Top Banner
PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang – undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang pembentukan kota bima, pemerintah kota adminitrasi bima meningkat statusnya menjadi daerah otonom dengan segala kewenangan dan kemampuan yang dimilikinya yang dalam penyelenggaraannya perlu dilakukan prinsip- prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, akuntabilitas serta kondisi obyektif daerah; b. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pembangunan, pemerintah dan peninkatan pelayanan terhadap masyarakat perlu digali sumber-sumber pendapatan yang berasal dari retribusi derah yang menjadi kewenangan daerah Kota Bima; c. bahwa dengan berklakunya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang- undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keunagan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah maka peraturan daerah yang mengatur mengenai pendapatan asli daerah perlu disesuaikan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a, b dan c diatas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria ( Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043 ): 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 186);
34

BPK RI Perwakilan Propinsi Nusa Tenggara Barat ... · Web viewPermohonan izin mendirikan bangunan hanya berlaku bagi orang atau badan yang namanya tercantum dalam izin mendirikan

Oct 21, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

M

A

J

A

L

A

B

O

D

A

H

U

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA

NOMOR 8 TAHUN 2005

TENTANG

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BIMA

Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang – undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang pembentukan kota bima, pemerintah kota adminitrasi bima meningkat statusnya menjadi daerah otonom dengan segala kewenangan dan kemampuan yang dimilikinya yang dalam penyelenggaraannya perlu dilakukan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, akuntabilitas serta kondisi obyektif daerah;

b. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pembangunan, pemerintah dan peninkatan pelayanan terhadap masyarakat perlu digali sumber-sumber pendapatan yang berasal dari retribusi derah yang menjadi kewenangan daerah Kota Bima;

c. bahwa dengan berklakunya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keunagan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah maka peraturan daerah yang mengatur mengenai pendapatan asli daerah perlu disesuaikan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a, b dan c diatas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

Mengingat :1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria ( Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043 ):

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 186);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209 ):

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang ( Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501 ):

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

6. Undang – undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubarang atas Undang – undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2000 );

7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Bima di Propinsi Nusa Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4188);

8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

9. Undang – undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ( Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421 );

10. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

11. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 119 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

16. Peraturan Daerah Kota Bima Nomor 6 Tahun 2003 tentang Kewenangan Daerah Kota Bima (Lembaran Daerah Kota Bima Tahun 2003 Nomor 6);

17. Peraturan Daerah Kota Bima Nomor 11 Tahun 2003 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kota Bima Tahun 2003 Nomor 11).

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Dan

WALIKOTA BIMA

[[

[[[

M E M U T U S K A N

MENETAPKAN : PERATURAN DAERAH KOTA BIMA TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BAB I

K E T E N T U A N

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

a. Daerah adalah Daerah Kota Bima;

b. Pemerintah Daerah adalah Walikota beserta perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah;

c. Walikota adalah Walikota Bima;

d. Wakil Walikota adalah Wakil Walikot Bima;

e. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bima ;

f. Wajib Retribusi adalah orang atau badan yang menurut Peraturan Daerah ini wajib membayar, retribusi termasuk pemungut atau badan pemungut;

g. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

h. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara dan Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis.lembaga danah pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.

i. Retribusi izin mendirikan bangunan yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pelayanan atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau/diberikan untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

j. Koefisien adalah standar perhitungan tarif rertibusi izin membangun bangunan sesuai dengan letak bangunan;

k. Bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang digunakan sebagai wadah kegiatan manusia;

l. Mendirikan bangunan adalah setiap kegiatan mendirikan, memperbaharui, mengganti seluruh atau sebagian, memperluas bangunan atau menambah bangunan;

m. Bangunan permanen adalah bangunan yang ditinjau dari konstruksi dan umur bangunan dinyatakan lebih dari 15 (lima belas) tahun;

n. Bagunan semi permanen adala bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dinyatakan dengan 5 (lima) sampai dengan 15 (lima belas) tahun;

o. Bangunan temporer adalah bangunan yang ditinjau dari segi tegak lurus konstruksi dan umur bangunan dinyatakan kurang dari 5 (lima) tahun;

p. Garis sempadan adalah garis khayal yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, as sungai atau as pagar yang merupakan batas antara bagian kapling atau pekarangan yang boleh ada garing tidak boleh dibangun bangunan-bangunan.

q. Jalan artri primer adalah jalan dengan lebar badan jalan 20 (dua puluh) meter keatas.

r. Jalan kolektor primer adalah jalan dengan lebar badan jalan 15 (lima belas) meter keatas dan kurang dari 20 (lima belas) meter.

s. Jalan kolektor skunder adalah jalan dengan lebar badan jalan 12 (dua belas) meter keatas dan kurang dari 15 (lima belas) meter’

t. Jalan lokal primer adalah jalan dengan lebar badan jalan 9 (sembilan) meter keatas dan kurang ari 12 (dua belas) meter.

u. Jalan lokal sekunder adalah jalan engan lebar badan jalan 6 (enam) meter keatas dan kurang dari 6 (enam) meter.

v. Jalan setapak adalah jalan dengan lebar badan jalan 3 (tiga) meter keatas dan kurang dari 6 (enam) meter.

w. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang maksudnya untuk pembinaan, pengaturan, pemanfatan ruang/penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu yang melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

x. Surat pemberitahuan retribusi daerah yang selanjutnya disangkat SPTRD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan retribusi.

y. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan daerah ini diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau badan pemungut.

z. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi utnuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari pemerintah daerah.

