Top Banner
REFERAT BIOPSI DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI Oleh Dr. Andi Djaja Pratama Pembimbing : Dr Fransiska SpB(K)Onk
21

Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

Jul 30, 2015

Download

Documents

Rizki Satria
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

REFERAT

BIOPSI DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

OlehDr. Andi Djaja Pratama

Pembimbing :Dr Fransiska SpB(K)Onk

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN

BANDUNG

2012

Page 2: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

BIOPSI DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

Pendahuluan

Biopsi berasal dari bahasa Yunani, dimana bios berarti hidup dan opsy berarti melihat, maka

biopsi dapat didefinisikan sebagai “melihat sesuatu yang hidup”. Definisi lain, biopsi adalah tes

medis dimana diambil sejumlah kecil sel atau jaringan dari tubuh untuk pemeriksaan

patologis mikroskopik untuk menentukan adanya atau meluasnya suatu penyakit. Jaringan ini

biasanya diperiksa dengan menggunakan mikroskop oleh seorang ahli patologi.

Jika kita mencurigai suatu penyakit kanker, bermacam-macam teknik biopsi dapat digunakan

seperti biopsi eksisional, biopsi incisional, fine needle aspiration biopsy, core biopsy dan lain-lain

yang akan dibahas pada referat ini

Satu dari langkah-langkah terpenting dalam manajemen seorang pasien kanker adalah

pengambilan dan interpretasi dari spesiemn biopsi yang akurat. Biopsi tidak hanya akan membantu

diagnosis tetapi juga akan membantu memperkirakan perilaku biologis, yang mana membantu

membedakan tipe dan luasnya/tingkat pengobatan yang seharusnya dikerjakan.

Petunjuk Umum untuk Pengambilan dan Fiksasi Jaringan

1. Pelaksanaan suatu biopsi insisi atau needle biopsy yang tepat tidak meningkatkan angka

metastasis. Di lain pihak, sel-sel kanker dapat lebih mudah mengkontaminasi jaringan-

jaringan di sekitar massa untuk dapat membuat reseksi menjadi lebih sulit. Lokasi biopsi

harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat terangkat dengan baik bersama dengan

massa keseluruhan.

2. Hindari biopsi yang hanya berisi jaringan-jaringan radang atau ulserasi.

3. Beberapa sampel dari satu massa dapat menghasilkan diagnosis yang lebih akurat dibanding

satu sampel saja.

4. Biopsi-biopsi kecil sebaiknya tidak dilakukan dengan elektrokauter, karena cenderung

menguraikan arsitektur sel (terjadi autolisis dan polarisasi).

5. Jika diinginkan evaluasi terhadap batas-batas eksisi paling baik jika ahli bedah menandai

spesimen (dengan benang atau tinta pada tepi-tepi yang tipertanyakan) atau menyerahkan

batas-batas dalam kontainer terpisah.

6. Jaringan secara umum difiksasi dengan formalin 10% dengan satu bagian jaringan untuk 10

bagian fiksatif.

7. Jaringan sebaiknya tidak lebih tebal dari 1 cm atau tidak akan terjadi fiksasi sampai ke dalam.

Massa-massa yang besar dapat dpotong-potong menjadi potongan-potongan berukuran

secukupnya dan bagian-bagian yang representatif diserahkan atau diiris seperti selembar roti,

menyisakan astu tepi tetap intak untuk memungkinkan fiksasi. Setelah fiksasi terjadi (2-3

hari) jaringan dapat dikirim dengan rasio 1:1 antara jaringan dan formalin.

Page 3: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

8. Riwayat yang terperinci sebaiknya disertakan pada setiap permintaan biopsi.

Persiapan Biopsi

Sebelum melakukan biopsi, kulit disekitar tumor harus disterilkan dan dilakukan drapping,

kemudian diberikan lokal anestesi pada area yang diinginkan untuk di insisi atau ditusuk.

Macam-Macam Biopsi

1. Biopsi Eksisi

Biopsi seluruh lesi, paling sesuai untuk lesi berukuran kecil. Tindakan ini dapat bersifat

kuratif untuk tumor berukuran kecil (melanoma, kanker payudara, sarcoma, karsinoma sel basal).

Tergantung dari ukuran lesi dan penutupan luka eksisi yang diperlukan. Sebaiknya dilakukan

sesuai prinsip onkologi, dimana eksisi jaringan dilakukan minimal 1-2 cm dari pinggir lesi, untuk

memastikan tidak ada sel tumor yang tertinggal.

