MASTERPLAN MINAPOLITAN KABUPATEN BOGOR Tim Penyusun : Lala M. Kolopaking Kadarwan Soewardi Linawati Hardjito Ernan Rustiadi Taryono Kodiran Siti Nursyiah Prastowo Odang Carman Yoyoh Indaryanti Dyah Ita Mardiyaningsih Nuning Koesumowardani Muhamad Alif Razi Eka Hermawan Susanto Dewi Setyawati Johan Kerjasama BADAN PERENCANAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR dengan PUSAT STUDI PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MASTERPLAN MINAPOLITAN KABUPATEN BOGOR
Tim Penyusun : Lala M. Kolopaking
Kadarwan Soewardi Linawati Hardjito
Ernan Rustiadi Taryono Kodiran
Siti Nursyiah Prastowo
Odang Carman Yoyoh Indaryanti
Dyah Ita Mardiyaningsih Nuning Koesumowardani
Muhamad Alif Razi Eka Hermawan Susanto
Dewi Setyawati Johan
KerjasamaBADAN PERENCANAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR
dengan PUSAT STUDI PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAANLEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor
ii
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya “Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor” ini dapat diselesaikan.
Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama antara PSP3 - LPPM IPB dengan BAPPEDA
Kabupaten Bogor berdasarkan Surat Kuasa Melaksanakan Pekerjaan Swakelola Kajian
Akademis oleh Perguruan Tinggi.
Dokumen Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor ini merupakan bentuk Laporan Akhir
dari pertanggungjawaban PSP3-IPB dalam pelaksanaan kegiatan Penyusunan
Masterplan Minapolitan di Kabupaten Bogor. Laporan ini dibuat berdasarkan data dan
informasi yang diperoleh melalui beragam pendekatan dari wawancara mendalam,
observasi langsung, survey terhadap stakeholder terkait maupun diskusi kelompok
terarah pada beragam tingkatan. Selain itu, laporan ini dilengkapi dengan masukan-
masukan yang diterima oleh Tim pada saat kegiatan ekspose Laporan Pendahuluan dan
Laporan Antara. Dalam laporan antara ini sudah dipaparkan rencana pengembangan
kawasan minapolitan di Kabupaten Bogor dengan beberapa indikasi program yang perlu
dilakukan dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Paparan rencana pengembangan kawasan minapolitan ini masih belum sempurna
sehingga diharapkan masukan dan saran untuk mendapatkan satu dokumen Master Plan
Minapolitan Kabupaten Bogor yang baik.
Terima kasih
Bogor, November 2010
Tim Penyusun
MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel v
Daftar Gambar v
I. PENDAHULUAN I-1
1.1. Latar Belakang I-1
1.2. Tujuan dan Sasaran I-2
1.2.1. Tujuan I-3
1.2.2. Sasaran I-3
1.3. Ruang Lingkup Kegiatan I-3
II. KONSEP DAN KERANGKA TEORU PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLTAN II-1
2.1. Pengertian dan Ciri Kawasan Minapolitan II-1
2.1.1. Pengertian umum II-1
2.1.2. Kriteia Kawasan Minapolitan II-2
2.2. Rencana Pengembangan Kawasan Minapolitan II-3
2.2.1. Komoditi Unggulan II-3
2.2.2. Prinsip, Tujuan dan Perencanaan Pengembangan Kawasan Minapolitan II-4
2.2.3. Konsep Rencana Tata Ruang Kawasan Minpolitan II-7
2.2.4. Kedudukan Rencana Tata Ruang Minapolitan dalam Sistem Pengembangan Wilayah Kabupaten/Kota II-8
2.2.5. Konsep Kelembagaabn Minapolitan II-9
2.3 Tujuan Minapolitan II-12
2.4. Sasaran Minapolitan II-12
III. TINJAUAN KEBIJAKAN III-1
3.1. Kebijakan Nasional Minapolitan III-1
3.2. Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten III - 3
MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor
iv
Bogor: Perda No. 19 Tahun 2008
3.3. Kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Memengah Daerah
(RPJM-D) Kabupaten Bogor 2008-2013: Perda No. 7 Tahun 2009
III-11
3.4. Peraturan Terkait Minapolitan III-13
IV. WAKTU DAN LOKASI KEGIATAN 4-1
4.1. Lokasi Kegiatan di Empat Kecamatan 4-1
4.2.1. Kerangka Pendekatan Studi IV-2
4.2.1. Pendekatan Penyusunan Master Plan IV-2
4.2.2. Pendekatan Pengembangan Minapolitan IV-4
4.2.3. Pendekatan Agribisnis dalam Pengembangan Minapolitan IV-5
4.3. Pendekatan Keilmuan Terkait IV-7
4.3.1. Pendekatan Peerikanan Budidaya IV-7
4.3.2. Pendekatan Pengolahan Perikanan IV-8
4.3.3. Pendekatan Hidrologi IV-9
4.3.4. Pendekatan Kelembagaan dan Sosial Ekonomi Perikanan IV-9
4.3.5. Pendekatan Pengembangan Wilayah IV-10
4.3.6. Pendekatan Lanskap IV-11
4.4. Pelaporan IV-18
V. KONDISI UMUM KAWASAN MINAPOLITAN V-1
5.1. Batas Administrasi dan Geografis Wilayah V-1
5.2. Kondisi Demografi V-1
5.3. Kondisi Ekonomi Wilayah V- 2
5.4. Biofisik dan Tata Guna Lahan V - 4
5.5. Kondisi Perikanan V - 7
VI. ANALISIS POTENSI DAN PERMASALAHAN VI-1
6.1. Potensi budidaya Perikanan Air Tawar VI-1
6.2. Pemasaran VI-2
6.3. Permasalahan Perikanan Budidaya VI-2
6.3.1. Permaalahan Pembenihan VI-3
6.3.2. Permasalahan di Tingkat Pendeder VI-3
6.3.3. Permasalahan di Tingkat Pembesaran VI-4
6.4. Potensi Pengolahan Produk Perikanan VI-4
6.4.1. Jenis Pengolahan VI-6
MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor
v
6.4.2. Permasalahan Pengolahan VI-7
6.4.3. Potensi Calon Sentra Pengolahan VI-7
6.5. Pemasaran VI-8
6.5.1. Pemasaran Ikan Segar VI-8
6.5.2. Pemasaran Ikan Olahan VI-9
6.6. Sistim Tata Air VI-11
6.7. Kebijakan Terkait Minapolitan VI-15
6.8. Isu dan Permasalahan Kelembagaan VI-17
6.9. Potensi Minawisata VI-18
6.9.1. Infrastruktur Wilayah VI-18
6.9.2. Identifikasi dan Analisis Potensi Lanskap Kawasan Minapolitan VI-18
6.9.3. Analisis Kelayakan Lanskap untuk Minawisata VI-24
VII. STRATEGI DAN RENCANA PENGEMBANGAN VII-1
7.1. Penetapan Kawasan Pengembangan VII-1
7.2. Penetapan Produk Unggulan VII-1
7.3. Rencana Pengembangan Potensi Perikanan Budidaya VII-3
7.4. Rencana Pengembangan Potensi Pengolahan VII-3
7.4.1. Pengembangan Produk Olahan VII-3
7.4.2. Pengembangan Teknologi Pengolahan VII-4
7.5. Arahan dan Rencana Pengembangan Lanskap Minawisata VII-8
7.6. Arahan dan Rencana Pengembangan Kelembagaan VII-13
VIII. INDIKASI PROGRAM VIII-1
DAFTAR PUSTAKA D&L-1
LAMPIRAN Lampiran-2
MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Hal
4.1. Lokasi Kegiatan di 4 Kecamatan IV-1
4.2. Kerangka Pendekatan Penyusunan Masterplan Pengembangan Minapolitan
IV-3
4.3. Alat Perencanaan IV-11
4.4. Kriteria Penilaian Kelayakan Kawasan untuk Wisata IV-14
4.5. Penilaian Akseptibilitas Masyarakat IV-16
5.1. Presentase Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Per Kecamatan di Zona IV
V-2
5.2. PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Kawasan Jabodetabek dan Sekitarnya Tahun 2000 dan 2008
V-3
5.3. Total PDRB, Julah Penduduk dan PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Kawasan Jabodetabek dan Sekitarnya Tahun 2006
V-4
5.4. Jumlah dan Luas Daerah Irrigáis Se-Kabupaten Bogor V-5
5.5 Luasan Masing-masing Penggunaan Lahan di Kabupeten Bogor Tahun 2006
V-7
6.1. Jumlah RTP Pembudidaya, Luas Areal dan Total Produksi Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor
6-1
6.2. Produksi Perikanan Per-kecamatan menurut Jenis Ikan
6.3. Jenis dan Harga Produk Olahan Ikan di CV. Bening dan CV. Bintang Anugerah di PIH Cibinong
VI-10
6.4. Hasil Analisi Neraca Air untuk Budidaya Perikanan VI-11
6.5. Hasil Analisis Debit Bulanan (Lt/Dtet) di Cogrek (53 Hal) Vi-12
6.6. Status Jalan dan Panjang di Kabupaten Bogor VI-1
6.7. Penilaian Kelayakan Kawasan Bogor sebagai Minawisata VI-25
MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor
vii
7.1. Skor Penentuan Komoditas Unggulan Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor
VII-2
7.2. Parameter Penilaian Pengolahan VII-2
7.3. Daftar Fasilitas dan Peralatan untuk Produksi Filet dan Pemanfaatan Hasil Samping
7.4. Fasilitas dan Peralatan untuk Pembuatan Lele Asap VII-6
7.5. Fasilitas dan Peralatan untuk Produksi Surimi VII-7
7.6. Fasilitas yang Diperlukan untuk Proses Produksi Surimi VII-7
7.7. Pilihan Bentuk Kelembagaan Pengelola Kawasan Minpolitan Bogor VII-20
MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Hal
2.1. Konsepsi Pengembangan Minapolitan II-6
2.2. Keterkaitan Pusat Kawasan Minapolitan II-7
2.3. Deskripsi Kawasan Minapolitan II-9
2.4. Keterkaitan Usaha dan Pelakunya di Wilayah Studi II-10
4.1. Peta Lokasi Kegiatan IV-2
4.2. Sistem Agribisnis Perikanan IV-6
4.3. Tahapan Studi IV-13
5.1. Peta Lokasi Kabupaten Bogor V-1
5.2. Peta Wilayah Zona IV V-9
6.1. Kaki naga (VegiFish) (kiri) dan Nuget (kanan) VI-5
6.2. Industri Rumah Tangga Lele Asap dan Pengasapan Lele VI-6
6.3. Aktifitas Penjualan Benih Ikan di Pasar Benih Ciseeng VI-8
6.4. Lokasi Pasar Benih Ikan di Ciseeng VI-8
6.5. Lokasi BP3K, Ciseeng VI-8
6.7. Kolam di Lokasi BP3K VI-8
6.7. CV. Bening dan CV Bintang Anugerah VI-10
6.8. Grafik Curah Hujan Andalan dan Kebutuhan Air Untuk Budidaya Perikanan VI-12
6.9. Skema Daerah Irigasi Cibeuteung-1 VI-13
6.10 Skema Daerah Irigasi Saak BSK3 VI-14
6.11. Skema Daerah Irigasi Curug Serpong VI-15
6.12 Peta Kecamatan Kemang VI-19
MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor
ix
6.13. Peta Kecamatan Ciseeng VI-20
6.14. Kondisi Desa Babakan VI-20
6.15. Kondisi Pasar Ciseeng VI-20
6.16 Kondisi Kawasan Budidaya Ikan Hias VI-21
6.17. Kondisi Kawasan BP3K VI-21
6.18 Pembesaran Lele VI-21
6.19 Peta Kecamatan Parung VI-22
6.20 Kawasan Wisata Tirta Sanita VI-22
6.21. Kawasan Budidaya Lobster VI-22
6.22. Pengolahan Lele Asap VI-23
6.23. Peta Kecamatan Gunung Sindur VI-23
6.24 Beberapa Area Pemancingan VI-24
7.1. Pengolahan Ikan VI-24
7.2. Kaki Naga (Vegi Fish) dan Nuget VII-6
7.3. Proses Pembuatan Lele Asap VII-6
7.4. Proses Pembuatan Surimi VII-6
7.5. Produksi Produk Turunana Surami VII-7
7.7. Konsep Ruang dan Sirkulasi Minawisata Alternatife 1 VII-10
7.8 Lokasi Eksisting dan Desain Alternatif 1 Sentra Minapolitan (BP3K) VII-10
7.9. Kondisi Eksisting Sentra Minapolitan Alternatif 1 VII-11
7.10. Perspektif Sentra Minawisata Alternatif 2 VII-11
7.11. Konsep Ruang dan Sirkulasi Minawisata Alternatif 2 VII-12
7.12. Diagram Ruang Sentra Minapolitan Alternatif 2 (Desa Babakan) VII-12
7.13. Lokasi Eksisting dan Desain Alternatif 2 Sentra Minapolitan VII-13
7.14 Hirarki Pengambilan Keputusan Pengelolaan Sumberdaya Kawasan Minapolitan Bogor VII-18
7.15. Proses Pembentukan Kelembagaan Pengelola Kawasan Minapolitan VII-19
MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor
x
7.16. Tahapan Substantif Pembentukan Kelembagaan Operasional Pengelolaan Kawasan Minapolitan VII-19
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Produksi Perikanan Dapus & Lamp-3
Lampiran 2. Peta Rumah Tangga Perikanan Dapus & Lamp-4
Lampiran 3. Peta Sarana dan Prasarana Dapus & Lamp-5
Lampiran 4. Peta Lokasi Obyek Wisata Minapolitan Dapus & Lamp-6
Lampiran 5. Tabel Indikasi Program Pengembangan Kawasan Minapolitan
Dapus & Lamp-7
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bogor merupakan salah satu kabupaten yang ditunjuk oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) Republik Indonesia (RI) sebagai lokasi Pengembangan Minapolitan.
Kebijakan tersebut seirama dengan Kebijakan Revitalisi Petanian dan Pedesaan (RP3)
Kabupaten Bogor yang menerapkan pendekatan pengembangan pertanian berdasarkan
zonasi. Prinsip Zonasi Pengembangan RP3 ditujukan agar di Kabupaten Bogor ada
percepatan pembangunan pertanian dalam arti luas melalui pengembangan komoditas
unggulan di masing-masing zona. Selaras dengan RP3 tersebut, prinsip pangembangan
minapolitan oleh KKP juga menekankan pengembangan komoditas perikanan unggulan
di masing-masing wilayah berdasarkan kluster wilayah. Program minapolitan merupakan
upaya untuk menjadikan sektor perikanan sebagai sektor unggulan dalam pembangunan
daerah yang kawasannya memiliki potensi perikanan.
Program yang dapat dikembangkan di Zona 4 dan 2 selaras dengan upaya pemerintah
(KKP-RI) untuk menjadikan sektor perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam
pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemilihan produk atau komoditas menjadi sangat
penting karena nantinya diharapkan dapat merupakan branding bagi Kabupaten Bogor,
yang dapat membedakan dengan produk-produk dari daerah lain dan juga memiliki daya
saing yang tinggi. Dalam perkembangannya program minapolitan ini tidak hanya mampu
menggerakkan sektor perikanan saja, melainkan harus berdampak pada pertumbuhan
ekonomi masyarakat secara umum di wilayah tersebut.
Program minapolitan ini merupakan bagian dari strategi besar (grand strategy) KKP
dengan slogan “Revolusi Biru” dalam rangka peningkatan produksi perikanan, dan
peningkatan pendapatan nelayan serta pembudidaya ikan untuk menjadi pendorong
pembangunan daerah. Dalam strategi besar ini, kebijakan RP3 Kabupatern Bogor
memiliki arah yang bersinergi dengan gagasan atau kebijakan KKP-RI dengan
menempatkan perikanan budidaya faktor penggerak pembangunan daerah serta
berkotribusi signifikan tehadap pembangunan perikanan nasional. Sebagaimana dicatat
bahwa Program Minapolitan tersebut merupakan strategi besar KKP-RI yang
direncanakan akan diwujudkan mulai tahun 2011.
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Kabupaten Bogor adalah salah satu wilayah dengan ekologi dan geografis yang memiliki
potensi usaha perikanan budidaya air tawar yang sangat memadai dan layak
dikembangkan dalam kerangka program pengembangan minapolitan budidaya.
Kabupaten Bogor yang menjadi hinterland Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan
wilayah pemasok pasar produk perikanan baik nasional maupun internasional.
Hingga saat ini, beberapa komoditas perikanan budidaya sudah berkembang di
Kabupaten Bogor, diantaranya ikan nila dan ikan Lele, Gurame, dan lain-lain. Namun
demikian, dalam kerangka minapolitan budidaya, tidak semua komoditas perikanan
budidaya tersebut harus menjadi komoditas pengembangan budidaya perikanan. Oleh
karena itu, dalam kerangka minapolitan budidaya, di mana satu bentuk/jenis kegiatan
budidaya perikanan satu komoditas unggulan, maka harus ada prioritas komoditas
perikanan budidaya yang akan dikembangkan untuk masing-masing jenis kegiatan
budidaya perikanan.
Hal-hal penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengembangan minapolitan
budidaya tersebut adalah bahwasannya pengembangan minapolitan budidaya harus
terintegrasi dan memperhatikan kebijakan-kebijakan terkait yang sudah ada di Kabupaten
Bogor, diantaranya kebijakan tata ruang dan daya dukung wilayah. Selain itu, proses
pengembangannya harus bertumpu pada pemberdayaan masyarakat dengan melakukan
inovasi kebijakan di dalam pembiayaan usaha perikanan dengan membangun kerjasama
dengan pihak-pihak yang memiliki sumber pendanaan (baik secara Blending maupun
Hybrid Financing).
Oleh karena itu, dalam rangka mematangkan konsep minapolitan budidaya perikanan
Kabupaten Bogor yang meliputi kesiapan manajemen, finansial, teknologi, komoditas
unggulan, kelembagaan dan pemasaran, perlu disusun upaya-upaya teknis untuk
mematangkan konsep minapolitan budidaya perikanan tersebut. Dalam rangka menyusun
upaya-upaya teknis dan strategis untuk mematangkan konsep minapolitan tersebut
disusun rencana induk atau master plan pengembangan minapolitan di Kabupaten Bogor.
1.2. Tujuan dan Sasaran
1.2.1. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari kegiatan ini adalah memperoleh dan
menganalisa data-data untuk merancang penyusunan dokumen rencana induk atau
masterplan pengembangan minapolitan di Kabupaten Bogor. Data-data tersebut diolah
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan I - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan I - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
secara cermat sehingga masterplan yang terbentuk dapat mendukung segala kegiatan
dan kepentingan minapolitan secara efektif dan efisien.
1.2.2. Sasaran
Merujuk tujuan kegiatan yang diuraikan sebelumnya, maka sasaran dari kegiatan ini
adalah tersusunnya dokumen rencana induk atau masterplan pengembangan minapolitan
di Kabupaten Bogor. Masterplan tersebut haruslah mempertimbangan dan mewakili
seluruh pihak terkait agar dapat menjadi cetak biru dalam pembangunan minapolitan.
