BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Patah tulang sering merupakan akibat dari suatu ruda paksa atau trauma yang terutama disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Penderita biasanya orang yang aktif bepergian yaitu pada usia produktif. Pada orang tua sering terjadi patah tulang meski dengan hanya trauma ringan misalnya terpeleset dikamar mandi atau terpeleset dihalaman. Hal ini terjadi karena adanya kondisi patologis pada tulang misalnya akibat osteoporosis atau akibat tumor metastase osteolitik yang merusak tulang. Sekarang ini dengan semakin kencangnya laju kendaraan, terutama sepeda motor, mengakibatkan kerusakan tulang yang terjadi juga semakin parah. Akibatnya cukup sering terjadi patah tulang dengan kerusakan jaringan lunak yang parah dan juga disertai sebagian tulang hancur dan bahkan sebagian potongan tulang hilang atau ketinggalan di jalan. Hal ini merupakan suatu tantangan yang berat bagi ahli bedah orthopaedi untuk bisa memulihkan kondisi penderita sehingga anggota badan yang cedera bisa berfungsi mendekati orang normal, juga tidak ada deformitas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Patah tulang sering merupakan akibat dari suatu ruda paksa atau trauma
yang terutama disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Penderita biasanya orang
yang aktif bepergian yaitu pada usia produktif. Pada orang tua sering terjadi patah
tulang meski dengan hanya trauma ringan misalnya terpeleset dikamar mandi atau
terpeleset dihalaman. Hal ini terjadi karena adanya kondisi patologis pada tulang
misalnya akibat osteoporosis atau akibat tumor metastase osteolitik yang merusak
tulang.
Sekarang ini dengan semakin kencangnya laju kendaraan, terutama sepeda
motor, mengakibatkan kerusakan tulang yang terjadi juga semakin parah.
Akibatnya cukup sering terjadi patah tulang dengan kerusakan jaringan lunak
yang parah dan juga disertai sebagian tulang hancur dan bahkan sebagian
potongan tulang hilang atau ketinggalan di jalan. Hal ini merupakan suatu
tantangan yang berat bagi ahli bedah orthopaedi untuk bisa memulihkan kondisi
penderita sehingga anggota badan yang cedera bisa berfungsi mendekati orang
normal, juga tidak ada deformitas misalnya ekstremitas yang panjang sebelah,
rotasi dan angulasi yang akan mengubah pola jalan dan juga masalah psikologis.
Manfaat penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan dasar ilmu
dalam menangani kasus dengan lebih baik karena dapat mengetahui lebih detail
proses biomolekuler seluler pada penyembuhan tulang yang mengalami kerusakan
atau patah. Proses yang terjadi pada penyembuhan patah tulang selain dipengaruhi
kondisi tulangnya, juga dipengaruhi oleh jaringan lunak disekitar tulang tersebut
rusak total atau minimal.
Penyembuhan patah tulang merupakan proses regenerasi sel tulang yang
sangat dipengaruhi oleh aliran pembuluh darah dan stabilitas fragmen fraktur.
Proses ini dapat dijelaskan dengan adanya fenomena kaskade biologi molekuler
yang terjadi, menyangkut mediator tertentu, morfogenesis tulang dan faktor
pertumbuhan yang dihasilkan oleh sel tulang, otot , fibroblast dan sel radang pada
lokasi fraktur. (Lukman)
Selama ini tekanan oksigen didaerah patah tulang jarang diperhatikan.
Akibat fraktur maka terjadi putusnya pembuluh darah dan aliran darah maka
tempat hematoma akan menjadi rendah tekanan oksigennya dan ini akan memicu
proses awal bone healing. Keadaan relatif hipoksia tersebut baik bagi awal
pembentukan tulang seperti yang telah dibuktikan secara invitro.
Molekul pemberi sinyal seperti Transforming Growth Factor Beta (TGF-
β) dan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), memicu arus gelombang
pemasukan sel mesenkim yang berasal dari periosteum, endosteum dan jaringan
lunak sekitarnya. Rangkaian sitokin selanjutnya akan membawa sel-sel repair
seperti fibroblast, sel endothel dan osteoblast ke dalam celah fraktur. Proses
remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana pada anak-anak dalam
masa pertumbuhan terjadi keseimbangan yang positif, sedangkan pada orang
dewasa terjadi keseimbangan yang negatif. Remodeling juga masih terjadi setelah
penyembuhan suatu fraktur. Proses penyembuhan tulang terutama tergantung
karena resorbsi oleh sel osteoclast dari tulang yang diikuti pembentukan tulang
baru oleh sel osteoblast.
Pemahaman terhadap pembentukan, pertumbuhan, maturasi serta proses
penyembuhan patah tulang merupakan hal yang sangat penting. Dengan
mempelajari dan memahami proses penyembuhan patah tulang maka penentuan
cara terapi pengobatan dan prognosa terhadap pasien yang menderita patah tulang
akan semakin baik.(Brighton)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. EMBRIOLOGI TULANG
Pengertian tentang pembentukan, pertumbuhan , maturasi dan regenerasi
tulang merupakan pengertian dasar bedah ortopedi. Pembentukan dan
perkembangan merupakan suatu proses morfologik yang unik serta melibatkan
banyak perubahan biokimia.
Tulang rawan (kartilago) lempeng epifisis tidak sama dengan tulang rawan
hialin dan tulang rawan artikuler oleh karena tulang rawan lempeng epifisis
mempunyai struktur pembuluh darah, zona-zona dan susunan biokimia sehingga
memberikan gambaran matriks yang unik.
Pada fase awal perkembangan tulang embrio (semasa janin pada minggu
ke-3 dan ke-4), terbentuk 3 lapisan germinal yaitu Ektoderm, Mesoderm Dan
Endoderm. Lapisan ini merupakan jaringan yang bersifat multipotensial serta akan
membentuk mesenkim yang kemudian berdiferensiasi membentuk jaringan tulang
rawan. Pada minggu kelima perkembangan embrio, terbentuk tonjolan anggota
gerak (lim bud) yang didalamnya terdapat juga sel mesoderm yang kemudian akan
berubah menjadi mesenkim yang merupakan bakal terbentuknya tulang dan tulang
rawan
Gambar 1. Tahap pertama osifikasi terjadi pada pusat osifikasi primer (saat embryo) yang, terletak di bagian tengah diafisis (shaft).
DiikutiPerkembangan tulang janin terjadi melalui dua tahap, yaitu : 1. Pada minggu ke V perkembangan embrio, tulang rawan terbentuk dari
prakartilago, dimana ada tiga jenis tulang rawan, yaitu :
Tulang rawan hialin
Tulang rawan fibrin
Tulang rawan elastis
2. Setelah minggu VII perkembangan embrio, tulang terbentuk melalui dua
cara, yaitu :
2.1. Secara langsung
Pada proses ini tulang akan terbentuk secara langsung dari
membran tulang dalam bentuk lembaran-lembaran, misalnya pada
tulang muka, pelvis, scapula dan tulang tengkorak. Pada
penulangan jenis ini ditandai dengan terbentuknya osteoblas yang
merupakan rangka trabekula tulang yang menyebar Radial.
2.2. Secara tidak langsung
Pada proses ini tulang terbentuk dari tulang rawan dimana proses
penulangan dari tulang rawan terjadi melalui dua cara, yaitu :
2.2.1 Osifikasi Sentral
Pada keadaan ini osifikasi terjadi dari melalui osifikasi
Endokondral.
2.2.2 Osifikasi perifer
Pada keadaan ini osifikasi terjadi di bawah perikondrium /
perikondrial atau osifikasi periosteum / periosteal.
Mesenkim pada daerah perifer berdiferensiasi dalam bentuk
lembaran yang membentuk periosteum dimana osteoblas
terbentuk di dalamnya. (Rasyad)
II.2. ANATOMI DAN HISTOLOGI TULANG
Tulang dalam garis besarnya dibagi dalam:
1. Tulang panjang
Misalnya femur, tibia, fibula, ulna dan humerus, dimana daerah batas
disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut
metafisis. Daerah Metafisis ini sangat sering ditemukan adanya kelainan
atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan daerah metabolisme aktif
dan banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan
perkembangan lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan
pertumbuhan tulang.
2. Tulang pendek
Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vertebra dan tulang – tulang
karpal.
3. Tulang pipih
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang skapula dan
tulang pelvis.
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut
korteks dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan
diluarnya dilapisi oleh periosteum. Periosteum pada anak lebih tebal
daripada orang dewasa, yang memungkinkan penyembuhan tulang anak
lebih cepat dibandingkan orang dewasa.
II.2.1. Struktur Tulang dan fungsinya
Berdasarkan histologisnya , maka pada tulang dikenal :
Tulang immatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone )
Tulang ini pertama terbentuk dari osifikasi endokondral pada
perkembangan embrional dan kemudian secara perlahan - lahan menjadi
tulang yang matur dan pada umur satu tahun tulang imatur tidak terlihat
lagi. Tulang imatur ini mengandung jaringan kolagen dengan substansi
semen dan mineral yang lebih sedikit dibanding dengan tulang matur.
Tulang matur ( mature bone, lamellar bone ) yang terdiri dari
o Tulang kortikal ( cortical bone, dense bone, compacta bone )
o Tulang trabekuler ( Cancellous bone,Trabecular bone, spongiosa )
Secara histologik, perbedaan tulang matur dan immatur terutama dalam jumlah
sel, jaringan kolagen dan mukopolisakarida. Tulang matur ditandai dengan sistem
Harversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui
korteks yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih banyak ekstra
seluler matriks substansi semen dan mineral dibanding dengan tulang imatur.
Gambar 3. Prinsip Asal pembentukan tulang: Atas kiri ossifikasi endochondral
pada epiphysis. Atas kanan: Ossifikasi Intermembranous pada sutura calvarium.
Bawah kiri: ossifikasi endochondral. Bawah kanan: osifikasi intermembran
(dikutip dari Meyer).
Gambar 4. struktur tulang kortikal a. Skematik b. Irisan longitudinal c.Irisan
transversal (dikutip dari Meyer).
Gambar 5. Penampang irisan transversal tulang tampak canal Volkman sebagai
penghubung
Gambar 4:. Struktur Tulang kortikal dan tulang trabekuler (dikutip dari Sambrook
2010)
Tulang terbentuk dari dua macam proses :
1. Osifikasi endokondral yang membentuk tulang panjang, tulang wajah,
vertebra dan clavikula lateral. ossifikasi ini melalui langkah
intermediate diawali membentuk Template Kartilago yang mengatur
pertumbuhan dan struktur elemen tulang
2. Osifikasi Intra Membranous yang membentuk tulang pipih, dan
tulang tengkorak serta klavikula medial. Formasi ini pembentukan
tulang terjadi langsung
Kedua ossifikasi tersebut dimulai dari kondensasi sel mesenkhim dan dilanjutkan
pembentukan tulang yang akhirnya mengalami kalsifikasi
JARINGAN TULANG
tersusun atas:
1. bermacam bentuk sel (Osteoblas, Osteoklas, Osteosit, Fibroblas , Endotel , dan
Syaraf)
2. Matriks Organik : Protein Collagen (hampir 95%, sedangkan 5% sisanya
terdiri dari proteoglikan dan Protein Non Kolagen) yang diperkuat terutama oleh
3. mineral Kalsium dan Fosfat yang membentuk struktur Hidroksi apatit. (Meyer)
SEL-SEL TULANG DAN FUNGSINYA
Tabel 1. Macam sel pada tulang (dikutip dari Meyer)
Gambar1. Ossifikasi endochondral dikutip dari Gwen Child http://cell bio
utmb.edu
Gambar 2. Ossifikasi intramembranous dikutip dari Gwen Child http://cell
bio utmb .edu
Berdasar bentuk morfologisnya tulang dibedakan 2 macam bentuk yaitu :
1. TULANG KORTIKAL
Pada tulang kortikal serat-serat kolagen yang padat membentuk lamellae
konsentris. Serat dari lamellae yang bersebelahan mengarah tegak lurus terhadap
lamellae konsentris. Pembuluh darah terdapat pada bagian tengah osteon dan
menembus lapisan korteks tulang tegak lurus osteon. Pembuluh darah juga
Komponen sel pada tulang korteks terutama OSTEOSIT, yaitu sel osteoblas matur
yang dikelilingi matriks yang mengalami mineralisasi. Osteosit mempunyai
kapasitas tidak hanya mensintesa tetapi juga meresorbsi sedikit matriks tulang.
Osteosit mendesak rongga lacuna dalam matriks dan memanjangkan prosesus
pilopodial melalui kanakuli melalui osteosit disebelahnya. Sel sel tersebut
berhubungan melalui celah “gap junction” jaringan osteosit diduga ini berperan
penting pada komunikasi antar sel terutama menghadapi stimuli luar.(Sambrook)
Gambar 4. struktur tulang kortikal a. Skematik b. Irisan longitudinal c.Irisan transversal
(dikutip dari Meyer).
Gambar 5. Penampang irisan transversal tulang tampak canal Volkman sebagai
penghubung
Gambar 6. Struktur tulang kortikal
2. TULANG KANSELOUS :
Tersusun dari struktur berongga disebut sistim trabekuler, yang dipercaya
merupakan mekanisme peredam dari pemindahan beban terhadap tulang oleh
feedback / umpan balik dinamis antara beban terhadap reaksi seluler.
Mikrostruktur trabekula ini merupakan inti kekuatan tulang dan merupakan
parameter akan terjadinya fraktur (van Lenthe)
Trabekulae ditutupi oleh osteoblas dan Sel Lining sebagai osteoprogenitor.
Osteoblas secara aktif mensekresi komponen osteoid / matriks ektraseluler untuk
membangun jaringan tulang, sedangkan sel Lining merupakan bentuk inaktifnya,
keduanya menutupi permukaan trabekulae yang selalu mengalami proses formasi
dan resorbsi.
Kalau sel osteoblast berasal dari sel osteoprogenitor, maka sel osteoklas berasal
dari gabungan mononuclear prekusor letaknya pada tulang kortikal dan tulang
kanselous. Adanya osteoklas ini mengindikasikan adanya aktivitas resorpsi tulang
(Meyer).
Perbedaan tulang kanselous dan kortikal tidak hanya pada strukturnya tetapi juga
fungsinya. Perbedaan susunan histologisnya berhubungan dengan fungsi
primernya. Tulang kortikal lebih berfungsi pada fungsi MEKANIK DAN
PROTEKTIF sedangkan tulang kanselous merupakan daerah fungsi
METABOLIK kalsium homeostasis. Kedua aspek (struktural & metabolik) sangat
erat hubungannya dengan matriks ekstraseluler yang mengalami mineralisasi.
Kedua aspek tersebut sangat perlu diperhatikan pada mekanisme perbaikan tulang.
Gambar 7. Struktur tulang Kansellous (dikutip dari Sambrook)
Gambar 8. Struktur tulang kansellous a. Skema b. histologis (dikutip dari
Meyer)
II.2 MINERALISASI MATRIKS
Akhir dari pertumbuhan, perbaikan, dan regenerasi tulang ialah tercapainya
mineralisasi dan jaringan yang secara mekanik kompeten. Mineralisasi sendiri
sangat erat hubungannya dengan kondisi matriks ekstraseluler. Kollagen
merupakan jaring pengisi ekstraseluler yang terbesar, berperan sangat penting
dalam formasi mineralisasi matriks. Komposisi dan struktur kolagen ini pada
manusia penting karena membentuk mikroenvironment pembentuk inti
mineralisasi apatit. Pada beberapa bagian tulang & kartilago terdapat perbedaan
tipe kolagen.