2. Biopsi Insisi

Hanya sebagian dari tumor yang diangkat melalui pembedahan. Biopsi tipe ini terutama

dilakukan pada tumor-tumor jaringan lunak (otot, lemak, jaringan ikat) untuk membedakan

kondisi-kondisi jinak dari tumor-tumor ganas.

Page 4: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

A. Pengambilan spesimen dengan biopsi insisi lebih baik sempit dan dalam daripada

lebar dan dangkal.

B. Tepi spesimen biopsi insisi melibatkan jaringan yang normal di bawahnya.

3. Biopsi Endoskopik

Biopsi tipe ini saat ini paling populer dilakukan dibanding cara lainnya. Caranya melaui suatu

endoksop serat optik, yang dimasukkan oleh dokter ke dalam traktus gastrointestinal (endoskopi

saluran pencernaan), buli-buli (sistoskopi), rongga perut (laparoskopi), ruang sendi (artroskopi),

medistinum (mediastinoskopi), atau trakea dan sistem bronkus (laringoskopi dan bronkoskopi),

baik melalui lubang alami tubuh atau sayatan kecil. Seorang ahli endoskopi dapat secara langsung

melihat area yang abnormal pada organ yang dicurigai dan mengambil sebagian kecil jaringan

dengan forcep yang melekat pada kabel panjang yang berapa di dalam endoskop.

4. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy)

Biopsi FNA adalah suatu teknik yang sangat sederhana yang telah digunakan di Swedia

selama berpuluh-puluh tahun namun baru digunakan secara luas di Amerika selama 10 tahun

terakhir. Suatu jarum yang lebih kecil dari jarum injeksi rutin (sekitar 22 - 25G) dimasukkan ke

dalam tumor dan beberapa puluh sampai ribuan sel di aspirasi ke dalam syringe. Jarum juga

diaspirasikan ke beberapa arah. Penghisapan tidak dilakukan lagi ketika jarum akan ditarik keluar

dari massa. Kemudian dihapuskan pada slide, diwanai, dan diperiksa di bawah mikroskop oleh

ahli patologi. Diagnosis dapat diketahui biasanya hanya dalam beberapa menit. Tumor-tumor

yang dalam, struktur yang sulit dijangkau (pankreas, paru-paru dan hati) adalah kandidat-kandidat

yang baik untuk FNA, karena cara lain untuk mengambil sampel dari organ-organ tersebut adalah

dengan operasi besar. Prosedur FNA seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang radiologist

dengan tuntunan ultrasound atau CT-Scan dan tidak membutuhkan anestesi, bahkan lokal anestesi

sekalipun. Tumor-tumor tiroid juga kandidat yang sangat baik untuk FNA.

Page 5: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

Cara ini paling tidak invasif tapi juga paling kurang informatif untuk mendiagnosa jaringan.

FNA biasanya tidak dapat memberikan grade tapi biasanya dapat menentukan adanya suatu

keganasan dan tipe histologis dari tumor. Hasil-hasil yang meragukan harus diikuti dengan

evaluasi yang lebih jauh.

5. Core Needle Biopsy

Membutuhkan sepotong jaringan intak untuk dianalisa secara histologik dan dapat dilakukan

di klinik, memiliki potensi yang sama untuk memberikan informasi setara biopsi insisi bila

potongan yang diambil cukup baik.

Dibuat suatu insisi yang sangat kecil untuk memudahkan masuknya jarum ke dalam kulit.

Jarum biopsi (ukuran 14-16 G) ditempatkan dalam posisi tertutup melalui insisi dan dimasukkan

sampai posisinya tepat diatas tumor. Lalu jarum dibuka sehingga trokar bagian dalam masuk lebih

jauh ke dalam massa tumor. Sementara trokar bagian dalam distabilisasi, lapisan luar didorong

menutupi jarum bagian dalam sehingga sebagian massa tumor masuk ke dalam trokar. Saat jarum

dibuka, bagian jaringan yang ada harus segera ditempatkan ke dalam formalin. Jarum-jarum

biopsi yang dilengkapi dengan per juga dapat digunakan. Biasanya prosedur ini digunakan

beberapa kali. Baik FNA dan biopsi tipe ini, false positive rate nya sangat rendah namun false

negatif ratanya dapat mencapai 10%. Sebagian besar dari hasil-hasil yang negatif atau meragukan

sebaiknya dikonfirmasi baik dengan biopsi insisi ataupun biopsi eksisi.