aa. Surat ketetapan retribusi daerah yang disngkat SKRD adalah surat keputusan yang menetukan besarnya retribusi yang terutang.

ab. Surat tagihan retribusi daerah yang disngkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

ac. Pendaftaran dan pendataan adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh data/informasi serta penata usahaan yang dilakukan oleh petugas retribusi dengan cara penyampaian STRD kepada wajib retribusi untuk diisi secara lengkap dan benar.

ad. Nomor wajib pajak retribusi daerah (NWPRD) adalah nomor wajib retribusi yang didaftar dan menjadi identitas bagi setiap wajib retribusi.

ae. Perhitungan retribusi daerah adalah rincian besarnya retribusi yang harus dibayra oleh wajib retribsui bagi pokok retribusi, bunga, kekurangan pembayaran retribusi, kelebihan pembayaran retribusi, maupun sanksi adminstrasi.

af. Surat ketepan retribusi daerah lebih bayar yang disngkat SKRDLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang dan tidak seharusnya terutang.

ag. Surat ketetapan retribusi daerah kurang bayar, yang disingkat SKRDKB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya retribusi daerah yang terutang.

ah. Surat ketetapan retribusi daerah kurang bayar tambahan, yang disingkat SKRDKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi daerah yang sudah ditetapkan.

ai. Pembayaran retribusi daerah adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib retribusi sesuai dengan SKRD dan STRD ke kas daearh atau tempat lain yang ditunjuk dengan batas waktu yang telah ditentukan.

aj. Kas daearah adalah ka daerah kota bima.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Setiap orang pribadi atau badan yang akan mendirikan bangunan harus mendapatkan izin mendirikan bangunan dari pemerintah daerah.

(2) Pemberian izin mendirikan bangunan dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan oeleh orang pribadi atau badan.

(3) Tujuan pemberian izin mendirikan bangunan adalah untuk melindungi kepentingan umum dan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut retribusi sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD)’

BAB III

NAMA SUBYAK DAN OBYEK RETRIBUSI

Pasal 3

(1) Dengan nama retribusi izin mendirikan bangunan dipungut retribusi bagi setiap orang pribadi atau badan yang menggunakan pelayanan dalam mendirikan bangunan.

(2) Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang diberikan izin mendirikan bangunan.

(3) Obyek retribusi adalah pemberian izin mendirikan bangunan pada orang pribadi atau badan, kecuali :

a. Bangunan-bangunan yang berfungsi sosial (panti asuhan, panti jompo, panti rehabilitasi, dan bangunan sosial lainnya);

b. Bangunan tempat-tempat peribadatan;

BAB IV

GOLONGAN RETRIBUSI DAN WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 4

Retribusi izin mendirikan bangunan digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.

Pasal 5

Retribusi dipungut dalam wilayah daerah kota bima.

BAB V

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 6

1) Tingkat penggunaan jasa izin mendirikan bangunan diukur dengan rumus yang didasarkan atas faktor koefisien kelas jalan, koefisien guna bangunan, koefisien kelas bangunan, koefisien status bangunan, koefien luas bangunan dan koefisien tingkat bangunan.

2) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan bobot koefisien.

3) Besarnya koefisien sebagaiman dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai berikut :

a. Koefisien kelas jalan

NO

KELAS JALAN

KOEFISIEN

1

2

3

4

5

6

Bangunan Dipinggir Jalan Arteri Primer

Bangunan Dipinggir Jalan Kolektor Primer

Bangunan Dipinggir Jalan Kolektor sekunder

Bangunan Dipinggir Jalan Lokal Primer

Bangunan Dipinggir Jalan Lokal Sekunder

Bangunan Dipinggir Jalan Setapak

1,00

0,95

0,90

0,85

0.80

0,75

b. Koefisien Guna Bangunan

NO

GUNA BANGUNAN

KOEFISIEN

1

2

3

4

5

Bangunan Perumahan, Fasilitas Umum dan Pendidikan

Bangunan–Bangunan Kelembagaan/Kantor

Bangunan Perdagangan, Jasa, Perindustrian

Bangunan Khusus

Bangunan Campuran

1,00

0,85

1,25

1,50

1,5 Kali Koefisien Bangunan Induk

c. Koefisien Kelas Bangunan

NO

KELAS BANGUNAN

KOEFISIEN

1

2

3

4

Permanen dengan dinding batu bata, Konstruksi Beto Baja

Permanen dengan dinding batu biasa

Semi Permanen dengan dinding

Temporer dengan dinding Papan/bambu

1,00

0,75

0,50

0,25

d. Koefisien Satuan Bangunan

NO

STATUS BANGUNAN

KOEFISIEN

1

2

Bangunan Pemerintah

Bangunan Swasta

0,85

1,00

e. Koefisien Luas Bangunan

NO

LUAS BANGUNAN

KOEFISIEN

1

2

3

4

Banguna dengan luas s/d 70 M2

Banguna dengan luas 71 M2 s/d 120 M2

Banguna dengan luas 120 M2 s/d 250 M2

Banguna dengan luas > 250 M2

0,100

0,105

0,110

0,115

e. f. Koefisien Tingkat Bangunan

NO

TINGKAT BANGUNAN

KOEFISIEN

1

2

3

Bangunan 1I Lantai

Bangunan 2 Lantai

Bangunan 3I Lantai

0,105

0,185

0,265

4) Tingkat penggunan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sebagai perkalian koefisien sebagaimana tercantum pada ayat (3) huruf a samapai dengan huruf f.