1.3. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan penyusunan masterplan pengembangan minapolitan di
Kabupaten Bogor sebagai berikut:
1. Identifikasi potensi sumberdaya alam (lahan, lingkungan perairan dan perikanan),
sumberdaya manusia, dan kelembagaan perikanan.
2. Identifikasi isu dan permasalahan dalam pengembangan perikanan budidaya
3. Identifikasi kondisi dan potensi infrastruktur pendukung kegiatan budidaya perikanan,
diantaranya jalan akses dan balai-balai benih.
4. Identifikasi kebijakan-kebijakan pemerintah, baik pusat maupun kebijakan RP3
Kabupaten Bogor yang terkait dengan pengembangan minapolitan budidaya perikanan
serta pemanfaatan ruang,
5. Perumusan konsepsi visi, misi, tujuan, dan strategi pengembangan minapolitan
budidaya.
6. Penyusunan rencana induk pengembangan minapolitan budidaya di Kabupaten Bogor,
meliputi:
a. penentuan lokasi atau kawasan unggulan untuk pengembangan minapolitan
budidaya,
b. penentuan komoditas unggulan dan teknologi budidaya untuk masing-masing jenis
kegiatan budidaya perikanan,
c. pengembangan sistem penyediaan benih secara tepat dan terus-menerus,
d. pengembangan sistem pemasaran produk-produk hasil pengembangan
minapolitan, dan
e. pengembangan sistem kelembagaan dan sistem pengelolaan kawasan minapolitan.
2 KONSEP DAN KERANGKA TEORI PENGEMBANGAN KAWASAN
MINAPOLITAN
2.1. Pengertian dan Ciri Kawasan Minapolitan
2.1.1. Pengertian Umum
Secara bahasa, minapolitan berasal dari kata “Mina” (perikanan) dan “politan” (poli (multi)
dan –tan (kegiatan)) yang dapat diartikan sebagai kluster kegiatan perikanan yang
meliputi kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran dalam sistem agribisnis terpadu
di suatu wilayah atau lintas wilayah perikanan dengan kelengkapan sarana prasarana
serta pelayanan seperti di perkotaaan (kelembagaan, sistem permodalan, transportasi,
dan lain-lain). Lengkapnya adalah kluster perikanan yang tumbuh dan berkembang
seiring berjalannya sistem dan usaha agribisnis yang mampu melayani, mendorong,
menarik dan menghela kegiatan pembangunan perikanan di wilayah tersebut dan
sekitarnya.
Adapun secara makna, ada beberapa definisi minapolitan, yaitu:
1. kawasan perdesaan yang disiapkan mempunyai kelengkapan sarana dan prasarana
dan pelayanan perkotaan (infrastruktur termasuk transportasi dan energi), dengan
dukungan sistem permodalan yang tepat guna.
2. kawasan yang dikembangkan melalui pembentukan titik tumbuh suatu kluster kegiatan
perikanan dengan sistem agribisnis berkelanjutan yang meliputi produksi, pengolahan
dan pemasaran, sampai jasa lingkungan sebagai sistem kemitraan di dalam satu
wilayah.
3. kawasan terintegrasi sebagai kluster kegiatan perikanan dimana masyarakatnya
tumbuh dan berkembang seiring dengan kemajuan kelembagaan usaha yang
didukung sumberdaya manusia berkualitas melalui pendidikan yang maju.
Program minapolitan ini pada prinsipnya merupakan suatu program kegiatan yang
berupaya untuk mensinergiskan kegiatan produksi bahan baku, pengolahan dan
pemasaran dalam satu rangkaian kegiatan besar dalam satu kawasan atau wilayah.
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
2.1.2. Kriteria dan Persyaratan Kawasan Minapolitan
a. Kriteria Kawasan Minapolitan
Kriteria dan persyaratan kawasan minapolitan yang akan dikembangkan, disesuaikan
dengan kondisi geografis dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing kawasan yang
akan dikembangkan. Kriteria umum pengembangan kawasan minapolitan harus
memenuhi kriteria di bawah ini, yaitu:
1. Penggunaan lahan untuk kegiatan perikanan harus memanfaatkan potensi yang
sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi dan wajib memperhatikan aspek
kelestarian lingkungan hidup serta mencegah kerusakannya;
2. Wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan indikasi
geografis dilarang untuk dialih fungsikan;
3. Kegiatan perikanan skala besar, baik yang menggunakan lahan luas ataupun
teknologi intensif harus terlebih dahulu memiliki kajian Amdal sesuai dengan
ketentuan perundangan yang berlaku;
4. Kegiatan perikanan skala besar, harus diupayakan menyerap sebesar mungkin
tenaga kerja setempat; dan
5. Pemanfaatan dan pengelolaan lahan yang harus dilakukanberdasarkan
kesesuaian lahan dan RTRW.
Sedangkan Kriteria khusus pengembangan kawasan perikanan budidaya antara lain
adalah:
1. Memiliki kegiatan ekonomi yang dapat menggerakkan pertumbuhan daerah;
2. Mempunyai sektor ekonomi unggulan yang mampu mendorong kegiatan ekonomi
sektor lain dalam kawasan itu sendiri maupun di kawasan sekitarnya;
3. Memiliki keterkaitan kedepan (daerah pemasaran produk-produk yang dihasilkan)
maupun ke belakang (suplai kebutuhan sarana produksi) dengan beberapa daerah
pendukung;
4. Memiliki kemampuan untuk memelihara sumber daya alam sehingga dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan dan mampu menciptakan kesejahteraan
ekonomi secara adil dan merata bagi seluruh masyarakat.
5. Memiliki luasan areal budidaya eksisting minimal 200 Ha.
b. Persyaratan Kawasan Minapolitan
Suatu kawasan dapat dikembangkan menjadi kawasan minapolitan jika memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
1. Memiliki sumberdaya lahan/perairan yang sesuai untuk pengembangan komoditas
perikanan yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar (komoditas
unggulan), serta berpotensi atau telah berkembang diversifikasi usaha komoditas
unggulanya. Pengembangan kawasan tersebut tidak hanya menyangkut kegiatan
perikanan saja (on farm) tetapi juga kegiatan off farm-nya, yaitu mulai dari
pengadadaan nsarana dan prasarana perikanan, kegiatan pengolahan hasil
perikanan sampai dengan pemasaran hasil perikanan serta kegiatan penunjang.
2. Memiliki berbabgai sarana dan prasarana minabisnis yang memadai untuk
mendukung pengembangan sistsem dan usaha minabisnis tersebut adalah:
a. Pasar, (pasar hasil-hasil perikanan, pasar sarana dan prasarana, maupun
pasar jasa pelayanan termasuk pasar lelang, cold storagge dan processing
hasil perikanan sebelum dipasarkan.
b. Lembaga keuangan (perbankan maupun non perbankan).
c. Memiliki kelembagaan perikanan (kelompok, UPP).
d. Balai Beni Ikan.
e. Penyuluhan dan bimbingan teknologi.
3. Memiliki sarana dan Prasaran penunjang yanga memadai seperti jalan, listrik, air
bersih, dan lain-lain.
4. Memiliki sarana dan prasarana kesejahteraan sosial/masyarakat yang memadai
seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi, perpusatakaan dan lain-lain.
5. Kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian sumberdaya alam, sosial budaya
maupun kota terjamin.
2.2. Rencana Pengembangan Kawasan Minapolitan
2.2.1. Komoditi Unggulan Kawasan Minaploitan
Komoditi unggulan adalah produk pilihan yang dihasilkan oleh sektor perikanan atau
pariwisata berbasis perikanan yang mempunyai nilai jual dan jaminan prospek masa
depan karena memiliki daya saling (competitive advantages) yang tinggi. Kawasan
minapolitan tidak saja berfungsi sebagai pemasok komoditi unggulan yang dihasilkan,
tetapi juga menghasilkan suatu produk olahan dari produksi pertanian yang siap
dipasarkan dan menjadi ciri khas daerah yang bersangkutan. Keunggulan produk yang
dihasilkan dari industri yang mengolah komoditi unggulan tersebut akan memberikan nilai
tambah yang besar karena produk yang dihasilkan mempunyai nilai jual yang stabil
dibandingkan dengan produk perkebunan atau pertanian tanpa melalui pengolahan.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Untuk mendapatkan model-model pengembangan minapolitan pada kawasan pertanian
yang berbasiskan: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan
maka diperlukan susunan tipologi sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh masing-
masing kawasan minapolitan.
Di daerah-daerah yang akan dikembangkan sebagai kawasan minapolitan, membangun
industri produk jadi yang berbasis pada komoditi unggulan menjadi sangat penting untuk
dilakukan agar produk tersebut tidak menjadi komoditi yang dipermainkan pasar. Dengan
demikian selain petani akan mendapatkan jaminan pembelian bagi produk pertanian yang
dihasilkan, harga jual produk pertanian juga akan memberikan kontribusi yang baik
kepada petani. Akan terjadi kerjasama yang baik antara petani dengan industri, di mana
petani akan mengembangkan tanaman atau komoditi yang dibutuhkan oleh industri;
sedangkan industri akan mendapatkan jaminan suplai dari para petani pengembang
komoditi yang dibutuhkan.
2.2.2. Prinsip, Tujuan dan Perencanaan Pengembangan Kawasan Minapolitan
a. Prinsip Pengembangan Kawasan Minapolitan
Pengembangan kawasan dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang sesuai
dengan arah kebijakan ekonomi nasional, yaitu:
1. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme
pasar yang berkeadilan;
2. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan
kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan
kompetensi produk unggulan di setiap daerah;
3. Memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi, agar mampu
bekerjasama secara efektif, efisien dan berdaya saing;
4. Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman
sumber daya perikanan budidaya dan budaya lokal;
5. Mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan memberdayakan para
pelaku sesuai dengan semangat otonomi daerah;
6. Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat daerah (khususnya pembudidaya ikan) dengan kepastian dan
kejelasan hak dan kewajiban semua pihak; dan
7. Memaksimalkan peran pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau seluruh
kegiatan pembangunan di daerah.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
b. Perencanaan Pengembangan Kawasan Minapolitan
Proses perencanaan kawasan minapolitan memerlukan fasilitasi kegiatan berupa
sosialisasi program untuk seluruh stakeholders dalam rangka menyamakan persepsi,
mendapatkan masukan bagi proses pengembangan, dan mensiasati persaingan pasar
(domestik dan global). Langkah berikutnya adalah penetapan kawasan di daerah
kabupaten/kota sebagai kawasan pengembangan minapolitan melalui studi kelayakan
(ekonomi, teknis, dan lingkungan) yang cermat.
Inventarisasi dan identifikasi permasalahan yang terkait dengan proses perencanaan
perlu dilakukan dengan kerja sama antara instansi terkait, pemerintah daerah, dan
masyarakat setempat. Penyusunan rencana/program pengembangan kawasan
minapolitan jangka panjang perlu dilakukan dengan mempertimbangkan potensi
sumberdaya lahan dan perkembangan kawasan.
Strategi pengembangan kawasan minapolitan meliputi pembangunan sistem dan
usaha agribisnis berorientasi kekuatan pasar (market driven) yang diarahkan untuk
menembus batas kawasan (bahkan mencapai pasar global); pengembangan sarana-
prasarana publik untuk memperlancar distribusi hasil pertanian dengan efisiensi dan
resiko yang minimal; dan deregulasi yang berhubungan dengan penciptaan iklim yang
kondusif bagi pengembangan usaha dan perekonomian daerah.
Suatu kawasan sentra perikanan budidaya yang sudah berkembang harus memiliki
ciri-ciri sebagai berikut (lihat Gambar 2.1.):
1) Sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut di dominasi oleh
kegiatan perikanan budidaya dalam suatu sistem yang utuh dan terintegrasi mulai
dari:
a. Subsistem minabisnis hulu (up stream minabusiness) yang mencakup:
penelitian dan pengembangan, sarana perikanan, pemodalan, dan lain-lain;
b. Subsistem usaha perikanan budidaya (on farm minabusiness) yang mencakup
usaha: pembenihan ikan, pembesaran ikan dan penyediaan sarana perikanan
budidaya;
c. Subsistem minabinis hilir (down stream minabusiness) yang meliputi: industri-
industri pengolahan dan pemasarannya, termasuk perdagangan untuk kegiatan
ekspor,
d. Subsistem jasa-jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi
sumberdaya alam lainnya, terdiri dari: tata guna tanah; tata guna air; dan tata guna
udara, dengan arahan pengembangan sebagai berikut :
1) Pengelolaan tata guna tanah, dilakukan melalui upaya perlindungan tanah dan
perlindungan/pengawetan keseimbangannya terhadap kelestarian lingkungan
hidup.
2) Pengelolaan tata guna air, dilakukan melalui upaya kelestarian sumberdaya air.
3) Pengelolaan tata guna udara ditujukan untuk menjaga kelestarian kualitas udara,
estetika, dan keselamatan.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 10 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
J. Pemanfaatan jasa lingkungan
Pemanfaatan jasa lingkungan merupakan acuan dalam pengenaan kompensasi bagi
pengguna jasa lingkungan. Jasa lingkungan dimaksud berupa jasa lingkungan air,
udara bersih dan penyerapan karbon, serta wisata alam, meliputi :
1) Kawasan lindung dan kawasan budidaya yang dikelola secara berkelanjutan dapat
memberikan jasa lingkungan yang penting bagi kelangsungan kehidupan
masyarakat dan lingkungan hidupnya.
2) Kawasan yang menghasilkan jasa lingkungan harus dilindungi dari kegiatan yang
dapat merusak fungsinya sebagai penyedia jasa lingkungan.
3) Upaya perlindungan kawasan penyedia jasa lingkungan harus diapresiasi oleh
pengguna jasa lingkungan yang selama ini menggunakannya.
4) Pengguna jasa lingkungan memberikan sejumlah kompensasi sebagai bentuk
apresiasi dan tanggung jawab bersama untuk melindungi dan melestarikan
kawasan penyedia jasa lingkungan.
5) Pemilik lahan perorangan yang lahannya berfungsi sebagai penyedia jasa
lingkungan dapat menerima dana kompensasi konservasi dari pengguna jasa
lingkungannya berdasarkan kesepakatan diantara keduanya.
6) Dana kompensasi konservasi hanya dapat digunakan untuk membiayai upaya
konservasi kawasan yang menyediakan jasa lingkungan.
7) Pemerintah Kabupaten Bogor dapat mengadakan perjanjian kerja sama
pemanfaatan jasa lingkungan yang ada di dalam wilayahnya dengan pengguna
jasa lingkungan di wilayah Kabupaten Bogor dan/atau wilayah lain di sekitarnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3.3. Kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) Kabupaten Bogor 2008-2013 : Perda No.7 Tahun 2009
RPJM Daerah Kabupaten Bogor 2008-2013 merupakan pedoman bagi seluruh pemangku
kepentingan, baik Pemerintahan Daerah, masyarakat dan dunia usaha di dalam
mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah Kabupaten Bogor. RPJM Daerah
Kabupaten Bogor 2008-2013 selain memuat visi, misi, dan strategi juga memuat
kebijakan pembangunan Kabupaten Bogor lima tahun ke depan.
Kebijakan Pembangunan merupakan penjabaran tujuan dan sasaran pada Misi serta
strategi pembangunan yang telah dijelaskan sebelumnya. Kebijakan Pembangunan Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 11 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
tersebut menjadi pedoman dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan,
dengan kata lain Kebijakan Pembangunan adalah untuk mengarahkan pencapaian tujuan
dan sasaran Misi yang ditetapkan dan dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan
program dan kegiatan pembangunan. Rumusan Kebijakan Pembangunan dapat
dikelompokkan ke dalam Urusan Pemerintahan maupun menurut Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW).
a. Kebijakan Pembangunan Kabupaten Bogor
Kebijakan Pembangunan urusan pemerintahan yang termuat dalam okumen RPJM
Daerah Kabupaten Bogor 2008-2013 adalah :
- Kebijakan pembangunan urusan pendidikan
- Kebijakan pembangunan urusan kesehatan
- Kebijakan pembangunan urusan pekerjaan umum
- Kebijakan pembangunan urusan perumahan dan permukiman
- Kebijakan pembangunan urusan penataan ruang
- Kebijakan pembangunan urusan perencanaan pembangunan
- Kebijakan pembangunan urusan perhubungan
- Kebijakan pembangunan urusan lingkungan hidup
- Kebijakan pembangunan urusan kependudukan
- Kebijakan pembangunan urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak
- Kebijakan pembangunan urusan sosial
- Kebijakan pembangunan urusan ketenagakerjaan
- Kebijakan pembangunan urusan koperasi dan UKM
- Kebijakan pembangunan urusan penanaman modal
- Kebijakan pembangunan urusan kebudayaan
- Kebijakan pembangunan urusan kepemudaan dan olahraga
- Kebijakan pembangunan urusan kesatuan bangsa dan politik dalam negeri
- Kebijakan pembangunan urusan pembangunan otonomi daerah, pemerintahan
umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan
persandian
- Kebijakan pembangunan urusan pemberdayaan masyarakat desa
- Kebijakan pembangunan urusan kearsipan dan perpustakaan,
- Kebijakan pembangunan urusan komunikasi dan informasi
- Kebijakan pembangunan urusan pertanian
- Kebijakan pembangunan urusan energi dan sumber daya mineral
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 12 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
- Kebijakan pembangunan urusan pariwisata
- Kebijakan pembangunan urusan industri dan perdaganga
b. Kebijakan pembangunan urusan pertanian
Berikut ini adalah Kebijakan pembangunan urusan pertanian :
1. Peningkatan ketersediaan pangan secara berkelanjutan melalui peningkatan
produksi pertanian dan peternakan khususnya untuk memenuhi karbohidrat
dan protein;
2. Pemberian pola insentif dalam rangka peningkatan produksi pertanian secara
berkelanjutan dalam rangka ketersediaan pangan maupun agribisnis;
3. Peningkatan produksi hasil perikanan yang berkelanjutan dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan;
4. Peningkatan produksi hasil hutan dengan tetap menjaga kelestarian dan
kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan serta rehabilitasi lahan kritis;
5. Pelaksanaan revitalisasi pertanian dalam arti luas melalui penguatan sistem
agribisnis dan penerapan hasil inovasi serta teknologi terkini dalam lingkup
pertanian;
6. Pengembangan industri agro yang tersebar di pedesaan untuk meningkatkan
nilai tambah produk pertanian dan menyerap tenaga kerja.
7. Peningkatan, pencegahan dan penanggulangan penyakit tanaman, ternak dan
ikan.
Dalam RPJM Daerah Kabupaten Bogor 2008-2013 terkait dengan pengembangan
perikanan, program yang akan dilaksanakan adalah :
1. Program Pengembangan Sistem Penyuluhan Perikanan;
2. Program Optimalisasi Pengelolaan dan Pemasaran Produksi Perikanan;
.
3.4. Peraturan Terkait Minapolitan
Peraturan terkait dengan Minapolitan saat ini secara pokok meliputi peraturan tentang tata
ruang wilayah, peraturan yang terkait dengan kebijakan pemilihan lokasi dan komoditas
dan kebijakan/peraturan terkait dengan minapolitan itu sendiri. Peraturan terkait dengan
tata ruang wilayah adalah peraturan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No. 19/2008
tentang Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2005-2025. Peraturan ini
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 13 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
secara garis besar berisikan : (1) ketentuan umum, (2) Ruang lingkup, (3) asas, tujuan,
kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah, (4) rencana strukur dan pola ruang
wilayah, (5) rencana pemanfaatan wlayah, (6) arahan pengendalian pemanfaatan ruang
dan (7) hak, kewajiban dan peran serta masyarakat dan kelembagaan. Hal yang paling
penting dari peraturan ini adalah bahwa lokasi pengembangan minapolitan yang akan
ditetapkan harus sesuai dengan rencana pemanfaatan wilayah sesuai dengan peraturan
daerah ini.