Page 6: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

6. Punch Biopsy

Teknik ini khususnya digunakan oleh ahli kulit untuk sampel dari rash kulit dan massa yang kecil.

Setelah diinjeksikan anestesi lokal, biopsi punch yang pada dasarnya adalah versi yang lebih kecil

(diameter 3 – 4 mm) dari suatu pemotong biskuit, digunakan untuk menghasilkan suatu potongan

kulit yang berbentuk silindris. Lubang yang ada dijahit dengan benang dan sembuh dengan bekas

yang minimal.

7. Biopsi sumsum tulang

Dalam kasus hitung darah yang abnormal, seperti anemia yang tidak bisa dijelaskan, tingginya sel

darah putih dan rendahnya platelet, adalah penting untuk memeriksa sel-sel dari sumsum tulang.

Pada orang dewasa, sampel bisanya diambil dari tulang pelvis, khususnya dari spina iliaka

superior posterior. Ahli-ahli hematologi terampil dan terbiasa melakukan biopsi ini namun

sebagian besar internis dan patologis dan dokter keluarga juga terlatih untuk melakukan prosedur

ini.

Dengan posisi pasien berbaring telungkup, kulit di sekitar lokasi biopsi diberi lokal anestesi.

Lalu jarum dimasukkan lebih dalam untuk mencapai membran permukaan yang menutupi tulang

(periosteum). Sebuah jarum yang lebih besar dengan ujung jarum sangat tajam kemudian

dimasukkan ke dalam ruang sumsum tulang. Sebuah syringe dihubungkan dengan jarum tersebut

dan dilakukan aspirasi. Sel-sel sumsum tulang akan masuk ke dalam syringe. Langkah aspirasi ini

biasanya tidak menyenangkan/ tidak nyaman untuk pasien, karena bagian dalam dari tulang tidak

dapat dibius total. Isi dari syringe yang terlihat seperti darah dan gumpalan-gumpalan lemak yang

mengambang di dalamnya bila dilihat dengan mata telanjang, diteteskan di atas slide dan

Page 7: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

dihapuskan. Setelah diwarnai, sel-sel dapat dilihat oleh ahli patologi/hematologi yang akan

memeriksa.

Prinsip Biopsi

1. Jaringan parut setelah biopsi harus diletakkan sedemikian agar dapat diangkat bersamaan

dengan terapi definitive yang akan dilakukan.

2. Biopsi dilakukan secara hati-hati agar tidak mengkontaminasi jaringan sehat disekitarnya.

Hematom yang besar setelah biopsi dapat mengakibatkan tumor menyebar dan harus

dilakukan tindakan hemostasis yang adekuat. Instrumen yang digunakan untuk biopsi

merupakan sumber kontaminasi bagi jaringan sehat disekitarnya. Tidak boleh

menggunakan instrumen yang telah berkontak dengan jaringan tumor untuk digunakan

memegang jaringan yang sehat.

3. Pemilihan teknik biopsi dilakukan untuk mendapatkan sampel jaringan yang adekuat untuk

pemeriksaan patologis.

4. Penanganan jaringan sampel biopsi oleh ahli patologis sangat penting. Ahli bedah harus

memberi tanda pada batas operasi agar ahli patologis dapat mengetahui orientasi

pengambilan sampel. Jika semua sampel biopsi ditempatkan dalam formalin,

kemungkinan untuk pemeriksaan tes diagnostik dapat terlewatkan. Sebagai contoh

jaringan yang berasal dari lesi kanker payudara harus dapat dinilai reseptor estrogennya

dan harus disimpan di tempat pendingin.

Komplikasi Biopsi

1. Perdarahan, jaringan yang dibiopsi mengandung banyak pembuluh darah dan pada

waktu insisi terpotong pembuluh darah tertentu yang tidak dilakukan hemostasis yang

baik atau setelah perdarahan berhenti terjadi lagi perdarahan akibat jaringan tumor yang

rapuh sehingga hemostasis tidak dapat dilakukan dengan baik.

