Top Banner
LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 1 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA LAKIP 2018 Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN JAKARTA 2019
165

BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

Dec 24, 2019

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 1

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

REPUBLIK INDONESIA

LAKIP 2018

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan

DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN JAKARTA 2019

Page 2: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 2

KATA PENGANTAR

Sesuai dengan amanat UU No.17 Tahun 2013 bahwa pada akhir tahun

anggaran setiap unit organisasi setingkat Eselon I wajib menyusun

laporan kinerja sebagai bentuk pertanggungjawaban formal atas semua

kegiatan yang dilakukan guna mengetahui tingkat keberhasilan

pencapaian sasaran dikaitkan dengan visi, misi, dan tujuan yang telah

ditetapkan.

Penyusunan Laporan Kinerja ini didasarkan melalui analisis terhadap

pencapaian kinerja yang dilakukan dikaitkan dengan perencanaan

strategis yang tertuang dalam Renstra, Indikator Kinerja Utama dan

Penetapan Kinerja Tahun 2016. Hasil kinerja ini diharapkan dapat menjadi

pendorong untuk meningkatkan peran kelembagaan dan peningkatan

efektivitas, efisiensi dan produktivitas kinerja seluruh jajaran pejabat dan

pelaksana di lingkungan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan

Kesehatan pada tahun-tahun selanjutnya, sehingga dapat mendukung

kinerja Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan

Kebudayaan secara keseluruhan dalam mewujudkan Good Governance

dan Clean Government.

PLT. DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN, Tb. A. Choesni

Page 3: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 3

DAFTAR ISI

PENGANTAR…………………………………………………………………………….. 1

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. 2

RINGKASAN EKSEKUTIF……………………………………………………………… 3

I PENDAHULUAN…………………………………………………………………. 5

A. Latar Belakang …………………………………………………………… 5

B. Tugas dan Fungsi………………………………………………………… 6

C. Landasan Kerja……………………………………………………………. 7

D. Isu Strategis …………………….…………………………………………. 8

E. Sistimatika Penyajian……………………………………………………. 9

II PERENCANAAN KINERJA……………………………….…………………….. 11

A. Visi dan Misi ……………………………………….....…………………… 11

B. Tujuan dan Sasaran………….…………………………………………… 17

C. Strategi………………………………………..……………………………. 18

D. Arah dan Kebijakan……………………………………………………….. 22

E. Program dan Kegiatan Pokok……………………………………………. 23

F. Penetapan Kinerja ……………………………………………………….. 27

III AKUNTABILITAS KINERJA DAN KEUANGAN………………………………. 31

A. Capaian Kinerja Organisasi………………………………………………. 31

B. Realisasi Anggaran………………………………………………………... 60

IV. P E N U T U P ……………………………………………………………………. 61

A. Kesimpulan…………………………………………………………………. 61

B. S a r a n…………………………………………………..………………… 61

Page 4: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 4

RINGKASAN EKSEKUTIF

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2017 Deputi

Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan ini adalah bentuk pertanggungjawaban atas

kinerja dan penggunaan anggaran Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan di

Tahun 2017. Target kinerja Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Tahun 2017

adalah tersusunnya dokumen rekomendasi kebijakan tentang Peningkatan Kesehatan.

Dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik (good governace) dan meningkatkan

kinerja penyelenggaraan pemerintahan, maka pemerintah saat ini melalui program

“revolusi mental” dan “nawacita” kelima yang berbunyi “Meningkatkan kualitas hidup

manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan

program Indonesia pintar, Indonesia kerja dan sejahtera”. Secara konsepsional di bidang

kesehatan, reformasi birokrasi dimaknai sebagai proses perubahan dan pembaharuan

yang dilakukan secara bertahap, kongkrit, sungguh-sungguh, membangun modernisasi

berbagai kebijakan dan praktek upaya standarisasi taraf hidup sehat merupakan tugas

yang diemban oleh pemerintah pusat maupun daerah agar menyesuaikan tugas dan

fungsinya dengan paradigma dan peran baru.

Dalam LAKIP ini dilaporkan bahwa Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan

Kesehatan berhasil mencapai target yang telah ditetapkan dan juga melaksanakan tugas

tambahan. Namun demikian, dalam penyerapan anggaran masih belum mencapai 100%

yaitu sebesar 52.96 %. Hal ini disebabkan beberapa kendala, salah satunya adalah belum

terpenuhinya jabatan dan beberapa kali mengalami pemotongan anggaran serta tidak

lancarnya sirkulasi dana yang berakibat pada penyerapan dan realisasi anggaran.

Page 5: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 5

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 yang dijabarkan dalam keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara nomor: 239/IX/6/8/2003 tentang Penyusunan Laporan Akuntabilitas, Kedeputian Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan menyusun Rencana Strategis Kedeputian tahun 2015-2019 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015-2019 yang ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Kinerja Tahunan, Penetapan Kinerja setiap tahun dan Penyusunan LAKIP Eselon I dan Eselon II. LAKIP pada dasarnya adalah uraian capaian atas sasaran-sasaran yang telah ditetapkan oleh masing-masing unit kerja dalam hal ini adalah unit eselon II sebagaimana yang tertuang dalam Penetapan Kinerja tahun 2018. Disamping itu, harapan dari masyarakat atas terwujudnya tata pemerintahan yang akuntabel dan transparan serta bebas dari KKN, juga merupakan motivasi bagi penyelenggara negara dalam menerapkan prinsip-prinsip Good Governance yang salah satunya adalah melalui penyusunan Laporan Akuntabilitas. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2015, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2015, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan mempunyai tugas Menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan kementerian/lembaga yang terkait dengan isu di bidang peningkatan kesehatan. Implementasi akuntabilitas kinerja Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan dimulai dari penyusunan Rencana Strategis Kedeputian Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan tahun 2015-2019 ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Kinerja Tahunan dan Penetapan Kinerja setiap tahun. Untuk mengukur sejauh mana kinerja yang telah dilaksanakan pada tahun 2018 maka disusunlah Laporan Akuntabilitas Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Tahun 2018.

B. Tugas dan Fungsi 1. Tugas

Sesuai Bab VI pasal 171 Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dalam PERMENKO Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang peningkatan kesehatan.

2. Fungsi

Atas dasar peraturan di atas, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

Page 6: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 6

a. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan kementerian/lembaga yang terkait dengan isu di bidang di bidang peningkatan kesehatan;

b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan kementerian/lembaga yang terkait dengan isu di bidang di bidang peningkatan kesehatan;

c. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang pelayanan kesehatan;

d. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang alat kesehatan; e. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang ketahanan gizi dan

kesehatan lingkungan; f. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang pencegahan dan

penanggulangan penyakit; g. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang kependudukan dan

keluarga berencana; h. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang peningkatan

kesehatan; dan i. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator.

C. Landasan Kerja Dalam penyusunan Renstra Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan mengacu kepada : 1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1: setiap orang berhak hidup

sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Perubahan Kedua UUD RI 1945);

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN);

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara

5. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (LN RI Tahun 2009 Nomor 84, TLN Nomor 5015);

6. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; 7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; 9. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 11. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan

Hewan; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, tentang Pengamanan Bahan

yang mengandung zat adiktif; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang pelaksanaan wajib lapor

pecandu narkotika; 14. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012, tentang ASI Eksklusif;

Page 7: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 7

15. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002, tentang Ketahanan Pangan; 16. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004, tentang Keamanan, Mutu dan Gizi

Pangan; 17. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014, tentang Kesehatan Reprodusi; 18. Peraturan Pemerintah Nomor 185 Tahun 2014, tentang Percepatan Penyediaan

Air Minum dan Sanitasi; 19. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN); 20. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional

(SKN); 21. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional

Percepatan Perbaikan Gizi; 22. Perpres No. 9 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang

Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; 23. Perpres No. 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2015-2019; 24. Surat Keputusan Menko Kesra Nomor 23 Tahun 2011 tentang Tim Koordinasi

Jejaring Keamanan Pangan Nasional; 25. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan

Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang.

26. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Naskah Dinas Kementerian

D. Isu Strategis

Pelaksanaan kegiatan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan mengacu pada Tabel Isu Strategis Tahun 2017 pada RPJM 2015 – 2019, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan

DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN TAHUN Kegiatan dengan Isu Strategis 2018

III/1. Asisten Deputi Asdep Ketahanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak dan Kesehatan Lingkungan

AKSELERASI PEMENUHAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK, REMAJA, DAN LANJUTUSIA YANG BERKUALITAS.

101. Peningkatan akses dan mutu continuum of care pelayanan ibu dan anak yang meliputi kunjungan ibu hamil, dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih di fasilitas kesehatan serta penurunan kasus kematian ibu di rumah sakit.

102. Peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja. √ 103. Penguatan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS). √ 104. Penguatan pelayanan kesehatan kerja dan olahraga. √ 105. Peningkatan pelayanan kesehatan penduduk usia produktif dan lanjut usia. √ 106. Peningkatan cakupan imunisasi tepat waktu pada bayi dan balita. √ 107. Peningkatan peran upaya kesehatan berbasis masyarakat termasuk posyandu dan pelayanan terintegrasi lainnya

dalam pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja dan lansia. √

Peningkatan kesehatan lingkungan dan akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan perilaku hygiene (114) √ III/2. Asisten Deputi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit PENYAKIT MENULAR 108. Peningkatan surveilans epidemiologi factor resiko dan penyakit. 109. Peningkatan upaya preventif dan promotive termasuk pencegahan kasus penyakit baru dalam pengendalian penyakit

menular terutama TB, HIV dan Malaria dan penyakit tidak menular.

Page 8: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 8

110. Pencegahan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah. √ 111. Peningkatan mutu lingkungan. 112. Penatalaksanaan kasus dan pemutusan rantai penularan. 113. Peningkatan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. 114. Peningkatan kesehatan lingkungan dan akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan perilaku hygiene. Asdep 1 115. Pemberdayaan dan peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan penyehatan

lingkungan. √

PENYAKIT TIDAK MENULAR 116. Pelayanan kesehatan jiwa. √ 117. Peningkatan pengendalian dan promosi penurunan factor resiko biologi (khususnya darah tinggi, diabetes, obesitas),

perilaku (khususnya konsumsi buah dan sayur, aktifitas fisik, merokok, alkohol) dan lingkungan. √

III/3. Asisten Deputi Pelayanan Kesehatan 118. Memantapkan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan. √ 119. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas. √ 120. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas. √ 121. Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan tenaga kesehatan dan upaya pengendalian serta pengawasan tenaga

kesehatan. √

122. Meningkatkan ketersediaan, penyebaran dan mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan. √ 123. Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan. √ 124. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. 125. Rumah Sehat. 126. Pelayanan Kesehatan di daerah 3T. √

III/4. Asisten Deputi Kependudukan dan Keluarga Berencana PENINGKATAN EFEKTIFITAS ADVOKASI DAN KIE TENTANG KB DAN KESEHATAN REPRODUKSI.

127. Advokasi program kependudukan, KB dan pembangunan keluarga kepada para pembuat kebijakan, serta promosi dan pergerakan kepada masyarakat dalam penggunaan alat dan obat kontrasepsi KB, baik dengan keutamaan menggunakan metode kontrasespsi jangka panjang, maupun metode kontrasepsi jangka pendek dengan tetap menjaga keberlangsungan pemakaian kontrasespsi

PENINGKATAN AKSES DAN KUALITAS PELAYANAN KB YANG MERATA. 128. Penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang merata dan

berkualitas, baik sektor maupun antara pusat dan daerah, utamanya dalam sistem SJSN Kesehatan, dengan menata fasilitas kesehatan KB.

129. Peningkatan jumlah dan penguatan kapasitas tenaga lapangan KB dan tenaga kesehatan pelayanan KB, serta penguatan lembaga di tingkat masyarakat untuk mendukung pergerakan dan penyuluhan KB.

PENINGKATAN PEMAHAMAN REMAJA MENGENAI PENYIAPAN KEHIDUPAN BERKELUARGA DAN KESEHATAN REPRODUKSI.

130. Peningkatan pelayanan KB dengan penggunaan metode kontrasespsi jangka panjang untuk mengurangi resiko drop out, dan peningkatan penggunaan metode jangka pendek dengan memberikan informasi secara kontinyu untuk keberlangsungan ber KB serta pemberian pelayanan KB lanjutan dengan mempertimbangkan prinsiprasional, efektif dan efisien. Disamping itu juga dilakukan peningkatan pelayanan pengayoman dan penanganan KB pasca persalinan, pasca keguguran dan penanganan komplikasi dan efek samping.

131. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman kesehatan reproduksi bagi remaja melalui pendidikan dan sosialisasi menyenai pentingnya Wajib Belajar 12 tahun dalam rangka pendewasaan usia perkawinan dan peningkatan intensitas layanan KB bagi pasangan usia muda guna mencegah kelahiran di usia remaja.

PENGUATAN PERAN DAN FUNGSI KELUARGA DALAM PENGASUHAN ANAK DAN PERAWATAN LANSIA.

132. Pembinaan ketahanan dan pemberdayaan keluarga melalui kelompok kegiatan bina keluarga dalam rangka melestarikan kepesertaaa ber KB dan memberikan pengaruh kepada keluarga calon akseptor untuk ber KB. Selain itu juga dilakukan penguatan fungsi keluarga dalam membentuk keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

PENGUATAN KELEMBAGAAN KELUARGA BERENCANA. 133. Penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi yang memadai

disetiap fasilitas kesehatan KB dan kesehatan reproduksi serta jejaring pelayanan, yang didukung oleh pendayagunaan fasilitas pelayanan untuk pelayanan KB (persebaran fasilitas kesehatan pelayanan KB, baik pelayanan KB statis maupun mobile/bergerak).

134. Penguatan landasan hukum, kelembagaan serta data dan informasi kependudukan dan KB. √ PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN.

Page 9: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 9

135. Pengendalian mobilitas penduduk dalam rangka mengatasi permasalahan terkait dengan migrasi. 136. Masalah urbanisasi antarprovinsi yang tidak dapat diatasi dengan baik. 137. Penataan data administrasi kependudukan perlu dibangun secara terpadu terkait nomor induk

kependudukan (NIK) yang akurat. √

E. Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan tahun 2017 sebagian besar berdasarkan kepada kegiatan rencana kerja dan anggaran (RKAKL) tahun 2017 sedangkan penetapan kinerja baru ditetapkan pada bulan Maret 2017 sesuai dengan Dinamika KSP tahun 2017. Adapun sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut: 1. Bab I: Pendahuluan, menjelaskan secara ringkas latar belakang program dan

peran strategis serta kelengkapan organisasi Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan.

2. Bab II: Perencanaan Kinerja, menjelaskan mengenai Pencapaian Kinerja Asisten pada Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan.

3. Bab III: Akuntabilitas Kinerja, menjelaskan mengenai analisis pencapaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan.

4. Bab IV: Penutup, menjelaskan kesimpulan menyeluruh dari laporan Akuntabilitas Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan.

Page 10: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 10

BAB II PERENCANAAN KINERJA

A. Visi Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Kompleksitas dinamika lingkungan yang akan dihadapi Kemenko PMK menjalankan Peran dan tugas serta fungsinya tergambar jelas dalam kondisi umum. Pencapaian tujuan Nasional melalui Pembangunan Nasional dapat ditangani secara baik, apabila seluruh jajaran institusi pemerintah terkait dapat dikoordinasikan oleh satu institusi dalam jajaran pemerintahan atau kabinet secara efektif. Sesebelum tahun 2015 koordinasi di bidang pembangunan mutu manusia dan lingkungannya dalam jajaran kabinet dilakukan oleh Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kesejahteraan Rakyat. Namun, saat ini telah berganti nama dengan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Kemenko PMK mempunyai tugas membantu Presiden dalam mengkoordinasikan, menyinkronkan, mengendalikan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Setiap K/L yang mempunyai Peran dan Tusi terkait dengan isu PMK akan dikoordinasikan oleh Kemenko PMK. Kondisi tersebut sebagai konsekuensi logis PMK yang memiliki irisan atau overlapping dalam pencapaian tujuan serta sasaran yang dilaksanakan oleh K/L. Kemenko PMK sebagai organisasi Pemerintah seharusnya memiliki kemampuan merespon secara cerdas kondisi dinamis lingkungan yang secara alamiah tumbuh, berkembang, dan pengaruh-mempengaruhi. Terdapat fakta bahwa dinamika atau perubahan politik dunia di era globalisasi telah menghadirkan kompetisi antar bangsa. Kondisi tersebut cenderung mengarah pada perebutan pengaruh yang cukup ketat, baik pada level regional maupun global. Perkembangan tersebut antara lain menyebabkan terjadinya perubahan pada situasi ketertiban nasional maupun dunia dengan munculnya isu-isu diseminasi (penyebaran) nilai-nilai universal, percepatan Teknologi informasi, dan kedaulatan pangan maupun energi. Globalisasi telah menciptakan arena baru berupa kompetisi antar masyarakat atau warga dunia dalam bentuk kompetisi SDM maupun sumberdaya alam. Kondisi tersebut memberikan konsekuensi logis perlunya suatu bangsa meningkatkan kualifikasi dan mutunya secara terus-menerus. Selain itu kompetisi juga mempermudah perubahan nilai-nilai asli (genuine) suatu bangsa sebagai percepatan dan kemudahan pertukaran nilai-nilai antar bangsa. Perubahan nilai dan kebudayaan yang tidak diantisipasi akan berdampak negatif terhadap upaya dan usaha suatu bangsa dalam mencapai tujuan nasionalnya. Kondisi lingkungan internal dan eksternal tersebut memberikan gambaran jelas apa yang seharusnya diwujudkan oleh Kemenko PMK. Sebagai organisasi pengoordinir, penyinkron sekaligus pengendali pelaksanaan kebijakan bidang PMK, maka Kemenko PMK dituntut untuk memiliki kemampuan, kompetensi, dan kesanggupan baik secara kelembagaan, SDM dan fungsi manajemen lainnya dalam mengharmonisasi kebijakan K/L yang terkait dengan isu bidang PMK. Kemenko PMK dalam menjalankan rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015-2019 memperhatikan pencapaian kinerja periode Kemenko sebelumnya pada 2010–2014. Pembangunan nasional di bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan diarahkan agar mampu mengakomodasi tantangan-tantangan baru seperti: pembinaan generasi muda, pemberdayaan keluarga, dan pemberdayaan perempuan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya

Page 11: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 11

manusia di Indonesia dan membangun karakter serta jati diri bangsa melalui pelestarian kebudayaan Indonesia. Dengan mempertimbangkan berbagai hal tersebut, maka Visi Kemenko PMK 2015-2019 disepakati sebagai berikut: “Menjadi Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk Mewujudkan Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian berdasarkan Gotong Royong” Kemenko PMK memiliki tugas pokok membantu Presiden dalam mengoordinasikan dan menyinkronkan perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan. Kata “Koordinator” adalah pihak atau pelaku yang menyelenggarakan proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (kementerian/lembaga atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Hal ini bermakna Kemenko PMK sebagai koordinator (pihak yang melakukan koordinasi) bidang pembangunan manusia dan kebudayaan memiliki kemampuan, kompetensi, dan kesanggupan dalam menyelaraskan dan mengharmonisasikan peran dan Tusi K/L sehingga terwujud PMK yang berkualitas. Dengan demikian Kemenko PMK memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menggerakkan Kementerian/Lembaga melaksanakan kebijakan pembangunan manusia dan kebudayaan baik yang dihasilkan oleh Kemenko PMK maupun dalam rangka pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan isu Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. “Pembangunan Manusia dan Kebudayaan” adalah bagaimana menyelenggarkan kesehatan dalam makna luas yang berkualitas secara merata kepada seluruh rakyat Indonesia, mewujudkan rakyat yang sehat jasmani dan rohani, sehingga mampu dan sanggup bersaing di kancah internasional. Pembangunan kebudayaan adalah menegaskan dan menjaga identitas serta jati diri bangsa, teguh dan harmoni dalam keragaman, serta memperkuat kesadaran berbangsa dan memperdalam kecintaan serta nasionalisme bangsa, sehingga menjadi kekuatan di tengah era globalisasi. Pembangunan manusia dan kebudayaan yang tercapai akan berkontribusi pada terwujudnya “Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian berdasarkan Gotong royong”. Indonesia berdaulat adalah Indonesia yang berdaulat dibidang politik semakin memantapkan pembangunan dibidang politik untuk mewujudkan Demokrasi Politik. Berdikari dibidang ekonomi merupakan sikap bangsa untuk menentukan nasib sendiri untuk membangun Demokrasi Ekonomi. Berkepribadian di bidang kebudayaan merupakan bagian dari pembangunan karakter dan pembangunan bangsa (Nationand Character building), yang pada akhirnya bersinergi dengan bidang politik dan ekonomi untuk mewujudkan Demokrasi Sosial secara kongkrit melalui pemantapan nilai-nilai Gotong-Royong dalam masyarakat. Dengan visi tersebut, eksistensi Kemenko PMK sebagai penggerak Bidang Peningkatan Kesehatan pada pembangunan manusia dan kebudayaan menjadi semakin penting dan bernilai manfaat yang tinggi, karena dapat diakui, dipercaya, dan dihormati oleh semua pihak. Mengacu visi Kemenko PMK, maka visi Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan adalah : “Menjadi Koordinator Bidang Peningkatan Kesehatan dalam rangka Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk Mewujudkan Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian berdasarkan Gotong Royong”

Misi Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

Page 12: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 12

Perumusan misi Deputi Koordinator Bidang Peningkatan Kesehatan dilakukan dengan memperhatikan masukan para pihak yang berkepentingan (stakeholders), dan memberikan peluang untuk disesuaikan dengan tuntutan perkembangan lingkungan strategis. Rumusan misi Deputi Koordinator Bidang Peningkatan bertujuan untuk mampu: a) mencakup semua maksud yang terkandung di dalam pernyataan visi, b) memberikan petunjuk terhadap tujuan yang akan dicapai, c) memberikan petunjuk kelompok sasaran mana yang akan dilayani oleh instansi

pemerintah, dan d) memperhitungkan berbagai masukan dari stakeholders.

Pada hakekatnya Misi Deputi Koordinator Bidang Peningkatan menjawab “Untuk apa kehadiran atau eksistensi Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan” di tengah eksistensi K/L lainnya. Pernyataan misi Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan yang dikaitkan dengan visi Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan dijabarkan sebagai berikut:

1) Mengoordinasikan dan mensinkronisasikan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan bidang peningkatan kesehatan dalam rangka pembangunan manusia dan kebudayaan;

2) Mengendalikan pelaksanaan kebijakan bidang peningkatan kesehatan dalam rangka pembangunan manusia dan kebudayaan;

3) Mendorong perwujudan pembangunan kesehatan untuk mencapai manusia dan kebudayaan Indonesia yang berkualitas;

Penjelasan Misi Deputi Bidang Koordinator Peningkatan tahun 2015-2019: 1. Mengoordinasikan dan menyinkronkan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan

kebijakan bidang peningkatan kesehatan dalam rangka pembangunan manusia dan kebudayaan. Misi pertama mengandung arti Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan adalah Unit Eselon I yang membidangi koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan bidang peningkatan kesehatan dalam rangka Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan adalah upaya menyusun berbagai keputusan yang bersifat pokok, yang dipandang paling penting dan yang akan dilaksanakan menurut urutannya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan Kemenko PMK adalah kekuasaan yang mengalokasikan nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan yang ditindaklanjuti oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan. Hal tersebut mengandung makna terkait kewenangan pemerintah meliputi kehidupan masyarakat. Tidak ada suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali pemerintah, maka kebijakan adalah sarana untuk mencapai tujuan pembangunan. Pembangunan adalah suatu proses atau cara membangun (mendirikan, membina, memperbaiki) yang berorientasi kepada manusia sebagai makhluk yang berakal budi (mampu mengatur makhluk lain), dan pengembangan lingkungan serta

Page 13: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 13

Kebudayaan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti: kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Dengan demikian, keberadaan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan memiliki kewenangan dalam hal menyelaraskan dan mengharmoniskan kebijakan terkait isu bidang peningkatan kesehatan sehingga dapat menjadi suatu respon komprehensif dan terpadu dalam meningkatkan mutu manusia dan kebudayaan Indonesia.

2) Mengendalikan pelaksanaan kebijakan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Misi kedua mengandung arti bahwa pengendalian dilakukan dengan tujuan agar apa yang telah dirumuskan, ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga dapat mencapai tujuan dan target. Pengendalian merupakan salah satu tugas dan fungsi Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK sebagai penggerak utama pembangunan manusia dan kebudayaan. Pengendalian dilakukan dengan disertai instrumen pengendalian yang memiliki substansi sarana mempertahankan atau menjamin agar pelaksanaan kebijakan berjalan pada tahapan yang benar, lalu pencapaian sasaran yang efektif dan efisien.