Peraturan yang terkait dengan kebijakan dan komoditas setidaknya terdapat dua
peraturan pokok yaitu Peraturan Bupati (Perbub) nomor 84/2009 tentang Revitalisasi
Pertanian dan Pembangunan Perdesaan (RP3) dan Keputusan Bupati Bogor nomor
523.31/227/Kpts/Huk/2010 tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan
Minapolitan di Kabupaten Bogor.
Dalam Peraturan Bupati (Perbub) nomor 84/2009, menyebutkan bahwa ruang lingkup
revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan mencakup 6 komoditi unggulan yaitu
usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan.
Program direncanakan baik pada sisi on-farm, off-farm maupun yang tidak didasarkan
usaha pertanian (non-farm) serta infrastrukturnya.Terkait dengan minapolitan, Pasal 9
menyebutkan bahwa komoditi unggulan perikanan mencakup jenis-jenis ikan : mas,
gurame, nila, hias, patin dan lele. Maka pengembangan perikanan kolam air tenang
(komoditi mas, nila, mujair, gurame, tawes, patin dan lele) bertumpu pada target produksi
di kawasan Zona IV yang meliputi kawasan kecamatan Tahurhalang, Kemang,
Rancabungur, Parung, Ciseeng dan Gunung Sindur.
Peraturan lain yang terkait dengan pengembangan Minapolitan di Kabupaten Bogor
seperti yang sudah disebutkan di atas adalah Keputusan Bupati Bogor nomor
523.31/227/Kpts/Huk/2010 tentang penetapan lokasi pengembangan kawasan
minapolitan di Kabupaten Bogor. Dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa lokasi
minapolitan terletak pada 4 kecamatan yaitu (1) Kecamatan Ciseeng, (2) Kecamatan
Parung, (3) Kecamatan Gunung Sindur dan (4) Kecamatan Kemang yang meliputi 28
desa. Keempat lokasi tersebut merupakan bagian dari wilayah kecamatan di Zona IV
RP3.
Hal lain yang lebih mendasar, secara kewilayah adalah adanya peraturan daerah tentang
rencana tata ruang wilayah. Pasal 37 perda ini ini menyebutkan bahwa kawasan industri
mencakup bentuk (a) kawasan industry estate, (b) zona industri dan (c) sentra industri kecil. Sebagian dari wilayah kecamatan yang menjadi zona industri (pasal 37) juga
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 14 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
merupakan lokasi pengembangan minapolitan yaitu kecamatan Gunung Sindur.
Sementara sebagian wilayah kecamatan Gunung Sindur dan Parung juga menjadi sentra
industri kecil.
Berdasarkan pada telaah tersebut, terlihat bahwa peraturan tentang lokasi minapolitan
selaras dengan peraturan tentang RP3, walaupun terdapat potensi tumpang tindih
terutama pada kegiatan-kegiatan perikanan dan peternakan yang berbasis lahan yang
sama. Hal perlu untuk menjadi catatan adalah adanya pemanfaatan wilayah sesuai
RTRW sebagai zona indutri. Hal ini perlu untuk diperhitungkan secara cermat mengingat
bahwa bukan hanya persaingan pemanfaatan lahan tetapi potensi eksternal negatif dari
aktivitas perikanan dan zona industri yang bisa saling meniadakan.
Rencana pengelolaan kawasan (Pasal 51 Perda No.19/2008) kawasan perikanan
dilakukan dengan (a) menjaga kelestarian sumberdaya air terhadap pencemaran limbah
industry maupun limbah lainnya, (b) pengendalian melalui sarana kualitas air dan
memperhatikan habitat alami ikan dan (c) meningkatkan produksi dengan memperbaiki
dan meningkatkan sarana dan prasarana perikanan.
Sedangkan dari sisi kebijakan nasional mengenai minapolitan, telah dikeluarkan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP : 32/MEN/2010 tentang penetapan
kawasan minapolitan. Dalam keputusan ini, Kabupaten Bogor merupakan 1 dari 197
kabupaten/kota seluruh Indonesia yang telah ditetapkan sebagai daerah pengembangan
kawasan minapolitan. Kabupaten Bogor merupakan satu dari 11 kabupaten yang terpilih
di Propinsi Jawa Barat.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER : 12/MEN/2010 tentang minapolitan,
memuat tentang konsepsi minapolitan. Minapolitan didefinisikan sebagai suatu bagian
wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi,
pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan
pendukung lainnya. Secara umum, disampingg berisikan tentang ketentuan umum,
peraturan ini juga meliputi : (1) azas, tujuan dan sasaran, (2) konsep pengembangan
kawasan minapolitan, (3) pemantauan, evaluasi dan pelaporan, (4) pembinaan dan (5)
pembiayaan. Secara spesifik, peraturan ini menyebutkan bahwa karakteristik kawasan
minapolitan merupakan kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya seperti jasa dan perdagangan.
Salah satu persyaratan mendasar adalah bahwa kawasan minapolitan harus sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan Rencana Pengembangan Investasi
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 15 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 16 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Jangka Menengah Daerah (RPIJMD) yang telah ditetapkan. Sedangkan bila sudah
memenuhi criteria dan persyaratan yang ada, maka Bupati/Walikota mempunyai otoritas
untuk menyusun Rencana Induk (Master plan), yang diimplementasikan melalui Rencana
Pengusahaan dan Rencana Tindak. Penetapan lokasi Minapolitan dilakukan oleh
Bupati/Walikota dan disampaikan pada Menteri Kelautan dan Perikanan. Pada sisi
pembiayaan, maka pengembangan dan pembinaan kawasan minapolitan didasarkan
pada APBN dan atau APBD serta sumber lain yang tidak mengikat sesuai peraturan
perundang-undangan.
4 METODOLOGI
4.1. Waktu dan Lokasi Kegiatan
Perencanaan kawasan minapolitan sebagai salah satu tujuan wisata edukasi dan rekreasi
ini direncanakan dilakukan pada empat wilayah pengembangan yaitu di empat (4)
kecamatan yang terdiri dari 27 desa yaitu :
Tabel 4.1. Lokasi Kegiatan di Empat Kecamatan
No. Kecamatan Desa Luas (ha) 1 Ciseeng Babakan 283.00 Parigi Mekar 63.20 Putat Nutug 245.00 Ciseeng 80.30 Cibentang 105.00 Cibeuteung Udik 203.00 Cibeuteung Muara 225.00 Cihoe 105.00 2 Parung Bj. Indah 90.00 Cogreg 280.00 Bj. Sempu 76.00 Waru Jaya 45.00 Waru 36.00 Pamegar Sari 24.00 Iwu 56.00 3 Gunung Sindur Pangasinan 35.00 Cibinong 56.00 Gunung Sindur 32.00 Curug 22.00 Cidokom 22.00 Pabuaran 25.00 4 Kemang Pabuaran 210.00 Kemang 82.00 Tegal 18.00 Pondok Udik 15.00 Bojong 151.00 Jampang 8.00
Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor
Gambar 4.1. Peta Lokasi Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan Penyusunan Masterplan Minapolitan di Kabupaten Bogor
dilakukan selama 45 hari kerja dari bulan Oktober hingga Desember 2010.
4.2. Kerangka Pendekatan Studi
4.2.1. Pendekatan Penyusunan Master Plan
Penyusunan Masterplan Pengembangan Minapolitan Budidaya pada dasarnya
merupakan penyusunan model-model dan program-program pembangunan yang akan
dilakukan serta indikator kinerja untuk masing-masing model tersebut yang bersifat
operasional, implementatif, spesifik lokasi dan berbasis masyarakat, sehingga
penyusunan masterplan dilakukan dengan berbagai pendekatan, perkiraan, analisis
mendalam dan komprehensif terhadap berbagai aspek, antara lain aspek sumberdaya
alam dan lingkungan, sumberdaya manusia, sosial ekonomi, pengembangan infrastruktur
wilayah, dan aspek kelembagaan.
Pendekatan studi penyusunan Masterplan Pengembangan Minapolitan Budidaya
dilakukan dengan beberapa tahapan, yang mencakup pengumpulan data dan informasi
(primer dan sekunder), serta pengkajian terhadap data dan informasi (termasuk review
hasil-hasil studi sejenisnya atau sebelumnya, jika ada). Disamping itu terdapat proses
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor
partisipatif melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) atau Rembug Warga di lokasi
pengembangan minapolitan budidaya.
Suatu calon Kawasan Minapolitan masing-masing memiliki potensi sumberdaya
(sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya infrastruktur dan sumberdaya
sosial dan kelembagaan) dimana dalam perkembangan pengelolaan dan
pemanfaatannya juga menimbulkan berbagai isu dan permasalahan. Untuk mewujudkan
suatu lokasi sebagai sebuah kawasan minapolitan, maka perlu disusun kebijakan-
kebijakan yang mampu memberikan arahan dan ketetapan pengembangan kawasan
serta mendapat legitimasi dari seluruh stakeholder melalui proses pembuatan kebijakan
yang partisipatif. Kebijakan-kebijakan itu dituangkan dalam bentuk konsepsi, visi, misi
dan strategi pengembangan kawasan yang kemudian menjadi arahan bagi rencana induk
masing-masing sub kawasan pengembangan. Hasil akhir yang diharapkan adalah
terciptanya kawasan minapolitan sebagai kawasan pertumbuhan baru berbasis
sumberdaya perikanan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
menjaga kelestarian lingkungan secara berkelanjutan. Secara skematis, kerangka
pendekatan penyusunan masterplan ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Semak/alang2 4,936.10 1.65 Lain-lain 5,263.20 1.76 Total 298,277.90 100.00
Sumber: Badan Pertanahan Nasional (BPN), 2007
Dalam pengembangan penggunaan lahan tidak terbatas hanya untuk pertanian budidaya,
kehutanan dan kebun campuran, namun dengan perkembangan kegiatan perikanan
budidaya yang cukup pesat penggunaan lahan untuk kolam meningkat, bahkan sebagian
lahan pertanian juga ada yang digunakan untuk berbudidaya ikan. Budidaya Ikan cukup
berkembanga terutama di Zona IV dan II karena potensi sumberdaya air yang ada di
Kabupaten Bogor cukup banyak.
5.5. Kondisi Perikanan
Dalam perikanan budidaya (khususnya budidaya ikan air tawar), secara historis
Kabuapten Bogor dan sekitarnya merupakan daerah sentra produksi di samping
Sukabumi, Tasikmalaya, Cianjur, Subang dan Purwakarta. Selain dikenal sebagai
produsen benih (kegiatan pembenihan), pembudidaya ikan di Kabupaten Bogor banyak
berkontribusi dalam memproduksi ikan-ikan ukuran konsumsi (kegiatan pembesaran).
Selama tiga dekade terakhir, beberapa catatan penting dalam kegiatan perikanan
budidaya di Bogor antara lain:
(1) Di tahun 80-an sistem budidaya ikan mas di kolam air deras berkembang pesat di
daerah Cibening, Pamijahan, Cibuntu, Cihideung dan sekitarnya. Diduga jumlahnya
paling banyak dibanding daerah sentra produksi lainnya di Jawa Barat. Pada saat
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 7 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
harga pakan semakin tinggi dan berkembangnya budidaya ikan mas di keramba
jaring apung (KJA) di waduk Saguling, Jatiluhur, dan Cirata, sistem budidaya ini
secara berangsur berhenti.
(2) Di tahun 80-an sampai tahun 90-an, daerah Bogor (khususnya Parung) dikenal
sebagai pusat produsen benih dan ikan gurame ukuran konsumsi. Diduga karena
persaingan harga, kegiatan budidaya gurame baik pembenihan maupun
pembesaraanya akhirnya tersisihkan oleh daerah lain seperti Purwokerto, Blitar dan
Tasikmalaya.
(3) Pada kurun waktu dua dekade terakhir Bogor dikenal sebagai sentra produksi
berbagai spesien ikan hias. Tidak kurang dari 30 spesies ikan hias baik lokal
maupun yang berasal negara lain, banyak dihasilkan oleh pembudidaya ikan di
daerah Cibuntu dan sekitarnya, Ciseeng dan Parung.
(4) Di tahun 90-an hingga sekarang, kegiatan perikanan budidaya yang secara lokal
maupun nasional masih dianggap memegang peran penting adalah bahwa Bogor
sebagai produsen benih ikan patin, bawal, dan gurame serta produsen ikan lele
ukuran konsumsi dengan produksi sekitar 40 ton per hari.
Beberapa kondisi yang menunjang dan diduga telah mendorong berkembangnya kegiatan
perikanan budidaya di Kabupaten Bogor adalah bahwa:
(1) Kabupaten Bogor dengan iklim yang dimilikinya (kelayakan lahan dan air, kisaran
suhu, curah hujan, dan sebagainyan) telah menunjukkan kesesuaian yang cukup
tinggi untuk digunakan sebagai lahan usaha budidaya berbagai spesies ikan, baik
ikan konsumsi maupun ikan hias. Dengan kata lain, hampir semua spesies ikan
budidaya air tawar yang dipelihara dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
(2) Para pembudidaya ikan di Kabupaten Bogor secara relatif memiliki kemampuan
teknis budidaya yang cukup baik dibanding daerah sentra produksi lainnya,
mengingat historis yang cukup panjang dan akses terhadap inovasi maupun
teknologi baru yang lebih mudah.
(3) Kabupaten Bogor dengan lokasinya yang tidak jauh dari Jakarta memiliki
keunggulan komparatif dalam hal penyediaan sarana produksi seperti peralatan,
pakan buatan dan obat-obatan, di samping akses pasar, baik ditinjau dari potensi
kuota permintaan, maupun akses sarana dan prasarana pendistribusian. Misalnya,
peran bandara Soekarno-Hatta dalam hal distridusi antar pulau atau untuk ekspor.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pendukung pengembangan perikanan yang lain adalah ketersediaan sarana prasarana
transportasi yang cukup baik yang memperlancar distribusi hasil budidaya dan
pengolahan meskipun masih diperlukan peningkatan kualitas.
Salah satu kawasan yang cocok untuk dikembangkan menjadi kawasan pengembangan
budidaya ikan air tawar di Kabupaten Bogor adalah Zona 4. Zona 4 dalam revitalisasi
pertanian dan pembangunan perdesaan terletak di bagian tengah utara kawasan
Kabupaten Bogor. Wilayah ini berbatasan dengan Kota Bogor dan Kota Depok. Secara
administratif wilayah ini terdiri dari enam kecamatan, yaitu: Kecamatan Tajurhalang,
Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng dan Gunung Sindur.
Gambar 5.2. Peta Wilayah Zona 4
Selain memiliki potensi perikanan, zona 4 juga memiliki potensi pariwisata, terutama di
Kecamatan Ciseeng yang memiliki kawasan wisata pemandian air panas. Masyarakat
yang berkunjung di area wisata ini cukup beragam dan tidak hanya dari daerah Bogor
namun ada yang dari Jakarta, Tangerang, Depok dan beberapa kota lain Jabodetabek.
Memperhatikan perjalanan perikanan budidaya di Bogor selama ini, pengembangan
kegiatan perikanan budidaya di masa-masa mendatang dapat memberi kontribusi nyata
dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan, meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha
dan meningkatkan kegiatan perekonomian. Kegiatan produksi perikanan menunjukkan
skecenderungan semakin meningkatl. Jumlah produksi perikanan kolam air tenang di
Kabupaten Bogor pada tahun 2009 adalah 24.072,98 ton yang tersebar merata di 40
kecataman yang terdapat Kabupaten Bogor. Produksi Perikanan terbesar terdapat di
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 9 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 10 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kecamatan Parung dan Gunung Sindur dengan produksi sebesar 7.650,80 ton dan
6.071,64 ton. Sedangkan kecamatan dengan jumlah produksi paling kecil adalah
kecataman Tenjo dengan produksi mencapau 15,43 ton.
Sementara itu jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Bogor berjumlah
6.605 orang yang tersebar ke 40 kecamatan. Jumlah RTP terbanyak terdapat di Gunung
Sindur yaitu sebanyak orang 493, jumlah RTP yang kedua adalah Kecamatan Ciseeng
dengan jumlah 463 orang RTP dan Kecamatan Parung dengan jumlah RTP 449 orang.
Luas areal total Kolam air tenang yang terdapat di di Kabupaten Bogor seluas 1.075,94.
Kecamatan paling luas adalah Kecamatan kemaang dengan luas areal budidaya seluas
145 ha sedangkan luas paling kecil adalah Kecamatan Tenjo dengan luas areal kolam
seluas 0,71 ha.
6
ANALISIS POTENSI DAN PERMASALAHAN
6.1. Potensi Perikanan Budidaya Air Tawar
Potensi produksi ikan air tawar di Kabupaten Bogor cukup tinggi, untuk seluruh jenis ikan
yang dibudiyakan mencapai 24.072.98 ton per tahun pada tahun 2009 (Tabel 6.1.) atau
sekitar 66.85 ton per hari. Jumlah jenis ikan air tawar yang dibudidayakan ada 10 jenis
ikan antara lain mas, gurame, nila, lele, tawes, tambakan, mujair, nilem, patin dan bawal
(Lampiran 1). Jenis lain yang jumlahnya cukup banyak adalah ikan hias dan lobster air
tawar. Kedua jenis ikan yang terakhir tersebut tidak diikutkan dalam pembahasan karena
dalam pengembangan produk tersebut tetap harus mendapat perhatian khusus karena
memiliki prospek yang baik. Sedangkan ditinjau dari penyerapan tenaga kerja, produk
perikanan menyerap tenaga kerja cukup besar mencapai sekitar 6.605.00 RTP
(rumahtangga perikanan) (Tabel 6.1.).
Tabel 6.1. Jumlah RTP Pembudidaya, Luas Areal dan Total Produksi Ikan Air
Tawar di Kabupaten Bogor Zona
Pengembangan KOLAM AIR TENANG
Jumlah RTP Luas Areal Produksi (orang) (Ha) (Ton)/hari
Zona I 699.0 167.8 309.9 Zona II 947.0 121.5 1577.6 Zona III 933.0 124.0 1566.6 Zona IV 2203.0 503.8 19179.5 Zona V 582.0 44.9 278.7 Zona VI 358.0 40.6 278.0 Zona VII 680.0 58.3 460.1 Zona VII 203.0 15.0 422.6 TOTAL 6.605.00 1.075.94 24.072.98
Sumber : Diolah dari data Disnakan (2009)
Dalam program Revitalisasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan (RP3), wilayah di
Kabupaten Bogor telah diklasifikasikan menjadi 8 zona pembangunan. Dari kelapan zona
tersebut Zona 4 memiliki produktivitas perikanan tertinggi dikuti dengan Zona 2 dan 3.