BAB VI

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN

Pasal 7

1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi peizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin mendirikan bangunan.

2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputu biaya pengecekan, biaya pengukuran lokasi, biaya pemetaan dan biaya transportasi dalam rangka pengawasan.

BAB VII

CARA PENGHITUNGAN TARIFF RETRIBUSI

Pasal 8

(1) Besarnya tarif retribusi dihitung berdasarkan perkalian antara faktor Koefisien sebagaiman dimaksud dalam pasal 6 dengan harga per m2 bangunan;

(2) Pedoman harga per m2 bangunan dan tata cara perhitungan retribusi ditetapkan dengan keputusan Walikota Bima;

BAB VIII

PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN RETRIBUSI

Pasal 9

Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan

Pasal 10

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD;

(2) Bentuk dan isi SKRD sebagimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan Walikota Bima.

Pasal 11

(1) Retribusi dipungut pada saat diberikannya izin mendirikan bangunan;

(2) Hasil pemungutan retibusi disetor seleruhnya ke Kas Daerah;

(3) Kepada instansi pemungut diberikan upah pungut sebesar 5% (lima Persen) dari realisasi penerimaan;

(4) Tata Cara penyetoran ke Kas Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan Walikota Bima.

BAB IX

KETENTUAN MENDIRIKAN/MERUBAH/MEROBOHKAN BANGUNAN

Pasal 12

(1) Setiap orang atau badan hukum yang akan mendirikan/merubah/merobohkan bangunan harus terlebih dahulu mendapatkan izin mendirikan bangunan;

(2) Tata cata permohonan izin mendirikan bangunan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan keputusan Walikota;

(3) Bagi bangunan yang mempunyai nilai nasional dan menyangkut bidang keamanan terlebih dahulu harus mendapat rekomendasi dari gubernur.

BAB X

KETENTUAN DAN TATA CARA PERIZINAN

Pasal 13

(1) Surat permohonan izin mendirikan bangunan (SPIMB) harus dilampiri dengan:

a. Izin yang dibutuhkan (Izin lokasi dan izin lain yang berhubungan dengan hal tersebut) bagi bangunan yang menggunakan fasilitas penanaman modal;

b. Surat ketrangan tentang pemilikan tanahnya yang ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang/sertifikatnya

c. Surat kuasa yang sah, apabila pemohon diwakili;

d. Gambar/desain dan RAB bangunan yang disahkan oleh pejabat yang ditunjuk;

e. Khusus untuk bangunan dilengakpi dengan perhgitungan kekuatan konstruksi.

(2) Pad gambar yang dimaksud pada ayat (1) huruf d pasal ini harus dicantumkan nama perencana dan atau konstruksi bangunan;

(3) Dalam hal permohonan izin mengadakan perubahan/merobohkan bangunan yang sudah ada, berlaku ketentuan ayat (1), (2) dan (3) pasal ini;

Pasal 14

Pemohonan izin mendirikan bangunan dapat berlaku untuklebih dari satu bangunan, jika bangunan yang dimaksud terletak dalam satu pekarangan atau terletak dalam petak-petak tanah yang berhubungan satu sama lain.

Pasal 15

Izin mendirikan bangunan tidak diperlukan untuk pekerjaan-pekerjaan sebagaimana tersebut dibawah ini :

a. Mendirikan bedek;

b. Memplester;

c. Memperbaiki Letak Bangunan;

d. Memperbaiki Ubin Bangunan;

e. Memperbaiki daun pintu dan atau dau jendela;

f. Memperbaiki penutup atap tampa merubah konstruksi;

g. Memperbaiki lubang cahaya/Uadara tida melebihi 1 m2;

h. Membuat pemisah halaman tanpa konstruksi;

i. Memperbaiki langit-langit tanpa merubah jaringan utilitas;

j. Memperbaiki bangunan-bangunan yang rusak akibat bencana alam atau musibah atau bencana alam sepanjang tidak menyimpang dari izin mendirikan bangunan yang telah dimiliki;

Pasal 16

Untuk bangunan-bangunan pemerintah yang dilaksanakan oleh instansi pemeritah pusat maupun pemerintah daerah, ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah ini tetap berlaku.

Pasal 17

(1) Keputusan terhadap permohonan izin mendirikan bangunan diberikan selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal penerimaan permohonan.

(2) Jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini dapat diperpanjang sampai dengan 60 (enam puluh ) hari.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam ayat (2) pasal ini belum ada keputusan, maka Walikota harus segera mengeluarkan keputusan berupa mengabulkan atau menolak permohonan pemohon izin mendirikan bangunan.

(4) Jika dalam jangka waktu sebagiamana tersebut dalam ayat (3) Pasal ini walikota belum juga mengeluarkan keputusan maka permohonan pemohon izin mendirikan bangunan dianggap telah dikabulkan.

Pasal 18

(1) Dalam hal-hal tertentu dan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku walikota dapat menunda dan atau menolak permohonan pemohon ijin mendirikan bangunan

(2) Hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan keputusan walkota.

Pasal 19

(1) Keputusan penundaan terhadap permohonan pemohon izin mendirikan bangunan harus disertai dengan alasan-alasan:

a. pemerintah daerah masih memerlukan waktu tambahan untuk penilaian, khususnya persyaratan bangunan serta pertimbangan lingkungan yang direncanakan;

b. Pemerintah daerah sedang menyusun mengevaluasi, dan atau merevisi rencana tataruang;

c. Persyaratan-persyaratan yang akan ditentukan belum dipenuhi.