3) Mendorong perwujudan manusia dan kebudayaan Indonesia yang berkualitas. Misi ketiga mengandung arti Kemenko PMK yang dilaksanakan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan sebagai penggerak pembangunan manusia dan kebudayaan bidang peningkatan kesehatan harus mampu mendorong perwujudan kualitas manusia dan kebudayaan Indonesia yang tinggi dan bermartabat. Kualitas manusia dan kebudayaan menunjukkan adanya upaya maksimal dalam rangka mewujudkan kualitas fisik dan non fisik manusia dan kebudayaan sebagai nilai-nilai instrumental yang akan berkontribusi signifikan dalam pencapaian tujuan nasional jangka menengah. Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia yang ditempuh melalui jalan TRISAKTI adalah upaya untuk mewujudkan warga negara yang memiliki jiwa kebangsaan dalam kehidupan demokrasi Indonesia, warga negara yang berdikari dalam perekonomian yang berkeadilan, dan mewujudkan bangsa yang bergotong royong dan ber-Bhineka Tunggal Ika. Kualifikasi manusia dan kebudayaan berkonsekuensi pada penyiapan manusia dan kebudayaan dalam bentuk perumusan strategi yang mampu menghasilkan manusia berkemampuan adaptasi sekaligus kesanggupan berkompetisi di lingkungan global yang semakin kompetitif.

B. Tujuan dan Sasaran Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan: 1. Tujuan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan diartikan sebagai suatu

kondisi yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu lima tahun, yang menjadi arah dan dimensi koordinator, dan arah serta dimensi pembangunan manusia dan kebudayaan. Tujuan tersebut mengacu kepada pernyataan visi yang ingin diwujudkan dan misi yang akan dilaksanakan. Tujuan Kemenko PMK secara substanstif ditetapkan agar mampu memberikan arah pada perumusan sasaran, kebijakan, program dan kegiatan dalam rangka merealisasikan misi. Tujuan pertama terkait dengan Peran dan Tusi Deputi Bidang Koordinator Peningkatan dalam memfasilitasi keharmonisan, keselarasan dalam perumusan,

Page 14: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 14

penetapan, dan pelaksanaan peningkatan kesehatan dalam rangka PMK. Meningkatnya mutu koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian bermakna upaya-upaya dalam bentuk kebijakan dapat meningkatkan keserasian gerak langkah keseluruhan kementerian yang memiliki irisan kesamaan bidang peningkatan kesehatan dalam rangka PMK. Dinamisasi dan harmonisasi tersebut dapat mendorong perwujudan manusia dan kebudayaan yang bermutu.

2. Tujuan kedua bermakna upaya peningkatan kesehatan dalam rangka pembangunan manusia dan kebudayaan Indonesia adalah upaya untuk mewujudkan warga negara yang sehat, memiliki jiwa kebangsaan dalam kehidupan demokrasi Indonesia, Warga Negara yang sehat akan mampu mewujudkan visi dan misi Negara, yaitu: berdikari dalam perekonomian yang berkeadilan, dan mewujudkkan bangsa yang bergotong royong dan ber-Bhineka Tunggal Ika. Upaya pembangunan tersebut akan terwujud pada semakin berkembang dan meningkatnya kualitas hidup sekaligus keberdayaan manusia Indonesia serta semakin melembaga dan berkembangnya nilai-nilai kegotongroyongan. Kualitas hidup dan keberdayaan yang dilandasi nilai-nilai kegotongroyongan akan memberikan kekuatan dan kemampuan beradaptasi dalam menghadapi lingkungan yang semakin kompetitif.

3. Tujuan ketiga tercapainya birokrasi yang handal, terpercaya, dan akuntabel menjadi prasyarat dan syarat bagi kesanggupan Deputi Bidang Koordinator Peningkatan dalam rangka berkompetensi dalam menjalankan peran tusinya. Birokrasi yang handal, terpercaya dan akuntabel mengindikasikan upaya lembaga untuk melakukan perubahan mendasar dari aspek-aspek mentalitas SDM Deputi Bidang Koordinator Peningkatan untuk menjadi pelayan yang amanah dalam proses pelayanan publik sekaligus menjadi SDM profesional dalam menjalankan tugas profesi sebagai aparatur negara. Membaiknya mentalitas SDM aparatur yang makin profesional dan organisasi serta manajemen yang efektif akan meningkatkan mutu organisasi. Pada akhirnya akan berdampak pada kemampuan menjalankan Peran dan Tusi yang telah diamanatkan.

C. Rencana Strategis Kemenko PMK 2015 – 2019.

Berdasarkan harapan dan aspirasi yang berkembang selama periode 5 tahun sebelumnya, setidaknya terdapat 38 isu strategis yang perlu terus diperkuat dan dikembangkan dalam melaksanakan pembangunan 5 tahun ke depan (2015-2019), yaitu: a. Peningkatan mutu peran koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian pada upaya-

upaya pembangunan kesejahteraan masyarakat baik pada segi-segi sumberdaya manusia maupun lingkungan dan kebudayaannya;

b. Peningkatan mutu manusia, lingkungan dan kebudayaan yang akan menjadi sasaran pembangunan sekaligus subyek para pelaku penghela pembangunan;

c. Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam mendukung peran koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian pada upaya-upaya pembangunan kesejahteraan masyarakat.

Ketiga isu tersebut mencerminkan peran-peran yang akan diperlukan Kemenko PMK pada 5 tahun ke depan. Peran-peran tersebut memiliki implikasi, bagaimana

Page 15: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 15

memperkuat efektivitas pencapaian tujuan pembangunan nasional khususnya pada bidang-bidang yang telah diamanatkan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 (RPJMN) menjadi acuan bagi penyelenggara pemeritahan untuk lebih meningkatkan peran sertanya dalam pencapaian kinerja pembangunan di Indonesia. Kemenko PMK memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pencapaian target sejumlah indikator kinerja yang tertuang di RPJMN 2015-2019. Kemenko PMK merupakan kementerian yang mendapat mandat mengkoordinasikan tentang pencapaian kualitas pembangunan manusia Indonesia, antara lain pengentasan kemiskinan (poverty eradication), ketahanan pangan (food security and nutrition), kesehatan termasuk air dan sanitasi, serta pendidikan. Dengan demikian, dalam konteks perencanaan strategis periode 2015-2019, Kemenko PMK harus bisa memfasilitasi pemenuhan indikator kinerja dalam RPJMN. Untuk mencapai pemenuhan indikator kinerja dalam RPJMN 2015-2019, maka Kemenko PMK menuangkannya dalam perencanaan kinerja yang sistematis dan terukur. Adapun perencanaan pencapaian target kinerja Kemenko PMK 2015-2019 dapat dilihat pada tabel tujuan dan sasaran strategis Kemenko PMK di bawah ini. Sasaran strategis ini akan digunakan sebagai dasar penyusunan Indikator Kinerja Sasaran Strategis dan menjadi dasar penyusunan arah kebijakan dan strategi Kemenko PMK.

Rencana Strategis Kedeputian Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan 2015 – 2019. Mempertimbangkan kondisi lingkungan internal dan eksternal, masalah dan potensi, isu strategis, tantangan pembangunan nacional, agenda prioritas (Nawacita) maupun sub agenda dan sasaran pembangunan yang terkait dengan pembangunan manusia dan kebudayaan, serta mandat yang diamanatkan RPJMN 2015-2019, maka Kemenko PMK mengelompokkan secara garis besar 5 fokus

Page 16: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 16

koordinasi program dan kegiatan yang dilakukan kementerian dan lembaga/masyarakat dalam pembangunan manusia dan kebudayaan. Lima fokus koordinasi tersebut adalah: 1) Selaras basis data; 2) Jaminan kebutuhan dan pelayanan dasar; 3) Pembangunan manusia berkarakter; 4) Pemberdayaan masyarakat; dan 5) Pembangunan desa semesta. Berdasarkan fokus koordinasi Kemenko PMK dan sesuai dengan tugas dan fungsi, maka kegiatan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan sebagian besar pada fokus koordinasi kedua yaitu Jaminan kebutuhan dan Pelayanan dasar adalah upaya Kemenko PMK memusatkan titik koordinasi pada terpenuhinya dan terafiliasinya bidang-bidang pemenuhan kebutuhan dan pelayanan dasar manusia dan masyarakat Indonesia. Pemenuhan dan pelayanan kebutuhan dasar adalah keseluruhan kerangka pembangunan yang terkait dengan keberhasilan pembangunan kependudukan dan Keluarga Berencana, pembangunan pendidikan khususnya pelaksanaan program Indonesia Pintar, dan pembangunan kesehatan khususnya pelaksanaan program Indonesia Sehat, dan pembangunan dalam mewujudkan keamanan khususnya perlindungan anak, perempuan dan kelompok marjinal. Keberhasilan fokus koordinasi akan mempermudah tercapainya manusia Indonesia yang berkualitas serta semakin meningkatnya ketentraman masyarakat sebagai wujud dirasakannya kehadiran Negara dalam memfasilitasi kebutuhan dan memecahkan masalah warganya. Fokus jaminan kebutuhan dan pelayanan dasar meliputi : a) Pendidikan, b) Kesehatan, c) Pekerjaan Umum, d) Penataan ruang, e) Perumahan rakyat, f) Ketentraman, g) Ketertiban, h) Perlindungan masyarakat, i) Sosial, J) Identitas, k) Infrastruktur dasar (air bersih dan sanitasi). Untuk mencapai pemenuhan indikator kinerja dalam RPJMN 2015-2019, maka Kemenko PMK menuangkannya dalam perencanaan kinerja yang sistematis dan terukur. Adapun perencanaan pencapaian target kinerja Kemenko PMK 2015-2019 dapat dilihat pada tabel tujuan dan sasaran strategis Kemenko PMK di bawah ini. Sasaran strategis ini akan digunakan sebagai dasar penyusunan Indikator Kinerja Sasaran Strategis dan menjadi dasar penyusunan arah kebijakan dan strategi Kemenko PMK.

Tabel 2 : Program sasaran dan target

PROGRAM/ KEGIATAN

SASARAN INDIKATOR T A R G E T PENANGGUNG JAWAB 2015 2016 2017 2018 2019

Koordinasi Kebijakan Ketahanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak, dan Kesehatan Lingkungan

Tersusunnya rekomendasi kebijakan dibidang ketahanan gizi, kesehatan ibu dan anak dan kesehatan lingkungan

Jumlah usulan rekomendasi kebijakan dibidang ketahanan gizi, kesehatan ibu dan anak dan kesehatan lingkungan

2 usulan rekomendasi kebijakan

2 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

Asdep Ketahanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak, dan Kesehatan Lingkungan

Tersusunnya dokumen program dan administrasi kegiatan dibidang Peningkatan Kesehatan

2 dokumen 2 dokumen 2 dokumen 2 dokumen 2 dokumen

Koordinasi Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit

Tersusunnya rekomendasi Kebijakan dibidang Pencegahan dan Penanggulangan

Jumlah usulan rekomendasi Kebijakan dibidang Pencegahan dan Penanggulangan

2 usulan rekomendasi kebijakan

5 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

Asdep Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit

Page 17: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 17

Penyakit Penyakit

Terselenggara layanan operasional secretariat Zoonosis

layanan operasional secretariat Zoonosis

12 bulan 12 bulan 6 bulan - -

Pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS

Tersusunnya usulan rekomendasi kebijakan dibidang Pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS

Jumlah usulan rekomendasi kebijakan Pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS

1 usulan rekomendasi kebijakan

1 usulan rekomendasi kebijakan

- - -

Tersusunnya dokumen perencanaan Pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS

Jumlah dokumen perencanaan penanggulangan HIV/AIDS

1 dok perencanaan

1 dok perencanaan

- - -

Tersusunnya dokumen laporan Pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS

Jumlah dokumen laporan nasional Pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS

2 dok laporan

2 dok laporan

- - -

Tersusunnya laporan peningkatan kapasitas SDM

Jumlah dokumen laporan peningkatan kapasitas SDM

1 laporan 1 laporan - - -

Tersusunnya dokumen laporan penyebarluasan tentang HIV/AIDS

Jumlah dokumen laporan penyebarluasan tentang HIV/AIDS

1 laporan 1 laporan - - -

Pelayanan kesekretariatan

Layanan kesekretariatan

12 bulan 12 bulan - - -

Tersedianya alat pengolahan data pendukung tupoksi

Jumlah paket pengolahan data dan informasi

1 paket 1 paket - - -

Koordinasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan

Tersusunnya rekomendasi Kebijakan dibidang Pelayanan Kesehatan

Jumlah usulan rekomendasi Kebijakan dibidang Pelayanan Kesehatan

2 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

Asdep Koordinasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan

Koordinasi Kebijakan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Tersusunnya rekomendasi Kebijakan dibidang Kependudukan dan Keluarga Berencana

Jumlah usulan rekomendasi Kebijakan dibidang Kependudukan dan Keluarga Berencana

2 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

Asdep Koordinasi Kebijakan Kependudukan dan Keluarga Berencana

D. Arah dan Kebijakan Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan 2018

Arah kebijakan dan rencana strategi Deputi Bidang Koorinasi Peningkatan Kesehatan mengacu kepada arah kebijakan dan strategi Kemenko PMK dan arah kebijakan dan strategi nasional, sesuai dengan nawacita meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Arah kebijakan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia melalui peningkatan kesehatan dengan Perbaikan pangan dan gizi, peningkatan kesehatan ibu dan anak, peningkatan kesehatan lingkungan, pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular, peningkatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, pengendalian kependudukan dan keluarga berencana. Strategi untuk mencapai arah kebijakan dilakukan melalui berbagai kegiatan koordinasi, singkronisasi dan pengendalian K/L terkait dengan isu strategis sebagai berikut: 1. Percepatan perbaikan gizi dengan fokus 1000 hari pertama kehidupan 2. Penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kelahiran bayi (AKB). 3. Peningkatan cakupan imunisasi 4. Peningkatan konsumsi pangan sehat 5. Percepatan akses universal air besih dan sanitasi

Page 18: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 18

6. Gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) 7. Pencegahan penanggulangan Kejadian luar biasa / wabah 8. Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular 9. Pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular 10. Peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan 11. Memastikan ketersediaan obat 12. Meningkatkan pengawasan obat dan makanan 13. Pembanguan rumah sehat 14. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 15. Implementasi dan Sosialisasi Grand Design Pembangunan Kependudukan

Kampung KB

E. Program dan Kegiatan Pokok Penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Strategis Deputi Peningkatan Kesehatan 2015-2019 mengacu pada strategi yang telah dipilih dalam rangka mewujudkan setiap sasaran strategis yang telah ditetapkan yaitu : Koordinasi penanganan kesehatan pada Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan diarahkan pada Isu Strategis : 1. ASDEP KETAHAN GIZI, KESEHATAN IBU DAN ANAK DAN KESEHATAN

LINGKUNGAN. Akselerasi pemenuhan akses pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja, dan lanjut usia yang berkualitas.

− Peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja.

− Penguatan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)

− Penguatan pelayanan kesehatan kerja dan olahraga

− Peningkatan pelayanan kesehatan penduduk usia produktif dan lanjut usia.

− Peningkatan cakupan imunisasi tepat waktu pada bayi dan balita

− Peningkatan peran upaya kesehatan berbasis masyarakat termasuk posyandu dan pelayanan terintegrasi lainnya dalam pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja dan lansia.

− Peningkatan kesehatan lingkungan dan akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan perilaku hygiene.

2. ASDEP PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT.

Penyakit Menular.

− Pencegahan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah.

− Pemberdayaan dan peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan

Penyakit Tidak Menular.

− Pelayanan kesehatan jiwa

− Peningkatan pengendalian dan promosi penurunan faktor resiko biologi (khususnya darah tinggi, diabetes, obesitas), perilaku (khususnya konsumsi buah dan sayur, aktifitas fisik, merokok, alkohol) dan lingkungan.

3. ASDEP PELAYANAN KESEHATAN.

Page 19: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 19

− Memantapkan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan.

− Meningkatkan akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas.

− Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualita.

− Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan tenaga kesehatan dan upaya pengendalian serta pengawasan tenaga kesehatan.

− Meningkatkan ketersediaan, penyebaran dan mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan.

− Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan.

− Pelayanan Kesehatan di daerah 3T

4. ASDEP KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA. Peningkatan efektifitas advokasi dan kie tentang KB dan kesehatan reproduksi. - Peningkatan pengetahuan dan pemahaman kesehatan reproduksi bagi

remaja melalui pendidikan dan sosialisasi menyenai pentingnya Wajib Belajar 12 tahun dalam rangka pendewasaan usia perkawinan dan peningkatan intensitas layanan KB bagi pasangan usia muda guna mencegah kelahiran di usia remaja

Penguatan Kelembagaan Keluarga Berencana.

− Penguatan landasan hukum, kelembagaan serta data dan informasi kependudukan dan KB

Pembangunan kependudukan.

− Penataan data administrasi kependudukan perlu dibangun secara terpadu terkait nomor induk kependudukan (NIK) yang akurat.

Untuk mencapai sasaran strategis, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan akan melaksanakan strategi diatas melalui tahapan persiapan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta penyusunan laporan dari kegiatan sebagai berikut : 1. Penyusunan Program dan kegiatan ( PP ) 2. Identifikasi masalah ( IM ) 3. Koordinasi Sinkronisasi dan pengendalian ( KSP ) 4. Monitoring dan evaluasi ( ME ) 5. Penyusunan rekomendasi kebijakan ( RK )

Dari hasil tahapan ini akan dihasilkan 12 Usulan Rekomendasi Kebijakan (URK). Berdasarkan hasil pemetaan tujuan, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi Deputi bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan, maka dapat diinventarisasi kebutuhan program dan kegiatan untuk mewujudkan sasaran strategis 2015-2019, sebagai berikut: 1. Program Koordinasi Deputi bidang Peningkatan Kesehatan, dengan kegiatan:

b. Koordinasi kebijakan pelayanan kesehatan c. Koordinasi kebijakan kependudukan dan KB. d. Koordinasi kebijakan ketahanan gizi, kesehatan ibu dan anak, dan kesehatan

lingkungan.

Page 20: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 20

e. Koordinasi kebijakan pencegahan dan penanggulangan penyakit. 2. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Deputi

bidang Peningkatan Kesehatan, dengan kegiatan: a. Perencanaan dan Pengelolaan Anggaran; b. Pengelolaan Anggaran; c. Penyiapan Peraturan Perundang-undangan dan Persidangan; d. Pelaksanaan Dukungan Administrasi Kepegawaian; e. Pelaksanaan Ketatausahaan dan Kearsipan; f. Pengelolaan Sistem Informasi g. Penyiapan Bahan Hubungan Masyarakat; dan h. Evaluasi dan Penyusunan Laporan

ASISTEN DEPUTI KETAHANAN GIZI, KIA DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

NO RKP 2018

100 PROGRAM PRIORITAS PRESIDEN ISU STRATEGIS

RPJMN 2015-2019

KEGIATAN KHUSUS (ADHOC)

OUTPUT UNIT

KERJA ESELON II

Uraian Level Uraian Level

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1.

2.

3.

4.

Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (PN 2) Preventif dan Promotif (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) (PN 2) Air Bersih dan Sanitasi (PN 3) Sarana dan Prasarana Peningkatan Konsumsi Pangan di 34 Provinsi) (PN 6, PP 2)

PP

PP

PP

KP

Tema Prioritas: Penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) : Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) untuk bayi Sanitasi lingkungan: Ketersediaan Air Bersih :

1. Pembinaan dan Pengembangan Air Minum

2. Pembinaan dan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

A 40%

A

Isu Strategis yang mendukung : 1. Peningkatan

akses dan mutu continuum of care pelayanan ibu dan anak yang meliputi kunjungan ibu hamil, dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih di fasilitas kesehatan serta penurunan kasus kematian ibu di rumah sakit. (101)

2. Peningkatan cakupan imunisasi tepat waktu pada bayi dan balita. (106)

3. Peningkatan peran upaya kesehatan berbasis masyarakat

1. Rakor Tingkat Eselon 1 dengan K/L terkait

2. Rakor Tingkat Menteri

3 Rekomendasi : 1. Kebijakan

Terkait Peningkatan Ketahanan Gizi . Mendukung Isu Strategi No. 101 dan No. 107

2. Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak (100 Program Priroitas). Mendukung Isu Strategi No. 101, No. 106 dan No. 107

3. Kebijakan Kesehatan

Asdep Ketahanan Gizi, KIA dan Kesehatan Lingkungan

Page 21: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 21

termasuk posyandu dan pelayanan terintegrasi lainnya dalam pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja dan lansia (107)

4. Peningkatan kesehatan lingkungan dan akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan perilaku hygiene (114)

Lingkungan (100 Program Priroitas). Mendukung Isu Strategi No. 107 dan No. 114

1. Unit Kerja Eselon II : ASDEP KETAHANAN GIZI, KIA DAN kESLING 2. RKP 2018 PN : Kesehatan PP : Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak KP : 1. Peningkatan Kualitas Pelayanan KIA 2. Perbaikan Kualitas Gizi Ibu dan Anak PrP : Penurunan Stunting Proyek K/L : 1 PMT Bumil KEK (80%), Kemkes

2 PMT Balita kurus (85%), Kemkes 3 Pengawasan pangan fortifikasi, BPOM

PN : Kesehatan PP : Preventif dan Promotif (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) KP : 1. Lingkungan Hidup Sehat 2. Konsumsi Pangan Sehat 3. Peningkatan Pemahaman Hidup Sehat PrP : 1. Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Sehat 2. Peningkatan Konsumsi Pangan Sehat 3. Kampanye Hidup Sehat Proyek K/L : STBM (4.000 desa), kemkes

Pengawasan Sarana Air Minum (45%), Kemkes Pengawasan pasar sehat (1.500), kemkes Fasilitasi pelatihan daur ulang sampah (500), KemenPP&PA Penghapusan penggunaan merkuri, KemenLHK KIE 5 tema germas di daerah (100 kab/kota), Kemkes Penggerakan masyarakat Germas (100 kab/kota), Kemkes

Pengawasan tempat pengelolaan makanan (26%), Kemkes Desa Pangan Aman (100) Desa, BPOM Sekolah yang diintervensi keamanan PJAS (5.000 sekolah), BPOM Keamanan pangan melalui CPPOB pd industri makanan, hasil laut dan perikanan (25 industri),

Kemenperin Gemarikan, KemenKKP

Page 22: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 22

PN : Perumahan dan Pemukiman PP : Air Bersih dan Sanitasi KP : 1. Peningkatan Akses Air Bersih dan Sanitasi 2. Peningkatan Ketersediaan Air Baku PrP : 1. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat terkait air minum dan sanitasi terutama di daerah dgn akses rendah 2. Penyediaan infrastruktur air minum dan sanitasi yang terintegrasi terutama di daerah dgn akses rendah 3. Peningkatan manajemen layanan air minum dan sanitasi terutama di daerah dengan akses rendah Proyek K/L : Pembangunan sanitasi lingkungan 50.000 rumah sehat KP : Sarana dan prasarana peningkatan konsumsi pangan di 34 provinsi PrP : 1. Peningkatan kemanan dan mutu pangan 2. Peningkatan kualitas konsumsi pangan Proyek K/L : Pembangunan sanitasi lingkungan 50.000 rumah sehat

4. Program Prioritas Presiden : Tema Prioritas a) Penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) : Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) untuk bayi. b) Sanitasi lingkungan: Ketersediaan Air Bersih : 1) Pembinaan dan Pengembangan Air Minum 2)

Pembinaan dan Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman c) Sanitasi lingkungan: Perilaku Hidup Sehat Kabupaten/Kota memiliki Kebijakan Perilaku Hidup Sehat

(PHBS) Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Daftar Substansi Keterangan

Sasaran Indikator RPJMN • Meningkatnya status kesehatan Ibu, Anak, dan Gizi Masyarakat

• Prevalensi Stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak bawah dua tahun (Baduta) : Tahun 2017 : 29,6 %, Tahun 2018 : 28,8%, Sasaran Akhir RPJMN 2019 : 28,0 %

• Menurunnya prevalensi wasting (kurus) pada anak balita tahun 2019 menjadi 9,5% (2013: 12%)

• Menurunnya prevalensi anemia pada ibu hamil tahun 2019 menjadi 28% (2013 : 37,1%)

• Presentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif pada tahun 2019 menjadi 50%

• Menurunnya proporsi penduduk dengan asupan kalori minimum dibawah 1400 kkal/kapita/hari tahun 2019 menjadi 8,5% (2015 : 17,4%)

• Menurunnya angka kematian ibu per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2019 menjadi 306 (2015: 359)

• Menurunnya angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2019 menjadi 24 ( 2013:32)

• Meningkatnya akses terhadap sanitasi yang layak dan berkelanjutan pada tahun 2019 menjadi 100% (2015:62,14%)

Data terkait 6,3 Jt pen Data PSG (Pemantauan Status Gizi) Tahun 2016 : terjadi penurunan balita stunting dari 37,2 menjadi 29%. Angka Kelahiran (TFR) per WUS (15-49), target 2017: 2,33; 2018: 2,31; 2019: 2,28.