2. Infeksi, biopsi membuat luka sehingga merupakan tempat masuknya kuman.

3. Luka tidak mau sembuh, karena bertumbuhnya sel-sel tumor di luka biopsi atau terjadi

nekrosis atau infeksi.

4. Biopsi dapat menyebarkan sel-sel tumor ganas ke jaringan sekitarnya dan ditambah pula

bila mempergunakan anestesi infiltrasi yang berupa suntikan cairan. Kalau dapat,

anestesi dilakukan secara narkosis atau anestesi regioner sehingga tidak terjadi

penyebaran dari sel-sel tumor secara lokal. Pasien yang dilakukan biopsi dengan

Page 8: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

anestesi infiltrasi biasanya sel-sel tumor cepat menyebar ke sekitarnya dan beberapa

waktu kemudian terlihat tumbuh didekatnya akibat dorongan cairan anestesi.

5. Merusak jaringan atau organ-organ disekitarnya, melakukan biopsi didekat suatu duktus

bisa terambil jaringan duktus tersebut kalau tidak hati-hati.

6. Komplikasi anestesi infiltrasi, kemungkinan terjadi penyebaran sel-sel tumor

kesekitarnya, selain itu bisa timbul reaksi alergi terhadap obat-obat anestesi bisa sampai

terjadi syok.

PEMERIKSAAN PATOLOGI

A. Pemeriksaan makroskopis

Seorang ahli patologi memulai pemeriksaan spesimen dengan mendeskripsikan bagaimana

spesimen tersebut dilihat dengan mata telanjang. Pemeriksaan ini disebut pemeriksaan

makroskopis. Kebanyakan bahan biopsi bentuknya kecil, dimana potongan-potongan jaringan

tersebut sulit dideskripsikan, jadi gambaran deskripsinya singkat.

Contoh deskripsi makroskopis dari biopsi endoskopi kolon :

“polip dari colon sigmoid”. Bentuk ovoid, permukaan licin, keras, nodul berwarna pucat, ukuran

0,6x0,4x0,3 cm, kontainer A, semua, bi-seksio.

Dari contoh diatas, kalimat pertama adalah contoh bagaimana dokter yang melakukan biopsi

memberikan label pada spesimen. Berikutnya adalah deskripsi tekstual dari bentuk spesimen,

diikuti dengan ukurannya. Tulisan kontainer A, semua, bi-seksio, menunjukkan bahwa spesimen

tersebut, dibagi dua, sebagian diserahkan untuk pemeriksaan secara menyeluruh (utuh) dalam

sebuah kontainer berlabel A.

B. Pemeriksaan mikroskopis

Gambaran mikroskopis adalah penjabaran dari temuan-temuan pada pemeriksaan slide kaca

dibawah mikroskop.

Spesimen A : potongan-potongan ini menunjukkan suatu struktur polipoid yang terdiri dari

inti fibrovaskuler, dikelilingi oleh lapisan mukosa yang menunjukkan arsitektur adenomatous

dengan pola tubuler yang predominan. Tubule-tubule ini dihubungkan satu dengan yang lain oleh

epitemium kolumner yang tinggi yang menunjukkan inti sel yang mengalami pseudostratifikasi,

hiperkromasia, aktifitas mitotik yang meningkat dan berkurangnya mucin sitoplasma. Tidak ada

tanda-tanda invasi stroma.

Dapat dengan segera terlihat bahwa bahasa dari penggambaran mikroskopik adalah jauh lebih

rumit daripada yang digunakan untuk deskripsi makroskopik. Secara umum penggambaran

mikroskopik adalah komunikasi antara ahli patologi untuk tujuan rujukan dan jaminan kualitas.

Page 9: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

C. Diagnosis

Tujuan dari pemeriksaan makroskopik, pengolahan jaringan, dan pemeriksaan mikroskopik

adalah untuk menghasilkan suatu argumen logis terhadap suatu penilaian yang pendek dan tepat

dari hasil biopsi yang berkaitan dengan kesehatan pasien.

Contoh diagnosis dari biopsi colon :

Colon, sigmoid, endoscopic biopsy : tubular adenoma (adenomatous polyp)

Kata pertama merujuk pada organ atau jaringan yang terlibat (“Colon”). Kata kedua (“sigmoid”)

menunjukkan tempat di colon mana biopsi diambil. “Endoscopic biopsy” menunjukkan tipe dari

prosedur pembedahan yang dikerjakan. Selanjutnya adalah diagnosis yang sesuai, dalam kasus ini

adalah “tubular adenoma”, suatu tumor jinak yang mengenai usus besar dan rectum, yang mana

meningkatkan risiko kejadian kanker kolorektal di masa yang akan datang. Di kasus ini, sinonim

yang lebih dulu dipakai untuk adenoma tubuler yaitu “adenomatous polyp”.