(2) Keputusan tentang penundaan pemberian izin mendirikan bangunan harus dibritahukan kepada pemohon secara tertulis disertai dengan alasan-alasan dalam ayat (1) pasal ini.

(3) Pemberian izin mendirikan bangunan terhadap pemohon sebagimana dimaksud pasal 8 peraturan daerah ini dapat diberikan untuk sebagian dari keseluruhan rencana pembangunan seseuai dengan permohonan yang diajukan;

(4) Keputusan mengenai pemberian izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini harus disampaikanm kepada pemohon dengan disertai syarat-syaratnya.

Pasal 20

Keputusan penolakan permohonan pemohon izin mendirikan bangunan harus disertai dengan alasan-alasan :

a. permohonan izin mendirikan bangunan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. permohonan izin mendirikan bangunan yang diajukan bertentangan dengan kepentingan umum atau hajat hidup orang banyak termasuk kelestarian alam;

c. permohonan izin mendirikan bangunan yang diajukan melanggar hak pihak ketiga dan melanggar ketentuan pasal 13 ayat (1b);

d. permohonan izin mendirikan bangunan yang diajukan bertentangan dengan rencana tata ruang;

e. permohonan izin mendirikan bangunan yang diajukan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi perlindungan benda peninggalan sejarah dan kelestarian nasional atau mengakibatkan musnahnya peninggalan sejarah, benda-benda kebudayaan nasional atau monumen lainnya yang patut dipertahankan;

f. permohonan izin mendirikan bangunan yang diajukan bertentangan dengan rasa etis keagamaan termasuk didalamnya rasa kesusilaan umum dan bertalian dengan letak dan kegunaannya.

Pasal 21

Terhadap suatu izin mendirikan bangunan tertentu walikota dapat menentukan syarat untuk dilakukan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL)

Pasal 22

(1) walikota berwenang untuk mencabut izin mendirikan bangunan yang telah dikeluarkan jika :

a. pemegang izin mendirikan bangunan melanggar syarat yang ditetapkan dalam permohonan izin mendirikan bangunan.

b. dalam waktu 6 (enam) terhitung sejak surat permohonan izin mendirikan bangunan dikeluarkan belum dimulai pekerjaan pembangunannya.

c. Pekerjaan bangunan dari bangunan yang telah memiliki izin mendirikan bangunan telah dihentikan pelaksanaannya selama 6 (enam) bulan terhitung sejak surat izin mendirikan bangunan dikeluarkan belum dimulai pekerjaan pembangunannya.

d. Izin yang diberikan ternyata dikemudian hari terbukti berdasarkan keterangan-keterangan yang keliru.

(2) keputusan tentang pencabutan izin mendirikan bangunan diberikan secara tertulis kepada’

(3) pemegang izin yang disertai alasan-alasan pencabutannya.

(4) Pencabutan izin mendirikan bangunan keputusannya ditetapkan setelah pemegang izin dipanggil dan didengar keterangan-keterangannya.

(5) Izin mendirikan bangunan yang telah dicabut dapat dimohonkan untuk diperbaharui setelah pemegang izin dapat menghilangkan hal-hal yang menjadi penyebab pencabutan izin.

Pasal 23

(1) Permohonan izin mendirikan bangunan batal bilamana :

a. Pemohon meninggal dunia, atau bubar apabila pemohon berbentuk badan hukum.

b. Ketrangan-keterangan diperlukan seperti dimaksud dalam pasal 13 peraturan daerah ini tidak dilengkapi sebagaimana mestinya dan pemohon telah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut dalam jangka waktu masing-masing 7 (tujuh) hari untuk memperbaiki keterangan, akan tetapi pemohon tidak pernah hadir’

c. Permohonan izin mendirikan bangunan tersebut ternyata msih ada sangkut pautnya dengan suatu sengketa perdata / pidana.

d. Jika keterangan-keterangan yang diberikan oleh pemohon izin ternyata tidak benar.

(2) permohonan izin mendirikan bangunan yang batal seperti dimaksud dalam ayat (1) huruf a pada pasal ini, dapat diajukan setelah pemohon dapat memenuhi kewajibannya dan/atau menghilangkan hal-hal yang dapat menjadi sebsb batalnya izin tersebut.

Pasal 24

(1) Permohonan izin mendirikan bangunan hanya berlaku bagi orang atau badan yang namanya tercantum dalam izin mendirikan bangunan.

(2) Bilamana pemegang izin mengalihkan ha atau tanahnya yang telah mendapatkan izin mendirikan bangunan dan pekerjaan diatas tanah tersebut belum dimulai atau belum selelsai, maka izin mendirikan bangunan harus dibalik nama kepada pemegang hak atau tanah yang baru.

(3) Bilama pemegang izin mendirikan bangunan meniggal dunia maka izin mendirikan bangunannya dapat dialihkan kepada salah seorang ahli waris yang sah’

Pasal 25

(1) Izin mendirikan bangunan berisi ketrangan tentang :

a. Nama dan alamat pemegang.

b. Jenis bangunan yang diizinkan.

c. Letak persil tampat bangunan yang diizinkan.

d. Jangka waktu pekerjaan harus dimulai mendirikan/merubah/merobohkan bangunan yang diizinkan keseluruhan atau bertahap.

e. Pengenaan retribusi izin.

f. Pengawasan pelaksanaan pembangunan.

(2)izin mendirikan bangunan disertai lampiran-lampiran yang ditetapkan dengan keputusan walikota.