Kecamatan yang termasuk ke dalam Zona 2, 3 dan 4 adalah :
Zona 2 : Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Cibungbulang, Pamijahan
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Zona 3 : Ciampea, Tenjolaya, Dramaga, Ciomason
Zona 4 : Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Rancabungur, Parung , Ciseeng, Gunung
Sindur (Peta RTP Kemang, Parung, Ciseeng, dan Gunung Sindur dapat dilihat
di Lampiran 2).
Sedangkan untuk jenis komoditi, satu dari sepuluh jenis komoditi perikanan yang
dibudidayakan produksi terbanyak adalah ikan lele. Ikan lele merupakan jenis yang
produksinya paling tinggi (18312.86 ton/tahun), diikuti dengan ikan Mas (1966.17
ton/tahon), ikan Nila (1946.43 ton/tahun) dan Gurame (1092.59 ton/tahun) (lihat Tabel 6.2.). Sedangkan jenis yang lain produkdsinya masih jauh lebih rendah.
Tabel 6.2. Produksi Perikanan Per-kecamatan menurut Jenis Ikan
Zona
Komoditas
Mas Nila Gurame Lele Tawes Tambakan Mujair Nilem Patin Bawal
zona I 112.7 78.8 27.3 71.6 3.7 1.2 4.4 0.1 10.2 0.0
zona II 764.7 248.3 133.9 214.1 31.4 12.6 6.8 0.0 122.4 43.4
zona III 479.8 286.9 585.7 71.1 9.2 0.0 0.0 0.0 0.0 133.9
zona IV 328.0 167.4 1086.3 17383.5 16.8 3.3 4.7 1.6 86.6 101.4
zona V 88.7 50.7 39.6 64.9 5.0 0.0 0.0 0.0 7.8 21.9
zona VI 73.7 36.1 24.2 81.4 0.0 0.0 0.0 0.0 15.4 47.2
zona VII 80.7 57.9 38.4 219.3 4.3 2.2 10.2 0.2 31.2 10.7
zona VII 38.0 166.5 11.0 207.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Keterangan : Untuk Tahun 2010 produksi lele mencapai 70 ton/hari
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa di antara komoditas perikanan yang ada di
Kabupaten Bogor, lele merupakan komoditas dengan produksi tertinggi yakni sekitar
18312,86/tahun atau sekitar 50,87 ton/hari pada tahun 2009. Produksi ini semakin hari
semakin meningkat, dan pada akhir tahun 2010 produksi ini mencapai 70 ton/hari (Lihat
Tabel 6.3.)
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Tabel 6.3. Kapasitas Produksi Lele Menurut Petani/Penampung di Kawasan Minapolitan Tahun 2010
No Nama Kapasitas (ton/bulan )
Keterangan Daging Bs (besar) Total
1 Siu eng 90 10 100 Petani/penampung
2 Bun yan 90 10 100 Petani/penampung
3 Yana 90 10 100 Petani/penampung
4 Em bin 70 10 80 Petani
5 Ahan 90 10 100 Petani/penampung
6 Ong tan 40 5 45 Petani
7 Asnawi 100 20 120 Penampung/bandar
8 Bun yok 100 10 110 Petani/penampung
9 M.nooh 100 10 110 Petani
10 Khoerudin 100 10 110 Petani
11 Rudy 90 10 100 Petani/penampung
12 Abdul ghani 70 5 75 Petani/penampung
13 Neran 40 5 45 Petani
14 Peng un 70 5 75 Petani
15 Ogh wan 70 5 75 Petani
16 Sugeng 30 5 35 Petani
17 Samsudin 30 5 35 Petani
18 Nacu 30 5 35 Petani
19 Kode 70 5 75 Petani/penampung
20 Gedeon 70 5 75 Petani/penampung
21 Akent 180 60 240 Petani/penampung
22 Sutaji 50 10 60 Petani/penampung
TOTAL 1670 230 1900
Pada keadaan tertentu jumlah ikan BS bisa mencapai 30%
dari jumlah ikan Daging
Tergabung UPP
1. Kel. ASTENA 180 30 210 Anggota : 60 orang
2. Balai Makmur 3 Anggota : 10 orang
TOTAL(Ton/Bulan)/ 1850 260 2113
TOTAL(Ton/Hari) 62 8 70
Sumber: Data Survai Lapang (2010)
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
6.2. Pemasaran
Potensi pasar ikan air tawar cukup besar, di samping dipasarkan di Bogor, pemasaran
terbesar adalah di Jakarta dan Tangerang. Khususnya untuk komoditas ikan lele. Potensi
pasar Lele di Jakarta dan Tangerang mencapai sekitar 80-100 ton per hari (diprediksi
dai jumlah pakan yang terjual). Dari potensi pasar tersebut Kabupaten Bogor memasok
sekitar 40-50 ton per hari, sisanya dipasok utama dari Indramayu. Pasar ikan Lele
tersebut adalah warung tenda (pecel lele), sedangkan Gurame, Mas dan Nila umumnya
dipasarkan ke restoran.
Dengan berkembangnya produksi ikan lele dari tahun ke tahun maka perlu diantisipasi
akan terjadinya kejenuhan pasar. Untuk mengantisipasi kejenuhan pasar, program
minapolitan diharapkan dapat memberikan solusi dengan adanya pengolahan produk
ikan Lele. Dengan adanya program pengolahan yang dikembangkan di Minapolitan,
paling tidak dapat menyerap produk ikan Lele BS (ukuran besar > 6 ekor/kg) dengan
harga yang memadai. Dengan demikian diharapkan keuntungan pembudidaya dapat
lebih ditingkatkan.
6.3. Permasalahan Perikanan Budidaya
6.3.1. Permasalahan Perbenihan
a) Permasalahan utama dalam perbenihan adalah rendahnya produktivitas yang
dicerminkan dengan rendahnya tingkat kelangsungan hidup (SR= Survival Rate)
atau tingginya tinggkat kematian benih .Penyebab utama permasalahan tersebut
dididuga disebabkan rendahnya kualitas induk. Kualitas induk yang tidak stabil
(akibat faktor genetik induk dan teknik pemeliharaan induk). Secara genetik, masih
banyak petani yang menggunakan indukan lele “asal” yang diperoleh dari lele
konsumsi yang telah matang gonad, bukan dari lele unggul yang dikususkan
menjadi parent stock, secara teknis pemeliharaan induk, pemberian pakan induk
sering tidak mencukupi sehingga kualitas telur dan anakan menjadi rendah.
b) Ketersediaan pakan alami sangat terbatas baik dari segi kuantitas dan kualitas.
Pakan alami antara lain yang berupa cacing sutera dan insekta air tidak
mencukupi. sebagian besar masih tergantung produksi alami yang berasal dari
sungai-sungai besar di Jakarta dan Tangerang yang kaya akan bahan organik,
sedangkan budidaya cacing sendiri sebenarnya sudah dapat dilakukan tetapi
masih sangat terbatas karena teknologinya belum dapat dikuasai, dan belum
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
mencapai skala ekonomis. Jumlah cacing sutera dari sungai-sungai ini dipengaruhi
oleh curah hujan dan banjir. Disamping itu pencemaran lingkungan sungai oleh
logam berat menimbulkan resiko, karena benih ikan dapat terserang penyakit
akibat sumber pakan alami terkontaminasi logam berat sehigga penggunaan
cacing sungai menjadi ancaman serius bagi petani lele, sedangkan sumber cacing
lain dari sawah dan selokan tidak mencukupi kebutuhan cacing untuk budidaya lele.
Strategi yang digunakan petani pembenih saat ini ialah mempersingkat
pemeliharaan benih di bak yang menggunakan pakan cacing menjadi hanya
selama 3-10 hari yang sebelumnya 15 hari, kemudian dipindahkan ke kolam yang
telah dipupuk, hal ini cukup efektif dalam mengatasi kekurangan cacing, namun hal
ini berpengaruh terhadap kelangsungan hidup (SR) benih lele yang ditebar.
c) Kurangnya pengetahuan khususnya terkait penanganan terhadap penyakit juga
merupakan permasalahan bagi pembenih ikan. Penyakit yang paling umum
menyerang pembenih lele ialah “lele gantung” dan “ moncong putih”
d) Permasalahan yang lain yang dihadapi pembenih adalah lemahnya pengetahuan
tentang pengelolaan keuangan sehingga masih terjadi pemborosan atau kurang
efisien dalam mengelolaan usahanya.
6.3.2. Permasalahan di Tingkat Pendeder
Pendeder adalah adalah orang yang melakukan pemeliharaan dari ukuran larva atau
ukuran 3-4 cm menjadi ukuran yang siap ditebar untuk pembesaran (7-12 cm).
Perbedaan dengan pembenih adalah tidak dilakukannya pemijahan sendiri, tetapi hanya
membeli larva atau benih ukuran kecil dari pembenih. Permasalahan yang dihadapi
pendeder antara lain:
a) Kualitas dan kuantitas benih yang tidak stabil akibat tidak stabilnya kualitas benih dari
segmen pembenihan.
b) Kurangnya pengetahuan sumberdaya manusia khususnya terkait penanganan
terhadap penyakit dan manajemen keuangan usaha.
6.3.3. Permasalahan di Tingkat Pembesaran
Permasalahan dalam budidaya ikan lele tidak hanya terjadi di pembenihan tetapi juga
terjadi pada tingkat pembesaran. Permasalahan tersebut diantaranya adalah:
a) Harga jual dan pasar yang fluktuatif, terutama jika masuk lele dari jawa, jika lele
ditahan dijual, akan mengakibatkan persentase BS meningkat yang berujung pada
kerugian usaha.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
b) Harga lele BS (over & undersize) yang rendah (Rp 2000,- dibawah harga normal).
c) Persaingan pasar dengan lele dari daerah lain (Indramayu) bahkan dari Boyolali.
d) Tingginya harga pakan.
e) Kualitas dan kuantitas benih yang tidak stabil yang disebabkan oleh teknologi
pembenihan yang kurang tepat atau disebabkan karena tidak tersedianya induk yang
berkualitas.
f) Kurangnya pengetahuan sumberdaya manusia khususnya terkait penanganan
terhadap penyakit dan manajemen keuangan usaha. Penyakit yang sering
menyerang antara lain aeromonas, badan kuning, perut kembung, dan lain-lain.
g) Kualitas produk hasil budidaya kualitasnya masih beragam belum dapat mencapai
kualitas yang memenuhi standar higienis karena masih digunakannya pakan
tambahan seperti limbah pabrik maupun budidaya ayam. Sehinga sebagian
masyarakat masih memandang bahwa ikan lele merupakan produk yang kurang
bersih.
h) Permodalan usaha dan kesulitan memperoleh input produksi.
i) Kurangnya informasi khususnya mengenai teknologi budidaya, penangan penyakit
bahkan harga ikan.
j) Terbatasnya ketersediaan pakan alami dari benih pada stadia. Selama ini benih lele
pada stadia awal diberikan cacing suter atau dahnia yang diperoleh secara alami.
Dengan meningkatnya produksi benih, sering terjadi kekurangan pakan alami.
6.4. Potensi Pengolahan Produk Perikanan
Lele merupakan komoditas unggulan Kabupaten Bogor karena beberapa alasan yaitu
memiliki potensi terbesar dibanding jenis ikan lainnya, budidaya dilakukan oleh kelompok
UMKM, harga lele sebagai bahan baku produk olahan terjangkau sehingga meningkatkan
daya saing olahan. Lele sebagai bahan baku lebih mudah dijaga kesegarannya sehingga
dapat menghasilkan produk olahan berkualitas. Kandungan gizi lele yang bagus dapat
meningkatkan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data yang disediakan oleh PEMDA BOGOR, daerah produksi lele meliputi
empat kecamatan yaitu Kecamatan Ciseeng, Parung, Gunung Sindur dan Kemang. Pada
tahun 2008 total produksi lele per tahun 41.93 ton atau sekitar 11 ton/hari. Lele dapat
diolah menjadi berbagai produk antara yaitu filet, surimi dan produk siap saji yaitu bakso,
sosis, nugget, kaki naga, serta produk kering seperti krupuk, crakers dan lainnya.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Untuk pengembangan sentra produksi olahan dan pemasaran perlu dicari lokasi yang
tepat dengan sarana dan prasarana yang memadai, jenis produk olahan yang digemari
masyarakat, kapasitas produksi sesuai dengan ketersediaan bahan baku dan daya serap
pasar, serta penerapan teknologi pengolahan yang ramah lingkungan. Selain itu kegiatan
pengolahan dan pemasaran harus layak secara ekonomi supaya hasilnya dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bahan baku yang digunakan untuk produk olahan adalah filet dari lele segar. Untuk
produk siap saji seperti bakso, sosis, nugget, kaki naga (VegiFish) dibuat surimi terlebih
dahulu. Kapasitas bahan baku ditentukan dari kapasitas produk lele segar BS yaitu 6 ton
lele segar/hari. Dari jumlah tersebut sekitar 15 % ( 1 ton) diolah menjadi lele asap. 15% (1
ton/hari) diolah menjadi berbagai produk turunan. Dibandingkan dengan produk sejenis
yang ada di pasaran saat ini (CV. Bening dan CV. Bintang Anugerah), produk olahan
bakso, nugget, kaki naga diyakini tidak dapat berkompetisi bila memasuki pasar yang
sama. Produk yang mungkin dikembangkan adalah perluasan lele asap dengan mencari
pasar baru, sosis, filet lele asap, filet segar, burger, makanan ringan chiki/crackers.
Produk olahan bakso, nugget, kaki naga masih bisa diproduksi dengan menciptakan
segmen pasar yang berbeda, dijual dalam bentuk makanan kesehatan. Contoh produk
olahan lele yang diformulasikan bersama rumput laut, chitosan dan lainnya (Gambar 6.1.)
Gambar 6.1. Kaki naga (VegiFish) (kiri) dan Nuget (kanan)
6.4.1. Jenis Pengolahan
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oeh team budidaya diperoleh data
produksi lele mencapai 40 ton per hari untuk empat kecamatan dengan jumlah lele BS
sekitar 15 % atau 6 ton /hari. Hasil survey lanjutan pada tanggal 9 Nopember 2010,
diperoleh informasi industri rumahtangga produk olahan ada 4. Produk lele asap yang
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 7 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
terletak di Gunung Sindur, Kelompok Usaha Lele Asap “Citra Dumbo” yang di miliki oleh
Bapak Suaep dengan kapasitas produksi per hari antara 150-200 kg lele segar ukuran
10-12 ekor/kg. Dengan pengasapan menggunakan kayu bakar selama 2 hari dihasilkan
produk lele asap 37.5-50 kg. Selanjutnya produk dipasarkan di Pasar Senen Jakarta
dengan harga Rp. 65.000/kg.
Selain itu terdapat industri olahan lele asap di Citayam. Terdapat 2 industri rumah tangga
di kecamatan Parung CV. Bening dan CV. Bintang Anugerah. Keduanya memproduksi
olahan ikan seperti bakso, nugget, lumpia, ekado, kaki naga. CV. Bening menggunakan
bahan baku tetelan kakap, tuna marlin dengan kapasitas produksi 150-200 kg/hari bahan
baku. CV. Bintang Anugerah menggunakan bahan baku tetelan tuna dengan kapasitas
produksi 700 kg bahan baku/hari. Harga bahan baku berkisar antara Rp. 12.000-
15.000/kg. Oleh karena itu untuk meningkatkan daya saing produk Lele , maka diperlukan
inovasi dalam pengolahan produk agar dapat menjangkau konsumen yang memiliki daya
beli lebih tinggi. Konsumen yang memiliki daya beli yang lebih tinggi biasanya menuntut
kualitas produk yang lenih tinggi.
Gambar 6.2. Industri Rumah Tangga Lele Asap dan Pengasapan Lele
6.4.2. Permasalahan Pengolahan
Hasil observasi menunjukkan masih ditemukan isu dan permasalahan terkait dengan
pengembangan olahan lele, antara lain :
1. Lele belum menjadi bahan baku olahan produk bakso, nuget, kakinaga, kecuali lele
asap. Hal ini disebabkan karana harga lele (filet) jauh lebih mahal dibandingkan
dengan bahan baku ikan yang selama ini digunakan yaitu tetelan kakap, marlin, tuna.
2. Persepsi sebagian masyarakat yang negatif tentang lele. Lele masih dianggap
sebagai ikan yang kurang bersih cara hidupnya.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
3. Belum diterapkannya Good Manufacturing Practices di industri pengolah.
4. Belum dimilikinya ijin BPOM, kehalalan MUI sehingga membatasi penetrasi pasar
khususnya ke supermarket.
Untuk mengolah lele perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut :
a) Inovasi produk olahan yang belum ada di pasaran antara lain steak, burger, sosis, filet
segar, filet asap dan produk kering seperti crackers, abon stick, dan chiki.
b) Inovasi produk yang sudah ada dengan penambahan bahan yang meningkatkan nilai
kesehatan seperti rumput laut, chitosan, protein ikan hidrolisat, dengan target pasar
golongan menegah keatas.
c) Penerapan teknologi zero waste dengan memanfaatkan limbah (produk samping)
untuk meningkatkan margin.
d) Sosialisasi dan kampanye intensif tentang manfaat dan keunggulan lele sebagai
sumber protein dan nutrisi lainnya.
e) Sertifikasi industri olahan dari BPOM, MUI
f) Penciptaan pasar baru seperti sekolah, pesantren, café & resto, dan supermarket.
6.5. Pemasaran
6.5.1. Pemasaran Ikan Segar
Pemasanan ikan segar khusunya Lele di Kabupaten Bogor sudah berjalan rutin dan
hampir tidak ada permasalahan dalam proses penjualannya. Sistem pembesaran ikan
segar dilakukan melalui rantai pemasaran mulai dari pembudidaya, pedang pengumpul
an kemudian konsumen. Konsumen utama produk ikan segar khususnya ikan Lele
adalah warung tenda yang menjual pecel lele dan sebagian lain ke restoran dan
cetering. Penjualan ke konsumen hampir seluruhnya dilakukan oleh pedagang
pengumpul. Hampir tidak ada penjualan dari pembudidaya langsung ke konsumen. Hal
ini disebabkan karena konsumen menginginkan kontinuitas produk baik dalam periode
harian, mingguan maupun bulanan. Sedangkan pembudidayaan lele memerlukan waktu
sekitar 2 bulan, jadi hampir tidak mungkin pembudidaya skala kecil dapat memenuhi
pemintaan konsumen. Pembudidaya yang dapat memenuhi konsumen dalam hal
kontinuitas produk hanya pembudidaya skala besar. Pembudidaya skala besar dengan
jumlah anggota banyak dapat mengatur pola tanam sesuai dengan kebutuhan pasar.
