Top Banner

of 178

Blueprint Hub La

Nov 03, 2015

Download

Documents

Nasrullah

Text Book
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

    PEMBANGUNAN TRANSPORTASI LAUT

    JAKARTA, 2006

  • DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

    GEDUNG KARYA LT. 12 s/d 17

    Jl. MEDAN MERDEKA BARAT No. 8 JAKARTA - 10110

    TEL : 3811308, 3813269, 3447017, 3842440, 3845430, 3507576, 3813848 Pst. : 4209, 4214, 4227

    TLX : Fax : 3811786, 3845430, 3507576

    KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

    NOMOR: UK.11/15/15/DJPL-06

    TENTANG

    CETAK BIRU (BLUE PRINT) PEMBANGUNAN TRANSPORTASI LAUT 2005 2024

    DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT,

    Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan dan perencanaan pembangunan

    Sub Sektor Transportasi Laut secara nasional untuk jangka panjang dan berkesinambungan perlu ditetapkan kebijakan pemerintah sehingga terwujud pelayanan jasa transportasi laut yang andal, berdaya saing dan memberikan nilai tambah;

    b. bahwa sehubungan dengan huruf tersebut huruf a, perlu

    menetapkan cetak biru pembangunan transportasi laut 2005-2024 dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut;

    Mengingat : 1. Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98., Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493);

    2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan

    di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 187., Tambahan Lembaran Negara Nomor 3907);

    3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 13., Tambahan Lembaran Negara Nomor 3929);

    / 4 Peraturan ..

  • 4. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 160., Tambahan Lembaran Negara Nomor 4001);

    5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang

    Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4145);

    6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4227);

    7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 33 Tahun 2001

    tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan laut sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 70 Tahun 2005;

    8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 53 Tahun 2002

    tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional; 9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 54 Tahun 2002

    tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut; 10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 55 Tahun 2002

    tentang Pengelolaan Pelabuhan Khusus; 11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 56 Tahun 2002

    tentang Pelimpahan/Penyerahan Pelabuhan Laut (Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja) kepada Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;

    12. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 62 Tahun 2002

    tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Administrator Pelabuhan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 17 Tahun 2004;

    13. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 63 Tahun 2002

    tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan;

    / 14. Keputusan..

  • 14. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 65 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Armada Penjagaan Laut dan Pantai;

    15. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 66 Tahun 2002

    tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kesehatan Kerja Pelayaran;

    16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 67 Tahun 2002

    tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran;

    17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 36 Tahun 2003

    tentang Cetak Biru Pembangunan Perhubungan; 18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 69 Tahun 2004

    tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi;

    19. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan;

    20. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 49 Tahun 2005

    tentang Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS);

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

    TENTANG CETAK BIRU (BLUE PRINT) PEMBANGUNAN TRANSPORTASI LAUT 2005-2024

    Pasal 1

    Menetapkan Cetak Biru (Blue Print) Pembangunan Transportasi Laut 2005-2024 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

    Pasal 2 Cetak Biru (Blue Print) Pembangunan Transportasi Laut 2005-2024 sebagaimana dimaksud pada Pasal 1, agar dipergunakan sebagai pedoman dalam pembinaan dan perencanaan pembangunan sub sektor transportasi laut sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    / Pasal 3 ..

  • Pasal 3 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

    Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 12 April 2006 DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

    ttd

    H. HARIJOGI

    NIP. 120088679 SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada: 1. Menteri Perhubungan; 2. Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan; 3. Inspektur Jenderal Departemen Perhubungan; 4. Para Kepala Biro di lingkungan Departemen Perhubungan; 5. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut; 6. Para Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut; 7. Para Kepala Bagian di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut; 8. Para Kepala UPT di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Salinan sesuai dengan aslinya

    Kepala Bagian Hukum Setditjen Hubla

    UMAR ARIS, SH,MH,MM NIP. 120145440

  • Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut

    Nomor : UK.11/15/15/DJPL-06

    Tanggal : 12 April 2006

    DAFTAR ISI

    BAB I PENDAHULUAN.......................................... 1-1 1.1. Latar Belakang ................................... 1-1 1.2. Maksud dan Tujuan ............................ 1-4 1.3. Sistematika Penulisan........................ 1-5 BAB II ASPEK FUNDAMENTAL............................... 2-1 2.1. Visi dan Misi....................................... 2-2 2.2. Kebijakan........................................... 2-3 2.3. Strategi Pembangunan Transportasi Laut .................................................. 2-3 2.3.1. Strategi Nasional Bidang Angkutan Laut ................................................ 2-4 2.3.2. Strategi Nasional Bidang Kepelabuhanan ................................ 2-14 2.3.3. Strategi Nasional Bidang Keselamatan Pelayaran ........................................ 2-22 2.3.4. Strategi Nasional Bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia ................. 2-29 BAB III KONDISI PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI LAUT SAAT INI ............... 3-1 3.1. Umum ................................................ 3-1 3.1.1. Bidang Angkutan Laut ....................... 3-2 3.1.2. Bidang Kepelabuhanan ...................... 3-5 3.1.3. Bidang Keselamatan Pelayaran ........... 3-7 3.2. Evaluasi Pencapaian Kinerja .............. 3-15 3.2.1. Kinerja Bidang Angkutan Laut ............ 3-16 3.2.2. Kinerja Bidang Kepelabuhanan ........... 3-17 3.2.3. Kinerja Bidang Keselamatan Pelayaran 3-18 3.3. Identifikasi Permasalahan ................. 3-19 3.3.1. Angkutan Laut .................................. 3-19 3.3.2. Kepelabuhanan ................................ 3-21 3.3.3. Keselamatan Pelayaran ..................... 3-24 3.3.4. Sumber Daya Manusia ....................... 3-27

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

  • 3.4. Perubahan Lingkungan Strategis ....... 3-28 3.4.1. Lingkungan Global ............................ 3-28 3.4.2. Lingkungan Regional ......................... 3-29 3.4.3. Lingkungan Nasional ......................... 3-30 BAB IV KONDISI YANG DIHARAPKAN ................... 4-1 4.1. Peran Transportasi Laut..................... 4-1 4.2. Arah Pembangunan Infrastruktur...... 4-10 4.3. Kondisi yang Hendak Dicapai ............. 4-17 4.3.1. Angkutan Laut .................................. 4-17 4.3.2. Kepelabuhanan ................................ 4-21 4.3.3. Keselamatan Pelayaran ..................... 4-31 BAB V STRATEGI PENGEMBANGAN TRANSPORTASI LAUT NASIONAL .............. 5-1 5.1. Strategi Berdasarkan Komponen ... 5-2 5.1.1. Angkutan Laut .................................. 5-3 5.1.2. Kepelabuhanan ................................. 5-12 5.1.3. Keselamatan Pelayaran ...................... 5-21 5.2. Strategi Sinergi Antar Komponen Transportasi Laut .......................... 5-23 5.3. Instrumen Kebijakan ..................... 5-36 5.4. Program Utama Penyelenggaraan Transportasi Laut .......................... 5-38 5.5. Pendanaan ..................................... 5-59 BAB VI PENUTUP................................................... 6-1

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

  • BAB I PENDAHULUAN

    1.1. LATAR BELAKANG

    Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang

    memiliki sekitar 17 ribu pulau yang membentang dari 6o

    LU sampai 11o LS dan 92o sampai 142o BT, dengan

    bentang garis pantai sepanjang + 81.000 km serta luas

    wilayah laut sekitar 5,9 juta km2. Berdasarkan struktur

    ruang secara eksternal, posisi Indonesia terletak di antara

    benua Asia dan Australia, berada pada posisi silang yang

    sangat strategis dan kaya akan sumber daya alam, energi

    dan hayati serta hewani yang beraneka ragam, merupakan

    kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia.

    Potensi wilayah Indonesia yang sangat besar tersebar di

    seluruh penjuru negeri yang berbentuk kepulauan

    sehingga membutuhkan peran sektor transportasi sebagai

    penggerak roda perekonomian. Transportasi laut sebagai

    jalur utama penghubung pulau-pulau di Indonesia harus

    memenuhi kriteria sebagai pendukung kegiatan industri

    dan jasa lainnya, juga sebagai suatu simpul yang melayani

    wilayah nasional, regional dan internasional. Oleh karena

    itu peran transportasi laut sangat strategis dan penting

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 1-1

  • sehingga secara dominan dapat mendukung

    keberlangsungan ekonomi nasional. Dilihat dari kacamata

    ekonomi makro, maka transportasi laut merupakan sektor

    yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai

    tambah, dan mempunyai peran sebagai pendukung

    terciptanya nilai tambah di sektor-sektor lain.

    Secara garis besar, wujud peran transportasi laut sebagai

    bagian dari Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS)

    dalam memberikan tatanan kehidupan berbangsa dan

    bernegara, meliputi:

    - Sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial, budaya

    pertahanan dan keamanan secara nasional;

    - Pelayanan terhadap mobilitas manusia, barang dan jasa,

    baik di dalam negeri maupun dari dan ke luar negeri,

    termasuk dalam keadaan tertentu (bencana alam,

    kerusuhan sosial, dan sebagainya);

    - Sebagai sarana untuk meningkatkan dan mendukung

    pemerataan pembangunan dan kesejahteraan

    masyarakat;

    - Merangsang (stimulating/promoting) pertumbuhan

    ekonomi wilayah yang belum/sedang berkembang (ship

    promotes the trade);

    - Menunjang (servicing/supporting) sektor perdagangan,

    ekonomi dan sektor lainnya (ship follows the trade);

    - Mendukung peningkatan daya saing komoditas produksi

    nasional;

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 1-2

  • - Memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa,

    mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan

    Republik Indonesia dan mendukung perwujudan

    Wawasan Nusantara serta mempererat hubungan antar

    bangsa.

    Untuk mewujudkan peran transportasi dalam satu

    kesatuan SISTRANAS, maka sebagai suatu sub sistem

    transportasi laut memiliki komponen pendukung utama

    yang terdiri atas komponen angkutan laut, kepelabuhanan

    dan keselamatan pelayaran.

    Ketiga komponen utama transportasi laut tersebut harus

    dapat memberikan nilai kinerja maksimal untuk

    mendukung kinerja SISTRANAS secara absolut. Namun

    dalam menjalankan perannya, masing-masing komponen

    masih menghadapi berbagai permasalahan atau tantangan

    yang harus ditanggulangi. Oleh karena itu diperlukan

    reposisi pembangunan sub sektor transportasi laut yang

    meliputi penajaman visi, misi, kebijakan, strategi dan

    program melalui pengembangan industri transportasi laut,

    manajemen, regulasi dan sumber daya manusia, serta

    melibatkan, mendorong dan memberikan peran yang lebih

    besar terhadap masyarakat dan dunia usaha untuk turut

    serta menggerakkan dan membuka kegiatan

    perekonomian, meningkatkan kualitas hidup masyarakat,

    serta menegakkan keadilan dan supremasi hukum.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 1-3

  • Guna mewujudkan peran dan fungsi transportasi laut

    tersebut, diperlukan suatu landasan yang dapat menjawab

    tantangan jangka panjang dalam bentuk Cetak Biru (Blue

    Print) sebagai dasar bagi arah kebijakan pembangunan

    transportasi laut ke depan.