BAB XI

JANGKA WAKTU BERLAKUNYA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Pasal 26

(1) Izin mendirikan bangunan (IMB) berlaku untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang setiap masa berlakunya berakhir.

(2) Perpanjangan IMB sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dilaksanakan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhir masa belaku surat izin lama.

(3) Keterlambatan perpanjangan izin mendirikan bangunan sebagaiamana dimaksud ayat 2 (dua) pasal ini dapat dikenakan denda 30% (tiga puluh persen) dari besarnya nilai rertribusi untuk keterlambatan paling laam 3 (tiga) bulan.

(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam ayat (3) pasal ini tidak dilaksanakan maka izin mendirikan bangunan dicabut dan dikenakan tindakan hukum yang lain sesuai ketentuan yang berlaku.

(5) Terhadap izin mendirikan bangunan yang dicabut sebagaimana dimaksud ayat (4) pasal ini dapat diajukan permohonan kembali kepada walikota dengan membayar denda sebagaimaan dimaksud dalam ayat (3) pasal ini dan membayar retribusi sesuai dengan peraturan daerah ini.

(6) Tata cara dan persyaratan untuk mendapatkan izin mendirikan bagnunan yang dicabut sebagaimana tersebut dalam ayat (4) pasal ini ditetapkan oleh walikota.

BAB XII

WILAYAH, MASA RETRIBUSI DAN TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 27

Wilayah pemungutan retribusi adalah dalam wilayah kota bima’

Pasal 28

(1) Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh walikota sebagai dasar untuk menentukan besarnya retribusi terutang.

(2) Retribusi terutang dalam masa retribusi terjadi pada saat penggunaan/pemanfaatan izin mendirikan bangunan.

Pasal 29

Retribusi dipungut dengan menggunakan surat setoran retribusi daerah (SSRD) atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB XIII

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 30

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua porsen ) setiap bulan dari retribusi yang terutang.

BAB XIV

PERENCANAAN ARSITEKTUR

Pasal 31

(1) Setiap bangunan yang diajukan pemohon izin mendirikan bangunan kepada walikota harus mempunyai perencanaan arsitektur.

(2) Rung lingkup perencanaan arsitektur bangunan sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini sekurang-kurangnya meliputi :

a. Luas bangunan;

b. Tampak bangunan;

c. Potongan bangunan;

d. Tata ruang luar;

e. Tata ruang dalam;

f. Gambar / desain dan RAB bangunan;

g. Letak bangunan.

Pasal 32

Penyusunan perencanaan arsitektur harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan teknik yang berlaku.

Pasal 33

Penyususnan perencanaan arsitektur berlaku juga pembangnan bangunan yang dirobohkan dengan memperhatikan lingkungan sekitar, sehingga mewjudkan bangunan dal lingkungan yang bersih, sehat, indah, nyaman, aman dan rapi.

BAB XVI

TAT RUANG

Pasal 34

(1) Setiap persil/ pekarangan yang akan dirikan bangunan harus direncanaka penghijauan dan pertamanannya.

(2) Setiap persil/ pekarangan dilengakpi dengan saluran pembuanga dan atau peresapan air hujan serta bagunan resapan air limbah.

(3) Setiap persil/ pekarangan apabila memerlukan jembatan atau titian untuk masuk kedalamnya pemilik persil terlebih dahulu harus meminta petunjuk atau kepada dinas teknis.

Pasal 35

Setiap persil/ pekarangan yang akan dirikan bangunan harus dupertimbangkan/perhitungkan keadaan permukaan/kemiringan tanahnya dan untuk pelaksanaanya dapat dimintakan penjelasan dinas teknis

Pasal 36

Bangunan yang pembangunannya dilakukan oleh sesuatu badan dalan jumlah cukup banyak, harus memperhitungkan fasilitas lingkunagn secara layak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 37

Setiap bangunan atau kompleks bangunan, bantuk dan ukuran perlengkapan ruang harus memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan umum menurut persyaratan teknis yang berlaku.

BAB XVI

TATA BANGUNAN

Bagian Pertama

Persyaratan Mendirikan Bangunan

Pasal 38

(1) Tiap-tiap bangunan yang didirikan tidak boleh menyimpang dari perencanaan arsitektur dan perhitungan konstruksi serta izin yang telah ditetapkan dalan izin mendirikan bangunan .

(2) Setiap bangunan tidak diperbolehkan menghalangi pandangi lalulintas jalan.

(3) Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolehkan mengganggu atau menimbulkan ganguan keamanan, keselamatan umum, pertimbangan lingkungan, pelestarian lingkungan dan kesehatan lingkungan.

(4) Setiap bangunan sejauh mungkin diusahakan mempertimbangkan segi-segi pengembangan konsepsi bangunan tradisional bima untuk menciptakan suasana lingkungan yang bercitra/berciri lokal.

Pasal 39

Kecuali bangunan tempat tinggal, apabila tidak ditentukan lain, hendaknya setiap bangunan harus mempunyai tempat parkir kendaraan yang memenuhi ketentuan yang berlaku.

Pasal 40

Untuk menciptakan suatu bangunan yang sehat dan aman, maka setiap banguinan yang didirikan diupayakan memiliki jaringan utilitas bangunan dan dipasang secara tertanam atau sekurang-kurangnya terlindung dan teratur menurut ketentuan yang berlaku.

Pasal 41

Untuk kepentingan pelestarian, kepentingan daya resap tanah, kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi keselamatan bangunan, agar menyapai kenyamanan dan kenikmatan, maka setiap bangunan diwajibkan untuk memenuhi peryaratan-persyaratan Koefisien Dasar Bangunan (KDB).

