Top Banner

of 103

Bioakumulasi Logam Berat Pd Ikan Patin Di Wdk Cirata

Oct 15, 2015

Download

Documents

RiAn DOyenk
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PADA IKAN PATIN YANG DIBUDIDAYAKAN DI PERAIRAN

    WADUK CIRATA DAN LABORATORIUM

    ADANG SAPUTRA C151 070 211

    SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2009

  • PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini, saya menyatakan bahwa tesis Biokumulasi Logam Berat pada Ikan Patin yang Dibudidayakan di Perairan Waduk Cirata dan Laboratorium, adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

    Bogor, 01 Agustus 2009

    Adang Saputra C 151070211

  • ABSTRACT

    ADANG SAPUTRA. Heavy Metal Bioaccumulation on Cultured Fish in Cirata Reservoir and Laboratory. Under direction of Kukuh Nirmala and Tri Heru Prihadi Cirata reservoir in one of the reservoirs built in Citarum river in 1988. The area of Cirata reservoir is about 6.200 ha, with the average dept of 106 m and maximum water volume 2.165 million m3. In 2009, from the total number of 51.418 floating net cages (FNC) only 60% or 30.850 units with the total number of fisheries household 2.838 that actively enganged in culture activities. Materials for FNC construction consist of 56,06% iron ploating and 43,94% sterefoam. Pangasius djambal is one of fish commodities cultured in Cirata reservoir affect the condition of its resources in term of water quality degradation either physically, chemically, or biologically. One of chemical factor contributing to the pollutan is heavy metal. Toxic heavy metals that have bigger contribution to the pollutan of P. djambal in Cirata reservoir are Pb, Cd, Hg, and Fe. Rate accumulation of heavy metal in P. djambal is important to be studied especiall in accordance with food savety issues. The research was conducted in two phases that are field activities in July-December 2008 and laboratory activities from October-December 2008. Result of water quality analysis that was evaluated using Storet method showed that water quality in class I, II, and III were heavily polluted, only in class IV was categorized into moderately polluted. Base on the results of plankton abundance analysis, Cirata reservoir is categorized as eutrophic. Results of heavy metal showed that accumulation of Pb and Fe has exceed the standard of food safety while Hg and Cd were still safe. Besides, result of heavy metal bioaccumulation calculation indicated that most of accumulation exist in the sediment. Furthermore, results of bioaccumulation analysis on sediment explained that there is no direct impact of bioaccumulation to the fish organ except from water compartement. On the other hand, results of correlation regression calculation showed that correlation between sediment and water and water and fish organ is negative while between sediment and fish organ is positive. Therefor, fish will easily absorb heavy metal from water compartement. Keywords: cirata reservoir, bioaccumulation, heavy metal, food savety, pangasius

    djambal

  • RINGKASAN

    ADANG SAPUTRA. Bioakumulasi Logam Berat pada Ikan Pating yang Dibudidayakan di Perairan Waduk Cirata dan Laboratorium. Dibimbing oleh Kukuh Nirmala dan Tri Heru Prihadi.

    Pada awal pembangunannya, Waduk Cirata bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan air irigasi serta pengendalian banjir. Namun dengan perkembangan waktu dan kebutuhan manusia, keberadaan Waduk Cirata telah membuka peluang bagi perkembangan subsektor pembangunan lain seperti perikanan, air minum, pariwisata, dan perhubungan. Aktivitas kegiatan perikanan pada tahun 2009 jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sebanyak 51.418 unit dengan jumlah rumah tangga petani (RTP) 2.838. Menurut BPWC (2009) material yang digunakan untuk KJA yaitu pelampung 56,06% dari besi dan 43,94% dari busa, memberikan kontribusi terhadap pencemaran salah satunya akumulasi logam berat. Akibat dari pencemaran ini, terjadi perubahan struktur komunitas perairan, rantai makanan, tingkah laku biota, efek fisiologi, genetika, dan resistensi terhadap penyakit.

    Dampak dari akumulasi logam berat pada ikan adalah menurunkan tingkat kematangan gonad, menutup membran insang sehingga ikan kekurangan oksigen, menghambat pertumbuhan, dan ikan yang diproduksi menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Salah satu komoditas yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah ikan patin (Pangasius djambal). Ikan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi, mempunyai toleransi tinggi, relatif tahan terhadap penyakit, dan merupakan komoditas unggulan bagi produksi perikanan Indonesia. Tetapi karena kebiasaan makannya adalah plankton dan jasad benthos maka tingkat respirasi bahan kimia diantaranya logam berat menjadi tinggi. Akumulasi logam berat oleh ikan patin sangat penting untuk diketahui karena berhubungan dengan keamanan pangan.

    Penelitian lapangan dilaksanakan di Waduk Cirata pada bulan Juli-Desember 2008 dan Laboratorium pada bulan Oktober-Desember 2008. Sampel sedimen dan air diambil dari Waduk Cirata, sedangkan ikan patin diambil dari KJA milik Pusat Riset Perikanan Budidaya yang berada di bagian tengah. Pemeliharaan ikan patin di KJA milik Pusat Riset Perikanan Budidaya selama 6 bulan mulai dari bulan Juli-Desember 2008. Berat ikan pada awal penebaran rata-rata 300 g dan selama pemeliharaan tidak di beri pakan.

    Kegiatan di lapangan adalah pengukuran logam berat pada ikan patin umur pemeliharaan 0 dan 6 bulan serta pengukuran kualitas air yang meliputi faktor fisika, kimia, dan biologi. Kegiatan laboratorium berupa analisis logam berat pada air, sedimen, dan ikan patin yang dilakukan di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan FPIK-IPB dan Balai Besar Pengembangan Budidaya air Tawar, Sukabumi.

    Kegiatan yang dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan, Departemen Budidaya Perikanan, FPIK-IPB adalah pemeliharaan ikan patin dalam akuaruim. Akuarium yang digunakan sebanyak 6 buah, yang terdiri dari 3 buah akuarium menggunakan sedimen dari Cirata masing-masing diisi setinggi 10 cm. Tiga akuarium lainnya digunakan sebagai pembanding untuk tiap-tiap stasiun tanpa diberi sedimen.

  • Kegiatan pemeliharaan ikan patin dimulai pada bulan Oktober-Desember 2008 dengan benih ikan patin diambil dari KJA Pusat Riset Perikanan Budidaya di Waduk Cirata yang sudah dipelihara selam 3 bulan. Tiap-tiap akuarium diisi ikan patin sebanyak 3 ekor dengan berat rata-rata 600 g. Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan secukupnya. Pada bulan Desember 2008 dilakukan pengambilan sampel ikan untuk dianalisis kandungan logam beratnya dilaboratorium.

    Untuk melihat status kualitas airnya dianalisis menggunakan Metode STORET. Metode untuk mengetahui keeratan hubungan antar kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe dalam air, sedimen, dan ikan patin dihitung dengan analisis regresi dan korelasi (Manttjik dan Sumertajaya, 2002) dengan software minitab 14.0. Faktor distribusi sedimen dihitung menggunakan perbandingan koefisien distribusi (Kd) pada sedimen, air, dan ikan. Untuk melihat perbandingan tingkat biokonsentrasi faktor logam berat pada ikan dan air serta ikan dan sedimen menggunakan rumus bioconsentration factor (BCF). Kelimpahan plankton dinyatakan sebagai jumlah individu plankton per satuan volume air dihitung dengan menggunakan metode Lackey Drop Microtransect counting (APHA, 1989).

    Kualitas air Waduk Cirata untuk budidaya ikan dengan perhitungan menggunakan Metode Storet sudah termasuk dalam kategori tercemar berat. Parameter yang memberikan kontribusi terhadap pencemaran yaitu: sulfide, ammonia, fenol, total fosfat, Pb, Cd, dan Fe. Hasil analisis terhadap plankton di Waduk Cirata Termasuk kategori tercemar dan hasil analisis terhadap krorofila perairan Waduk Cirata sudah termasuk kategori eutrofik-hypereutrofik (20-60 g/L).

    Konsentrasi Pb pada insang baik yang dipelihara di Cirata maupun akuarium akumulasinya telah melebihi bakumutu standar kemanan pangan. Hasil perhitungan terhadap akumulasi Cd pada insang masih dalam ambang yang ditoleransi untuk keamanan pangan dari Kepdirjen P2HP-DKP Nomor. KEP. 010/DJ-P2HP/2007 yaitu sebesar 0,10 mg/Kg . Konsentrasi logam Hg pada insang yang dipelihara di Waduk Cirata maupun di akuarium masih dalam ambang standar baku mutu untuk keamanan pangan. Kandungan Fe pada insang ikan ini sudah tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia karena lebih tinggi dari standar baku mutu yang direkomendasikan oleh EPA (1987) dalam Laws (1993) yaitu sebesar 3 mg/Kg.

    Konsentrasi Pb pada hati ikan baik yang dipelihara di Waduk Cirata maupun akuarium akumulasinya telah melebihi baku mutu standar kemanan pangan. Akumulasi logam Cd pada hati ikan patin masih dalam ambang yang ditoleransi untuk keamanan pangan. Konsentrasi logam Hg pada hati ikan patin yang dipelihara baik di Waduk Cirata maupun akuarium masih dalam ambang standar baku mutu keamanan pangan. Logam Fe pada hati telah termasuk dalam kategori yang tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia karena melebihi standar baku mutu.

    Akumulasi logam berat Pb pada daging baik yang dipelihara di Waduk Cirata maupun akuarium akumulasinya telah melebihi baku mutu standar keamanan pangan. Konsentrasi logam Cd pada daging masih dalam ambang yang aman untuk dikonsumsi. Konsentrasi logam Hg pada daging ikan patin yang dipelihara baik yang di Waduk Cirata maupun akuarium masih dalam ambang

  • standar baku mutu keamanan pangan. Konsentrasi logam berat Fe pada daging ikan sudah melebihi standar kamanan pangan. Hasil perhitungan terhadap nilai koefisien determinasi antara sedimen dan air sudah melebihi nilai afinitasnya (>5). Sedangkan perhitungan terhadap faktor biokonsentrasi logam berat antara sedimen dan organ tubuh ikan patin termasuk dalam kategori rendah karena di bawah nilai afinitas (
  • @ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

    Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

  • BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PADA IKAN PATIN YANG DIBUDIDAYAKAN DI PERAIRAN WADUK CIRATA

    DAN LABORATORIUM

    ADANG SAPUTRA C151 070 211

    Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur

    SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2009

  • Judul Tesis : Bioakumulasi Logam Berat pada Ikan Patin yang Dibudidayakan: di Waduk Cirata dan Laboratorium

    Nama : Adang Saputra NIM : C151070211

    Disetujui Komisi Pembimbing

    Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc Dr. Ir. Tri Heru Prihadi, M.Sc

    Ketua Anggota

    Diketahui

    Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Akuakultur Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

    Tanggal Ujian : 20 Agustus 2009 Tanggal Lulus :

  • Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si.

  • PRAKATA

    Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Illahirobi, atas rahmat dan ridho-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2008 ini ilalah logam berat, dengan judul Bioakumulasi Logam Berat pada Ikan Patin yang Dibudidayakan di Waduk Cirata dan Laboratorium. Terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan

    Bapak Dr. Ir. Tri Heru Prihadi, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing. 2. Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan, atas bantuan Beasiswa untuk

    mengikuti pendidikan Program Master. 3. Kepala Pusat Riset Perikanan Budidaya, atas bantuan dan izin yang diberikan

    selama mengikuti pendidikan. 4. Prof. Dr. Achmad Sudradja, selaku peneliti senior pada Pusat Riset Perikanan

    Buidaya yang selalu memberikan bimbingan dan memotivasi dalam menyelesaikan studi.