    Dokumen Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut pada

    dasarnya berisi arah pembangunan transportasi laut,

    kebijaksanaan dan strategi dalam penyelenggaraan

    transportasi laut dengan memperhatikan fenomena

    perkembangan lingkungan strategis terkini maupun

    prediksi terhadap dinamika di masa mendatang, baik

    secara eksternal maupun internal. Dengan demikian

    diharapkan agar dokumen ini mampu berfungsi sebagai

    pedoman arah pengembangan dan penyelenggaraan

    transportasi laut di masa yang akan datang.

    1.2. Maksud dan Tujuan

    Maksud dilakukannya penyusunan Cetak Biru

    Pembangunan Transportasi Laut adalah sebagai pedoman

    arah kebijakan, strategi dan program penyelenggaraan

    perhubungan laut.

    Tujuan dari penyusunan Cetak Biru Pembangunan

    Transportasi Laut adalah menentukan arah dan tujuan

    pembangunan transportasi laut pada masa 20 tahun yang

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 1-4

  • akan datang, dalam rangka merumuskan kebijakan dan

    implementasi program-program pembangunan.

    1.3. SISTEMATIKA PENULISAN

    Sistematika penulisan Cetak Biru Pembangunan

    Transportasi Laut secara garis besar adalah sebagai

    berikut :

    Bab I Pendahuluan

    Sebagai ilustrasi, bab ini menjelaskan latar

    belakang, maksud dan tujuan serta sistematika

    penyusunan dokumen Cetak Biru Pembangunan

    Transportasi Laut.

    Bab II Aspek Fundamental

    Bab ini menjelaskan hal-hal yang mendasari

    arah pengembangan dan pembangunan

    transportasi laut.

    Bab III Kondisi Penyelenggaraan Transportasi Laut

    Saat Ini

    Pada bab ini akan ditinjau kondisi

    penyelenggaraan transportasi laut saat ini dan

    hal-hal yang diharapkan dalam jangka panjang.

    Berbagai bentuk permasalahan yang

    teridentifikasi dan pencapaian kinerja dijadikan

    landasan analisis untuk melihat permintaan

    transportasi laut nasional di masa yang akan

    datang.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 1-5

  • Bab IV Kondisi Yang Diharapkan

    Berdasarkan aspek-aspek fundamental serta

    analisis terhadap kondisi aktual, maka

    ditetapkan arah pembangunan transportasi laut

    ke depan.

    Bab V Strategi Pengembangan Transportasi Laut

    Nasional

    Pada bab ini dijelaskan mengenai strategi yang

    dibangun dalam mengembangkan peran

    transportasi laut secara garis besar.

    Bab VI Penutup

    Bab ini menjelaskan kesimpulan dari dokumen

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut yang

    telah dilakukan dan memberikan rekomendasi

    kepada Pemerintah dan stakeholder terutama

    agar penerapan Cetak Biru Pembangunan

    Transportasi Laut dapat berjalan sebagaimana

    diharapkan.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 1-6

  • BAB II

    ASPEK FUNDAMENTAL

    Penyusunan Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut

    didasarkan pada aspek-aspek fundamental yang

    merupakan penjabaran dari Sistem Transportasi Nasional

    (SISTRANAS).

    SISTRANAS sebagaimana telah ditetapkan, merupakan

    tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman

    untuk dijadikan pedoman dan landasan dalam

    perencanaan, pembangunan dan penyelenggaraan

    transportasi guna mewujudkan penyediaan jasa

    transportasi yang efektif dan efisien.

    Transportasi laut sebagai salah satu sub-sektor, tentunya

    diselenggarakan dengan mengacu kepada dokumen

    tersebut sehingga pelaksanaannya dilakukan secara

    terintegrasi dan terpadu dengan penyelenggaraan moda

    angkutan lainnya.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-1

  • 2.1. VISI DAN MISI

    Visi penyelenggaraan transportasi laut secara nasional

    adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi

    laut nasional yang efektif dan efisien sebagai

    infrastruktur dan tulang punggung kehidupan

    berbangsa dan bernegara.

    Untuk mewujudkan visi tersebut, Direktorat Jenderal

    Perhubungan Laut mengemban misi sebagai berikut:

    a. Menyediakan pelayanan transportasi laut nasional yang

    handal dan berkemampuan tinggi serta memenuhi

    standar nasional dan internasional;

    b. Meningkatkan daya saing industri transportasi laut

    nasional di pasar global yang dapat memberikan nilai

    tambah bagi perekonomian nasional;

    c. Melaksanakan konsolidasi peran masyarakat, dunia

    usaha dan pemerintah melalui restrukturisasi dan

    reformasi peraturan dan kelembagaan di bidang

    transportasi laut;

    d. Meningkatkan peran transportasi laut dalam

    mempercepat laju pertumbuhan pembangunan

    nasional;

    e. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap

    pelayanan jasa transportasi laut.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-2

  • 2.2. KEBIJAKAN

    Dalam rangka mewujudkan visi dan misi yang telah

    ditetapkan, penyelenggaraan transportasi laut

    berpedoman pada kebijakan-kebijakan berikut:

    a. Meningkatnya Pelayanan Transportasi Laut Nasional;

    b. Meningkatnya Keselamatan dan Keamanan dalam

    Penyelenggaraan Transportasi Laut Nasional;

    c. Meningkatnya Pembinaan Pengusahaan Transportasi

    Laut;

    d. Meningkatnya Kualitas Sumber Daya Manusia serta Ilmu

    Pengetahuan dan Teknologi di Bidang Transportasi Laut;

    e. Meningkatnya Pemeliharaan dan Kualitas Lingkungan

    Hidup serta Penghematan Energi di Bidang Transportasi

    Laut;

    f. Meningkatnya Penyediaan Dana Pembangunan

    Transportasi Laut;

    g. Meningkatnya Kualitas Administrasi Negara pada Sub

    Sektor Transportasi Laut.

    2.3. STRATEGI PEMBANGUNAN TRANSPORTASI LAUT

    Untuk mengimplementasikan kebijakan penyelenggaraan

    transportasi laut, maka ditetapkan berbagai strategi

    sebagai berikut:

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-3

  • 2.3.1. Strategi Nasional Bidang Angkutan Laut

    1. Meningkatnya Pelayanan Transportasi Laut Nasional

    a. Peningkatan Kualitas Pelayanan

    1) Meningkatkan kualitas jasa angkutan laut.

    2) Menyempurnakan sistem informasi untuk

    kelancaran angkutan laut.

    3) Meningkatkan pelayanan transportasi internasional

    dalam rangka mengantisipasi perkembangan

    globalisasi.

    b. Peningkatan Peranan Transportasi Laut terhadap

    Pengembangan dan Peningkatan Daya Saing Sektor

    Lain.

    1) Mengantisipasi kebutuhan pelayanan angkutan laut

    dalam rangka menunjang pertumbuhan produksi

    sektor lain.

    2) Menyelenggarakan angkutan laut perintis untuk

    daerah-daerah di mana produksi sektor lain belum

    dapat bersaing karena masalah transportasi.

    c. Peningkatan dan Pengembangan Sektor Transportasi

    sebagai Urat Nadi Penyelenggaraan Sistem Logistik

    Nasional

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-4

  • 1) Meningkatkan pelayanan angkutan laut dari dan ke

    pusat perdagangan dan pergudangan barang-

    barang strategis.

    2) Mendorong profesionalisme dan keterpaduan

    berbagai pihak dalam mata rantai sistem logistik

    nasional, khususnya penyedia jasa angkutan laut

    agar lebih efektif dan efisien.

    d. Penyeimbangan Peranan BUMN, BUMD, Swasta dan

    Koperasi

    1) Mendorong koperasi dan swasta dalam

    menyediakan sarana transportasi laut.

    2) Rasionalisasi peran pemerintah dalam penyediaan

    jasa angkutan laut yang pada wilayah tersebut

    kegiatan operasionalnya belum dapat dilakukan

    secara komersial atau sektor swasta belum cukup

    berkembang.

    3) Memberikan kesempatan pada sektor swasta dan

    koperasi dalam tender terbuka untuk pelayanan

    angkutan laut perintis melalui berbagai

    kemudahan, seperti kontrak jangka panjang

    dan/atau proteksi monopoli suatu pelayanan

    sampai jangka waktu tertentu sehingga yang

    bersangkutan memperoleh keuntungan yang

    wajar.

    4) Meningkatkan peranan BUMN dan BUMD dalam

    penyediaan jasa angkutan laut.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-5

  • 5) Mengatur pengusahaan industri jasa transportasi

    laut.

    a). Menata dan menyederhanakan perijinan industri

    jasa angkutan laut dengan tujuan:

    (1) melindungi kepentingan pengguna jasa;

    (2) mencegah dominasi swasta tunggal secara

    berlebihan.

    b). Memberikan kemudahan untuk mengelola jasa

    angkutan laut sebagai bagian dari usaha

    pokoknya (own-account transport), seperti pada

    usaha pertambangan, industri, pertanian dan

    sebagainya.

    c). Menyederhanakan perijinan untuk pelayanan

    dari pintu ke pintu/antarmoda.

    e. Optimalisasi Penggunaan Fasilitas yang Ada

    1) Penggunaan manajemen transportasi, teknik

    transportasi dan lalu-lintas untuk meningkatkan

    kinerja dan kapasitas.

    2) Memberikan insentif bagi penggunaan sarana

    transportasi laut yang efektif dan efisien.

    3) Pemilihan teknologi tambahan untuk meningkatkan

    produktivitas sarana transportasi laut yang ada.

    4) Meningkatkan penggunaan teknik penjadwalan dan

    pengendalian canggih dalam mengoperasikan

    sarana transportasi laut.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-6

  • 5) Menerapkan sistem tarif khusus pada saat lalu-

    lintas puncak untuk mengoptimalkan pemanfaatan

    sarana.

    f. Pengembangan Kapasitas Transportasi Laut

    1) Mendorong pemerintah provinsi, pemerintah

    kabupaten/kota, BUMN, BUMD, koperasi, dan

    swasta untuk meningkatkan pelayanan transportasi

    laut pada daerah yang masih rendah tingkat

    aksesibilitasnya.

    2) Meningkatkan kinerja transportasi laut yang

    diarahkan untuk penyelenggaraan transportasi

    antarmoda/multimoda, melalui evaluasi secara

    menyeluruh dan berkesinambungan.

    3) Menentukan klasifikasi prioritas pembangunan

    sarana transportasi laut yang dapat memberikan

    manfaat ganda.

    4) Rencana pengembangan dan program pendanaan

    yang dipersiapkan oleh pemerintah dan

    BUMN/BUMD pada sub sektor transportasi laut

    agar memperhitungkan biaya operasional dan

    perawatan.

    5) Mengembangkan kriteria dan prosedur secara jelas

    dalam mempersiapkan dan memprioritaskan

    usulan investasi pemerintah untuk pelayanan

    angkutan laut keperintisan.

    6) Mengupayakan penggunaan sarana transportasi

    laut yang dibuat atau dirakit di dalam negeri.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-7

  • g. Peningkatan Pelayanan pada Daerah Tertinggal

    1) Meningkatkan alokasi investasi pemerintah pada

    sub sektor transportasi laut di daerah tertinggal,

    daerah terpencil dan perbatasan.

    2) Mendorong pihak swasta meningkatkan

    investasinya untuk membangun sarana

    transportasi laut di daerah tertinggal melalui

    pemberian insentif khusus.

    3) Mempertajam skala prioritas anggaran pemerintah

    untuk fasilitas transportasi laut bagi daerah yang

    relatif belum berkembang.

    h. Peningkatan Pelayanan untuk Kelompok Masyarakat

    Tertentu

    1) Meningkatkan pelayanan, khususnya bagi

    penyandang cacat dan lanjut usia dalam

    penyediaan fasilitas dengan memperhatikan

    keselamatan, keamanan dan kenyamanannya.