KOLAGEN :
merupakan protein penting dalam tubuh jumlahnya mendekati 30% total protein
tulang. Sudah ditemukan berbagai kolagen dengan berbagai bentuk struktur
sebagai adaptasi fungsi fisiologisnya, misalnya :
1. kolagen tipe I,III,V,IX berbentuk serat-serat pita.
2. Kolagen tipe IV,VI,X,XII,XIX non fibriler. Sebagai tambahan
3. kolagen tipe IX,XII,XIV,XVI,XIX tidak membentuk struktur sendiri
dan berintegrasi dengan kolagen tipe lain.
Kolagen merupakan pengisi matriks semua jaringan yang mengalami mineralisasi
kecuali pada enamel gigi dan otholites. Proses mineralisasi secara karakteristik
berbeda karena distribusi masing-masing tipe kolagen. Beberapa protein terdapat
pada tulang & kartilago sedangkan yang lain terdapat sendirian.
Tabel 2. Kollagen pada Jaringan tulang dan Kartilago (dikutip dari Meyer)
Gambar 10. a. Scanning Mikroskop Electron dari jaringan tulang beku yang mengalami mineralisasi b.serat collagen tulang c. collagen longitudinal dan transversal d. GambarTEM Transmission Electron microscope (dikutip dari Meyer)
KOLAGEN TIPE I :
Triple-helical glycoprotein
Molecular weight : 406 kDa
Fibrillar molecule with 67 nm periodicity
Major collagen of bone
Fibrils stabilized by cross-links
Provides tensile strength to the tissue
Interacts with decorin and fibromodulin
merupakan matriks protein tulang yang paling dominan. Penelitian ultrastruktur menunjukkan kesamaan prinsip secara umum,
tetapi ada perbedaan dalam hal nukleasi Kristal apatit menuju maturasi
jaringan. Telah diketahui bahwa mineralisasi tulang diatur oleh vesikula
matriks yang menyebar pada tepi membrane serta mengandung ekstra dan
intra mineralisasi kolagen. Mineralisasi ini merupakan proses yang
kompleks, berhubungan dengan protein non kolagen diluar, dan pada
permukaan kolagen. Proses mineralisasi kolagen ini sampai sekarang
belum diketahui secara mendetail. Saat ini dasar proses ini yang
menunjukkan pembentukan proses mineralisasi sedang dicoba di
laboratorium. Berbagai matriks protein digunakan sebagai dasar tissue
engineering misalnya menggunakan pelapis protein-protein ini atau
menggunakannya sebagai “scaffold”. Sebagai tambahan protein ini dapat
dipergunakan sebagai marker pada pertumbuhan tulang atau pertumbuhan
kartilago.
Lane,et al mengembangkan ekspresi munculnya kollagen tipe I, II & III
pada penyembuhan patah tulang. Perbedaan kollagen jaringan keras tipe I
& jaringan lunak ialah pada glikosilasi & cross linking pattern &
kemungkinan berbeda pula pada fosforilasi. Kollagen tipe I tampak pada
tulang matang, kollagen tipe II pada epifisis yang mengalami mineralisasi.
Kollagen tipe II, III & V mempunyai tempat yang spesifik dalam
perkembangan kallus. Kondrosit dan osteoblas memproduksi kollagen tipe
II dan III pada awal pembentukan kallus.
Gambar 11. Scanning Force Microscope pembentukan tulang Intra Membrane a.
mineralisasi b. serat collagen non mineralisasi. c. pre Osteosit dikelilingi Osteoid
d. awal mineralisasi e. akhir mineralisasi f. tulang yang sudah mengalami
mineralisasi penuh (dikutip dari Meyer)
Gambar 12. Scanning El Microscope pada Tulang Kansellous. A. lapisan sel Osteoblast pada permukaan trabekulae. B.sel Pre Osteosit dikelilingi extra sel matrix (sediaan beku)
c. Osteosit matur pada matrix yang sudah mengalami mineralisasi (dikutip dari Meyer)
Osteoblas mengeluarkan matrik kollagen tipe III sepanjang permukaan periosteal
yang berfungsi sebagai substrat migrasi sel. Kollagen tipe I disekresi pada
trabekulae pada tulang yang berkembang dalam fibrous tissue, sedangkan tipe II
dibentuk pada osifikasi endokondral pada tahap mineralisasi kartilago. Ko
ekspresi kollagen tipe IX dengan tipe II, Ko ekspresi kollagen tipe X dengan tipe
terjadi pada tahap osifikasi endokondral. Kollagen tipe X ditemukan pada zona
hipertropi kartilago diduga berhubungan dengan proses mineralisasi.
Diketahui bahwa tidak hanya tipe kollagen tetapi juga jaring-jaring fibril Protein
Non Kollagen (Glikosaminoglikan) ikut membentuk proses mineralisasi yang
mengandung molekul proteoglikan, glikoprotein, dan Gamma Karboksi
Glutamiasid. Distribusi protein ini dalam kollagen antara tulang dan kartilago
yang mengalami kalsifikasi terjadi overlap. Peran protein non kollagen pada
pembentukan mineral patut dipertimbangkan. Berbagai studi menunjukkan bahwa
kollagen sendirian bukanlah nukleator dari hidroksi apatit dan sebagai template
pengumpulan mineral dan akan mengalami mineralisasi lewat jalur karakteristik.
Jadi tidaklah mungkin menyusun jaringan tulang tanpa kollagen.
Proses mineralisasi pada tulang dan kartilago yang mengalami kalsifikasi diduga
tidak hanya tipe kollagen tetapi jaringan fibril dengan protein non kollagen
memberikan struktur konfigurasi yang penting untuk proses mineralisasi. Protein
non kollagen yang dijumpai pada matrik yang mengalami kalsifikasi dan
kartilago ternyata molekulnya berbeda.(Meyer)
Gambar 13. Transmission mikroskop menunjukkan transisi Osteoblast menjadi
Osteosit (dikutip dari Meyer)
Tabel 3. Matrix protein non collagen pada tulang (dikutip dari Meyer)
Tabel 4. matrix protein non collagen pada kartilago (dikutip dari Meyer)
Kelompok utama adalah glikosaminoglikan yang mengandung molekul yang
disebut proteoglikan , glikoprotein dan gamma karboksi glutamiasid . Distribusi
dari protein ini pada kollagen yang mengalami mineralisasi pada tulang dan
kartilago terlihat overlap.
Peran dari protein non kollagen pada pembentukan kollagen mineral yang
mengandung jaringan keras , patut dipertimbangkan. Beberapa penelitian
mengindikasikan bahwa kollagen sendiri bukanlah inti mineralisasi dari hidroksi
apatit. Dan lebih merupakan template dari mineralisasi.
Jadi tidaklah mungkin membangun tulang tanpa kollagen. Penelitian pada tikus ,
kekurangan kollagen tipe I mengganggu pertumbuhan tulang. Penelitian
menunjukkan bahwa hipotesa kollagen berperan penting dalam pengaturan proses
mineralisasi, menghasilkan struktur jaringan yang berperan dalam biomekanik
yang penting pada pembuatan jaringan mekanik seperti tulang. Matriks protein
yang lain bentuk, struktur dan fungsi berhubungan dengan serat kollagen.
Kompleks ini memfasilitasi pembentukan Kristal dan pertumbuhannya.
Tiga jenis protein non kollagen yang penting pada pembentukan tulang yaitu
Osteokalsin , Osteonektin , dan Sialoprotein tulang.
Ketiga protein tersebut sangat erat hubungannya dengan hidroksi apatit.
Ketiganya tidak hanya menempel tetapi juga berfungsi dalam pengendapan
mineral. Osteokalsin diketahui berhubungan dengan pertumbuhan Kristal
Hidroksi apatit sedangkan osteonektin dan sialoprotein belum jelas.Tetapi
letaknya pada matrix extra selluler mengindikasikan bahwa fungsinya pada proses
mineralisasi.
Gambar 14. Osteoblast dan sel Stroma yang menghasilkan MCSF (Macrophage Colony Stimulating Factor dan Osteoclast Differentiating Factor (ODF). Adanya konsentrasi seluler MCSF mengikat ODF ke reseptor RANK pada sel prekursor osteoklas untuk mulai aktif berdifferensiasi . Proses ini diatur oleh penghambat ODF, Osteoprotegerin (OPG) yang bersaing dengan RANK untuk mengikat ODF untuk memproduksi kompleks inaktif. Bagian yg aktif terhadap beberapa zat yang digunakan untuk mengobati osteoporosis spt SERM (selctive Estrogen Receptor modulator (dikutip dari Sambrook)
Gambar 15. Remodelling tulang dimulai dg aktifnya Osteoklas diikuti munculnya Osteoblas dalam cekungan yang diresorbsi dan kemudian membuat matrix baru yang kemudian diendapi mineral (dikutip dari Sambrook)
Gambar 16. Scanning EM ; a. Normal b. Tulang osteoporosis (dikutip dari
Sambrook)
Gambar 17. Aktifitas sel saat remodelling tulang , Pada ujung (Cutting cone) osteoklas (OCL) membongkar jaringan mineralisasi tulang. Di dekatnya Osteoblas (OBL) pada permukaaan sel mengisi lorong dengan osteoid yang kemudian akan mengalami mineralisasi. Osteoblas yang kemudian terkepung mineral akan menjadi osteosit (OCY) yang berhubungan dengan permukaan melalui tonjolan panjang . Diameter luar dari osteon tulang manusia sekitar 200 mikrometer (dikutip dari Meyer)
II.3 Struktur dan Fungsi SEL Osteoblas
Osteoblas ialah sel sangat penting yang membentuk jaringan tulang. Osteoblas
merupakan salah satu jenis sel hasil deferensiasi sel mesenkim yang sangat
penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblas dapat
memproduksi substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi
terjadi dikemudian harinya. Jaringan matriks yang tidak mengandung kalsium
disebut osteoid dan apabila kalsifikasi sudah terjadi pada matriks maka menjadi
tulang. Sesaat setelah osteoblas dikelilingi / terjebak oleh substansi organik
extraseluler, menjadi osteosit yang terjebak dalam lakuna
Terdapat empat tahap proses maturasi dari perkembangan osteoblas, yaitu :
Preosteoblas - Lining Cells - Osteoblas - Serta Osteosit
Preosteoblas merupakan suatu precursor dari osteoblas dan pembentuk lapisan sel.
Preosteoblas mempunyai gambaran fenotip mirip dengan osteoblas, seperti
aktivitas alkali fosfatase, tetapi sel ini tidak mengekspresikan semua marker
seperti pada osteoblas matur. Lapisan sel tulang (Lining cells) tidak seperti
osteoblas, karena lebih bersifat inaktif. Kelompok sel yang datar, tipis, serta
memanjang menutupi permukaan tulang dimana proses remodeling secara
signifikan tidak dapat terjadi. Sebagian dari sel ini akan melekat pada tulang.
Kelompok sel ini kemudian akan berdiferensiasi sempurna, dan disebut Osteosit .
Fenotip osteoblas matur ditandai dengan kemampuan dari kelompok sel tersebut
untuk mensintesa matriks tulang yang akhirnya mengalami mineralisasi.
Osteoblas mengekspresikan berbagai macam penanda fenotip seperti alkali
fosfatase (ALP) tinggi serta mampu mensintesis protein matriks tulang kolagen
dan non kolagen, termasuk osteocalcin.
Gambar 18. Skema trabekulae tulang kanselous menunjukkan sel osteoblast yang
berbeda (dikutip dari Meyer)
Gambar 19. Scanning ElMic tulang kanselous a. lapisan osteoblast pada
trabekulae b.Preosteosit dikelilingi extra sel matrix c. osteosit matur dikelilingi
matrix mineralized d. lacuna osteosit (dikutip dari Meyer)
Gambar 20. Transmission ElMic menunjukkan transisi dari osteoblast menjadi
osteosit (dikutip dari Meyer)
Osteoblas selain mengekspresikan ALP juga beberapa hormon, seperti :
1. Hormone parathyroid
2. 1α,25-dihydroxyvitamin D3 [1α,25(OH)2D3]
3. Estrogen, serta
4. Glukokortikoid
yang sangat berperan dalam regulasi dari diferensiasi osteoblas. Diferensiasi
osteoblas juga diregulasi oleh berbagai faktor lokal dalam bentuk parakrin dan /
atau autokrin sehingga menyebabkan kelompok sel tersebut mampu untuk
melakukan tugas utamanya yaitu mensintesis jaringan keras yang secara mekanik
baik dan kuat.
Gambar 21. Scanning Transmission ElMic pre Osteosit membentuk mineral dg Dispersiv
X ray analysis tampak pendistribusian Kalsium ,P, K, S dan perbandingan Ca/P (dikutip
dari Meyer)
II.4 . OSTEOSIT :
merupakan sel tulang dalam jumlah paling banyak. Diasumsikan bahwa osteosit
sekitar 10 kali lebih banyak daripada osteoblas. Pada saat terjadi transisi dari
osteoblas menjadi osteosit yang matur, sel tersebut akan kehilangan sejumlah
karakteristik osteoblastik, tetapi membentuk karakteristik yang lain yaitu menjadi
seperti osteosit, termasuk bentuk morfologinya. Osteosit matur berupa sel bentuk
stellat atau dendritik yang dilapisi ikatan lacuna-kanalikuli dari tulang. Osteosit
terhubung dengan osteosit lain serta dengan osteoblas melalui suatu hubungan
antar sel yang disebut dengan gap junction. Osteosit memiliki peran utama
mengatur keseimbangan kadar kalsium dalam darah serta sebagai adaptasi
fungsional dari tulang. Kelompok sel pada berbagai tahap perkembangan sel
osteoblas saling bekerja bersama (juga bekerja dengan sel lain ) dan saling
memiliki keterikatan yang secara dinamis dapat meregulasi perkembangan tulang,
regenerasi tulang, serta perbaikan tulang.
II.5, Struktur dan Fungsi SEL OSTEOKLAS
Osteoklas : Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan
tulang dengan sifat dan fungsi resorpsi. Kalsium hanya dapat dikeluarkan dari
tulang melalui proses aktivitas osteoklasis dng menghilangkan matriks organik &
kalsium bersamaan & disebut deossifikasi (Sambrook)
Gambar Electron microskop sel Osteoklas (Google)
Gambar 22.
Tidak seperti osteoblas, osteoklas merupakan kelompok sel multinuclear berasal
dari stem sel hematopoietic. Oleh karena itu osteoklas ini memiliki jalur
diferensiasi yang sama seperti makrofag dan sel dendrit. Prekursor sel promyeloid
dari osteoklas dapat berdiferensiasi baik menjadi osteoklas, makrofag, atau sel
dendrite. Jalur diferensiasi yang terjadi, tergantung pada paparan sel precursor
terhadap activator reseptor dari berbagai ligan (yaitu RANKL, OPGL, ODF) atau
menyebutkan bahwa sel stroma dari sumsum tulang serta osteoblas memproduksi
faktor tersebut baik dalam bentuk terikat membran atau sebagai bahan yang larut.
Ini menunjukkan adanya mekanisme feedback positif dari osteoblas dalam
pembentukan osteoklas.