    5. Dra. Irsyapihani Insan,M.Si., selaku Kepada Bidang Pelayanan Teknis, Pusat Riset Perikanan Budidaya.

    6. Ir.Bambang Priono, SU, selaku Kepala Bagian Tata Usaha Pusat Riset Perikanan Budiaaya.

    7. Ir. Lies Emawati Hadie, M.Si, selaku Kepala Bidang Monitoring dan Evaluasi Pusat Riset Perikanan Budidaya.

    8. Purnomo Indra Basuki, S.E. selaku Kepala Subidang Publikasi dan Perpustakaan Pusat Riset Perikanan Budidaya.

    9. Laboratorium Lingkungan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi

    10. Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan, Departemen Budidaya Perikanan, FPIKA-IPB.

    11. Kepada kedua orang tua tercinta Alm (Bapak Madsahri dan Ibunda Enah Manah).

    12. Untuk istri tercinta (Tri Wahyuni, A.Pi) dan anak-anakku (Diah Mutiara Safitri dan Firman Mutiara Saputra) serta kaka-kaka tercinta.

    13. Armen Hidayat, I. Nyoman Radiarta, Ofri Johan, Rasidi, Suprapti, Joni Haryadi, Diana, Erfina Safitri, Anjang B. Prastyo, IRA, Idil dan semua teman sejawat yang selalu membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini)

    14. Purnamawati dan rekan-rekan Program Studi Ilmu Akuakultur serta semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

    Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

    itu saran dan kritik untuk perbaikan akan sangat penulis hargai. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

    Bogor, Agustus 2009 Adang Saputra

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Nopember 1973 di Ciamis, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kelima dari pasangan Bapak Madsahri dan Ibunda Enah

    Manah (Alm.).

    Penulis lulus dari SD Negeri Tanjung Sari Kecamatan Cipaku, Kabupaten

    Ciamis pada tahun 1987, SMP Negeri Kawali, di Kecamatan Kawali, Kabupaten

    Ciamis lulus pada tahun 1990, pada tahun 1993 lulus dari Sekolah Menengah

    Pertanian Negeri Cirebon. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah

    Tinggi Perikanan Jakarta dan lulus pada tahun 1998. Diangkat menjadi pegawai

    negeri di Pusat Riset Perikanan Budidaya pada tahun yang sama sampai sekarang

    dan pada tahun 2000 diterima pada program sarjana di IPB jurusan Pengelolaan

    Sumberdaya Perairan. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan S2 di Institut

    Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Akuakultur atas biaya Badan Riset Kelautan

    dan Perikanan.

    Pada tanggal 9 Pebruari 1999 penulis menikah dengan Tri Wahyuni, A.Pi,

    dan dikarunia dua orang anak Diah Mutiara Safitri (14 Oktober 1999), dan Firman

    Mutiara Saputra (1 September 2003).

  • DAFTAR ISI

    Halaman DAFTAR TABEL . xv DAFTAR GAMBAR . xvi

    DAFTAR LAMPIRAN... xviii

    1.PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang .. 1 1.2. Pendekatan dan Rumusan Masalah .. 7 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian . 8 1.4. Hipotesis 8

    2. TINJAUAN PUSTAKA .... 9

    2.1. Perairan Waduk Cirata .. 9

    2.2. Sumber Logam Berat .................................................................... 14

    2.3. Logam Berat dalam Ekosistem Perairan........................................ 17

    2.4. Sifat Fisika Kimia Logam Berat.... 18

    2.4.1. Sifat fisika dan kimia logam timbal (Pb).... 18 2.4.2. Sifat fisika dan kimia logam kadmium (Cd)....................... 19 2.4.3. Sifat fisika dan kimia logam merkuri (Hg)......................... 19 2.4.4. Sifat fisika dan kimia logam besi (Fe) 20

    2.5. Mekanisme Akumulasi Logam Berat oleh Ikan Patin.................. 21 2.5. Dampak Logam Berat pada Ikan Patin ........................................ 22 2.6. Budidaya Ikan Patin dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di

    Waduk Cirata................................................................................ 24

    3. METODE PENELITIAN .. 29

    3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 29

    3.2. Metode Pelaksanaan Penelitian..................................................... 29

    3.3. Alat dan Bahan.............................................................................. 30

    3.4. Prosedur Kerja .......... 31

    3.4.1. Kegiatan Lapang (survai)........ 31 3.4.2. Kegiatan Laboratorium... 34

    3.5. Analisis Data.......................................................... 34 3.5.1. Evaluasi dengan Metode Stopret................................. 34 3.5.2. Regresi korelasi....... 35 3.5.3. Kefisien determinasi (Kd)... 36 3.5.4. Biokonsentrasi faktor (BCF)... 36

  • 3.5.5.Kelimpahan plankton........... 36

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN.. 38

    4.1. Kondisi Perairan Waduk Cirata Secara Fisik, Kimia, dan Biologi 38 4.2. Kandungan Logam Berat pada Ikan .............................................. 43 4.2.1. Insang...... 43 4.2.2. Hati...................................................................................... 48 4.2.3. Daging................................................................................. 52 4.3. Distribusi Logam Berat pada Media Pemeliharaan Ikan... 57 4.3.1. Logam berat timbal (Pb)..... 57 4.3.2. Logam berat kadmium (Cd).... 58 4.3.3. Logam berat merkuri (Hg)...... 59 4.3.4. Logam berat besi (Fe)..... 59 4.4. Distribusi Logam Berat pada Organ Ikan.. 60 4.4.1. Logam berat timbal (Pb)..... 60 4.4.2. Logam berat kadmium (Cd).... 61 4.4.3. Logam berat merkuri (Hg)...... 61 4.4.4. Logam berat besi (Fe)..... 62 4.5. Bioakumulasi Logam Berat pada Sedimen, Air, dan Ikan 63 4.6. Hubungan Antara Parameter.. 66 4.6.1. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dan Air .. 66 4.6.2. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dengan

    Insang Ikan ......................................................................... 66

    4.6.3. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dengan Hati Ikan.............

    68

    4.6.4. Hubungan antara Logam Berat pada Sedimen dengan Daging Ikan.........................................................................

    69

    4.6.5. Hubungan antara Logam Berat pada Air dengan Insang Ikan.

    70

    4.6.6. Hubungan antara Logam Berat pada Air dengan Hati Ikan.

    71

    4.6.7. Hubungan antara Logam Berat pada Air dengan Daging Ikan.

    72

    5. KESIMPULAN DAN SARAN. 73

    5.1. Kesimpulan.................................................................................... 73 5.2. Saran.............................................................................................. 73

    DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 74

    LAMPIRAN.................................................................................................... 79

  • DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman 1. Jumlah KJA dan rumah tangga petani di Waduk Cirata tahun 2009 11 2. Data kualitas perairan Waduk Cirata pada tahun 2003 12 3. Batas toleransi konsentrasi beberapa unsur dan senyawa logam

    berat........................................................................................... 16

    4. Kisaran umum konsentrasi logam dalam tubuh ikan........ 16 5. Komposisi umum unsur logam dalam sedimen tanah........................... 16 6. Batas maksimum logam dalam air untuk keamanan

    manusia......................................................................................................... 17

    7. Parameter air yang diukur dan alat yang digunakan............................. 31 8. Parameter-parameter kualitas air, sedimen, dan ikan yang diukur di

    laboratorium.......................................................................................... 32

    9. Penentuan kualitas air Waduk Cirata dengan Metode Storet................ 39 10. Nilai parmeter kualitas air hasil pengukuran dan standar baku mutu... 39 11. Hasil analisis terhadap kelimpahan plankton di Waduk Cirata............. 41 12. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan unsur hara dan

    biomassa fitoplankton (krorofila) (DKP 2007)...................................... 42

    13. Hasil perhitungan koefisien determinasi (Kd) pada sedimen dan air Waduk Cirata.........................................................................................

    63

    14. Nilai BCF antara insang ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan sedimen..................................................................................................

    63

    15. Nilai BCF antara hati ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan sedimen..................................................................................................

    64

    16. Nilai BCF antara daging ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan sedimen..................................................................................................

    64

    17. Nilai BCF antara insang ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan Air..........................................................................................................

    64

    18. Nilai BCF antara hati ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan Air..........................................................................................................

    65

    19. Nilai BCF antara daging ikan yang dipelihara di Waduk Cirata dan Air..........................................................................................................

    65

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman 1. Gambaran umum Waduk Cirata dilihat dari Citra Landsat ETM 7

    akuisisi bulan September 2004 .........................................................

    2

    2. Sebaran titik pengambilan sample sediment, air, dan ikan di Waduk

    Cirata..... 30

    3. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam insang ikan patin........... 43

    4. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam insang ikan patin....... 44

    5. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam insang ikan patin....... 45

    6. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam insang ikan patin........ 47

    7. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam hati ikan patin........ 48

    8. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam hati ikan patin................... 49

    9. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam hati ikan patin................... 50

    10. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam hati ikan patin.................... 51

    11. Logam berat Pb (mg/Kg) dalam daging ikan patin............... 52

    12. Logam berat Cd (mg/Kg) dalam daging ikan patin............... 54

    13. Logam berat Hg (mg/Kg) dalam daging ikan patin.................. 55

    14. Logam berat Fe (mg/Kg) dalam daging ikan patin................... 56

    15 Logam berat Pb pada media pemeliharaan........................................... 57

    16 Logam berat Cd pada media pemeliharaan........................................... 58

    17 Logam berat Hg pada media pemeliharaan........................................... 59

    18 Logam berat Fe pada media pemeliharaan............................................ 59

    19 Logam berat Pb pada organ tubuh ikan patin........................................ 60

    20 Logam berat Cd pada organ tubuh ikan patin....................................... 61

    21 Logam berat Hg pada organ tubuh ikan patin....................................... 61

    22 Logam berat Fe pada organ tubuh ikan patin........................................ 62

    23. Total akumulasi logam berat pada ikan................................................. 66

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman 1. Hasil pengukuran dan analisis kualitas air 79

    2. Hasil evaluasi kualitas air Waduk Cirata dengan Metode Storet.. 80

    3. Hasil analisis logam berat awal penelitian............................................ 81

    4. Data hasil analisis logam berat akhir penelitian.................................... 82

    5. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan air Waduk Cirata.................... 84

    6. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan insang ikan patin..................... 85

    7. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan hati ikan patin......................... 86

    8. Hasil regresi dan korelasi sedimen dan daging ikan patin.................... 87

    9. Hasil regresi dan korelasi air dan insang ikan patin.............................. 88

    10. Hasil regresi dan korelasi air dan hati ikan patin.................................. 89

    11. Hasil regresi dan korelasi air dan daging ikan patin............................. 90

  • 1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air yang sengaja dibuat dengan membendung aliran

    sungai. Waduk juga merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur

    hara, bahan padatan, dan bahan kimia toksik baik pada air maupun dasar/sedimen

    perairan dan unsur tersebut merupakan sumber kontaminan yang utama. Pada

    umumnya unsur kontamin terdiri dari minyak, pestisida, dan substansi toksik yang

    dapat merusak kehidupan dasar perairan serta ikan yang hidup didalamnya.

    Menurut Darmono (2008) kondisi hujan asam dan asam dari aliran air yang

    mengalir ke danau atau waduk merupakan masalah yang serius pada danau atau

    waduk karena asam dapat tertimbun didalamnya dan menjadi racun. Karena hujan

    asam akan mempercepat proses bioakumilasi logam berat.

    Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang dibangun di Daerah Aliran

    Sungai (DAS) Citarum pada tahun 1988 yang terletak antara Waduk Saguling dan

    Jatiluhur. Posisi Waduk Cirata berada pada ketinggian 221 m dpl, luas 6.200 ha,

    dan kedalaman mencapai 106 m dengan volume air maksimum 2.165 juta m3

    (Husen, 2004). Sedangkan menurut Radiarta et al., (2005) Waduk Cirata telah

    mengalami penurunan (degradasi), kedalam maksimum hanya mencapai 89 m.

    Kisaran kedalaman yang paling dominan pada Waduk Cirata adalah 21-30 m yang

    mencapai 26%.

    Pada awal pembangunannya, Waduk Cirata bertujuan untuk memenuhi

    kebutuhan tenaga listrik dan air irigasi untuk pertanian serta pengendalian banjir.

    Namun dengan perkembangan waktu dan kebutuhan manusia, keberadaan Waduk

    Cirata telah membuka peluang bagi perkembangan sektor dan subsektor

    pembangunan lain seperti perikanan, air minum, pariwisata, dan perhubungan.

    Dalam rangka pemanfaatan waduk begi kegiatan perikanan, dalam

    pengelolaannya harus dapat mengoptimalkan produksi ikan, menghindari konflik,

    dan menjaga kelestarian lingkungan serta sumberdayanya sehingga pemanfaatan

    tersebut dapat berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat.

  • 2

    106

    106

    107

    107

    108

    108

    -8 -8

    -7 -7

    -6 -6

    Waduk Cirata

    Gambar 1. Gambaran umum Waduk Cirata dilihat dari Citra Landsat ETM 7

    akuisisi bulan September 2004

    Sesuai dengan sifatnya, Waduk Cirata merupakan sumber daya alam yang

    akan mengalami penurunan daya guna apabila pengaruh lingkungan yang

    ditimbulkan olah aktifitas manusia dan industri terlalu berat. Penurunan daya guna

    ini dapat berupa penurunan kualitas perairan yang bersifat fisik, kimia, maupun

    biologi. Adanya masukan limbah yang merupakan bahan asing bagi perairan

    akibat dari aktifitas manusia, akan menyebabkan terjadinya pencemaran perairan

    yang dapat mengakibatkan perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi perairan

    tersebut.

    Dampak aktifitas manusia yang signifikan mempengaruhi penurunan

    kualitas perairan Waduk Cirata adalah budidaya ikan dengan teknologi Keramba

    Jaring Apung (KJA). Menurut Misbah (2004) dampak positif dari kegiatan

    budidaya ikan dengan KJA adalah meningkatkan pendapatan daerah setempat,

    mengurangi jumlah pengangguran, dan meningkatkan pendapatan nasional. Selain

    dampak positif, KJA juga mempunyai dampak negatif apabila tidak mengikuti

    pada standard oprating procedure (SOP) yaitu mempercepat penurunan kualitas

  • 3

    air. Penurunan kualitas air berdampak pada penurunan daya dukung Waduk

    Cirata. Komoditas ikan yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah ikan mas,

    nila, patin, dan bawal.

    Menurut DKP (2007), daya dukung suatu perairan untuk kegiatan budidaya

    dalam KJA adalah tingkat maksimum produksi (ikan) yang dapat didukung oleh

    suatu perairan pada tingkat perubahan konsentrasi total P yang masih dapat

    diterima oleh masyarakat yang terkait dengan perairan yang bersangkutan. Daya

    dukung waduk untuk perikanan budidaya ialah sejumlah atau besaran stok ikan

    maksimal atau potensi produksi yang bisa ditampung atau dipelihara dengan

    berbagai sarana pemeliharaan di waduk dengan memperhatikan keberlanjutan

    waduk yang tidak mengurangi kualitas lingkungan yang diperlukan bagi pelaku

    budidaya dan masyarakat lain pengguna waduk. Keberlanjutan waduk berorientasi

    pada pemanfaatan waduk yang maksimal dalam upaya pengelolaan konservasi

    agar waduk bisa digunakan bagi pelaku budidaya generasi sekarang dan yang

    akan dating, bahkan bagi pemanfaatan waduk lainnya.

    Perkembangan KJA di Waduk Cirata terus meningkat dari tahun ke tahun,

    (Garno & Adibroto 1999) melaporkan pada tahun 1999 terdapat 27.786 KJA

    dengan produksi ikan 25.114 ton. Jumlah 27.786 KJA ini menutupi 136 ha atau

    2,2% permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada

    sekitar 198,376 ton. Pada tahun 2003 dilaporkan bahwa jumlah KJA yang ada di

    Waduk Cirata sebanyak 38.276 unit yang menutupi permukaan waduk sebesar

    15%-20%, dengan sisa pakan yang berada di dasar waduk sebesar 279.121 ton

    (Prihadi 2004). Pada tahun 2009 jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sebanyak

    51.418 unit, tetapi yang aktif melakukan kegiatan budidaya hanya sebesar 60%

    atau sebanyak 30.850 unit dengan jumlah rumah tangga petani (RTP) 2.838

    (BPWC 2009).

    Faktor manusia sangat berperan dalam memperburuk kondisi lingkungan

    waduk. Penumpukan limbah yang diakibatkan dari sisa-sisa KJA seperti

    banyaknya busa yang mengambang, drum-drum bekas yang tenggelam, dan lain-

    lain memberikan andil terhadap percepatan tingkat pencemaran lingkungan

    (Misbah, 2004). Bahkan hasil penelitian dari PPSDAL-UNPAD serta Departemen

    Teknologi Lingkungan ITB telah ditemukan bahan pencemar yang berasal dari

  • 4

    logam berat, yang merupakan sumber polutan sangat tidak diharapkan karena

    akan berdampak cukup serius.

    Sumber kegiatan yang memberikan kontribusi logam berat ke Waduk Cirata

    ada dua yaitu kegiatan di darat (eksternal) dan kegiatan di Waduk Cirata itu

    sendiri (internal). Kegiatan eksternal yang memberikan kontribusi logam berat

    adalah pencucian emas, pabrik tekstil, pabrik cat, industri deterjen, pabrik baterai,

    kegiatan pertanian, kendaraan bermotor, dan kegiatan limbah domestik yang

    dibuang melalui sungai. Kegiatan di Waduk Cirata (internal) yang memberikan

    kontribusi logam berat adalah kegiatan lalulintas kapal motor (perahu), pakan

    ikan, anti poling, sisa minyak dalam drum pelampung, dan buangan domestik dari

    penjaga KJA. Menurut BPWC (2009) material yang digunakan untuk KJA

    khususnya pelampung 28.824,93 unit (56,06%) dari besi dan 22.593,07 (43,94%)

    dari busa yang berpotensi sebagai sumber logam Pb. Akibat dari pencemaran

    logam berat ini menyebabkan perubahan struktur komunitas perairan, jaring

    makanan, tingkah laku biota, efek fisiologi, genetika, dan resistensi terhadap

    penyakit (Moriarty, 1987).

    Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang

    berbahaya di permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan

    merupakan masalah besar dunia saat ini. Permasalahan spesifik logam berat di

    lingkungan yaitu terakumulasinya logam berat yang menyebabkan tingkat

    toksisitas pada tanah, udara, dan air terus meningkat.

    Secara kimia sifat logam berat yaitu ionik, sehingga mudah mengendap pada

    sedimen dan mempunyai waktu tinggal (residence time) sampai ribuan tahun.

    Logam berat bisa juga terakumulasi dalam tubuh ikan melalui beberapa jalan

    yaitu: pernapasan (respirasi), saluran makanan (biomagnifikasi), dan melalui kulit

    (difusi) (Darmono, 2008). Dampak dari akumulasi logam berat pada ikan adalah

    menurunkan tingkat kematangan gonad, menutup membran insang sehingga ikan

    kekurangan oksigen, serta menghambat pertumbuhan. Faktor lain dari akumulasi

    logam berat pada organ tubuh ikan adalah ikan yang diproduksi menjadi tidak

    aman untuk dikonsumsi.

    Di dalam ekosistem perairan pada umumnya logam berat berikatan dalam

    senyawa kimia atau dalam bentuk logam ion, bergantung pada kompartemen

  • 5

    tempat logam tersebut berada. Tingkat kandungan logam berat pada setiap

    kompartemen sangat bervariasi, bergantung pada lokasi, jenis kompartemen, dan

    tingkat pencemarannya. Kompartemen sedimen menempati urutan pertama

    sebagai tempat akumulasi logam berat yang paling tinggi, sehingga kompartemen

    sedimen ini menjadi penting untuk diamati kontribusinya terhadap akumulasi

    pada biota air.

    Sedangkan air merupakan kompartemen kedua setelah sedimen. Menurut

    Darmono (2008) tingkat konsentrasi logam berat dalam lingkungan perairan

    dibedakan menurut tingkat pencemarannya, yaitu: polusi berat, polusi sedang, dan

    non polusi. Oleh karena itu, pencemaran logam berat dalam lingkungan perairan

    perlu dikaji dengan serius, karena efek dari toksisitas logam berat tersebut bisa

    mengganggu keseimbangan lingkungan hidup.

    Untuk mengukur pencemaran logam berat dalam lingkungan perairan, baik

    pengaruh jangka pendek maupun jangka panjang perlu diketahui dulu sifat dari

    siklus biogeokimiawi logam berat tersebut. Siklus perputaran logam berat dalam

    air bisa dipelajari dengan konsep pendekatan sistem kehidupan air yang terdiri

    dari sejumlah kompartemen dan peragaan alur dari perpindahan logam tersebut.

    Menurut Hart & Lake (1987) salah satu siklus biogeokimiawi logam berat dalam

    air yaitu kompartemen sedimen dasar perairan yang merupakan kompartemen

    terbesar dari logam berat pada setiap ekosistem perairan.

    Beberapa hasil penelitian tentang logam berat yang sering mencemari

    habitat perairan ialah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb (Anonimus, 1976). Menurut

    Darmono (2001) yang termasuk dalam kelompok logam berat yang toksik adalah

    Pb, Cd, dan Hg. Sedangkan menurut Effendi (2003) urutan toksisitas logam berat

    di perairan adalah Hg, Cu, Cd, dan Zn. Davis dan Cornwell (1991)

    mengemukakan, bahwa senyawa anorganik yang paling toksik dalam perairan

    adalah As, Ba, Cd, Cr, Hg, Se, dan Ag. Sanusi (1985) mengemukakan air limbah

    industri umumnya mengandung unsur logam berat beracun seperti Hg, Cd, Pb,

    Cu, Zn, dan Ni.

    Hasil kajian beberapa peneliti di Waduk Cirata melaporkan bahwa kondisi

    logam beratnya sudah kritis. Menurut Prihadi (2004), kandungan logam berat di

    Waduk Cirata sudah melampaui batas ambang yang diizinkan terutama Hg, Pb,

  • 6

    dan Zn2+. Kadar Hg sebanyak 510 g/L akan berdampak dalam meningkatkan

    protein plasma sehingga ikan sulit untuk menyerap protein dan akan menurunkan

    tingkat respirasinya sehingga pertambahan berat akan menurun, demikian juga

    dengan konsentrasi Pb sebesar 0,1 g/L akan menurunkan laju tumbuh dan

    konsentrasi Zn2+ maks 0,2 mg/L akan menurunkan growth rate ikan yang

    dipelihara (Jorgensen, 1989).