    2) Membantu usaha angkutan laut dalam

    mempersiapkan program dan rencana pengadaan

    sarana transportasi yang sesuai dengan

    penumpang penyandang cacat dan lanjut usia.

    i. Peningkatan Pelayanan pada Keadaan Darurat

    1) Menyiapkan contingency plan dalam

    mengantisipasi terjadinya keadaan darurat agar

    penyelenggaraan transportasi laut tetap dapat

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-8

  • berlangsung. Keadaan darurat tersebut antara lain

    dapat terjadi karena:

    a). Adanya bencana alam;

    b). Terjadinya kerusuhan atau konflik horizontal di

    suatu daerah/wilayah;

    c). Terjadinya pemogokan massal;

    d). Terjadinya peningkatan volume lalu-lintas

    secara signifikan pada hari-hari besar seperti

    Hari Lebaran, Natal, dan liburan sekolah;

    e). Terjadinya krisis multidimensi yang

    berpengaruh terhadap kemampuan

    penyelenggaraan fungsi transportasi

    2) Pelaksanaan contingency plan dapat dilakukan

    melalui:

    a). Mobilisasi sarana transportasi milik negara

    seperti milik TNI, Polri, instansi pemerintah,

    milik BUMN/BUMD dan swasta.

    b). Re-routing jaringan pelayanan angkutan laut.

    2. Meningkatnya Pembinaan Pengusahaan Transportasi

    Laut

    a. Peningkatan Efisiensi dan Daya saing

    1) Menerapkan prinsip mekanisme pasar untuk

    meningkatkan efisiensi dan mutu pelayanan.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-9

  • 2) Menetapkan persyaratan ijin usaha berdasarkan

    kualitas.

    b. Penyederhanaan Perijinan dan Deregulasi

    1) Menghilangkan atau menyederhanakan secara

    bertahap perijinan usaha yang bermasalah.

    2) Menyederhanakan dan mengklasifikasi prosedur

    untuk mendapatkan ijin.

    c. Peningkatan Standarisasi Pelayanan dan Teknologi

    1) Meningkatkan kerjasama dalam merumuskan

    standardisasi fasilitas/peralatan, sistem dan

    prosedur, serta dokumen dan pertukaran data

    elektronik.

    2) Mengupayakan harmonisasi peraturan

    perundangan mengenai pertanggungan kehilangan

    dan kerusakan barang.

    d. Peningkatan Penerimaan dan Pengurangan Subsidi

    1) Meninjau ulang bentuk subsidi finansial dan

    ekonomi, yang menyebabkan kompetisi yang

    kurang sehat di kalangan penyelenggara jasa

    transportasi laut.

    2) Membatasi pemberian subsidi silang antar kategori

    jasa transportasi, terutama jika diperkirakan akan

    mengakibatkan penggunaan sumber daya secara

    tidak efisien.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-10

  • 3) Mengupayakan peningkatan pendapatan

    pemerintah dari pemakai jasa transportasi laut

    dalam rangka pengurangan subsidi.

    4) Membebankan biaya terhadap penggunan fasilitas

    transportasi laut secara proporsional sesuai dengan

    dampak yang diakibatkannya dan manfaat yang

    diterimanya

    5) Mengijinkan pengirim dan pengangkut barang

    melakukan negosiasi untuk menentukan biaya

    transportasi tanpa adanya pengaturan dan campur

    tangan pemerintah, kecuali untuk pelayanan kapal

    perintis dan keadaan khusus yang ditunjukkan oleh

    ketidaksempurnaan pasar yang dapat

    menimbulkan distorsi harga yang tidak diinginkan.

    6) Menganjurkan pengusaha agar mempublikasikan

    ongkos/harga pelayanan transportasi yang

    ditawarkan, mendaftarkan/melaporkan besarnya

    ongkos/harga tersebut ke instansi pemerintah yang

    berwenang, dan tetap mentaati ketentuan tersebut

    sampai tarif baru dipublikasikan, serta

    memperkenalkan struktur tarif yang didesain untuk

    menggunakan kapasitas yang tersedia secara lebih

    efektif (misalnya ongkos/harga yang bervariasi

    pada waktu-waktu dalam hari atau pada hari-hari

    dalam minggu dan sebagainya).

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-11

  • 7) Memberikan otonomi kepada BUMN/BUMD dan

    perusahaan swasta yang bergerak di bidang

    transportasi untuk menetapkan tarif transportasi

    penumpang kelas non ekonomi.

    e. Peningkatan Aksesibilitas Perusahaan Nasional

    Transportasi ke Luar Negeri

    1) Menegakkan azas cabotage, yaitu transportasi

    dalam negeri diselenggarakan oleh warga

    negara/Badan Hukum Indonesia dengan armada

    berbendera Indonesia.

    2) Menghilangkan hambatan yang menyebabkan

    pergerakan barang dan penumpang dari dan ke

    Indonesia kurang efisien, termasuk tarif dan

    persyaratan lain yang menghambat di bidang

    perdagangan dan transportasi.

    3) Meningkatkan aliansi perusahaan nasional dengan

    perusahaan asing.

    4) Melakukan proteksi terhadap perusahaan

    transportasi laut nasional yang menghadapi

    praktek diskriminasi dan tidak adil dari negara lain.

    5) Meningkatkan pertukaran teknologi antar negara

    dengan penekanan pada pengembangan pasar

    industri jasa transportasi laut Indonesia ke luar

    negeri dalam rangka peningkatan daya saing.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-12

  • 6) Menemukenali produk teknologi Indonesia dan luar

    negeri yang menguntungkan bagi perusahaan

    transportasi laut dalam negeri dalam rangka

    meningkatkan daya saing internasional.

    f. Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi Perusahaan

    Jasa Transportasi Laut.

    1) Meningkatkan lingkungan kerja yang harmonis di

    dalam usaha jasa transportasi laut dan menjamin

    keselamatan pekerja di tempat kerja.

    2) Meningkatkan kerjasama dengan perusahaan jasa

    transportasi laut dan pihak swasta lain, universitas

    serta lembaga pendidikan lain untuk

    mengembangkan program khusus untuk melatih

    tenaga kerja di sektor transportasi laut.

    3) Meningkatkan kerjasama dengan perusahaan jasa

    transportasi laut untuk menemukenali kebutuhan

    tenaga kerja transportasi laut di masa mendatang

    serta mengembangkan sistem tenaga kerja,

    termasuk wanita dan penyandang cacat.

    g. Pembinaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

    Mengarahkan BUMN transportasi laut untuk

    meningkatkan kinerja pelayanan dan kinerja finansial

    perusahaan secara proporsional dalam mengemban

    misinya sebagai pelayan publik (public service),

    penyedia prasarana sekaligus sebagai entitas bisnis.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-13

  • 3. Meningkatnya Penghematan Penggunaan Energi di

    Bidang Transportasi Laut.

    a. Mengkoordinasikan kebijakan program sektor energi

    dengan sektor transportasi laut.

    b. Mengembangkan secara terus menerus sarana

    transportasi laut yang lebih hemat bahan bakar

    dengan cara:

    1) meningkatkan bimbingan dan penyuluhan

    konservasi energi dengan penyebarluasan

    informasi dan pelatihan konservasi energi sektor

    transportasi laut;

    2) memasukkan konservasi energi sebagai salah satu

    pertimbangan dalam pemilihan sistem/moda

    transportasi laut;

    3) menentukan standar sarana transportasi yang

    ekonomis dan hemat energi;

    4) mewajibkan audit energi bagi perusahaan

    transportasi yang jumlah penggunaan energinya di

    atas skala tertentu.

    2.3.2. Strategi Nasional Bidang Kepelabuhanan

    1. Meningkatnya Pelayanan Kepelabuhanan Nasional

    a. Peningkatan Kualitas Pelayanan

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-14

  • 1) Meningkatkan kualitas jasa kepelabuhanan.

    2) Menyempurnakan sistem informasi untuk

    kelancaran transportasi di pelabuhan.

    3) Meningkatkan pelayanan transportasi laut

    internasional dalam rangka mengantisipasi

    perkembangan globalisasi.

    b. Penyeimbangan Peranan BUMN, BUMD, Swasta dan

    Koperasi

    1) Mendorong koperasi dan swasta dalam

    menyediakan prasarana transportasi laut.

    2) Rasionalisasi peran pemerintah dalam penyediaan

    fasilitas kepelabuhanan yang pada wilayah tersebut

    kegiatan operasionalnya belum dapat dilakukan

    secara komersial atau sektor swasta belum cukup

    berkembang.

    3) Memantau dan menganalisis prospek dan implikasi

    privatisasi seluruh atau sebagian pelayanan jasa

    kepelabuhanan yang pada saat ini dilakukan oleh

    BUMN dan BUMD.

    4) Meningkatkan peranan BUMN dan BUMD dalam

    penyediaan fasilitas kepelabuhanan.

    5) Mengatur pengusahaan jasa kepelabuhanan.

    a). Menata dan menyederhanakan perijinan

    pengelolaan pelabuhan dengan tujuan:

    (1) melindungi kepentingan pengguna jasa;

    (2) melindungi prasarana umum;

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-15

  • (3) melestarikan fungsi lingkungan;

    (4) mencegah dominasi swasta tunggal secara

    berlebihan.

    b). Memberikan kemudahan untuk mengelola

    pelabuhan sebagai bagian dari usaha pokoknya

    (own-account transport), seperti pada usaha

    pertambangan, industri, pertanian dan

    sebagainya.

    c). Menyederhanakan perijinan untuk pelayanan

    dari pintu ke pintu/antarmoda.

    c. Perawatan Prasarana Transportasi Laut

    1) Memberikan prioritas pada perawatan prasarana

    transportasi laut yang masih dibutuhkan dalam

    bentuk rehabilitasi dan perawatan preventif.

    2) Menyempurnakan pedoman teknis, standar teknis

    dan desain prasarana transportasi laut sebagai

    pedoman perawatan bagi segenap instansi yang

    terlibat.

    d. Optimalisasi Penggunaan Fasilitas yang ada

    1) Penggunaan manajemen dan teknik transportasi

    untuk meningkatkan kinerja dan kapasitas.

    2) Memberikan insentif bagi penyediaan jasa

    kepelabuhanan yang efektif dan efisien.

    3) Pemilihan teknologi tambahan untuk meningkatkan

    produktivitas fasilitas pelabuhan yang ada.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-16

  • 4) Meningkatkan penggunaan teknik penjadwalan dan

    pengendalian canggih dalam pengelolaan

    pelabuhan.

    5) Menerapkan sistem tarif khusus pada saat lalu-

    lintas puncak untuk mengoptimalkan pemanfaatan

    prasarana.

    6) Standardisasi fasilitas kepelabuhanan dan fasilitas

    penunjangnya sesuai dengan ketentuan yang

    berlaku baik nasional maupun internasional.

    e. Keterpaduan Antarmoda

    1) Menciptakan iklim yang kondusif bagi pemerintah

    pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah

    kabupaten/kota dalam memadukan sistem

    transportasi yang bersifat nasional, wilayah lokal

    serta prioritas pendanaannya.