Page 23: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 23

Program K/L 1. Pembinaan Gizi Ibu, Bayi dan Anak, Kemkes :

• 95% ibu hamil Kurang Energi Kronis mendapatkan makanan tambahan

• 80% balita kurus mendapatkan makanan tambahan

• 44% bayi kurang dari 6 bulan mendapatkan ASI eksklusif

• Sosialisasi peningkatan gizi ibu dan anak 2. PMT Bumil KEK (80%), Kemkes 3. PMT Balita kurus (85%), Kemkes 4. Pengawasan pangan fortifikasi, BPOM 5. STBM (4.000 desa), kemkes 6. Pengawasan Sarana Air Minum (45%), Kemkes 7. Pengawasan pasar sehat (1.500), kemkes 8. Fasilitasi pelatihan daur ulang sampah (500), Kemen

PP&PA 9. Penghapusan penggunaan merkuri, Kemen LHK 10. Penyelenggaraan rumah ibadah bersih dan sehat (1.000

lokasi), Kemenag 11. KIE 5 tema germas di daerah (100 kab/kota), Kemkes 12. Penggerakan masyarakat Germas (100 kab/kota),

Kemkes 13. Pengawasan tempat pengelolaan makanan (26%),

Kemkes 14. Desa Pangan Aman (100) Desa, BPOM 15. 123 fasilitator program pasar aman dari bahan

berbahaya yang dilatih, Kemkes-BPOM 16. 6.894 pemberdayaan pekarangan pangan, Kemenkes 17. Sekolah yang diintervensi keamanan PJAS (5.000

sekolah), BPOM 18. Keamanan pangan melalui CPPOB pd industri makanan,

hasil laut dan perikanan (25 industri), Kemenperin 19. Gemarikan, Kemen KKP 20. Program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada

keluarga miskin dan rentan yang ditetapkan sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH, Kemensos

Anggaran terkait 2017 : Untuk kegiatan Gizi, KIA dan Kesling Rp. 2,330.52 milyar Promosi pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan Rp 48,7 milyar

Arah Kebijakan dalam APBN 1. Peningkatan akses dan mutu continuum of care pelayanan ibu dan anak yang meliputi kunjungan ibu hamil, dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih di fasilitas kesehatan kesehatan serta penurunan kasus kematian ibu di rumah sakit

2. Peningkatan cakupan imunisasi tepat waktu pada bayi dan balita.

3. Peningkatan peran upaya kesehatan berbasis masyarakat termasuk posyandu dan pelayanan terintegrasi lainnya dalam pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja dan lansia.

4. Peningkatan kesehatan lingkungan dan akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan perilaku hygiene.

Page 24: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 24

ASISTEN DEPPUTI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT

NO

RKP 2018

100 PROGRAM

PRIORITAS PRESIDEN

ISU STRATEGIS RPJMN

2015 - 2019

KEGIATA

N KHUSUS (ADHOC

)

OUTPUT

UNIT

KERJA ESELON II

Uraian Level

Level

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1

2

KSP Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Menular. Pencegahan dan Pengendalian

PP

PP

1. Pencegahan

dan Pengendalian TB dan HIV/AIDS.

2. Pengendalian Malaria

3. Pengendalian Penyakit Tropis Terabaikan (Neglected

PrP

PrP

PrP

PrP

• Peningkatan Upaya Preventif dan Promotif termasuk pencegahan kasus penyakit baru dalam pengendalian penyakit menular terutama TB, HIV dan Malaria, dan Penyakit Tidak Menular (109).

• Pencegahan Dan

1. Peralih

an TUSI Koordinasi KNPZ ke Kemenko PMK.

2. Peralih

1. Usulan

Rekomendasi Kebijakan terkait Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular.

2. Usulan

Rekomendasi Kebijakan terkait Pencegahan dan Penanggulangan

Asdep Pencegahan Dan Pernanggulang- an Penyakit.

Arah Kebijakan Presiden Inpres No. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat ‘Germas”

Mapping 5 Fokus

• Data

• Kebutuhan Dasar & Pelayanan Dasar

• Pemberdayaan

• Pembangunan Desa

• Revolusi Mental

1. Data : Indikator keberhasilan SDG's diterjemahkan dalam enam poin, yakni peningkatan ASI eksklusif, makanan pada ibu hamil serta anak, menekan jumlah balita pendek, ibu hamil penderita anemia, kurang energi, dan balita kurus. 2. Pemenuhan Dasar dan Kebutuhan Dasar : Air Bersih dan Sanitasi dan pelayanan dasar kesehatan seperti penimbangan berat badan anak dan balita, imunisasi, ASI ekslusif, PMT, CTPS. 3. Pemberdayaan : Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (Posyandu, PKK) 4. Pembangunan Desa: Sedang direncanakan POSBINDU dan pengadaan tenaga kesehatan di 40 Desa Pilot 5. Revolusi Mental: ‘GERMAS’, hidup sehat merupakan salah satu wujud Revolusi Mental sebab membudayakan hidup sehat, dalam mengubah kebiasaan-kebiasaan atau perilaku tidak sehat.

Page 25: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 25

3

Penyakit Tidak Menular. Sueveilans, Imunisasi, Sistim Informasi Penyakit Karantina Kesehatan.

PP

Tropical Diseases)

4. Pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular

5. Penurunan AKB/Program Imunisasi Dasar Lengkap.

6. Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang.

PP

PrP

Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/Wabah (110).

• Peningkatan Pengendalian dan Promosi faktor Resiko Biologis (khususnya darah tinggi, diabetes, obesitas) perilaku (khususnya konsumsi buah dan sayur, aktifitas fisik, merokok, alcohol) dan Lingkungan (117)

an TUSI Koordinasi KPAN ke Kemenko PMK.

Penyakit Tidak Menular.

3. Usukan

Rekomendasi Kebijakan terkait Kejadian Luar Biasa (KLB)/Wabah.

4. Usulan

Rekomendasi Perubahan Tugas Pokok dan Fungsi Koordinasi KPAN dan KNPZ kepada Kemenko PMK.

Page 26: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 26

Daftar Subtansi Keterangan

Sasaran Indikator RPJMN 1. Jumlah Kab/Kota dengan eliminasi malaria 300 2. Prevalensi HIV < 0,5 3. Prevalensi Tuberkulosis per 100.000 penduduk : 245 4. Prevalensi merokok pada penduduk usia ≤ 18 tahun 5,4 5. Prevalensi obesitas pd usia 18+ tahun : 15,4 6. Prevalensi tekanan darah tinggi : 23,4

Data Terkait 1. Jumlah Kab/Kota dengan eliminasi malaria 2016 : 247 2. Prevalensi HIV : 0,43 % 3. Prevalensi Tuberkulosis per 100.000 penduduk : 297. 4. Prevalensi merokok pada penduduk usia ≤ 18 tahun saat ini : 7,2 % 5. Prevalensi obesitas pd usia 18+ tahun : 15,4 6. Prevalensi tekanan darah tinggi : 25,8%

Program K/L Terkait Penyakit Tidak Menular : Program diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat (Kementan) 1. Pembinaan upaya kesehatan kerja dan olahraga (Kemenkes) 2. Program kepemudaan dan olahraga (Kemenpora) 3. Gemarikan (KKP) 4. Revitalisasi dan penumbuhan industri minuman dan tembakau (Kemenperin) Penyakit Menular: HIV

1. Program peningkatan upaya diagnosis dini, pengobatan dan mempertahankan pengobatan ARV bagi ODHA, dengan TOP (Temukan, Obati dan Pertahankan), (Kemenkes,LSM)

2. Peningkatan kapasitas nakes untuk melaksanakan TOP (Kemenkes) 3. Koordinasi dan kemitraan dg semua pemangku kepentingan di setiap lini

(Kemenkes, Kemendagri)

TB: 1. Program tatalaksana kasus TB sesuai standar (Kemenkes) 2. Peningkatan Akses layanan TOSS-TB bermutu dan berpihak pasien TB

(Kemenkes) 3. Desentralisasi Program pengendalian TB pada tingkat Kabupaten/kota

(Kemenkes, Pemda)

MALARIA: 1. Penemuan secara aktif melalui MBS (mass blood survey). (Kemenkes) 2. Kampanye kelambu berinsektisida secara massal 3. IRS (Insectiside Residual Spraying) di desa dengan API > 40 ‰.

ZOONOSIS:

1. Pembuatan pedoman koordinasi menghadapi KLB/Wabah zoonosis dan EID (Kemenko PMK, Kemendagri, Kementan, KLHK, Kemenkes, BNPB).

2. Program SIZE 3. Peta Risiko Zoonosis

Anggaran Terkait Kegiatan Prioritas : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular :

• Sarpras Posbindu PTM (1.500 paket) = Rp. 13,5 M (Kemkes)

• Deteksi Dini Faktor Resiko PTM (514 Kab/Kota = Rp. 12,0 M (Kemkes, 34 propinsi)

Page 27: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 27

• KIE Posbindu PTM (2 Paket) = Rp. 7,0 M (Kemkes Pusat)

• Sarpras dalam implementasi KTR (600 Unit) = 2,1 M (Kemkes Pusat.

Kegiatan Prioritas : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular :

• Sarpras TB (5,4 juta Unit) = 263,2 M (Kemkes, 34 propinsi)

• Sarpras HIV-AIDS (7,5 juta unit) = Rp. 130,9 M (Kemkes, 34 propinsi)

• Sarpras Malaria (8 jenis) = Rp. 44,7 M (Kemkes, 34 propinsi)

• Pemberian Obat Pencegahan Masal Filariasis ( 42,4 juta) = Rp. 80,6 M (Kemkes, , 279 Kab/Kota.

• Sarpras Schistosomiasis (20 unit) = Rp. 19,9 M (Kemkes, Kab. Sigi dan Kab. Poso)

• Promosi Betrsama Lindungi Anak melalui “Kilau Generasi Bebas HIV/AIDS ( 1 ) = Rp. 3,0 M (Kemen PP & PA, 6 propinsi : DKI, Jatim, Bali, Papua, Kepri, Papua Barat).

Kegiatan Prioritas : Surveilans, Imunisasi, Penyakit dan Karantina Kesehatan :

• Alat Pengendali mutu vaksin (10.996 unit) = Rp. 221,3 M (Kemkes, 32 propinsi)

Arah Kebijakan APBN Kebijakan Malaria :

• Akselerasi Eliminasi Malaria

• Pengendalian Malaria berdasarkan azas desentralisasi

• Memanfaatkan Forum Lintas Sektor, dan memeperkuat UKBM malaria.

• Diagnosa malaria kofirm Laboratorium atau RDT

• Pengobatan berbasis ACT (Artemisinin based combination therapy).

• Tatalaksana kasus oleh seluruh Fasyankes, dan dilakukan secara terintegrasi. Kebijakan TBC : Eliminasi TBC di Indonesia 2035

• 4 Juta suspek TB , 400.000 diobati

• Azas desentralisasi

• Penemuan kasus secara intensif, aktif dan masif

• Kemitraan dan mobilisasi sosial (Gerdunas TB).

• Berphak kepada mesyarakat

• Pengendalian faktor Resiko TB

Kebijakan HIV-AIDS : TOP (Temukan, Obati, Pertahankan)

• 90 % masyarakat tahu status HIV nya, 90 % ODHA mendapatkan ARV, dan 90 % ODHA on ART mengalami supresi VL (viral load).

• 100 % bayi baru lahir dari Ibu HIV positif diperiksa HIV nya..

• Meningkatkan cakupan ART.

• Meningkatkan kualitas layanan terpadu.

• Meningkatkan efektifitas ART dengan menjaga kepatuhan berobat

• Pasien yang sedang mendapat ART sd Desember 2016 77.748 orang (dari 181.169 yg memenuhi syarat utk dapat ART).

Penyakit Bersumber Binatang :

• Persentase kabupaten/kota yang melakukan pengendalian vector terpadu sebesar 80 %

• Jumlah Kabupaten/Kota dengan API (Annual Parasitic Incidens) < 1/1000 penduduk sebanyak 400 kabupaten/kota

• Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka mikro

Page 28: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 28

1. Unit Kerja : ASDEP PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT 2. RKP 2018

PN : Kesehatan PP : Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit. KP : 1. Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Menular. 2. Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. 3. Surveilans, Imunisasi, Sistim Informasi Penyakit dan Karantina Kesehatan. PrP :

• Pencegahan dan Pengendalian TB dan HIV/AIDS.

• Pengendalian Malaria.

• Pengendalian Penyakit Tropis Terabaikan/Neglected Tropical Diseases.

• Pengendalian Faktor Resiko P{enyakit Tidak Menular.

• Peningkatan Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap. 3. Program Prioritas Presiden

J : Kesehatan P : 1. Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang. 2. Program Imunisasi Dasar Lengkap 3. Pencegahan dan Pengendalian TB dan HIV/AIDS 4. Pengendalian Malaria 5. Pengendalian Penyakit Tropis Terabaikan (Neglected Tropical Diseases) 6. Pengendalian Faktor Resiko PTM.

filaria menjadi < 1 % sebanyak 75 kabupaten/kota.

• Persentase kabupaten/kota dengan IR DBD < 49 per100.000 penduduk sebesar 68 %.

• Persentase kabupaten/kota yang eliminasi Rabies sebesar 85 %. Kebijakan PTM :

• 4 PTM Utama : Jantung (Cardiovascular disease), Kanker, Penyakit Paru Kronis (Chronic Respiratory disease), Diabetes.

• 4 Faktor Risiko Bersama yang dapat dicegah: Penggunaan Tembakau/rokok, Diet Tidak Sehat (Unhealthy Diet), Kurang aktifitas Fisik (Physical inactivity), Penyalahgunaan Alkohol (Harmful use of alcohol)

• Program Unggulan/Utama : - CERDIK - Pandu PTM - Kawasan Tanpa Rokok (KTR) - Pembatasan konsumsi Gula, Garam, Lemak - Upaya Berhenti Merokok (UBM) - Surveilan Faktor Resiko PTM.

Arah Kebijakan Presiden (Ratas) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zika (tahun 2016).

Mapping 5 Fokus :

• Data

• Kebutuhan Dasar & Pelayanan Dasar

• Pemberdayaan

• Pembangunan Desa

• Revolusi Mental

PTM

• Data: sudah terbentunya sistem informasi PTM yang diisi oleh Posbindu

• Tahun 2016 ada 4.773 puskesmas yg melaksanakan pengendalian PTM terpadu atau 49,3% dari target 20%

• Tahun 2016 ada 12.349 kelurahan/desa yg melaksanakan Posbindu PTM atau 15,43% dari target 20%

• Tahun 2016 ada 109 kab/kota yg melaksanakan KTR di min 50% sekolah, atau 21,2% dari target 20%

Page 29: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 29

ASDEP YANKES

NO

RKP 2018 100 Program Prioritas Presiden

ISU STRATEGIS RPJMN 2015-2019

Kegiata

n Khusus (Ad

-hoc

)

OUTPUT UNIT KERJA ESELO

N 2

Uraian Lev

el Uraian Le

vel

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 1. Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Anak (Pp 01, Pn 02)

2. Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Anak (Pp 01, Pn 02)

3. Pembangunan/ Rehabilitasi Puskesmas/ Pustu (KP 02, PP 01, PN 09)

4. Penyediaan Pelayanan Dasar Kesehatan (KP 01, PP 02, PN 09)

KP KP PrP PrP

1. Jaminan Kesehatan Nasional: Fasilitas (Menyediakan jaminan persalinan gratis bagi setiap perempuan yang melakukan persalinan)

2. Layanan kesehatan: Tenaga Kesehatan (Memperjuangkan kebijakan khusus untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan, perangkat dan alat kesehatan, dan tenaga kesehatan (bagi penduduk di pedesaan dan daerah terpencil) sesuai situasi dan kebutuhan mereka)

3. Prasarana kesehatan: Pengembangan 6000 puskesmas

4. Peningkatan dan Penjaminan Mutu Kesehatan

A P P P P

(119) Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas (120) Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang Berkualitas (121) Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan Tenaga Kesehatan dan Upaya Pengendalian Serta Pengawasan Tenaga Kesehatan (122) Meningkatkan Penyebaran dan Mutu SDM Kesehatan (126) Pelayanan Kesehatan di 3 T

Usulan Rekomendasi peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan (mendukung isu 119, 120, 121, 122, 124, 126)

Asdep Pelayanan Kesehatan

Page 30: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 30

ASDEP KEPENDUDUKAN DAN KB

NO

RKP 2018

100 PROGRAM

PRIORITAS PRESIDEN

ISU STRATEGIS RPJMN 2015 -2019

KEGIATAN

KHUSUS (ADHOC

)

OUTPUT

UNIT

KERJA ESELON II

Uraian Level

Uraian Level

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. 1. Peningkatan pelayanan KB dengan penggunaan metode

1 (satu) Rek Kebijakan terkait Peningkatan Pemahaman

Asdep Kependudukan dan Keluarga Berencana

Uraian Level Uraian Level

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2

Peningkatan Alat Kesehatan (KP 02, PP 01, PN 09)

Pr P

(123) Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan

Usulan Rekomendasi peningkatan pengawasan dan pemenuhan obat dan Alat Kesehatan (mendukung isu 123)

Asdep Pelayanan Kesehatan

3 Pemenuhan JKN/KIS (KP 03, PP 01, PN 02)

Pr P 1. Pembangunan Rumah Desa Sehat

2. Meningkatkan Manajemen Fasilitas Kesehatan

A (118) Memantabkan Pelaksanaan SJSN Bidang Kesehatan (124) Miningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat (125) Rumah Sehat

Usulan Rekomendasi peningkatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan Serta Pemenuhan Pembiayaan Kesehatan dalam memantabkan Pelaksanaan SJSN (mendukung isu 118, 124, dan 125)

Asdep Pelayanan Kesehatan

Page 31: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 31

kontrasespsi jangka panjang untuk mengurangi resiko drop out, dan peningkatan penggunaan metode jangka pendek dengan memberikan informasi secara kontinyu untuk keberlangsungan ber KB serta pemberian pelayanan KB lanjutan dengan mempertimbangkan prinsiprasional, efektif dan efisien. Disamping itu juga dilakukan peningkatan pelayanan pengayoman dan penanganan KB pasca persalinan, pasca keguguran dan penanganan komplikasi dan efek samping

2. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman kesehatan reproduksi bagi remaja melalui pendidikan dan sosialisasi menyenai pentingnya Wajib Belajar 12 tahun dalam rangka pendewasaan usia perkawinan dan peningkatan intensitas layanan KB bagi pasangan usia muda guna mencegah

Remaja mengenai Penyiapan Kehidupan Berkeluarga dan Kesehatan Reproduksi (Isu Strategis No 130 & 131).

Page 32: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 32

kelahiran di usia remaja.

2. 1. Penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi yang memadai disetiap fasilitas kesehatan KB dan kesehatan reproduksi serta jejaring pelayanan, yang didukung oleh pendayagunaan fasilitas pelayanan untuk pelayanan KB (persebaran fasilitas kesehatan pelayanan KB, baik pelayanan KB statis maupun mobile/bergerak

2. Penguatan landasan hukum, kelembagaan serta data dan informasi kependudukan dan KB

1 (satu) Rek Kebijakan terkait Penguatan Kelembagaan Keluarga Berencana (Isu Strategis No 133 & 134).

Asdep Kependudukan dan Keluarga Berencana

3. Penanggulangan Kemiskinan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Peningkatan Akses Masyarakat kepada kepemilikan dokumen kependudukan Peningkatan pemanfaatan data kependudukan untuk pelayanan publik

PN

PP

KP

PrP

1 (satu) Rek Kebijakan terkait Pembangunan Kependudukan. (Isu Strategis No 137).

Asdep Kependudukan dan Keluarga Berencana

Unit Kerja Eselon II : ASDEP KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA 1. RKP 2018

1. PN : Kesehatan PP : Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak KP : Perbaikan Kualitas Gizi Ibu dan Anak PrP : Penurunan Stunting

Page 33: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 33

Proyek K/L : Penguatan Edukasi Keluarga (Anggota BKB) di dalam pengasuhan balita PN : Kesehatan PP : Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak KP : Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak PrP : Penurunan Kematian Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Proyek K/L : 1. Penguatan Pemahaman Masyarakat tentang Program KKBPK

2. Pengelolaan permintaan dan pemenuhan kebutuhan alokon di faskes 3. Peningkatan Advokasi program KKBPK bagi stakeholder dan mitra kerja 4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana penunjang pelayanan kesehatan KB-KR

2. PN : Penanggulangan Kemiskinan PP : Jaminan dan Bantuan Sosial Tepat Sasaran KP : Peningkatan Pelayanan Jaminan Sosial PrP : Penerimaan Bantuan Iuran (PBI) JKN Proyek K/L : Peningkatan kepesertaan ber-KB (MKJP) bagi PBI PN : Penanggulangan Kemiskinan PP : Pemenuhan Kebutuhan Dasar KP : Peningkatan Akses Masyarakat kepada kepemilikan dokumen kependudukan PrP : Peningkatan pemanfaatan data kependudukan untuk pelayanan publik PN : Penanggulangan Kemiskinan PP : Pemenuhan Kebutuhan Dasar KP : Peningkatan Inklusivitas Pelayanan Dasar PrP : Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial bagi Lanjut Usia Proyek K/L : Promosi dan Penguatan Keluarga Lansia dan Lansia melalui Bina Keluarga Lansia (BKL)

2. PN : Pembangunan Wilayah PP : Pembangunan Pedesaan KP : Pembangunan SDM, Pemberdayaan dan Modal Sosial Budaya Masyarakat Desa termasuk

pemukiman Transmigrasi PrP : Peningkatan Peran Aktif Masyarakat Desa sebagai tenaga pendidikan dan kader kesehatan Proyek K/L : Peningkatan kinerja tenaga lini lapangan PrP : Peningkatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan desa termasuk

perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas Proyek K/L : Implementasi Program KKBPK melalui Kampung KB

3. Program Prioritas Presiden

J : Kesehatan P : Penurunan Angka Kematian Bayi A : Imunisasi dasar lengkap untuk bayi

Daftar Substansi Keterangan

Sasaran Indikator RPJMN Sub Bidang Pembangunan Kependudukan dan KB:

• Persentase laju pertumbuhan Penduduk (LPP) 2017: 1,25 ; 2018: 1,23; 2019: 1,21

• Angka Kelahiran total/TFR per WUS (15-49) 2017: 2,33; 2018: 2,31; 2019: 2,28

• Persentase pemakaian kontrasepsi (CPR) all method 2017: 65,6; 2018: 65,8; 2019: 66,0

• Unmet need 2017: 10,26; 2018: 10,14; 2019: 9,91

• Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (ASFR15-19) per 1000

Page 34: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 34

kelahiran 2017: 42; 2018: 40 ; 2019: 38

• DO 2017: 25,3; 2018: 25,0 ; 2019: 24,6

• MKJP 2017: 21,7 ; 2018: 22,3; 2019: 23,5

Data Terkait 1. Angka Kelahiran (TFR) per WUS (15-49), target 2017: 2,33; 2018: 2,31; 2019: 2,28.

2. Kebutuhan Ber-KB yang tidak terpenuhi (Unmeet Need) target 2017: 10,26; 2018: 10,14; 2019: 9,91

3. Angka Prevalensi Kontrasepsi semua cara target 2017: 65,6; 2018: 65,8; 2019: 66,0

4. Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) target 2017: 21,7 ; 2018: 22,3; 2019: 23,5

5. Tingkat Putus Pakai Kontrasepsi (DO) target 2017: 25,3; 2018: 25,0 ; 2019: 24,6

6. Proyeksi PUS 2018: 51,37 juta 7. Proyeksi PA 2018 : 31,39 juta 8. Proyeksi PB 2018 : 7,39 juta

Program K/L Terkait Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK)

Anggaran Terkait a. Anggaran tahun 2017 : Rp 2.328.227 juta b. EXERCISE POSTUR ANGGARAN TAHUN 2018, Program KKBPK = Rp 2.354,9

Miliar terdiri dari:

• Penyediaan alkon dan alkes sebesar Rp 509,2 M

• Advokasi dan KIE KB sebesar Rp 667,1 M.