Gambar 23. RESORBSI : a.0steoklas pada zona resorbsi b. 0steoklast pada Lakuna
resorbsi c.Gambar TEM pada tulang dengan resorbsi aktif pada permukaan kasar
osteoklas (dikutip dari Meyer)
Osteoprotegerin (OPG), sebagai bagian dari berbagai macam faktor yang
disebutkan diatas, dapat menginhibisi secara kuat pembentukan osteoklas baik
secara in vitro maupun in vivo. Efek inhibisi oleh OPG terhadap diferensiasi
osteoklas disebabkan oleh karena sifat OPG yang dapat menghambat ikatan
RANKL terhadap reseptornya yaitu RANK. Osteoklas mempunyai kemampuan
unik sehingga dapat melarutkan mineral serta mendegradasi matriks organic
tulang. Osteoklas juga diketahui terlibat dalam proses degradasi dari benda asing.
Setelah terjadi migrasi osteoklas menuju pada area yang diresorpsi, suatu domain
membrane yang spesifik (the sealing zone) akan terbentuk di bawah osteoklas.
Membran plasma akan terikat dengan erat pada matriks tulang serta mengisolasi
area yang diresorpsi dari lingkungan sekitarnya. Ultra structural analisis
mengindikasikan bahwa selain terdapat osteoklas pada area yang diisolasi (sealing
zone), juga terdapat domain dari tiga membrane khusus yang lain, yaitu tepi yang
kasar, daerah sekretoris fungsional, serta suatu membrane basolateral. Tepi kasar
(ruffled border) merupakan suatu organela yang meresorbsi.
Adanya fusi antara vesikel intraselular yang bersifat asam dengan permukaan
membrane plasma yang berdekatan dengan tulang, serta adanya transport bahan-
bahan diluar vesikel akan menyebabkan penurunan pH dibawah daerah osteoklas.
Kadar pH yang rendah pada lacuna yang mengalami resorbsi didapat karena
adanya aktivitas pompa proton pada membrane tepi kasar. Fungsi fisiologis utama
dari osteoklas adalah untuk mendegradasi matriks tulang yang sudah
dimineralisasi. Proses ini meliputi pelarutan dari mineral hydroxyapatite serta
pembelahan proteolitik dari matriks organik. Setelah terjadinya fase pelarutan
mineral, maka enzim proteolitik akan mendegradasi matriks ekstraselular. Produk
degradasi organik ini kemudian dipindahkan dari lacuna resorbsi melalui jalur
transitotik khusus yang memungkinkan produk degradasi tersebut lepas menuju
celah ekstraselular.
II.6. STRUKTUR DAN FUNGSI CARTILAGE
Orang dewasa memiliki cartilage pada permukaan sendi tulang panjangnya dan
pada Trakea, Bronkus, Hidung, Kuping, Dan Diskus Intervertebral. Cartilage
terdiri dari sel, serat, dan substansi dasar amorf dan didominasi elemen Aseluler
dan kurangnya pembuluh darah dan saraf. Karakter ini sangat cocok pada skeletal
tissue janin. Hampir sebagian besar tulang dewasa berasal dari cartilage pada
awal masa kehidupan.
Terdapat 3 macam jenis kartilago yaitu :
1.Hyalin : berwarna kebiruan, dan opalescent dan paling banyak ditemukan, dan
tersebar luas pada tubuh manusia. Hyaline terdapat pada permukaan sendi , tulang
costae, laring, trakea, bronkus dan juga di epifisis tulang
2.Elastic : terdapat pada auricula, dinding dari meatus akustikus externa, tuba
eustachii, epiglotis, dan sebagian dari laring. Fungsi utama dari kartilago elastis
adalah memastikan patensi lumen yang diselubungi oleh berbagai macam
kartilago.
3.Fibrocartilage : terdapat pada Annulus Fibrosus Discus Intervertebralis,
Simphisis Pubis, dan pada hubungan Permukaan Sendi Dan Tendon.
Gambar 24. Tempat cartilage saat dewasa (dikutip dari Benjamin Cur)
ARTICULAR CARTILAGE :
Tempat utama penahan beban pada sendi sinovial adalah articular cartilage yg
memiliki beberapa zona . Pada orang dewasa merupakan jaringan aseluler,
dimana hanya sekitar 2% dari volume total cartilage orang dewasa (Stockwell dan
Meachin). Kontras jika pada janin yang sangat seluler, sel cartilage akan menurun
sesuai dengan pertambahan usia, dan mencapai titik terendah usia 20 – 30.
Chondrosit merupakan sel yang sangat penting dalam perkembangan articular
cartilage. Semua chondrosit dikelilingi oleh daerah periseluler yang sangat sempit.
Struktur Zona articular Cartilage :
1.Superficial Zone (SZ)
2.Midzone (MZ) zona tengah : densitas sel menurun, mirip cartilago Hyalin
dengan sel bulat dan terdapat matrix extra sel melimpah
3.Deep Zone (DZ) zona Dalam : mulai mengalami kalsifikasi, bersifatkurang
vasculer dan proses remodellingnya tidak sebaik pada yang vascular Densitas sel
paling rendah pada zona ini. Disini terdapat Agrecan dan diameter fibril yang
besar dengan kollagen sangat sedikit
4.Calcified cartilage (CC) zona Klasifikasi : kondrosit hypertropik dan mampu
membentuk mensintesis kolagen tipe X yang dapat mengkalsifikasi matrix extra
seluler
5.Subchondral bone plate (SBP) : strukturnya tergantung beban yang diterima
sendi tsb. Densitasnya dapat berubah dengan proses Remodelling dapat juga
menebal oleh karena aposisi langsung dengan tulang pada saat proses remodeling.
Tulang trabecular subchondral tidak homogen dan tidak isotropik
6.Subchondral trabecular bone (STB) Tulang trabekula berorientasi keberbagai
arah, dan oleh karena itu fungsi mekanisnya berbeda pada lokasi yang berbeda.
Walaupun pada tulang subchondral dan tulang trabekula terdapat kesamaan,
mereka beraksi berbeda terhadap beban mekanis, dan memiliki fungsi mekanis
yang tidak sama.
Gambar 25. Perbedaan struktur cartilage
a. Jaringan cartilage sendi b. Zona cartilage hipertropi (dikutip dari Meyer)
Gambar 26. Struktur zona cartilage sendi (dikutip dari Meyer).
Matriks extraseluler cartilago hyalin terdiri dari fibril kolagen dan protein non
kolagen yang membentuk suatu struktur jaringan. Banyak molekul-molekul yang
berperan dalam regulasi fungsi sel. Terdapat berbagai tipe kolagen pada cartilage.
Tipe II dan tipe IX merupakan struktur utama fibril , dan tipe kolagen XI terdapat
didalam dan pada permukaan fibril.
Substansi dasar articular cartilage terdiri dari sejumlah besar protein non kolagen
dan polisakarida. Molekul ini bervariasi jumlah dan strukturnya tergantung lokasi
anatomi dan usia manusia. Banyak dari molekul ini merupakan proteoglikan ,
rantai Glikosaminoglikan, dan lainnya adalah Glikoprotein dan protein non-
glikosilasi.
Pada matriks extraseluler terdapat sejumlah besar agrecan yang berfungsi sebagai
penahan beban kompresi. Agrecan berasal dari famili aggregating proteoglikan
yang bergabung dengan hyaluron membentuk suatu komplex multimolekular yang
besar (Gomes et all). Seluruh anggota dari aggrecan memiliki domain amino-
terminal globular, yang berperan dalam interaksi dengan hyaluron. Interaksi
antara aggrecan dan hyaluron melalui adanya protein penghubung. Protein
penghubung ini dapat rusak pada periode degradasi jaringan oleh karena
depolimerisasi hyaluron. Struktur dan komposisi dari aggrecan rusak pada
penyakit-penyakit yang menyerang cartilage . Aggrecan juga terdiri dari sejumlah
besar Chondroitinsulfate dan Keratansulfate.
Cartilage orang dewasa terdiri dari 3 proteoglikan Dermatan sulfate ( Biglycan,
Decorin, Dan Epiphycan) Dan 2 Proteoglikan Keratan Sulfate yang potensial
(fibromodulin dan lumican). Adanya protein-protein tersebut penting dalam
fungsi normal articular cartilage. Matriks extraceluler cartilage lainnya
mengandung berbagai tipe protein baik kolagen ataupun proteoglikan ( Nomura et
all) dan beberapa protein ini diduga berperan penting dalam matriks. Dan yang
utama adalah hyaluron dan protein S 100.
Hyaluron merupakan polisakarida dengan berat molekul besar dan ditemukan
pada matriks ekstraseluler, khususnya pada jaringan konektif. Disintesa oleh sel
dan diekskresikan ke dalam ruang interseluler. Karakter yang spesifik dari
polisakarida ini adalah turnovernya yang tinggi. Hyaluron memiliki fungsi
banyak. Berfungsi dalam mediator perkembangan jaringan dan diferensiasi sel
dan mengatur homeostasis air. Protein S-100 merupakan protein acid calcium-
binding (berat molekul 21Kda) ditemukan dalam jumlah besar pada sel Glial dan
Sel Schwann.
Protein ini berada dalam berbagai bentuk tergantung dari konfigurasi alpha atau
beta. Protein ini juga ditemukan pada chondrosit manusia. Protein ini juga
terdapat pada chondrosit tulang kepala, vertebrae, tulang rusuk, sternum, laring,
dan tulang panjang fetus dan pada laring, processus xypoideus orang dewasa.
Fungsi sebenarnya dari protein S-100 belum jelas S-100 sering digunakan
sebagai protein marker jaringan cartilage untuk membedakan dengan jaringan
tulang.
II.6 Struktur dan Fungsi SEL CHONDROSIT
Kondrosit adalah sel utama dari cartilage dan berperan dalam proses ossifikasi
endokhondral, proses yang utama dan banyak ditemukan pada tulang vertebra.
Kondrosit selalu memproduksi dari mesenchimal cell, prekhondrogenik atau
Khondrosit precursor cell, memiliki keterbatasan spesifik marker, hanya
didefinisikan dengan harapan bahwa akan menjadi kondrosit yang
berdifferensiasi. Kondrosit precursor cell adalah fibroblast umum yang
memberikan gambaran dan membentuk seperti fibroblast kolagen type I dan III ,
Fibronectin dan noncartilage type proteoglycan. Chondrocyte adalah mesodermal
asli yang lain, seperti chondrosit yang berasal dari tungkai bawah dan cartilage
yang berasal dari vertebra atau dari ectodermal, cartilage cranial tetapi tidak sama
seperti dari endoderm.
Stem cel dengan potensial chondrogenik pada orang dewasa dapat diinduksi
melalui kondrosit yang berbeda selama pembentukan callus, pembentukan
osteophyt dan atau sebagai cartilage ektopik. Chondrogenik precursor mengikuti
berbagai jalur dan berbagai signal – signal molekul termasuk didalamnya adalah
Indian hedgehog (Ihh), Bone morphogenics Protein (BMPs) dan parathyroid
Hormone (PTH ), related Peptide (PTHrP). Chondrosit mendorong 2 hal penting
antara lain adalah berperan dalam aspek selular dari jaringan chondral dan bone
formation melalui proses endochondral ossification, contoh proses endochondral
ossification adalah hubungan secara tertutup dari osteoblast dan chondrosit.
Ossifikasi endochondral termasuk didalamnya menggantikan proses avascular
cartilage dengan perbaikan adanya vascularisasi dan mineralisasi selama proses
embriogenessis. Chondrosite menjadi terorganisasi mengikuti berbagai tahapan,
seperti proses pembentukan long bone formation pembentukan dari lempeng
pertumbuhan epifisis juga menggambarkan jalur differensiasi kondrosit.
Kondrosit yang berdifferensiasi dari lempeng pertumbuhan terorganisasi pada
lapisan yang berbeda. Kondrosit yang sedang istirahat serta yang mengalami
proliferasi secara aktif terletak proksimal dari epifisis sedangkan kondrosit yang
mengalami hipertrofi dan apoptosis terletak dekat dengan diafisis. Pada setiap
tahap selama terjadinya differensiasi, kondrosit mengekpresikan dan mensekresi
kolagen yang bermacam-macam, proteoglikan, serta molekul matrik lainnya.
Kelompok sel yang berdifferensiasi melalui jalur kondrogenik menginisiasi
program genetik spesifik dimana sel sel tersebut mengekspresikan sejumlah
karakteristik dari komponen ECM termasuk kolagen tipe II, IX dan XI. proses
ini menjadi matur atau hipertrofi. Ketika mereka mengekpresikan melalui
komponen ECM termasuk di dalamnya kolagen type X. Kondrosit yang
mengalami hypertrofi memiliki kemampuan mensekresikan matrix yang memiliki
enzim yang dapat secara aktif mendegradasi dan memineralisasi komponen matrix
yang lain. Sel menjadi Apoptosis ketika mengisi pembuluh darah, osteogenic cell
dan mesenchimal precursor yang pada akhirnya menjadi pada pembentuk jaringan
trabekuler tulang.
Kondrosite mature dapat diidentifikasi pada bentukan Spherical Cell Shape
dengan bentukan pinggir scalloped, endoplasma yang luas dan kasar terdapat juga
golgi apparatus dan terdapat stain metacromatics dengan pewarnaan toluidin blue
dan giemsa dyes. Pada level ultra struktur hyaline cartilage berdasarkan
eksperiment in vivo terdapat ekspresi kolagen yang dapat diobservasi melalui
perkembangan kondrosite. Studi terbaru mengindikasikan bahwa pola – pola
ekspresi dari komponen komponen ECM yang lain fibrinectin , agrecan dan
proteoglycan yang lain, mengintegrasi selama modulasi pada endochondral
ossification. Komponen matrik diekspresikan dengan oleh chondrosit dan
direffleksikan pada berbagai tahapan.
Gambar 27. Pembentukan biomineral tulang panjang pada lempeng pertumbuhan (dikutip
dari Meyer)
Transfer informasi dari daerah pericellular ke daerah control ditampilkan dengan
gambaran chondrosit yang berbeda. Chondrosit diisolasi dari voluminous
extracellular matrik yang mana tidak terdapat vascularisasi dan juga tidak
diinervasi, yang mana hasilnya adalah nutrisi dan zat sisa hasil pertukaran zat
buangan terjadi melalui proses diffusi dan sebagai konsekuensinya berada
dibawah normal dan kondisi pathologis. Sel ini unik dengan kemampuan tetap
bertahan pada tekanan oksigen rendah.
.
Gambar 5 . (A) Osteoblast & sel stroma memproduksi MCSF &ODF, pada konsentrasi tertentu ikatan ODF pada reseptornya RANK pd sel precursor Osteoklas akan merangsang differensiasi dan aktifasinya. Proses ini dikendalikan oleh inhibitor ODF yaitu Osteoprotegerin (OPG) yang bersaing dengan RANK untuk berikatan dg ODF & memproduksi kompleks inaktif. Berbagai zat untuk osteoporosis : SERM (Selective Estrogen Reseptor Modulator) (B) Remodelling tulang dimulai oleh osteoklas, kemudian muncul Osteoblas pada cekungan resorpsi dan mensintesa matrix yang kemudian mengalami mineralisasi (dikutip dari Sambrook 2010).