Harga lele di tingkat produsen atau pembudidaya untuk ukuran sedang berkisar antara
Rp 10.000,- sampai dengan Rp11.000,- tergantung banyak atau sedikitnya jumlah lele di
pasaran. Namun rata-rata harga lele saat ini adalah Rp. 10.500,-. Dengan harga
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 9 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
tersebut, pembudidaya dapat memperoleh keuntungan sekitar Rp 1.000 - 2 000 per
kilogramnya tergantung tingkat efisiensi teknologi yang diterapkan dan proporsi ukuran
lele lele yang dipanen. Jika proporsi ukuran konsumsinya lebih banyak kentungan bisa
lebih besar. Ukuran konsumsi berkisar dari ukuran 12 ekor per kg sampai dengan 6 ekor
per kg. Jika ukurannya lebih besar dari 6 ekorper kg yakni mulai 5 ekor per kg sampai
dengan 2 ekor atau 1 ekor per kg harganya lebih rendah Rp 2.990,- dari ikan ukuran
konsumsi. Sedangkan yang ukurannya lebih kecil dari 12 ekor per kg biasanya tidak
dibeli dan harus dipelihara lagi sampai mencapai ukuran konsumsi sehingga memerlukan
waktu pemeliharaan lebih lama dan tentunya akan menambah biaya produksi. Oleh
karena itu keuntungan yang diperoleh pembudidaya akan ditentukan berapa besar
proporsi ukuran konsumsi yang dipanen pertama kali dan berapa lama total
pemeliharaan sisanya sapai mencapai ukuran konsumsi. Hal tersebut sangat ditentukan
oleh pemehaman pembudidaya dalam hal teknolgi, strategi pemeliharaan, sumber induk
atau benih dan strategi pemberian pakan.
6.5.2. Pemasaran Ikan Olahan
Hasil survey, diperoleh informasi industri rumahtangga produk olahan ada empat. Produk
lele asap yang terletak di Gunung Sindur, Kelompok Usaha Lele Asap “Citra Dumbo”
(Gambar 6.2.) yang dimiliki oleh Bapak Suaep dengan kapasitas produksi per hari antara
150-200 kg lele segar ukuran 10-12 ekor/kg. Dengan pengasapan menggunakan kayu
bakar selama 2 hari dihasilkan produk lele asap 37.5-50 kg. Selanjutnya produk
dipasarkan di Pasar Senen Jakarta dengan harga Rp. 65.000/kg.
Selain itu terdapat industri olahan lele asap di Citayam (akan di survey lanjut). Terdapat 2
industri rumah tangga di kecamatan Parung CV. Bening dan CV. Bintang Anugerah
(Gambar 6.7). Keduanya memproduksi olahan ikan seperti bakso, nugget, lumpia,
ekado, kaki naga. CV. Bening menggunakan bahan baku tetelan kakap, tuna marlin
dengan kapasitas produksi 150-200 kg/hari bahan baku. CV. Bintang Anugerah
menggunakan bahan baku tetelan tuna denga kapasitas produksi 700 kg bahan
baku/hari. Harga bahan baku berkisar antara Rp. 12.000-15.000/kg.
Sistem pemasaran yang diterapkan kedua perusahaan tersebut adalah gerobak dorong
dengan jumlah gerobak 30 untuk CV. Bening dan 60 untuk CV. Bintang Anugerah
dengan pemasaran di kawasan Jabotabek. CV. Bening selain melaui gerobak jalan juga
memasarkan produknya di Pasar Ikan Higienis Cibinong Daftar harga produk disajikan
pada Tabel 6.3.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 10 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Gambar 6.7. CV. Bening dan CV. Bintang Anugerah
Tabel 6.3. Jenis dan harga produk olahan ikan di CV Bening dan CV Bintang Anugerah di PIH Cibinong
No. Jenis produk Harga Lokasi 1. Filet kakap 35.000/kg PIH Cibinong 2. Filet tuna 45.000/kg PIH Cibinong 3. Filet dori 38.000/kg PIH Cibinong 4. Filet tenggiri 35.000/kg PIH Cibinong 5. Cucut 18.000/kg PIH Cibinong
Gambar 6.8. Produk ikan CV. Bening : Bakso Ikan (kiri)dan Lumananpia Ikan (kanan)
6.6. Sistem Tata Air
6.6.1. Neraca Air
Analisis neraca air dilakukan untuk mengetahui kondisi surplus/deficit neraca air secara
alamiah, yaitu dengan cara membandingkan antara ketersediaan air hujan dengan
kebutuhan air untuk budidaya perikanan. Ketersediaan air hujan diperhitungkan sebagai
curah hujan andalan dengan peluang kejadian 80%, sedangkan kebutuhan air
merupakan kehilangan air berupa evaporasi dan kebutuhan untuk penggantian air kolam.
Hasil analisis neraca air disajikan pada Tabel 6.4. dan Gambar 6.5. Dari tabel dan
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 11 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
gambar tersebut dapat dilihat bahwa kondisi surplus neraca air terjadi pada periode Bulan
November hingga Mei, sedangkan kondisi defisit terjadi pada Bulan Juni hingga Bulan
Oktober.
Defisit neraca air berkisar antara 15-67 mm/bulan atau 0,5-3,3 mm/hari atau setara
dengan 5-33 m3/hari/hektar. Dalam kondisi pengaliran air secara kontinyu, nilai ini setara
dengan 0,06-0,38 lt/det/ha. Dalam kondisi defisit neraca air, diperlukan suplai air irigasi
dan atau pengaturan pola tanam, untuk menghindari terjadinya kekeringan pada lahan
sawah dengan sistem budidaya pertanian tanaman pangan maupun perikanan.
Table 6.4. Hasil Analisis Neraca Air untuk Budidaya Perikanan
Bulan CH rata-rata CH andalan1) Kebutuhan
air2) Surplus/defisit
neraca air Januari 334,1 183,0 80,6 102,4 Februari 428,7 305,5 72,5 233,0 Maret 270,5 154,7 95,8 58,9 April 240,7 125,8 98,7 27,1 Mei 293,3 161,7 108,5 53,2 Juni 203,9 80,0 102,0 -22,0 Juli 130,1 41,8 108,2 -66,4 Agustus 193,5 59,0 115,3 -56,3 September 228,1 56,0 112,8 -56,8 Oktober 329,4 89,0 104,2 -15,2 Nopember 356,8 192,0 86,4 105,6 Desember 569,0 214,0 81,5 132,5
Catatan : 1) CH andalan dihitung dengan peluang 80% dari data curah hujan harian di daerah Kahuripan, Cimulang dan
Curug Serpong 2) Kebutuhan air dihitung dari hasil analisis evaporasi ditambah kebutuhan air untuk penggantian air
Pada kondisi defisit neraca air, kebutuhan air untuk budidaya perikanan dipenuhi dari
sistem irigasi yang telah ada, yaitu Daerah Irigasi (DI) Sasak untuk wilayah Parung dan
Ciseeng, DI Cibeuteung untuk wilayah Kemang, dan DI Curug Serpong untuk wilayah
Gunung Sindur. Meskipun pada awalnya jaringan irigasi tersebut tidak dirancang secara
khusus untuk budidaya perikanan, namun secara umum dapat dimanfaatkan untuk
suplai air irigasi perikanan dengan sistem budidaya ikan tawar kolam biasa, dengan aliran
air berkecepatan rendah. Sistem ini dilengkapi dengan tanggul tanah dan pintu air, untuk
mengatur masuk dan keluarnya air segar sekitar 5 – 10 % dari volume kolam per hari.
Debit air keluar dialirkan kembali ke jaringan irigasi.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 12 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Gambar 6.5. Grafik Curah Hujan Andalan dan Kebutuhan Air untuk Budidaya Perikanan
6.6.2. Layanan Daerah Irigasi
Pada kondisi defisit neraca air di wilayah studi, kebutuhan air untuk budidaya perikanan
dipenuhi dari sistem irigasi yang telah ada, yaitu Daerah Irigasi (DI) Sasak untuk wilayah
Parung dan Ciseeng, DI Cibeuteung-1 untuk wilayah Kemang, dan DI Curug Serpong
untuk wilayah Gunung Sindur. Meskipun pada awalnya jaringan irigasi tersebut tidak
dirancang secara khusus untuk budidaya perikanan, namun secara umum dapat
dimanfaatkan untuk suplai air irigasi perikanan dengan sistem budidaya ikan tawar kolam
biasa, dengan aliran air berkecepatan rendah. Sistem ini dilengkapi dengan tanggul tanah
dan pintu air, untuk mengatur masuk dan keluarnya air segar sekitar 5 – 10 % dari
volume kolam per hari. Debit air keluar dialirkan kembali ke jaringan irigasi
Hasil analisis debit intake irigasi disajikan pada Tabel 6.5. dan Lampiran 3. Kondisi debit
di daerah irigasi tersebut berfluktuasi sepanjang tahun, serta relatif mencukupi untuk
mengairi kolam-kolam yang ada. Namun demikian pada bagian hilir daerah irigasi, baik di
tingkat sekunder maupun tersier, diperlukan pengaturan yang lebih baik karena debit
intake pada musim kemarau cenderung berkurang. Dari skema jaringan irigasi yang
disajikan pada Lampiran 1, dapat diprakirakan nilai satuan ketersediaan air irigasi, yaitu
masing-masing sebesar 1-5 lt/det/ha di DI Sasak, 3-10 lt/det/ha di DI Curug Serpong, dan
> 10 lt/det/ha di DI Cibeuteung-1. Nilai ini relatif lebih besar dari nilai rata-rata satuan
kebutuhan air untuk perikanan darat, yaitu sekitar 1 lt/det/ha.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 13 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Tabel 6.5. Hasil Analisis Debit Saluran Bulanan (Lt/Det)
Bulan DI Cibeuteung-1 DI Sasak (BSK3) DI Cogrek DI Curug Serpong
Januari 4447,2 3923,2 3144,1 13069,0
Pebruari 5666,1 4973,7 3154,4 11550,4
Maret 3086,1 2849,1 3267,2 4260,2
April 4226,6 3213,2 3148,3 9988,6
Mei 3971,7 5512,6 3142,4 13405,8
Juni 2922,2 2917,5 3136,6 14616,5
Juli 4292,3 1755,2 2925,0 5579,9
Agustus 1641,8 1611,0 3061,2 3785,6
September 1680,3 1123,0 3018,9 3836,9
Oktober 2287,7 1699,4 3101,6 4915,7
Nopember 6078,1 2956,4 3325,3 13425,9
Desember 4675,0 2794,6 3047,2 6970,1
Catatan : Dihitung dari data debit harian
Kolam ikan dengan aliran air kecepatan rendah dan pengembangbiakan di sawah tidak
membutuhkan prasarana bangunan air secara khusus. Pembiakan ikan dalam keramba
di saluran tidak dianjurkan, karena dapat mengganggu aliran dan merusak tanggul
saluran. Kolam dengan air tenang dapat diberi air dari saluran tersier, dengan pemberian
air secara terus-menerus.
6.6.3. Kinerja Jaringan Irigasi
Untuk memperoleh data dan informasi lapangan mengenai kondisi fisik jaringan,
pengaturan air irigasi, dan kecukupan air di tingkat usahatani, telah dilakukan observasi
lapang di 4 (empat) lokasi berikut:
1) Petak Tersier CBTS 7 ki; DI Cibeuteung-I; Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang
2) Petak Tersier TP5 ki , DI Sasak, Desa Nutug, Kecamatan Ciseeng
3) Petak Tersier SK 8 ki , DI Sasak, Desa Cihowe, Kecamatan Ciseeng
4) Petak Tersier TP1 ka, DI Sasak, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng
Rangkuman hasil observasi lapang secara rinci disajikan pada Lampiran 4. Pola aliran
air dari pintu sadap menuju petakan kolam dan sawah seperti pada Lampiran 4
menunjukkan bahwa lokasi kolam menyebar di sebelah hulu hamparan sawah. Air
drainase dari kolam bagian hulu pada umumnya digunakan kembali sebagai air irigasi
untuk areal di bagian hilir. Aliran air pada kolam pembibitan umumnya dari kolam ke
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 14 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
kolam (2 – 3 kolam), sedangkan pada kolam pembesaran aliran air kolam ke kolam (4 – 5
kolam).
Kerusakan infrastruktur irigasi telah terjadi pada beberapa bangunan air seperti
kerusakan tanggul yang mengakibatkan terjadi rembesan dan kebocoran, pintu bangunan
pengambilan rusak/hilang, pendangkalan saluran, tanggul kurang tinggi, kerusakan
bangunan talang, serta tidak terdapat bangunan box bagi tersier. Selain itu juga terjadi
pengendapan lumpur di saluran tersier, serta tertutupnya saluran di bagian hilir oleh
sampah dan rumput. Sebagian bangunan sadap atau pengambilan umumnya masih
berfungsi untuk pengaturan air, namun saluran di bagian hilir tidak berfungsi dengan baik
karena tertutup oleh rumput dan terjadi pendangkalan. Pada lokasi tertentu, bangunan
pengambilan kurang berfungsi terutama pada musim kemarau, sedangkan pada musim
hujan saluran tersier masih befungsi untuk penyaluran air namun pada musim kemarau
terdapat hambatan dalam pengaturan air.
Ditinjau dari kecukupan airnya, pola tanam yang banyak diterapkan oleh petani adalah
kolam ikan sepanjang tahun; pada lahan dekat sumber air (saluran atau bangunan
sadap), atau yang mendapat suplesi dari areal di bagian atas seperti dari
perbukitan/kebun sawit, atau memiliki sumur bor. Sistem perkolaman terdiri dari kolam
penyuntikan, kolam pembibitan dan kolam pembesaran. Pada beberapa lokasi, kolam
penyuntikan terdapat di halaman rumah.
Pola tanam yang lain adalah kolam-kolam-padi diterapkan pada lahan yang relatif agak
jauh dari sumber air, umumnya berupa kolam pembibitan, serta padi-padi-palawija; pada
lahan yang relatif jauh dari sumber air. Pada areal tertentu seperti di areal petak tersier
TB 5 ki, air irigasi selalu cukup meskipun di musim kemarau karena muka airtanah yang
tinggi (istilah setempat: lahan balong). Dalam kondisi air cukup, petani pada umumnya
beralih dari budidaya padi ke budidaya ikan, namun apabila air irigasi terbatas/kurang,
terutama pada musim kemarau, petani cenderung mengurangi luas kolam yang
diusahakan (kolam dikosongkan).
Luas garapan kolam rata-rata berkisar antara 200 m2 hingga 1 ha per petani, namun
demikian pada lokasi tertentu terdapat juga kompleks perkolaman seluas sekitar 12 ha
yang dimiliki oleh seorang petani. Petani yang memiliki kolam dengan garapan luas
umumnya petani yang memiliki lapak di pasar. Perbandingan antara luas kolam ikan dan
sawah di petak tersier sekitar 30-50% (kolam) dan 50-70% (lahan sawah). Di areal Petak
Tersier TP1 ka, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, perbandingan antara luas kolam
ikan dan sawah sekitar 95% : 5% atau sebagian besar adalah petani ikan. Kelembagaan
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 15 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
pengelolaan air di tingkat usahatani yang telah ada di lokasi observasi tertera pada Tabel
6.6.
Tabel 6.6. Kelembagaan Pengelolaan Air di Tingkat Usahatani
Daerah irigasi Kelompok tani P3A o Petak Tersier CBTS 7 ki; DI
Cibeuteung-I; Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang
o Kelompok tani tanaman pertanian : Solidaritas I (Ketua : Aja )
o Kelompok tani ikan : Solidaritas II (Ketua : Arifin)
o Petak Tersier TP5 ki , Desa Putat Nutug, Kecamatan Ciseeng
o Kelompok petani ikan : Perwatin (jumlah anggota 35 orang, Ketua: Bambang Purwanto
o P3A Gabungan (Ketua: Sumaryono)
o Petak Tersier SK 8 ki , Desa Cihowe, Kecamatan Ciseeng
o Kelompok petani ikan : Tirta Makmur
o P3A Gabungan (Ketua: Sumaryono)
o Petak Tersier TP1 ka, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng:
o Kelompok petani ikan : Perikanan Jaya (jumlah anggota 100 orang, Ketua: Hudori , merangkap sebagai bendahara P3A Gabungan)
o P3A Gabungan (Ketua: Sumaryono)
Dari uraian hasil observasi lapang di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa infrastrukur
irigasi yang telah ada tidak sepenuhnya dapat memberikan pelayanan air irigasi yang
memadai. Beberapa bangunan air memerlukan rehabilitasi dan peningkatan fungsi
jaringan. Pada tahap awal pengembangan minapolitan ini, diusulkan beberapa segmen
saluran yang memerlukan perbaikan, seperti tertera pada Tabel 6.7.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 16 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 17 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Tabel 6.7. Usulan Rehabilitasi dan Peningkatan Jaringan Irigasi
No. Daerah Irigasi Usulan rehabilitasi/peningkatan
1. D.I. Cibeuteung I :
o Sal Tersier BCTS 7ki
o Galian Lumpur, 1800 m o Pasangan lining, 500 m o Box tersier, 3 bh
2. ah, 1 bh
TP1; BTP 5; BTP 8 dan D.I. Sasak :
a. Sal Sek Tembok Panjang
o Bangunan Pelimpo Perbaikan Bang Air, 4 bh (B
BTP 10)
. Sal Tersier BTP1 ka r, 1 bh
ut , 800 m
. Saluran Tersier BTP5 ki
0 m
. Sal Sekunder Cogrek
2 bh ilan, 1 bh
e. Sal Tersier BSK 4
pengambilan a, 100 m
h .I. Curug Serpong :
b
o Box tersieo Talang, 1 bh o Pembabatan rump
c
o Box tersier, 1 bh o Galian lumpur,150o Pasangan lining, 200 mo Pintu pengambilan
an,
d
o Perb bang pengambilo Pemb bang pengambo Galian lumpur, 2000 m o Pasangan lining, 500 m o Galian lumpur, 500 m o Pasangan lining, 500 m o Box tersier, 3 bh
Perbaikan lantai bangu
f. Sal Tersier BSK 8
o nan i dan ko Pasangan lining k
o Box tersier, 1 bua
3 a.D
Sal Induk
o Galian lumpur, 5600 m o Pasangan lining, 500 m o Perb pintu air, 3 bh
4 D.I. Angke 2 o Galian lumpur, 4000 m o Pasangan lining, 400 m
5 D.I. Cibeuteung 2 m o Galian lumpur, 1500o Pasangan lining, 600 m
S ber: airan Wilayah Parung
.7. Kebijakan Terkait Minapolitan
Peraturan terkait dengan Minapolitan saat ini secara pokok meliputi peraturan tentang
it dengan kebijakan pemilihan lokasi dan
komoditas dan kebijakan/peraturan terkait dengan minapolitan itu sendiri. Peraturan
um Kantor UPT Peng
6
tata ruang wilayah, peraturan yang terka
terkait dengan tata ruang wilayah adalah peraturan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor
No. 19/2008 tentang Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2005-2025.
Peraturan ini secara garis besar berisikan : (1) ketentuan umum, (2) Ruang lingkup, (3)
asas, tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah, (4) rencana strukur dan pola
ruang wilayah, (5) rencana pemanfaatan wlayah, (6) arahan pengendalian pemanfaatan
ruang dan (7) hak, kewajiban dan peran serta masyarakat dan kelembagaan. Hal yang
paling penting dari peraturan ini adalah bahwa lokasi pengembangan minapolitan yang
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 18 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
akan ditetapkan harus sesuai dengan rencana pemanfaatan wilayah sesuai dengan
peraturan daerah ini.