    2) Memperkuat kemitraan antara swasta, pemerintah,

    BUMN, BUMD, dan koperasi dalam rangka

    menemukenali, merencanakan, mendesain dan

    membangun fasilitas alih muat antarmoda

    transportasi.

    f. Pengembangan Kapasitas Pelabuhan

    1) Mendorong pemerintah provinsi, pemerintah

    kabupaten/kota, BUMN, BUMD, koperasi, dan

    swasta untuk mengembangkan pelabuhan pada

    daerah yang masih rendah tingkat aksesibilitasnya.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-17

  • 2) Merencanakan peruntukan lahan untuk

    pengembangan kapasitas transportasi laut di masa

    mendatang.

    3) Meningkatkan kinerja pelabuhan yang diarahkan

    untuk penyelenggaraan transportasi

    antarmoda/multimoda, melalui evaluasi secara

    menyeluruh dan berkesinambungan.

    4) Menetapkan kriteria investasi bagi proyek-proyek

    pembangunan fasilitas pelabuhan yang dibiayai

    dari dana pemerintah.

    5) Menentukan klasifikasi prioritas pembangunan

    pelabuhan yang dapat memberikan manfaat

    ganda.

    6) Rencana pengembangan dan program pendanaan

    yang dipersiapkan oleh pemerintah dan

    BUMN/BUMD pada bidang kepelabuhanan agar

    memperhitungkan biaya operasional dan

    perawatan.

    7) Di dalam mengalokasikan sumber investasi,

    prioritas diberikan pada penyelesaian

    pembangunan yang sedang berjalan, dan pada

    pemasangan/penggunaan fasilitas yang sudah

    tersedia. Pembangunan dengan investasi cukup

    besar ditinjau ulang secara teratur dan

    pelaksanaannya dapat ditunda jika ternyata

    permintaan yang timbul di bawah perkiraan

    sebelumnya.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-18

  • g. Peningkatan Pelayanan pada Daerah Tertinggal

    1) Meningkatkan alokasi investasi pemerintah pada

    pembangunan fasilitas pelabuhan di daerah

    tertinggal, daerah terpencil dan perbatasan.

    2) Mendorong pihak swasta meningkatkan

    investasinya untuk membangun fasilitas pelabuhan

    di daerah tertinggal melalui pemberian insentif

    khusus.

    3) Mempertajam skala prioritas anggaran pemerintah

    untuk pembangunan fasilitas pelabuhan di daerah

    yang relatif belum berkembang.

    h. Peningkatan Pelayanan untuk Kelompok Masyarakat

    Tertentu

    1) Meningkatkan pelayanan, khususnya bagi

    penyandang cacat dan lanjut usia dalam

    penyediaan fasilitas pelabuhan dengan

    memperhatikan keselamatan, keamanan dan

    kenyamanannya.

    2) Membantu operator pelabuhan dalam

    mempersiapkan program dan rencana pengadaan

    fasilitas yang sesuai bagi penyandang cacat dan

    lanjut usia.

    i. Peningkatan Pelayanan pada Keadaan Darurat

    Menyiapkan contingency plan dalam mengantisipasi

    terjadinya keadaan darurat agar penyelenggaraan

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-19

  • transportasi laut tetap dapat berlangsung. Keadaan

    darurat tersebut antara lain dapat terjadi karena:

    1) Adanya bencana alam;

    2) Terjadinya kerusuhan atau konflik horizontal di

    suatu daerah/wilayah;

    3) Terjadinya pemogokan massal;

    4) Terjadinya peningkatan volume lalu-lintas secara

    signifikan pada hari-hari besar seperti Hari

    Lebaran, Natal, dan liburan sekolah;

    5) Terjadinya krisis multidimensi yang berpengaruh

    terhadap kemampuan penyelenggaraan fungsi

    transportasi

    2. Meningkatnya Pembinaan Pengusahaan Pelabuhan

    a. Peningkatan Efisiensi dan Daya Saing

    1) Menerapkan prinsip mekanisme pasar untuk

    meningkatkan efisiensi dan mutu pelayanan jasa

    kepelabuhanan.

    2) Menetapkan persyaratan ijin pengusahaan

    pelabuhan berdasarkan kualitas.

    b. Penyederhanaan Perijinan dan Deregulasi

    1) Menghilangkan atau menyederhanakan secara

    bertahap perijinan jasa kepelabuhanan yang

    bermasalah.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-20

  • 2) Menyederhanakan dan mengklasifikasi prosedur

    untuk mendapatkan ijin.

    3) Menegakkan seluruh peraturan khususnya

    perlindungan hak pemakai jasa, prasarana umum

    dan lingkungan secara efektif, melalui penerapan

    hukum sesuai peraturan perundangan yang

    berlaku.

    c. Peningkatan Standarisasi Pelayanan dan Teknologi

    1) Meningkatkan kerjasama dalam merumuskan

    standardisasi fasilitas/peralatan, sistem dan

    prosedur, serta dokumen dan pertukaran data

    elektronik.

    2) Mengupayakan harmonisasi peraturan

    perundangan mengenai pertanggungan kehilangan

    dan kerusakan barang di pelabuhan.

    d. Pembinaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

    Mengarahkan BUMN transportasi laut untuk

    meningkatkan kinerja pelayanan dan kinerja finansial

    perusahaan secara proporsional dalam mengemban

    misinya sebagai pelayan publik (public service),

    penyedia prasarana sekaligus sebagai entitas bisnis.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-21

  • 2.3.3. Strategi Nasional Bidang Keselamatan

    Pelayaran

    1. Meningkatnya Pelayanan Keselamatan Pelayaran

    a. Perawatan Sarana dan Prasarana Keselamatan

    Pelayaran

    1) Memberikan prioritas pada perawatan sarana dan

    prasarana yang masih dibutuhkan dalam bentuk

    rehabilitasi dan perawatan preventif.

    2) Menyempurnakan pedoman teknis, standar teknis

    dan desain sarana dan prasarana keselamatan

    pelayaran sebagai pedoman perawatan bagi

    segenap instansi yang terlibat.

    b. Optimalisasi Penggunaan Fasilitas yang ada

    1) Pemilihan teknologi tambahan untuk meningkatkan

    produktivitas fasilitas keselamatan pelayaran yang

    ada.

    2) Standardisasi seluruh sarana dan prasarana

    keselamatan pelayaran sesuai ketentuan yang

    berlaku baik nasional maupun internasional.

    c. Pengembangan Kapasitas

    1) Merencanakan peruntukan lahan untuk

    pengembangan prasarana di masa mendatang.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-22

  • 2) Menentukan klasifikasi prioritas pembangunan

    sarana dan prasarana keselamatan pelayaran yang

    dapat memberikan manfaat optimal.

    3) Rencana pengembangan dan program pendanaan

    yang dipersiapkan oleh pemerintah agar

    memperhitungkan biaya operasional dan

    perawatan.

    4) Di dalam mengalokasikan sumber investasi,

    prioritas diberikan pada penyelesaian

    pembangunan yang sedang berjalan, dan pada

    pemasangan/penggunaan fasilitas keselamatan

    pelayaran yang sudah tersedia.

    5) Mengupayakan penggunaan sarana keselamatan

    pelayaran yang dibuat atau dirakit di dalam negeri.

    2. Meningkatnya Keselamatan dan Keamanan Transportasi

    Laut

    a. Peningkatan Keselamatan Transportasi Laut

    1) Meningkatkan Keselamatan Transportasi Laut

    a). Mewujudkan tingkat keselamatan transportasi

    laut yang tinggi.

    b). Menemukenali potensi permasalahan,

    keselamatan transportasi laut dan penyebabnya

    dilakukan dengan cara memperbaiki terus

    menerus sistem pelaporan yang menyangkut

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-23

  • keakurasian data maupun informasi yang

    berkaitan dengan gejala kecenderungan

    penyimpangan.

    c). Melakukan tinjau ulang (safety audit) untuk

    setiap desain baru sarana transportasi laut

    dalam usaha mendeteksi kemungkinan adanya

    permasalahan mengenai keselamatan, dan

    melakukan studi khusus untuk fasilitas dan

    sarana yang sudah ada apabila terjadi masalah

    yang dianggap serius mengenai keselamatan

    dan kecelakaan transportasi laut.

    d). Mengusahakan secara terus menerus agar

    pemerintah, lembaga penegak hukum dan

    sektor swasta melakukan koordinasi dan

    mengalokasikan lebih besar sumber dananya

    untuk bidang keselamatan, termasuk kesadaran

    masyarakat, penegak hukum dan pelatihan

    tenaga kerja sektor pemerintah dan swasta

    yang terkait dengan peningkatan keselamatan

    transportasi laut.

    e). Penyelenggaraan transportasi laut harus

    memenuhi persyaratan kelaikan, keselamatan,

    keamanan dan tata tertib lalu lintas dengan

    memperhatikan peraturan perundangan dan

    konvensi-konvensi internasional yang berlaku

    dan yang telah diratifikasi.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-24

  • f). Mengupayakan secara maksimal peningkatan

    kesadaran masyarakat dan awak kapal,

    menyeleksi dan menguji awak kapal serta

    menegakkan hukum bagi para pelanggar.

    g). Mengurangi resiko kecelakaan bagi tenaga kerja

    di sektor transportasi laut.

    h). Meningkatkan liputan, kuantitas dan kualitas

    data/informasi meteorologi dan geofisika

    khususnya untuk kegiatan pelayaran.

    i). Meningkatkan kemampuan pencarian dan

    penyelamatan kecelakaan pelayaran.

    j). Setiap penyedia jasa (operator) transportasi

    diwajibkan menutup asuransi untuk

    menanggung resiko keselamatan penumpang

    dan barang yang diangkut.

    2) Meningkatkan Keselamatan Transportasi Barang

    Berbahaya dan Beracun (B3)

    a). Penemukenalan permasalahan keselamatan

    yang potensial dengan cara pengumpulan data

    keselamatan secara berkesinambungan beserta

    analisisnya mengenai barang yang diangkut

    oleh seluruh moda transportasi secara teratur.

    b). Mengembangkan regulasi, menegakkan hukum

    mengenai barang berbahaya dan beracun

    secara efektif dalam kaitannya dengan bahan,

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-25

  • teknologi dan resiko keselamatan bagi

    transportasi laut.

    c). Mengembangkan kebutuhan pendidikan dan

    pelatihan penanganan barang berbahaya dan

    beracun dalam sistem transportasi, meliputi

    kepatuhan terhadap peraturan, kesadaran,

    penghindaran dan pengurangan bahaya.

    d). Mengimplementasikan standar dan konvensi

    internasional untuk penanganan barang

    berbahaya dan beracun melalui transportasi

    laut secara maksimal dan konsisten dengan

    aturan keselamatan, dalam rangka memberi

    kemudahan pada perdagangan luar negeri dan

    peningkatan daya saing barang Indonesia di

    pasar dunia.

    b. Peningkatan Keamanan Transportasi Laut

    1) Meningkatkan keamanan transportasi laut dalam

    mendukung pertahanan keamanan nasional.

    2) Meningkatkan keamanan transportasi laut dalam

    mendukung pemberantasan obat terlarang.

    a). Meningkatkan kemampuan pencegahan

    masuknya obat terlarang melalui pelabuhan.

    b). Melakukan koordinasi untuk mencegah

    pergerakan obat terlarang di dalam negeri

    3) Meningkatkan keamanan transportasi laut untuk

    mencegah terorisme.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-26

  • a). Menerapkan alat deteksi bahan peledak

    generasi baru yang peka untuk mendeteksi dan

    menggagalkan aksi terorisme.

    b). Melakukan kerjasama guna menganalisis dan

    memperbaiki fasilitas keamanan terhadap aksi

    teroris, pembajak dan kriminal lainnya.

    c). Menerapkan standar dan konvensi internasional

    untuk meningkatkan keamanan transportasi.