    Menurut hasil pemantauan kualitas air Waduk Cirata Desember 2002 yang

    dilakukan tim terpadu dari instansi tekait di wilayah Pemda Jawa Barat dan ITB

    dikemukakan bahwa konsentrasi beberapa jenis logam berat seperti: Pb (0,010-

    0,015 mg/L), Zn (0,019-0,038 mg/L), Cr (0,002-0,005 mg/L), Cu (0,0034-0,0068

    mg/L), Cd (0,006 mg/L), As (0,025-0,038) mg/L), dan Hg (0,00012-0,00017

    mg/L). Hasil pemantauan BPWC Triwulan IV (2007) terhadap konsentrasi

    beberapa logam berat di air Waduk Cirata yaitu: Fe (0,73 mg/L), Hg (0,13 g/L), Cu (0,007 mg/L), Zn (0,008 mg/L). Menurut Amin (2008) jenis logam berat pada

    tubuh ikan mas yang dipelihara di Waduk Cirata, yaitu: Hg (0,00131 mg/kg), Pb

    (0,61 mg/kg), Cd (0,075 mg/kg), Zn (40,09 mg/kg), Cu (3,37 mg/kg), dan Ni

    (2,26 mg/kg).

    Hasil penelitian awal (Juni 2008) akumulasi logam berat pada sedimen

    menunjukkan nilai Hg (26,83 mg/kg), Pb (2,38 mg/kg), Cd (0,32 mg/Kg), dan Fe

    (29,50 mg/Kg), konsentrasi logam berat pada air yaitu: Hg (0,002 mg/L), Pb (0,11

    mg/L), Cd (0,3 mg/L), dan Fe (0,02 mg/L), dan logam berat pada daging ikan

    patin sebagai berikut: (Pb (0,10 mg/kg), Hg (0,0001 mg/kg), Cd (0,26 mg/kg) dan

    Fe (0,52 mg/kg). Hal ini menunjukkan bahwa logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe

    meberikan dampak yang cukup besar terhadap pencemaran pada ikan patin

    maupun perairan Waduk Cirata itu sendiri.

    Sifat dari logam berat yaitu tidak bisa direduksi serta terakumulasi baik pada

    air, makhluk hidup, maupun sedimen. Sehingga jika terjadi umbalan (up welling)

    yaitu perbedaan suhu di permukaan dan dasar perairan, maka logam berat yang

    ada di dasar perairan akan teraduk dan terbawa ke permukaan perairan. Logam

    berat merupakan salah satu kontaminan yang terbawa oleh air dapat

    mengakibatkan kematian pada ikan yang dipelihara dan biota lainnya, serta

    memberikan andil dalam menimbulkan pencemaran. Penomena alam seperti ini

  • 7

    sering terjadi di Waduk Cirata sehingga mengakibatkan kematian ikan secara

    massal dan pada akhirnya mengakibatkan kerugian yang sangat besar.

    Salah satu komoditas ikan yang dibudidayakan di Waduk Cirata adalah ikan

    patin (Pangasius djambal). Ikan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi,

    mempunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan, relatif tahan terhadap

    penyakit, dan merupakan komoditas unggulan bagi produksi perikanan air tawar

    Indonesia. Menurut Cholik et al., (2005) ikan patin termasuk dalam kelompok

    karnivora tetapi dapat memakan biji-bijian dan kacang-kacangan, sehingga diduga

    tingkat respirasi bahan kimia diantaranya logam berat menjadi tinggi. Tingkat

    akumulasi logam berat oleh ikan patin sangat penting untuk diketahui karena

    berhubungan dengan keamanan pangan bagi manusia.

    1.2. Pendekatan dan Perumusan Masalah Kegiatan budidaya KJA di Waduk Cirata sampai tahun 2009 sudah melebihi

    daya dukung peruntukannya. Sehingga kualitas perairan Waduk Cirata mengalami

    penurunan dan sudah ada berubahn tatanan lingkungan dari kondisi awal ke

    kondisi yang lebih buruk sebagai akibat masuknya bahan-bahan pencemar.

    Sumber pencemaran ini sebagian besar berasal dari pertambangan, peleburan

    logam, pencucian tambang emas, limbah rumah tangga, kegiatan pertanian, dan

    jenis industri lainnya.

    Cemaran yang masuk ke ekosistem perairan Waduk Cirata diketegorikan

    dalam 2 jenis yaitu: limbah anorganik dan organik. Salah satu cemaran limbah

    anorganik adalah logam berat baik yang masuk dalam kelompok toksik maupun

    esensial. Media akumulasi logam berat dalam ekosistem perairan yaitu pada

    sedimen dan air. Akumulasi logam berat dari tiap kompartemen tersebut akan

    terakumulasi oleh biota perairan diantaranya ikan patin melalui proses pernapasan

    (osmoregulasi), pencernaan (biomagnifikasi) dan difusi.

    Jika akumulasi logam berat oleh ikan patin melebihi standar keamanan

    pangan maka akan berdampak buruk bagi yang mengkonsumsinya serta dapat

    mengakibatkan kematian pada ikannya itu sendiri. Untuk itu, pengkajian

    akumulasi logam berat pada organ tubuh ikan patin yang dipelihara di Waduk

  • 8

    Cirata dan Laboratorium sangat perlu untuk dianalisis karena akan berhubungan

    dengan keamanan pangan.

    1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan kandungan logam berat

    Hg, Pb, Cd, dan Fe dalam sedimen dan air Waduk Cirata, serta akumulasinya pada

    organ tubuh ikan patin (insang, hati, daging) dalam satu siklus budidaya. 2).

    Menentukan hubungan kandungan logam berat pada sedimen, air, dan organ

    tubuh ikan patin. 3). Menganalisis besarnya akumulasi logam berat pada ikan

    patin yang dipelihara pada akuarium yang diberi media sedimen dari Waduk

    Cirata dan tidak diberi sedimen. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk

    memberikan informasi kandungan logam berat di perairan Waduk Cirata, serta

    akumulasinya pada organ tubuh ikan patin (insang, hati, dan daging) dalam satu

    siklus budidaya.

    1.4. Hipotesis

    Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

    1. Kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe pada sedimen dan air Waduk

    Cirata telah melewati ambang batas baku mutu peruntukannya.

    2. Terdapatnya korelasi kandungan logam berat pada sedimen, air, dan organ

    tubuh ikan patin dalam satu siklus budidaya.

    3. Kandungan logam berat Hg, Pb, Cd, dan Fe pada organ tubuh (insang, hati,

    dan daging) dalam satu siklus budidaya ikan patin akan melewati batas

    ambang beku mutu keamanan pangan.

    4. Ikan yang dibudidayakan pada akuarium yang menggunakan sedimen

    kandungan logam beratnya akan tinggi.

  • 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Waduk Cirata

    Pada umumnya habitat air tawar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (1)

    perairan menggenang atau habitat lentik, misalnya waduk, danau, kolam, rawa,

    dan (2) habitat perairan mengalir atau habitat lotik, misalnya mata air dan sungai

    (Koesoebiono dalam Amin 2008). Menurut Amin (2008) habitat lotik terbagi lagi

    menjadi dua zone yaitu habitat lotik dingin, dangkal, dan sering mempunyai dasar

    aliran yang berbatu-batu serta habitat lotik hangat, lebih dalam dengan dasar

    berlumpur.

    Salah satu perairan yang mempunyai fungsi multi guna, yaitu waduk.

    Waduk adalah wilayah yang digenangi air sepanjang tahun serta dibentuk atau

    dibangun atas rekayasa manusia (Jangkaru 2002). Waduk dibangun dengan cara

    membendung aliran sungai sehingga air sungai tertahan sementara dan

    menggenangi bagian daerah aliran sungai (DAS) atau watershed yang rendah.

    Waduk dapat dibangun di dataran rendah maupun dataran tinggi. Waduk-waduk

    yang dibangun di dataran tinggi atau hulu sungai akan memiliki bentuk menjari,

    relatif sempit, bertebing curam, dan dalam. Sebaliknya waduk yang dibangun di

    dataran rendah atau hilir sungai berbentuk bulat, relatif luas, dan badan air relatif

    dangkal.

    Waduk merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur hara,

    bahan padatan, dan bahan kimia toksik yang akhirnya mengendap di dasar

    perairan sehingga perairan menjadi terkontaminasi. Unsur kontaminasi terdiri dari

    minyak, pestisida, dan substansi toksik yang dapat merusak kehidupan dasar

    perairan dan ikan yang hidup di dalamnya. Menurut Darmono (2008) kondisi

    hujan asam dan asam dari aliran air yang mengalir ke danau atau waduk

    merupakan masalah yang serius pada danau atau waduk karena asam dapat

    tertimbun didalamnya. Biasanya waduk memiliki drainase, kedalaman rata-rata,

    kedalaman maksimum, luas beban perairan yang lebih besar dibanding danau,

    tetapi dengan waktu tinggal yang lebih pendek (Suwignyo 1981; Ryding & Rast

    1989).

    Selanjutnya Ilyas et al. (1990) menegaskan, waduk merupakan badan air

  • 10

    yang karakteristik fisika, kimia, dan biologinya berbeda dari sungai yang

    dibendung. Dari kualitas airnya, waduk lebih stabil dibandingkan dengan sungai

    asalnya. Waduk menunjukkan tingkat heterogenitas secara spasial dalam

    produktifitas dan biomassa fitoplankton karena adanya gradien longitudinal,

    kecepatam aliran, waktu tinggal, padatan tersuspensi, ketersediaan cahaya, dan

    nutrien.

    Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang ada di Jawa Barat, berada

    pada DAS Citarum. Waduk Cirata dibangun selain untuk kepentingan pembangkit

    tenaga listrik, juga mampu menjadi pusat kegiatan perekonomian bagi masyarakat

    di sekitar waduk. Waduk Cirata selesai dibangun pada tahun 1988 dengan volume

    air pada waktu normal sekitar 2.160.000.000 m3, luas permukaan air 6.200 ha,

    kedalaman rata-rata 34,9 m, terdapat kedalaman maksimum (Zmaks) 106 m. Status

    kesuburan perairannya adalah mesotrophic hingga eutrophic dengan pola

    pencampuran massa air oligomictic (Prihadi 2004).

    Selanjutnya Prihadi (2005) mengatakan, waduk ini mulai dioperasikan pada

    tahun 1988 dengan luasan waduk saat dioperasikan pertama kali adalah 6.200 ha.

    Kondisi Waduk Cirata sampai saat ini telah mengalami degradasi yang sangat

    serius. Luasan permukaan Waduk Cirata makin lama semakin sempit dengan

    kedalaman air yang makin berkurang, karena Waduk Cirata dimanfaatkan untuk

    kegiatan budidaya ikan dalam KJA. Menurut Radiarta et al. (2005) pada saat

    musim penghujan (April 2002) luas waduk mencapai 5.794 ha, luas ini

    mengalami penurunan saat musim kemarau (September 2002) yaitu 4.664 ha.

    Kedalaman perairan Waduk Cirata mengalami degradasi dimana kedalaman

    maksimum hanya 89 m dibandingkan dengan saat pertama kali waduk ini

    dioperasikan yang mencapai 106 m.

    Perkembangan KJA di Waduk Cirata terbilang sangat cepat, (Garno &

    Adibroto 1999 dalam Prihadi 2005) mencatat pada tahun 1999 terdapat 27.786

    KJA dengan produksi ikan 25.114 ton. KJA menutupi 136 ha atau 2,2%

    permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada

    sekitar 198,376 ton (8,667 ton N dan 1,239 ton P) sedangkan pada tahun 2003

    tercatat sebanyak 38.276 unit KJA, sehingga sisa pakan yang berada di dasar

  • 11

    waduk adalah sebesar 279.121 ton. Jumlah KJA ini sudah menutupi permukaan

    Waduk Cirata sebesar 15%20%.