• Penggerakan MKJP (Rp 278,3 M)

• Promosi pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (Rp 48,7)

Arah Kebijakan dalam APBN Kebijakan Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana dalam RKP 2018:

1. Menguatkan advokasi dan KIE tentang program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di setiap wilayah dan kelompok masyarakat

2. Menguatkan akses pelayanan KB dan KR yang merata dan berkualitas, terutama dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Kesehatan

3. Meningkatkan pemahaman remaja mengenai keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga

4. Meningkatkan peran dan fungsi keluarga dalam pembangunan keluarga

5. Menguatkan landasan hukum dan menyerasikan kebijakan pembangunan bidang kependudukan dan keluarga berencana

6. Menata, menguatkan, dan meningkatkan kapasitas kelembagaan pembangunan bidang kependudukan dan keluarga berencana di tingkat pusat dan daerah

7. Meningkatkan kualitas data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, dan tepat waktu untuk dijadikan basis dalam memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat dan sekaligus pengembangan kebijakan dan program pembangunan

Arah Kebijakan Presiden (Ratas) -

Mapping 5 Fokus

• Data

1. Data:

• Target 2018: a. TFR = 2,31 b. CPR suatu cara = 65,8 c. Tingkat putus pakai kontrasepsi = 25,0

Page 35: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 35

• Kebutuhan Dasar & Pelayanan Dasar

• Pemberdayaan

• Pembangunan Desa

• Revolusi Mental

d. MKJP = 22,3 e. unmet need = 10,14

• Proyeksi PUS 2018: 51,37 juta

• Proyeksi PA 2018 : 31,39 juta

• Proyeksi PB 2018 : 7,39 juta.

2. Kebutuhan Dasar dan Pelayanan Dasar : a. Peningkatan kesertaan ber-KB (MKJP) = 22,3% termasuk bagi PBI b. Promosi dan Penguatan Keluarga melalui Pembinaan Keluarga (7049

kelompok BKB; 9.135 Kelompok BKL; 8.895 Kelompok UPPKS )

3. Pemberdayaan: a. Peningkatan Ketahanan Keluarga dan Remaja melalui Tribina

(Pembinaan Keluarga Balita dan Anak, Remaja, lansia dan rentan). b. Pengelolaan Ekonomi Keluarga (UPPKS)

4. Pembangunan Desa :

a. Peningkatan Kinerja Lini Lapangan ( 70 % PKB) b. Implementasi Program KKBPK melalui Kampung KB

5. Revolusi Mental

a. Internalisasi Revmen melalui Pengembangan kegiatan Tenaga Lini Lapangan KB dalam Penguatan Keluarga dengan pendekatan penerapan 8 fungsi keluarga (agama, sosial, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, pendidikan, ekonomi dan lingkungan).

b. Revmen Berbasis Pancasila Melalui Keluarga.

F. Penetapan Kinerja Penetapan Kinerja merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelola. Penetapan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan disusun berdasarkan Rencana Kinerja Tahun 2018. Substansi yang ada dalam Rencana Kinerja maupun Penetapan Kinerja adalah memuat tentang sasaran-sasaran strategis yang akan dicapai pada tahun 2018, dan mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Tahun 2014-2019 dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Berikut ini adalah Penetapan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Tahun 2018:

Page 36: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 36

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

REPUBLIK INDONESIA

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : dr. Sigit Priohutomo, MPH Jabatan : Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan

Selanjutnya disebut pihak pertama Nama : Puan Maharani Jabatan : Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

Selanjutnya disebut pihak kedua Pihak pertama pada tahun 2018 ini berjanji akan mewujudkan target kinerja tahunan sesuai lampiran perjanjian ini dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Keberhasilan dan kegagalan pencapaian target kinerja tersebut menjadi tanggung jawab kami.

Pihak kedua akan memberikan supervisi yang diperlukan serta akan melakukan evaluasi akuntabilitas kinerja terhadap capaian kinerja dari perjanjian ini dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka pemberian penghargaan dan sanksi.

Jakarta, 2018

Pihak Kedua: Pihak Pertama: Menteri Koordinator

Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,

Puan Maharani

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan,

dr. Sigit Priohutomo, MPH

Page 37: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 37

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018

DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN Unit Organisasi Eselon I : Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Tahun Anggaran : 2018

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target

(1) (2) (3)

Meningkatnya kualitas koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Peningkatan Kesehatan untuk mendukung kemantapan pelayanan dasar dan pemenuhan kebutuhan dasar

Tingkat capaian K/L terhadap Pelayanan Dasar dan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Peningkatan Kesehatan dalam mendukung target IPM Bidang Kesehatan

100%

Indeks kepuasan Pemangku Kepentingan atas efektivitas dan efisiensi koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Peningkatan Kesehatan dalam mendukung kemantapan pelayanan dasar dan pemenuhan kebutuhan dasar

5,08

(Skala 6)

Jumlah Rekomendasi Kebijakan (RK) Mendukung Kemantapan Pelayanan Dasar dan Pemenuhan Kebutuhan Dasar di Bidang Peningkatan Kesehatan

??

Meningkatnya kualitas koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Peningkatan Kesehatan untuk mendukung kemantapan pemberdayaan

Indeks kepuasan Pemangku Kepentingan atas efektivitas dan efisiensi koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan dan pelaksanaan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Peningkatan Kesehatan dalam mendukung kemantapan pemberdayaan

5,11 (Skala 6)

Jumlah RK Mendukung Kemantapan Pemberdayaan di Bidang Peningkatan Kesehatan

??

Meningkatnya kualitas koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Peningkatan Kesehatan untuk mendukung kemantapan gotong royong

Indeks kepuasan Pemangku Kepentingan atas efektivitas dan efisiensi koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan dan pelaksanaan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Peningkatan Kesehatan dalam mendukung kemantapan gotong royong

5,05 (Skala 6)

Jumlah RK Mendukung Kemantapan Gotong Royong di Bidang Peningkatan Kesehatan

??

Meningkatnya akuntabilitas pelaksanaan anggaran pada Kemenko PMK

Nilai SAKIP A (75,01)

Meningkatnya Akuntabilitas Pelaksanaan Anggaran pada Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan

Opini BPK terhadap Laporan Keuangan pada Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan

WTP

Page 38: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 38

Program Anggaran (Rp)

Koordinasi Pengembangan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 34.725.000.000,-

Jakarta, 2018

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan

Kebudayaan,

Puan Maharani

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan,

dr. Sigit Priohutomo, MPH

Page 39: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 39

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

A. Capaian Kinerja Organisasi.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan pada dasarnya adalah uraian capaian atas sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebagaimana yang tertuang dalam Penetapan Kinerja Kedeputian Bidang Di bidang peningkatan kesehatan tahun 2018. Indikator kinerja sasaran dari penetapan kinerja 2018 Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan mengarah pada sasaran strategis yaitu terlaksananya koordinasi dan sinkronisasi perumusan, perencanaan, penetapan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan yang terkait dengan isu di bidang di bidang peningkatan kesehatan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan, pemantauan, analisis, dan pelaporan yang terkait dengan isu di bidang di bidang peningkatan kesehatan. Di bawah ini disampaikan Ikhtisar tentang pencapaian target kinerja dan sasaran yang telah dicapai pada tahun 2018, dan selanjutnya akan diuraikan berbagai konsep dan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengkoordinasikan di bidang peningkatan kesehatan. Akuntabilitas Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan meliputi pengukuran atas keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan selama tahun 2018. Di bidang peningkatan kesehatan mempunyai program dan kegiatan dalam pencapaian sasaran kegiatan TA. 2018, dimana sasaran tersebut adalah “Mengoptimalkan sinkronisasi, koordinasi dan pengendalian tentang kegiatan di bidang di bidang peningkatan kesehatan”. Adapun program dan kegiatan utama Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan yaitu : 1) Koordinasi Kebijakan kebijakan ketahanan gizi, kesehatan ibu dan anak dan kesehatan lingkungan; 2) Koordinasi Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit; 3) Koordinasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan; 4) Kependudukan dan Keluarga Berencana; Pencapaian target kinerja atas sasaran koordinasi dan sinkronisasi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan, sebagai berikut: Tabel 3: Realisasi target

PROGRAM/ KEGIATAN

SASARAN INDIKATOR TARGET REALISASI

Koordinasi Kebijakan Ketahanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak, dan Kesehatan Lingkungan

Tersusunnya rekomendasi kebijakan dibidang ketahanan gizi, kesehatan ibu dan anak dan kesehatan lingkungan

Jumlah usulan rekomendasi kebijakan dibidang ketahanan gizi, kesehatan ibu dan anak dan kesehatan lingkungan

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

Koordinasi Tersusunnya Jumlah usulan 3 usulan 3 usulan

Page 40: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 40

Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit

rekomendasi Kebijakan dibidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit

rekomendasi Kebijakan dibidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit

rekomendasi kebijakan

rekomendasi kebijakan

Koordinasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan

Tersusunnya rekomendasi Kebijakan dibidang Pelayanan Kesehatan

Jumlah usulan rekomendasi Kebijakan dibidang Pelayanan Kesehatan

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi pelaksanaan kebijakan

Koordinasi Kebijakan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Tersusunnya rekomendasi Kebijakan dibidang Kependudukan dan Keluarga Berencana

Jumlah usulan rekomendasi Kebijakan dibidang Kependudukan dan Keluarga Berencana

3 usulan rekomendasi kebijakan

3 usulan rekomendasi kebijakan

Berikut adalah capaian kebijakan-kebijakan strategis Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan tahun angggaran 2018:

1. Asdep Ketahanan Gizi, KIA dan Kesling

1) URK : Usulan Rekomendasi Kebijakan di Bidang Ketahanan Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak dalam mendukung target IPM di Bidang Kesehatan (KIA)

#1 ISU KEBIJAKAN 1. Stunting lokus pada 100 Kab/Kota di 1000 Desa 2. Rencana Aksi Nasional Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja 3. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) serta Cakupan

Imunisasi Dengan Sasaran Strategis : 1. Peningkatan akses dan mutu continuum of care pelayanan ibu dan anak yang meliputi

kunjungan ibu hamil, dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih di fasilitas kesehatan serta penurunan kasus kematian ibu di rumah sakit. (No.101)

2. Isu Strategis Peningkatan cakupan imunisasi tepat waktu pada bayi dan balita (No. 106)

Page 41: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 41

Gambar (1) :

Gambar (2) :

Gambar (3). Dampak Kekurangan Gizi

Page 42: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 42

Gambar (4). Sasaran 1000 HPK

ANALISIS KEBIJAKAN :

ASUMSI KEBIJAKAN Pemerintah harus merwujudkan Masyarakat Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong

TUJUAN KEBIJAKAN Mengkaji kebijakan dan kesenjangan dengan melibatkan Kementerian / Lembaga terkait, yaitu tentang Perpres No. 42 tahun 2013 tentang Gerakan Percepatan perbaikan Gizi (Gernas)

FOKUS KEBIJAKAN Upaya peningkatan status gizi balita, sosialisasi ke calon pengantin harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup (usia reproduksi), pemeriksaan ibu hamil, pola asuh anak dan pemberian Asi Eksklusif

Page 43: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 43

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi stunting pada balita sebesar 37,2% dan tahun 2018 turun menjadi 30,8% terdapat disparitas antar wilayah di Indonesia baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Hasil analisis faktor-faktor yang menyebabkan disparitas prevalensi stunting antara lain imunisasi yang tidak lengkap, Indeks Pembangunan Manusia, faktor ekonomi masyarakat, control kehamilan, faktor usia nikah dibawah umur, pola makan serta pengetahuan tentang pola asuh serta Asi Eksekutif. Terdapat pengaruh negatif antara akses ekonomi masyarakat dengan disparitas prevalensi stunting, semakin tinggi akses ekonomi masyarakat maka semakin rendah disparitas prevelansi stunting. Kajian ini merekomendasikan agar pemerintah pusat (khususnya Kemenko PMK, Bappenas, Kementrian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Keuangan) dapat meningkatkan intensitas sosialisasi masalah stunting kepada setiap daerah, mengadakan pelatihan terutama kepada para kepala dinas/pejabat eselon 1 dan 2 di kabupaten/kota, dan mengintegrasikan program penanggulangan kemiskinan dengan program gizi dan kesehatan.

STRATEGI KEBIJAKAN

1) Peningkatan implementasi Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif

2) Deklarasi Pencegahan Stunting sudah dilakukan dibeberapa propinsi dan tahun 2019 agar bisa terlaksana di 34 / semua propinsi

3) Upaya peningkatan implementasi RAN Anak Usia Sekolah dan Remaja

4) Peningkatan pelaksanaan 1000 Hari Pertama

5) Dukungan Pergub / Perda / Kebijakan dan terintegrasi dari pusat sampai daerah

FAKTOR PENENTU KEBIJAKAN

Dibutuhkan SDM sesuai kompetensi (optimal) Program dan kegiatan harus didukung dengan anggaran yang tersedia

Page 44: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 44

Draft Usulan Rekomendasi Kebijakan : 1. Perlu dilakukan revisi Peraturan Presiden No. 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional

Percepatan Perbaikan Gizi (Nomenklatus, peran dan fungsinya disesuaikan) 2. Perlu di bentuk Tim Pencegahan Stunting di tingkat Pemerintah Daerah, sehingga

memudahkan dalam melakukan monitoring dan intervensi pelaksanaannya. 3. Evaluasi pelaksanaan RAN Anak Usia Sekolah dan Remaja dari seluruh Pokja.

2) URK : Draf Usulan Rekomendasi Kebijakan di Bidang Ketahanan Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak dalam mendukung Indikator Kemantapan Pelayanan Dasar dan Pemenuhan Kebutuhan Dasar (Ketahanan Gizi)

#2 ISU KEBIJAKAN 1. Pelaksanaan Inpres No 1 tahun 2017 : Gerakan Masyarakat Hidup Sehat harus sudah

tersosialisasi di masyarakat 2. Fortifikasi pangan yang merupakan langkah untuk mengurangi defisiensi zat gizi pada

produk pangan 3. Program pasar aman bebas dari bahan berbahaya, dengan memperhatikan tingkat

kebersihan dan keamanan pasar tradisional Dengan Sasaran Strategis : 1. Peningkatan peran upaya kesehatan berbasis masyarakat termasuk posyandu dan

pelayanan terintegrasi lainnya dalam pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja dan lansia. (No.107)

2. Peningkatan kesehatan lingkungan dan akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan perilaku hygiene ( No. 114)

Gambar (1) : Kerangka Pikir Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

Gambar (2). Kerangka Pikir Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

Page 45: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 45

Gambar (3). Prinsip rumah sehat jejaring UKBM berbasis siklus kehidupan (life cycles)

ANALISIS KEBIJAKAN : Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Derajat kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang sehat akan lebih produktif dan meningkatkan daya saing manusia. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem kesehatan yang baik. Dengan sistem kesehatan yang baik, memungkinkan kita akan hidup sehat, berpikir kritis, dan produktif bagi bangsa dan Negara. Gerakan nasional berupa Gerakan Masyarakat Hidup Sehat atau Germas dilakukan dalam rangka penguatan pembangunan kesehatan yang mengedepankan upaya promotif[-preventif, tanpa mengesampingkan upaya kuratif-rehabilitatif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa dalam memasyarakatkan paradigma sehat. Saat ini, Indonesia tengah menghadapi tantangan serius berupa beban ganda penyakit. Perubahan gaya hidup

Agent of Change

BALITA

POSYANDU

BKB

PRA SEKOLAH

PAUD dan

PAUD HI

SEKOLAH

UKS/

POSKES TREN

REMAJA

BKR

GENRE

DEWASA

POSKES-

DES

POSBINDU

LANSIA

POS

LANSIA

BKL

Page 46: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 46

masyarakat ditengarai menjadi salah satu penyebab terjadinya pergeseran pola penyakit (transisi epidemiologi) dalam 30 tahun terakhir. Pada era 1990-an, penyebab kematian dan kesakitan terbesar adalah penyakit menular seperti Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), Tuberkulosis (TBC), dan Diare. Namun sejak 2010, penyakit tidak menular (PTM) seperti Stroke, Jantung, dan Kencing manis (DM) memiliki proposi lebih besar di pelayanan kesehatan. Pergeseran pola penyakit ini mengakibatkan beban pada pembiayaan kesehatan negara.

ASUMSI KEBIJAKAN Pemerintah harus merwujudkan Masyarakat Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong

TUJUAN KEBIJAKAN 1) Menurunkan beban penyakit menular dan penyakit tidak menular, baik kematian maupun kecacatan

2) Menghindarkan terjadinya penurunan produktivitas penduduk

3) Menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan karena meningkatnya penyakit & pengeluaran kesehatan.

Mengevaluasi peraturan / kebijakan dengan melibatkan Kementerian / Lembaga terkait, yaitu tentang Inpres No 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) serta Pedoman Umum Germas 2017, sesuai tugas dari Kemenko PMK yaitu Koordinasi pelaksanaan kegiatan Germas yang dilaksanakan oleh K/L.

FOKUS KEBIJAKAN Untuk mensukseskan GERMAS, tidak bisa hanya mengandalkan peran sektor kesehatan saja. Kementerian atau Lembaga Pemerintah melalui para Menteri, Gubernur serta Kepala Daerah, dunia usaha, tokoh agama, akademisi, dan masyarakat, juga dapat harus memberikan dukungan, komitmen, dan peran-sertanya dalam bergotong royong meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Fortifikasi pangan yang tidak sesuia standar akan memberikan dampak negatip yang serius, anemi defisiensi besi pada performan kognitif pada semua tahap kehidupan.

Page 47: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 47

Dengan Germas diharapkan masyarakat bisa berperilaku sehat, sehingga produktivitas ikut meningkat. Selain itu tercipta lingkungan yang bersih, yang pada akhirnya menurunkan angka kesakitan dan biaya yang dikeluarkan masyarakat. Seluruh lapisan masyarakat diharapkan terlibat dalam Germas. Bersama-sama, baik individu, keluarga, dan masyarakat mempraktekkan pola hidup sehat sehari-hari. Demikian pula dari kalangan akademisi (universitas), dunia usaha (swasta), organisasi masyarakat (Karang Taruna, PKK, dsb), organisasi profesi, masing-masing menggerakkan institusi dan organisasi agar anggotanya berperilaku sehat. Sedangkan pemerintah pusat dan daerah menyiapkan sarana dan prasarana serta kegiatan yang mendukung pelaksanaan Germas sesuai tugas dan fungsinya. Kegiatan Germas antara lain melakukan aktivitas fisik, mengonsumsi sayur dan buah, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, memeriksa kesehatan secara rutin, membersihkan lingkungan serta menggunakan jamban. Pada tahun 2016 dan 2017 serta tahun 2018 secara nasional sudah dimulai sosialisasi dan kampanye serta komitmen seluruh kepala daerah dan implementasinya dalam mendukung germas yaitu melaksanakan kegiatan aktivitas fisik, mengonsumsi sayur dan buah, serta memeriksa kesehatan secara rutin. Perbaikan gizi, dalam mendukung Germas salah satunya adalah fortifikasi pangan yang merupakan salah satu upaya meningkatkan mutu gizi makanan dengan menambahkan

STRATEGI KEBIJAKAN Agar gerakan ini bisa membudaya pada seluruh masyarakat Indonesia, maka kita harus BERSAMA-SAMA BERGERAK, melakukan suatu GERAKAN untuk HiDUP SEHAT. Gerakan ini diperkuat oleh :

• Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017, yang menginstruksikan kepada para Menteri Kabinet Kerja, Kepala Lembaga Pemerintah dan non Pemerintah, Direktur Utama BPJS Kesehatan serta Para Gubernur dan Bupati/Walikota untuk menetapkan kebijakan dan mengambil langkah langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk mewujudkan Germas.

• Telah tersusun Pedoman Umum Pelaksanaan Germas 2017

• Perlu dilakukan terobosan teknologi yang murah, memberikan dampak yang nyata, diterima oleh masyarakat dan solusi perbaikan gizi, salah satunya adalah fortifikasi pangan, yaitu dengan upaya meningkatkan mutu gizi makanan dengan menambahkan pada makanan tersebut satu atau lebih zat gizi mikro tertentu

FAKTOR PENENTU KEBIJAKAN

Dibutuhkan SDM sesuai kompetensi (optimal) Program dan kegiatan harus didukung dengan anggaran yang tersedia Perilaku masyarakat dalam mewujudkan Germas

Page 48: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 48

pada makanan tersebut satu atau lebih zat gizi mikro tertentu. Perbaikan gizi dengan fortifikasi, khususnya pada garam, minyak dan terigu. Draft Usulan Rekomendasi Kebijakan : 1. Perlu Implementasi dan evaluasi pelaksanaan Germas yang sudah ada, sesuai Pedoman

Umum pelaksanaan Germas untuk Kementerian / Lembaga baik dipusat maupun di daerah.

2. Beberapa hal yang perlu dikaji agar perbaikan gizi melalui fortifikasi dapat berhasil diantarnya: (1). bagaimana jaminan kualitas fortifikasi, artinya zat gizi yang ditambahkan kadarnya betul memenuhi standar, (2). Bagaimana jaminan kualitas selama distribusi tidak mengalami penurunan baik kualitas maupun kuantitas dan (3). Bagaimana jaminan pangan terfortifikasi terdistribusi sampai kelompok sasaran, diterima dan dikonsumsi dalam jumlah yang cukup.

3. Perlu kesepakatan penerbitan SNI (Garam, minyak dan tepung terigu) dari K/L 4. Perlu Dukungan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat Sadar Pangan Aman #GERMASSAPA,

dengan Budayakan konsumsi pangan aman untuk wujudkan kesehatan generasi masa depan.

5. Sosialisasi Pedoman standar GGL (Gula, Garam dan Lemah) agar terwujud masyarakat yang sehat.

3) Draf Usulan Rekomendasi Kebijakan di Bidang Ketahanan Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak dalam mendukung kemantapan pemberdayaan (Kesling)

#3 ISU KEBIJAKAN 1. Peningkatan peran upaya kesehatan berbasis masyarakat termasuk posyandu dan

pelayanan terintegrasi lainnya dalam pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja dan lansia. (No.107)

2. Peningkatan kesehatan lingkungan dan akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak dan perilaku hygiene ( No. 114)

Dengan Sasaran Strategis : 1. Dukungan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat harus sudah tersosialisasi di masyarakat

terkait sanitasi dan kesehatan lingkungan. 2. Akses universal pada akhir tahun 2019, yaitu 100% untuk akses air minum dan sanitasi.

Gambar (1).

Page 49: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 49

Gambar (2). PermasalahanKeselatan Lingkungan secara tidak langsung

ANALISIS KEBIJAKAN : Derajat kesehatan masyarakat itu dipengaruhi oleh empat faktor yakni keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku, dan lingkungan. Yang paling besar pengaruhnya terhadap kesehatan adalah perilaku dan lingkungan. Kesehatan masyarakat itu erat kaitannya dengan perilaku dan lingkungan, terutama perilaku yang paling besar pengaruhnya. Permasalahan kesehatan yang timbul saat ini merupakan akibat dari perilaku hidup yang tidak sehat ditambah sanitasi lingkungan serta ketersediaan air bersih yang masih kurang memadai di beberapa tempat. Hal tersebut sebenarnya dapat dicegah bila fokus upaya kesehatan diutamakan pada upaya preventif dan promotif dalam menumbuh kembangkan

Page 50: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 50

kemandirian keluarga dan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). PHBS yang dihadapi keluarga secara lebih menyeluruh (holistik), ada tiga program besar yang dilakukan saat ini dengan pendekatan keluarga, yang mengedepankan aspek promotif-preventif, yaitu program Nusantara Sehat, Keluarga Sehat, dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Sektor air minum dan sanitasi sudah sejak lama menjadi isu penting untuk kesehatan lingkungan yang saat ini menjadi salah satu program prioritas. Sejak tahun 2008 disadari bahwa Indonesia menghadapi tantangan besar dalam persoalan sanitasi dasar yaitu sebanyak 57 juta penduduk tidak memiliki akses sanitasi layak. Kebiasaan buang air besar sembarangan menjadi penyebab awal dari munculnya risiko kesehatan yang berdampak pada berbagai macam penyakit serta dampak tidak langsung lainnya. Kementerian Kesehatan bersama-sama dengan kementerian lain secara bersama-sama berupaya meningkatkan akses air minum dan sanitasi dengan berbagai pendekatan, yang secara spesifik memiliki tantangannya masing-masing. Intervensi Kesehatan Lingkungan yang kegiatan-kegiatannya dapat meningkatkan kebersihan lingkungan perlu digalakkan sesuai Perpres 185 tahun 2014 tentang percepatan penyediaan air minum dan sanitasi. Pemerintah daerah harus segera melakukan pertemuan dengan seluruh komponen yang terkait untuk merumuskan penerapan Germas yang cocok di daerah itu. Hingga saat ini hampir semua Provinsi, Kabupaten dan Kota, menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang mendukung Germas seperti pelaksanaan kawasan bebas kendaraan bermotor (car free day), taman bermain untuk beraktivitas fisik, menanam buah dan sayur lokal, kawasan tanpa rokok, pasar sehat, kegiatan peregangan di tempat kerja, bergotong royong membersihkan lingkungan serta memberikan informasi, edukasi secara rutin kepada masyarakat mengenai ajakan hidup sehat.