Pasal 42

Bentuk dan format izin mendirikan bangunan untuk masing-masing bangunan serta penetapan garis sempadan dan persyaratan koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan dan koefisien bangunan akan diatur lebih lanjut dengan keputusan walikota.

Bagian Kedua

Bangunan bertingkat

Pasal 43

Untuk kepentingan pembangunan bvangunan bertingkat, perencanaan arsitektur dan perencanaan konstruksi bangunan harus didasarkan atas kepentingan yang dapat dipertanggungjawabkan menurut ketentuan yang berlaku.

Pasal 44

Dalam hal bangunan bertingkat yang dibangun secara bertahap dan bersambung, konstruksi fondasi bangunan harus sudah dipersiapkan sebagai fondasi bertingkat sesuai dengan yang direncanakan.

Pasal 45

Dalam hal penambahan tingkat lantai bangunan, harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. fondasi dan atau dinding-dinding yang ada masih dapat memikul bahan-bahan tambahan yang dikarenakan penambahan tingkat lantai itu;

b. apabila ketentuan dalam huruf a pasal ini tidak memungkinkan harus ada usaha-usaha perbaikan/perubahan konstruksi yang disesuaikan denga penambahan tingkat lantai yang dapat dipertanggung jawabkan dengan perhitungan-perhitungan konstruksi;

Pasal 46

Konstruksi bangunan bertingkat harus dapat diwujutkan sebagai konstruksi perangkat kokoh yang merupakan satu kesatuan dimana hubungan bolak balik dan kolom-kolom yang sambung secara kokoh dapat menerima tegangan-tegangan yang ditimbulkan oleh bahan-bahan yang bekerja pada bangunan.

Pasal 47

(1) Ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 44, 45 dan pasal 46 peraturan daerah ini merupakan sebagian persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pemohon izin mendirikan bangunan bertingkat disamping persyaratan-persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 peraturan daerah ini.

(2) Walikota berdasarkan pertimbangan teknis dan pertimbangan lain-lain yang dapat dipertangung jawabkan menurut ketentuan yang berlaku dan demi keamanan bangunan serta penghuni bangunan bertingkat, dapat menunda dan menolak permohonan izin mendirikan bangunan bertingkat.

(3) Keputusan penundaan dan penolakan permohonan pemohon izin medirikan bangunan bertingkat harus disetai alasan-alasan sebagaiman dimaksud dalam pasal 18 dan pasal 19 peraturan daerah ini serta alasan-alasan lain yang dapat dipertanggung jawabkan menurut ketentuan yang berlaku.

BAB XVII

KEWAJIBAN DAN LARANGAN BAGI PEMEGANG

IZIN MENDIRKAN BANGUNAN (IMB)

Pasal 48

(1) pemegang izin medirikan banguanan wajib memberitahukan secara tertulis kepqdq walikota atau pejabat yang berwenang tentang kegitan–kegitan meliputi:

a. Saat akan dimulainya pekerjaan mendirikan/merubah/merobohkan bangunan;

b. Saat akan dimulainya bagian-bagian pekerjaan mendirikan/merubah/ merobohkan bangunan;

c. Saat penyelesaian mendirikan/ merubah/merobohkan bangunan.

(2) Pemberitahuan tersebut pada ayat (1) pasal ini diajukan oleh pemegang izin mendirikan sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja sebelum kegiatan –kegiatan dimulai.

Pasal 49

(1) Selama pekerjaan mendirikan/merubah/merobohkan bangunan dilaksanakan, pemegang izin mendirikan bangunan untuk bangunan tersebut diwajibkan mengamankan lokasi bangunan sehingga tidak mengganggu lingkungan.

(2) Setiap izin mendirikan bangunan untuk bangunan tertentu wajib memasang papan petunjuk yang memuat keterangan tentang:

a. nomor dan tanggal izin mendirikan bangunan;

b. nama pemilik izin mendirikan bangunan;

c. jangka Waktu pelaksanaan pekerjaan;

d. jenis bangunan;

e. lokasi/alamat persil;

f. peruntukan bangunan;

g. pelaksanaan bangunan;

h. pengawas pekerjaan.

(3) Apabila dalam pelaksanaan pembangunan akan mmengganggu saran kepentingan umum lainnya, maka pelaksanaan pemindahan, pengamanan, sarana kepentingan umum tidak boleh dilakukan sendiri, tetapi harus dikerjakan dengan pihak yang berwenamg atas biaya pemegang izin mendirikan bangunan.

Pasal 50

(1) Pemilik dilarang merobohkan bangunan yang tidak berdasrkan atas izin mendirikan bangunan.

(2) Walikota atau pejabat yang ditunjuk berwenag untuk memerintahkan kepada pemilik bangunan untuk merobohkan sebagian atau seluruh bangunan yang dinyatkan:

a. rapuh berdasrkan perhitungan teknik konstruksi yang dapat dipertanggung jawabkan;

b. tidak sesuai dengan rebcana umum tata ruang;

(3) Apabila pemerintah merobohkan bangunan sebgaiman dimaksud ayat (2) pasal ini tidak dilaksnankan, maka pelaksanaan merobohkan bangunan akan dilakukan oleh petugas/ pejabat yang ditunjuk oleh walikota atas biaya pemilik bangunhan tersebut.

Pasal 51

Pemegang izin mendirikan bangunan tau kuasanya wajib memeberitahukan kepada Walikota secara tertulis tentang perubahan alamat pemegang izin dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak terjadinya perubahan yang dimaksud.