KLASIFIKASI TNM

Skema klasifikasi untuk penyakit kanker harus mencakup semua atribut dari kanker tersebut.

Ukuran tumor primer (T) yang membesar secara progresif, diikuti penyebaran ke KGB regional (N)

ataupun metastase jauh (M). Aspek-aspek tersebut dihimpun dalam suatu sistem klasifikasi untuk

kanker yang disebut dengan sistem TNM.

Sistem TNM merupakan sistem klasifikasi yang diciptakan untuk tumor-tumor ganas oleh Pierre

Denoix dari Perancis antara tahun 1943 dan 1952. Pada tahun 1950, UICC (Union Internationale

Contre le Cancer – International Union Against Cancer) membentuk suatu komite baru yaitu

Committee on Tumour Nomenclature and Statistics sebagai sarana dalam klasifikasi untuk penentuan

staging klinis kanker dan definisi umum dari ekstensi local dari tumor ganas, dan hal tersebut

disetujui oleh WHO.

Pada tahun 1953 disetujui penggunaan umum dalam pengklasifikasian penyebaran/ekstensi

tumor secara anatomis.dengan sistem TNM. Tahun 1958, direkomendasikan mengenai klasifikasi

staging secara dari kanker payudara dan laring. Tahun 1969 komite menerbitkan buklet Livre de

Poche yang memuat hasil penelitian dari cancer survival rates, yang diikuti penerbitan edisi ke 2

tahun 1974 dan edisi ke 3 tahun 1978. Revisi dari edisi ke – 3 diterbitkan tahun 1982 dengan

menambahkan klasifikasi mengenai tumor pada anak. Tahun 1993 dipublikasikan Suplemen TNM,

yang bertujuan untuk menaikan kegunaan TNM dengan menambahkan penjelasan yang lebih detail

mengenai sistem TNM dengan contoh-contoh praktis. Edisi kedua dari suplemen ini diterbitkan tahun

2001.

Edisi terbaru dari sistem TNM (edisi 6) diterbitkan tahun 2002 dengan penyempurnaan dari

edisi sebelumnya dengan tujuan membangun suatu sistem klasifikasi tumor ganas yang dapat diterima

Page 10: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

di seluruh dunia, karena dengan keseragaman persepsi dari seluruh ahli onkologi, akan lebih mudah

dalam membandingkan materi klinis yang menentukan penatalaksanaan dalam terapi tumor ganas.

PRINSIP SISTEM TNM

Prinsip pengklasifikasian kanker berasal dari fakta bahwa angka kesembuhan (survival rates)

lebih baik pada kasus tumor yang terlokalisasi dibandingkan tumor yang menyebar ke organ lain.

Keseragaman persepsi diperlukan dalam menghadapi suatu kasus tumor, karena akan mempermudah

klinisi dalam :

• Menentukan rencana terapi

• Prognosa

• Evaluasi dan terapi

• Bertukar informasi mengenai kasus yang sama dengan center lain

• Penelitian mengenai kanker

Pengklasifikasian tumor didasarkan atas : lokasi dan ukuran tumor, lama gejala dan keluhan,

umur dan jenis kelamin pederita, tipe histologis dan grade tumor. Klasifikasi penyebaran secara

anatomis dari tumor yang ditentukan dari pemeriksaan klinis dan histopatologis merupakan prinsip

utama dari sistem TNM. Sehingga diharapkan klinisi dapat membuat penilaian prognosis dan

keputusan yang efektif dalam menentukan terapi.