    Jumlah KJA di Waduk Cirata sampai tahun 2003 mencapai 38.276 unit, hal

    ini merupakan jumlah yang sudah melebihi kapasitas yang maksimal sekitar 10

    ribuan unit. Pada tahun 2009 jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sebanyak

    51.418 unit, tetapi yang aktif melakukan kegiatan budidaya hanya sebesar 60%

    atau sebanyak 30.850 unit dengan jumlah rumah tangga petani (RTP) 2.838

    (BPWC 2009) (Tabel 1). Akibat dari jumlah yang melebihi dari kapasitas

    asimilasinya berdampak pada kualitas air yang terus menurun (Tabel 2).

    Tabel 1. Jumlah KJA dan rumah tangga petani di Waduk Cirata tahun 2009

    Wilayah No Nama desa

    Jumlah Petani (RTP)

    Jumlah KJA (petak/kolam)

    Konstruksi jaring (%)

    drum besi busa

    Zona 1 Bandung

    1 Margalaksana 497 8.403

    46,66 53,34

    2 Margaluyu 262 6.337 3 Nanggeleng 51 586 4 Nyenang 128 1.794 5 Bojong

    Mekar 20 328

    Jumlah 958 17.448

    Zona 2 Purwakarta

    1 Citamiang 93 1.487

    79,08 20,.92 2 Sinar Galih 83 2.288 3 Tegal datar 302 5.822 4 Pasir Jambu 87 1.573

    Jumlah 565 11.170

    Zona 3 Cianjur

    1 Bobojong 220 2.614

    42,44 57,94

    2 Mande 413 8.140 3 Cikidang

    Bayangbang 250 3.374

    4 Kertajaya 174 2.790 5 Gunung Sari 54 1.078 6 Kamurang 204 4.804

    Jumlah 1.315 22.800 Total 2.838 51.418 56,06 43,94

    Sumber: BPWC (2009)

  • 12

    Menurut hasil analisis, limbah pakan yang terdapat di Waduk Cirata

    berdasarkan kaedah Yap dalam Prihadi (2002) limbah pakan yang berada di dasar

    perairan waduk akibat kegiatan perikanan budidaya sebanyak 279.121 ton, artinya

    jika luas permukaan 6.200 ha sedangkan luas permukaan kegiatan keramba jaring

    apung sekitar 158198 ha, dari perhitungan ini maka ketinggian limbah pakan

    sekitar 2 meter. Banyaknya pakan yang berada di dasar perairan tersebut sangat

    memungkinkan karena tingkat purifikasi air tidak mampu lagi bekerja untuk

    menguraikan limbah organik tersebut, sehingga usaha restorasi waduk perlu

    dilakukan segera.

    Tabel 2. Data kualitas perairan Waduk Cirata pada tahun 2003

    Oksigen tertarut (mg/L) : 6,58,5 (7,3 0,1) Kandungan bahan organik KMnO4 : 564 NO3 (nitrate) (ml/L) : 0,1391,819 (0,762 0,072) Alkalinitas (mg CaCO3/L) : 19,8948,63 (34,36 0,9) NH4 (amonia) (ml/L) : 0,1394,816 (2,752 t 0,072) NO2 (nitric) (ml/L) : 0,062 3,490 (2,66 t 0,59) Total P (fosfor) (ml/L) : 0,2541,108 (0,721 t 0,024) PO4 (fosfat) (ml/L) : 0,1114 0,996 (0,560 t 0,024) Mg (magnesium) : 32,00 84,00 (59,18 t 2,24) Hg (air raksa) (mg/L) : 0,0020,018 Pb (plumbum) : 0,010,310 Zn2+ : 0 ,02 0,316 Mn (mg/L) : 0,060,48 Cr : 0,0250,63 Fe : 0,053,24 Cu : 0,000,02 Cd (mg/L) : 0,0070,012 Keasaman (pH) : 6,38,5 Kecerahan air (cm) : 60130 (1008)

    Sumber : Prihadi (2004) Keterangan : Nilai rata-rata dan Standar Deviasi

    Produksi budidaya ikan di Waduk Cirata dari waktu ke waktu terus

    menurun. Hal ini bisa kita lihat dari tingkat kematian sering terjadi hampir setiap

    tahun. Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian ekstra dalam keberhasilan

    budidaya ikan di Waduk Cirata adalah kualitas air yang sesuai dengan baku mutu

    untuk budidaya ikan. Untuk mendapatkan kondisi air Waduk Cirata dalam

    keadaan baik dan sesuai dengan standar budidaya, saat ini memerlukan biaya yang

  • 13

    mahal karena airnya sudah tercemar oleh barbagai macam limbah dari aktivitas

    manusia baik limbah rumah tangga, industri, maupun kegiatan lainnya (Wardhana

    2001). Karena air merupakan pelarut yang baik untuk banyak unsur, maka air

    merupakan media transportasi bagi unsur hara dan hasil limbah dalam berbagai

    proses kehidupan, oleh karena itu banyak sekali senyawa ionik berdiasosiasi

    dalam air.

    Menurut Haynes (1978) dalam Nurifdiansyah (1993) pencemaran terhadap

    badan air dapat mengakibatkan masuknya unsur-unsur beracun, bertambahnya

    padatan tersuspensi, terjadinya dioksidasi, dan naiknya temperatur. Secara umum

    kelompok sumber pencemaran perairan terdiri dari dua yaitu point source and non

    point source. Menurut Amin (2008) pencemaran yang diberikan oleh kegiatan di

    darat terhadap pencemaran perairan digolongkan menjadi empat kategori, yaitu:

    (1) pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri (industrial pollution), (2)

    pencemaran yang disebabkan karena sampah atau limbah rumah tangga (sewage

    pollution), (3) pencemaran disebabkan karena sedimentasi (sedimentation

    pollution), dan (4) pencemaran yang disebabkan karena kegiatan pertanian

    (agricultural pollution).

    Menurut Effendi (2003) dilihat dari sifat toksisitasnya, pencemaran

    dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:

    a) Polutan tidak toksik

    Pencemaran tidak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami.

    Sifat destruktif pencemaran ini muncul apabila berada dalam jumlah yang

    berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui

    perubahan proses fisika-kimia perairan.

    b) Polutan toksik

    Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan

    kematian (sub-lethal), misalnya terganggu pertumbuhannya, lingkah laku, dan

    karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini

    biasanya berupa bahan-bahan yang bukan bahan alami, misalnya pestisida,

    deterjen, dan bahan-bahan toksik lainnya diantaranya logam berat.

  • 14

    2.2. Sumber Logam Berat

    Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi >20. Istilah

    logam biasanya diberikan kepada semua unsur-unsur kimia dengan ketentuan atau

    kaidah-kaidah tertentu. Unsur ini dalam kondisi suhu kamar, tidak selalu

    berbentuk padat, ada juga yang bentuknya cair. Logam-logam cair contohnya: Hg,

    Ce, Pb, Fe, Zn. Setiap logam mempunyai bentuk dan kemampuan atau daya yang

    terkandung didalamnya berbeda-beda, salah satunya memiliki kemampuan yang

    baik sebagai penghantar arus listrik (konduktor), memiliki kemampuan sebagai

    alloy dengan logam lainnya, dan untuk logam yang padat dapat ditempa dan

    dibentuk (Palar 2004).

    Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan,

    tambang, vulkanisme, dan industri lainnya. Logam dapat dibagi ke dalam 3

    kelompok, yaitu:

    a) Logam ringan (seperti: natrium, kalium, dan sebagainya) biasanya sebagai

    kation aktif di dalam larutan encer.

    b) Logam transisi (seperti: besi, tembaga, kobal, mangan) diperlukan dalam

    konsentrasi yang rendah, tetapi dapat menjadi racun dalam konsentrasi yang

    tinggi.

    c) Logam berat dan metaloid (seperti: raksa, timah hitam, timah, selanium,

    arsen) umumnya tidak diperlukan dalam kegiatan metabolisme dan sebagai

    racun bagi sel pada konsentrasi rendah.

    Menurut Amin (2008) logam-logam diatmosfir berdasarkan sumber

    alaminya berasal dari: (1) debu-debu dari kegiatan gunung berapi, (2) erosi dan

    pelapukan tebing dan tanah, (3) asap dan kebakaran hutan, dan (4) aerosol dan

    partikulasi dari permukaan laut. Kegiatan manusia juga merupakan sumber utama

    pemasukan logam ke dalam lingkungan perairan. Masuknya logam yang berasal

    dari buangan langsung berbagai jenis limbah yang beracun, gangguan pada

    cekungan perairan, presitifasi dan jatuhan atmosfir.

    Wittman 1979 dalam Connel & Miller (2006) mengemukakan bahwa

    sumber utama pemasukan logam berat adalah sebagai berikut:

  • 15

    a) Kegiatan pertambangan

    Eksploitasi timbunan biji dalam membongkar permukaan batu bara dan

    sejumlah besar sisa-sisa batu atau tanah untuk mempercepat kondisi

    pelapukan. Hal ini menyebabkan masalah kualitas air yang serius, yang

    mengakibatkan tingginya kadar logam seperti besi (Fe), mangan (Mn), zink

    (Zn), kobal (Co), nikel (Ni), dan tembaga (Cu).

    b) Cairan limbah rumah tangga

    Jumlah logam runutan yang cukup besar disumbangkan ke dalam perairan

    dari cairan limbah rumah tangga adalah: sampah-sampah metabolik, korosi

    pipa-pipa air (Cu, Pb, Zn, dan Cd), dan produk-produk konsumer (misalnya

    formula deterjen yang mengandung Fe, Mn, Cr, Ni, Co, Zn, Cr, dan As).

    c) Limbah dan buangan industri

    Beberapa logam runutan yang dibuang ke dalam lingkungan perairan

    melalui cairan limbah industri demikian juga dengan penimbunan dan

    pencucian lumpur industri. Emisi logam dari pembakaran bahan bakar fosil

    juga merupakan sumber utama logam dari udara yang ada di dalam air

    alamiah dan daerah aliran sungai.

    d) Aliran pertanian

    Sifat yang berbeda-beda mengenai kegiatan dan praktik pertanian di seluruh

    dunia mempersulit pengujian sumber-sumber logam ini secara keseluruhan.

    Namun demikian, sangat banyak endapan yang mengandung logam, hilang

    dari daerah pertanian sebagai akibat dari erosi tanah.

    Dalam kegiatan budidaya ikan konsentrasi logam berat yang ada di sedimen,

    air, dan ikan tidak boleh melebihi standar baku mutu karena berdampak negatif

    bagi manusia yang mengkonsumsinya. Dalam Tabel 3, 4, 5, dan 6 ditunjukan

    toleransi logam berat pada ikan, sedimen, dan air. Sementara itu logam berat yang

    dominan dan toksik di Waduk Cirata adalah Hg, Pb, Cd, dan Fe.