ASUMSI KEBIJAKAN Pemerintah harus merwujudkan Masyarakat Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong

TUJUAN KEBIJAKAN

FOKUS KEBIJAKAN Untuk mensukseskan GERMAS, tidak bisa hanya mengandalkan peran sektor kesehatan saja. Kementerian atau Lembaga Pemerintah melalui para Menteri, Gubernur serta Kepala Daerah, dunia usaha, tokoh agama, akademisi, dan masyarakat, juga dapat harus memberikan dukungan, komitmen, dan peran-sertanya dalam bergotong royong meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Perbaikan lingkungan dan perubahan perilaku kearah yang lebih sehat perlu dilakukan secara sistematis dan terencana oleh semua komponen bangsa

Page 51: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 51

STRATEGI KEBIJAKAN Agar gerakan ini bisa membudaya pada seluruh masyarakat Indonesia, maka kita harus diperkuat oleh :

• Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017, yang menginstruksikan kepada para Menteri Kabinet Kerja, Kepala Lembaga Pemerintah dan non Pemerintah, Direktur Utama BPJS Kesehatan serta Para Gubernur dan Bupati/Walikota untuk menetapkan kebijakan dan mengambil langkah langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk mewujudkan Germas.

• Perpres 185 tahun 2014 tentang percepatan penyediaan air minum dan sanitasi

• Persentase penurunan kawasan kumuh, sistem persampahan, sistem drainase, sistem air limbah perlu di tindaknajuti di tahun 2019 agar masyarakat hidup sehat terwujud.

FAKTOR PENENTU KEBIJAKAN

Dibutuhkan SDM sesuai kompetensi (optimal) Program dan kegiatan harus didukung dengan anggaran yang tersedia Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) harus ditingkatkan da membudaya

Draft Usulan Rekomendasi Kebijakan : 1. Perlu di lakukan Rapat Koordinasi Nasional yang membahas masalah Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat (STBM) untuk tindaklanjut percepatan pemenuhan akses air minum dan sanitasi tahun 2019

2. Nawacita ke-5 yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui PROGRAM INDONESIA SEHAT. Pendekatan keluarga merupakan paradigma baru pelayanan kesehatan perlu ditingkatkan melalui Germas, PHBS, BAB sembarangan serta dampak lingkungan yang lain.

3. Implementasi sekaligus evaluasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang merupakan pelibatan lintas sektor serta seluruh aktor pembangunan termasuk masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan air minum dan sanitasi untuk mendukung terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

2. Asdep Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit 1) Naskah Usulan Rekomendasi Kebijakan Indonesia Bebas Penyakit Kaki Gajah Tahun

2020

Page 52: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 52

Dalam RPJMN 2015 – 2019 Visi dan Misi Pemerintah dirumuskan dan dijabarkan dengan lebih operasional ke dalam sejumlah program prioritas sehingga lebih mudah diimplementasikan dan diukur tingkat keberhasilannya. Dari tiga puluh program prioritas yang ada, salah satunya adalah Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, baik Penyakit Menular (termasuk Zoonosis) maupun penyakit Tidak Menular. Sejalan dengan Misi Kemenko PMK 2015 – 2019 yaitu: 1. Mengoordinasikan dan mensinkronisasikan perumusan, penetapan, dan

pelaksanaan kebijakan pembangunan manusia dan kebudayaan, 2. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan pembangunan manusia dan kebudayaan, 3. Mendorong perwujudan manusia dan kebudayaan Indonesia yang berkualitas, 4. Meningkatkan Kapasitas kelembagaan kemenko PMK.

Dari misi kemenko PMK diatas, maka upaya eliminasi penyakit kakai gajah di Indonesia secara langsung dapat meningkatkan perwujudan manusia Indonesia yang berkualitas, sekaligus juga meningkatkan kapasitas kelembagaan Kementerian/Lembaga terkait.

Pencegahan dan Penanggulangan Filariasis di Indonesia - Pengendalian penyakit Kaki Gajah di Indonesia dimulai sejak 45 tahun yang lalu

(1970), dan sejak 3 tahun lalu Pemerintah mentargetkan mewujudkan Indonesia Bebas Kaki Gajah tahun 2020. Untuk mempercepat terwujudnya Indonesia Bebas Kaki Gajah diadakan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA) dengan cara Pemberian Obat Pencegah Masal (POPM) penyakit kaki gajah setiap bulan Oktober selama 5 tahun beturut-turut (2015-2020).

- Keberhasilan terwujudnya Indonesia Bebas Kaki Gajah ditentukan oleh dukungan semua pihak baik di jajaran pemerintah maupun seluruh lapisan masyarakat, termasuk kalangan swasta dan dunia usaha.

- Penyakit Kaki Gajah disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial yaitu Wuchreria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.

PERMASALAHAN Masih banyaknya kasus-kasus penyakit menular yang dilaporkan dan semakin meningkatkan pelaporan kasus-kasus penyakit tidak menular terus menjadi masalah di Indonesia, ditambah lagi dengan munculnya penyakit menular baru/Emerging Infectious Diseases (EID). Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah penyakit Filariasis atau yang lebih dikenal dengan penyakit Kaki Gajah. Penyakit Kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yg disebabkan oleh cacing filarial (microfilaria), ditularkan oleh nyamuk sebagai vektor. Penyakit Kaki gajah dapat menimbulkan :

• kecacatan menetap seumur hidup,

• stigma sosial,

• hambatan psikologis/kejiwaan

• Menurunkan kwalitas SDM dan

• menimbulkan kerugian ekononomi

Page 53: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 53

Filariasis merupakan salah satu Penyakit Tropik Terabaikan (NTDs/Neglected Tropical Diseases). Menurut WHO ada 17 penyakit tropik terabaikan (NTDs) prioritas WHO, dimana di Indonesia ada 8 penyakit yaitu : kusta, frambusia, filariasis, schistosomiasis, kecacingan (STH), taeniasis, dengue dan chikungunya).

ISU KEBIJAKAN Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan serta Eliminasi penyakit Kaki Gajah tahun 2020 diperlukan peranserta Kementeria dan Lembaga terkait lainnya selain memang tugas kementerian teknis utama yaitu Kementerian Kesehatan. Kebijakan yang akan dibuat Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan tentunya terkait dengan tugas Koordinasi, Sinkronisasi dan Pengendalian Penyakit Kaki Gajah (Filariasis).

Dalam rangka mencapai eliminasi penyakit Kaki Gajah, maka dilakukan :

- Pemberian Obat Pencegah Masal (POPM) filariasis yang diintegrasikan dengan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS PK) dan Pemberian Obat Pencegahan Kaki Gajah kepada penduduk.

- Penanaman tanaman anti nyamuk di rumah penduduk lebih digalakkan sehingga lingkungan juga mendukung pencegahan terjadinya gigitan nyamuk maupun berkembangnya perindukan nyamuk penular penyakit filariasis.

- Pelaksanaan kegiatan tersebut di kabupaten/ kota endemis filariasis di seluruh Indonesia dengan tujuan untuk: a. Cakupan pengobatan menjadi tinggi dan merata, dengan demikian rantai

penularan filariasis terhenti secara efektif. b. Cakupan POPM filariasis di setiap desa/kelurahan atau wilayah setingkat desa

minimal mencapai 65% dari total penduduk di masing-masing kabupaten/ kota endemis filariasis.

ANALISIS KEBIJAKAN

Metode : Strategyc Assumtion Surfacing and Testing (SAST)

a. Asumsi Kebijakan

Kebijakan dalam rangka menunjang eliminasi penyakit kaki gajah merupakan kebijakan yang bersifat mendorong dan menggerakkan Kementerian/Lembaga untuk mencapai target yang diharapkan dengan meningkatkan program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit kaki gajah Metode yang digunakan dalam menentukan mana yang terbaik bersadasarkan banyaknya Isu isu strategis yang antara lain :

• Tujuan Eliminasi Kaki gajah masih belum didukung dengan Kebijakan K/L yang sudah ada saat ini

• Ketersediaan Obat Anti Filariasis seandainya Kebijakan dilaksanakan.

Page 54: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 54

• Ketersediaan SDM Kesehatan dan diluar SDM Kesehatan, baik di tingkat maupun di tingkat Propinsi, Kabupaten/Kopta.

• Efek ekonomi/kerugian ekonomi jika penyakit Filariasis tidak dieliminasi dari Negara Indonesia.

• Masih adanya konflik dan Kemauan pemangku kepentingan ditingat pusat dan daerah.

• Masih adanya kendala sosial di daerah.

• Identifikasi para Pembuat Kebijakan baik ditingkat Pusat maupun di Daerah yang memahami isu-isu strategis dimaksud

Dari hasil pemetaan Isu-isu strategis tersebut , kemudian mempersiapkan kelompok informan strategis, dengan menggunakan metode Strategyc Assumption Surfacing and Testing (SAST) namun dibuat lebih sederhana dengan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan peserta FGD dari berbagai tingkat pengetahuan dan level SDM yang berbeda, serta Wawancara mendalam bagi informan dengan jabatan yang lebih tinggi. Bentuk pertanyaan terstruktur namun terbuka. a. Kelompok-kelompok antara laian:

a. Pakar dibidang Penyakit Kaki gajah b. Pejabat setingkat direktur di pusat dan daerah c. SDM kesehatan di level teknis d. Kader kesehatan di tingkat teknis e. Organisasi Kemasyarakatan

b. Hasil dari FGD, dan wawancara mendalam kemudian dilakukan pemeringkatan

asumsi strategis, masing-masing isu strategis dibuat skala mulai tidak penting (angka terkecil) sampai kepada angka tertinggi (paling penting).

Skala lainnya adalah rencana kebijakan dibuatkan skala mulai “tidak yakin” kebijakan yang akan dikeluarkan akan berhasil (nilai terkecil) sampai kepada “Paling yakin” kebijakan akan berhasil (nilai tertinggi).

Tidak Penting

Penting Paling

Penting

Tidak Yakin Berhasil

Yakin Berhasil

Sangat Yakin Berhasil

Page 55: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 55

Hasil pemeringkatan asumsi selanjutnya dipetakan dalam 4 Kuadran: Kuadran Penting dengan nilai tinggi dan Keyakinan tinggi, kuadran penting dengan tingkat keyakinan sedang, kuadran tingkat penting sedang dan keyanikan sedang, dan kuadran penting rendah keyakinan rendah.

c. Mencari dan memutuskan asumsi strategis kebiakan yang

terbaik/memungkinkan Kebijakan yang mendapat dukungan dari multi stakeholder.

d. Sintesa-sintesa

Dari hasil metode ini ternyata didapat bahwa Kebijakan Eliminasi kaki gajah (filariasis) menghasilkan; “kebijakan yang sangat penting dengan keyakinan keberhasilan yang tinggi”, dengan kata lain kebijakan ini memang harus dikeluarkan dalam rangka mencapai eliminasi penyakit kaki gajah di Indonesia pada tahun 2020.

b. Tujuan Kebijakan

Dengan penguatan kebijakan yang ada, dapat dicapai Pencegahan dan Penanggulangan dan eliminasi penyakit kaki gajah, dimana SDM, sarana maupun pelaksanaan program dapat dilakukan secara multisektor dan terintegrasi.

c. Fokus Kebijakan

Page 56: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 56

Fokus dilakukan terutama pada “Daerah endemis penyakit kaki gajah”, serta daerah-daerah dengan peningkatan kasus penyakit kaki gajah. Dengan kebijakan yang ada, sinergitas pusat dan daerah baik dari tingkat provinsi sampai kabupaten/kota dapat terjalin secara baik dan terpadu.

d. Strategi Kebijakan 1. Institusionalisasi

• Peningkatan peran lembaga dan instansi yang memiliki tugas fungsi koordinasi dibidang pembangunan manusia dan Kebudayaan.

• Harmonisasi penanggulangan penyakit kaki gajah.

• Penyusunan program pengendalian secara terpadu dan berkelanjutan di daerah

• Mengembangkan koordinasi terpadu antara pememerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya dalam pencegahan dan pengendalian kaki gajah di daerah endemis.

2. Internalisasi a. Peningkatan Kapasitas kebijakan, perencanaan dan penganggaran

Pencegahan dan pengendalian penyakit kaki gajah dalam program yang terpadu.

b. Peningkatan kapasitas sistem informasi/surveilans terpadu c. Peningkatan kapasitas respon, pengendalian dan penanganan terpadu.

3. Penguatan Keterlibatan masyarakatan dan komunitas dalam pencegahan dan

pengendalian filariasis secara berkelanjutan.

e. Faktor Penentu Keberlanjutan Kebijakan

• Tidak adanya regulasi yang tumpang tindih dengan kebijakan ini;

• Belum ada regulasi yang mengatur tentang program pengendalian terpadu;

• Kebijakan ini menjamin pencapaian RPJMN dengan baik dan tepat;

• Kebijakan ini menjamin Program Nasional Pencegahan dan Penanggulangan sampai kepada eliminasi penyakit kaki gajah dapat dilaksanakan dengan baik.

• Menjadikan Belkaga di kabupaten/ kota endemis filariasis sebagai gerakan berskala nasional.

CATATAN AKHIR Keberhasilan terwujudnya Indonesia Bebas Kaki Gajah tahun 2020 ditentukan oleh dukungan semua pihak baik di jajaran pemerintah maupun seluruh lapisan masyarakat, termasuk kalangan swasta dan dunia usaha. Mencapai Indonesia bebas penyakit kaki gajah (filariasis) tahun 2020 merupakan target yang ingin dicapai dengan kegiatan eliminasi yang terintegrasi.

Page 57: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 57

Rencana kegiatan, yang akan dilaksanakan secara terkoordinasi dengan lintas Kementerian/Lembag terkait di tingkat pusat serta pemerintah daerah di daerah-daerah endemis penyakit Kaki Gajah: Pelaksanaan Bulan Eliminasi Kaki Gajah/BELKAGA dilaksanakan di 125 Kabupaten/Kota :

- Pelaksanaan POPM Cacingan di Daerah Prioritas Intervensi Stunting di 100 Kabupaten. - Pelaksanaan POPM Schistosomiasis menuju Eradikasi Schistosomiasis 2019 dengan

melibatkan Kementerian/Lembaga terkait. - Pengendalian Kaki Gajah di Indonesia dimulai sejak 45 tahun yang lalu (1970). - Penguatan infrastruktur layanan kesehatan serta kapasitas tenaga kesehatan untuk menjamin mutu pelayanan. - Pengawalan implementasi SPM Kab/Kota Bidang Kesehatan

Gambar 1. Gambaran klinis Penyakit Kaki Gajah (Filariasis)

Gambar 2. Gambaran Mikroskopis Micro Filaria

Page 58: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 58

INDIKATOR, TARGET, DAN CAPAIAN INDIKATOR 2015-2019

PROGRAM FILARIASIS DAN KECACINGAN

Uraian Indikator

2015 2016 2017 2018 (triwulan 2)

2019

Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian

INDIKATOR RPJMN

Jumlah kabupaten/kota eliminasi filariasis

9 17 12 22 15 28 24 28 35

INDIKATOR RENSTRA

Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria < 1%

35 36 45 46 55 77 65 80 75

INDIKATOR RKP

Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis yang melakukan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis

140 144 170 180 140 152 125 105

INDIKATOR KSP

Jumlah orang 34,1 39,7 27,5 26,3

Page 59: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 59

yang minum obat filariasis

juta juta juta juta

Jumlah anak yang minum obat cacing

33,4 juta

33,1 juta

45,1 juta

3,5 juta*

45,6 juta

Catatan : Laporan capaian POPM Cacingan putaran-1 yang diterima dari 37 kab/kota intervensi stunting sampai dengan 03 Agustus 2018 (target 100 kab/kota intervensi stunting)

2) Naskah Usulan Rekomendasi Kebijakan Indonesia Bebas Rabies Tahun 2030 Salah satu zoonosis yang berpotensi menyebabkan Wabah (berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010) dan telah menjadi endemik di 24 Provinsi (pada hewan dan manusia) adalah Rabies. Berdasarkan reservoirnya rabies masuk dalam kategori Antropozoonosis yaitu merupakan zoonosis yang berkembang secara bebas di satwa liar maupun satwa domestik. Manusia tertular dan menjadi titik akhir infeksi, manusia tidak dapat menularkan zoonosis kepada manusia lain atau kepada hewan. Berdasarkan cara penularannya rabies masuk dalam golongan direct zoonosis atau ditularkan secara langsung dari hewan ke manusia melalui gigitan tanpa perlu perantara. Penyakit rabies disebabkan oleh lyssa virus dengan masa inkubasi 2 minggu sampai dengan 6 bulan, apabila gejala penyakit rabies telah muncul, maka hampir dipastikan penderita tidak akan tertolong (case fatality rate 99%). Meskipun mematikan penyakit rabies dapat dicegah melalui vaksinasi pada hewan penular (di Indonesia 98% hewan penular adalah anjing). Mengacu pada daftar penyakit yang dibuat oleh WHO maka rabies adalah salah satu neglected diseases (penyakit menular terabaikan)1. PERMASALAHAN 1). Tidak optimalnya pengendalian rabies sebagai penyakit berpotensi wabah; 2). Tingginya angka gigitan hewan penular rabies (49.487 gigitan rata-rata per tahun)

menyebabkan 312 orang meninggal (antara 2015-2017 dan 50% diantaranya anak-anak)2;

3). Berpotensi menimbulkan konflik horizontal akibat kehilangan anggota keluarga yang digigit anjing milik orang lain3;

4). Berdampak ekonomi masyarakat akibat pembatalan perjalanan wisata apabila terjadi KLB/Wabah rabies didaerah destinasi pariwisata4;

5). Tidak terkendalinya rabies pada anjing telah membahayakan bagi kelestarian satwa langka (kasus kematian gajah akibat rabies di Taman Nasional Way Kambas).

ISU KEBIJAKAN 1. Pencegahan dan Pengendalian rabies sebagai indikator pembangunan nasional

Page 60: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 60

Dalam RPJMN 2015-2019 Rabies masuk dalam kelompok penyakit menular lainnya dalam sub agenda pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, sehingga hanya masuk dalam program prioritas bidang di Kementerian Kesehatan dengan indikator kinerja subdirektorat zoonosis adalah jumlah kabupaten/kota eliminasi rabies (2 tahun tanpa kematian akibat rabies / lyssa).

Zoonosis sebagai salah satu penyakit strategis berpotensi wabah sebagaimana peraturan Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian perlu mendapat prioritas dalam kebijakan perencanaan strategis melalui RPJMN dan RPJMD (sesuai ancaman yang ada di masing-masing daerah). Hingga saat ini pencegahan dan pengendalian zoonosis masih di tingkat prioritas bidang sehingga belum ada program nasional yang sistematis dan memadai dalam mendukung upaya preventif dan promotif. Dunia telah mengenali 868 jenis zoonosis namun tidak seluruhnya terdeteksi ditemukan di Indonesia, berdasarkan analysis dan data kesehatan dan kesehatan hewan serta pertimbangan para pakar telah disusun

2. Pencegahan dan Pengendalian rabies belum secara terpadu dan terintegrasi.

Konsep pada tahun-tahun mendatang dengan pendekatan one health.

Page 61: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 61

One health adalah upaya kolaboratif dari berbagai profesi ilmu kesehatan, bersama dengan disiplin ilmu dan institusi yang berhubungan bekerja di tingkat lokal, nasional dan global untuk mencapai kesehatan yang optimal bagi manusia, hewan tumbuhan dan lingkungan.

3. Belum sinerginya kebijakan dan pelaksanaannya. Dalam pengendalian rabies diperlukan kebijakan yang sinergis, terintegrasi dan sumberdaya yang memadai.

4. Kapasitas pencegahan dan pengendalian rabies masih lemah 5. Koordinasi pengendalian rabies lemah

Page 62: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 62

ANALISIS KEBIJAKAN Metode : Strategyc Assumtion Surfacing and Testing (SAST)

a. Asumsi Kebijakan : Menurunnya atau tereliminasinya penyakit rabies serta dampaknya jika kebijakan eliminasi ini dekeluarkan akan menjadikan derajat kesehatan masyarakat Indonesia menjadi labih baik. Kebijakan dalam rangka menunjang eliminasi penyakit rabies merupakan kebijakan yang bersifat mendorong dan menggerakkan Kementerian/Lembaga untuk mencapai target yang diharapkan dengan meningkatkan program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit rabies. Metode yang digunakan dalam menentukan mana yang terbaik bersadasarkan banyaknya Isu isu strategis yang antara lain :

• Tujuan Eliminasi Rabies masih belum didukung dengan Kebijakan Kementerian/Lembaga yang sudah ada saat ini

• Kebijakan yang sudah ada saat ini belum terintegrasi dan terkoordinasi secara maksimal.

• Ketersediaan vaksin dan obat penyakit rabises seandainya Kebijakan dilaksanakan.

• Ketersediaan SDM Kesehatan dan SDM Kesehatan masyarakat veteriner, baik di tingkat pusat maupun di tingkat Propinsi, Kabupaten/Kopta.

• Efek ekonomi/kerugian ekonomi jika penyakit rabies tidak dieliminasi dari negara Indonesia.

• Kemauan pemangku kepentingan ditingat pusat dan daerah.

b. Dari hasil pemetaan Isu-isu strategis tersebut , kemudian mempersiapkan kelompok informan strategis, dengan menggunakan metode Strategyc Assumption Surfacing and Testing (SAST) namun dibuat lebih sederhana dengan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan peserta FGD dari berbagai tingkat pengetahuan dan level SDM yang berbeda, serta Indepth intervieuw (wawancara mendalam) bagi informan dengan jabatan yang lebih tinggi. Bentuk pertanyaan terstruktur namun terbuka. Kelompok-kelompok antara lain: f. Pakar dibidang Rabies g. Pejabat setingkat direktur di pusat dan daerah h. SDM kesehatan di level teknis i. SDM Kesehatan hewan di level teknis j. Kader kesehatan dan kesehatan hewan di tingkat teknis k. Organisasi Kemasyarakatan l. Tokoh masyarakat dan tokoh agama

Page 63: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 63

c. Hasil dari FGD, kemudian dibuat pemeringkatan asumsi strategis, masing-masing isu strategis dibuat skala mulai tidak penting (angka terkecil) sampai kepada angka tertinggi (paling penting).

Skala lainnya adalah rencana kebijakan dibuatkan skala mulai “tidak yakin” kebijakan yang akan dikeluarkan akan berhasil (nilai terkecil) sampai kepada “Paling yakin” kebijakan akan berhasil (nilai tertinggi).

Hasil pemeringkatan asumsi selanjutnya dipetakan dalam 4 Kuadran : Kuadran Penting dengan nilai tinggi dan Keyakinan tinggi, kuadran penting dengan tingkat keyakinan sedang, kuadran tingkat penting sedang dan keyanikan sedang, dan kuadran penting rendah keyakinan rendah.

d. Mencari dan memutuskan asumsi strategis kebiakan yang terbaik/memungkinkan Kebijakan yang mendapat dukungan dari multi stakeholder.

e. Sintesa sintesa

Tidak Penting

Penting Paling

Penting

Sangat Yakin Berhasil

Yakin Berhasil

Tidak Yakin Berhasil

Page 64: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 64

f. Hasil Pemetaan Asumsi Strategis

Dari hasil metode ini ternyata didapat bahwa Kebijakan Eliminasi rabies (penyakit anjing gila) ternyata menghasilkan; kebijakan yang sangat penting dengan keyakinan keberhasilan yang tinggi, dengan kata lain kebijakan ini memang harus dikeluarkan dalam rangka mencapai eliminasi penyakit rabies di Indonesia pada tahun 2030.

