

Page 18: Brain Death

bahwa pasien didiagnosis menderita brain death, pengecualian untuk pasien dengan cedera otak

anoksia-iskemik yang harus diperiksa ulang setelah 24 jam; sementara pada anak-anak atau anak

yang usianya kurang dari 2 bulan, pemeriksaan ulang dapat dilakukan setelah 48 jam, dan untuk usia

2 bulan hingga 1 tahun dapat dilakukan setelah 24 jam, dan untuk yang berusia 1 tahun hingga 18

tahun setelah 12 jam; sementara itu pada pasien dengan hipertensi intrakranial, terapi yang dapat

dilakukan adalah dimulai dengan pemantauan tekanan intrakranial terlebih dahulu yang efektif,

kemudian terapi juga mencakup diuretik osmotik (manitol) untuk mengurangi volume darah dan

steroid untuk mengurangi inflamasi; dan sangat penting bahwa pasien yang dicurigai mengalami

peningkatan tekanan intrakranial diukur tekanan perfusi serebralnya secara akurat; hiperventilasi

dikontraindikasikan pada sebagian besar kondisi karena hiperventilasi memperburuk iskemia sentral.

Penanganan Koma

Prinsip penanganan secara umum harus segera dilakukan walaupun diagnosis penyebab masih belum

ditegakkan, yang dalam hal ini juga mencakup tindakan pemeriksaan serta pengobatan definitif.Sebagaimana

halnya tindakan terhadap kasus-kasus gawat darurat dimulai dengan patokan ABC (Airway, Breathing, and

Circulation).Pertama - tama perlu diperhatikan adalah pembebasan dan memelihara jalan napas penderita,

misalnya dengan mengatur posisi kepala, pemasangan endo-tracheal tube dan lain sebagainya, di samping juga

pemberian oksigen yang adekuat.Syok diatasi dengan pemberian cairan yang tepat, obat-obatan serta korcksi

elektrolit dan keseimbangan asam basa.Bila dijumpai adanya perdarahan, harus di-lakukan penghentian

perdarahan dengan cepat dan bila perlu diberikan transfusi.Langkah berikutnya adalah usaha-usaha untuk

mencari penyebabnya serta mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi lebih lanjut.

Oksigenasi

Otak membutuhkan oksigen yang adekuat dan terus-menerus yang dalam hal ini diperankan oleh

mekanisme respirasi yang mencukupi.Dalam penanganan di sini.perlu diperhatikan mengenai ke-

adaan jalan napas dan paru-paru penderita. Pemeriksaan dan pemeliharaan jalan napas mencakup

pembersihan obstruksi saluran napas dengan suction, ekstensi kepala, pemasangan endotracheal tube,

serta ventilasi oksigen yang baik. Evaluasi respirasi yang adekuat secara klinis ditentukan melalui

auskultasi suaia napas pada bagian basal paru-paru dan frekuensi pernapasan yang lebihdari delapan

kali per menit, namun metode yang paling tepat adalah dengan pemeriksaan analisa gas darah. Bila

respirasi tidak mencukupi, ban-tuan pernapasan perlu diberikan dengan target Pa02 > 100 mmHg dan

PaC02 antara 30-35 mmHg. Trakheostomi diindikasikan pada penderita-penderita koma yang

berlanjut setelah 48 jam.

Pemeliharaan Sirkulasi

Pemantauan tekanan darah dan nadi adalah salah satu tindakan pemeliharaan sirkulasi.Cairan darah

yang hilang perlu diganti dan bila dibutuh-kan dapat diberikan tambahan obat-obat vasoak-tif.Langkah

18 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 19: Brain Death

berikutnya adalah pemantauan de-nyut jantung, irama serta penanganan terhadap tanda vital yang

abnormal dan aritmia jantung.Penderita-penderita yang dalam keadaan syok perlu diperiksa dan dicari

faktor-faktor penyebab ekstra-serebral, mengingat bahwa krusakan pada daerah rostral batang otak

bagian bawah jarang se-kali menimbulkan hipotensi sistemik. Tekanan ar-teri rata-rata dipertahankan

pada 100 mmHg dan bila perlu dibantu dengan menggunakan obat-obatan hipertensi/hipotensi- Pada

penderita-penderita usia tua dengan hipertensi kronik, perlu hati-hati menurunkan tekanan darahnya

mengingat bahwa hipotensi relatif di sini dapat menye-babkan hipoksia serebral.