  • 16

    Tabel 3. Batas toleransi konsentrasi beberapa unsur dan senyawa logam berat

    Unsur/senyawa Krustase g/L Ikan (g/L) Manusia (mg/kg)

    Cd++[CdCl2] Cr++ [Cr2(SO4)3] Cu++[CuSO4] Fe++[FeSO4] Mn++

    Pb++[Pb(NO3)2]

    0,03-0,4

    0,03-0,1

    0,08-0,8

    1,62-152

    500-1.000

    3-170

    3

    1,2-200

    0,03-0,8

    0,9-152

    50-1.200

    0,33-200

    50-500

    500-5.000

    8.000

    500-5.000

    500-5.000

    2.000

    Sumber: Jung & Liebmann dalam Forstner & Wittmann (1981)

    Tabel 4. Kisaran umum konsentrasi logam dalam tubuh ikan

    Logam berat Kisaran Jaringan tubuh (organ)

    Kadmium (Cd)

    Krom (Cr)

    Tembaga (Cu)

    Besi (Fe)

    Timbal (Pb)

    Mangan (Mn)

    -

    0,02-1,6

    0,07-1,28

    0,1-1,78

    2,0

    0,421-2,98

    -

    otot

    otot

    otot

    total ikan

    otot

    Sumber: Forstner & Wittmann (1981)

    Tabel 5. Komposisi umum unsur logam dalam sedimen

    Logam berat Kisaran

    Kadmium (Cd)

    Krom (Cr)

    Tembaga (Cu)

    Besi (Fe)

    Timbal (Pb)

    Mangan (Mn)

    0,05-0,22

    11,0-72,0

    5,1-250

    17.000-65.000

    5,7-150

    460-6.700

    Sumber: Forstner & Wittmann (1981)

  • 17

    Tabel 6. Batas maksimum logam dalam air untuk keamanan manusia

    Logam berat Konsentrasi (mg m-3)

    Kadmium (Cd)

    Krom (Cr)

    Merkuri (Hg)

    Besi (Fe)

    Timbal (Pb)

    Mangan (Mn)

    10

    50

    0,144

    300

    5

    50

    Sumber: EPA (1987); dalam Laws (1993)

    2.3. Logam Berat dalam Ekosistem Perairan

    Perairan Waduk Cirata merupakan salah satu ekosistem waduk yang sudah

    mengalami pencemaran. Sumber pencemaran yang masuk ke ekosistem Waduk

    Cirata berasal dari pabrik, pertanian, perikanan, dan kegiatan masyarakat. Sesuai

    dengan sifatnya, logam berat tidak bisa diuraikan (anorganik) sehingga akumulasi

    dan pengangkutan dalam ekosistem perairan cukup tinggi. Pengangkutan dan

    perubahan bentuk pencemaran logam di dalam lingkungan perairan dihubungkan

    dengan: (1) sifat-sifat kimia-fisika pencemar, (2) proses pengangkutan di dalam

    lingkungan, dan (3) proses perubahan bentuk pencemar (Conel & Miller 2006).

    Di dalam perairan pada umumnya logam berat berikatan dalam bentuk

    senyawa kimia atau dalam bentuk logam ion, bergantung pada kompartemen

    logam tersebut berada. Tingkat kandungan logam berat pada setiap kompartemen

    sangat bervariasi, bergantung pada lokasi, jenis kompartemen, dan tingkat

    pencemaran. Siklus perputaran logam berat dalam air sangat dipengaruhi oleh

    siklus biogeokimiawi logam berat tersebut, jumlah kompartemen, dan peragan

    alur dari perpindahan logam tersebut. Menurut Hart & Lake (1987), mengatakan

    bahwa ada 4 kompartemen yang terlihat dalam siklus biogeokimiawi logam dalam

    air, yaitu:

    a) Kompartemen logam yang terlarut ialah ion logam bebas, kompleks, dan

    koloidal ikatan senyawanya.

    b) Kompartemen partikel abiotik, terdiri dari bahan kimia anorganik dan

    organik.

  • 18

    c) Kompartemen partikel biotik, terdiri dari fitoplankton dan bakteri di dalam

    laut dangkal, laut dalam, daerah pantai, muara sungai, dan waduk yang

    menempel pada tanaman.

    d) Kompartemen sedimen di dasar perairan, merupakan kompartemen terbesar

    dari logam berat pada setiap ekosistem air.

    Sifat atau tingkah laku logam dalam lingkungan perairan sangat bergantung

    dari karakteristik logam yang bersangkutan atau lazim disebut spesiasi logam.

    Spesiasi suatu logam akan mempengaruhi hadirnya logam tersebut dalam jaringan

    bilogik (bioavailability) dan toksisitasnya terhadap biota tersebut dalam air sangat

    berbeda-beda tergantung pada jenis air dan sifat kimia-fisika logam berat itu

    sendiri.

    2.4. Sifat Fisik Kimia Logam Berat

    2.4.1.Sifat fisik dan kimia logam timbal (Pb)

    Timbal (Pb) mempunyai nomor atom 83, berat atom 207,9, titik cair

    327,50C, dan titik didih 1.7250C. Timbal di alam dalam bentuk sulfida (gelena),

    Pb Carbonat (Cerussite), PBSO4 (Angelieite), sedangkan timbal air berada dalam

    bentuk PB2+, PbCO3, (Pb(CO3)2-, PbOH+, dan Pb (OH)2. Secara alami timbal

    tersebar luas pada batuan dan lapisan kerak bumi. Saeni (1989) menyatakan

    sumber utama timbal di atmosfir dan daratan dapat berasal dari bahan bakar

    bertimbal sedangkan batuan kapur dan gelena (PbS) merupakan sumber timbal

    pada perairan alami.

    Menurut Darmono (1995) mengemukakan penggunaan timbal dalam

    industri percetakan tinta, pelapis pipa sebagai anti korosif, dan digunakan dalam

    campuran pembuat cat sebagai bahan pewarna karena daya larutnya rendah dalam

    air. Sedangkan William et al. (2000) dalam Oktavianus dan Salmi (2005)

    mengemukakan bahwa timbal berasal dari industri-industri seperti pabrik baterai,

    amunisi, kawat, logam campuran, dan cat. Secara alamiah logam masuk ke dalam

    perairan melalui pengkristalan timbal di udara dengan bantuan air hujan dan

    proses korotifikasi batu-batuan mineral. Timbal masuk ke dalam perairan sebagai

    dampak aktivitas manusia seperti buangan industri, buangan pertambangan biji

    timah, dan buangan industri kaleng. Menurut Manahan (2002) konsentrasi logam

  • 19

    berat tinggi dalam air, ada kecenderungan konsentrasi logam berat tersebut tinggi

    dalam sedimen dan akumulasi logam berat dalam tubuh hewan domersal.

    2.4.2.Sifat fisik dan kimia logam kadmium (Cd)

    Kadmium adalah logam berat dengan nomor atom 48, massa atom 112,4,

    dan massa jenis 8,85 g/cm3. Mempunyai dua elektron di kulit terluar, Cd termasuk

    ke dalam golongan II B, periode 5 dalam sistem periodik. Cd memiliki titik didih

    lebih dari 670C dan titik cair 320, 90C (Cotton & Wilkinson 1989).

    Pada pH yang tinggi kadmium mengalami pengendapan, toksisitas kadmium

    dipengaruhi oleh pH dan kesadahan (Effendi 2003). Kadmium mempunyai efek

    menghambat proses fisiologi seperti aktivitas cilia pada insang, serta pengambilan

    oksigen (Akberali & Trueman 1985).

    Kadmium banyak dipakai pada industri metalurgi, pelapisan logam, pigmen

    baterai, peralatan elektronik, pelumas, peralatan fotografi, gelas keramik, tekstil,

    dan plastik (Eckenfelder 1989).

    2.4.3.Sifat fisik dan kimia logam merkuri (Hg)

    Merkuri adalah unsur renik pada kerak bumi, yakni hanya sekitar 0,08

    mg/kh (Moore 1991). Pada perairan alami, merkuri hanya ditemukan dalam

    jumlah yang sangat kecil. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berada

    dalam bentuk cairan pada suhu normal. Merkuri terserap dalam bahan-bahan

    partikulat dan mengalami presitipasi. Pada dasar perairan anaerobik, merkuri

    berkaitan dengan sulfur.

    Merkuri anorganik dapat mengalami transpormasi menjadi dimetil merkuri

    dengan bantuan aktivitas mikroba, baik pada kondisi aerob maupun anaerob

    (Effendi 2003). Pada kadar merkuri anorganik yang rendah, akan terbentuk

    dimetil merkuri, sedangkan pada kadar merkuri-merkuri anorganik yang tinggi,

    akan terbentuk monometil merkuri. Pada perairan alami, kadar monometil merkuri

    dan dimetil merkuri dipengaruhi oleh keberadaan mikroba, karbon organik, kadar

    merkuri anorganik, pH, dan suhu. Kedua bentuk senyawa metil merkuri tersebut

    dapat dipecah oleh bakteri yang hidup pada sedimen.

  • 20

    Sumber alami merkuri yang paling umum adalah cinnabar (HgS) (Novoty &

    Olem 1994). Selain itu, mineral sulfida misalnya: sphalerite (ZnS), wurtzite

    (ZnS), galene (PbS), juga mengandung merkuri. Cinnabar sukar larut dalam air

    (Effendi 2003). Namun pelapukan bermacam-macam batuan dan erosi tanah dapat

    melepaskan merkuri ke dalam lingkungan perairan (Mc Neely et al. 1979).

    Senyawa merkuri digunakan dalam pembuatan amalgam, cat, komponen

    listrik, baterai, ekstraksi emas dan perak, gigi palsu, senyawa anti karat, fotografi,

    dan elektronik (Eckenfelder 1989). Industri kimia yang memproduksi gas klorin

    dan asam klorida juga menggunakan merkuri. Garam-garam merkuri juga

    digunakan sebagai fumigan yang berperan sebagai pestisida (Sawyer & McCarty

    1978 dalam Effendi 2003).

    Kadar merkuri di air tawar secara alami berkisar antara 10-100 g/L,

    sedangkan pada perairan laut berkisar antara

  • 21

    menghasilkan ion ferri, air, dan energi bebas yang digunakan untuk sintesis bahan

    organik dari karbondioksida. Bakteri kemosintetis bekerja secara optimum pada

    pH rendah (sekitar 5). Metabolisme bakteri Desulfovibrio menghasikan H2SO4

    yang melarutkan besi (ferri) (Cole 1988).

    Pada pH 7,5-7,7 ion ferri mengalami oksidasi dan berikatan dengan

    hidroksida membentuk Fe (OH)3 yang bersifat tidak larut dan mengendap

    (presitipasi) di dasar perairan, membentuk warna kemerahan pada substrat dasar.

    Oleh karena itu, besi banyak ditemukan pada perairan berada dalam kondisi

    anaerob dan suasana asam (Cole 1988).

    Fenomena serupa sering terjadi pada badan sungai yang menerima aliran air

    asam dengan kandungan besi cukup tinggi yang berasal dari daerah

    pertambangan. Sebagai pertanda terjadinya pemulihan kualitas air, pada bagian

    hilir sungai dasar perairan berwarna kemerahan karena terbentuknya Fe (OH)3

    sebagai konsekuensi dari meningkatnya pH dan terjadinya proses oksidasi besi

    (ferro) (Cole 1988).

    Sumber di alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4),

    limonite [FeO(OH)], geothite (HFeO2), dan ochere [Fe (OH)3] (Cole 1988; Moore 1991). Senyawa besi pada umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak

    terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang besi juga terdapat sebagai senyawa

    siderite (FeCO3) yang bersifat mudah larut dalam air (Cole 1988).

    Toksisitas besi (LC50) terhadap Lemna minor adalah 3,7 mg/L (Wang 1986

    dalam Moore 1991), sedangkan terhadap avertebrata air Asellus aquaticus

    (Isopoda) dan Carangonyx pseudogracilis (Amphipoda) berturut-turut 95 mg/L

    dan 160 mg/L (Martin & Holdich 1986 dalam Moore 1991). Nilai LC50 besi

    terhadap ikan berkisar antara 0,3-10 mg/L. Toksisitas besi (LC50) terhadap

    Dhapnia magnan adalah 5,9 mg/L (Biesinger & Christensen, 1972 dalam

    Canadian Council of Resource and Enveronment Ministers 1987)

    2.5. Mekanisme Akumulasi Logam Berat oleh Ikan

    Logam dalam jaringan organisme akuatik menurut Simkiss & Mason (1984)

    dalam Darmono (2008) dibagi menjadi dua tipe utama yaitu: (1) Logam tipe kelas

    A, seperti Na, K, Ca, dan Mg, yang pada dasarnya bersifat elektrostatik dan pada

  • 22

    larutan garam berbentuk ion hidrofilik. (2) Logam tipe kelas B, seperti Cu, Zn,

    dan Ni, yang merupakan komponen kovalen dan jaringan berbentuk ion bebas.