Pasal 52

Pemegang izin mendirikan bangunan dilarang memulai pelaksanaan pembangunan sebelum ada pemeriksaan oleh tim yang dibentuk oleh walikota.

BAB XVIII

PEMERIKSAAN DAN PENGAWASAN

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Pasal 53

(1) Setiap pemegang izin mendirikan bangunan menurut Peraturan Daerah ini walikota dapat menugaskan kepad tim untu8k meneliti kenyataan bagian pekerjaan yang ada sesuai rencana dalam izin mendirikan bangunan.

(2) Tim sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini setelah melakukan pemeriksaan berkewajiban untuk :

a. memberi tanda bukti persetujuan untuk meneruskan pekerjaan, apabila bagian pekerjaan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana;

b. memerintahkan penyesuaian atau pembongkaran atau penggantian bagfian pekerjaan yang dinyatakan dalam berita acara, apabila bagian pekerjaan ternyata tidak sesuai dengan rencana.

(3) Dalam hal jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini telah lewat, maka pemegang ijin mendirikan bangunan dapat melanjutkan bangunan tersebut.

Pasal 54

Tim sebagaimana tersebut pada pasal 53 Peraturan Daerah ini adalah Dinas teknis dan unsure instansi terkait yang ditetapkan dengan keputusan walikota.

BAB XIX

TATA CARA PENAGIHAN

Pasal 55

(1) pengeluaran surat teguran dan peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

(3) Surat teguran sebagimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dikeluarkan oleh pajabat yang berwenang.

BAB XX

PENYETORAN DAN INSENTIF

Pasal 56

Penerimaan retribusi izin Mendirikan Bangunan dilaksanakan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 57

Hasil penerimaan retribusi izin mendirikan bangunan disetor secara bruto ke Kas Daerah selambat – lambatnya 1 x 24 jam.

Pasal 58

Kepada instansi pemungut diberikan upah pungut sebesar 5 % (lima persen) dari realisasi penerimaan / pungutan yang disetor ke kas Daerah.

BAB XXI

KADARLUARSA PENAGIHAN

Pasal 59

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.

(2) Kadaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) ditangguhkan apabila :

a. diterbitkan surat teguran atau ;

b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung secara tertulis.

Pasal 60

Pedoman Tata Cara Penghapusan piutang retribusi yang kadarluarsa diatur dengan Peraturan Daerah.

BAB XXII

PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN

Pasal 61

(1) Wajib retribisi yang memenuhi criteria tertentu wajib menyelenggarakan pembukuan.

(2) Criteria wajib retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diatur oleh Walikota.

Pasal 62

(1) Walikota berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan Peraturan Perundang – undangan retribusi.

(2) Wajib retribusi yang diperiksa wajib :

a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan obyek retribusi yang terutang.

b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;

c. Memberikan keterangan yang diperlukan.

BAB XXIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 63

(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (10 adalah pelanggaran.

BAB XXIV

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 64

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertenti dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam peraturan Daerah ini.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :

a. Menerima, Mencari, Mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan menjadi lebih lengkap dan jelas;

b.Meneliti, Mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

c.Meminta Keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

d.Memeriksa buku – buku, catatan – catatan dan dokumen – dokumen lain bekenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

e.Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen – dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

f.Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

g. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;

h. Memanggil orang untuk didengar keteranganya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

i. Menghentikan penyidikan;

j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan

(3)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikanya kepada penuntut umum. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XXV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 65

(1) Bagi semua bangunan yang belum memperoleh izin mendirikan bangunan pada saat berlakunya Pertauran Daerah ini diwajibkan untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan dengan mengajukan permohonan pada Walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.

(2) Pelaksanaan ketentuan tersebut ayat (1) pasal ini diatur dengan keputusan Walikota.

(3) Izin mendirikan bangunan yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini tetap berlaku sampai masa berlakunya.

BAB XXVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66

Hal – hal yang belum diatur dalam peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Walikota.

Pasal 67

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar upaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Bima

Ditetapkan di Raba – Bima,

Pada Tanggal 1 September 2005

WALIKOTA BIMA

iundangkan di Raba

Pada tanggal 1 September 2005 M. NUR A LATIF

SEKRETARIS DAERAH

Ir. M. QURAISY

Pembina utama muda IV/c

Nip. 010 006 158

LEMBARAN DAERAH KOTA BIMA TAHUN 2005 NOMOR 14

===========BATAS ===============

(1) Pembayaran Retribusi harus dilakukan secara tunai / lunas;

(2) Walikota dapat memberi izin kepada wajib retribusi untuk mengangsur retribusi terutang dalam jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan;

(3) Tata cara Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat ( 2 ) Pasal ini di tetapkan oleh Walikota;

(4) Walikota dapat mengizinkan wajib Retribusi untuk menunda pembayaran Retribusi sampai batas waktu yang ditentukan dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Pasal 13

(1)Pembayaran Retibusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 Peraturan Daerah ini diberikan tanda bukti pembayaran;

(2) Setiap Pembayaran dicatat dalam buku penerimaan;

(3) Bentuk, isi, Kualitas ukuran buku dan tanda bukti pembayaran retribusi ditetapkan oleh Walikota.

BAB XI

TATA CARA PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN

Pasal 14

(1) Walikota berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang – undangan retribusi.

(2) Wajib Retribusi, yang diperiksa wajib:

a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan obyek retribusi yang terutang.

b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

c. Memberikan keterangan yang diperlukan.