II.3. TULANG SEBAGAI STRUKTUR DAN ORGAN
Tulang adalah jaringan yg terstruktur dengan baik & mempunyai lima fungsi
utama, yaitu :
1. Membentuk rangka badan
2. Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan organ
dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam
5. Sebagai organ yang mempunyai fungsi tambahan lain yaitu sebagai
jaringan hemopoietik untuk memproduksi sel darah merah, sel darah
putih dan trombosit. (Rasyad, Sambrook)
II.4. PERTUMBUHAN DAN REMODELING TULANG
II.4.1 Pertumbuhan Memanjang Tulang
Pertumbuhan interstisial tidak dapat terjadi di dalam tulang, oleh karena itu
pertumbuhan interstisial terjadi melalui proses osifikasi endokondral pada tulang
rawan. Ada dua lokasi pertumbuhan tulang rawan pada tulang panjang, yaitu :
1. Tulang rawan artikuler
Pertumbuhan tulang panjang terjadi pada daerah tulang rawan artikuler
dan merupakan tempat satu – satunya bagi tulang untuk bertumbuh pada
daerah epifisis. Pada tulang pendek, pertumbuhan tulang dapat terjadi pada
seluruh daerah tulang.
Gambar 2 : struktur jaringan tulang rawan artikuler dari bagian dalam
kepermukaan (dikutip dari Issakson)
2. TULANG RAWAN LEMPENG EPIFISIS
Tulang rawan lempeng epifisis memberikan kemungkinan metafisis dan
diafisis untuk bertumbuh memanjang.
Pada daerah pertumbuhan ini terjadi keseimbangan antara dua proses,
yaitu :
a. Proses pertumbuhan
Adanya pertumbuhan interstisial tulang rawan dari lempeng
Kematian dan penggantian tulang rawan pada daerah permukaan
metafisis terjadi melalui proses osifikasi endokondral.
Gambar 3 : pertumbuhan memanjang tulang dari epifisis (dikutip dari
Netter)
Dikenal tiga zona lempeng epifisis, yaitu :
a. Zona pertumbuhan
Pada zona ini terdapat lapisan germinal yang merupakan daerah intertisial,
yang melekat pada epifisis dengan sel – sel kondrosit muda serta
pembuluh darah halus. Juga terdapat lapisan proliferasi yang merupakan
daerah intertisial yang paling aktif dalam zona ini dan lapisan palisade di
sebelah dalam dari lapisan proliferasi.
b. Zona transformasi tulang rawan
Pada zona ini terdapat lapisan hipertrofi, kalsifikasi dan degenerasi yang
merupakan daerah tulang rawan yang mengalami maturasi.
c. Zona osifikasi
Zona osifikasi daerah yang tipis dengan sel – sel kondrosit yang telah mati
akibat kalsifikasi matriks.
II.4.2 Pertumbuhan Melebar Tulang / Aposisi
Pertumbuhan melebar terjadi akibat pertumbuhan aposisi osteoblas pada
lapisan dalam periosteum dan merupakan suatu jenis osifikasi intramembranous.
II.4.3 Remodeling Tulang
Selama pertumbuhan memanjang tulang, maka daerah metafisis
mengalami remodeling ( pembentukan ) dan pada saat bersamaan epifisis
menjauhi batang tulang secara progresif. Remodeling tulang terjadi sebagai hasil
proses antara deposisi dan resorpsi osteoblastik tulang secara bersamaan. Proses
remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana anak-anak dalam masa
pertumbuhan terjadi keseimbangan / balans yang positif sedangkan pada orang
tua terjadi keseimbangan yang negatif. Remodeling juga terjadi setelah
penyembuhan suatu fraktur. Pada anak walaupun terjadi kelainan yang hebat,
namun remodeling tetap terjadi secara spontan kecuali bila terdapat kelainan
rotasi. (Rasyad)
II.5 REAKSI JARINGAN TERHADAP KELAINAN & TRAUMA
MUSKULOSKELETAL
Definisi Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan lunak yang sampai merusak
tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun
yang parsial. Fraktur adalah terputusnya atau terjadinya kerusakan jaringan lunak
yang sampai menyebabkan Diskontinuitas jaringan tulang.
Pada suatu fraktur yang komplit akan terjadi diskontinuitas pada seluruh
jaringan tulang termasuk dengan periosteum maupun endosteumnya. Sedangkan
pada fraktur yang incomplete, diskontinuitas tidak terjadi pada seluruh ketebalan
tulangnya, dan periosteum dan atau endosteumnya dapat masih utuh. Pada saat
terjadinya trauma, energi yang diserap mengakibatkan kegagalan mekanis dari
struktural jaringan tulang. Sebagai akibatnya pembuluh darah tulang yang fraktur
& jaringan lunak di sekitarnya seperti jaringan ikat, fascia,lemak & jaringan otot
serta pembuluh darah disekitarnya mengalami kerusakan. Adanya kerusakan pada
jaringan lunak tersebut juga ikut mempengaruhi proses penyembuhan fraktur
tulang.
Proses penyembuhan fraktur tulang meliputi beberapa tahapan yaitu
hematoma yang disertai dengan proses inflamasi, jaringan granulasi, jaringan ikat,
jaringan fibrokartilago, proses mineralisasi dan proses pembentukan tulang
(osifikasi), serta tulang yang mengalami remodelling pada bagian tulang
cancelous maupun cortical.
Dengan demikian proses penyembuhan tulang tidak lain juga merupakan
proses penyembuhan luka yang melibatkan berbagai jaringan, baik jaringan tulang
sendiri maupun berbagai jenis jaringan lain disekitarnya. Proses tersebut
merupakan proses yang kompleks dan berjalan secara bertahap dan simultan yang
menghasilkan suatu jaringn yang semula lebih elastis dan tidak rigid menjadi
jaringan tulang yang keras, rigid dan kurang elastis. Proses ini juga merupakan
serangkaian perubahan seluler, matriks tulang, dan vaskuler yang mekibatkan
berbagai mediator kimiawi sebagai respon inflamasi terhadap trauma.
Proses Terjadinya Fraktur
Tulang kortikal mempunyai stuktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.
Trauma bisa bersifat :
1. Trauma langsung Menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2. Trauma tidak langsungDisebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.(Rueddi)
Tekanan pada tulang dapat berupa :
Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur spiral atau oblik Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi atau fraktur dislokasi Kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah
misalnya pada badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z Fraktur remuk Trauma karena tarikan pada ligament atau tendo akan menarik sebagian
tulang / avulsi
DIAGNOSA SUATU FRAKTUR HARUS MENYEBUT :
1. Nama tulang apa ?2. Bagian kanan atau kiri3. Bagian proksimal tengah atau distal (epi, meta atau diaphysis)4. Patah terbuka atau tertutup5. Bentuk fraktur komplet atau inkomplet (Green Stick, Bowing, Buckling,
dll)6. Konfigurasi /Jenis fraktur oblique / segmental / kominutif7. Komplikasi yang dijumpai ( misal ada dislokasi , lesi N Radialis dg Drop
Hand, Lesi N Peroneus dg Drop foot )
Gambar 5 : Tipe patah tulang
II.5.1 Reaksi Terhadap Tulang
Tulang merupakan suatu jaringan ikat dengan spesifikasi khusus
dan bereaksi secara terbatas terhadap suatu keadaan abnormal.
Secara umum, tulang bereaksi terhadap keadaan abnormal melalui
3 cara : kematian lokal, gangguan deposisi & gangguan resorpsi
tulang
Fraktur bergeser
Pada fraktur bergeser, arteri yang berfungsi untuk nutrisi pada
ujung epifisial batang tulang terganggu. Selanjutnya dapat terjadi
hiperemi kompensatoris temporer yang merupakan stimulasi bagi
pertumbuhan lokal. Pada kelainan arterio-venosa bawaan, hiperemi
dapat terjadi akibat malformasi arterio-venosa, yang merupakan
stimulasi pertumbuhan lempeng epifisis yang bersangkutan.
1. Pertumbuhan lokal yang berkurang
Disuse retardation
terjadi bila anggota gerak tidak dimanfaatkan secara normal dalam
jangka waktu tertentu, misalnya pada imobilisasi yang lama.
Trauma fisik
pada daerah epifisis tertentu ( akibat aktivitas berlebihan ), dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan.
Trauma termal panas /dingin dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan.
Iskemia
pada pembuluh darah epifisis akan mengganggu pertumbuhan
lempeng epifisis.
Infeksi pada daerah dekat epifisis, maka akan terjadi kondrolisis.
2. Pertumbuhan memutar tulang
Apabila terjadi trauma yang bersifat twisting (putaran / puntiran) maka
akan terjadi gangguan pertumbuhan sesuai arah putaran tersebut.
KLASIFIKASI CEDERA JARINGAN LUNAK
Ada 2 klasifikasi yang digunakan untuk penanganan cedera jaringan lunak :
1.Tscherne : sistim untuk fraktur tertutup 2.Gustilo Anderson dengan modifikasinya untuk fraktur terbuka
Ada 2 sistim klasifikasi lain yang ditemukan baru-baru ini yaitu Mueller/ klasifikasi AO dan modifikasi klasifikasi Assosiasi Trauma ortopedi Klasifikasi Tscherne didasarkan pada kewaspadaan dini ahli bedah terhadap cedera dan pembengkakan pembungkus soft tisue yang proses penyembuhannya lambat sehingga memicu terjadinya sindroma kompartmen atau kontraktur
Tabel klasifikasi TSCHERNE dari cedera jaringan lunak pada fraktur tertutup
Grade 1 Tidak ada kerusakan soft tissueGaya tidak langsungFraktur torsi
Grade 2 Abrasi superfisial atau kontusio yang disebabkan oleh penekanan fragmenTingkat keparahan frakturnya sedang-berat
Grade 3 Trauma yang dalam, luka abrasi yang terkontaminasi serta kontusio kulit dan ototBumper injuries ( pejalan kaki vs mobilPeningkatan derajat keparahan fraktur karena kominutip atau segmental
Grade 4 Kulit cedera berat disertai otot tergencetKerusakan otot yang parahSering terjadi sindroma kompartmen
Tabel Klasifikasi GUSTILO-ANDERSON untuk cedera soft tissue pada OPEN FRAKTUR
Type I Luka < 1 cmKerusakan soft tisue yang minimalBiasanya frakturnya berupa simple transverse atau short oblique dengan sedikit kominutip
Type II Luka > 1 cmCedera ringan sampai sedang tanpa kerusakan soft tisue yang luas atau avulsi
Fraktur sedang kominutip dan kontaminasi
Type III Luka luas dengan kerusakan soft tisue termasuk otot, kulit, dan bahkan struktur neurovaskulerDerajat fraktur kominutip yang lebih parah dan ketidak stabilanKontaminasi yang luas
IIIA Soft tisue yg menutupi fraktur masih adekuat walau laserasi luas atau trauma energi tinggiType frakturnya sangat kominutip dan segmental sesuai dengan ukuran luka.Type 3A ini tidak memerlukan free flap
IIIB Fraktur terbuka dengan trauma yang luas atau kehilangan soft tisue disertai robekan periosteal dan ekspose dari tulangKontaminasi masif dan kominutif yang parahSetelah irigasi dan debridement tulang terpapar udara sehingga memerlukan flap
IIIC Fraktur terbuka dengan cedera arteri yang harus harus di repair sesuai dengan kerusakan luas dari soft tisueFraktur terbuka dengan cedera arteri meningkatkan resiko amputasi sebesar 25-90%
Klasifikasi Gustilo Anderson untuk fraktur terbuka dengan modifikasinya
membantu untuk menentukan resiko relatif dari kemungkinan infeksi dan
non union.
Fraktur terbuka biasanya ditangani dengan debridemant berulang hingga
pembungkus soft tisue menjadi baik dg menunda penutupan luka dengan
skin graft atau flap 5-7 hari.
Stabilisasi fraktur pada Gustilo Anderson type 1 sama dengan penanganan
fraktur tertutup pada type 2 dan 3, cedera soft tisue memerlukan stabilisasi
dari fraktur dengan intramedular nail atau eksternal fiksasi. Fiksasi dengan
plate dan sekrup dianjurkan untuk fraktur intra artikular yang displaced.
Penanganan terbaik untuk type 3c adalah amputasi, meski beberapa ahi
bedah melihat dulu keadaan klinisnya sebelum mengambil keputusan
Bone graft akut kadang digunakan untuk fraktur tertutup dengan
kehilangan sebagian tulang dari impaksi seperti pada tibial plateau atau
fraktur pilon, tetapi hal ini tidak disarankan untuk fraktur terbuka.
Pada minggu ke 6-12 BONE GRAFT bisa diindikasikan untuk fraktur
terbuka bila pembungkus soft tisue bebas dari drainase, terutama pada
fraktur dengan bone loss. Hal ini biasa dan lebih sering terjadi pada fraktur
tibia terbuka dibanding fraktur femur.
PROSES PENYEMBUHAN PATAH TULANG
Ii.7.1. Respon Yang Terjadi Pada Penyembuhan Patah Tulang
Mencakup respon-respon yang terjadi pada :
A. Sumsum tulang (bone marrow)
B. Cortex
C. Periosteum, dan
D. Jaringan lunak eksternal
respon tersebut berlangsung secara bersamaan.
Penyembuhan patah tulang merupakan suatu proses reparasi dari sistem
muskuloskeletal untuk mengembalikan integritas skeletalnya. Proses biologi ini
berlangsung sebagai konsekuensi dari sejumlah peristiwa-peristiwa biologis yang
mengakibatkan pemulihan jaringan tulang, sehingga muskuloskeletal dapat
berfungsi kembali. Yang bertanggung jawab terhadap penyembuhan patah tulang
adalah waktu dan perlakuan tindakan debridement, stabilisasi dan remodeling
pada tempat fraktur.
Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana pada anak-
anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan yang positif, sedangkan pada
orang dewasa terjadi keseimbangan yang negatif. Remodeling juga masih terjadi
setelah penyembuhan suatu fraktur. Proses penyembuhan tulang terutama
tergantung karena resorbsi oleh sel Osteoclast dari tulang yang diikuti
pembentukan tulang baru oleh sel Osteoblast.
Pemahaman terhadap pembentukan, pertumbuhan, maturasi serta proses
penyembuhan patah tulang merupakan hal yang sangat penting. Dengan
mempelajari dan memahami proses penyembuhan patah tulang maka penentuan
cara terapi pengobatan dan prognosa terhadap pasien yang menderita patah
tulang akan semakin baik.(Brighton),
Proses Penyembuhan Patah Tulang :
Yang bertanggung jawab dalam penyembuhan patah tulang terbuka
adalah kecepatan bertindak, teknik debridement, stabilisasi, vaskularisasi dan
remodeling pada tempat fraktur. Penyembuhan dapat terjadi secara primer
apabila ada fiksasi rigid dan akan terjadi penyembuhan sekunder apabila operasi
penyambungan tulang tanpa fiksasi yang rigid. Penyembuhan primer terjadi jika
ada kontak langsung yang kuat antara fragmen fraktur. Pada radiograf tidak
terlihat kalus yang menjembatani penyembuhan ini (Bridging callus). Biasanya
terjadi sekitar dua minggu sejak terjadinya trauma atau ruda paksa. Ini merupakan
metoda penyembuhan patah tulang / fracture healing dengan fiksasi kompresi
rigid. Fiksasi rigid memerlukan kontak kortikal yang langsung dan pembuluh
darah intrameduler yang utuh. Proses penyembuhan terutama tergantung karena
resorpsi osteoclast dari tulang yang diikuti dengan pembentukan tulang baru oleh
osteoblast.