PRINSIP UMUM SISTEM TNM

Sistem TNM dipergunakan untuk menjelaskan penyebaran secara anatomis dari tumor

berdasarkan pemeriksaan 3 komponen, yaitu :

T – Ekstensi Tumor Primer

N – Ada/tidaknya pembesaran dan penyebaran Kelenjar Getah Bening regional

M – Ada/tidaknya Metastasis jauh

Penambahan angka pada ketiga komponen diatas melambangkan ekstensi dari suatu keganasan yaitu :

T0, T1, T2, T3, T4, N0, N1, N2, N3, M0, M1

Peraturan umum dalam aplikasi TNM yaitu :

1. Semua kasus harus dikonfirmasikan secara mikroskopik

2. Dua klasifikasi dari pemeriksaan yaitu :

a. Clinical classification (cTNM atau TNM ) merupakan klasifikasi yang dibuat sebelum

pengobatan (pre-treatment). Hal ini berdasarkan atas bukti-bukti klinis seperti

pemeriksaan fisik, pencitraan (imaging), endoskopi.

b. Pathological classification (pTNM), disebut juga post-surgical histopathological

classification merupakan klasifikasi yang dibuat setelah dilakukan pemeriksaan bedah

dan histopatologis.

Page 11: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

3. Setelah menentukan kategori T, N, M dan/ atau pT, pN, pM maka dapat dilakukan

staging. Staging secara klinis penting dilakukan untuk menentukan dan mengevaluasi terapi,

tetapi staging berdasarkan pemeriksaan patologi lebih dianjurkan karena datanya lebih akurat

dalam menentukan prognosis.

KLASIFIKASI KLINIS (TNM)

T – Tumor Primer

• Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan

• To Tidak terdapat adanya tumor primer

• Tis Carcinoma in situ

• T1, T2, T3, T4 perubahan ukuran atau ektensi local tumor primer

T1 : Tumor 2 cm atau kurang pada ukuran terbesar

T1a : 0,5 cm atau kurang pada ukuran terbesar

T1b : lebih dari 0,5 cm tapi tidak lebih dari 1 cm pada ukuran terbesar

T1c : lebih dari 1 cm, ,tapi tidak lebih dari 2 cm pada ukuran terbesar

T2 : Tumor lebih dari 2 cm, tapi tidak lebih dari 5 cm dari ukuran terbesar

T3 : Tumor lebih dari 5 cm pada ukuran terbesar

T4 : Tumor ukuran berapa saja dengan penyebaran langsung ke dinding thorax atau kulit pada

payudara bersangkutan (dinding thorax meliputi iga, otot interkostal, m.seratus anterior

namun tidak termasuk m.pektoralis) .

T4a : dengan perlekatan ke dinding anterior

T4b : dengan edema pada payudara, infiltrasi atau ulserasi kulit

(termasuk peau d’ orange)

T4c : T4a dan T4b

T4d : karsinoma inflamatori

N – Kelenjar Getah Bening Regional

• Nx Kelenjar getah bening regional tidak dapat ditentukan

• No Tidak terdapat metastasis ke KGB regional

• N1, N2, N3 Peningkatan ukuran atau jumlah metastasis KGB regional

N1 : kelenjar aksila homolateral yang tidak melekat (moveable)

N2 : kelenjar aksila homolateral yang melekat satu sama lain atau pada jaringan sekitarnya

N3 : kelenjar sepanjang a.v inter mamaria homolateral

M – Metastasis Jauh

• Mx Metastasis jauh tidak dapat ditentukan

• Mo Tidak terdapat metastasis jauh

Page 12: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

• M1 Terdapat metastasis jauh

Kategori M1 lebih spesifik dengan menambahkan kata berikut :

• Pulmonary : PUL

• Hepatic : HEP

• Peritoneum : PER

• Bone marrows : MAR

• Tulang : OSS

• Kulit : SKI

• Others : OTH

KLASIFIKASI PATOLOGI (pTNM)

pT – Tumor primer

• pTx Tumor primer tidak dapat diperiksa secara histologis

• pTo Tidak terdapat bukti histologis dari tumor primer

• pTis Carcinoma in situ

• pT1, pT2, pT3, pT4 penambahan ukuran dan/atau terdapat ekstensi lokal dari tumor primer

secara histologis

pN- Kelenjar Getah Bening Regional

• pNx Penyebaran ke KGB regional tidak dapat ditentukan secara histologis

• pN0 tidak terdapat metastasis ke KGB regional secara histologis

• pN1, pN2, pN3 terdapat peningkatan jumlah KGB regional yang terlibat secara histologis.

pM – Metastase jauh

• pMx Metastase jauh tidak dapat ditentukan secara mikroskopis

• pMo tidak terdapat metastasis jauh secara mikroskopis

• pM1 terdapat metastasis jauh secara mikroskopis

Grading Secara Histopatologis

• G X Grade atau diferensiasi tidak dapat ditentukan

• G1 Diferensiasi baik (Well diff)

• G2 Diferensiasi sedang (moderate diff)

• G3 Diferensiasi buruk (poorly diff)

• G4 Tidak berdiferensiasi (undiff)

Untuk kepentingan pada beberapa kasus pada klasifikasi TNM, penambahan huruf m, y, r dan a dapat

dilakukan.