Pasal 15

(1) Besarnya penetapan dan penyetoran retribusi dihimpun dalam buku jenis retribusi;

(2) Atas dasar buku jenis retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal dibuat daftar penerimaan dan tunggakan persejenis retribusi;

(3) Berdasarkan daftar penerimaan dan tunggakan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 2 ) pasal ini dibuat laporan realisasi penerimaan dan tunggakan per jenis retribusi sesuai masa retribusi;

(4) Tatacara pemeriksaan retribusi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Walikota

BAB XII

TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI

Pasal 16

(1) Pengeluaran surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 ( tujuh ) hari sejak jatuh tempo pembayaran ;

(2) Dalam jangka waktu 7 ( tujuh ) hari setelah diterimanya surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang;

(3) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) pasal ini dikeluarkan oleh Walikota atau pejabat yang berwenang ;

Pasal 17

Bentuk formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan Penagihan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (1) Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Walikota. Atau pejabat yang berwenag.

BAB XIII

TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN

DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 18

(1) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi;

(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Walikota;

BAB XIV

TATA CARA PEMBETULAN , PENGURANAGAN

KETETAPAN, PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN

Pasal 19

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pembetulan SKRD dan STRD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang – undangan Retribusi Daerah;

(2) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga dan kenaikan retribusi yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kehilafan wajib retribusi atau bukan karena kesalahannya;

(3) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan retribusi yang tidak benar;

(4) Permohonan Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud ayat ( 2 ) pasal ini dan pembatalan sebagaimana dimaksud ayat ( 3 ) pasal ini harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh wajib retribusi kepada Walikota paling lama 30 hari sejak tanggal diterima SKRD dan STRD dengan memberikan bahasa yang jelas dan meyakinkan untuk mendukung permohonannya.

(5) Keputusan atas permohonan sebagaimana dimaksud ayat ( 2 ) pasal ini dikeluarkan oleh Walikota paling lama 3 ( tiga) bulan sejak permohonan diterima.

(6) Apabila setelah lewat 3 ( tiga ) bulan sebagaiman dimaksud pada ayat ( 5 ) pasal ini Walikota tidak memberikan keputusan, maka permohonan pembetulan, pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dan pembatalan dianggap dikabulkan.

BAB XV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 20

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibanya sehingga Merugikan Keuangan Daerah diacam pidana kurungan paling lama 6 (enam bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang.

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat ( 1 ) pasal ini adalah pelanggaran.

BAB XVI

P E N Y I D I K A N

Pasal 21

(1) Pejabat Pengawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat ( 1 ) adalah :

a.Menerima, Mencari, Mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan menjadi lebih lengkap dan jelas;

b.Meneliti, Mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

c.Meminta Keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

d.Memeriksa buku – buku, catatan – catatan dan dokumen – dokumen lain bekenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

e.Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen – dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

f.Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

g. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;

h. Memanggil orang untuk didengar keteranganya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

i. Menghentikan penyidikan;

j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan .

(3)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikanya kepada penuntut umum. Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22

Hal – hal yang belum diatur dalam peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Walikota.

Pasal 23

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar upaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Bima

Ditetapkan di Raba – Bima,

Pada Tanggal 1 September 2005

WALIKOTA BIMA

Diundangkan di Raba

Pada tanggal 1 September 2005 M. NUR A LATIF

Plt. SEKRETARIS DAERAH

Ir. M. QURAISY

Pembina utama muda IV/c

Nip. 010 006 158

LEMBARAN DAERAH KOTA BIMA TAHUN 2005 NOMOR 14

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA

NOMOR 14 TAHUN 2005

TENTANG

RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU PERTOKOAN

A. PENJELASAN UMUM

Pasar merupakan salah satu pusat kegiatan masyarakat dan merupakn sektor penggerak roda perekonomian sehinggga keberadaan mutlak sangat diperlukan oleh karena itu pada tempat-tempat terntu pemerintah daerah menyelenggrakan/mendirikan pasar dan berkewejiban untuk mengupayakan agar aktivitas yang berjalan dipasar selalu dapat terselenggara dan berlangsung dengan baik.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah sebagaiamana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

Sejalan dengan penyesuaian nomenklatur tersebut, dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), di dalam peraturan daerah ini juga diatur mengenai penyesuaian/kenaikan tarif.

B. PENJELASA PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas

Pasal 2

Pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan mengandung prinsip komersial meliput:

(4) Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekeyaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal

(5) Pelayanan oleh pemerintah daerah serpanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta

Pasal 3

Cukup Jelas

Pasal 4

Cukup Jelas

Pasal 5

Cukup Jelas

Pasal 6

Cukup Jelas

Pasal 7

Cukup Jelas

Pasal 8

Cukup Jelas

Pasal 9

Cukup Jelas

Pasal 10

Cukup Jelas

Pasal 11

Cukup Jelas

Pasal 12

Cukup Jelas

Pasal 13

Cukup Jelas

Pasal 14

Cukup Jelas

Pasal 15

Cukup Jelas

Pasal 16

Cukup Jelas

Pasal 17

Cukup Jelas

Pasal 18

Cukup Jelas

Pasal 19

Cukup Jelas

Pasal 20

Cukup Jelas

Pasal 21

Cukup Jelas

Pasal 22

Cukup Jelas

Pasal 23

Cukup Jelas

� EMBED CorelDRAW.Graphic.9 ���

M

A

J

A

L

A

B

O

D

A

H

U

_1129700522.unknown