    Tipe logam berat yang paling toksik bagi lingkungan adalah kelas B seperti Cd,

    Pb, dan Hg.

    Proses metabolisme logam berat kelas B ini sangat berbeda dari logam berat

    kelas A. Logam berat kelas B bila masuk ke dalam sel hewan akuatik pada

    umumnya selalu proporsional dengan tingkat konsentrasi logam berat dalam air

    sekitarnya, sehingga logam berat dapat terikat dengan adanya ketersediaan ligan

    dalam sel. Menurut Darmono (2008) respon sel terhadap masuknya logam berat

    bergantung pada sel-sel sebagai berkut:

    a) Sel yang mengandung ligan berlebihan dan sesuai untuk ikatan logam yang

    masuk, logam dapat terikat sepenuhnya dan tidak menimbulkan gangguan

    metabolisme.

    b) Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi dapat mensintesis ligan lagi bila

    diperlukan, sehingga masih dapat mengikat logam yang masuk dan tidak

    menimbulkan gangguan metabolisme.

    c) Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi masih dapat mensintesis ligan

    dengan jalan mengusir logam yang telah terikat untuk keluar sel.

    d) Sel yang mengandung ligan terbatas tetapi dalam proses pengikatannya

    terjadi kompetisi antara logam itu sendiri.

    Dilihat dari sifatnya, kelompok logam berat kelas B sangat mudah dan cepat

    melakukan penetrasi dalam tubuh organisme air dari pada logam kelas A yang

    termasuk logam ringan. Toksisitas logam Pb, Cd, dan Hg terhadap ikan sangat

    dominan, sehingga kerusakan yang ditimbulkan terhadap jaringan organisme ikan

    terjadi pada organ yang peka seperti insang dan usus kemudian masuk pada

    jaringan dalam seperti hati dan ginjal.

    2.6. Damapak Logam Berat pada Ikan Patin

    Ikan patin (P. djambal) yang merupakan salah satu dari 14 spesies ikan patin

    yang sekarang terdekumentasikan di Indonesia (Slembrouck et al, 2005). Habitat

    asli dari ikan ini adalah sungai dan danau air tawar. Pada habitat aslinya ikan ini

    bersifat karnivora, namun ketika dipelihara dikolam, ikan ini dapat mengkonsumsi

  • 23

    kacang-kacangan dan tumbuhan (Hora & Pillay 1962 dalam Sumantadinata

    1983).

    Walaupun ikan patin ini tergolong ikan karnivora, tetapi bisa memakan

    kacang-kacangan dan tumbuhan selain makanan utamnnya, sehingga tingkat

    akumulasi logam berat pada ikan ini diduga sangat tinggi. Karena masuknya

    logam berat pada ikan melalui beberapa cara diantranya melalui jaringan makanan

    dan respirasi.

    Ikan patin juga termasuk ikan yang bergerak lambat, sehingga akumulasi

    logam beratnya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan yang mempunyai

    pergerakan yang lebih cepat. Apalagi ikan yang dipelihara di Waduk Cirata

    dengan teknologi KJA mempunyai ruang gerak yang sangat terbatas, sehingga

    tingkat akumulasi logam beratnya akan semakin tinggi. Menurut Darmono (2008)

    ikan-ikan yang hidup pada habitat yang terbatas akan sulit untuk melarikan diri

    dari pengaruh polusi.

    Untuk logam berat Hg, Cd, dan Pb sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan

    nitrogen, sehingga logam ini sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan

    juga metabolisme sel. Apabila metaloenzim disubtitusi oleh logam yang bukan

    semstinya maka akan menyebabkan protein mengalami deformasi dan

    mengakibatkan menurunnya kemampuan katalitik enzim tersebut.

    Logam berat dapat diserap oleh ikan patin melalui insang maupun saluran

    pencernaan. Insang sebagai alat pernapasan ikan juga digunakan sebagai alat

    pengatur tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Enzim yang

    sangat berperan dalam insang ikan patin adalah enzim karbonik anhidrase dan

    transpor ATP ase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan

    berfungsi menghidrolisis CO2 menjadi asam karbonat, apabila ikatan Zn ini

    diganti logam lain, maka fungsi enzim karbonik anhidrase ini akan menurun.

    Disamping gangguan sistem biokimiawi tersebut perubahan struktur

    morfologi insang juga terjadi. Ikan patin akan mengalami hipoksia (karena

    kesulitan mengambil oksigen dari air) sehingga terjadi penebalan sel epitel insang,

    yang mengakibatkan ikan kurang mampu untuk berenang.

    Logam berat juga akan terakumulasi pada saluran pencernaan dan hati.

    Selain akumulasi, toksisitas logam berat pada saluran pencernaan dan hati sangat

  • 24

    signifikan, karena saluran pencernaan dan hati sebagai penghasil enzim

    pencernaan akan selalu mendapatkan gangguan oleh pengaruh toksik logam yang

    masuk. Toksisitas logam berat pada saluran pencernaan terjadi melalui pakan

    yang terkontaminasi oleh logam berat. Toksisitas saluran pencernaan juga dapat

    terjadi melalui air yang mengandung dosis toksik logam berat. Sedangkan

    pengaruh logam berat pada hati yaitu menimbulkan gangguan sistem enzim di

    dalam hati ikan patin itu sendiri.

    Proses akumulasi logam berat dalam jaringan tubuh ikan patin terjadi setelah

    absorpsi logam berat dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Dimana

    logam berat akan dibawa oleh sistem peredaran darah dan kemudian

    didistribusikan ke dalam jaringan tubuh. Sehingga penyebaran akumulasi logam

    berat pada ikan patin menjadi lebih merata hampir diseluruh organ tubuhnya.

    Apabila kandungan logam berat ini melebihi standar baku mutu kemanan pangan,

    maka prodak ikan patin ini akan berakibat buruk bagi yang mengkonsumsinya.

    2.7. Budidaya Ikan Patin dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata

    Teknologi budidaya ikan patin dalam KJA telah berkembang di perairan

    Waduk Cirata dan telah terbukti meningkatkan jumlah produksi ikan budidaya.

    Perkembangan KJA di perairan waduk tidak terkendali contoh di Waduk Cirata

    mulai tahun 1988-1994 meningkat 140%/tahun (Krismono, 1995), maka banyak

    dijumpai kematian ikan yang dipelihara di KJA misalnya; tahun 1993 di Waduk

    Saguling 1.042 ton, tahun 1994 di Waduk Cirata 1.039 ton, dan tahun 1996 di

    Waduk Jatiluhur ikan yang mati mencapai 1.560 ton dengan jenis ikan nila, mas,

    dan patin (Krismono, 1995). Belajar dari pengalaman yang sudah terjadi

    diperlukan cara pengelolaan perairan waduk untuk budidaya ikan dalam KJA

    yang sesuai dengan daya dukung, sehingga dapat menekan angka kematian pada

    ikan.

    Beberapa keuntungan budidaya ikan patin dalam KJA adalah volume kecil

    dan padat tebar tinggi. Dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknologi yang

    sederhana. Manajemen pengelolaan cukup mudah, karena kondisinya terkontrol.

  • 25

    Kerugian budidaya ikan dalam KJA diantaranya resiko lepasnya ikan patin ke

    waduk dan resiko pencemaran air yang tidak diharapkan.

    Untuk keberhasilan budidaya ikan patin di waduk, kualitas air menjadi

    faktor utama. Kualitas air sangat ditentukan oleh banyaknya variabel-variabel

    biologi, fisika, dan kimia yang mempengaruhi kesesuaian air untuk suatu

    penggunaan tertentu. Karena dalam kondisi ini metabolisme meningkat, sehingga

    nafsu makan juga naik. Apabila kondisi perairan menurun dapat menyebabkan

    kematian pada ikan patin yang dipeliharanya (Purnamawati, 2002). Dalam

    budidaya ikan patin, kualitas air harus disesuaikan dengan kebiasaan ikan yang

    akan dibudidayakan. Menurut (Slembrouck et al, 2005) budidaya ikan patin dalam

    KJA padat tebar 1,25 ekor ikan per m2, DO 5,9-8,1 mg.L-1, suhu 25-310C daya

    konduksi 35-75 S dan pH 6-7.

    Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur

    metabolisme serta penyebaran organisme dan mempengaruhi pada sifat fisik

    kimiawi perairan. Kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta

    menaikan daya toksik yang ada dalam suatu perairan tertentu. Suhu juga

    berpengaruh langsung pada organisme perairan tertentu di dalam proses

    fotosintesis tumbuhan akuatik dan siklus reproduksi (Sverdrup et al. 1961). Lebih

    jauh menurut Wardojo (1975), kenaikan suhu air sebesar 10OC akan menyebabkan

    peningkatan kebutuhan oksigen hewani akuatik dua kali lebih banyak. Menurut

    Gunarso (1985), ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya

    0,03OC. Sedangkan suhu air yang baik untuk budidaya ikan laut yaitu berkisar

    antara 27OC32OC (Mayunar el al.1995).

    Suhu air merupakan parameter terpenting yang memberikan pengaruh

    proses fisiologi terhadap ikan, seperti laju pernapasan, efisiensi makanan,

    pencernaan, pertumbuhan, prilaku, reproduksi, dan laju metabolisme di dalam

    tubuh ikan. Kenaikan temperatur akan meningkatkan laju metabolisme dan

    meningkatkan konsumsi oksigen dan aktivitas gerak ikan (Beveridge 1996;

    Handojo 1994; Zonneveld et al. 1991), aktivitas makan, kebutuhan energi,

    maintenan, aktivitas enzim, difusi molekul-molekul kecil, fungsi membran, dan

    kecepatan sintesis protein (Houlihan et al. 1993). Menurut Tarsim (2000) suhu air

    sangat berkaitan dengan konsentrasi oksigen dalam air dan laju konsumsi oksigen

  • 26

    hewan air. Saputra et al. (2007) mengemukakan bahwa suhu air merupakan salah

    satu parameter kualitas air yang memegang peranan penting di dalam kehidupan

    dan pertumbuhan biota perairan. Suhu berpangaruh langsung pada organisme

    perairan terutama di dalam proses fotosintesis tumbuhan akuatik, proses

    metabolisme, dan siklus reproduksi.

    Tingkat keasaman (pH) adalah suatu ukuran untuk menyatakan besarnya

    konsentrasi ion hydrogen (H+) di dalam air (Tebbut 1992 dalam Effendi 2003).

    Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Nila pH

    suatu perairan sangat ditentukan oleh CO2 dan substansi asam. Phytoplankton dan

    tanaman air lainnya mengambil CO2 selama berlangsungnya proses fotosintesis,

    sehingga pH perairan meningkat di siang hari dan kembali turun pada malam hari

    (Boyd & Licthkoppler 1982; Zonneveld et al. 1991).

    Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan

    karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH

  • 27

    tumbuh maksimal, pH harus tetap ideal dengan fluktuasi yang kecil (Stickney

    1993).

    Moss (1993) mengatakan jika dalam suatu perairan terdapat bahan organik

    yang tinggi, maka hasil dekomposisi bahan organik tersebut diantaranya

    karbondioksida. Di dalam air karbondioksida ini akan membentuk asam karbonat.