Pemberian Glukosa

Homeostasis otak bukan hanya tergantung dari oksigen dan aliran darah saja, melainkan juga

membutuhkan glukosa yang adekuat. Mengingat keterlambatan akan hasil pemeriksaan gula darah

sering kali berakibat ratal, di samping juga bahwa kerusakan otak akibat hipoglikemia le bih berat

daripada akibat hiperglikemia, maka sebaiknya segera setelah pengambilan sampel da-rah diberikan

glukosa sebanyak 25 gram (50 cc glukosa 50%) pada penderita-penderita koma wa-laupun sebabnya

masih belum diketahui.

Menurunkan TIK

Mencakup pemberian obat-obatan steroid, diure-rik.dan osmotik seperti manitol. Bahkan bila

diperlukan juga melibatkan tindakan operatif de-kompresi (khususnya bagi kasus-kasus dengan le-si

massa intrakranial).

Penghentian Kejang

Kejang yang berulang kali diakibatkan oleh sebab apa pun juga dapat merusak otak. Oleh karena itu,

perlu segera dihentikan, misalnya dengan pemberian suntikan bolus diazepam (dosis antara 3-10 mg)

yang dilanjutkan dengan infus fenitoin 500-1000 mg (dosis <50 mg/menit).Tambahan diazepam

diberikan bila timbul serangan kejang lagi.Bilamana diperlukan dapat pula diterapkan anestesia

barbiturat.

Pengobatan Infeksi

Berbagai infeksi dapat menyebabkan delirium dan koma, dan di samping itu infeksi dapat juga

menimbulkan eksaserbasi koma yang diakibatkan oleh penyebab lainnya. Dengan demikian, kira-nya

perlu dilakukan kultur dan pemberian anti-biotika pada penderita.

Pemulihan Keseimbangan Asam-Basa

Asidosis metabolik dapat menimbulkan abnorma-litas kardiovaskuler, sedang alkalosis respiratorik

dapat menekan pernapasan, sehingga untuk itu pH yang abnormal perlu dipulihkan kembali ke

keadaan normal.

19 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 20: Brain Death

Regulasi Suhu Tubuh

Berbagai abnormalitas metabolik dan struktural dapat menimbulkan hipertermia atau hipotermia yang

selanjutnya akan menambah gangguan me-tabolisme serebral. Hipertermia sangat berbahaya

mengingat keadaan ini dapat meningkatkan ke-butuhan metabolisme serebral dan pada tingkatan yang

ekstrem dapat merusak protein sel otak.Dengan demikian, perubahan suhu tubuh perlu di-atur scsuai

dengan batasan normotermia.

Pemberian Tiamin

Ensefalopati Wernicke yang ditandai dengan ge-jala gaduh gelisah, ataksia, dan nistagmus serta

kemudian berlanjut menjadi oftalmoplegia, wa-laupun frekuensinya jarang, kadang dengan pemberian

glukosa pada penderita yang alkoholik atau malnutrisi dapat mencetuskan serangan ensefalopati ini

secara akut.Oleh karena itu, dian-jurkan untuk diberikan tiamin 50-100 mg setelah suntikan bolus

glukosa.

Pemberian Antidotum yang Sesuai

Khususnya ditujukan pada penderita 'koma' yang disebabkan oleh overdosis obat seperti sedatif,

narkotik, alkohol, obat penenang, dan halu-sinogen (bila perlu, lakukan tindakan pembilasan

lambung).

Kesimpulan

Kematian otak merupakan terhentinya fungsi otak, 3 kriteria yang spesifik pada mati otak adalah

koma, tidak adanya respon batang otak dan apneu.Penentuan diagnosis mati otak membutuhkan beberapa

pemeriksaan klinis dan juga pemeriksaan konfirmasi seperti EEG, Angiografi dan Perfusion test.