Peraturan yang terkait dengan kebijakan dan komoditas setidaknya terdapat dua
peraturan pokok yaitu Peraturan Bupati (Perbub) nomor 84/2009 tentang revitalisasi
asi pertanian dan pembangunan perdesaan mencakup 6 komoditi
unggulan yaitu usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan
s/Huk/2010 tentang penetapan lokasi
pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Bogor, menyatakan bahwa lokasi
itan, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan No. KEP : 32/MEN/2010 tentang penetapan kawasan minapolitan. Dalam
inapolitan,
memuat tentang konsepsi minapolitan. Minapolitan didefinisikan sebagai suatu bagian
pertanian dan pembangunan perdesaan (RP3) dan Keputusan Bupati Bogor nomor
523.31/227/Kpts/Huk/2010 tentang penetapan lokasi pengembangan kawasan
minapolitan di Kabupaten Bogor. Pada Peraturan Bupaten No.84/2009 secara umum
berisikan program revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan. Isi pokok dari
peraturan bupati ini adalah usaha untuk memberdayakan kembali sektor-sektor pertanian
serta fungsi kawasan perdesaan. Secara garis besar, maka wilayah Kabupaten Bogor
dibagi dalam 8 zona.
Ruang lingkup revitalis
dan perikanan. Program direncanakan baik pada sisi on-farm, off-farm maupun yang
tidak didasarkan usaha pertanian (non-farm) serta infrastrukturnya.Terkait dengan
minapolitan, bahwa peraturan bupati ini menyebutkan bahwa perikanan termasuk
komoditas unggulan yang akan diprogramkan, dengan 6 komoditas komoditas utama
yaitu mas, gurame, nila, patin, lele dan ikan hias.
Keputusan Bupati Bogor nomor 523.31/227/Kpt
minapolitan terletak pada 4 kecamatan yaitu (1) Kecamatan Ciseeng, (2) Kecamatan
Parung, (3) Kecamatan Gunung Sindur dan (4) Kecamatan Kemang yang meliputi 28
desa. Lokasi tersebut merupakan sebagian wilayah dalam zona 4 revitalisasi pertanian
dan pembangunan perdesaan (RP3). Bila diteaah lebih jauh sudah terjadi harmonisasi,
dimana dalam kebijakan revitalisasi pada zona 4 juga diprioritaskan untuk
pengembangan budidaya perikanan.
Sedangkan dari sisi kebijakan minapol
keputusan ini, Kabupaten Bogor merupakan 1 dari 197 kabupaten/kota seluruh Indonesia
yang telah ditetapkan sebagai daerah pengembangan kawasan minapolitan. Kabupaten
Bogor merupakan satu dari 11 kabupaten yang terpilih d Propinsi Jawa Barat.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER : 12/MEN/2010 tentang m
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 19 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi,
pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan
pendukung lainnya. Secara umum, disampingg berisikan tentang ketentuan umum,
peraturan ini juga meliputi : (1) azas, tujuan dan sasaran, (2) konsep pengembangan
kawasan minapolitan, (3) pemantauan, evaluasi dan pelaporan, (4) pembinaan dan (5)
pembiayaan. Secara spesifik, peraturan ini menyebutkan bahwa karakteristik kawasan
minapolitan merupakan kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan,
dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya seperti jasa dan perdagangan.
Salah satu persyaratan mendasar adalah bahwa kawasan minapolitan harus sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan Rencana Pengembangan Investasi
.8. Isu dan Permasalahan Kelembagaan
n antar pelaku usaha (baik individu
maupun kelompok), maupun antara pendukung kegiatan ini dijumpai beberapa
a. Kepastian relasi yang menguntungkan antar kelompok,
ok,
a. Peraturan yang menjamin kepastian pola hubungan dan transaksi yang
n
Jangka Menengah Daerah (RPIJMD) yang telah ditetapkan. Sedangkan bila sudah
memenuhi criteria dan persyaratan yang ada, maka Bupati/Walikota mempunyai otoritas
untuk menyusun Rencana Induk (Master plan), yang diimplementasikan melalui Rencana
Pengusahaan dan Rencana Tindak. Penetapan lokasi Minapolitan dilakukan oleh
Bupati/Walikota dan disampaikan pada Menteri Kelautan dan Perikanan. Pada sisi
pembiayaan, maka pengembangan dan pembinaan kawasan minapolitan didasarkan
pada APBN dan atau APBD serta sumber lain yang tidak mengikat sesuai peraturan
perundang-undangan.
6
Berdasarkan kondisi kelembagaan serta hubunga
permasalahan sebagai berikut.
A. Relasi antar pelaku usaha atau organisasi
b. Bangunan kepercayaan (trust) antar kelomp
c. Komunikasi yang produktif, dan
d. Bentuk kelembagaan pengelolaan.
B. Aturan Main (Rules of The Game)
menguntungkan,
b. Peraturan yang menjamin kepastian lokasi dari interaksi potensi pemanfaatan
wilayah lainnya, da
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 20 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
c. Kepastian peraturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan sarana dan
prasarana.
Kepastian peraturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan sarana dan
prasarana.
6.9. Potensi Minawisata
uti perencanaan
aktifitas yang direncana
data infrastruksur tersebut dapat dilihat pada Ta
6.9. Potensi Minawisata
uti perencanaan
aktifitas yang direncana
data infrastruksur tersebut dapat dilihat pada Ta
Pengembangan minawista melipPengembangan minawista melip yang mengakomodasikan seluruh
kan dalam suatu kawasan minapolitan. Perencanaan tersebut
p baik. Beberapa
bel 6.8. dan Lampiran 5.
Status Jalan Panjang (m)
yang mengakomodasikan seluruh
kan dalam suatu kawasan minapolitan. Perencanaan tersebut
p baik. Beberapa
bel 6.8. dan Lampiran 5.
Status Jalan Panjang (m)
didasari oleh konsep utama, yaitu untuk menciptakan kawasan wisata minapolitan yang
berkelanjutan dengan mengembangkan wisata edukasi yang didasarkan pada potensi
lingkungan yaitu perikanan yang potensial untuk melindungi sumberdaya alam dan
kualitas lingkungan serta kesejahteraan masyarakat lokal.
6.9.1. Infrastruktur Wilayah
didasari oleh konsep utama, yaitu untuk menciptakan kawasan wisata minapolitan yang
berkelanjutan dengan mengembangkan wisata edukasi yang didasarkan pada potensi
lingkungan yaitu perikanan yang potensial untuk melindungi sumberdaya alam dan
kualitas lingkungan serta kesejahteraan masyarakat lokal.
6.9.1. Infrastruktur Wilayah
Kondisi infrastruktur yang ada di sekitar kawasan perencanaan cukuKondisi infrastruktur yang ada di sekitar kawasan perencanaan cuku
Tabel 6.8. Status Jalan dan Panjang Jalan di Kabupaten Bogor
Tabel 6.8. Status Jalan dan Panjang Jalan di Kabupaten Bogor
a) Jalan Nasional 121.487
b) Jalan Pro .989vinsi 129
c) Jalan Kabupaten 1.506.565
d) Jumlah 1.758.041
6.9.2. Identifikasi dan Analisis Potensi Wisata Kawasan Minapolitan
Kondisi kawasan yang terletak di perkampungan dan suasana perdesaan yang k
merupakan daya tarik tersendiri meskipun potensi masing-masing kecamatan relatif sama
ental
. Kecamatan Kemang
namun karakter yang ada cukup berbeda. Beberapa lokasi telah menjadi obyek wisata
dan dapat dilihat pada peta obyek wisata, Lampiran 6.
A
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 21 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Meskipun produksi ikannya paling sedikit diantara keempat kawasan minapolitan, akan
tetapi Kecamatan ini memiliki akses yang cukup baik sebagai jalur penghubung antara
kawasan minapolitan dengan Kota Bogor maupun Jakarta. Dari luas wilayah sebesar
6369. 99 Ha, potensi perikanan yang dimiliki oleh Kecamatan ini sekitar 484 Ha. Cukup
kecil dibandingkan dengan kecamatan yang lain sehingga, namun di Kecamatan ini
memiliki situ yang cukup strategis, dengan akses yang mudah dan tidak terlalu jauh (10
m) dari Jalan raya Bogor-Parung. Situ ini memiliki pemandangan yang indah dan sudah
ada trotoar di tepi danau serta tumbuhan yang rindang. Namun demikian kondisi wisata
belum digarap secara baik, khususnya kondisi trotoar dan jalan , serta tepi situ beum
terpelihara. Sedangkan dari segi Wisata Edukasi, kecamatan Kemanga memiliki
kekhususan dalam pembenihan ikan gurame dan sebagin juga ada perbenihan Lele serta
pembesaran Akses ke area perbenihan maupun budidaya sangat mudah dengan kondisi
jalan cukup baik.
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 22 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Gambar 6.7 . Kondisi potensi wisata Situ Kemang Kecamatan Kemang
Disamping situ Kemang, di kecamatan ini juga terdapat potensi wisata Situ Cilaya yang
terletak didesa Jampang. Lokasi situ Cilaya terletak diperbatasan Kecamatan Kemang
dan Kecamatan Ciseeng. Lokasi wisiata ini memiliki nilai jual yang cukup tinggi kerena
akses yang mudah dan dekat dengan jalan raya Ciseeng (150 m) dan tidak jauh dengan
jalan raya Bogor Parung. Situ ini sekarang telah ada akvtivitas wisata pemancingan.
Namun jika diberdayakan dengan sarana dan prasarana yang cukup maka kondisi Situ
Cillala ini sangat potensial untuk menjadi obyek wisata unggulan. Kondis Situ Cilalal
disajikan dalam gambar berikut ini:
B. Kecamatan Ciseeng
Kecamatan ini merupakan kecamatan yang cukup luas areanya dan memiliki barbagai
kegitan budidaya yang beragam dari mulai perbenihan, pembesaran pengolahan serta
wisata. Secara uumum Keunggulan Kecamatan ini adalah :
1. Terletak relatif di tengah dari empat kota kecamatan wilayah minapolitan
2. Akses jalan menuju ke sentra produksi cukup memadai
3. Akses jalan menuju Jakarta sebagai pusat pemasaran cukup memadai
4. Jaringan listrik dan telekomunikasi cukup tersedia
5. Terdapat pasar benih ikan dan pasar yang menyediakan kebutuhan sehari-hari
Gambar 6.8. Kondisi Situ Cilala Desa Jampang
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
6. Terdapat kios penyedia sarana produksi perikanan
Gambar 6.9. Peta Kecamatan Ciseeng
Pada kecamatan ini terdapat Desa Babakan yaitu desa yang menjadi pusat pembenihan
ikan lele yang cukup besar baik di skala rumah tangga maupun industri.
Pada kecamatan ini terdapat Desa Babakan yaitu desa yang menjadi pusat pembenihan
ikan lele yang cukup besar baik di skala rumah tangga maupun industri.
Gambar 6.10. Kondisi Desa Babakan
Selain desa Babakan yang dikenal sebagai sentra pembenihan, di Kecamataan Ciseeng
ini juga terdapat Pasar Benih Ikan Ciseeng yang ramai pada hari-hari tertentu dimana
pedagang benih menjual benih ikannya dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Selain desa Babakan yang dikenal sebagai sentra pembenihan, di Kecamataan Ciseeng
ini juga terdapat Pasar Benih Ikan Ciseeng yang ramai pada hari-hari tertentu dimana
pedagang benih menjual benih ikannya dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 23 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Gambar 6.11. Kondisi Pasar Ciseeng
Ikan hias juga merupakan salah satu komoditas unggulan selain ikan lele, pada
Kecamatan Ciseeng ini terdapat suatu kawasan budidaya yang cukup luas yaitu adanya
danau buatan yang digunakan sebagai keramba ikan hias berbagai jenis sehingga
menarik untuk dijadikan potensi minawisata.
Gambar 6.12. Kondisi Kawasan Budidaya Ikan Hias
Kawasan BP3K merupakan salah satu aset pemerintah daerah yang digunakan sebagai
unit pengembangan untuk tanaman pangan maupun perikanan yang berpotensi dapat
dikembangkan sebagai tempat pelatihan berbagai kegiatan karena area yang cukup luas
dan sudah tersedia kolam-kolam yang dapat dimanfaatkan sebagai percontohan
perbenohan maupun budidaya serta didukuang dengan akses yang relative mudah.
Gambar 6.13. Kondisi Kawasan BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, perikanan,
Peternakan dan Kehutanan)
Disamping kegiatan perbenihan dan budidaya, kecamatan ini juga memiliki potensi
wisata yang lain yakni Situ Iwul yang terletak didesa Iwul. Situ ini lokasinya tidak jauh dari
pasar Ciseeng dan juga relative dekat dengan Parung. Situ ini memiliki nilai keindahan
yang memadai untuk suatu obyek wisata, disamping akses yang mudah dan kondisis
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 24 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
jalan yang baik. Namun kondisi Situ ini saat ini belum diberdayakan sebagai obyek
wisata. Gambaran umum kondisi Situ Iwul disajikan dalam gambar dibawah ini.
Gambar 6.14. Kondisi Situ Iwul- Desa Iwul
C. Kecamatan Parung
Gambar 6.15. Peta Kecamatan Parung
Parung merupakan kecamatan dengan potensi perikanan yang cukup besar, dengan luas
kecamatan sebesar 7.376,59 ha, lahan yang berpotensi untuk perikanan adalah sebesar
607 ha. Pada kecamatan ini terdapat adanya area-area pembesaran ikan lele yang sudah
cukup besar.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 25 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 26 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Obyek wisata yang terdapat di kecamatan ini dan sudah cukup dikenal oleh masyarakat
adalah wisata Tirta Sanita. Pada hari-hari libur wisata yang merupakan pemandian air
panas ini banyak dikunjungi oleh pengunjung.
Potensi komoditas lain disini adalah adanya pusat budidaya lobster. Luasan kawasan
bangunan sekaligus kolam budidaya adalah sekitar 3,5 ha. Berbagai jenis lobster telah
dibudidayakan dengan baik disini sehingga menarik untuk dikunjungi.
Industri pengolahan ikan juga sudah maju di Kecamatan Parung adalah Bening Food
dan CV Bintang Anugerah yaitu pabrik pengolahan ikan berasal dari skala rumahtangga.
Gambar 6.169. Pembesaran Lele
Gambar 6.17. Kawasan Wisata Tirta Sanita
Gambar 6.18. Kawasan Budidaya Lobster
Gambar 6.19. Pengolahan ikan
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
D. Kecamatan GunungSindur
Meskipun dalam RTRW Kecamatan Gunung Sindur dialokasikan sebagai kawasan
industri, namun masih ada sebagian desa yang memiliki kolam-kolam pembesaran baik
penampungan ikan lele.
Gambar 6. 20. Peta Kecamatan Gunung Sindur
Adanya tambang pasir dan kendaraan besar terdapat di sepanjang jalan di Kecamatan
Gunung Sindur ini menyebabkan jalan atau akses menjadi tidak nyaman karena panas
dan berdebu. Namun ada masih terdapat juga kolam pemancingan yang banyak diminati
oleh masyarakat sekitar.
Gambar 6.21. Beberapa Area Pemancingan
Pengolahan ikan yang cukup terkenal di wilayah kecamatan Gunung Sindur ini adalah
adanya pengolahan lele asap. Proses pengasapan yang menggunakan cara yang masih
tradisional ini menghasilkan lele asap dengan rasa yang khas sehingga dapat menjadi
salah satu objek menarik (lihat gambar 6.2).
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 27 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 28 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
6.9.3. Analisis Kelayakan Lanskap untuk Minawisata
Berdasarkan analisis kelayakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan sebagai
kawasan minapolitan dilihat dari Tabel 6.9. dibawah menunjukkan bahwa seluruh
kecamatan yang ada cukup potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan minawisata.
Kecamatan Ciseeng memiliki nilai paling besar untuk menjadi potensial dikarenakan
kondisinya yang masih alami dengan kolam-kolam pembenihan yang menjadi objek
menarik untuk dikunjungi. Selain itu, keragaman objek yang dapat dijadikan sebagai
atraksi wisata juga merupakan faktor pendukung untuk menjadikan Ciseeng sebagai
kawasan sentra dari minapolitan.
Obyek dan atraksi yang terdapat pada tapak memperkuat komponen untuk melakukan
wisata, seperti yang dinyatakan oleh Gunn (1994), alasan sebuah kawasan yang
dikembangkan untuk wisata karena terdapat atraksi sebagai komponen dan suplay.
Atraksi dapat berbentuk ekosistem, landmark atau satwa.
Tabel 6.9. Penilaian Kelayakan Kawasan Bogor sebagai Minawisata
Desa Kemang Ciseeng Parung Gunung Sindur a) Letak dr jln raya 20 40 40 20 b) Estetika dan keaslian 50 75 50 75 c) Atraksi 75 75 75 75 d) Fasilitas pendukung 15 15 15 15 e) Ketersediaan air bersih 60 60 60 60 f) Transportasi dan aksesilitas 40 40 40 40 g) Nilai 260 305 280 285
Keterangan Cukup Potensial
Cukup Potensial
Cukup Potensial Cukup Potensial
Sumber : Hasil Olahan Data, 2010
RENCANA PENGUSAHAAN KAWASAN MINAPOLITAN
7
7.1. Penetapan Kawasan Pengembangan Minapolitan
Berdasarkan Kebijakan Revitalisasi Pertanian dan Pembangunan Pedesaan (RP3P) di
Kabupaten Bogor yang sudah disinkronkan dengan RTRW (Rencana Tata Ruang
Wilayah) Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, wilayah Kabupaten Bogor dibagi menjadi
delapan zona pengembangan pertanian dan perdesaan. Kedelapan zona
pengembangan pertanian dan perdesaan tersebut dapat dilihat pada pada Gambar 7.1 dan Tabel 7.1 Kecamatan-kecamatan yang masuk ke dalam zona yang sama lokasinya
saling berdekatan antara satu dengan lainnya, sehingga diharapkan dapat mencerminkan
kondisi agroekosistem yang sama. Pengelompokkan berdasarkan agroekosistem
tersebut penting karena suatu kondisi agroekosistem tertentu cocok bagi pengembangan
komoditas pertanian tertentu pula. Dengan demikian, di zona tersebut dapat
dikembangkan suatu klaster industri (industrial cluster) bagi komoditas-komoditas tertentu
pula.
Gambar 7.1 Delapan Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan Kabupaten Bogor
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Tabel 7.1. Delapan Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan Kabupaten Bogor
Zona Kecamatan Jumlah Desa Pewilayahan RTRW
1
Rumpin 13 Barat Cigudeg 15 Barat Parung Panjang 11 Barat Jasinga 16 Barat Tenjo 9 Barat
2
Sukajaya 9 Barat Nanggung 10 Barat Leuwiliang 11 Barat Leuwisadeng 8 Barat Cibungbulang 15 Barat Pamijahan 15 Barat
3
Ciampea 13 Barat Tenjojaya 6 Barat Dramaga 10 Barat Ciomas 11 Barat
4
Tajurhalang 7 Tengah Kemang 9 Tengah Rancabungur 7 Tengah Parung 9 Tengah Ciseeng 10 Tengah Gunung Sindur 10 Tengah
5
Tamansari 8 Tengah Cijeruk 9 Tengah Cigombong 9 Tengah Caringin 12 Tengah
6
Ciawi 13 Tengah Cisarua 10 Tengah Megamendung 11 Tengah Sukaraja 13 Tengah Babakan Madang 9 Tengah
7
Cileungsi 12 Timur Klapanunggal 9 Timur Gunung Putri 10 Timur Citeureup 14 Timur Cibinong 12 Timur Bojonggede 9 Timur
8
Sukamakmur 10 Timur Cariu 10 Timur Tanjungsari 10 Timur Jonggol 14 Timur
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Dari Delapan Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan Kabupaten Bogor,
berdasarkan kriteria pengembangan kegiatan minapolitan, maka Zona (IV) empat yaitu
Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang ,Tajurhalang, Rancabungur
merupakan kawasan yang layak menjadi kawasan kegiatan Minapolitan di Kabupaten
Bogor. Setelah dianalisis lebih mendalam berdasarkan (i) aspek potensi lahan/area
untuk kegiatan perikanan budidaya, (ii) produktvitas dan (iii) jumlah Rumah Tangga
Perikanan (RTP), hanya empat kecamatan dan 27 desa yang layak menjadi kawasan
Minapolitan di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Gunung Sindur dengan 6 desa,
Kecamatan Parung dengan 7 desa, Kecamatan Ciseeng dengan 8 desa, dan
Kecamatan Kemang dengan 6 desa.