    3. Meningkatnya Pemeliharaan dan Kualitas Lingkungan

    Hidup serta Penghematan Penggunaan Energi di Bidang

    Transportasi Laut.

    a. Peningkatan Proteksi Kualitas Lingkungan

    1) Menyusun dan menerapkan peraturan

    perundangan nasional maupun internasional,

    tentang pencemaran lingkungan hidup yang

    diakibatkan oleh penyelenggaraan transportasi

    laut.

    2) Mengupayakan agar desain dan pembangunan

    fasilitas transportasi laut harmonis dengan

    lingkungan alam, sosial budaya dan estetika.

    3) Mengembangkan sistem dan prosedur baku untuk

    mengevaluasi dampak pembangunan transportasi

    laut terhadap lingkungan hidup.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-27

  • 4) Memberlakukan ketentuan internasional secara

    bertahap tentang polusi yang disebabkan oleh

    penyelenggaraan transportasi laut.

    5) Memberlakukan sanksi yang sepadan (membuat

    jera) bagi pelanggaran, termasuk keharusan

    bertanggung jawab atas ganti rugi terhadap

    kerusakan lingkungan.

    b. Peningkatan Kesadaran Terhadap Ancaman

    Tumpahan Minyak

    1) Mengembangkan suatu sistem dan prosedur untuk

    mengatasi terjadinya tumpahan minyak di perairan

    2) Menerapkan suatu upaya untuk mencegah

    tumpahan minyak, dan keharusan bertanggung

    jawab atas ganti rugi terhadap terjadinya

    kerusakan termasuk sumber daya alam yang

    diakibatkannya.

    3) Mengembangkan desain kapal tanker yang layak,

    dilihat dari aspek teknis, ekonomis dan

    keselamatan.

    4) Menetapkan peraturan agar pengangkutan minyak

    mentah dan hasilnya dalam keadaan selamat,

    termasuk pertimbangan desain kapal, keharusan

    melalui jalur pelayaran tertentu, operasi bongkar

    muat khususnya dikaitkan dengan teknologi dan

    perubahan pola pelayaran.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-28

  • 2.3.4. Strategi Nasional Bidang Kelembagaan dan

    Sumber Daya Manusia

    1. Meningkatnya Pelayanan Transportasi Laut Nasional

    Peningkatan Keterpaduan Pengembangan Transportasi

    Laut melalui Tatranas, Tatrawil dan Tatralok.

    a. Memperjelas dan mengharmonisasikan peran masing-

    masing instansi pemerintah baik di pusat maupun di

    daerah yang terlibat bidang pengaturan, administrasi

    dan penegakan hukum, berdasarkan azas

    dekonsentrasi dan desentralisasi.

    b. Menentukan bentuk koordinasi dan konsultasi

    termasuk mekanisme hubungan kerja antar instansi

    pemerintah baik di pusat maupun daerah antara

    penyelenggara dan pemakai jasa transportasi laut.

    c. Meningkatkan keterpaduan perencanaan antara

    pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan

    pemerintah kabupaten/kota dalam berbagai aspek.

    2. Meningkatnya Kualitas Sumber Daya Manusia, serta

    Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Bidang Transportasi

    Laut

    a. Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Transportasi

    Laut

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-29

  • 1) Memaksimalkan penggunaan potensi lembaga

    pelatihan dan pendidikan transportasi laut yang

    ada.

    2) Meningkatkan program kerjasama antara

    pemerintah dan perguruan tinggi serta sektor

    swasta untuk melakukan tukar menukar

    pengetahuan dan inovasi di bidang transportasi

    laut.

    b. Peningkatan Kepedulian Masyarakat Terhadap

    Peraturan Perundangan Transportasi Laut.

    3. Meningkatnya Penyediaan Dana Pembangunan

    Transportasi Laut

    a. Peningkatan Penerimaan dari Pemakai Jasa

    Transportasi Laut

    1) Mengutamakan penggunaan pendapatan dari

    sektor transportasi laut untuk pembangunan.

    2) Mengupayakan pengguna jasa transportasi mau

    (willingness to pay) dan mampu (ability to pay)

    membayar jasa transportasi laut yang digunakan.

    3) Mengupayakan tingkat pengembalian investasi

    penyelenggaraan prasarana dan jasa transportasi

    laut secara bertahap sesuai dengan perkembangan

    ekonomi nasional.

    a). Pada prinsipnya, penerimaan di sektor

    transportasi laut yang dibayarkan kepada

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-30

  • pemerintah adalah untuk memperoleh kembali

    investasi pemerintah pada prasarana dan

    sarana (cost recovery).

    b). Menetapkan struktur harga yang tepat bagi

    pemakai jasa untuk mengembalikan biaya

    prasarana transportasi laut yang tidak

    ditetapkan tarifnya secara langsung. Struktur

    harga tersebut diharapkan dapat:

    (1) menjamin bahwa kelompok pemakai jasa

    yang berbeda setidak-tidaknya dapat

    menutup biaya prasarana laut yang

    diperuntukkan pada mereka;

    (2) mendorong kelompok penyedia jasa agar

    membuat keputusan investasi dan operasi

    yang ekonomis dalam rangka memperbaiki

    efisiensi seluruh sistem transportasi laut;

    (3) memudahkan administrasi dan mencegah

    timbulnya pembayaran di bawah tarif yang

    berlaku.

    c). Menetapkan tarif penggunaan beberapa jenis

    terminal transportasi umum yang disediakan

    oleh BUMN/BUMD atau pemerintah sesuai

    dengan perhitungan biaya. Manfaat penetapan

    tarif yang sesuai dengan perhitungan biaya

    tersebut adalah untuk:

    (1) mendorong pemakai jasa agar membuat

    keputusan operasi dan investasi kearah

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-31

  • perbaikan efisiensi ekonomi secara

    keseluruhan (seperti unitisasi muatan);

    (2) meningkatkan penggunaan kapasitas yang

    tersedia secara lebih efektif.

    d). Menghilangkan berbagai biaya yang dibebankan

    kepada pengguna jasa untuk fasilitas dan

    pelayanan yang tidak diperlukan atau fasilitas

    dan pelayanan yang tidak pernah diberikan.

    e). Penetapan tarif jasa transportasi laut yang

    bersifat komersial diserahkan pada mekanisme

    pasar, sedangkan tarif jasa nonkomersial

    seperti transportasi perintis, ditetapkan atas

    kemampuan membayar dari pemakai jasa

    transportasi

    f). Meminimalkan penghindaran terhadap

    kewajiban membayar bagi pengguna jasa

    transportasi laut.

    b. Peningkatan Anggaran Pembangunan Nasional dan

    Daerah

    1) Memberikan prioritas anggaran yang lebih tinggi

    kepada sektor transportasi laut secara nasional

    2) Mendorong pemerintah daerah dalam

    meningkatkan pendapatan yang akan digunakan

    untuk mengembangkan fasilitas transportasi laut,

    sejauh tidak mengakibatkan ekonomi biaya tinggi

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-32

  • dan sesuai dengan peraturan perundangan yang

    berlaku.

    3) Mendorong pemerintah daerah untuk menggali

    sumber keuangan guna membiayai fasilitas

    transportasi laut, antara lain melalui kerjasama

    dengan pihak swasta, memanfaatkan nilai tambah

    pada lahan atau usaha dengan adanya fasilitas

    transportasi laut yang bersangkutan, sesuai

    dengan peraturan perundangan yang berlaku.

    c. Peningkatan Partisipasi Swasta dan Koperasi

    1) Meminimalkan hambatan peraturan perundang-

    undangan terhadap partisipasi swasta dan koperasi

    dalam hal kepemilikan, perencanaan, pembiayaan,

    pembangunan, perawatan dan pengelolaan sarana

    dan prasarana transportasi laut.

    2) Mendorong pemerintah daerah menghilangkan dan

    mengurangi hambatan investasi swasta dan

    koperasi di bidang transportasi laut.

    3) Meningkatkan partisipasi swasta dan koperasi di

    sektor transportasi laut termasuk di bidang

    pelayanan masyarakat.

    4) Mendorong inisiatif bersama antara swasta dan

    pemerintah untuk pembiayaan operasi dan fasilitas

    transportasi laut.

    5) Menyederhanakan perijinan yang masih dirasa

    perlu

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-33

  • d. Pemanfaatan Hibah/Bantuan Luar Negeri untuk

    Program-Program Tertentu

    4. Meningkatnya Kualitas Administrasi Negara di Sektor

    Transportasi Laut

    a. Penerapan Manajemen Modern

    1) Meningkatkan sistem otomatisasi perkantoran dan

    sistem informasi manajemen untuk mendukung

    pengambilan kebijakan.

    2) Menerapkan manajemen modern berbasis

    teknologi informasi yang andal secara konsekuen

    untuk memberikan kepuasan pelanggan yang

    optimal.

    b. Pengembangan Data dan Perencanaan Transportasi

    1) Menyempurnakan data base dan informasi yang

    berkaitan dengan perencanaan transportasi laut

    dan pengambilan keputusan.

    2) Merumuskan kebutuhan informasi transportasi laut

    nasional, termasuk arus barang dan penumpang

    domestik dan internasional, keadaan, tingkat

    penggunaan, kinerja masing-masing moda

    transportasi dan lain-lain

    3) Mengkoordinasikan kegiatan pengumpulan data

    yang berkaitan dengan transportasi laut dan sistem

    informasi antara pemerintah pusat, pemerintah

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-34

  • provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan

    perusahaan jasa transportasi laut serta

    mengembangkan standar pengumpulan dan

    tabulasi data moda dan pengguna jasa transportasi

    laut.

    4) Mengumpulkan dan mendistribusikan data dan

    informasi mengenai kualitas pelayanan transportasi

    laut seperti kinerja ketepatan waktu dan

    produktivitas untuk meningkatkan kesadaran

    tentang tingkat pelayanan dan upaya

    perbaikannya.

    5) Mengevaluasi dan melaporkan secara teratur

    keadaan sistem transportasi laut, termasuk

    perkiraan utilisasi dan permintaan masa

    mendatang serta penilaian keadaan dan kinerja.

    6) Meningkatkan fungsi perencanaan strategis

    transportasi laut jangka panjang sebagai suatu

    kerangka untuk proposal peraturan perundangan,

    program dan anggaran.

    7) Meningkatkan keterpaduan perencanaan antar

    sektor, antar subsektor, antar pusat dan daerah

    c. Peningkatan Struktur Organisasi

    1) Menyempurnakan secara terus menerus peran

    kelembagaan sesuai dengan perubahan peranan

    pemerintah dalam pembangunan transportasi laut.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-35

  • 2) Menyempurnakan secara terus menerus uraian

    tugas, tata hubungan kerja, pedoman kerja,

    petunjuk pelaksanaan dan tata cara kerja di

    lingkungan pemerintah.

    d. Peningkatan Sumber Daya Manusia

    1) Melaksanakan peningkatan kualitas sumber daya

    manusia transportasi laut yang mencakup aparat

    pemerintah, penyedia dan pengguna jasa atau

    masyarakat lainnya.

    2) Meningkatkan kompetensi aparat pemerintah yang

    membidangi transportasi laut antara lain melalui

    kursus di bidang perencanaan, manajemen

    kepegawaian, analisis manajemen dan peraturan

    perundang-undangan.