Penentuan Alternatif Strategy Menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

A : Fokus B : Faktor C : Aktor

Pencegahan dan

penanggulang rabies

Pola pemeliharaan

anjing oleh masyarakat

SDM terlatih : vaksinasi HPR, komunikasi, sampling specimen, tatalaksana GHPR

Logistic

penunjang dan

Sarana

penyimpanan :

rantai dingin

vaksin

Operasional

pelaksanaan :

kendaraan dan

BOP harian

petugas

Kemenkes,

Kementan,

KemenLHK,

Kemendagri, TNI,

Polri

Masyarakat

Desa

Pemerintah

Daerah

Mitra :

organisasi

Internasional,

Regional, org.

profesi dan PMI

Komunikasi,

Informasi dan

Edukasi

Advokasi Tidak ada kematian akibat

rabies pada masyarakat

(tatalaksana kasus gigitan

HPR)

Pemutusan

rantai penularan

pada hewan

penular rabies

penyusunan

roadmap

Indonesia bebas

rabies

pencegahan dan pengendalian

rabies sebagai bagian dari

standard teknis pelayanan

minimum di Kabupaten/Kota

pembentukan kelompok kerja

pencegahan dan pengendalian

rabies di tingkat kabupaten/kota,

provinsi dan nasional

B

C

D

E

A

Page 65: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 65

D : Tujuan E : Alternatif

g. Tujuan Kebijakan Terwujudnya sinergi sumberdaya lintas sektor diberbagai tingkatan pemerintah.

h. Fokus Kebijakan

• Penguatan fungsi koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di tingkat pusat dan daerah

• Penguatan kapasitas sumberdaya pengendalian rabies dalam perencanaan, mitigasi, investigasi/penyelidikan epidemiologi, pengkajian dan pelaksanaan penanggulangan kedaruratan serta penanganan pasca kedaruratan wabah rabies

• Penguatan pelibatan peran masyarakat, organisasi profesi, akademisi/ pakar dan mitra pembangunan pemerintah

• Perencanaan terpadu melalui peta jalan / roadmap Indonesia bebas rabies.

i. Strategi Kebijakan o Penguatan Koordinasi lintas sektor o Surveilans (pengamatan perkembangan rabies) o Vaksinasi massal HPR o Tatalaksana gigitan hewan penular o Investigasi dan respon cepat o Advokasi pengambil kebijakan o Pemenuhan rantai dingin dan logistik o Pelibatan TNI/Polri dan masyarakat, dunia usaha, dan profesional o Komunikasi, Informasi dan Edukasi

j. Rekomendasi Kebijakan

Mengingat demikian besarnya dan pentingnya masalah penyakit rabies di Indonesia dengan tingkat kematian (case fatality rate) mencapai 99%, maka sudah saatnya rabies dieliminasi dari Indonesia. Melihat dari berbagai faktor dan hasil analisis dari berbagai sisi termasuk; kementerian dan lembaga, kemampuan dan ketersediaan SDM, komitmen pemerintah pusat dan daerah, maka dapat direkomendasikan Usulan rekomendasi Kebijakan yang cepat dan membawa dampak langsung dan cepat adalah “ Instruksi Presiden tentang peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit bersumber binatang (termasuk rabies).

CATATAN AKHIR Selama triwulan keempat tahun 2018 telah disusun rancangan instruksi presiden sebagaimana surat arahan Sekretaris Kabinet kepada Menko Polhukam dan Menko PMK. Substansi dalam rancangan inpres tersebut adalah Peningkatan Kemampuan/ kapasitas negara dalam mencegah, mendeteksi dan merespon secara terkoordinasi dengan melibatkan berbagai kalangan dalam menghadapi kedaruratan kesehatan, pandemi global, dan kedaruratan penyalahgunaan nuklir, biologi dan kimia.

Page 66: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 66

Capaian Target Nasional Pengendalian Rabies Pada Manusia

Target

2015

2016

2017

2018

2019

Persentase Kabupaten/Kota Eliminasi Rabies

25% (66

kab/ko)

40%

(106 kab/kot)

55% (145

kab/kot)

70% (185

kab/kot)

85% (225

kab/kot)

Capaian

26% (26%)

40% (106 kab/kot)

55% (145

kab/kot)

Daftar penyakit zoonosis prioritas yang perlu dimutakhirkan setiap3 tahun sekali, daftar tersebut sebagai berikut :

Tabel daftar penyakit yang strategis berpotensi wabah dan jenis zoonosis prioritas

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

GHPR 84 84 69 73 80 68 65

PET 71 74 54 59 57 45 45

Lyssa 18 13 11 98 11 99 95

- 50 100 150 200

- 20.000 40.000 60.000 80.000

100.000

Situasi Rabies di Indonesia Tahun 2011 – 2017

Rabies tersebar di 25 provinsi.

9 provinsi bebas: Babel, Kep. Riau, DKI Jakarta , Jateng, Jatim, DI Yogya, NTB, Papua dan Papua Barat.

GHPR: gigitan hewan penular rabies Di VAR/PET : Post Exposure Treatment Lyssa : Kematian karena Rabies

Sumber : Subdit Zoonosis

Page 67: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 67

Peraturan Menteri Kesehatan 1501/2010 Tentang Penyakit Berpotensi Wabah

Keputusan Menteri Pertanian 4026/Kpts./OT.140/4/2013 Tentang Penyakit Hewan Menular Strategis

1. Kolera 2. Pes* 3. Deman berdarah dengue 4. Campak 5. Polio 6. Diphterie 7. Pertusis 8. Rabies* 9. Malaria 10. Avian influenza H5N1* 11. Antraks* 12. Leptospirosis* 13. Hepatitis 14. Influenza A H1N1 pdm09 15. Meningitis 16. Yellow fever 17. Chikungunya

1. 1). Avian influenza*# 2. 2). Rabies*# 3. 3). Antraks*# 4. 4). Salmonellosis*# 5. 5). Leptospirosis*# 6. 6). Bovine TB*# 7. 7). Toxoplasmosis*# 8. 8). Brucellosis abortus*# 9. 9). Para Tuberullosis*# 10. Swine influenza* 11. Nipah* 12. Brucellosis suis* 13. Campylobacteriosis* 14. Cysticercosis* 15. Q Fever* 16. Bovine Spongiform Encephalopaty

(Indonesia free)* 17. Rift valley fever (Indonesia free)* 18. Porcine Reproductive anda Respiratory

Syndrome 19. Septicemi epizooties 20. Helminthiasis 21. Infectious Bovine Rhinotracheitis 22. Jaundice Diseases 23. Surra 24. Classical Swine Fever 25. Foot and Mouth Diseases (Indonesia free)

10). Japanese Encephalitis# 11). Pes# 12). Echinococcosis# 13). Taeniasis# 14). Scabies# 15). Trichinellosis#

Keterangan : *menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis) *irisan jenis zoonosis yang ditetapkan Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian #daftar zoonosis prioritas berdasarkan Kepmentan 4971 / Kpts / OT.140 / 12 / 2013

Page 68: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 68

3) Naskah Usulan Rekomendasi Penurunan Faktor Resiko Penyakit Diabetes Mellitus (Kencing Manis)

Dalam RPJMN 2015 – 2019 Visi dan Misi Pemerintah perlu dirumuskan dan dijabarkan dengan lebih operasional ke dalam sejumlah program prioritas sehingga lebih mudah diimplementasikan dan diukur tingkat keberhasilannya. Salah satu dari tiga puluh program prioritas adalah Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit termasuk Penyakit Tidak Menular. Beberapa jenis penyakit tidak menular antara lain adalah kardiovaskuler, kanker, diabetes, dan penyakit degeneratif lainnya. PTM lainnya yang juga perlu dikoordinasikan adalah masalah kesehatan jiwa, maupun masalah kesehatan lain yang disebabkan oleh Napza (Narkotika, Psikotropika,dan Zat Adiktif lainnya). PERMASALAHAN Berdasarkan data WHO, 66% penyebab kematian di Indonesia adalah karena penyakit tidak menular (PTM). Angka ini terdiri dari penyakit kardiovaskuler (37%), Kanker (13%), PTM lain (10%), dan diabetes sebesar 6% (WHO Country Profiles: Indonesia, 2016). Berdasarkan data sample registration system (SRS) Indonesia tahun 2014, sepuluh penyebab kematian utama adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Penyebab Kematian di Indonesia (SRS 2014)

No Penyebab Kematian %

1 Stroke 21.1

2 Penyakit Jantung Koroner (PJK) 12.9

3 Diabetes Melitus dengan komplikasi (DM) 6.7

4 Tuberkulosis Paru 5.7

5 Hipertensi dengan komplikasi 5.3

6 Penyakit Paru Obstruksi Kronis 4.9

7 Penyakit Hati 2.7

8 Kecelakaan Lalu lintas 2.7

9 Pneumonia 2.1

10 Dare dan penyakit infeksi saluran cerna lain 1.9

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa Penyakit Tidak Menular menyumbang 50.9% dari seluruh kematian di Indonesia. Sementara PTM lainnya adalah 14,3%. Menurut data Mabes POLRI tahun 2012, kejadian bunuh diri sekitar 0.5/100.000 penduduk atau sekitar 1170 kasus per tahun. Angka ini lebih rendah dari estimasi WHO yaitu sekitar 3500-4000 kasus pertahun. Saat ini, masalah yang paling terlihat yang dihadapi Indonesia adalah treatment gap atau kesenjangan antara beban masalah kesehatan jiwa dengan sumber daya yang diperlukan untuk mengatasinya.

Page 69: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 69

ISU KEBIJAKAN

1. Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular

Ada banyak penyakit tidak menular, namun sebagai strategi, maka upaya kesehatan masyarakat difokuskan pada empat penyakit tidak menular utama, yaitu: penyakit jantung, penyakit kanker, penyakit paru kronis dan diabetes. Ke empat penyakit tidak menular ini memiliki 4 faktor risiko yang sama yaitu: Penggunaan tembakau, diet tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan penyalahgunaan alkohol. Terkait dengan diet yang tidak sehat, beberapa hal yang termasuk dalam diet tidak sehat adalah: 1. kurang konsumsi sayur dan buah 2. konsumsi gula/kalori berlebih

Dalam studi diet total yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes, diketahui bahwa Indonesia saat ini mengalami masalah ganda terkait kecukupan energi (Grafik 1). Pada usia remaja 13-18 tahun sebanyak 52.5% mengalami gizi kurang (under nutrition) dan sebanyak 17,2% mengalami kelebihan energi. Kelebihan energi ini lah yang meningkatkan risiko penyakit tidak menular antara lain seperti obesitas, diabetes melitus, dan stroke. Dengan demikian salah satu cara untuk mencegah penyakit tidak menular adalah dengan mengendalikan konsumsi makanan/minuman yang meningkatkan risiko peningkatan berat badan (kelebihan energi).

Grafik 1. Proporsi (%) Penduduk Menurut Kecukupan Energi dan Kelompok Umur,

Indonesia 2014

6,8

29,7

52,5 5044,6

48,9

40,1

30,3 32,5 33,5

44,3

30,1

17,2 17,521,9

0

20

40

60

80

100

0 – 59 bln 5-12 thn 13 – 18 thn 19 – 55 thn 55 + thn

< 70% AKE 70-<100 AKE ≥100% AKE

Page 70: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 70

Dikarenakan saat ini banyak makanan dan minuman siap saji yang tidak diketahui dengan jelas nilai gizi nya, maka salah satu upaya promosi kesehatan masyarakat yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pengendalian konsumsi makanan dan minuman berkalori tinggi secara sistematis.

2. Deteksi dini Penyakit Tidak Menular

Sebagaimana disebutkan di atas, Diabetes dengan komplikasi merupakan penyebab kematian ketiga terbesar di Indonesia. Berdasarkan IDF (International Diabetes Foundation) Atlas, pada tahun 2017 sebanyak 82 juta orang di Asia Tenggara mengidap diabetes. Angka ini diproyeksikan akan meningkat hingga 151 juta orang pada tahun 2045. Pada tahun 2017, ada 10,3 juta orang usia 20-79 tahun yang mengidap diabetes (range 8,9 – 11,1 juta), dan sebanyak 53,7% dari angka tersebut belum terdiagnosis. Selain Diabetes, penyakit tidak menular lainnya seperti hipertensi, jantung koroner dan kanker juga merupakan penyakit yang jarang terdeteksi dini. Sebagaimana halnya dengan penyakit lain, semakin cepat sebuah penyakit didiagnosis maka penyakit tersebut akan lebih cepat dikendalikan/ disembuhkan. Sebaliknya, semakin lama sebuah penyakit terdiagnosis maka dampaknya akan semakin berat dan pengobatan maupun pengendaliannya akan semakin sulit dan mahal. Dari data tersebut diatas terlihat bahwa Penyakit Kencing Manis (Diabetes Mellitus) menduduki urutan ke 3 penyebab kematian akibat penyakit tidak menular. Hal ini perlu upaya peningkatan pencegahan dan pengendalian faktor resiko darpada Diabetes, dengan tujuan jangan sampai terjadi peningakatan kematian dari penderita Diabetes.

Dari ke 4 penyakit tidak menular yaitu: penyakit jantung, penyakit kanker, penyakit paru kronis dan diabetes, memiliki 4 faktor risiko yang sama yaitu: Penggunaan tembakau, diet tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan penyalahgunaan alkohol. Masih dari IDF Atlas, pengidap DM di Indonesia untuk kelompok usia 20-79 tahun diperkirakan akan mencapai ±16,1 juta jiwa pada tahun 2045, meningkat dari ±10,3 juta jiwa pada tahun 2017. Dari jumlah 10,3 juta jiwa ini, diperkirakan yang 74% atau 7,6 juta jiwa belum terdiagnosis. Hal ini menjadi masalah, karena penemuan kasus yang terlambat akan mempersulit perawatan pasien dan meningkatkan resiko terkena komplikasi (penyakit penyerta).

Kebijakan Penurunan Faktor Resiko penyakit Diabetes diperlukan peranserta Kemeterian dan Lembaga terkait lainnya selain memang tugas kementrian teknis utama yaitu Kementerian Kesehatan. Kebijakan yang akan dibuat Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan tentunya terkait dengan tugas Koordinasi, Sinkronisasi dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular.

Page 71: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 71

Mengingat bahwa DM merupakan penyakit kronis dan merupakan hasil akumulasi dari faktor risiko dalam jangka waktu panjang, maka kebijakan pencegahan dan pengendalian Diabetes Melitus menitik beratkan pada pengendalian faktor risiko, dalam hal ini termasuk juga pemantauan rutin berkala. Pencegahan dan pengendalian penyakit Diabetes Melitus diperlukan peran serta Kemeterian dan Lembaga terkait lainnya selain memang tugas kementerian teknis utama yaitu Kementerian Kesehatan.

ANALISIS KEBIJAKAN Metode : Strategyc Assumtion Surfacing and Testing (SAST) a. Asumsi Kebijakan

Kebijakan dalam rangka menunjang penurunan faktor resiko penyakit Diabetes mellitus merupakan kebijakan yang bersifat mendorong dan menggerakkan Kementerian/Lembaga untuk mencapai target yang diharapkan dengan meningkatkan program Pencegahan dan Penanggulangan fator resiko penyakit diabetes.

Metode yang digunakan dalam menentukan mana yang terbaik bersadasarkan banyaknya Isu isu strategis yang antara lain :

• Kebijakan yang sudah ada saat ini

• Ketersediaan Obat penyakit diates seandainya Kebijakan dilaksanakan.

• Ketersediaan SDM Kesehatan dan diluar SDM Kesehatan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota.

• Efek ekonomi/kerugian ekonomi jika penyakit diabetes tidak dapat diatasi dari Negara Indonesia.

• Kemauan pemangku kepentingan ditingkat pusat dan daerah.

• Konsumsi Gula, garam, dan Lemak (GGL) yang berlebihan.

• Kurang Aktifitas fisik (olahraga)

• Kurang konsumsi sayur mayur

• Kurang makan buah Dari hasil pemetaan Isu-isu strategis tersebut , kemudian dilakukan persiapan kelompok informan strategis, dengan menggunakan metode Strategyc Assumption Surfacing and Testing (SAST) namun dibuat lebih sederhana dengan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan peserta FGD dari berbagai tingkat pengetahuan dan level SDM yang berbeda, serta Wawancara mendalam bagi informan dengan jabatan yang lebih tinggi. Bentuk pertanyaan terstruktur namun terbuka.

a. Kelompok-kelompok antara lain: a) Pakar dibidang Penyakit Tidak Menular /Diabetes b) Pejabat setingkat direktur di pusat dan daerah c) SDM kesehatan di tingkat teknis d) Kader kesehatan di tingkat teknis e) Organisasi Kemasyarakatan

Page 72: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 72

b. Hasil dari FGD, dan wawancara mendalam kemudian dilakukan pemeringkatan asumsi strategis, masing-masing isu strategis dibuat skala mulai tidak penting (angka terkecil) sampai kepada angka tertinggi (paling penting).

Skala lainnya adalah rencana kebijakan dibuatkan skala mulai “tidak yakin” kebijakan yang akan dikeluarkan akan berhasil (nilai terkecil) sampai kepada “Paling yakin” kebijakan akan berhasil (nilai tertinggi).

Hasil pemeringkatan asumsi selanjutnya dipetakan dalam 4 Kuadran : Kuadran Penting dengan nilai tinggi dan Keyakinan tinggi, kuadran penting dengan tingkat keyakinan sedang, kuadran tingkat penting sedang dan keyanikan sedang, dan kuadran penting rendah keyakinan rendah.

c. Mencari dan memutuskan asumsi strategis kebiakan yang terbaik/memungkinkan Kebijakan yang mendapat dukungan dari multi stakeholder.

d. Sintesa-sintesa

Dari hasil metode ini ternyata didapat bahwa Kebijakan Penurunan Faktor Resiko Diabettes Mellitus akan menghasilkan;

Tidak Penting Penting Paling

Penting

Tidak Yakin Berhasil

Yakin Berhasil

Sangat Yakin Berhasil

Page 73: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 73

“kebijakan yang sangat penting dengan keyakinan keberhasilan yang tinggi”, dengan kata lain kebijakan ini memang harus dikeluarkan dalam rangka mencapai penurunan faktor resiko DM di Indonesia.

b. Tujuan Kebijakan

Dalam Sustainable Development Goal (SDGs) disebutkan ada 9 target global pengendalian PTM pada tahun 2025, yaitu:

▪ 25% penurunan kematian akibat PTM (pengakit jantung, Kanker, diabtes, dan penyakit paru kronik

▪ Penurunan konsumsi tembakau sebesar 30% ▪ Tidak ada peningtakan (0%) Diabetes/Obesitas ▪ Penurunan konsumsi alkohol sebesar 10% ▪ Penurunan asupan garam sebesar 30% ▪ Penurunan kurangnya aktivitas fisik sebesar 10% ▪ Penurunan tekanan darah tinggi sebesar 25% ▪ Cakupan pengobatan esensial dan teknologi untuk pengobatan PTM 80% ▪ Cakupan terapi farmakologis & konseling untuk mencegah serangan

jantung dan stroke sebesar 50% Dapat dilihat bahwa PTM, dalam hal ini DM memainkan peranan penting sebagai penyebab kematian. Kebijakan terkait DM tidak hanya akan menurunkan angka penyakit akibat DM serta komplikasinya namun juga mengurangi kematian. Dengan adanya penguatan kebijakan penurunan faktor resiko penyakit diabetes yang ada, diharapkan tujuan untuk menurunkan faktor resiko penyakit diabetes dapat dicapai, dimana Sumber Daya Manusia, sarana maupun pelaksanaan program dapat dilakukan secara multisektor dan terintegrasi.

c. Fokus Kebijakan Fokus penerapan kebijakan dilakukan terutama pada daerah (propinsi, kabupaten/kota) dengan kasus Penyakit Tidak Menular tinggi, serta daerah-daerah memerlukan kebijakan sinergitas pusat dan daerah baik dari tingkat provinsi sampai kabupaten/kota dapat terjalin secara baik dan terpadu. Secara nasional, fokus utama pengendalian DM adalah:

1. Percepatan penemuan faktor risiko PTM melalui Posbindu PTM 2. Peningkatan pemantauan keberhasilan pengobatan DM dengan HbA1c 3. Penguatan penatalaksanaan DM standar di FKTP 4. Akselerasi penemuan dini kasus berpotensi DM ke FKTP 5. Penguatan intervensi modifikasi berisiko PTM melalui Posbindu PTM

d. Strategi Kebijakan

Page 74: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 74

1. Institusionalisasi Untuk memastikan bahwa kebijakan yang dibuat dapat berjaaln dengan baik, maka perlu dilakukan institusionalisasi, yaitu: (1) meningkatkan peran peran lembaga dan instansi terkait, (2) Harmonisasi peraturan perundangan terkait pencegahan dan penanggulangan penyakit diabetes. (3) Penyusunan program pengendalian secara terpadu dan berkelanjutan di daerah. (4) Mengembangkan koordinasi terpadu antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya dalam pencegahan dan pengendalian faktor resiko PTM. Terkait dengan peraturan pendukung kebijakan, sudah ada berbagai peraturan perundangan yang mendukung, antara lain:

• Permenkes No.5/2017 tentang RAN Multisektor P2PTM

• Inpres No.1/2017 tentang GERMAS

• Permenkes 71/2015 tentang Penanggulangan PTM

2. Internalisasi Strategi lainnya adalah melalui internalisasi, yang dilaksanakan dengan cara:

• Peningkatan Kapasitas kebijakan, perencanaan dan penganggaran pengendalian penurunan faktor resiko penyakit diabetes dalam program yang terpadu

• Peningkatan kapasitas sistem informasi terpadu

• Peningkatan kapasitas respon, pengendalian dan penanganan terpadu.

• Penguatan Keterlibatan masyarakatan dan komunitas dalam promotif dan preventif penyakit diabetes secara berkelanjutan.

• Penguatan Keterlibatan masyarakatan dan komunitas dalam promotif dan preventif penyakit diabetes secara berkelanjutan.

e. Faktor Penentu Kebijakan

Untuk memastikan bahwa kebijakan yang direncanakan berjalan dengan baik, maka perlu diperhatikan agar:

• Tidak adanya regulasi yang tumpang tindih dengan usulan rekomendasi kebijakan ini;

• Belum ada regulasi yang mengatur tentang program pengendalian terpadu;

• Kebijakan ini menjamin pencapaian RPJMN dengan baik dan tepat;

Kebijakan ini menjamin Program Nasional Pencegahan dan Penanggulangan penyakit Tidak Menular khususnya diabetes dapat dilaksanakan dengan baik. Alternatif Kebijakan Untuk mencapai tujuan global dan nasional, beberapa alternatif kebijakan terkait Diabetes Melitus yang dapat digunakan adalah: 1) Pemantau Gula Darah secara berkala 2) Penerapan Cukai Minuman Berpemanis Gula

Page 75: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 75

3) Mewajibkan informasi nilai gizi pada semua pangan olahan 4) Pembatasan nilai gizi maksimal dalam produk tertentu. 5) Menghapus lemak trans industrial secara menyeluruh melalui peraturan

perundangan.

f. Rekomendasi Kebijakan Mengingat demikian besarnya dan pentingnya masalah faktor resiko penyakit Diabets di Indonesia, maka sudah saatnya penyakit diabetes mendapat perhatian yang besar. Melihat dari berbagai faktor dan hasil analisis dari berbagai sisi termasuk; kementerian dan lembaga, kemampuan dan ketersediaan SDM, komitmen pemerintah pusat dan daerah, maka dapat direkomendasikan Usulan rekomendasi Kebijakan yang cepat dan membawa dampak langsung dan cepat atas penurunan factor resiko diabetes.

CATATAN AKHIR Keberhasilan menurunkan faktor resiko penyakit diabetes secara nasional di Indonesia ditentukan oleh dukungan semua pihak baik di jajaran pemerintah maupun seluruh lapisan masyarakat, termasuk kalangan swasta dan dunia usaha. Turunnya faktor resiko biologis maupuan faktor resiko perilaku penyakit diabetes pada akhirnya akan juga menurunkan angka kejadian/kasus-kasus penyakit tidak menular (PTM) lainnya. LAMPIRAN 1. Sepuluh penyebab kematian utama (semua umur) Sample Registration System

(SRS) Indonesia 2014.