Potensi lahan untuk kegiatan perikanan budidaya di kawasan minapolitan Kabupaten
Bogor adalah seluas 2.592,5 Ha yang tersebar di empat kecamatan kawasan
pengembangan yaitu Kecamatan Ciseeng seluas 1.309,5 Ha, Kecamatan Parung seluas
607 Ha, Kecamatan Gunung Sindur seluas 192 Ha dan Kecamatan Kemang 484 Ha.
Selengkapnya luas potensi lahan untuk kegiatan perikanan budidaya di kawasan
minapolitan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 7.2. dan Lampiran 7.
Kecamatan Ciseeng, Parung, Gunung Sindur dan Kemang saat ini merupakan sentra
kawasan kegiatan perikanan budidaya di Kabupaten Bogor. Komoditas perikanan
budidaya yang dikembangkan di keempat kecamatan tersebut adalah Lele, Gurame Ikan
Hias dan beberapa jenis lainya. Dari keempat kelompok komoditas yang dikembangkan
di kawasan tersebut, komoditas lele menjadi komoditas yang banyak dibudidayakan
kemudian Gurame, Ikan Hias dan kemudian jenis ikan lainnya. Luas lahan yang
digunakan untuk kegaitan budidaya Lele di kawasan tersebut adalah 649, Gurame 114
Ha, Ikan Hias 10 Ha dan untuk ikan jenis 23 Ha lainnya.
Total produksi perikanan budidaya yang dapat dikembangkan di kawasan Minapolitan
adalah 2.538,464 Ton. Komoditas Lele mempunyai priduktifitas paling besar yaitu
sebesar rupakan komoditas paling 16.772,14 ton. Produksi perikanan budidaya di
Kawasan Minapolitan dapat dlihat apda Tabel 7.4.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Tabel 7.2. Potensi Luas lahan untuk kegiatan perikanan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Bogor
No. Kecamatan Desa Luas (ha) 1 Ciseeng Babakan 283.00 Parigi Mekar 63.20 Putat Nutug 245.00 Ciseeng 80.30 Cibentang 105.00 Cibeuteung Udik 203.00 Cibeuteung Muara 225.00 Cihoe 105.00
menteri dan peraturan operasionalnya. Sedangkan pada produk legal daerah meliputi
peraturan daerah, peraturan/keputusan bupati dan aturan operasionalnya.
Gambar 7.20. Tahapan Substantif Pembentukan Kelembagaan Operasional Pengelolaan Kawasan Minapolitan
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 35 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pada proses pembentukan kelembagaan akan berakhir ketika proses-proses tesebut
diatas telah berhasil mengidentifikasi bentuk kelembagaan yang bisa diterima oleh
seluruh stakeholder. Pilihan bentuk kelembagaan dapat dilakukan dengan merujuk pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga lembaga yang terbentuk akan
berfungsi optimal.
Kelembagaan minapolitan meliputi beberapa jenis kelembagaan yaitu (a) kelembagaan
menyeluruh kawasan minapolitan, (b) kelembagaan pusat (sentra minaploitan) dan (c)
kelembagaan periferi atau masyarakat. Kelembagaan menyeluruh merupakan
kelembagaan pada tingkat pengarah (steering) yang merupakan kelembagaan koordinasi
antar stakeholder terutama antara satuan kerja pemerintah daerah (SKPD).
Kelembagaan sentra minaploitan, merupakan kelembagaan yang mengelola aset-aset
yang terdapat pada sentra minapolitan. Sedangkan kelembagaan periferi atau
masyarakat merupakan kelembagaan tingkat masyarakat baik pada tingkat
pembudidaya, pengolah maupun pemasaran.
Hal yang krusial untuk dibahas adalah kelembagaan pada tingkat sentra minapolitan,
karena terkait dengan pengelolaan aset-aset yang dibangun, baik aset bergerak (alat
transportasi) maupun aset tidak bergerak (gedung, kolam, mesin dan peralatan
pengolahan). Pilhan bentuk kelembagaan dalam bentuk daftar panjang (long list)
kelembagaan pengelolaan kawasan sentra minapolitan dapat dilihat dalam Tabel 7.15.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 36 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Tabel 7.15. Pilihan Daftar Panjang (long list) Bentuk Kelembagaan Pengelola Kawasan Minapolitan Bogor
Basis Pilihan Bentuk Organisasi
Keterangan/catatan
1. Pemerintah a. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pada Dinas Teknis
Didasarkan pada keputusan pemimpin daerah tentang pendelagasian tugas dan kewenangan. Budget berbasis pada pagu dan arahan APBD
2. Pemerintah b. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Didasarkan pada rujukan undang-undang dan keputusan pemimpin daerah. Budget dan bentuk program lebih fleksibel.
3. Pemerintah c. Perusahaan Daerah (PD)
Pemerintah daerah sebagai pengelola seperti swasta dan mempunyai saham berupa aset-aset milik PEMDA
4. Pemerintah d. Perseroan Terbatas (PT)
Pemerintah daerah menyerahkan aset untuk membantuk unit usaha komersial yang dikelola secara terpisah dari pengelolaan pemerintah daerah, dengan kepemilikan bisa menjadi milik public dimana pemerintah menjadi salah satu bagiannya.
5. Masyarakat e. Pengelola Berbasis Masyarakat (CBM)
Otoritas pengelolaan berada di masyarakat. Efektivitas pengelolaan sangat ditentukan oleh kapasitas masyarakat.. Salah satu bentuknya adalah koperasi.
6. Interaksi Pemerintah dan Masyarakat
f. Ko-manajemen Otoritas pengelolaan berbasis pada “kesepakatan” masyarakat dengan pemerintah. Bentuk riil sangat tergantung pada kualitas interaksi yang dipengaruhi oleh kapasitas masyarakat dan pemerintah.
7. Swasta g. Public-Private Partnership Operation
Otoritas pengelolaan diserahkan kepada pihak swasta. Bentuk-bentuk otoritas dan kewajiban bervariasi tergantung kesepakatan.
Uraian dan penjelasan baik menyangkut filosofi dan/atau dasar hukum alternatif
kelembagaan tersebut dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut.
A. Kelembagaan Berbasis Pemerintah
1. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Daerah
Sesuai dengan UU No.41/2007 tentang organisasi perangkat daerah, UPTD-daerah
merupakan satu lembaga teknis yang terdapat dalam organisasi pemerintah daerah
yaitu dinas teknis daerah. Besaran organisasi perangkat daerah ini disesuai dengan
variabel jumlah penduduk, luas wilayah dan besarnya APBD. Berdasarkan pada
undang-undang ini, besaran organisai perangkat daerah kabupaten/kota berbeda-
beda jumlahnya menurut nilai skor daerah. Semakin tinggi jumlah skor daerah,
semakin besar jumlah organisasi perangkat daerah yang diijinkan dibentuk di suatu
daerah. Sementara UPTD Unit pelaksana teknis pada dinas terdiri dari 1 (satu)
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 37 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
subbagian tata usaha dan kelompok jabatan fungsional. Berdasar struktur
kepegawaian, maka kepala unit pelaksana teknis dinas di Kabupaten/Kota
merupakan jabatan struktural eselon IVa. Secara hirarkis, UPTD akan bertanggung
jawab kepada kepala dinas yang membidanginya.
Bila dilihat dari sisi struktur organisasi UPTD dan eselonisasi, menggambarkan
kewengan/otoritas kelembagaan yang jauh lebih sempit dibanding dengan dinas
teknisnya. Sehingga bila pengelolaan kawasan sentra diserahkan kepada UPTD
diduga akan sulit untuk dilaksanakan secara optimal.Pada sisi lain, pada kawasan
minapolitan ini juga memerlukan dukungan stakeholder lintas sektoral atau
kedinasan. Sehingga bila pengelolaan diserahkan pada tingkat UPTD akan
berpotensi menimbulkan overlaping dan konflik kepentingan antar beberapa dinas
terkait. Sehingga pilihan ini menjadi pilihan yang sulit untuk dilakukan.
2. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
Konsep Badan Layanan Umum (BLU) disebutkan dalam UU No.1/2004 tentang
perbendaharaan negara. Salah satu bentuk perbendaharaan adalah badan layanan
umum yang dapat dibentuk di tingkat pusat dan daerah. Secara lebih spesifik, konsep
ini dituangkan dalam PP No.23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum. Konsep Badan Layanan Umum yang terdapat dalam UU No.1/2004 kemudian
diadopsi dalam PP No.23/2005 dan Badan Layanan Umum, didefinisikan sebagai
instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Peraturan yang lebih operatif adalah
Preaturan Menterdi Dalam Negeri (Permendagri) No.61/2007 tentang pedoman teknis
pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah.
BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum
tidak terpisah dari pemerintah daerah. BLUD bisa merupakan unit teknis dalam SKPD
maupun satu SKPD sendiri. Berbeda dengan SKPD pada umumnya, pola
pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan
daerah pada umumnya. Sebuah satuan kerja atau unit kerja dapat ditingkatkan
statusnya sebagai BLUD.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 38 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Contoh dari SKPD dengan status BLUD adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Unit kerja seperti puskesmas atau tempat rekreasi tidak tertutup kemungkinan
ditingkatkan statusnya sebagai BLUD. Unit organisasi BLUD dibawah kendali seorang
pimpinan, yang merupakan tugas perbantuan dari pimpinan daerah. Merujuk pada
peraturan yang ada, maka sumber pendanaan BLUD meliputi :a. APBD, b. Pungutan
Jasa dan c. Hibah yang tidak mengikat. Sementara berdasar Permendagri
No.61/2007, sumber pendanaan BLUD juga mencakup (d) hasil kerjasama dengan
pihak lain, (e) APBN dan (f) lain-lain pendapatan yang syah.
Menurut Permendagri No.61/2007, pendapatan selain dari pendapatan hibah yang
tidak mengikat, dapat dikelola langsung untuk membiayai pengeluaran BLUD sesuai
dengan RBA. Pertanggungjawaban dari pemanfaatan sumber pendanaan berbeda-
beda menurut sumbernya.Pemanfaatan sumber pendanaan dari APBD dan APBN,
maka pertanggungjawaban mengikuti mekanisme pemanfaatan dana APBD.
Sedangkan pungutan jasa dan hasil kerjasama dengan pihak lain akan masuk
menjadi penerimaan daerah yang mengikuti pola yang ada. Sementara
pertanggungjawaban yang bersifat hibah sesuai dengan peruntukannya.
Berdasarkan peraturan yang ada, struktur pengelola unit BLUD dapat berasal baik
dari pegawai negeri sipil (PNS) maupun non-PNS. Remunerasi pada intinya dapat
fleksible sesuai dengan profesionalisme, tanggung jawab dan resikonya. Bila
personalia pengelola BLUD merupakan PNS, disamping menerima gaji pokok dan
tunjangan sesuai ketentuan tentang PNS, juga mendapatkan tambahan remunerasi
sesuai dengan profesionalisme, tanggung jawab dan resikonya.
Hal yang perlu dicatat adalah bahwa struktur organisasi BLUD meskipun ada
keluluasaan administrasi keuangan dan program, pada faktanya sebagian besar
personalia dari pengelola BLUD sekarang ini merupakan aparatur pemerintah (PNS).
Sehingga terjadi peluang bahwa dari sisi kebutuhan organisasi membutuhkan
dukungan operasional yang tinggi tetapi dari sisi personalia tidak memungkinkan
karena statusnya sebagai PNS. Persoalan ini menjadi catatan penting dari sisi kinerja
kelembagaan.
Hal lain yang perlu dicatat adalah bila BLUD menjadi bentuk SKPD tersendiri, maka
berpotensi untuk mengarah pada benturan dengan jumlah SKPD yang diijinkan
menurut peraturan yang ada. Bila pada kondisi jumlah SKPD sudah memenuhi
ketentuan maksimal jumlah SKPD, maka pembentukan SKPD ini juga berpotensi
untuk meniadakan salah satu SKPD yang sudah ada sekarang ini.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 39 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Build-Finance-Operate (DBFO), Finance Only, Operation & Maintenance Contract (O &
M), Design-Build (DB), Operation License. Spektrum model PPP termasuk sebagian dari
bentuk-bentuk PPP dapat dilihat dalam gambar berikut.
Seperti halnya kebijakan public lainnya, PPP harus juga memenuhi standar-standar good
governance yang dipersyaratakan seperti partisipasi, santun (decency), transparansi,
akuntabilitas, keadilan, efisiensi dan pembangunan berkelanjutan. Sehingga prinsip-
prinsip dalam PPP harus memenuhi standar-standar tersebut, dan UNECE telah
menyusun prinsip-prinsip tata kelola (good governance) PPP sebagai berikut (UNECE,
2008) :
1. Bersandar pada kebijakan (policy)
2. Pengembangan Kapasitas (capacity building) baik skill, kelembagaan maupun
pelatihan.
3. Meningkatkan Legal Framework (Improving legal framework) dalam pengertian fewer,
simpler dan better.
4. Risk Sharing yang mencakup nilai cooperative sharing dan mutual support
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 46 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
5. Procurement yang transparan, netral dan tidak diskriminatif.
6. Meletakan (kepentingan) Masyarakat sebagai hal pertama (Putting people first) dalam
bentuk pemberian informasi, akuntabilitas dan digalangnya dukungan.
7. Berorientasi lingkungan yang bersifat ramah (green case), adanya peran pemerintah
(government role) dan distribusi manfaat (belivery of benefit) yang baik dan adil.
Walaupun secara teoritis cukup menguntungkan, tapi implementasi di Indonesia masih
terkendala dengan kebijakan pemerintah. Sampai sekarang, pola PPP di Indonesia baru
diaplikasikan untuk infrastruktur jalan, jembatan dan pelabuhan. Diluar infrastruktur
tersebut masih belum diaplikasikan konsep ini.
Berdasarkan uraian diatas dapat disusun tabel yang menggambarkan kelebihan dan
kekurangan bentuk organisasi pengelola, seperti terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 7.16. Potensi Kelebihan dan Kekurangan Pilihan Bentuk Organisasi Pengelola KLM Pamurbaya.
No. Bentuk Badan Hukum Organisasi Kelebihan Kekurangan
1. UPTD 1. Struktur dan eselonisasi pejabat jelas
2. Kejelasan sumber anggaran belanja
3. Ketersediaan personalia pendukung dari aparatur pemerintah
1. Adanya potensi overlap dan konflik kepentingan antar SKPD yang terkait.
2. Kurang fleksible terhadap kebutuan pengelolaan
3. Perencanaan sentralistik dan government base
4. Pertanggungjawaban anggaran harus mengikuti tertib administrasi yang baku
5. Kinerja dan ritme kerja mengikuti pola reward and punishment PNS
2. BLUD 1. Struktur dan eselonisasi pejabat jelas (rujukan legal
2. Kejelasan sumber anggaran belanja pokok
3. Ketersediaan personalia pendukung dari aparatur pemerintah
4. Fleksibilitas perencanaan dan pemanfaatan anggaran lebih baik dari UPTD
1. Kinerja dan ritme kerja personalia mengikuti pola reward and punishment PNS yang belum tentu cukup untuk kebutuhan pengelolaan.
2. Kegagalan untuk menggali sumber-sumber pendanaan selain APBD, (seperti jasa dan hibah) akan menurunkan kinerja pembiayaan program.
3. Akuntabilitas pengelolaan aset dan struktur kelembagaanya.
4. Perlunya kapasitas pengelola setigkat SKPD yang dapat melampui jumlah maksimal SKPD yang diijinkan oleh peraturan yang ada.
3. Perusahaan Daerah 1. Struktur dan eselonisasi pejabat jelas (rujukan legal
2. Kejelasan sumber anggaran belanja pokok
3. Ketersediaan personalia pendukung dari aparatur pemerintah
4. Fleksibilitas perencanaan dan pemanfaatan anggaran lebih baik dari SKPD/UPTD
1. Jaminan pemanfaatan keuntungan usaha untuk rekapitalisasi usaha
2. Kontrol dan pelaporan hanya kepada otoritas kepala daerah
3. Tidak diijinkan kerjasama membentuk perserikatan dengan pihak ketiga
4. Tidak adanya jamina dukungan dari masyarakat terutama terkait dengan suplai bahan baku karena kepemilikan masyarakat tidak ada.
4. Perseroan Terbatas 1. Fleksibilitas perencanaan dan 1. Tidak adanya jaminan kebijakan
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 47 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 48 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
No. Bentuk Badan Hukum Organisasi Kelebihan Kekurangan
(PT) pemanfaatan anggaran lebih baik dari SKPD/UPTD
2. Sumber pembiayaan tidak hanya tergantung dari pemerintah
3. Memungkinkan untuk mendapatkan dana penyertaan dari masyarakat dan swasta
operasional perseroan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ketika pemerintah tidak menjadi pemegang saham pengendali.
2. Agar tetap menjadi pemegang saham pengendali terdapat potensi haru meningkatkan saham penyertaa setiap waktu tertentu.
3. Sumber pembiayaan untuk mempertahankan saham pengendali apakah memungkinkan dari APBD
5. PBM (Koperasi) 1. Dukungan masyarakat dan stakeholder tinggi.
2. Keterjangkauan program berdasar kebutuhan pengelolaan dan masyarakat sekitar
3. Pengambilan keputusan bisa lebih cepat bila kapasitas masyarakat (koperasi) cukup.
1. Akuntabilitas penyertaan aset daerah pada pengelola
2. Kurangnya kapasitas masyarakat dalam proses pengelolaan secara umum
3. Sulitnya mendapatkan dukungan dan akuntabilitas anggaran
4. Pengambilan keputusan berlarut-larut bila kapasitas masyarakat tidak cukup.
5. Kontrol dan arah pengelolaan bisa salah bila kapasitas masyarakat tidak cukup.
6. Co-management 1. Dukungan stakeholder tinggi (baik pemerintah maupun masyarakat)
2. Arahan pengelolaan bisa menjadi lebih baik bila ada sumber atau pihak yang mempunyai kapasitas lebih baik.
3. Kontrol dan monitoring lebih baik, baik dari pemerintah maupun masyarakat.
4. Adanya dukungan anggaran pemerintah pada program-program dasar sesuai perencanaan daerah
1. Disyaratkan kesiapan dan kecukupan kapasitas masyarakat dan pemerintah
2. Range hirarki tingkat Co-management pengelolaan luas, sehingga memerlukan asesmen yang tepat.
3. Akuntabilitas penyertaan aset daerah kepada pengelola.
4. Pengambilan keputusan bisa memerlukan proses yang cukup lama bila kapasitas pemerintah dan masyarakat tidak sama.
7. Public-Private Partnership (PPP)
1. Keterlibatan masyaarakat/swasta tinggi.
2. Operasional pengelolaan bisa lebih akuntable, dan efisien bila partner mempunyai kapasitas yang cukup.
3. Beban pembiayaan bisa sharing pemerintah dengan swasta.
4. Pengambilan keputusan bisa cepat dan rasional
1. Akuntabilitas pemilihan partner harus baik, dan dilakukan secara akuntabel dan transparan untuk mengindari klaim dari pihak lain.