Simbol m digunakan pada keadaan timbulnya tumor primer secara multipel pada satu lokasi.

Page 13: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

Simbol y pada kasus dimana klasifikasi muncul saat selama atau awal terapi secara multi

modalitas (yc TNM atau yp TNM)

Simbol r tumor rekuren

Simbol a ditambahkan saat klasifikasi pertama kali ditemukan saat otopsi

Deskripsi tambahan

L- Invasi Limfatik

• Lx Invasi limfatik tidak dapat ditentukan

• L0 Tidak ditemukan invasi limfatik

• L1 Invasi limfatik

V – Invasi Vena

• Vx Invasi ke vena tidak dapat ditentukan

• Vo Tidak ditemukan invasi ke vena

• V1 Terdapat invasi vena secara mikroskopik

• V2 terdapat invasi vena secara makroskopik (dinding vena)

Residual tumor

Munculnya residu tumor setelah pengobatan dipakai simbol R

Rx Timbul residu tumor tidak dapat ditentukan

Ro Tidak terdapat residu tumor

R1 terdapat residu tumor secara mikroskopik

R2 terdapat residu tumor secara makroskopik

Klasifikasi Clark (untuk Melanoma Maligna)

Tingkat I : sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis (insitu)

Tingkat II : invasi sel melanoma sampai lapisan papilaris dermis

Tingkat III : Invasi sampai dengan perbatasan antara lapisan papilaris dan retikularis

dermis

Tingkat IV : invasi sampai lapisan retikularis dermis

Tingkat V : invasi sampai jaringan subkutan

Klasifikasi Breslow (untuk melanoma maligna)

Golongan I : kedalam/ketebalan tumor ≤ 0,75 mm

Golongan II : kedalam/ketebalan tumor 0,76 – 1,50 mm

Golongan III : kedalam/ketebalan tumor > 1,51 – 4.0 mm

Golongan IV : kedalam/ketebalan tumor ≥ 4.0 mm

Page 14: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

American Joint Committee on Cancer (AJCC) and Unione Internationale Contra le Cancer

(UICC) staging sistem for melanoma (modified)

Stage Kriteria

I A

I B

II A

II B

III

IV

Ketebalan ≤ 0,75 mm atau Clark Tingkat II

Ketebalan 0,76 – 1,50 mm atau Clark Tingkat III

Ketebalan > 1,51 – 4.0 mm atau Clark Tingkat IV

Ketebalan ≥ 4.0 mm atau Clark Tingkat V

Regional Lymph Node

Systemic Metastases

Klasifikasi Dukes (untuk karsinoma kolorektal)

Berdasarkan ekstensi penyebaran langsung dan adanya metastase ke sistem limfatik

Dibagi menjadi 3 kategori :

1. Stadium A : pertumbuhan ke arah dinding rectum, tidak mengarah ke jaringan di

luar rektum dan sistem limfatik

2. Stadium B : pertumbuhan menyebar ke arah jaringan di luar rektum, tetapi tidak

mengenai sistem limfatik

3. Stadium C : pertumbuhan sudah mengenai sistem limfatik

Page 15: Biopsi Dan Pemeriksaan Histopatologi

Daftar Pustaka

The Washington Manual of Oncology 1st edition (June 15, 2002): by Ramaswamy, Md.

Govindan (Editor), Matthew A., MD Arquette (Editor), Richard L. Lieber By Lippincott

Williams & Wilkins Publishers

Rosenberg S. A.: Cancer Principles and Practice of Oncology, Volume 1. 7th edition,

Philladelphia : Lippincot Raven Publisher.

American Joint Committee on Cancer : AJCC Cancer Manual Staging, 5 th Ed, Lippincot

Raven. Philadelphia-New York 1997, page 1-9

ICD – 10, 10 th revision, WHO 1992, page 2-23

Sukardja, IDG : Onkologi klinik. Surabaya. Airlangga University Press.1996. hal. 259-268