    3) Mengembangkan jabatan fungsional untuk jabatan

    yang membutuhkan spesialisasi.

    4) Menyeimbangkan komposisi kepegawaian menurut

    golongan, kualitas pendidikan dan ketrampilan.

    5) Meningkatkan kualitas SDM melalui pengadaan

    secara selektif dan penempatan pada unit kerja

    sesuai kebutuhan berdasarkan analisis jabatan.

    6) Melaksanakan kegiatan pertukaran pegawai

    dengan negara lain dalam usaha membuka

    wawasan yang lebih luas.

    7) Meningkatkan profesionalisme penyedia jasa

    transportasi laut dalam memberikan pelayanan.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-36

  • 8) Meningkatkan kesadaran dan kepedulian baik

    penggunan jasa maupun masyarakat terhadap

    peraturan perundangan di bidang transportasi laut

    yang berlaku.

    e. Peningkatan Sistem Pemotivasian

    1) Secara terus menerus meningkatkan kesejahteraan

    pegawai baik yang bersifat moril maupun material.

    2) Menciptakan pola karier serta diklat penunjangnya

    untuk memberikan pola pembinaan pegawai yang

    lebih transparan dan lebih pasti.

    3) Meningkatkan peran koperasi dalam menunjang

    kesejahteraan pegawai.

    4) Meningkatkan peranan organisasi pegawai negeri

    dalam pembinaan di luar kedinasan.

    f. Peningkatan Sistem Pengawasan

    1) Mempercepat penuntasan tindak lanjut hasil

    pengawasan.

    2) Meningkatkan pembinaan pegawai dalam rangka

    perwujudan manusia berkualitas di lingkungan

    pemerintah, khususnya peningkatan penyuluhan

    kepada pejabat pimpinan setiap unit kerja untuk

    menguasai/menerapkan peraturan perundangan

    yang berlaku.

    3) Meningkatkan sosialisasi peraturan perundangan

    dan konvensi internasional bagi seluruh

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-37

  • stakeholder (aparat pemerintah pusat dan daerah,

    operator, serta pengguna jasa dan masyarakat

    pada umumnya)

    4) Meningkatkan penegakan hukum serta penerapan

    reward and penalty secara nyata dan taat asas.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 2-38

  • BAB III

    KONDISI PENYELENGGARAAN

    TRANSPORTASI LAUT

    SAAT INI

    Secara umum, kondisi penyelenggaraan transportasi laut

    saat ini masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

    Masih banyak ditemui keterbatasan dan kendala, baik dari

    sisi infrastruktur, teknologi, SDM dan sumber daya

    lainnya, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan

    dalam penyelenggaraannya.

    3.1. UMUM Pembahasan mengenai kondisi penyelenggaraan tidak

    hanya dilakukan secara makro, namun harus dibagi pula

    berdasarkan komponen. Sebagaimana telah dijelaskan,

    sub sektor transportasi laut dapat dibagi atas komponen-

    komponen angkutan laut, kepelabuhanan dan keselamatan

    pelayaran, yang masing-masing kondisi

    penyelenggaraannya dapat dijelaskan pada bagian berikut.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-1

  • 3.1.1. Bidang Angkutan Laut

    Secara makro, kondisi penyelenggaraan bidang angkutan

    laut, dapat dijelaskan berdasarkan perkembangan jumlah

    perusahaan pelayaran, armada niaga dan pangsa muatan.

    a. Perkembangan Perusahaan Pelayaran

    Jumlah perusahaan pelayaran sampai tahun 2005

    sebanyak 1.272 yang berarti terjadi peningkatan sebesar

    10,60% jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan

    pada tahun sebelumnya.

    b. Perkembangan Armada Niaga Nasional

    Perkembangan jumlah perusahaan pelayaran diikuti oleh

    perkembangan armada niaga nasional sebesar 11,20%, di

    mana pada akhir tahun 2005 jumlah armada niaga

    nasional sebanyak 6.689 unit, dengan total GT 6.542.109.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan

    jumlah perusahaan pelayaran seiring dengan peningkatan

    jumlah armada niaga nasional.

    Berdasarkan data terakhir melalui pelaksanaan Inpres

    5/2005, pada bulan Maret 2006 armada niaga nasional

    telah berkembang lagi menjadi 6.791 unit dibandingkan

    jumlah 6.041 unit kapal pada bulan Maret 2005.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-2

  • Gambar 3.1.1.1. Perbandingan Jumlah Armada Niaga

    Nasional Tahun 2005 dan 2006

    6041 6791

    0500

    1000150020002500300035004000450050005500600065007000

    s.d 31 Maret 2005 s.d 1 Maret 2006

    750 Unit(12,42%)

    Unit Kapal

    Posisi 1 Maret 2006 total armada sebanyak 6.791 unit kapal, bila dibandingkan dengan bulan Maret 2005 yang total armadanya sebanyak 6.041 unit kapal, maka terjadi peningkatan jumlah armada sebanyak 750 unit kapal atau sebesar 12,42 %, dimana sebagian besar merupakan pengalihan bendera kapal milik perusahaan pelayaran nasional dari bendera asing ke bendera Indonesia.

    c. Perkembangan Muatan Angkutan Laut

    Muatan angkutan laut pada tahun 2005 sebesar 699,3 juta

    ton, yang terdiri dari 206,3 juta ton muatan dalam negeri

    dan 492,9 juta ton muatan ekspor-impor. Dari 206,3 juta

    ton muatan angkutan dalam negeri, sebanyak 114,4 juta

    ton (55,47%) diangkut oleh armada niaga nasional

    sedangkan sisanya sebesar 91,8 juta ton (44,53%)

    diangkut oleh armada niaga asing. Dari 492,9 juta ton

    muatan ekspor-impor, sebanyak 24,5 juta ton (4,99%)

    diangkut oleh armada niaga nasional sedangkan sisanya

    sebesar 468,3 juta ton (95,01 %) diangkut oleh armada

    niaga asing.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-3

  • Gambar 3.1.1.2. Perkembangan Muatan Angkutan Laut Dalam Negeri Tahun 2000-2005

    PERKEMBANGAN MUATAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI SERTA PANGSA MUATAN PELAYARAN NASIONAL TAHUN 2000 - 2005

    PERKEMBANGAN MUATAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI SERTA PANGSA MUATAN PELAYARAN NASIONAL TAHUN 2000 - 2005

    0,00

    20,00

    40,00

    60,00

    80,00

    100,00

    Gambar 3.1.1.3. Perkembangan Muatan Ekspor-Impor Tahun 2000-2005

    53,0047,00

    60,00

    40,00

    50,20 49,8053,20

    46,8052,70

    47,2755,47

    44,53

    2000 2001 2002 2003 2004 2005

    Kapal Nasional Kapal Asing

    177,35

    47,27

    83,83

    52,73

    93,51

    2004

    206,335

    44,53

    91.881

    55,47

    114.454

    2005

    170,53143,46149,95152,10Jumlah

    46,8046,1640,0146,99%

    79,8066,2259,9971,47Asing2

    53,2053,8459,9953,01%

    90,7277,2389,9580,63Nasional1

    2003200220012000MuatanNo

    177,35

    47,27

    83,83

    52,73

    93,51

    2004

    206,335

    44,53

    91.881

    55,47

    114.454

    2005

    170,53143,46149,95152,10Jumlah

    46,8046,1640,0146,99%

    79,8066,2259,9971,47Asing2

    53,2053,8459,9953,01%

    90,7277,2389,9580,63Nasional1

    200320022001No Muatan 2000

    PERKEMBANGAN MUATAN EKSPOR IMPORSERTA PANGSA MUATAN PELAYARAN NASIONAL TAHUN 2000 - 2005

    PERKEMBANGAN MUATAN EKSPOR IMPORSERTA PANGSA MUATAN PELAYARAN NASIONAL TAHUN 2000 - 2005

    4,60

    95,40

    5,40

    94,60

    1,90

    98,10

    3,40

    96,60

    4,77

    95,23

    5,05

    94,95

    0,00

    20,00

    40,00

    60,00

    80,00

    100,00

    2000 2001 2002 2003 2004 2005

    Kapal Nasional Kapal Asing

    %

    473,92

    Juta Ton

    95,23

    83,83

    4,77

    93,51

    2004

    492.970

    94,95

    468.075

    5,05

    24.895

    2005

    442,92438,54412,73364,53Jumlah

    96,6098,1094,6095,40%

    79,8066,2259,9971,47Asing2

    3,401,905,404,60%

    90,7277,2389,9580,63Nasional1

    2003200220012000MuatanNo

    473,92

    95,23

    83,83

    4,77

    93,51

    2004

    492.970

    94,95

    468.075

    5,05

    24.895

    2005

    442,92438,54412,73364,53Jumlah

    96,6098,1094,6095,40%

    79,8066,2259,9971,47Asing2

    3,401,905,404,60%

    90,7277,2389,9580,63Nasional1

    200320022001No Muatan 2000

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-4

  • 3.1.2. Bidang Kepelabuhanan

    a. Sistem Penyelenggaraan Kepelabuhanan

    Sistem penyelenggaraan pelabuhan umum dibedakan atas

    pelabuhan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan

    yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. Pelabuhan

    umum yang diusahakan dan dikelola oleh PT Pelabuhan

    Indonesia I, II, III, dan IV saat ini berjumlah 111

    pelabuhan. Sedangkan pelabuhan umum yang

    diselenggarakan Pemerintah berjumlah 614 pelabuhan.

    Adapun pelabuhan khusus yang dioperasikan untuk

    kepentingan sendiri termasuk Dermaga Untuk Kepentingan

    Sendiri (DUKS) berjumlah 1.010 buah. Dengan demikian,

    jumlah pelabuhan dan dermaga di Indonesia saat ini

    sebanyak 1.735 buah.

    b. Kegiatan Bongkar Muat di Pelabuhan

    Kegiatan bongkar-muat barang di pelabuhan dari waktu ke

    waktu menunjukkan kecenderungan untuk menurun,

    walaupun pada tahun 2003 sempat mengalami

    peningkatan sebesar 2,3%. Data selengkapnya dapat

    dilihat pada tabel di bawah ini.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-5

  • Tabel 3.1.2.1. Volume Ekspor Barang melalui Pelabuhan

    Tahun 2001-2005 (Ton)

    Tahun Muatan Ekspor Perkembangan (%)

    2001 354.486.674 -

    2002 307.943.333 (13,13)

    2003 315.018.546 2,30

    2004 281.828.452 (10,54)

    2005 301.556.444 7,00

    Rata-Rata 312.166.689

    Namun sebaliknya, kegiatan impor menunjukkan

    kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu. Data

    selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

    Tabel 3.1.2.2. Volume Impor Barang melalui Pelabuhan

    Tahun 2001-2005 (Ton)

    Tahun Muatan Impor Perkembangan (%)

    2001 58.241.983 -

    2002 130.592.159 124,22

    2003 127.902.301 (2,06)

    2004 183.238.437 43,26

    2005 191.413.510 4,46

    Rata-Rata 138.277.678

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-6

  • c. Pelabuhan Strategis

    Pelabuhan strategis berjumlah 25 pelabuhan yaitu

    pelabuhan Lhokseumawe, Belawan, Dumai, Pekanbaru,

    Batam, Tg. Pinang, Teluk Bayur, Palembang, Panjang,

    Banten, Tg. Priok, Tg. Emas, Tg. Perak, Pontianak,

    Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Makassar, Bitung,

    Benoa, Tenau, Ambon, Sorong, Biak, dan Jayapura.