2. Perlu ketetapan jangka waktu tertentu dan review atas kerjasama
3. Kontrol terhadap pengelolaan aset perlu kuat dan mengikuti rambu-rambu peraturan dan tujuan pengembangan kawasan minapolitan.
4. Kebiasaan yang terjadi di Indonesia masih didasarkan pada kerjasama bidang infrastruktur.
Sumber : Hasil analisis, 2010.
Sesuai dengan analisis pada tabel diatas serta dikaitkan dengan azas, tujuan dan
semangat pengembangan kawasan minaploitan, maka pilihan alternatif kelembagan
pengelola sentra minapolitan meliputi bentuk-bentuk : Perusahaan daerah (PD),
perseroan terbatas (PT), BLUD dan Koperasi. Pilihan-pilihan tersebut memerlukan
catatan tersendiri dalam bentuk tindakan kebijakan pimpinan daerah untuk
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 49 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
mengamankan tujuan pembentukan kawasan minapolitan seperti tertuang dalam tabel
berikut. Tabel 7.17. Alternatif Daftar Pendek Pilihan Kelembagaan Pengelola Kawasan Sentra
Minapolitan
No. Bentuk Badan Hukum Organisasi Catatan
1. Perusahaan Daerah (PD)
Perlu adanya komitmen yang tertuang dalam kebijakan pimpinan daerah bahwa keuntungan digunakan untuk rekapitulasi pengembangan fungsi kawasan sentra minapolitan dalam rangka mencapai tujuan pengembangan minapolitan secara umum
2. Koperasi
Perlu asistensi manajerial dan sistem pengawasan yang kuat serta pembentukan AD/ART yang menjamin arah kebijakan organisasi untuk pengembangan fungsi kawasan sentra minapolitan dalam rangka mencapai tujuan pengembangan minapolitan secara umum
3. BLUD Bila tidak menimbulkan permasalahan yang terkait dengan profesionalisme manajerial, etos kerja dan sistem merit pengelola serta potensi overlaping SKPD sesuai peraturan yang ada.
4. Perseroan Terbatas (PT)
Bisa diterapkan bila pemerintah (langsung maupun melalui PD) dan masyarakat budidaya di daerah bisa menjadi pengendali kebijakan perusahaan yang berorientasi pada fungsi kawasan sentra minapolitan dalam rangka mencapai tujuan pengembangan minapolitan secara umum.
Catatan untuk untuk bentuk kelemmbagaan adalah pilihan tersebut harus tetap mengikuti
rambu-rambu peraturan yang ada sehingga tidak menimbulkan permasalahan hukum di
kemudian hari, serta tetap menjamin tujuan dan fungsi kawasan minapolitan secara
umum.
STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 8 PENGEMBANGAN KAWASAN
MINAPOLITAN
8.1. Visi dan Misi
Visi merupakan ungkapan keinginan atau harapan atau pandangan masa depan yang
ingin dicapai semua pihak yang terkait (stakeholders) terhadap pengembangan kawasan
minapolitan di Kabupaten Bogor. Dengan visi ini diharapkan kawasan minapolitan dapat
bermanfaat secara optimal dan berkelanjutan yang ditujukan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat dan menjadi kebanggaan bagi masyarakat Kabupaten Bogor.
Berdasarkan hasil penggalian aspirasi dan hasil agregasi potensi, isu dan permasalahan
dari data sekunder dan penelitian lapang, maka pengembangan kawasan minapolitan di
Kabupaten Bogor adalah :
“TERWUJUDNYA KAWASAN MINAPOLITAN SEBAGAI PUSAT PENGEMBANGAN KEGIATAN PERIKANAN BUDIDAYA UNTUK KESEJAHETRAAN MASYARAKAT”
Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa :
Pusat Kegiatan Perikanan Budidaya berarti bahwa diharapkan kawasan minapolitan di
Kabupaten Bogor menjadi pusat kegiatan perikanan budidaya dari mulai pembenihan,
pendederan, pembesaran, pengolahan sampai pada pemasaran. Minapolitan diharapkan
juga menjadi pusat sarana informasi, pendidikan dan pelatihan kegiatan perikanan
budidaya.
Kesejahteraan Sejahtera berati bahwa pengembangan kawasan minapolitan selain
harus meningkatkan pendapatan dari pembudidaya dan pengolah ikan , hendaknya juga
dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lainnya yang
berada dalam kawasan tersebut melalui kegiatan-kegitan lain baik yang terkait secara
langsung maupun yang tidak langsung dengan minapolitan. Disamping itu
pengembangan kawasan minapolitan juga harus dapat menjadi rujukan maupun
pendorong bagi pengembangan sector-sektor lain didaerah tersebut.
Dalam rangka mewujudkan visi tersebut maka misi yang akan dijalankan adalah:
1) Mengembangkan Sentra Produksi Komoditi Unggulan
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
2) Mengembangkan Jaringan Pemasaran Berbasis Teknologi Informasi
3) Mengembangkan Kawasan Minapolitan Sebagai Kawasan Minaeduwisata
4) Mengembangkan Pengolahan Produk Ikan Lele
5) Mengembangkan Pusat Pelayanan Kawasan (Sentra Minapolitan)
6) Mengembangkan Infrastruktur Dasar, Infrastruktur Perikanan, dan Wisata
7) Mengembangkan Sistem Kelembagaan minapolitan
8) Mengembangkan Pembiayaan minapolitan
8.2. Strategi dan Arah Kebijakan Pengembangan Minapolitan
Dengan memperhatikan isu dan permasalahan dan harapan, serta untuk mencapai visi
dan misi pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor, maka berikut ini
adalah beberapa strategi dan arah kebijakan yang akan ditempuh dalam pengembangan
kawasan minapolitan.
8.2.1. Strategi Pengembangan Sentra Produksi Komoditi Unggulan
Strategi Pengembangan Sentra Produksi Komoditi Unggulan merupakan strategi yang
dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi unggulan, dalam hal ini
komoditi Ikan Lele sehingga produksinya dapat bersaing di pasaran, baik lokal maupun
luar daerah. Berikut ini adalah beberapa program yang dapat dilakukan dalam rangka
untuk mencapai strategi tersebut di atas, yaitu:
a. Program peningkatan kuantitas dan kualitas induk dan benih; Program ini didasari
atas dasar permasalahan dalam hal kualitas induk dan benih yang masih rendah,
sehingga program yang perlu dilakukan adalah pembentukan bank induk ikan air
tawar : pembenih dapat menyewa induk siap suntik dari bank induk dengan sistem
sewa, sehingga kualitas dan kuantitas induk dapat terkontrol. Bank induk memperoleh
keuntungan dari pembayaran sewa indukan.
b. Mengidentifikasi upaya upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan daya saing
lele minapolitan dengan peningkatan kualitas produksi dan pembentukan
merk/branding lele bogor dengan kualitas sebagai berikut: (i) bebas antibiotik;
(ii) bebas bau lumpur; (iii) dipelihara tanpa menggunakan kotoran, dan lain-lain.
Dengan demikian daya saing lele Bogor dapat meningkat dan mempermudah
pemasaran lele Bogor.
c. Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia, latar belakang keluarnya
program ini adalah karena selama ini kualitas sumberdaya manusia yang bergerak
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
dalam kegiatan budidaya masih sangat rendah, sehingga perlu peningkatan
kapasitasnya dengan melakukan pendidikan dan pelatihan dalam kegiatan budidaya
perikanan.
d. Pembentukan pusat informasi budidaya yang didalamnya terdapat laboratorium
kualitas air, penyakit ikan, dan analisis proksimat pakan. Pusat pelatihan budidaya
dan pengolahan ikan, dan pusat data hasil perikanan minapolitan, pusat riset/test
farm budidaya untuk demplot teknologi dan komoditas terbaru budidaya.
8.2.2. Strategi Pengembangan Jaringan Pemasaran Berbasis Teknologi Informasi
Hasil identifikasi isu dan permasalahan aspek pemasaran adalah antara lain pasar
persaingan antar daerah, harga tidak bisa bersaing serta kurangnya diversifikasi pasar.
Persaingan harga dengan daerah lain merupakan permasalahan utama bagi para pelaku
usaha kegiatan budidaya lele, mereka harus bersaing dengan daerah-daerah lain untuk
menjual produk mereka ke Jakarta. Akar permasalahan dari persaingan harga ini adalah
tidak adanya pusat informasi yang akurat yang memberikan informasi harga di pasaran
kepada para petani ikan, sehingga petani ikan bisa melakukan strategi kapan mereka
memanen, dan kemana mereka akan menjual produksinya. Dengan melihat latar
belakang tersebut, maka program utama dalam menjawab strategi Pengembangan
Jaringan Pemasaran Berbasis Teknologi Informasi adalah :
a. Program Pengembangan Pusat Informasi Pasar
b. Program Pengembangan Sumberdaya manusia
8.2.3. Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan sebagai Kawasan Wisatamina
Pengembangan kawasan minapolitan tidak hanya terfokus pada kegiatan pengembangan
perikanan budidaya, tetapi juga ditunjang oleh kegiatan lain yang sinergis dengan
kegiatan perikanan budidaya, yaitu kegiatan wisatamina. Aktivitas program
pengembangan ini meliputi perencanaan paket wisata kawasan minapolitan yang
diarahkan pada edutourism (wisata pendidikan) dan wisata kuliner. Pakat wisata
pendidikan meliputi kegiatan budidaya (pembenihan dan pembesaran lele) sampai pada
kegiatan pengolahan lele baik ditingkat sentra pengolahan maupun industri rumah
tangga. Paket wisata kuliner ditujukan kepada pengunjung yang ingin menikmati hasil
olahan lele. Kegiatan pengembangan minawisata ini juga didukung dengan
pengembangan wisata perikanan lain yang berada di kawasan minapolitan. Berikut ini
adalah beberapa program yang dapat dijalankan yang berikaitan dengan Strategi
Pengembangan Kawasan Minapolitan Sebagai Kawasan Wisatamina:
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
a. Pembangunan dan peningkatan fasilitas umum pendukung kegiatan minawisata
b. Perencanaan dan pengembangan atraksi paket minawisata
c. Pembangunan dan pemeliharaan jalan wisata dan jalan produksi
d. Promosi paket minawisata
e. Pengembangan home industry pendukung kegiatan minawisata
8.2.4. Strategi Pengembangan Pengolahan Produk Ikan Lele
Strategi pengembangan pengolahan produk Ikan Lele diarahkan untuk meningkatkan
mutu dan kualitas serta deversifikasi produk komoditi unggulan yaitu Ikan Lele. Strategi
lainya adalah peningkatan daya saing produk lele minapolitan dengan peningkatan
kualitas produksi dan pembentukan merk/branding lele bogor dengan kualitas sebagai
berikut: (i) bebas antibiotik; (ii) bebas bau lumpur; (iii) dipelihara tanpa menggunakan
pakan limbah, dan lain-lain. Dengan demikian daya saing lele Bogor dapat meningkat
dan mempermudah pemasaran Lele Bogor.
Program-program yang dapat dilakukan dalam rangka untuk menjawab strategi
pengembangan pengolahan hasil budidaya lele adalah sebagai berikut
a. Program Pengembangan Industri Rumah Tangga
b. Program Pengembangan Industri Berbasis Sumber Daya Lokal
c. Program pengembangan produk olahan ikan dengan mengunakan lele sebagai
bahan substitusi.
8.2.5. Strategi Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (Sentra Minapolitan)
Dalam rangka untuk menjalan fungsi sebagai pusat pelayanan kawasan (minapolis) di
Kecamatan Ciseeng diperlukan beberapa program untuk mendukung strategi tersebut,
yaitu:
a. Program pengembangan sentra kawasan minapolitan lele, program ini meliputi
sentra perkantoran, training center, guest house, VIC, showroom, café dan
restoran serta fasilitas pendukung lainnya.
b. Program pengembangan sebagai pusat pendidikan dan pelatihan, program
pengembangan kegiatan pendidikan dan pelatihan menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan informal mengenai bagaimana proses pembenihan yang baik,
proses kegiatan budidaya yang baik serta menyusun modul dan kurikulumnya.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
8.2.6. Strategi Pengembangan Infrastruktur Dasar Dan Infrastruktur Perikanan
Strategi pengembangan infrastuktur dasar dan infrastuktur perikanan adalah salah
strategi yang penting dalam pengembangan kegiatan minapolitan. Strategi ini adalah
strategi yang dapat mendukung strategi strategi lainnya, sehingga pengembangan
strategi ini tidak terlepas dengan strategi lainnya dalam pengembangan kawasan
minapolitan.
Beberapa program yang dapat dilakukan dalam rangka Pengembangan Infrastruktur
Dasar Dan Infrastruktur Perikanan adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan kualitas dan pelayanan sarana dan prasarana transportasi,
b. Peningkatan kualitas pelayanan jaringan irigasi, dan
c. Peningkatan Sarana Pelayanan Pendukung Kegiatan bisnis Perikanan.
8.2.7. Strategi Pengembangan Sistem Kelembagaan
Program pengembangan kelembagaan ditujukan sebagai pendukung pengembangan
kawasan minapolitan yang ditujukan baik pada penyusunan kelembagaan pengelola
sentra/kawasan minapolitan dan penguatan penguatan kelompok budidaya (pembenihan,
pembesaran), pengolah dan pemasaran. Program-program yang dapat dilakukan antara
lain:
a. Penyusunan kelembagaan pengelola sentra/kawasan minapolitan
b. Penyusunan/penguatan kelompok pembudidaya ikan yang meliputi dua kelompok
besar yaitu (1) peningkatan efisiensi organisasi kelompok dan (2) peningkatan
kualitas anggota kelompok
8.2.8. Strategi Pengembangan Pembiayaan
Salah satu permasalahan dalam pengembangan kegiatan Minapoloitan bedasarkan hasil
FGD adalah permasalahan keterbasatan modal. Sehingga strategi ini sangat penting
untuk memecahkan permasalahan tersebut. Beberapa strategi yang dapat dilakukan
adalah pembentukan bank budidaya/koperasi budidaya : petani yang kesulitan input
produksi dapat meminjam input produksi dari bank budidaya yang berkoordinasi dengan
penjual input produksi dengan jaminan pembayaran sesudah panen (bank memiliki tim
survey untuk memastikan apakah petani benar-benar membutuhkan input produksi atau
tidak). Bank membantu pembiayaan namun untuk pengadaan barang tetap berasal dari
penjual input produksi. Bank memperoleh keuntungan berupa bunga (sistem bank
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
konvensional) atau bagi hasil (bank syariah). Untuk pembentukan bank ini dapat
bekerjasama dengan bank yang sudah ada.
8.3. Indikasi Program
Berdasarkan arahan dan strategi pengembangan program minapolitan, maka dapat
disusun table indikasi program yang perlu dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima)
tahunan. Indikasi program tersebut dapat terlihat pada Tabel 8.1.
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Tabel 8.1. Indikasi Program Dalam Waktu 5 (lima) Tahunan
No. Jenis Kegiatan Tahun Kerja
I II III IV V
1 Program Pengembangan Budidaya Ikan Lele
a. Pengembangan bank induk (broodstock Center)
b. Pembangunan fisik laboratorium terpadu untuk analisis air, penyakit dan pakan
c. Penyediaan peralatan dan perlengkapan laboratorium terpadu
d. Pembangunan Test farm
2 Program Pengembangan Jaringan Pemasaran Berbasis Teknologi Informasi
a. Program Pengembangan Pusat Informasi Pasar
b. Program Pengembangan Sumberdaya manusia
3 Program Pengembangan Minawisata Lele a. Pembangunan dan peningkatan fasilitas umum pendukung kegiatan
minawisata
b. Perencanaan dan pengembangan atraksi paket minawisata
c. Pembangunan dan pemeliharaan jalan wisata dan jalan produksi
d. Promosi paket minawisata
e. Pengembangan home industry pendukung kegiatan minawisata
4 Program Pengembangan Pengolahan Hasil Budidaya Lele
a. Pembangunan fisik gedung pabrik
b. Pembangunan kolam penampungan bahan baku
c. Pembangunan unit pemanfaatan hasil sampingan kegiatan pengolahan (kebun hortikultura organik, pakan, kolagen)
d. Pembangunan fasilitas umum
e. Pengadaan peralatan pengolahan (mesin pengolah ikan)
f. Uji coba peralatan dan mesin produksi
g. Uji coba produksi dan pemasaran (skala terbatas)
h. Pengembangan pemasaran hasil produksi olahan ikan
5 Program Pengembangan Sentra Kawasan Minapolitan Lele
a. Pembangunan kantor
b. Pembangunan showroom, café dan restoran
c. Pembangunan training center
d. Pembangunan VIC
e. Pembangunan guest house
f. Pembangunan fasilitas umum (parkir area)
6 Program Pengembangan Infrastruktur Dasar Dan Infrastruktur Perikanan
a. Peningkatan kualitas dan pelayanan sarana dan prasarana transportasi
b. Peningkatan kualitas pelayanan jaringan irigasi, meliputi :
c. Peningkatan Sarana Pelayanan Pendukung Kegiatan bisnis Perikanan
7 Program Pengembangan Kelembagaan
a. Penyusunan kelembagaan pengelola sentra/kawasan minapolitan
b. Penyusunan/penguatan kelompok pembudidaya ikan, pengolah dan pemasaran
8 Strategi Pengembangan Pembiayaan
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 7 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 9 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Potensi Budidaya
Lamp- 1
Lampiran 2. Peta Produksi
Lamp- 2
Lamp- 3
Lampiran 3. Sketsa Aliran Irigasi di Lokasi Irigasi
BCBTS
Aliran ke D I
BTP
5ki
BS
K8
ki
BTP
1
2) Petak Tersier CBTS 7 ki; DI Cibeuteung-I
3) Petak Tersier TP1 ka; DI Sasak
Sawah
Kolam
Kolam
4) Petak Tersier SK 8 ki; DI Sasak
1) Petak Tersier TP5 ki; DI Sasak
Lampiran 4. Skema Daerah Irigasi
CB
TS1
KA
7H
a
CB
TS2
KA
13H
a
CB
TS3
KA
21H
a
CB
TS4
KA
15H
a
CB
TS5
KA
6H
a
CB
TS6
KA
6H
a
CB
TS7
KA
70H
a
CB
TS7
KI
90H
a
Panjang saluran: 1700 m Luas areal : 228 Haluran Keterangan :
SALURAN
KA
LI
Skema Daerah Irigasi Cibeuteung-1
Lamp-4
Keterangan : Luas areal : 1088 Ha Panjang saluran : 16991 m