Sebagian besar fraktur akan pulih melalui kombinasi dari osifikasi
intramembran dan endokondral melalui lima fase penyembuhan patah tulang
yang waktu terjadinya tumpang tindih waktunya atau bersamaan, sebagai
berikut :
KASKADE PENYEMBUHAN PATAH TULANG
1. Fase Hematom dan peradangan
Segera setelah fraktur, akibat putusnya pembuluh darah di tulang tsb timbul
hematoma jendalan darah di tempat fraktur. Hematoma ini memberikan sinyal
kepada molekul yang mempunyai kemampuan untuk mengawali rangkaian
peristiwa seluler yang sangat penting untuk fracture healing. Yaitu sel-sel
peradangan yang mensekresi Sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-6,
penting di dalam pengaturan kejadian awal proses penyembuhan fraktur.
(Kawiyana 2009)
Segera setelah patah tulang, terjadi pembentukan gumpalan darah didaerah
tulang cedera. Hematom dibatasi oleh jaringan lunak yang melingkupi tulang,
batas ini bakal batas kallus yang terbentuk. Pemeriksaan histologi pada hematom
fraktur menunjukkan sejumlah besar sel imun termasuk netrofil, limfosit dan
makrofag pada daerah cedera, yang kemudian menyatu menjadi inisial
hematom, yang terbentuk pada lokasi cedera. Dalam 24-48 jam berikutnya
terdapat sel-sel predominan sel T helper dan makrofag, tidak sesuai seperti
yang biasa ditemukan pada sirkulasi sistemik. Menunjukkan hal tersebut
merupakan sumber primer dari banyak cytokin atau faktor morfogenetik yang
memacu awal terjadinya penyembuhan patah tulang. Akibat putusnya pembuluh
darah saat fratkur maka aliran darah dan oksigenasi jaringan menurun . Oxygen
tension menurun, CO2 meningkat keasaman meningkat atau pH menurun.
Hematoma timbul beberapa detik setelah gaya yang menyertai trauma
menyebabkan fraktur & kerusakan pembuluh darah yg menimbulkan perdarahan,
baik disekitar tulang maupun di ujung fragmen fraktur itu sendiri. Disamping itu
jaringan lunak, otot, dan periosteum mengalami kerusakan. Pembuluh darah yang
ruptur tersebut mengalami vasokonstriksi akibat dilepasnya Katekolamin,
Bradykinin, dan Serotonin oleh sel Mast yang berada di jaringan sekitarnya
Data cenderung menjelaskan bahwa sel imun dan produksi cytokin pada
hematom penting untuk mengawali penyembuhan patah tulang . Seperti pada
studi yang menunjukkan delay healing / keterlambatan penyembuhan atau
nonunion terjadi jika hematom dibersihkan dari lokasi cedera. Kerusakan dari
susunan hematom juga telah diketahui dapat merusak pengumpulan mesenkimal
stem sel dari periosteum. Banyak penelitian terakhir terfokus pada produksi
faktor angiogenik yang diproduksi oleh makrofag dan PMN pada hematom . Ini
juga penting bahwa hematom yang terbentuk dalam fraktur memiliki rasio T-
helper lebih tinggi dibanding sel T- cytotoxic, ini terlihat pada hematom yang
terbentuk pada cedera otot. Pada konteks ini penting untuk dijelaskan bahwa
presentase B sel meningkat pada tempat fraktur tetapi tidak pada hematom otot
dalam 4 jam setelah trauma. Sesuai dengan pengamatan adanya sel T dan sel B
pada fraktur hematom. Dan tidak adanya patogen dari luar yang terlihat, analisis
transkiptom kalus fraktur memperlihatkan bahwa walaupun respon imun adaptif
tidak terjadi pada patah tulang tertutup, kelompok gen yang yang berhubungan
dengan sinyal reseptor sel-B, Natural Killer cell-mediated cytotoxicity, dan jalur
sinyal reseptor T-sel yang secara transient akan teraktivasi. Menariknya,
kelompok kedua gen-gen tersebut pada jalur yang sama menurun. Kesimpulan
secara statistik pada jalur ini dan gen-gen yang berhubungan dalam siklus ini
dimana berhubungan dengan fungsi imun adaptif dan dibedakan berdasarkan
ekspresinya. Seperti hasil yang demikian menunjukkan bahwa perbedaan tipe
genetik melalui jalur tersebut dapat berupa regulasi naik atau turun dalam konteks
penyembuhan fraktur dan merepresentasikan adanya peranan ganda yang
diperankan oleh sel-sel tersebut baik dalam hal inisiasi terhadap respon adaptif
atau inisiasi dari perbaikan jaringan. Pada konteks ini data-data yang ada
menunjukkan bahwa hanya sel predominan CD-4 positif yang berhubungan
dengan jalur MHC-2 yang diaktifkan. Sebaliknya sejumlah kecil molekul yang
berhubungan dengan MHC-1 mengalami regulasi naik dan hal ini berkaitan
dengan aktifasi sel NK . Menariknya fungsi yang berkaitan dengan hematopoetik
menunjukkan sifat yang predominan dalam regulasi turun dari gen termasuk gen
yang berhubungan dengan maturasi Sel Beta, Eritropoesis, Eritropoetik
Pembentukan Megakariosit serta pembentukan netrofil.
Selama fase inflamasi dari fraktur healing, berbagai proses terjadi sebagai
satu kesatuan. Aktifasi netrofil dan makrofag berperan dalam membuang jaringan
yang nekrosis. Prekursor Monosit mulai terorganisir sebagai persiapan untuk
perekrutan dan diferensiasi sel-sel mesenkimal dan lekosit. Pada saat itu, juga
terjadi puncak awal dalam jumlah sitokin inflamasi : interleukin 1, IL-6, dan
TNF-α. Sitokin-sitokin ini diketahui memiliki peran yang sangat berbeda
tergantung dari ekspresinya. Selama fase inflamasi, sitokin-sitokin ini secara
dominan merekrut sel yang dibutuhkan untuk regenerasi jaringan yang terluka.
Peran fungsional dari sitokin-sitokin ini mengawali ekspansi dari sel-sel dan
aktifasi fungsi-fungsi spesifik dari sel tersebut. Dalam beberapa hari awal fase ini,
analisis histologis dari fraktur site memberi gambaran inisiasi dari pembentukan
kalus.
Disamping itu, platelet yang telah diaktifkan dalam jendalan bisa
melepaskan molekul pemberi sinyal : seperti Transforming Growth Factor Beta
(TGF-β) dan Platelet Derived Growth Factor (PDGF), yang penting dalam
memicu arus gelombang pemasukan sel-sel mesenkim. Rangkaian sitokin
selanjutnya akan membawa sel-sel repair seperti fibroblast, sel endothel dan
osteoblast ke dalam celah fraktur.
.
Akibat pelepasan faktor pembekuan oleh trombosit maka terbentuk benang
fibrin yang akan membentuk hematoma pada celah diantara fragmen-fragmen
fraktur, medulla tulang dan dibawah periosteum yang terangkat. Sedangkan tulang
pada bagian ujung fragmen fraktur tersebut akan mengalami nekrosis sampai ke
tempat terdapatnya pembuluh darah kolateral yang terdekat. Sel nekrosis tersebut
mengeluarkan enzym lisosom yang menyebabkan degenerasi sel lebih lanjut.
Bersamaan dengan proses ini reaksi inflamasi mulai timbul dengan dilepaskannya
berbagai mediator oleh trombosit, juga oleh sel yang mati dan mengalami
kerusakan. Mediator-mediator tersebut menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah, dan eksudasi cairan plasma yang berisi sel inflamasi yang masuk ke bagian
yang mengalami fraktur tersebut. Sel-sel inflamasi tersebut meliputi sel lekosit
PMN, yaitu terutama pada tahap 24 jam pertama serta Makrofag dan Limfosit
pada tahap selanjutnya. Disamping itu pula sel mesenkim (sel osteoprogenitor )
yang berasal dari periosteum, endosteum, transformasi sel-sel endotel dari
medulla dan osteoinduksi jaringan otot dan lunak disekitar turut bermigrasi.
Eksudat yang terbentuk mempunyai peranan penting di dalam migrasi, mitosis,
dan deferensiasi sel-sel tersebut. Hal ini disebabkan di dalam eksudat terdapat
senyawa hyaluronat dan fibronectin yang merangsang migrasi dan proliferasi sel.
Pada tahap ini pula lingkungan disekitar fraktur bersifat asam yang mempengaruhi
aktivitas sel-sel di dalamnya. Tekanan oksigen di tempat hematoma pun rendah
sedangkan aliran darahnya (blood flow) menurun. Keadaan relatif hipoksia
tersebut baik bagi pembentukan tulang seperti yang telah dibuktikan secara
invitro.
Mediator-mediator kimiawi yang berperanan dalam proses inflamasi tersebut
merupakan sitokin, zat morfogenik dan zat-zat eikosanoid seperti Prostaglandin
(PGE2). Sitokin yang dilepaskan oleh trombosit yang berada di dalam bekuan
darah tersebut adalah Platelet Derived Growth Factor (PDGF), Transforming
Growth Factor β (TGF-β) yang berfungsi untuk merangsang sel mesenkim pada
periosteum dan belum berdeferensiasi untuk berdeferensiasi menjadi sel-sel
fibroblast, osteoblast dan chondrocyte. TGF- beta membentuk pula jenis cytokine
lainnya yang bersifat osteokonduktif dan osteoindusif yaitu Bone Morphogenic
Protein (BMP) dan Osteogenic Protein-1 (OP-1) yang berfungsi mempercepat
proses penyembuhan tulang. BMP adalah non-collagenous glikoprotein yang
berada di dalam tulang dan berfungsi menstimulasi sel mesenkim untuk
berdeferensiasi menjadi osteoblast. Deferensiasi tersebut dirangsang pula oleh
berbagai jenis mediator juga dilepaskan oleh sel-sel inflamasi yang berkumpul
disekitar jaringan hematoma tersebut. Diantara mediator-mediator tersebut adalah
“cytokine interleukin-1. Mediator ini mempunyai efek sistemik maupun lokal.
Efek sistemik adalah produksi reaktan pada fase akut di hepar, peninggian laju
endap darah, febris melalui “ mid brain”, resorbsi tulang, & produksi serta migrasi
limfosit ke tempat trauma. Efek lokalnya adalah atrofi otot, peningkatan sekresi
prostaglandin ( PGE2) dari sel-sel otot, peningkatan kecepatan mitosis di sumsum
tulang dan thymus setelah fraktur dan trauma jaringan lunak, dan peningkatan
jumlah osteoclast pada metafisis yang tidak rusak sesudah suatu fraktur. TGF-beta
terus dihasilkan osteoblast dan chondrocyte selama proses penyembuhan tulang
berlangsung.
Prostaglandin (PGE2) dihasilkan oleh tulang fraktur dan jaringan otot di
sekitarnya. Prostaglandin meningkatkan pembentukan tulang melalui pelepasan “
Cyclic Adenosine Monophosphate (cAMP), cGMP, dan growth faktor yang
mengatur proses resorbsi dan deposisi tulang pada remodelling. Salah satu growth
factor yang dirangsangnya adalah TGF-beta yang berfungsi menginduksi
pembentukan jaringan granulasi. Prostaglandin merangsang migrasi sel dan
pembentukan pembuluh darah.
Insulin growth factor (IGF) pun dirangsang produksinya oleh prostaglandin.
IGF berfungsi menstimuli proliferasi sel-sel tulang dan matriks kartilago.
Produksi prostaglandin pada tulang dihambat obat NSAID indomethacin.
Pemberian obat ini menyebabkan kallus terbentuk lemah. Namun demikian,
ibuprofen satu jenis lain tidak berpengaruh terhadap sintesa prostaglandin.
Hematom diduga pula berfungsi sebagai media atau ruang yang dibentuk oleh
spasme dan kontraktur jaringan sekitar fraktur sehingga nantinya callus akan
menempati tempat tersebut. Ukuran besar hematom menentukan pula ukuran
kolagen. Proses ini memerlukan dua fungsi sel. Yang pertama adalah
menghilangkan matriks fibrokartilaginous callus dan tingginya konsentrasi
proteoglycans yang menghambat mineralisasi. Untuk ini sel-sel chondrocyte akan
mensekresikan “Neutral Proteoglycanses” yang akan mendegradasi molekul-
molekul proteoglycans pada saat mineralisasi. Cara yang kedua setelah sel
mempersiapkan matriks untuk mineralisasi, chondrocyte dan selanjutnya
osteoblast akan melepaskan “prepackaged” kompleks kalsium fosfat ke dalam
matriks dengan jalan melepaskan kuncup-kuncup vesikel matriks dari membran
sel. Vesikel-vesikel tersebut akan membawa “neutral protease: yang terdiri dari
Endopeptidase, Alanyl Β-Napthylamidase, Serta Aminipeptidase Dan Enzim
“Alkaline Phospatase” yang akan mendegradasi matriks yang kaya proteoglycans
dan menghidrolisa ATP dan Ester Fosfat yang kaya energi untuk menyediakan ion
fosfat bagi pengendapan kalsium. Bersamaan dengan mineralisasi kallus, aktivitas
kedua enzim tersebut akan meningkat.
Selama proses mneralisasi berlangsung, ujung-ujung fragmen tulang secara
berangsur-angsur menjadi diselimuti oleh massa kallus yang fusiform yang berisi
“woven bone” yang terus meningkat. Semakin banyak mineral yang telah
dideposisi, semakin keras pula kalus yang terbentuk. Stabilitas fragmen fraktur
terus meningkat dan clinical union terjadi, yaitu bagian yang fraktur menjadi tidak
nyeri lagi dan tampak tulang yang menghubungkan fragmen-fragmen fraktur
secara radiologis. Meskipun demikian proses penyembuhan belum selesai karena
bagian ini masih lebih lemah dibandingkan tulang yang normal. Kekuatan yang
sama dengan tulang normal akan tercapai setelah proses remodelling berlangsung.
PROSES REMODELLING
Pada tahap akhir penyembuhan terbentuk lamellar bone dari woven bone yang
sudah terbentuk pada fase sebelumnya, disertai dengan resorpsi kalus yang tidak
diperlukan. Proses remodelling ini berlangsung bertahun-tahun, lama setelah
pasien memperoleh kembali fungsi yang normal dan secara radiologis sudah
nampak union yang lengkap dan terjadi pada periosteum, endosteum, tulang
kortikal dan trabekulae.
Pergantian “woven bone” oleh lamellar bone” tdd proses resorpsi osteoclastic
pada trabecula tulang yang berlebihan dan lokasi yang tidak benar dan
pembentukan tulang sesuai dengan garis gaya yang bekerja pada tulang oleh
osteoblast pada daerah yang telah diresorpsi. Di samping itu, kanal medulla
terbentuk kembali. Selanjutnya osteoblast akan tertanam di dalam matriks menjadi
osteocyte. Bone modelling unit (BMU) adalah satu grup sel-sel yang saling terkait
dan berpartisipasi di dalam remodelling pada suatu area tulang tertentu melalui
aktivitas sel yang terdiri dari aktivasi, resorpsi, dan formasi.