PENYAKIT PERSENTASI 1. Stroke 21,1 2. Penyakit Jantung Koroner 12,9 3. Diabete Melitus 6,7 4. Tuberkulosis Paru 5,7 5. Hypertensi dengan komplikasi 5,3 6. Penyakit Paru Obstruksi Kronis 4,9 7. Penyakit Hari 2,7 8. Kecelakaan Lalulintas 2,6 9. Pneumonia 2,1 10. Diare dan Penyakit Infeksi saluran saluran pencernaan lain 1,9

2. Karakteristik Diabetes Mellitus (DM) di Indonesia Tahun 2007 – 2013.

Page 76: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 76

3. Asdep Pelayanan Kesehatan

1) Usulan Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan

Sesuai amanat Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2018 merupakan penjabaran tahun keempat pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang memuat sasaran, arah kebijakan, dan strategi pembangunan. Penyusunan katalog kebijakan ini merupakan upaya untuk memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait dalam upaya memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia secara optimal, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel untuk mewujudkan visi misi Presiden Republik Indonesia. Pada penyusunan katalog Kebijakan ini dilakukan dengan mengacu pada penajaman terhadap 10 Prioritas Nasional (PN) dan 30 Program Prioritas (PP). Terkait dengan Pembangunan kesehatan prioritas RKP pada Tahun 2018 ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, meningkatkan pemerataan akses pelayanan kesehatan, dan meningkatkan perlindungan finansial. Dalam mencapai tujuan tersebut, tiga tantangan utama pada tahun 2018 adalah peningkatan kesehatan ibu dan anak, pencegahan dan pengendalian penyakit, dan peningkatan promosi dan pemberdayaan masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak bawah dua tahun (baduta) mengalami penurunan, tetapi masih tetap tinggi. Penyakit menular termasuk penyakit yang terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTD) masih muncul, sementara itu penyakit tidak menular dan penyakit degeneratif meningkat. Upaya promotif dan preventif masih perlu ditingkatkan untuk menurunkan faktor risiko penyakit. Sehingga program prioritas pembangunan kesehatan untuk tahun 2018 adalah: 1) peningkatan kesehatan

Page 77: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 77

ibu dan anak, 2) pencegahan dan pengendalian penyakit, dan 3) penguatan upaya promotif dan preventif “Gerakan Masyarakat Hidup Sehat”. Dengan uraian kegiatan Prioritas sebagai berikut: 1. Program Prioritas Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak

Untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak, terdapat tiga kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan pada tahun 2018, yaitu: 1) peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan proyek prioritas Penurunan Kematian Ibu di fasilitas pelayanan kesehatan, 2) peningkatan akses pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan proyek prioritas (1) Pemenuhan JKN/KIS, (2) Penyediaan fasilitas kesehatan yang berkualitas, (3) Pemenuhan SDM kesehatan, dan (4) Penyediaan dan peningkatan mutu ketersediaan farmasi dan alat kesehatan, dan 3) perbaikan gizi ibu dan anak dengan proyek prioritas prioritas Penurunan Stunting.

2. Program Prioritas Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Untuk meningkatkan pencegahan dan pengendalian penyakit, tiga kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan pada tahun 2018, yaitu: 1) pencegahan dan pengendalian penyakit menular dengan proyek prioritas (1) Pencegahan dan Pengendalian TB dan HIV/AIDS, (2) Pengendalian Malaria, dan (3) Pengendalian Penyakit Tropis Terabaikan/Neglected Tropical Diseases; 2) pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dengan proyek prioritas Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular; dan 3) surveilans, imunisasi, dan karantina kesehatan Peningkatan Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap.

3. Kegiatan Prioritas pada Penguatan Promotif dan Preventif “Gerakan Masyarakat Hidup Sehat” Untuk meperkuat promotif dan preventif “Gerakan Masyarakat Hidup Sehat”, tiga kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan pada tahun 2018, yaitu: 1) peningkatan lingkungan sehat dengan proyek prioritas Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Sehat; 2) peningkatan konsumsi pangan sehat dengan proyek prioritas Peningkatan Konsumsi Pangan Sehat; dan 3) peningkatan pemahaman hidup sehat dengan proyek prioritas Kampanye Hidup Sehat.

Adapun Arah Kebijakan dalam Bidang Kesehatan dalm RKP 2018 adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kesehatan ibu dan anak, melalui:

a. akselerasi pemenuhan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB) untuk mendukung penurunan kematian ibu di fasilitas pelayanan kesehatan; dan

b. percepatan perbaikan gizi masyarakat khususnya penurunan stunting terutama pada periode seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) melalui intervensi spesifik, sensitif, dan lintas pemangku kepentingan yang terintegrasi dengan didukung bukti.

2. Memperkuat upaya pencegahan dan pengendalian penyakit, melalui: a. peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit menular terutama

HIV/AIDS, TB, malaria, penyakit tropis terabaikan/neglected tropical diseases; dan

Page 78: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 78

b. peningkatan pencegahan, deteksi dini, dan pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular (PTM);

c. peningkatan cakupan dan pemerataan imunisasi dasar lengkap. 3. Mempercepat pelaksanaan upaya promotif dan preventif dengan “Gerakan

Masyarakat Hidup Sehat”, melalui: a. penguatan intervensi lintas sektor baik di tingkat pusat maupun daerah dengan

fokus pada peningkatan kualitas lingkungan hidup sehat dan konsumsi pangan sehat; dan

b. peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan berperilaku hidup sehat, dengan fokus pada kampanye hidup sehat.

4. Meningkatkan perluasan akses, kepesertaan, dan pengelolaan sistem pembayaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terutama bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), Pekerja Penerima Upah (PPU), dan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).

5. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas termasuk meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan swasta.

6. Meningkatkan ketersediaan, penyebaran, dan mutu sumber daya manusia kesehatan terutama di daerah tertinggal dan daerah perbatasan.

7. Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta memperkuat pengawasan obat dan makanan termasuk penguatan regulasi dan kelembagaan.

Page 79: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 79

Terkait dengan peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, maka ditujukan untuk mendukung Program Nasional Kesehatan, Program Prioritas Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak, Kegiatan Prioritas peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak, dan peningkatan akses pelayanan kesehatan ibu dan anak, dengan Proyek Prioritas terdiri dari Penurunan Kematian Ibu di fasilitas pelayanan kesehatan, Penyediaan fasilitas kesehatan yang berkualitas, dan Pemenuhan SDM kesehatan. Arah Kebijakan yang terkait dengan peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan adalah meningkatkan kesehatan ibu dan anak, melalui akselerasi pemenuhan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB) untuk mendukung penurunan kematian ibu di fasilitas pelayanan kesehatan dan Meningkatkan ketersediaan, penyebaran, dan mutu sumber daya manusia kesehatan terutama di daerah tertinggal dan daerah perbatasan. Sesuai dengan kebijakan Nasional dimana dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan RKP tahun 2018 yang menggunakan prinsip money follows program, perlu adanya sinkronisasi perencanaan penganggaran, sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 17/2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional.

PERMASALAHAN

Permasalahan pada penguatan pelayanan kesehatan adalah akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas belum merata, akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas belum merata, mutu pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan dasar & lanjutan belum merata, jumlah dan jenis SDM Kesehatan belum sesuai kebutuhan, mutu SDM Kesehatan belum memadai dan distribusi SDM Kesehatan belum merata. Beberapa permasalahan lainnya adalah sebagai berikut: • Kurangnya sarana prasarana pendukung infrastruktur terhadap akses pelayanan

kesehatan seperti akses jalan, angkutan umum, jaringan internet, sekolah, air bersih dan listrik.

• Alokasi dukungan anggaran ke daerah yang relatif besar tetapi belum diikuti dengan kemampuan daerah dalam mengelola dukungan tersebut secara optimal

• Pemahaman terkait mekanisme pencairan dan pemanfaatan DAK Fisik dan DAK Non Fisik (BOK) beragam sehingga menyebabkan keberlanjutan pembangunan terhambat.

• Adanya disparitas kemampuan keuangan daerah dan hal ini sangat berpengaruh terhadap komitmen daerah dalam mendukung percepatan program peningkatan akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas.

Page 80: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 80

Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan antara lain : 1. Penguatan upaya promotif dan preventif 2. Perubahan Pola Penyakit, Beban ganda penyakit, dimana pola penyakit yang diderita

oleh masyarakat adalah penyakit infeksi menular dan pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular, sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burden)

3. Masih tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional mutu kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-pedesaan masih cukup tinggi.

4. Mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan belum optimal. 5. Distribusi Tenaga Kesehatan yang tidak merata. 6. Jangkauan Akses Menuju Universal Health Coverage. 7. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat. 8. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya kondisi kesehatan

lingkungan juga berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. 9. Diberlakukannya Permenkes Nomor 99 tahun 2015 tentang Pelayanan JKN :

• akreditasi FKTP merupakan salah satu syarat untuk dapat bekerjasama dengan BPJS Bidang Kesehatan yang akan diberlakukan pada tahun 2021

• akreditasi Rumah Sakit merupakan salah satu syarat untuk dapat bekerjasama dengan BPJS Bidang Kesehatan yang akan diberlakukan pada tahun 2019

10. Kesiapan tenaga Indonesia menghadapi dan bersaing dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN sehingga perdagangan bebas yang mencakup barang dan jasa, termasuk jasa kesehatan antar sesama negara anggota ASEAN tidak ada batasnya lagi.

Permasalahan Akreditasi Pelayanan Kesehatan Primer 1. Pencairan dana non fisik yang terlambat sehingga terjadi penumpukan permintaan

survey di akhir tahun 2. Peran dukungan pembinaan Pra dan Pasca akreditasi puskesmas oleh Dinas Kesehatan

belum optimal dan terjadi mobilisasi dan mutasi tenaga teknis terlalu cepat 3. Kapasitas dinas kesehatan terkait akreditasi yang masih kurang 4. Penyelenggaraan akreditasi FKTP belum independen 5. Standar dan instrument akreditasi yang masih kurang 6. Kurang optimalnya dukungan Pemda dalam penyiapan dan pelaksanaan dan

pembinaan pasca akreditasi FKTP 7. System pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan akreditasi FKTP yang masih manual

Permasalahan Akreditasi Pelayanan Kesehatan Rujukan 1. Rumah Sakit belum memahami budaya mutu dan akreditasi Rumah Sakit 2. Peran Pembinaan Akreditasi Rumah Sakit oleh Dinas Kesehatan belum optimal 3. Pemanfaatan DAK bidang kesehatan belum optimal (DAK Fisik belum mendukung

pemenuhan standar akreditasi, RAB belum sesuai Juknis, pencairan DAK terlambat)

Page 81: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 81

Permasalahan Pemenuhan SDM Kesehatan 1. Alokasi dukungan anggaran ke daerah yang relative besar tetapi belum diikuti dengan

kemampuan daerah dalam mengelola dukungan tersebut secara optimal 2. Pemahaman terkait mekanisme pencairan dan pemanfaatan DAK Fisik dan DAK Non

Fisik (BOK) masih beragam 3. Dukungan sarana pendukung untuk mengurangi retensi penempatan SDM Kesehatan

dan meningkatkan pelayanan kesehatan seperti akses jalan, angkutan umum, jaringan internet, sekolah, air bersih dam listrik.

4. Peningkatan kompensasi dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota dalam peningkatan kinerja dan membina puskesmas

Permasalahan Pelaksanaan Nusantara Sehat Tim Based 1. Kurangnya minat jenis tenaga kesehatan tertentu (dokter, dokter gigi, ATLM, gizi,

kesehatan lingkungan) 2. Rendahnya tingkat kelulusan calon peserta (2015: 38%, 2016 : 60%, 2017 : 70%) 3. Kurang optimalnya komitmen daerah dalam hal penyediaan tempat tinggal 4. Kurang optimalnya partisipasi satker binwil dalam pemberangkatan 5. Pelaksanaan monitoring oleh satker binwil kurang optimal

Permasalahan Penempatan Wajib Dokter Spesialis: 1. Lamanya Penerbitan ijazah / menunggu wisuda 2. Adanya peserta yang menunda keberangkatan karena penempatan belum sesuai yang

diinginkan 3. Sebagian peserta belum mendapatkan STR saat pemberangkatan. 4. Bbrp STR diberikan langsung kpd peserta 5. Masih banyak RS Pemerintah daerah yang belum mengusulkan Kebutuhan spesialis 6. Kurangnya komitmen Pemda dalam penyediaan Insenda, tempat tinggal, kelengkapan

sarpras (alat kesehatan termasuk obat-obatan ) di Rumah Sakit 7. Belum optimalnya Monitoring dan evaluasi

Permasalahan Pelaksanaan Penugasan Khusus Residen 1. Data Rumah Sakit penempatan kurang 2. Kendala Kelengkapan administrasi dari Rumah Sakit/Fakultas Kedokteran/Tim

Koordinasi PPDS/PPDGS 3. Kendala Kelengkapan berkas klaim perjalanan dinas residen 4. Plotting residen belum sesuai dengan perencanaan kebutuhan SDMK 5. Belum optimalnya Monitoring dan evaluasi 6. Permenkes 9 Tahun 2013 perlu disesuaikan

Permasalahan Sistem Rujukan Berkualitas 1. Bila dihitung akses layanan kesehatan rujukan dan ketersediaan TT Puskesmas Rawat

Inap, maka kebutuhan nya sudah mencukupi 2. Ada 13 Provinsi yang masih belum memenuhi ketersediaan akses layanan kesehatan

rujukan dengan 1 TT berbanding 1000 penduduk

Page 82: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 82

3. Ada 2 Provinsi yaitu Jawa Barat dan NTB yang masih kurang 4. Peminatan daerah dan Penyerapan anggaran DAK dalam rangka pemenuhan TT rendah 5. Revisi alokasi menu DAK oleh daerah sehingga mempengaruhi kinerja indikator belum

optimal 6. Optimalisasi kegiatan pada akhir tahun tidak dapat maksimal 7. Kepatuhan daerah dalam pelaporan masih rendah 8. Perlu diselesaikannya draf revisi Permenkes No. 269/ 2008 tentang Rekam Medik

sebagai dasar penerapan rekam medik elektronik (RME) di RS yang berdampak pada pelaksanaan integrasi rekam medik.

9. 2. Perlunya definisi operasional integrasi Rekam Medik yang sesuai dengan RME terkait dengan telah dilaksanakannya sistem rujukan terintegrasi (sisrute)

10. Pembangunan RS Pratama dilaksanakan melalui Dana DAK penugasan 11. Adanya terlambatnya lelang perencanaan, terlambatnya lelang kontruksi, akses lokasi

sulit, sehingga berdampak pada penyelesaian pekerjaan. 12. Perlunya mendorong implementasi dari Perjanjian Kerjasama antara Fasyankes

pengampu (RS) dan Fasyankes (RS/PKM) diampu agar pelayanan telemedicine dapat berlangsung.

ISU KEBIJAKAN

Dalam upaya Sinkronisasi Perencanaan dan Pengganggaran, sesuai dengan PP No. 17 Tahun 2017, dilakukan beberapa hal agar mampu mendukung pelaksanaan kegiatan yang lebih baik, yaitu: 1. Perkuatan kendali program, Prioritas DIJABARKAN sampai LEVEL PROYEK untuk

memudahkan pengendalian rencana dan pelaksanaan pembangunan 2. Integrasi Sumber Pendanaan, INTEGRASI rencana pemanfaatan SUMBER PENDANAAN

baik belanja PUSAT, transfer ke DAERAH maupun Non-APBN untuk meningkatkan efektivitas pendanaan prioritas

3. Perkuatan koordinasi antar instansi & antar pusat daerah, PENYUSUNAN PRIORITAS disiapkan lebih awal dengan melakukan sinergi antar program dan antar pelaku pembangunan

4. Integrasi Sistem dan Dokumen, INTEGRASI SISTEM perencanaan, anggaran dan penilaian kinerja secara ELEKTRONIK untuk Pengendalian Perencanaan

Dalam upaya peningkatan pencapaian Universal Health Coverage tahun 2019, mutlak diperlukan peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan sehingga kompetensi dari fasilitas pelayanan kesehatan dapat meningkat secara signifikan, hal-hal yang harus dilakukan adalah : 1. Peningkatan Sarana 2. Peningkatan Prasarana 3. Peningkatan Sumberdaya Manusia Kesehatan 4. Peningkatan Alat Kesehatan 5. Peningkatan Mutu melalui akreditasi 6. Peningkatan sistem Rujukan berkualitas

Page 83: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 83

ISU 1 : 119 Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas

Meningkatkan akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas merupakan salah satu sasaran dan arah kebijakan strategi Pembangunan Kesehatan sesuai dengan RPJMN 2015 -2019 melalui: a. Pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan terutama rumah sakit rujukan

nasional, rumah sakit rujukan regional provinsi, rumah sakit rujukan regional kabupaten/kota, termasuk rumah sakit bergerak dan rumah sakit pratama di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan;

b. Penguatan dan pengembangan sistem rujukan nasional, rujukan regional dan sistem rujukan gugus kepulauan dan pengembangan sistem informasi dan rujukan di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan online;

c. Peningkatan mutu fasilitas pelayanan kesehatan rujukan melalui akreditasi rumah sakit dan pengembangan standar guideline pelayanan kesehatan;

d. Pengembangan sistem pengendalian mutu internal fasilitas kesehatan; e. Peningkatan pelayanan kesehatan promotif dan preventif di fasilitas pelayanan

kesehatan rujukan; f. Peningkatan efektivitas pengelolaan rumah sakit terutama dalam regulasi pengelolaan

dana kesehatan di rumah sakit umum daerah dan pemerintah daerah; serta g. Pengembangan inovasi pelayanan kesehatan melalui rumah sakit pratama,

telemedicine, dan pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer.

Pada tanggal 25 Juli 2018 sudah dilakukan rapat koordinasi yang salah satunya membahas mengenai capaian target program peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan rujukan. Berdasarkan hasil rapat koordinasi diketahui bahwa capaian program sudah on the track. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam memenuhi sarana dan prasarana pada tahun 2018 dengan dana DAK fisik sudah terealisasi melalui pengembangan Rumah Sakit Rujukan Nasional, Rumah Sakit Rujukan Regional dan pembangunan RS Pratama dengan capaian sebagai berikut: 1) 3 RS Rujukan Nasional (RSUD Sudarso, RSUD Wahab Syahrani, RSUD Dok II) 2) 18 RS Rujukan Provinsi (RSUD Kelas D ke C dan Kelas C ke B) 3) 49 RS Rujukan Regional 4) 3 RS di daerah pariwisata prioritas (Magelang, Toba, Mandalika) 5) 10 RS Pratama (Sambas, Simelue, Kota Bima, Nagekeo, Sitaro, Berau, Kubu

Raya, Tambraw, Manokwari Selatan, Pulau Taliabu) Selain itu pembangunan 3 buah RS vertikal kelas A di Ambon Maluku, Kupang NTT, dan Wamena Papua dimana proses pembangunan dilakukan secara bertahap, secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2 : Pembangunan 3 RS UPT Kemenkes di Kawasan Timur Indonesia

Rumah Sakit

2017 2018 2019 2020

Page 84: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 84

Ambon Maluku

- Kajian & Penetapan lahan

- Persiapan & Dokumen Perencanaan

Pemenuhan Bangunan, alat & SDM

- Pemenuhan Bangunan, alat & SDM

- Operasional awal

Operasional awal

Kupang NTT

- Kajian & Penetapan lahan

Persiapan & Dokumen Perencanaan

- Pemenuhan Bangunan, alat & SDM

- Pemenuhan Bangunan, alat & SDM

- Operasional awal

Wamena Papua

- Kajian & Penetapan lahan

Persiapan & Dokumen Perencanaan

- Pemenuhan Bangunan, alat & SDM

- Pemenuhan Bangunan, alat & SDM

- Operasional awal

Selain pengembangan rumah sakit upaya untuk mendukung percepatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dilakukan juga dengan pembentukan jejaring pelayanan telemedicine di 10 rumah sakit pengampu, pembentukan jejaring pelayanan telemedicine di Papua dan Papua Barat di 12 Fasilitas kesehatan (rumah sakit dan Puskesmas), pembangunan 41 Unit Transfusi Darah Daerah, pengembangan 8 Bapelkes (Provinsi Lampung, Sumbar, Kalteng, Kalbar, Sulteng, NTB, Maluku dan Papua) dan 2 Lab daerah di Sulawesi Tengah (Sigi dan Poso), pembiayaan pengadaan prasarana imunisasi, akreditasi rumah sakit dan re-akreditasi, dukungan pengembangan konektivitas wilayah dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, dukungan percepatan pembangunan infrastruktur dasar dari Kementerian ESDM dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang didanai DAK Fisik adalah keterlambatan proses pengadaan dan kemampuan pengelolaan efektifitas keuangan yang berdampak terhadap realisasi anggaran maupun realisasi fisik bangunan. Untuk mengatasi hal ini Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten Kota diminta untuk dapat memenuhi 4 kriteria/syarat pelaksanaan DAK yang harus dipenuhi sebelum 21 Juli 2018 yaitu penyelesaian laporan realisasi output T.A /TW sebelumnya, PERDA APBD, rencana kegiatan yang disetujui oleh K/L dan kontrak kegiatan. Kendala lainnya dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas di fasilitas kesehatan tingkat rujukan adalah pemenuhan tenaga belum sesuai standar terutama untuk dokter spesialis. Upaya yang dilakukan Pemerintah masih sangat terbatas, karena penempatan dokter spesialis diutamakan di RSUD Rujukan Regional. Sementara kekurangan tenaga spesialis tidak hanya di RSUD Rujukan Regional, untuk itu Kemendagri perlu mendorong peran Pemerintah Daerah untuk sinergitas pemenuhan tenaga kesehatan di rumah sakit.

Salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah akreditasi. Pemerintah telah berupaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan tingkat lanjut melalui akreditasi rumah sakit yang didanai DAK Non fisik. Indikator minimal 1 RSUD

Page 85: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 85

terakreditasi per Kab/Kota dari target kumulatif 384 Kab/Kota tercapai 360 Kab/Kota dengan jumlah RS terakreditasi 519 RSUD. Berikut ini gambar yang menunjukkan target, rencana dan capaian akreditasi tahun 2015-2019.

Gambar 1. Target, Rencana dan Capaian Akreditasi RS 2015-2019

Dari gambar diatas menunjukkan bahwa meskipun akreditasi belum tercapai sesuai target pada TW III 2018, namun menunjukkan trend meningkat, dengan demikian target tahun 2019 optimis tercapai.

Sejak era JKN, akreditasi merupakan syarat rumah sakit untuk dapat bekerja sama dengan BPJS Kes sebagaimana Permenkes No. 99/2015: Revisi Permenkes 71/2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada JK. Akreditasi RS sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi pada saat bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Masa transisi persyaratan adalah 5 Tahun yaitu sejak 28 November 2013 sampai 28 November 2018. Kendala pelaksanaan akeditasi adalah keterlambatan pencairan DAK Non Fisik sementara persiapan akreditasi memerlukan waktu 6 bulan sampai 1 tahun, sehingga usulan survey menumpuk pada akhir tahun tidak dapat dipenuhi karena jumlah surveyor terbatas.