    Pelabuhan strategis ini lebih dari 70% menangani muatan

    berupa barang umum (general cargo), tidak termasuk

    produk migas. Di samping itu, lebih dari 97% total muatan

    peti kemas dibongkar-muat hanya pada 11 pelabuhan

    yaitu Tg. Priok, Tg. Perak, Belawan, Tg. Emas, Makassar,

    Panjang, Banjarmasin, Palembang, Pontianak, Bitung, dan

    Samarinda.

    3.1.3. Bidang Keselamatan Pelayaran

    Berdasarkan data jumlah kecelakaan kapal selama

    beberapa tahun terakhir masih ditandai dengan tetap

    tingginya jumlah kecelakaan kapal yang terjadi di perairan

    Indonesia. Untuk itu, diperlukan penanganan yang lebih

    serius mengingat setiap kecelakaan berdampak buruk,

    bahkan dapat membuat perairan Indonesia disebut

    sebagai perairan beresiko tinggi. Data selengkapnya

    mengenai kecelakaan di perairan Indonesia, dapat dilihat

    pada tabel berikut ini.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-7

  • Tabel 3.1.3.1. Jumlah Kecelakaan Kapal di Indonesia

    Tahun 2001-2005 TAHUN NO JENIS KECELAKAAN

    2001 2002 2003 2004 2005 JUMLAH

    A KEJADIAN 1 TENGGELAM 18 29 29 32 25 133 2 KEBAKARAN 7 12 7 11 36 73 3 TUBRUKAN 11 12 16 11 21 71 4 KERUSAKAN MESIN 1 1 1 6 3 12 5 KANDAS 7 12 12 10 18 59 6 HANYUT 1 0 1 0 11 13 7 KEBOCORAN 1 1 1 2 5 8 LAIN-LAIN 2 5 4 7 11 29 JUMLAH 48 72 71 79 125 395 B KEHILANGAN 1 KORBAN JIWA 58 48 74 61 131 372 2 KERUGIAN BARANG/TON 4646 17488,7 12822,1 3915,2 550 39422 3 KERUGIAN KENDARAAN 0 0 1 40 41 4 KORBAN HEWAN 0 0 0 0 0 C BENDERA 1 INDONESIA 45 68 71 86 137 407 2 ASING 8 9 19 14 20 70 JUMLAH 53 77 90 100 157 477 D UKURAN KAPAL 1 100M3 / < GT 35 5 6 13 9 35 68 2 GT 35 ~ GT 75 3 6 5 7 15 36 3 >500M3 / > GT 75 44 68 74 84 107 377 JUMLAH 52 80 92 100 157 481

    E JENIS KAPAL 1 KAPAL MOTOR 44 65 80 79 122 390 2 KAPAL LAYAR MOTOR 5 6 3 10 15 39 3 PERAHU LAYAR 1 2 0 0 5 8 4 TONGKANG 1 4 8 11 15 39

    JUMLAH 51 77 91 100 157 476 F FAKTOR PENYEBAB 1 MANUSIA 17 38 29 37 56 177 2 ALAM 17 16 24 26 35 118 3 TEKNIS 14 18 18 16 34 100

    JUMLAH 48 72 71 79 125 395

    Kapal Negara Penjagaan Laut dan Pantai (Armada PLP)

    saat ini berjumlah 159 unit, yang terdiri dari 4 unit Kapal

    kelas I, 9 unit Kapal Kelas II, 27 unit Kapal Kelas III, 42

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-8

  • unit Kapal kelas IV dan 77 unit Kapal kelas V. Sebanyak 27

    unit kapal ditempatkan di 5 Pangkalan PLP (Ambon,

    Bitung, Jakarta, Surabaya, Tanjung Uban) dan sisanya

    sebanyak 132 unit tersebar di Adpel/Kanpel seluruh

    Indonesia.

    Kondisi Kapal Penjagaan dan Penyelamatan posisi

    Desember 2005 adalah sebagai berikut:

    Tabel 3.1.3.2. Kondisi Kapal PLP Berdasarkan Kelas

    Pada Tahun 2005

    Pangkalan Adpel/Kanpel Keseluruhan

    Armada No.

    Kelas

    Jumlah Kondisi

    (%) Jumlah

    Kondisi (%)

    Jumlah Kondisi

    (%) 1 I 4 100,00 0 0,00 4 100,00 2 II 9 60,00 0 0,00 9 60,00 3 III 5 68,50 22 77,68 27 75,98 4 IV 2 57,50 40 65,73 42 65,33 5 V 7 56,43 70 67,60 77 66,58

    Jumlah 27 132 159

    Tabel 3.1.3.3. Komposisi Kapal PLP Berdasarkan Usia

    Pada Tahun 2005

    Pangkalan Adpel/Kanpel Keseluruhan

    Armada No.

    Usia (Tahun)

    Jumlah Kondisi

    (%) Jumlah

    Kondisi (%)

    Jumlah Kondisi

    (%) 1 < 10 tahun 6 93,33 36 90,01 42 90,49 2 10 - 19 0 0,00 3 68,50 3 68,50 3 20 - 29 21 58,69 86 60,65 107 60,27 4 30 - 39 0 0,00 3 66,00 3 66,00 5 40 ke atas 0 0,00 4 52,50 4 52,50

    Jumlah 27 132 159

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-9

  • Khusus mengenai kondisi sarana dan prasarana

    kenavigasian, tingkat kecukupan SBNP secara nasional

    masih sangat rendah dengan rincian sebagai berikut :

    Tabel 3.1.3.4. Tingkat Kecukupan SBNP

    Tahun 2005

    Jenis SBNP

    Kebutuhan Terpasang Kekurangan Kecukupan

    SBNP Bersuar (Mensu, Ramsu, Pelsu)

    3.469 1.855 1.614 53,47%

    Tingkat Keandalan SBNP saat ini hanya mencapai 89,64 %

    yang masih jauh di bawah rekomendasi IALA, yaitu 99%

    untuk SBNP Tetap Bersuar dan 97% untuk SBNP Apung

    Bersuar.

    Dari 25 Distrik Navigasi, tidak satupun yang memiliki

    kecukupan SBNP 100% di wilayah kerjanya dan tidak

    satupun Distrik Navigasi yang memenuhi angka keandalan

    sesuai dengan rekomendasi IALA. Hal ini berarti dalam

    setiap tahunnya kinerja SBNP banyak mengalami

    gangguan baik yang disebabkan oleh usia tua, kerusakan

    teknis, kerusakan akibat alam, kerusakan/pencurian akibat

    manusia dan tertabrak oleh kapal yang seringkali tidak

    bertanggungjawab.

    Di samping permasalahan pada Sarana Bantu Navigasi

    Pelayaran (SBNP), bidang Sarana Telekomunikasi

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-10

  • Pelayaran yang mengelola Stasiun Radio Pantai (SROP)

    juga perlu mendapat perhatian yang signifikan.

    Tabel 3.1.3.5.

    Jumlah Stasiun Radio Pantai Berdasarkan Kelas Tahun 2005

    SROP Jumlah Stasiun

    SROP Kelas I 11

    SROP Kelas II 7

    SROP Kelas III/A 43

    SROP Kelas III/B 6

    SROP Kelas IV/A 90

    SROP Kelas IV/B 65

    Port Operation Station 75

    JUMLAH 297

    Dari 297 unit Stasiun Radio Pantai dan Port Operation

    Station yang ada, baru 65 unit stasiun yang mampu

    melayanai frekuensi Marabahaya (GMDSS, Global Maritime

    Distress Safety System), sementara menurut GMDSS

    Handboook dari IMO disebutkan bahwa Indonesia harus

    memiliki sekurang-kurangnya 85 SROP yang berfasilitas

    GMDSS, sedangkan jumlah SROP yang mampu

    menyelenggarakan Mobile Service baru berjumlah 145 unit

    dari 218 SROP Mobile Service yang dibutuhkan, sehingga

    nilai kecukupannya baru mencapai 66,51%.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-11

  • Sedangkan bila ditinjau dari wilayah cakupan (coverage

    area) SROP yang ada saat ini, maka kecukupan dan

    keandalannya adalah sebagai berikut :

    Tabel 3.1.3.6. Kecukupan dan Keandalan

    SROP Mobile Service Tahun 2005

    Wilayah Laut

    (Coverage) Kebutuhan Terpasang Kecukupan Keandalan

    GMDSS 279 65 23,29% 10,77%

    Di samping SROP GMDSS, sesuai perkembangan teknologi,

    Indonesia membutuhkan Vessel Traffic Management

    System (VTMS) pada beberapa lokasi yang memiliki arus

    lalu-lintas kapal sangat padat. Sistem ini merupakan

    sistem terpadu yang menyediakan manajemen dan

    informasi aktual mengenai pergerakan kapal-kapal yang

    berada di lingkup wilayah pelayanannya. Berdasarkan

    SOLAS chapter V mengenai safety of navigation, setiap

    contracting government harus mendirikan vessel traffic

    services (VTS) pada wilayah perairan yang sangat padat

    atau memiliki tingkat resiko kecelakaan sangat tinggi. Saat

    ini telah dibangun Automatic Identification System (AIS)

    Base Station di Belawan, Jakarta, Surabaya, Semarang

    dan Ujung Pandang sebagai bentuk penyelenggaraan VTS.

    Dalam menyelenggarakan operasional dan pemeliharaan

    SBNP dan SROP, keberadaan dari berbagai sarana

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-12

  • prasarana penunjang sangat menentukan kinerja

    kenavigasian di perairan Indonesia seperti halnya Kapal

    Negara Kenavigasian dan Fasilitas Pangkalan

    Kenavigasian.

    Kapal Negara Kenavigasian saat ini berjumlah 60 unit yang

    terdiri dari 6 unit Buoy Tender Vessel, 44 unit Aids Tender

    Vessel, 9 unit Inspection Boat dan 1 unit Survey Vessel.

    Komposisi Kapal Negara Kenavigasian berdasarkan usia

    adalah sebagai berikut :

    Tabel 3.1.3.7. Komposisi Kapal Negara Kenavigasian Berdasarkan Usia

    Tahun 2005

    Usia (tahun) Jumlah

    < 10 tahun 16

    10 19 -

    20 29 13

    30 39 17

    40 ke atas 14

    Sedangkan kondisi teknis Kapal Negara Kenavigasian saat

    ini adalah sebagai berikut:

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-13

  • Tabel 3.1.3.8. Kondisi Teknis Kapal Negara Kenavigasian

    Tahun 2005

    Kondisi Teknis (%) Jumlah

    80% ke-atas 17

    60 - 79 32

    40 - 59 11

    Dilihat dari profil Kapal Negara Kenavigasian saat ini maka

    dalam rangka menunjang operasional kenavigasian masih

    sangat diperlukan program-program kongkrit yang

    bertujuan untuk peremajaan dan peningkatan jumlah

    maupun kondisi teknis kapal negara kenavigasian.

    Pangkalan kenavigasian yang melekat pada setiap Distrik

    Navigasi saat ini bejumlah 25 Distrik yang masing-masing

    membawahi suatu wilayah kerja yang disusun berdasarkan

    kepentingan jaringan kenavigasian, efisiensi dan efektifitas

    operasional pangkalan sehingga pembagian wilayah kerja

    dimaksud tidak mengenal batas wilayah administratif

    pemerintahan daerah.