Stabilitas mekanik yang dicapai pada fase ini semakin meningkat. Progresifitas
stabilitas bagian fraktur ini dapat dilukiskan dalam empat stadium. Selama
stadium I, tulang yang mengalami penyembuhan dan dikenakan gaya torsi, akan
rusak melalui garis fraktur dengan kekakuan yang rendah (low stiffness) dan
berbentuk seperti karet (rubbery pattern). Pada stadium II, tulang akan rusak
melalui daerah fraktur dengan kekakuan yang tinggi (high stiffness) dan
berbentuk seperti jaringan yang keras (hard tissue pattern). Pada stadium III,
tulang akan rusak melalui bagian fraktur dan sebagian pada tulang yang intak
sebelumnya dengan kekakuan yang tinggi (high stiffness) dan berbentuk jaringan
keras (hard tissue pattern). Selama stadium IV, bagian yang mengalami kerusakan
tidak berhubungan lokasi fraktur dan terjadi pada bentuk yang sangat kaku (high
stiffness pattern), yang menunjukkan bahwa remodelling telah selesai yang diukur
pada restorasi kekuatan asal mekanisnya.
Bebagai faktor mempengaruhi proses remodelling ini. Rangsang listrik yang
disebabkan oleh adanya stres akibat pembebanan titik berat badan tubuh yang
mengikuti hukum Wolf, menyebabkan proses osteoblastik pada bagian yang
dengan muatan listrik negatif dan osteoclastik pada bagian dengan muatan listrik
yang positif. Selain rangsang listrik dan mekanik, volume tulang yang terbentuk
juga dipengaruhi oleh keseimbangan antara resorpsi dan deposisi tulang yang
diatur oleh kontrol sistemik melalui hormon parathyroid yang mengatur
keseimbangan kalsium dan fosfat dan faktor lokal yaitu “growth factor”.
Sedangkan faktor lokal yang berperanan adalah Insuline-like Growth Factor II
(IGF II), Bone Morphogenic Protein (BMP), dan prostaglandin
TAHAPAN PENYEMBUHAN TULANG
Tahap penyembuhan secara klinis, proses biomolekuler dan kronologis dapat
dilihat pada tabel 1
Tabel 1. Tahapan Penyembuhan Tulang
Stadium Durasi (lamanya) Proses yang terjadi
Stadium impak (stage of
impact)
Beberapa detik energi diserap
“comminution” periosteal
strippng, soft tissue
injury.
Stadium inflamasi (stage
of inflammation)
1-2 minggu Sel-sel inflamasi tertarik
oleh hematoma, sitokin
dilepaskan utk
merangsang sel
mesenkim.
Stadium kallus lunak
(stage of soft callus)
Beberapa minggu –
bulan
Terbentuk jaringan
granulasi, tulang yg
nekrosis diresorpsi,
proliferasi osteoblast di
perifer dan pembentukan
kartilago disentral.
Stadium kallus keras
(stage of hard callus)
Beberapa minggu –
bulan
Kalsifikasi kartilago,
berta hap diganti oleh
pembentukan tulang,
“clinical union” terjadi
tulang menuju bentuk
normal karena faktor
stress mekanik, medula
terbentuk kembali
Stadium remodeling
(remodelling stage)
Beberapa bulan – tahun
PENYEMBUHAN FRAKTUR TULANG DENGAN STABILISASI YANG
RIGID
Apabila pada fraktur tulang dilakukan stabilisasi yang rigid dan kontak di antara
ujung-ujung fragmen fraktur meliputi seluruh permukaan fraktur, maka kallus
tidak akan terbentuk. Berbeda dengan penyembuhan yang melalui pembentukan
kallus terlebih dahulu maka penyembuhan jenis ini dikenal sebagai penyembuhan
fraktur primer. Sedangkan penyembuhan yang melalui pembentukan kallus
dikenal sebagai penyembuhan fraktur tulang sekunder.
Schenk dan Willnegger menggambarkan dua tahap penyembuhan fraktur primer,
yaitu Gap Healing (penyembuhan jarak antar fragmen) dan Haversian
Remodelling (pembentukan sistem Haversian). Syarat bagi terbentuknya proses
penyembuhan ini adalah reduksi yang benar, fiksasi yang stabil dan suplai
pembuluh darah yang adekuat. Sampai pada keadaan tertentu tahapan-tahapan ini
menunjukkan fase penyembuhan dan remodelling fraktur yang tidak distabilisasi
dengan rigid. Mereka mendapatkan pada compression plating yang menunjukkan
tidak semua ujung tulang kortikal saling berhubungan, sehingga meninggalkan
jarak dalam berbagai ukuran dan oleh karena itu mekanisme, struktur dan
kecepatan pembentukan tulang bergantung kepada besarnya jarak tersebut.
Apabila terdapat kontak hubungan langsung diantaranya, maka lamellar bone
akan langsung terbentuk sepanjang garis fraktur, sejajar dengan aksis panjang
tulang dengan cara menghasilkan osteon. Di sini osteoclast akan memotong dan
menyebrangi garis fraktur, sedangkan osteoblast sesudahnya akan mendeposisi
tulang yang baru serta pembuluh darah akan menyertai mendeposisi tulang yang
baru serta pembuluh darah akan menyertai osteoblast tersebut. Matriks tulang
yang baru terbentuk tersebut menyelimuti osteosit dan pembuluh darah sehingga
membentuk sistem Haversi atau disebut osteon primer. Keseluruhan proses ini
disebut Contact Healing dan dimulai pada minggu ke-4 sesudah fraktur.
Pada jarak yang kecil yaitu antara 150-200 μm atau kira-kira sebesar diameter luar
osteon, sel-sel akan membentuk Lamellar Bone secara tegak lurus pada sumbu
tulang. Proses ini akan berlangsung pada minggu ke empat. Pada jarak yang lebih
besar, yaitu antara 200μm sampai 1 mm, sel-sel akan mengisi defek tersebut
dengan Woven Bone. Sesudah terjadi gap healing tersebut pembentukan sistem
haversian akan dimulai dan akan membentuk anatomi korteks yang normal.
Bagian kerucut pemotong Cutting Cones yang terdiri dari osteoclast beserta
pembuluh darahnya mendeposisi lamellar bone dan membentuk anatomi tulang
kortikal yang normal.
Haversian Remodelling ini akan mengikuti jalur pembuluh darah yang nekrotik
dan juga memotong bagian yang telah mengalami neovaskularisasi. Apabila
segmen tulang kortikal yang nekrotik cukup besar, gap healing dengan cara
pembentukan osteon akan berlangsung, namun dalam kecepatan yang lebih
lambat dan area tulang kortikal yang nekrotik tidak akan mengalami remodelling
dalam jangka waktu lama.
Perren dan kawan-kawan menemukan bahwa kompresi pada fraktur akan
mengeliminasi proses resorbsi ujung-ujung tulang kortikal seperti yang terlihat
pada penyembuhan yang normal. Proses resorbsi ini berhubungan dengan micro-
motion (gerak mikro) dan regangan pada daerah fraktur. Dengan demikian mereka
berhasil mendemonstrasikan pentingnya stabilitas untuk pembentukan primer
tulang. Apabila stabilitas tidak dipertahankan, maka gerakan mikro tersebut akan
merangsang resorbsi oleh osteoklas dan menghambat Contact Healing dan Gap
Healing. Compression plating yang berhasil dan disertai dengan friksi dan
preloading akan menghilangkan gerakan mikro dan regangan. Meskipun
demikian gerakan antar fragmen yang sedikit dapat menguntungkan karena akan
mempercepat dan memperkuat union.
Terdapat dua teori remodelling pada penggunaan plate dan screw, yaitu teori
gangguan pada vaskularisasi dan perlindungan terhadap stres. Adanya proses
revaskularisasi pada pembentukan osteon sekunder dan stres yang disebabkan
plating dan screw menyebabkan porositas pada tulang kortikal dan dinding
korteks yang tipis, sehingga memudahkan terjadinya refraktur setelah implan
dicabut. Oleh karena itu jarak pemasangan plating dan screw harus seoptimal
mungkin sehingga tidak merusak pembuluh darah medulla tulang.
Pada penggunaan jenis fiksasi lain yaitu Intramedullary Nailing ataupun fiksasi
eksterna, proses yang terjadi juga dapat secara pembentukan osteon primer
maupun sekunder setelah melalui pembentukan callus. Pada Intramedullary
Nailing, pertumbuhan periosteal callus yang menonjol berbeda dengan plating
yang endosteal callus-nya yang lebih utama. Demikian pula pada pemakaian
fiksasi eksterna. Fiksasi eksterna biasanya kurang rigid dibandingkan dengan
plating, sehingga pembentukan callus dapat terjadi melalui periosteal callus.
Rigiditas komposit yang digunakan untuk memfiksasi sangat menentukan proses
union pada penyembuhan fraktur. Pin loosening dapat terjadi apabila fiksasi
kurang rigid dan terjadi pergerakan pada jarak fragmen-fragmen fraktur.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN
FRAKTUR
Berbagai faktor lokal, sistemik, dan lingkungan eksternal mempengaruhi proses
penyembuhan fraktur. Faktor-faktor lokal yang berpengaruh adalah kerusakan
yang luas pada tulang dan jaringan lunak di sekitar fraktur, terputusnya suplai
pembuluh darah, terdapatnya imposisi jaringan lunak di antara fragmen fraktur,
immobilisasi dan reduksi yang inadekuat, adanya infeksi atau proses keganasan,
dan tulang yang nekrotik akibat avaskularitas, radiasi, trauma panas dan kimiawi,
atau infeksi. Faktor-faktor sistemik yang berpengaruh adalah umur, hormon,
aktivitas fungsional, fungsi saraf dan nutrisi.
Faktor mekanis juga mempengaruhi penyembuhan fraktur. Apabila kompresi
yang diberikan pada tulang terlalu kuat maka sel-sel tulang akan nekrosis. Juga
stres yang inadekuat di antara fragmen-fragmen fraktur akan gagal menimbulkan
respon osteogenik. Kompresi sirkuler pada pemakaian weight bearing cast atau
cast brace akan menguntungkan jika digunakan dengan cara dan waktu yang
tepat.
Bila jaringan tulang tidak terbentuk pada garis fraktur atau terbentuk tidak sesuai
dengan waktu yang diharapkan maka dapat terjadi non-union atau delayed union.
Fraktur mengalami non-union bila belum terjadi jaringan tulang sampai dengan 6-
8 bulan setelah trauma. Sedangkan delayed union bila jaringan tulang belum
terbentuk setelah 3-9 bulan. Secara patologis, pada non-union didapatkan
penghubung jaringan lunak yang terdiri dari kartilago, jaringan ikat, atau
keduanya, tanpa disertai cairan. Fibrous union akan sulit sembuh dan biasanya
membutuhkan bone grafting, sedangkan hypertrophic non union yang didominasi
oleh fibrokartilago hanya membutuhkan stabilisasi.
II.7.1.5. Fase Remodelling tulang
Woven bone dilakukan remodeling menjadi tulang lamellar yang lebih
kuat melalui kerjasama antara resorbsi tulang oleh osteoklast dan pembentukan
tulang oleh osteoblast . Resorpsi tulang terjadi akibat jumlah dan aktivitas
osteoklas yang lebih tinggi dibandingkan osteoblas.
Hormon, SitokinProinflamatori dan PGE2 (prostaglandin E2)
menstimulasi pembentukan osteoklas langsung maupun melalui RANKL
(Receptor Activator Of Nuclear Factor K Β Ligand), sehingga terjadi
differensiasi dan fusi “prekursor osteoklas” menjadi osteoklas.
Sitokin proinflamatori dan PGE2 juga mampu menghambat pembentukan
OPG (osteoprotegerin) yang berfungsi untuk menghambat pembentukan
osteoklas. RANKL dan OPG merupakan sel yang berperan pada survival dan
apoptosis osteoklas dan osteoblas.(Isaksson)
RANKL dan OPG berperan pada survival dan apotosis osteoklas. Reseptor
RANKL adalah RANK, kontak antara osteoblas atau sel stromal dan progenitor
osteoklas menyebabkan interaksi antara RANKL dengan RANK yang berperan
penting pada pembentukan dan aktivasi osteoklas. Osteoblas dan sel stromal juga
memproduksi OPG yang akan mengikat RANKL. Ikatan OPG dan RANKL
menghambat ikatan antara RANKL dengan RANK, sehingga tidak terjadi
pembentukan Osteoklast (Barnes, Hasegawa)
Pada kondisi patologis, sitokin proinflamatori dan prostaglandin dapat
meningkatkan osteoklastogenesis dengan cara memproduksi sekresi M-CSF bebas
atau yang terikat pada membran sel dan RANKL. Sitokin proinflamatori dan
PGE2 menstimulasi peningkatan produksi RANKL oleh osteoblas dan menekan
produksi OPG. Sitokin proinflamatori seperti interleukin (IL-1 & IL-6) dan TNF-
α (Tumor Necrosis Factor-Α) berperan dalam diferensiasi dan aktivasi osteoklas,
sedangkan prostaglandin bekerja melalui metabolit prostaglandin yang secara
aktif ditranspor menuju sel untuk selanjutnya mengatur fungsi sel. Selain itu,
prostaglandin berikatan dengan reseptor yang menginduksi transduksi sinyal dan
selanjutnya mengatur fungsi sel PGE2 menginduksi secara intensif terjadinya
resorpsi tulang.
Gambar 8. Peran sitokin pada patah tulang dan pembentukan osteoklas.
Bone Repair Sebagai Proses Regenerasi
Proses morfogenesis tulang dimulai lagi pada jaringan tertentu sebagai
akibat trauma. Fraktur healing dan bone repair merupakan suatu proses yang unik
dari proses regenerasi jaringan post natal yang dipercayai sebagai gambaran
ontologi yang terjadi selama perkembangan embriologi tulang Memang banyak
proses perkembangan dan gen yang secara sempurna diekspresikan dalam stem
sel embrionik selama permulaan dan aktivasi siklus morfogenetik dalam
perkembangan tulang juga diekspresikan dalam jaringan callus dari fraktur. Pada
umumnya dipercayai bahwa garis besar dari proses ontologi selama fraktur
healing yang memungkinkan tulang dapat sembuh tanpa ada pertumbuhah
jaringan scar dan akhirnya merangsang regenerasi kerusakan jaringan sampai
mendekati struktur sebelum trauma. Hal ini berbeda dengan penyembuhan
jaringan lunak, dimana penyembuhan disertai dengan pembentukan jaringan
fibroblas. Diantara jaringan-jaringan yang saling mempengaruhi (vascular,
hematopoietic, tulang, saraf) penting untuk regenerasi tulang tanpa hambatan.
Proses yang benar dari siklus regenerasi ini tergantung dari
keseimbangan antara parakrin, autokrin, dan signal pathway sistemik
(endokrin) dengan komponen-komponen yang tepat yang dibutuhkan stem sel
untuk regenerasi jaringan tulang. Kaskade dari proses ini digambarkan dalam
proses fraktur healing : termasuk fase pembentukan bekuan darah pada daerah
trauma, fase inflamasi, pembentukan callus, pembentukan tulang primer, dan
remodeling tulang sekunder. Sementara proses ini terjadi dalam proses yang
berurutan, secara signifikan dan menggambarkan populasi perubahan sel sebagai
suatu kesatuan dan proses signaling dalam regenerasi jaringan. Pada kondisi
fraktur, ada kerusakan microenvironment tulang normal yang menyebabkan
terjadinya interaksi populasi sel-sel dari cavum medullary (Endosteum) ,
periosteum, dan jaringan otot.