    Keadaan ini juga bisa terjadi jika 1% dari karbondioksida bereaksi dengan air,

    sehingga membentuk asam karbonat (Cole 1988). Pada pembentukan asam

    karbonat tersebut akan dihasilkan ion hidrogen yang mengakibatkan pH perairan

    menurun.

    Kesadahan adalah gambaran kation divalen. Kation-kation ini dapat

    bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun dengan anion-anion yang

    terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam.

    Pada perairan tawar, kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium

    dan magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh jumlah

    kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium berikatan dengan anion

    penyusun alkalinitas, yaitu bikarbonat dan karbonat. Kesadahan diklasifikasikan

    berdasarkan dua kelompok, yaitu (1) berdasarkan ion logam (metal) dan (2)

    berdasarkan anion yang berasosiasi dengan logam. Berdasarkan ion logam,

    kesadahan dibedakan menjadi kesadahan kalsium dan kesadahan magnesium

    (Effendi 2003).

    Oksigen terlarut merupakan parameter kimia yang paling kritis di dalam

    budidaya ikan. Oksigen dalam air terutama yang berasal dari udara melalui difusi

    dan hasil sampingan fotosintesis tumbuhan akuatik terutama fitoplankton

    (Mayunar et al. 1995). Menurut Connel & Miller (1995), proses fotosintesis

    menyebabkan peningkatan oksigen terutama siang hari dan mencapai maksimum

    pada sore hari, selanjutnya konsentrasi oksigen terlarut menurun menjelang

    malam hingga pagi hari oleh aktivitas respirasi organisme dan dekomposisi bahan

    organik. Sehingga oksigen terlarut menjadi sangat penting bagi kelangsungan

    hidup biota air. Menurut Boyd (2001) bahwa pemuatan dan pelepasan hemoglobin

    dengan oksigen diatur oleh tegangan oksigen. Karena hemoglobin melepaskan

    oksigen ke dalam jaringan tubuh.

  • 28

    Kelarutan oksigen merupakan salah satu faktor kualitas air yang paling kritis

    dalam budidaya ikan di kolam, sehingga goncangan oksigen sedikit saja langsung

    dapat dirasakan oleh ikan. Kelarutan oksigen di perairan dipengaruhi oleh suhu,

    tekanan parsial gas, dan salinitas (Boyd & Licthkoppler 1982). Selanjutnya

    dinyatakan bahwa sumber oksigen di kolam berasal dari fotosintesis

    phytoplankton dan difusi dari udara, sedangkan penyebab utama berkurangnya

    kelarutan oksigen adalah karena respirasi plankton, respirasi ikan, respirasi

    organisme dasar, dan difusi ke udara.

    Oksigen terlarut merupakan salah satu komponen utama dari daya dukung

    lingkungan yang dihasilkan dari proses fotosintesis fitoplankton dan makrofita.

    Banyaknya oksigen terlarut dalam kolam merupakan salah satu parameter kualitas

    air yang paling peka untuk kehidupan ikan. Menurut Cholik et al. (1986) dan

    Sunarti (1992), bila konsentrasi oksigen terlarut tetap sebesar 3 atau 4 mg/L untuk

    jangka waktu lama maka ikan akan menghentikan aktivitas dan pertumbuhannya

    akan berhenti.

  • 3. METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di dalam dua tahap yaitu kegiatan survai lapangan di

    Waduk Cirata pada bulan Juli-Desember 2008 dan kegiatan di Laboratorium

    Lingkungan Perairan Departemen Akuakultur FPIK-IPB bulan Oktober sampai

    Desember 2008.

    Sampel sedimen, air, dan ikan patin diambil dari Waduk Cirata. Posisi

    pengambilan sampel air dan sedimen yaitu pada bagian inlet, tengah, dan outlet

    (Gambar 2). Sedangkan ikan patin diambil dari KJA milik Pusat Riset Perikanan

    Budidaya yang berada di bagian tengah Waduk Cirata. Kegiatan penelitian

    meliputi dua tahap yaitu: kegiatan dilapangan dan kegiatan laboratorium.

    Kegiatan di lapangan adalah pengukuran logam berat pada ikan patin yang

    dipelihara di KJA pada waktu pemeliharaan 0 bulan (awal penelitian) dan 6 bulan

    (akhir penelitian) dalam satu siklus budidaya serta kualitas airnya yang dimulai

    pada bulan Juli 2008. Kegiatan laboratorium berupa analisis logam berat pada

    sedimen, air, dan ikan patin di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perikanan,

    Departemen Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB dan

    Balai Besar Pengembangan Budidaya air Tawar, Sukabumi. Lamanya

    pemeliharaan ikan patin di akuarium selama 3 bulan yang dilaksanakan mulai

    pada bulan Oktober-Desember 2008.

    3.2. Metode Pelaksanaan Penelitian Pengambilan data lapang, terlebih dahulu dilakukan penetapan stasiun

    pengukuran dan dilanjutkan dengan pengambilan sampel air, sedimen, ikan patin.

    Titik stasiun pengambilan kualitas air ada tiga yang dianggap mewakili yaitu:

    stasiun 1 (S-1) dibagian inlet (muara sungai citarum) dengan posisi geografis

    06.45,57 LS - 107.16,40 BT, stasiun 2 (S-2) pada bagian tengah Waduk Cirata

    (konsentrasi kegiatan KJA) dengan posisi geografis 06.43,58 LS-107.16,.49

    BT, dan stasiun 2 (S-3) bagian outlet (daerah bebas/bendungan) pada posisi

    geografis 06.42,50 LS - 107.19,50 BT, semuanya masih dalam wilayah

    perairan Waduk Cirata (Gambar 2)

  • 30

    Gambar 2. Sebaran titik pengambilan sampel sedimen, air, dan ikan patin di

    Waduk Cirata

    3.3. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah YSI tipe 556, GPSmap sounder tipe 298,

    secchi disc, turbidity meter dengan ketelitian 0,001, ekman grab, plankton net

    dengan mesh size 50 mikron, botol sampel, freezer, pH meter, spectrofotometer,

    kertas label, dan AAS (Automic Absorbsion Spectrophotometer), dan peralatan

    lain yang digunakan untuk analisis kualitas air. Bahan kimia yang digunakan

    untuk preparasi air adalah H2SO4 pekat, HNO3 pekat, HgCl, dan bahan kimia

    untuk mengawetkan plankton adalah lugol, untuk analisis logam berat sampel

    ikan diawetkan dengan menggunkan es. Pemeliharaan ikan patin di KJA milik

    Pusat Riset Perikanan Budidaya selama 6 bulan mulai dari bulan Juli-Desember

    2008. Berat ikan pada awal penebaran rata-rata 300 g dan selama pemeliharaan

    tidak di beri makan. Untuk kegiatan laboratorium alat yang digunakan adalah

    akuarium ukuran 60 x 30 x 40 cm sebanyak 6 buah untuk pemeliharaan ikan patin

    dan 1 buah untuk akuarium stok ikan patin.

    Stasiun 1 (inlet)

    Stasiun 2 (tengah)

    Stasiun 3 (outlet)

    06.43,58 LS 107.16,.49 BT

    06.45,57 LS 107.16,40 BT

    06.42,50 LS 107.19,50 BT

  • 31

    3.4. Prosedur Kerja

    3.4.1.Kegiatan lapangan (survai)

    Kegiatan lapang dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada bulan Juli 2008

    (awal penelitian) dan Desember 2008 (akhir penelitian). Kegiatan lapangan terdiri

    dari dua kegiatan yaitu: 1) pengukuran kualitas air Waduk Cirata secara langsung

    (insitu). Parameter dan alat yang digunakan dalam pengukuran kualitas air secara

    langsung disajikan pada Tabel 7. 2) pengambilan sampel untuk dianalisis di

    laboratorium meliputi contoh air, sedimen, dan ikan patin. Sebelum pengukuran

    dilaksanakan semua alat dikalibrasi sesuai dengan petunjuk dari manual peralatan

    masing-masing.

    Tabel 7. Parameter air yang diukur dan alat yang digunakan

    Parameter Satuan Alat Tempat Analisis

    Kualitas Air Fisika 1. Suhu air 2. Kekeruhan 3. Kecerahan 4. TDS 5. Kedalaman Kimia Air 1. DO 2. pH

    o C NTU Cm

    - Meter

    mg/L -

    YSI 556 Turbidity meter

    Sechi disk Visual

    GPSmap 298

    YSI 556 YSI 556

    Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan

    Lapangan Lapangan

    Untuk analisis parameter kualitas air, pengambilan contoh air merujuk

    pada SNI 03-7016-2004. Setiap stasiun, contoh air diambil pada kedalaman 1 m

    sebanyak 500 ml. Contoh air disimpan pada botol plastik putih dan dipreservasi

    supaya tidak mengalami perubahan komposisi. Pengambilan contoh air untuk

    analisis logam berat Cd merujuk pada metode AOAC 973.34 16th edisi 1999,

    logam berat Pb merujuk pada metode AOAC 973.23 16th edisi 1999, dan Hg

    merujuk pada metode AOAC 973.15 16th edisi 1999. Untuk logam berat Fe,

    pengambilan sampel merujuk pada SNI-06-6989.8-2004. Tiap-tiap contoh air

    setiap parameter diambil sebanyak 500 ml dan disimpan dalam botol sampel yang

    dibungkus dengan kertas gelap supaya tidak tembus cahaya. Selama

  • 32

    pengangkutan, sampel yang sudah dibungkus disimpan dalam cool box sampai di

    analisis.

    Pengambilan contoh sedimen untuk analisis logam berat Cd merujuk pada

    metode AOAC 973.34 16th edisi 1999, logam berat Pb merujuk pada metode

    AOAC 973.23 16th edisi 1999, dan Hg merujuk pada metode AOAC 973.15 16th

    edisi 1999. Untuk logam berat Fe, pengambilan sampel merujuk pada SNI-06-

    6989.8-2004. Sedimen yang diambil dari dasar perairan pada tiap-tiap stasiun

    dimasukkan dalam plastik hitam kemudian dimasukan dalam cool box.

    Contoh ikan patin yang dianalisis di bawa dalam keadaan hidup sampai di

    laboratorium. Kemudian ikan dibelah untuk mengambil tiap-tiap organ untuk

    dianalisis yaitu insang, hati, dan daging sebanyak masing-masing 100 g. Metode

    analisis selanjutnya untuk logam berat Cd merujuk pada metode AOAC 973.34

    16th edisi 1999, logam berat Pb merujuk pada metode AOAC 973.23 16th edisi

    1999, dan Hg merujuk pada metode AOAC 973.15 16th edisi 1999. Untuk logam

    berat Fe, pengambilan sampel merujuk pada SNI-06-6989.8-2004.

    Untuk analisis plankton, contoh air yang sudah disaring dengan plankton

    net sebanyak 100 L, kemudian dimasukkan dalam botol dan dititrasi dengan lugol.

    Parameter-parameter yang diukur di laboratorium disajikan pada Tabel 8.

    Tabel 8. Parameter-parameter kualitas air, sedimen, dan ikan yang diukur di

    laboratorium

    Parameter Satuan Metode Analisis Tempat Analisis

    1. Karbondioksida (CO2)

    2. Total fosfat

    3. Orto fosfat (PO43--P)

    4. Nitrit (NO2-N)

    5. Nitrat (NO3-N)

    6. Amonia (NH3-N)

    mg/L

    mg/L

    mg/L

    mg/L

    mg/L

    mg/L

    Titrimetrik dengan sodium karbonat

    (Na2CO3)

    Titrasi