Kematian otak merupakan suatu keadaan yang menunjukkan adanya perburukan fungsi, dan

juga sistem pada otak yang mengarah kepada kematian.Dimana pada brain death ini, tanda-tanda

kehidupan sulit sekali untuk dinilai lagi, karena biasanya pasien sudah dinyatakan dalam keadaan

meninggal dunia. Dimana biasanya pasien akan kehilangan faal otaknya baik secara total ataupun

mutlak yang ditandai dengan tidak sadaranya pasien, pupil yang lebar dengan refleks cahaya negatif,

tidak adanya rekasi pada rangsangan panas atau nyeri, dan refleks kornea, laring, dan batuk yang

negatif. Gangguan faal otak ini merupakan gangguan yang irreversible.Tentunya brain death ini dapat

terjadi oleh berbagai macam penyebab, namun brain death ini harus dipastikan dengan sejumlah

pemeriksaan klinis yang harus sesuai dengan kriteria dari brain death itu sendiri.Untuk

penatalaksanaannya sendiri, brain death hanya dilakukan perawatan yang bertujuan untuk mendukung

kehidupan pasien saja.Dan hipotesis yang menyatakan bahwa Seorang pria berusia 76 tahun dalam

20 | T i n j a u a n P u s t a k a

Page 21: Brain Death

keadaan koma dengan kaku desebrasi dan pupil melebar serta perdarahan ke dalam ventrikel

mengalami brain death terbukti, dan dapat diterima.

Daftar Pustaka

1. Osborn AG. Brain diagnostic imaging. Edisi ke-3.Canada : Amirys. 2005.h.I,2,54.

2. So HY, Fanzca F. Update article brain death. HongKong Practitioner 16 (II) November 1994.

3. Reilly P, Bullock R. Head injury. Patofisiologi and management. Edisi ke-2. United States : Taylor &

Francis Group. 2005.h.474-80.

4. Santoso M.Pemeriksaan fisik diagnosis.Jakarta : Fakultas Kedokteran Ukrida.2004.h.2-12.

5. Hauser SL. Harisson’s neurology in clinical medicine. 2nd Ed. Mc Graw Hill. 2010.h.130-9.

6. Eletroenchepalogram. Diunduh

dari :http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/test_procedures/neurological/

electroencephalogram_eeg_92,P07655/ pada tanggal 10 November.2013.

7. Flowers WM Jr, Patel BR. Persistence of cerebral blood flow after brain death. South Med J

2000;93:364–70

8. Huang AH. The hot nose sign. Radiology. 2005;235 (1): 216-7.

9. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat;2004.hal.280.

10. Guyton AC, Hall JE. Aliran darah serebral, cairan serebrospinal, danmetabolisme otak. Dalam: Buku

ajar fisiologi kedokteran. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996.hal.975-83.

11. Walton JN. Brains Diseases of the nervous system. 8 thed. New York:Oxford University Press;

1977.p.1169-70.

12. Wilson LM. Sistem saraf dalam Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi kedua.

Jakarta: EGC;1994. hal.902.

13. Adams RD, Victor M. Principles of neurology. 3rded. New York:McGraw-Hill Book Company;

1985.p.258-9.

14. Thomas M Walshe, The diagnosis of brain death. N Engl J Med 2001 ;344: 1215-1221

15. Suh SW, Gum ET, Hamby AM, Chan PH, Swanson RA. Hypoglycemicneuronal death is triggered by

glucose reperfusion and activation of neuronal NADPH oxidase [online] 2007 Jan 30, [cited 2007 Apr

30];Available from URL:http://www.jci.org/cgi/content/full/117/4/910

16. Brust JCM. Current diagnosis and treatment in neurology. Mc Graw Hill. 2007.h.27-34.

17. Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, Maulana AJ, Sufarnap E,etc. Ilmu bedah saraf Satyanegara.

Edisi ke-4.Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama. 2010.h.181-7.

18. Christopher James Doig MD, Brain death: resoving inconsistencies inethical declaration of death, Can

J Anesth 2003;50(7):725-731.

21 | T i n j a u a n P u s t a k a