Peranan signaling dan sel-sel dari berbagai jaringan sekitar fraktur ini
serta micro environment jaringan tersebut adalah unik dan berperan pada
keragaman sifat dalam pembentukan jaringan pada fraktur site. Gambaran
histologi dan biologi dari fraktur healing dan sel-sel imun yang umum muncul
pada setiap tahap dari fraktur healing dan tahap-tahap dimana spesifik imun
dihasilkan atau sitokin modifikasi yang dihasilkan bekerja .
Hal ini menarik untuk diketahui bahwa keterlibatan sistem immun dalam
fraktur healing bukan merupakan konsep baru meskipun banyak fokus-fokus awal
berada dalam pengaturan fraktur healing oleh sel-sel imun yang berhubungan
dengan signaling sitokin. Kecuali proses tersebut berhubungan dengan
perkembangan embriologi dan pertumbuhan postnatal yang diatur oleh
ontogenetik dan mekanisme endokrin, Fraktur healing setelah suatu trauma
dimulai secara lokal oleh mekanisme pengaturan yang berhubungan dengan
inflamasi dan respon immun bawaan lahir.
Gambar 5: Diagram fase penyembuhan tulang: beberapa jam setelah fraktur maka sel periosteum dan endosteum berproliferasi dan tumbuh dicelah antara tepi patahan tulang dan akan membentuk kalus. Kemudian tumbuh vaskular yg secara cepat diikuti pembentukan tulang. Pada kalus yang matur akan digantikan susunan sel tulang yang terorganisir
Gambar 6. Fase penyembuhan patah tulang dan yang mempengaruhinya (dikutip
dari Lorenzo Osteoimmunologi hal 345 )
Callus terbentuk dari dua proses yang berbeda yang muncul secara
simultan. Periosteum berhubungan dengan ujung fraktur, ekspansi sel-sel
osteoblastik muncul dan woven bone, yang dominan kolagen tipe 1, terkumpul.
Sel-sel ini muncul melalui diferensiasi stem sel mesenkimal (MSC) dari sel-sel
yang direkrut pada area yang terluka. Penelitian memeriksa pensinyalan homing
dari SDF-1 dan afinitasnya untuk CXCR-4 terjadi. Peningkatan uptake
subperiosteal pada saat pembentukan callus, mendukung pendapat bahwa stem sel
direkrut dari jaringan disekitarnya atau secara sistematis ke area yang spesifik.
Proses ini terjadi osifikasi intramembranous secara perifer di proksimal dan
distal didaerah yang berdekatan dengan garis fraktur dan ditandai dengan
perluasan periosteum.
Dalam dua minggu pertama setelah fraktur, mayoritas jaringan baru yang
disintesis terbuat dari proliferasi kondrosit. Secara spasial sel-sel ini muncul
secara langsung pada lokasi fraktur dan menjembatani gap antara ujung fraktur,
dan menutup ruang intrameduler. Sel-sel ini berproliferasi, secara radier
meningkatkan diameter callus. Sel-sel mensekresi kolagen tipe 2 ke daerah
sekitar matriks. Sementara area proliferasi tulang rawan dipenuhi sel-sel imun,
analisis histologis menunjukkan bahwa terdapat sel-sel Th-2 positif dalam
pembentukan callus di daerah granulasi dan pembentukan jaringan fibroblas yang
berdekatan dengan tulang rawan. Kemudian, makrofag terkluster di perifer dalam
pembentukan pulau-pulau tulang rawan, berdekatan daerah osfikasi tulang rawan
dan dimana neovaskularisasi terjadi. Yang menarik, sel-sel Th juga ditemukan
sebagai sebagai tipe sel predominan di area fraktur non-union. Tidak adanya sel
Th di daerah regenerasi tulang, dan adanya sel-sel ini di daerah proliferasi
fibroblastik menunjukkan bahwa sel-sel Th mungkin berperan dalam terjadinya
penyembuhan lambat dari patah tulang
Bukti keterlibatan langsung sel T dalam kontrol fraktur healing datang dari
penelitian selama 20 tahun yang menunjukkan efek negatif dari deplesi limfosit
pada fraktur healing.
Ketika soft callus dan hard callus semakin bertambah jumlahnya dalam
beberapa minggu setelah fraktur memberikan support dan kekakuan .Area yang
tertutup cartilaginous callus mengalami resorpsi. Resorbsi kartilago tidak bisa
dimulai meskipun kondrosit sudah mengalami maturasi hipertrofik,matrix
kartilago sudah terkalsifikasi dan invasi vaskuler sudah terjadi. Pada akhir fase
endochondral,kondrosit yang terdapat pada matrix kartilago mineral mengalami
apoptosis , matrix diresorbsi oleh spesifik protease dan infiltrasi osteoclast dan
angiogenesis dapat diobservasi pada callus. Hipertrophic chondrosit apoptosis
dimediasi oleh TNF- regulasi aktivasi TNFr1 dan regulasi Fas oleh TNF. Peran
sinergis antara Fas dan Fas ligand menyebabkan mediasi apoptosis kondrosit telah
didemonstrasikan pada tikus menunjukkan autoimun lupus like syndrome, dimana
reseptor Fas mengalami mutasi.
Program apoptosis kondrosit menimbulkan lapisan kalsifikasi matrix,
dimana pembuluh darah mengalami proses invasi. Resorbsi osteoclast dan
produksi osteoblast secara simultan memproduksi kolagen tipe-1 dan matrix
kalsifikasi, kemudian terbentuk initial matrix dari woven bone. Selama periode
ini,tulang baru mengalami mineralisasi diikuti dengan periode waktu yang lama
untuk remodeling jaringan tulang ketika marrow space dan kompartemen
hematopoietic telah muncul dan tulang kembali ke struktur asal. Pada periode
coupled remodeling ini tadi oleh mediasi oleh kelompok percobaan yang tertutup.
Inhibisi lengkap pembentukan osteoclast oleh blokade antibodi RANK reseptor
menyebabkan apoptosis kondrosit lain, atau akan mempengaruhi deposisi tulang
baru pada callus.
Peranan Messenchymal Stem Cell Pada Fungsi Imun
Penyembuhan fraktur dan regenerasi tulang di stimulasi oleh berbagai
macam prosedur pembedahan ortopedi dan juga penggunaan stem cell. Sel ini
telah lama didefinisikan sebagai multipotent stem cell yang memperlihatkan
sifatnya baik dengan in vivo atau in vitro kondisi percobaan pada seseorang
dengan berbagai jaringan mesenkimal yang berbeda (otot,lemak,krtilago,tendon
dan ligament). MSC sendiri diturunkan dari sel berbagai macam
jaringan,termasuk sumsum tulang, periosteum, otot dan juga dari lemak.
Aktivitas immunomodulatory MSC sangat penting dalam pembentukan
hematopoietic pada marrow space selama regenerasi tulang setelah cedera. MSC
telah menunjukkan interaksi dengan berbagai macam sel imun pada berbagai
tingkat penyembuhan patah tulang.
Pada awalnya,setelah cedera, MSC akan berinteraksi dengan sel NK yang
berperan dengan sel NK yang berperan dalam innate respon imun.Hal ini sangat
menarik bahwa MSC tampak menekan proliferasi dan aktivitas sitotoksik dari sel
NK. MSC juga menunjukkan penghambatan differensiasi monosit dan
hematopoietik ke dalam sel dendritik. Tetapi menstimulasi diferensiasi sel
dendritik berubah menjadi bentuk sel pro ke sel anti inflammatory cytokine
Aktivitas tersebut bersinergi dengan fungsi sel NK dan dendritik untuk
meningkatkan antigen presenting cell dan respon adaptif terhadap kondisi sepsis
setelah trauma. MSC juga memperlihatkan pengaruh langsung terhadap
pertumbuhan sel B dan sel T.
Dalam memahami peranan MSC dan interaksi sel B dan sel T, pada studi
in vitro menunjukkan bahwa MSC dapat menekan proliferasi dan aktivasi kedua
tipe sel. Dalam memahami inhibisi MSC oleh T-cell, tercatat pada
awalnya .Tetapi efek inhibitor MSC pada proliferasi sel B tergantung pada jumlah
MSC, sehingga jumlah MSC yang rendah akan menghambat proses ini,
sebaliknya jumlah yang banyak akan menstimulasi proliferasi sel B. data terbaru
menunjukkan bahwa lyphopoesis B dimediasi oleh Gsα- dependent signaling
pathway pada sel osteoprogenitor, yang dapat konsisten diamati pada less
differentiated MSCs yang direkrut menuju tempat fraktur .
Pada pengamatan fraktur tikus dijumpai bahwa proses penyembuhannya melalui
kalsifikasi enchondral. Lapisan cambium dari periosteum mengalami proliferasi
terjadi proliferasi chondroblast dan Osteoblast, lapisan ini diduga lapisan awal
pembentukan callus. Prosessus sitoplasmic dari chondrosit yang hipertrofi
membentuk tonjolan vesikel matriks. Aktifitas alkali phosphatase terdeteksi pada
plasma pada chondrosit hipertrofi dan plasma membrane sebelum terjadinya
deposisi mineral. Kalsifikasi terjadi dengan pengendapan Kristal Ca
Hydroxyapatit disekitar matrix didaerah aktifitas Alkali Phospatase Jadi ada
hubungan erat aktifitas Alk P dengan pembentukan callus pada penyembuhan
fraktur (Umraz Khan et al 2000)
II.7. Biomekanika tulang
Fungsi dari tulang adalah menyediakan kekuatan struktural terhadap
penggunaan mekanika. Hal ini berarti bahwa tulang menyediakan kekuatan yang
cukup untuk menjaga beban fisik dari nyeri dan kerusakan. Deformasi tulang
melalui beban mekanik adalah gambaran kompleks. Tergantung tidak hanya pada
struktur tulang tetapi pada aksi beberapa jaringan (sendi,otot, ligamen, dan
tulang). Penelitian terakhir mengusulkan bahwa tulang menggambarkan perilaku
adaptif yang diluar kebiasaan saat menghadapi perubahan lingkungan mekanik,
yang mana sering disebut “plastisitas fenotif”. Sinyal spesifik tergantung tegangan
adalah untuk mengontrol mode adaptif ini dari modelling jaringan tulang.
Mekanisme adaptif termasuk Basic Multicellular Units (BMUs) dari remodelling
tulang. Sementara hormon-hormon membawa sekitar 10% dari perubahan post-
natal dalam kekuatan dan massa tulang, 40% ditentukan efek mekanik. Ini telah
ditunjukan oleh hilangnya massa tulang pada pasien paraplegia (>40%).
Modelling muncul dengan pemisahan pembentukan dan resorpsi dan membentuk
tulang, ketebalan, dan kekuatan tulang atau trabekula dengan menggerakkan
permukaan sekitar ruang jaringan. Remodelling juga termasuk resorpsi dan
pembentukan tulang. BMU merubah tulang menjadi paket kecil melalui proses
dimana sebuah proses aktifasi menyebabkan resorpsi tulang, dan pembentukan
tulang mengikutinya. Remodeling berdasar BMU ini beroperasi dalam dua mode:
konservasi dan disuse. Ambang tegangan khusus mengontrol kedua mode ini pada
waktu-waktu tertentu.
Gambar 28.
Karena remodeling dan modeling tulang terkait beban merupakan proses
seluler yang sangat dinamis, deformasi jaringan dalam tensile strains merupakan
stimulus pada regenerasi tulang. Secara umun dikatakan bahwa gaya mengawali
deformasi selulaer disinyali pada genom seluler melalui mekanisme
mekanotrasnduksi. Mekanotransduksi atau konversi gaya biofisik ke respons
seluler merupakan mekanisme esensial dalam biologi tulang. Menyebabkan sel-sel
tulang merespon perubahan lingkungan mekanik.
Mekanotransduksi dapat dikategorikan kedalam :
(1) Mekanokoupling, yang mana transduksi gaya mekanik diaplikasi ke
jaringan ke dalam sinyal mekanik diterima sel-sel tulang;
(2) Biokemikal coupling, transduksi sinyal mekanik lokal ke sinyal
biokemikal menurunkan ekspresi gen atau aktifasi protein;
(3) Transmisi sinyal dari sel-sel sensor ke sel efektor, yang sebenarnya
membentuk atau membuang tulang
(4) Respon sel efektor. Ketika beban diberikan ke tulang, jaringan mulai
mendeformasi menyebabkan tegangan lokal (tercatat dalam unit-unit microstrains;
10.000 micro = 1% perubahan panjang). Dikenal bahwa osteoblas dan osteosit
beraksi sebagai sensor lokal regangan tulang dan bahwa mereka berlokasi di
tulang untuk peran tersebut. Beberapa peneliti mempercayai bahwa beban reaktif
memberi kenaikan regangan yang relatif tinggi pada frekuensi yang fundamental
yang meluas dari 1-10Hz. Ditemukan bahwa regangan puncak terhitung dalam
variasi yang luas spesies hampir mirip, berkisar antara 2000-35000 microstrain.
Lanyon menunjukkan bahwa dengan periode sekali beban, remodeling tersaturasi
setelah hanya beberapa (<<50) siklus beban. Pengulangan regangan selanjutnya
kemudian tidak memproduksi efek ekstra.
Ada beberapa pendapat untuk mekanisme transduksi biofisik pada tingkat
seluler.
Stimulus biofisik pada sel-sel dapat berupa :
- Efek mekanikal
- Efek elektro-mekanikal
- Efek termis
- Efek radiasi
- Tekanan
- Gradien tekanan
- Distorsi
- Peninggian transport molekuler
- Dissipasi energi
Sebagian besar penelitian berpendapat bahwa transduksi regangan mekanik
mungkin berhubungan langsung dengan deformasi mekanikal dari ultrastruktur
organel atau protein, oleh karenanya mengkonversi informasi mekanis ke sinyal
biokemis. Meskipun tekanan hidrostatis diusulkan sebagai analogi regangan
fisiologis dan untuk membuat ulang efek-efek regangan fisiologis, tidak ada
distorsi yang signifikan atau distorsi dari sel berisi cairan dapat muncul sampai
tercapai tekanan yang sangat tinggi. Elongasi sel tampak sebagai gaya untuk
sinyal transduksi.
Penelitian untuk elongasi sel invitro mendemonstrasikan bahwa beban
fisiologis dari sel-sel seperti osteoblas menginduksi diferensiasi osteoblas, dimana
beban hiperfisiologis cenderung untuk dediferensiasi sel menjadi fenotip
fibroblastik. Diasumsikan bahwa sensor regangan dihubungkan ke sitokeleton .
Jika sensor regangan diletakkan di sitoskeleton, kemudian deformasi dari struktur
ini akan cendeerung menjadi homogen karena kompartemen-kompartemen yang
berbeda akan merubah properti mekanikal dan link terlemah akan paling
mendeformasi. Pada model ini, elongasi dari sel-sel tulang tampak mempengaruhi
kejadian subsekuen transkripsional.
Lingkungan biologis fungsional dari berbagai jaringan tulang merupakan
derivat dari interaksi dinamis antara berbagai BMU aktif ekspos ke lingkungan
mikro biofisik menjalani perubahan berkelanjutan terkait beban. Pembentukan
tulang muncul melalui perubahan terpisah dan resorpsi untuk reshape, menebal,
dan menguatkan tulang atau trabekula dengan menggerakkan permukaan
sekitarnya. Sementara teori modeling tulang terkait beban diasumsikan aplikabel
hanya untuk tulang yang intak, penelitian terakhir menunjukkan bahwa proses
adaptif ini juga ada pada proses healing tulang.