    Setiap Distrik Navigasi setidaknya harus dilengkapi dengan

    fasilitas pangkalan sebagai berikut :

    1. Gedung Kantor

    2. Gudang

    3. Bengkel

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-14

  • 4. Dermaga Kenavigasian

    5. Taman Pelampung

    6. Gudang Terbuka

    Namun hingga saat ini belum seluruh Distrik Navigasi

    memiliki fasilitas pangkalan yang cukup, sedangkan

    fasilitas pangkalan yang terpasang pada saat ini sebagian

    masih belum memadai dari segi kapasitas maupun kondisi

    teknisnya.

    3.2. EVALUASI PENCAPAIAN KINERJA

    Penilaian pencapaian kinerja Perhubungan Laut dilakukan

    dengan berbagai indikator yang dapat dibagi berdasarkan

    komponen penyelenggaraan transportasi laut.

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-15

  • 3.2.1. Kinerja Bidang Angkutan Laut

    Tabel 3.2.1.1. Kinerja Bidang Angkutan Laut

    (Tahun 2005)

    Pencapaian Indikator

    Real Target Posisi

    Pelaksanaan Azas Cabotage :

    Peti Kemas (Container) 100 100 100%

    Muatan Umum (General Cargo) 100 100 100%

    Semen (Cement in Bulk) 100 100 100%

    Beras (Rice) 100 100 100%

    Oil/Petroleum 40 100 40%

    Kayu (Wood) 100 100 100%

    Pupuk (Fertilizer) 100 100 100%

    Crude Palm Oil (CPO) 80 100 80%

    Batubara (Coal) 60 100 60%

    Mine and Quary 40 100 40%

    Other Grains 70 100 70%

    Other Liquid 40 100 40%

    Agri Grain 70 100 70%

    Fresh Product 95 100 95%

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-16

  • 3.2.2. Kinerja Bidang Kepelabuhanan

    Tabel 3.2.2.1. Kinerja Bidang Kepelabuhanan

    (Tahun 2005)

    Pencapaian Indikator

    Real Target Posisi Tingkat Penggunaan Dermaga 59,6 70,00 85,00%

    Tingkat Pemakaian Gudang 21,74 65,00 33,45%

    Tingkat Pemakaian Lapangan Penumpukan

    25,18 50,00 50,36%

    Daya Lalu Tambatan 1.702 2.000 85,10%

    Waktu tunggu kapal 1,16 1 86,20%

    Waktu tambat kapal 71,03 40 56,31%

    Waktu efektif melakukan kegiatan bongkar muat

    67,37 80 92,55%

    Waktu kapal di pelabuhan 64 40 67,00%

    Hari Operasional Pelayanan :

    - Peti Kemas 300 365 82,19%

    - General Cargo 281 365 76,99% - Cement Bulk 291 365 79,73% - Pelayaran Rakyat 278 365 76,16%

    - Penumpang 304 365 83,29%

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-17

  • 3.2.3. Kinerja Bidang Keselamatan Pelayaran

    Tabel 3.2.3.1. Kinerja Bidang Keselamatan Pelayaran

    (Tahun 2005)

    Pencapaian Indikator

    Real Target Posisi Tingkat sertifikasi kapal 87,30 100 87,30%

    Tingkat pemenuhan pemeriksaan dan pengesahan Gambar Kapal

    61,51 100 61,51%

    Tingkat kecukupan lembaga Diklat Kepelautan sesuai STCW 95

    19 100 19,00%

    Tingkat kecukupan Auditor Verifikasi Lembaga Diklat Kepelautan

    25 100 25,00%

    Tingkat kecukupan tenaga Marine Inspector A

    75 100 75,00%

    Tingkat kecukupan tenaga Marine Inspector B

    58 100 58,00%

    Tingkat kecukupan tenaga Ahli Ukur Kapal 84,71 100 84,71%

    Tingkat kecukupan tenaga Asisten Ahli Ukur Kapal

    8,70 100 8,70%

    Tingkat kecukupan tenaga Pegawai Pendaftaran dan Balik Nama Kapal

    84 100 84,00%

    Tingkat kecukupan tenaga Penilik Gambar 54,28 100 54,28%

    Tingkat kecukupan tenaga Pengawas Kapal Asing (PSCO)

    52,96 100 52,96%

    Tingkat kecukupan tenaga Gulang Cemar 10,10 100 10,1%

    Tingkat kecukupan Awak Kapal Patroli 58,79 100 58,79%

    Tingkat kecukupan tenaga PPNS 37,46 100 37,46%

    Tingkat partisipasi pihak ketiga/swasta dalam pembangunan SBNP

    16,72 40 41,8%

    Tingkat kecukupan Kapal Marine Inspector 51 100 51%

    Tingkat kecukupan SBNP 1855 3469 53,47%

    Tingkat keandalan SBNP 1855 95% 89,78%

    Tingkat keandalan SROP GMDSS 10,77 100 10,77%

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-18

  • Pencapaian Indikator

    Real Target Posisi Tingkat kecukupan SROP GMDSS 65 297 21,88%

    Tingkat kecukupan Kapal Patroli 75 100 75%

    Tingkat hari operasi Kapal Patroli 34,85 70 49,78%

    Tingkat kecukupan peralatan Kespel 60 100 60%

    3.3. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

    Masih relatif rendahnya pencapaian kinerja merupakan

    gambaran masih banyaknya permasalahan yang dihadapi

    oleh sub sektor perhubungan laut. Beberapa permasalahan

    utama yang dihadapi dalam penyelenggaraan transportasi

    laut adalah sebagai berikut:

    3.3.1. Angkutan Laut

    a. Belum adanya kesamaan persepsi terhadap

    pemberdayaan industri pelayaran nasional di antara

    instansi pemerintah terkait selama ini;

    b. Pelayanan terhadap kegiatan angkutan laut belum

    mencapai standar yang ditetapkan disebabkan karena

    antara lain terbatasnya fasilitas pelabuhan serta

    pelayanan yang belum optimal;

    c. Belum terwujudnya kemitraan antara pemilik barang

    dan pemilik kapal (Indonesias Sea Transportation

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-19

  • Incorporated) untuk pelaksanaan kontrak pengangkutan

    jangka panjang/Long Term Time Charter (LTTC);

    d. Belum adanya dukungan perbankan dan lembaga

    keuangan non-bank yang khusus untuk menunjang

    pengembangan armada niaga nasional (karena

    perusahaan pelayaran dianggap sebagai bidang usaha

    yang slow yielding dan high risk);

    e. Banyaknya kapal asing yang beroperasi di dalam negeri

    dan banyaknya pelabuhan terbuka untuk perdagangan

    luar negeri sehingga azas cabotage tidak dapat

    dilaksanakan secara konsekuen dan berkelanjutan;

    f. Insentif fiskal dan kredit untuk angkutan laut nasional

    relatif belum ada sebagaimana yang diberikan oleh

    negara lain kepada perusahaan angkutan laut

    nasionalnya;

    g. Syarat perdagangan (Term of Trade) kurang

    menguntungkan;

    h. Pembatasan supply bunker/bahan bakar minyak dari PT.

    Pertamina untuk kepentingan operasi tidak dapat

    memenuhi satu round trip.

    i. Belum terlaksananya Forum Informasi Muatan dan

    Ruang Kapal (IMRK) antar instansi terkait di dalam

    memanfaatkan kebutuhan ruang kapal angkutan laut

    nasional.

    Sebagai salah satu dampak dari permasalahan yang ada

    pada angkutan laut nasional, maka kondisi angkutan laut

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-20

  • nasional sampai saat ini masih terpuruk dan memiliki

    ketergantungan yang tinggi terhadap armada angkutan

    laut asing. Pangsa pasar perusahan pelayaran nasional

    yang masih bersifat marjinal, yang ditunjukkan pada tahun

    2005, dengan pangsa perusahaan pelayaran nasional

    dalam negeri sebesar 55,47% sementara pangsa angkutan

    asing sebesar 44,53%. Sedangkan untuk ekspor impor,

    pangsa pelayaran nasional hanya 4,99% dan pelayaran

    asing sebanyak 95,01%.

    3.3.2. Kepelabuhanan

    a. Dampak pelaksanaan otonomi daerah terdapat

    beberapa daerah ingin membangun pelabuhan dengan

    pendekatan lokal yang tidak sesuai dengan hirarki

    fungsi pelabuhan berdasarkan Tatanan Kepelabuhanan

    Nasional, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan

    inefisiensi dalam investasi dan melemahkan daya saing

    pelabuhan-pelabuhan di Indonesia dalam menghadapi

    persaingan global. Di samping itu beberapa Pemda

    melakukan pungutan-pungutan di pelabuhan

    (irregulated transaction cost) yang menimbulkan

    accumulated high cost ecomony yang mengakibatkan

    para investor ataupun pengguna jasa pelabuhan merasa

    bahwa adanya ketidakseimbangan;

    b. Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia meskipun telah

    ditetapkan peran dan fungsinya sebagai pelabuhan

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-21

  • internasional, nasional, regional dan lokal pada

    umumnya belum dilengkapi master plan dan Daerah

    Lingkungan Kerja/Daerah Lingkungan Kepentingan

    Pelabuhan (DLKR/DLKP) sebagai dasar hukum yang

    kuat untuk menjamin kepastian berusaha dan

    berinvestasi bagi para investor.

    Dengan telah ditetapkan master plan dan DLKR/DLKP

    diharapkan adanya jaminan hukum yang mengatur

    kepastian lahan, kepastian usaha dan investasi;

    c. Banyaknya instansi terkait di pelabuhan yang masih

    memerlukan keterpaduan pelayanan (one stop service),

    kondisi prasarana yang terbatas dan tingkat pelayanan

    yang rendah, sehingga mengakibatkan pelayanan belum

    optimal dan port days/turn round time kapal di

    pelabuhan menjadi tinggi.

    Di samping itu, kemampuan penyelenggara pelabuhan

    dalam menyediakan dana untuk investasi semakin

    terbatas akibat terjadinya krisis ekonomi yang

    berkepanjangan, serta keterbatasan dana pemerintah

    untuk melaksanakan pembangunan dan pemeliharaan

    pelabuhan. Partisipasi swasta untuk ikut serta dalam

    pembangunan prasarana pelabuhan dirasakan masih

    kurang/terbatas karena hanya tertarik pada segmen

    usaha yang menguntungkan serta diperlukan petunjuk

    pelaksanaan yang lebih kooperatif sebagai penjabaran

    dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang

    ada;

    Cetak Biru Pembangunan Transportasi Laut 3-22

  • d. Pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana

    pelabuhan diharapkan dapat dirasakan secara merata

    pada wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

    (NKRI), namun pada kawasan tertentu seperti Kawasan

    Timur Indonesia dan pada daerah perbatasan, sarana

    dan prasarana pelabuhan yang ada masih belum

    memadai atau bahkan sama sekali tidak tersedia

    aksesibilitas ke lokasi pelabuhan sehingga

    mengakibatkan terkendalanya pelayanan operasional

    pelabuhan.

    e. Pelayanan pelabuhan belum mencapai tingkat

    pelayanan yang optimal, antara lain ditunjukkan dengan

    tingkat Turn Round Time (TRT) kapal yang tinggi dan

    rendahnya produktifitas bongkar muat barang di

    pelabuhan (Port Productivity) rendah.

    f. Pada lokasi pelabuhan-pelabuhan tertentu sering terjadi

    kecelakaan kapal karena tingkat frekuensi lalu-lintas

    kapal telah meningkat dengan pesat, namun belum

    diatur dan ditata secara tegas ve