Karena estrogen reseptor menunjukkan terlibat dalam respons adaptif dari
osteoblas ke regangan mekanikal, tranduksi gaya biofisik tampak juga
berhubungan dengan regulasi hormon pada turnover tulang, indikasi untuk situasi
kompleks dari perilaku sel tulang menjadi sinyal tingkat molekuler. Bukti
menunjukkan konsep bahwa sinyal biofisik mampu meregulasi perilaku sel tulang
secara positif diterima, tetapi hubungan antara gaya biofisik dan efek resultan
pada tulang adalah untuk memperluas kontradiksi. Dimana beberapa penelitian
menawarkan bukti bahwa gaya biofisik, termasuk deformasi substrat, tekanan
hidrostatik, aliran cairan, atau hipergravitasi, meningkatkan ekspresi dan atau
sintesis dari marker diferensiasi sel tulang, yang lain gagal untuk melakukan hal
yang sama atau bahkan melaporkan efek negatif stimulus biofisik pada
diferensiasi dan proliferasi sel. Bukti yang kontradiktif ini dapat diasumsikan
berhubungan dengan fakta bahwa beberapa stimulus biofisik mendesak
diferensiasi garis sel tulang dalam eksperimental.
Ketika efek biomekanikal dipertimbangkan pada tingkat jaringan, itu penting
untuk mengenali bahwa efek-efek mekanikal dan elektrikal mendesak tulang
secara simultan. Interaksi mekanikal dan elektrikal, menjadi cukup kompleks
selama proses modeling dan remodeling, integrasi aksi beberapa sinyal untuk
membentuk respon final. Deformasi jaringan sebagai stimulus kunci dalam
fisiologi tulang mengawali ke lingkungan biofisik yang kompleks, tidak seragam
didalam jaringan tulang, mengandung aliran cairan, regangan mekanikal langsung,
dan efek elektrokinetik pada sel tulang. Pada tingkat jaringan, beberapa peneliti,
mengasumsikan diferensiasi jaringan menjadi material lanjut, mengevaluasi sinyal
biofisik dengan mengkarakterisasi stimulus dalam kuantitas engineering.
Berdasarkan properti material jaringan dan aproksimasi beban jaringan dalam
situasi eksperimental atau klinis yang berbeda, kuantitas ini dihitung melalui
jaringan dan berhubungan dengan beberapa gambaran diferensiasi jaringan.
Mekanisme biofisik mendasari respons jaringan berhubungan secara langsung
dengan efek mekanik, efek elektromekanikal atau peningkatan transport
molekuler. Tekanan, distorsi, gradien tekanan, dan disipasi energi merupakan
kuantitas tingkat enginering tambahan yang terhitung dan berhubungan dengan
respons jaringan oleh beberpa penulis.
Beban menginduksi aliran cairan interstitial diusulkan untuk meneliti
gambaran konvergensi dasar antara sinyal elektrikal dan mekanikal dihasilkan dari
mengefektifkan tingkat seluler, ini memacu pembentukan jaringan keras
subsekuen pada adaptasi. Beban tulang mengawali deformasi sel di lingkungan
mikro jaringan dan secara simultan ke pembentukan aliran cairan ke potensial
listrik. Gradien tekanan dari beban mekanikal tulang mengelongasi sel-sel dan
mineralissasi matriks dan menggerakan cairan ekstraseluler secara radial keluar.
Aliran cairan menghasilkan potensial listrik yang mendesak efek-efek pada sel-sel
terkait.
Lapangan elektrik dan frekuensi yang akan muncul secara endogen sebagai
hasil dari beban fisiologi tulang melalui efek piezoelektrik, p0tensial streaming,
atau kombinasi keduanya, mendemonstrasikan untuk memodulasi pembentukan
tulang di tulang craniofasial juga. Sensitifitas dari biofisik mengarahkan respons
tulang ditemukan lebih besar ketika sel-sel merupakan bagian dari jaringan
dievaluasi perbagian. Sistem jaringan tulang terintegrasi dan terkuatkan sinyal
fisik kompleks seperti regangan mekanik atau induksi fungsional aliran cairan
dengan mentransmisikan sinyal dari sel-sel pendeteksi ke sel-sel pengubah.
Sel-sel tulang secara fungsional ter-couple secara invivo maupun invitro
dengan gap junctions. Gap junction, yang mana sesuai ke integrasi dan
amplifikasi pada respon sel tulang jaringan sinyal biofisik, oleh karenanya
mediator-mediator penting pada respons efektor. Aturan gap junction pada sinyal
biofisik transduksi pada tingkat jaringan teramplifikasi pada respons sel tulang ke
elektro magnet field (EMF). Berbeda dengan dengan sel singel, jaringan
interseluler ditemukan berkontribusi kepada kemampuan EMF untuk
menstimulasi alkalin fosfatase, marker untuk diferensiasi osteoblastik,
menyarankan bahwa gap junction terlibat dalam peningkatan diferensiasi EMF
terstimulasi osteoblastik. Gap junction juga mendemonstrasikan untuk
berkontribusi pada responsifitas sel tulang ke sinyal biofisik lain.
II. 8. BIOMEKANIK KARTILAGO
Biomekanik kartilago tergantung jenisnya. Perkembangan dan
pemeliharaan struktur kartilago dan karakteristik mekanik sangat berhubungan
dengan beban mekanik. Dampak beban pada struktur dan fungsi kartilago sangat
penting terutama pada kartilago hyalin artikuler. Fisilogi beban sendi
dipertahankan oleh fungsi dan struktur kartilago. Dalam hal pengatur jaringan,
penting diketahui bahwa tekanan pada defek kartilago atau sekitar jaringan akan
merubah kondisi mekanik normal dan kemudian merusak integritas jaringan
sebelum dan setelah implantasi sel. Struktur histologis kartilago artikuler
tergantung dari beban mekanik lokal pada kondrosit diberbagai zona berbeda.
Sangat kontras dengan tulang, dimana informasi kuantitatif tergantung pada
stress dan sprain in vivo dalam kondisi berbeda. Untuk kartilago artikuler terdapat
tantangan unik dengan besaran dan nilai loading/beban dalam sendi sebagai
parameter yang menentukan . Kartilago bisa dianggap sebagai materi gabungan.
Bisa dianggap sebagai campuran antara cairan dan benda solid (karena hubungan
yang dekat antara kedua komponen). Kondrosit secara langsung melekat pada
ECM dan menjadi bagian cairan jaringan kartilago. Struktur zona kartilago
artikuler penting terhadap kemampuan dalam mendukung kekuatan sendi
fisiologis. Bentuk stress , strain dan aliran cairan yang terbentuk dalam sendi
menghasilkan rongga dan perubahan temporal fungsi kondrosit. Gaya luar
ditransmisikan melalui sendi dan jaringan berdekatan menghasilkan tekanan
diatas area kontak pada kedua permukaan kartilago.
Hanya sedikit informasi pada lingkungan mekanik in vivo normal. Tekanan
pada sendi normal sulit ditentukan secara invivo, tetapi fakta dari penelitian
eksperimental mengindikasikan stres normal dengan rentang dari 5-10 Mpa pada
sendi hewan dan manusia. Besarnya tekanan pada kartilago artikuler dapat
melampaui 18 Mpa dibawah kondisi eksperimental berbeda ( Hodge et al., 1989).
Pada area puncak tekanan sebagian besar gaya ditransmisikan melewati lapisan
film cairan tipis pada area sendi berlawanan. Beban cenderung membentuk
jaringan kartilago tetapi beban kompresi dan perubahan bentuk jaringan dihambat
oleh ;
- Tekanan pada fase solid
- Pembentukan tekanan cairan
- Hambatan perubahan jaringan oleh tulang subchondral impermeabel
didekatnya dan permukaan kartilago berdekatan disekelilingnya.
- Beban intermiten (yang terjadi saat gerak normal sendi) memindahkan
tekanan hidrostatik cyclic pada cairan intersisial.
- Pada sendi matur, beban cyclic menghasilkan tekanan cairan hidrostatik
cyclic melalui keseluruhan tebal kartilago yang sebanding dengan
besarnya gaya yang bekerja pada sendi. Tekanan pada komponen cairan
intersisial kartilago memindahkan beban pada jaringan sekitar, dengan
mendistribusikan gaya pada jaringan tulang yang mendasarinya dengan
cara yang efisien. Zona superfisial kartilago mengeluarkan cairan
intersisial dan mengkonsolidasikan, membentuk segel efektif pada
permukaan sendi. Pada zona radial kartilago artikuler, aliran cairan lebih
rendah dibanding zona superfisial, dibatasi lateral oleh jaringan
berdekatan, dibawah oleh lapisan tulang subchondral, dan diatas oleh
zona permukaan konsolidasi.
Gambar 29.
Diluar aliran cairan terutama terlihat pada lapisan superfisial diluar kontak
area. Pada kondisi tersebut strain kompresif sangat penting. Matrik lapisan
superfisial menggabungkan sel pada daerah ini, menyebabkan perubahan
substansi kompresif ( Strain). Jaringan kolagen menahan tekanan tensil dan shear
dan strain sementara komponen cairan menahan stres kompresi hidrostatik yang
tinggi yang dihasilkan. Stres shear dibentuk pada kartilago selalu berhubungan
dengan strain tensil pada beberapa arah. Sebagai tambahan beban yang
berhubungan dengan strain kompresif, gerakan mengguling pada permukaan sendi
berlawanan mengganggu Strain Tensil Cyclic tegak lurus permukaan kartilago
pada area superficial. Pada zona tipis, fibril kolagen diorientasikan sejajar pada
permukaan artikuler. Stres tidak merata didistribusikan pada jaringan kartilago.
Puncak strain komprsif nampak pada lapisan superfisial, dimana strain menurun
dekat lapisan kartilago terkalsifikasi. Ini penting untuk dicatat bahwa efek yang
berlawanan pada shear dan tekanan pada fungsi kondrosit, menunjukkan komplek
mekanobiologi kartilago.
Penting untuk diketahui bahwa kondrosit ( seperti sel tulang) tidak
terkompresi dan mereka tidak memberikan struktur spesial menahan beban.
Karena komposisi dan struktur kartilago artikuler dan pasangan intrinsik diantara
sifat mekanik dan fisiomekanik jaringan berlawanan dengan jaringan tulang, lebih
sulit untuk mendapat pengertian lengkap tentang jalur transduksi sinyal mekanik
yang digunakan kondrosit. Prinsip pada isu ini adalah pengertian lingkungan
mekanik kondrosit didalam kartilago artikuler ECM. Sebagai contoh, beban
kompresif pada kartilago pada matrik ekstraseluler membuka kondrosit pada
spasium dan stres, strain dan aliran cairan dan tekanan, tekanan osmotik dan
medan listrik. Telah ditemukan bahwa dalam bentuk kondisi terbebani, tertekan,
dan lingkungan kimia kondrosit diubah oleh perubahan yang dibentuk dalam
ECM seperti pada tekanan cairan lokal dan aliran cairan. Kondrosit pada kartilago
artikuler dalam perubahan besar pada bentuk dan jarak interseluler seperti
perubahan ECM.
BAB III. PEMBAHASAN
Patah tulang sudah terjadi sejak zaman dahulu awal manusia, merupakan
trauma yang sering terjadi. Diagnostik dan Penanganannya juga sudah ada
berbagai tehnik. Pada zaman sekarang penanganan dengan operasi dan konservatif
menggunakan gips atau casting hasilnya cukup memuaskan. Pengetahuan seluler
dan biomolekuler tentang tulang dan proses regenerasinya juga sudah mulai
terkuak, sehingga kecacatan bisa dicegah dan fungsi kehidupan sehari-hari bisa
mendekati normal. Proses penyembuhan fraktur tulang meliputi beberapa tahapan
yaitu yaitu hematoma yang disertai dengan proses inflamasi, jaringan granulasi,
jaringan ikat, jaringan fibrokartilago, proses mineralisasi dan proses pembentukan
tulang (osifikasi), serta tulang yang mengalami remodelling pada bagian tulang
cancelous maupun cortical. Dengan demikian proses penyembuhan tulang tidak
lain juga merupakan proses penyembuhan luka yang melibatkan berbagai
jaringan, baik jaringan tulang sendiri maupun berbagai jenis jaringan lain
disekitarnya. Proses tersebut merupakan proses yang kompleks dan berjalan
secara bertahap dan simultan yang menghasilkan suatu jaringn yang semula lebih
elastis dan tidak rigid menjadi jaringan tulang yang keras, rigid dan kurang elastis.
Proses ini juga merupakan serangkaian perubahan seluler, matriks tulang, dan
vaskuler yang mekibatkan berbagai mediator kimiawi sebagai respon inflamasi
terhadap trauma.
Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana pada anak-
anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan yang positif, sedangkan pada
orang dewasa terjadi keseimbangan yang negatif. Remodeling juga masih terjadi
setelah penyembuhan suatu fraktur. Proses penyembuhan tulang terutama
tergantung karena resorbsi oleh sel Osteoclast dari tulang yang diikuti
pembentukan tulang baru oleh sel Osteoblast.
Pemahaman terhadap pembentukan, pertumbuhan, maturasi serta proses
penyembuhan patah tulang merupakan hal yang sangat penting. Dengan
mempelajari dan memahami proses penyembuhan patah tulang maka penentuan
cara terapi pengobatan dan prognosa terhadap pasien yang menderita patah
tulang akan semakin baik
BAB IV. KESIMPULAN
Penyembuhan fraktur tulang adalah proses regenerasi sel-sel tulang setalah
suatu fraktur yang sangat dipengaruhi oleh faktor suplai pembuluh darah dan
stabilitas fragmen fraktur. Proses tersebut dapat dijelaskan secara biomolekuler,
yaitu merupakan suatu kaskade fenomena seluler dengan peranan berbagai
mediator kimiawi seperti Prostaglandin, Morphogen, dan Growth Factor yang
dilepaskan oleh sel-sel tulang, otot, jaringan ikat, dan sel-sel inflamasi pada
daerah fraktur. Dalam 24-48 jam sesudah fraktur terbentuk hematom yang
didalamnya terdapat sel-sel predominan sel T helper dan makrofag,
Menunjukkan hal tersebut merupakan sumber primer dari banyak cytokin atau
faktor morfogenetik yang memacu awal terjadinya penyembuhan patah tulang.
Data cenderung menjelaskan bahwa sel imun dan produksi cytokin pada
hematom penting untuk mengawali penyembuhan patah tulang
Terdapat dua jenis penyembuhan fraktur yaitu penyembuhan secara primer dan
sekunder melalui pembentukan callus yang masing-masing mempunyai tahapan
aktivitas seluler. Proses ini dipengaruhi oleh terapi yang diberikan pada berbagai
jenis fraktur dan faktor-faktor sistemik maupun lokal.
• Berlangsung dengan bantuan “angiogenetic factor“. Sel endotel
vaskuler di daerah fraktur & otot dan jar lunak sekitar akan
mengalami penonjolan sitoplasma sehingga neovaskuler terbentuk
dengan cara migrasi & reduplikasi. Vaskuler terbentuk ini berjalan
paralel satu sama lainnya dan tegak lurus terhadap fraktur. Pada fase
awal neovaskularisasi lebih banyak terdapat disekitar pembuluh
darah periosteum, sdk fase selanjutnya pembuluh darah arteri
nutricia dari medulla lebih memegang peran penting.
• Fibroblast growth factor ( FGF ) adalah mediator yang terpenting
pada proses angiogenesis penyembuhan fraktur tulang dan dihasilkan