ISU 2 : 119 Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang Berkualitas Era JKN memberikan kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, sehingga peran Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan sangat penting. Tuntutan kompetensi Puskesmas untuk dapat menangani 144 diagnosis penyakit menjadi salah satu upaya meningkatkan kemampuan dan kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan berdampak terhadap berkurangnya penumpukan pasien di rumah sakit. Penguatan kompetensi Puskesmas perlu didorong dari berbagai aspek baik sarana prasarana, tenaga kesehatan, sistem rujukan maupun sistem informasi. Sesuai dengan RKP 2018 bahwa penurunan AKI dan AKB menjadi salah satu prioritas nasional, maka program pelayanan kesehatan di FKTP khususnya Puskesmas merupakan kegiatan yang mendukung penurunan AKI dan AKB. Berbagai program upaya peningkatan

Page 86: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 86

akses pelayanan kesehatan dasar yang dilakukan antara lain dengan pembangunan dan rehabilitasi Puskesmas non afirmasi dan pendukungnya, capaian target indikator RPJMN untuk pelayanan kesehatan dasar telah dicapai melalui berbagai program kegiatan. Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar dari total 9.825 Puskesmas pada juli 2018, Puskesmas yang memenuhi standar sebanyak 4.046 dari target 5.600 (kumulatif) di 372 Kab/Kota di 34 Provinsi. Kendala utama dari program ini adalah Dinas Kesehatan Provinsi belum memiliki roadmap pemenuhan Puskesmas sesuai standar serta kurangnya komitmen daerah mengalokasikan APBD untuk pembangunan sarana dan prasarana Puskesmas. Hampir semua Kab/Kota dan Provinsi hanya mengandalkan DAK Fisik. Gambar 2: Sandingan Puskesmas yang Memberikan Pelayanan Sesuai Standar

Dari gambar diatas, sulitnya pemenuhan Puskesmas sesuai standar tidak hanya terjadi di Provinsi dengan fiskal rendah, namun provinsi dengan kemampuan fiskal tinggi juga mengalami kesulitan dalam mencapai target indikator tersebut seperti Provinsi DKI Jakarta dari 340 Puskesmas hanya 25 Puskesmas sesuai standar dan yang terakreditasi hanya 98 Puskesmas (Sumber data : Dir. PKP Kemenkes data per juli 2018). Akreditasi Puskesmas merupakan indikator lain dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Capaian minimal 1 Puskesmas terakreditasi per Kecamatan dari target kumulatif 4900 Kec (4900 Puskesmas), tercapai 3671 Kecamatan (4670 Puskesmas) dari 9.825 yang tersebar di 477 Kab/Kota di 34 Provinsi. Apabila kita sandingkan capaian Puskesmas standar dan Puskesmas terakreditasi menunjukkan bahwa jumlah Puskesmas terakreditasi lebih besar dibandingkan capaian Puskesmas standar. Hal ini disebabkan capaian akreditasi saat ini sebagian besar baru level perdana dan dasar sedangkan yang terakreditasi paripurna sangat sedikit. Upaya lain yang dilakukan dalam meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan adalah Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga bertujuan untuk meningkatkan akses keluarga dan anggotanya terhadap pelayanan kesehatan yang

Page 87: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 87

komprehensif (promotif-preventif, kuratif dan rehabilitatif), mendukung pencapaian SPM Kab/Kota melalui peningkatan akses screening kesehatan, mendukung pelaksanaan JKN dan mendukung Puskesmas yang menerapkan pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam pelaksanaan PIS-PK tenaga kesehatan melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat sekaligus mengupdate data kesehatan keluarga sehingga dihasilkan indeks keluarga sehat, yang pada akhirnya dapat dihitung indeks desa sehat. Pendekatan keluarga di wilayah distribusi statis dan mengalami kendala terutama ketersediaan jumlah, jenis, distribusi dan kualitas tenaga kesehatan yang belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah serta data input yang belum secara keseluruhan masuk dan menyebabkan indeks keluarga sehat kurang dari angka 0,5 yang artinya tidak sehat Akreditasi Puskesmas masih menjadi program strategis dalam mempercepat mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas. Namun pemetaan wilayah akreditasi Puskesmas tahun 2015-2019 dihadapkan beberapa masalah antara lain : Kab/Kota terlambat merealisasikan dana DAK Non Fisik, tenaga pendamping tidak mendapat honor pendamping, sebagian anggota komisi sibuk dengan kegiatan masing-masing, sistem pencatatan dan pelaporan masih manual, tenaga administrasi kurang, belum tersedianya ruang sekretariat, surveyor menolak survey karena sibuk dengan tupoksi/ tidak dapat ijin atasan serta tenaga pendamping Kab/Kota yang sudah terlatih dimutasi/alih tugas serta standar tenaga yang sulit dipenuhi.

ISU 3 : 121 Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan Tenaga Kesehatan dan Upaya Pengendalian serta Pengawasan Tenaga Kesehatan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa pemenuhan tenaga kesehatan merupakan tanggung jawab bagi Pemerintah Daerah maupun Pusat sehingga perlu sinergitas antara Pusat dan daerah. Namun karena beban belanja pegawai di daerah sudah lebih dari 50%, maka pemerintah daerah tidak bisa melakukan pengangkatan PNS. Untuk itu perlu ditegaskan kembali bahwa fasilitas pelayanan kesehatan itu milik pemerintah daerah sehingga untuk mengurangi disparitas di internal Kab/Kota pemerintah daerah perlu memiliki komitmen untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan melalui redistribusi. Kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan redistribusi perlu masuk dalam penilaian SAKIP. Kalau tidak mampu maka nilai SAKIP turun. Permasalahan tenaga kesehatan cukup kompleks yang meliputi ketersediaan, keterjangkauan, pengendalian dan pengawasannya. Pada aspek ketersediaan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan terdapat disparitas yang cukup besar antar provinsi, Kab/Kota. Hal ini sangat berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Semakin tinggi kelas rumah sakit menunjukkan SDM yang lebih baik, Puskesmas di perkotaan memiliki SDM yang lebih baik dibandingkan Puskesmas di perdesaan dan DTPK. Apabila dilihat dari rasio tenaga kesehatan pada dokter, dokter gigi, dokter spesialis, perawat dan bidan yang memiliki surat tanda registrasi menurut data KKI dan MTKI tahun 2017 menunjukkan sudah melebihi target. Namun kelemahan angka rasio ini sangat tergantung dengan jumlah penduduk tanpa mempertimbangkan geografis dan luas wilayah.

Page 88: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 88

Sebenarnya sudah ada Peraturan Bersama 3 Menteri tahun 2014 antara Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Perencanaan dan Pemerataan Tenaga Kesehatan di fasilitas Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah daerah secara Efektif, namun tidak berjalan di lapangan.

Masalah ketersediaan tenaga kesehatan juga dipengaruhi oleh kemampuan institusi pendidikan kesehatan dalam menghasilkan lulusan yang berkualitas dimana mutu lulusan sangat berkaitan dengan mutu pendidikan dan berdampak pada jumlah lulusan yang bisa didayagunakan sesuai profesinya. Meskipun belum ada penelitian secara khusus, namun dari hasil uji kompetensi menunjukkan semakin tinggi akreditasi sebuah institusi pendidikan semakin banyak lulusannya yang lulus uji kompetensi. Tingkat kelulusan uji kompetensi sangat menentukan jumlah tenaga kesehatan yang dapat bekerja sesuai profesinya. Pada saat ini hanya sebagian kecil institusi pendidikan kesehatan yang terakreditasi A. Prodi Keperawatan yang terakreditasi A hanya 2% dan Prodi Kebidanan yang terakreditasi A hanya 1%. Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 : Potret Kualitas Institusi Pendidikan Bidang Kesehatan

Page 89: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 89

Sumber : Data LAM-PTKes, Desember 2017 Grafik 1 : Persentase Kelulusan Uji Kompetensi

Sumber : Data Panitia Nasional Uji Kompetensi, 2017

Dari data diatas, kelulusan uji kompetensi hampir semua jenis nakes mengalami penurunan setiap tahun. Banyaknya jumlah retaker karena sudah lama Pada saat ini hanya sebagian kecil institusi pendidikan kesehatan yang terakreditasi A. Prodi Keperawatan yang terakreditasi A hanya 2% dan Prodi Kebidanan yang terakreditasi A hanya 1%. Permasalahan pengawasan dan pembinaan tenaga kesehatan adalah belum optimalnya pemanfaatan program pembinaan yang digulirkan BPPSDMK Kemenkes kepada tenaga kesehatan itu sendiri. Demikian juga organisasi profesi belum bekerjasama optimal dengan Pemerintah dalam upaya pembinaan tenaga kesehatan. Saat ini BPPSDMK Kemenkes telah melakukan upaya pembinaan melalui e learning, KKI dan IDI juga perlu memberi bantuan

71%64% 64%

56%50%

71% 71%

58%

42% 40%

73% 73%

42%32%

38%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%

Dokter DokterGigi

Bidan Perawat Ners

Persentase Kelulusan Uji Kompetensi 2015-2017

2015

2016

2017

Page 90: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 90

kepada dokter untuk pencapaian SKP. Dalam upaya pembinaan profesi, MTKI melakukan pembenahan P2KB dalam aspek substansi meliputi pengetahuan dan ketrampilan, dengan perhitungan SKP yang terstandar. Tahun 2017: mulai diadakan CPD berbasis web (webinar), menggunakan fasilitas Pusat Data dan Infomrasi (Pusdatin) Kemkes. Model Webinar ini akan menjadi yang utama, karena peserta tidak perlu mengeluarkan dana terlalu banyak. MTKI bersama OP telah membuat soal dan software evaluasi kemampuan, tidak hanya aspek pengetahuan tetapi dilengkapi dengan keterampilan.

ISU 4 : 122 Meningkatkan Ketersediaan Penyebaran dan Mutu Sumberdaya Manusia Kesehatan Maldistribusi masih menjadi permasalahan utama dalam pemerataan tenaga kesehatan yang menyebabkan ketimpangan baik antar fasyankes di Kab/Kota, antar Kab/Kota maupun antar Provinsi khususnya penyebaran dokter spesialis dan tenaga kesehatan yang mendukung program Kesmas seperti tenaga gizi, kesling dan ATLM. Permasalahan ini terjadi disebabkan kurangnya komitmen dan kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan redistribusi, belum adanya kerja sama antara fakultas kedokteran dengan pemerintah daerah dan formasi CPNS tidak diprioritaskan untuk dokter dan dokter spesialis. Beberapa program yang telah digulirkan oleh Pemerintah dalam membantu pemerintah daerah adalah Program Nusantara Sehat Berbasis Tim, Program Nusantara Sehat Individu, WKDS, Residen dan Internship. Saat ini program-program tersebut hanya untuk DTPK namun ke depan program tersebut akan diarahkan bagi daerah biasa namun kemampuan fiskal rendah dengan harapan dapat mempercepat capaian indikator Puskesmas minimal memiliki 5 jenis tenaga kesehatan. Pada Juli 2018 dari target kumulatif sebanyak 4.200 Puskesmas tercapai 2.641 Puskesmas, upaya yang dilakukan pemenuhan tenaga kesehatan (Gizi, Kesling, dan Kesmas/Promkes) pada 648 puskesmas di 100 Kabupaten Prioritas Intervensi Stunting dan 60 Kabupaten perluasan Intervensi Stunting

ISU 5 : 126 Pelayanan Kesehatan di Daerah 3T Untuk meningkatkan akses, pada tahun 2018 melalui DAK Afirmasi Pemerintah telah melakukan pembangunan percepatan infrastruktur dan pelayanan dasar pada 181 lokasi prioritas termasuk kategori DTPK dan 3T. Adapun capaian percepatan pembagunan dimaksud meliputi pembangunan/peningkatan 379 Puskesmas di daerah tertinggal, pembangunan 9 Puskesmas daerah lokus prioritas perbatasan (Kecamatan Ungar; Merai Barat; Sebatik Tengah; Sebatik Timur; Sebatik Utara; Moalakor; Wetar Barat; Pulau Masela; Aru Selatan Timur; Morotai Barat; Kepulauan Ayau), pembangunan Puskesmas perbatasan di Kab. Belu NTT (Silawan, Haliwen, Laktutus, Nualan, Weluli, Wedomu, Webora, Haekesak), pembangunan Puskesmas di daerah transmigrasi yang kecamatannya belum memiliki puskesmas dan pembangunan RS Pratama yang didanai dari DAK Penugasan. Selain itu Pelayanan Kesehatan Bergerak sesuai dengan Permenkes No. 90 tahun 2015 tetap dilakukan untuk daerah yang sulit dijangkau. Capaian kumulatif Kab/Kota yang melakukan pelayanan kesehatan bergerak (PKB) di daerah terpencil sebanyak 131 Kab/Kota dari target 139 Kab/Kota. Kendala yang dihadapi adalah anggaran dekonsentrasi terbatas frekuensi

Page 91: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 91

PKB di satu Kab/Kota tidak bisa dilakukan 4 kali dalam setahun sementara Pemerintah daerah tidak menganggarkan pelayanan kesehatan bergerak melalui APBD.

Berdasarkan data capaian dari Kemenkes, upaya percepatan pembangunan fisik pada daerah DTPK dan 3T capaian cukup tinggi, namun peningkatan akses tidak hanya dapat dipenuhi dengan pembangunan fisik tetapi juga perlu pemenuhan tenaga Kesehatan agar pelayanan dapat berjalan optimal. Kondisi saat ini ketersediaan tenaga kesehatan di DTPK dan 3T sangat kurang. Dampak dari kurangnya tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan menyebabkan pelayanan yang diberikan tidak memenuhi standar. Pemerintah telah berupaya mengatasi hal ini dengan Program Nusantara Sehat berbasis Tim (NS berbasis Tim) dan Nusantara Sehat penugasan khusus/individu (NS individu). Namun pelaksanaan program NS mengalami kendala karena rendahnya minat tenaga kesehatan untuk mendaftar terutama dokter. Penyebabnya adalah rendahnya kemampuan fiskal Pemerintah Daerah DTPK dan 3 T, sehingga kemampuan daerah untuk memberikan insentif, fasilitas bagi tenaga kesehatan, komitmen dan dukungan pemerintah daerah dalam pembangunan infra struktur dan pembangunan sarana sosial pendidikan juga kurang. Atau daerah yang memiliki kemampuan fiskal yang tinggi namun kondisi geografis yang sulit sehingga kemampuan dokter umum tidak berkembang karena sulit untuk mengembangkan diri sementara kompetensi dokter yang telah berada dalam sistem pelayanan kesehatan membutuhkan peningkatan kompetensi guna memenuhi persyaratan sesuai Permenkes No. 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer. Sedangkan untuk spesialis permasalahan ketidakmampuan daerah diatas menyebabkan dokter spesialis tidak mau memperpanjang kontrak, bahkan residen menolak untuk bekerja di DTPK dan 3 T.

Capaian program NS berbasis Tim dari target tahun 2018 sebanyak 150 tim/930 org sampai Agustus 2018 tercapai sebanyak 116 tim/631 orang ditempatkan di 116 Puskesmas, 62 Kab dan 30 Provinsi. NS individu atau Tugsus dari target tahun 2018 sebanyak 3.835 orang capaian sampai Agustus 2018 tercapai 890 orang di tempatkan di 382 Puskesmas, 102 Kab dan 40 Provinsi. Penempatan Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) tahun 2018 mencapai 589 orang dari target 1.000 orang dokter spesialis . Untuk penugasan khusus calon dokter spesialis (residen) capaian sampai TW II 2018 sebanyak 249 orang dari target tahun 2018 sebanyak 730 orang

USULAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Dalam upaya penyusunan usulan rekomendasi kebijakan peningkatan akses dan mutu peningkatan pelayanan, terdapat beberapa usulan rekomendasi kebijakan yaitu: a. Peningkatan Kapasitas, Kualitas dan Distribusi SDM Kesehatan b. Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan c. Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan d. Pendekatan Pelayanan Kesehatan Affirmatif untuk daerah 3T e. Peningkatan Pelayanan Promotif dan Preventif

Page 92: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 92

4.1. ASUMSI KEBIJAKAN Beberapa Asumsi kebijakan dalam peningkatan akses dan mutu peningkatan pelayanan kesehatan antara lain:

• Sistem peningkatan mutu pelayanan kesehatan merupakan sebuah sistem yang dinamis dapat mengikuti berbagai perubahan baik dari peribahan sistem kesehatan maupun dari perubahan sistem di luar kesehatan. Salah satu perubahan besar dalam sistem kesehatan adalah perubahan dalan sistem jaminan kesehatan nasional. Di luar sistem kesehatan perubahan yang sangat terasa adalah semakin meningkatnya tuntutan keterbukaan yang terkait dengan keterbukaan publik.

• JKN telah membuat perubahan mendasar dalam sub sistem pembiayaan di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Perubahan ini belum diikuti dengan perubahan mendasar pada sub sistem yang lainnya secara optimal termasuk perubahan dalam pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan melalui regulasi mutu kesehatan. Kerangka kerja regulasi kesehatan yang terdiri dari upaya perijinan, peningkatan mutu pelayanan kesehatan, pengaturan jumlah dan penyebaran fasilitas SDM kesehatan, serta sosialisasi kepada masyarakat berjalan seperti sebelum penerapan JKN kecuali untuk regulasi yang terkait dengan tarif INA CBGs dan Sistem Kapitasi.

Negara harus hadir dalam menjamin kesehatan rakyatnya sesuai dengan amanah UUD tahun 1945 dan UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Hal tersebut diwujudkan melalui program pembangunan kesehatan secara nyata sesuai arah pembangunan yang sudah ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019. Kebijakan & program prioritas penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan peningkatan akses pelayanan kesehatan, peningkatan mutu melalui akreditasi dan penguatan sistem rujukan. Hal tersebut diwujudkan dalam berbagai program/kegiatan prioritas melalui pembangunan Puskesmas dan RS Pratama di DTPK, pemenuhan standar Puskesmas sesuai Permenkes No. 75 tahun 2014, pengoptimalan sistem rujukan dengan dibentuknya 4 RS Rujukan Nasional sejumlah 14 buah, Rujukan Provinsi 20 buah RS dan Rujukan, Pembangunan RSUP Nasional di kawasan Indonesia Timur dan lain-lain. Namun mengingat permasalahan utama dalam kemampuan pelayanan kesehatan adalah belum terpenuhinya tenaga kesehatan maka pemenuhan tenaga kesehatan menjadi sangat strategis dalam meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat, terutama di era JKN sebagai salah satu unsur pemenuhan kesejahteraan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan finansial, mencapai perbaikan status kesehatan, gizi masyarakat dan meningkatkan responsiveness sistem kesehatan. Karena itu upaya pemenuhan tenaga kesehatan digulirkan dalam berbagai program seperti Nusantara Sehat berbasis Tim, Penugasan khusus, Internshif , Residensi dan WKDS.

4.2. TUJUAN KEBIJAKAN

Kondisi umum kesehatan di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan manajemen kesehatan.

Page 93: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 93

Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan tersebut sudah terdapat di hampir semua Kecamatan, Kabupaten/kota dan Provinsi, namun pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi. Demikian juga dengan sistem rujukan, belum dapat berjalan dengan optimal. Dalam aspek manajemen pembangunan kesehatan, dengan diterapkannya desentralisasi kesehatan, permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya sinkronisasi kegiatan antara Pusat dan Daerah, kapasitas SDM daerah terutama dalam perencanaan dan sistem informasi.Di sisi lain, jumlah, jenis, mutu pelayanan kesehatan juga masih belum merata, terutama karena ketersediaan SDM kesehatan baik jumlah, jenis dan mutuserta kompetensi yang belum merata terutama di daerah terpencil, sangat terpencil dan perbatasan. Demikian juga ketersedian sarana prasarana dan peralatan masih kurang memadai terutama di daerah terpencil, sangat terpencil dan perbatasan. Untuk mengantisipasi tantangan tersebut, maka Pemerintah telah menetapkan 3 (tiga) pilar utama kebijakan pembangunan kesehatan yaitu; 1) Menekankan pada pentingnya paradigma sehat, 2) Penguatan Pelayanan Kesehatan, dan 3) Pelaksanaan Jaminan Kesehatan yang bermutu dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang setingggi-tingginya. Paradigma sehat merupakan upaya Pemerintah untuk merubah pola pikir stakeholder dan masyarakat dalam pembangunan kesehatan, dengan peningkatan upaya promotif-preventif, pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan keluarga, peningkatan keterlibatan lintas sektor dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Penguatan pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk menjamin keterjangkauan dan mutu pelayanan kesehatan. Kegiatan ini dilakukan dengan mengacu pada 3 (tiga) hal penting sebagai berikut: a. Peningkatan akses, Optimalisasi Sistem Rujukan, peningkatan mutu pelayanan

kesehatan b. Penerapan pendekatan continuum of care. c. Intervensi berbasis resiko kesehatan (health risk).

Fasilitas pelayanan kesehatan menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat setingi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas memiliki peranan penting dalam Sistem Kesehatan Nasional, khususnya dalam sub sistem upaya kesehatan oleh karena itu Puskesmas dituntut agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu.

Agar fasilitas pelayanan kesehatan dapat menjalankan fungsinya secara optimal, perlu dikelola dengan baik, baik kinerja pelayanan, proses pelayanan maupun sumberdaya yang digunakan. Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu, serta dapat menjawab kebutuhan mereka, oleh karena itu upaya peningkatan mutu, manajemen resiko dan keselamatan pasien perlu diterapkan dalam pengelolaan Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif kepada masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan kesehatan yang bermutu.

Page 94: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 94

Adapun tujuan dari penyusunan alternatif kebijakan ini adalah:

• Memastikan kondisi Kapasitas, Kualitas dan Distribusi SDM Kesehatan dapat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan

• Memastikan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang berkualitas

• Memastikan Mutu Pelayanan Kesehatan melalui akreditasi baik FKTP maupun FKTRL

• Mengusulkan Pendekatan Pelayanan Kesehatan Affirmatif untuk daerah 3T

• Memastikan Pelayanan Promotif dan Preventif berjalan dengan baik di FKTP, sehingga angka kesakitan dapat ditekan

4.3. FOKUS KEBIJAKAN Fokus kebijakan dalam pencapaian akses dan mutu pelayanan kesehatan, dilakukan dengan penguatan fungsi koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian pada saat penetapan maupun pelaksanaan kebijakan. Sehingga agar kebijakan ini dapat berjalan perlu didukung dengan regulasi sebagai turunan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, UU Nomor Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan berupa Peraturan Pemerintah sebagai landasan dalam pelaksanaan di setiap K/L terkait dan Pemda dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Adapun Fokus alternative kebijakan adalah guna mendukung tercapainya:

• Kapasitas, Kualitas dan Distribusi SDM Kesehatan sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan

• Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang berkualitas

• Mutu Pelayanan Kesehatan melalui akreditasi baik FKTP maupun FKTRL

• Pendekatan Pelayanan Kesehatan Affirmatif untuk daerah 3T

• Pelayanan Promotif dan Preventif berjalan dengan baik di FKTP, sehingga angka kesakitan dapat ditekan

4.4. STRATEGI KEBIJAKAN

Dalam pencapaian peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada tahun 2018 terdapat berbagai aspek yang saling berkaitan. Mengingat pada Triwulan III dari hasil berbagai Rapat Koordinasi maupun Monev yang menjadi permasalahan utama adalah pemenuhan tenaga kesehatan, maka perlu kiranya melakukan analisis. Strategi kebijakan dalam peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan meliputi: a. Peningkatan Kapasitas, Kualitas dan Distribusi SDM Kesehatan

Dalam peningkatan kapasitas diperlukan jumlah lulusan SDM Kesehatan yang siap ditempatkan sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia, untuk itu diperlukan kebijakan yang mampu memaksa lulusan SDM Kesehatan untuk berpartisipasi dalam peningkatan pelayanan kesehatan. Selain jumlah lulusan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pada tiap daerah, peningkatan kualitas lulusan juga harus dijamin, untuk itu penerapan akreditasi

Page 95: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 95

pendidikan SDM Kesehatan harus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan saat ini. Sesuai dengan amanah UU No 32 Tahun 2014, terkait dengan Distribusi SDM Kesehatan, diperlukan peran Daerah untuk mampu melakukan distribusi antar desa dan kecamatan yang dilakukan oleh Bupati, antar kabupaten dilakukan oleh Gubernur dan antar provinsi dilakukan oleh Pusat (Kemenkes). Untuk itu perlu adanya kebijakan penilaian Kepala Daerah terkait dengan upaya distribusi tenaga kesehatan ini. Beberapa usulan rekomendasi kebijakan adalah :

• Peningkatan beasiswa kepada peserta didik untuk mengambil jurusan yang diperlukan di puskesmas, dengan sistem ikatan dinas

• Peningkatan kualitas kepada tenaga kesehatan di puskesmas terutama di daerah yang masih sangat minim jumlah tenaga kesehatannya

• Penerapan penilaian kedalam AKIP kepada pemerintah daerah untuk dapat melakukan distribusi tenaga kesehatan di wilayahnya, mengingat bahwa tugas distribusi ASN di dalam wilayahnya adalah tanggung jawab dari kepada daerah yang bersangkutan

• Perbaikan tata kelola pendidikan kedokteran secara menyeluruh dari peningkatan kualitas mahasiswa yang diterima, sampai pada implementasi akreditasi pendidikan yang ketat sehingga tenaga kesehatan yang dihasilkan dapat sesuai dengan kebutuhan yang ada.

b. Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan Upaya peningkatan sarana dan prasarana saat ini telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah. Upaya yang masih perlu dilakukan adalah melakukan pemetaan pemanfaatan pembiayaan DAK untuk peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan. Disamping itu pemetaan pembiayaan 10% Anggaran Daerah diluar Gaji harus juga bisa diidentifikasi. Peran Kemendagri alam hal ini Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah dan Kementerian Keuangan dalam hal ini Dirjen Keuangan daerah harus dapat berkoordinasi dengan baik dengan Kementerian Kesehatan, guna menhindari pendanaan yang kurang efektif dilakukan. Adapun untuk peran swasta, kiranya diperlukan kebijakan khusus (insentif pembiayaan) kepada swasta yang berminat untuk melakukan pengadaan sarana dan prasarana di daerah 3T. Beberapa usulan rekomendasi kebijakan adalah :

• Peningkatan peran swasta dalam pelayanan kesehatan tingkat primer, terutama daerah yang masih membutuhkan pelayanan kesehatan tingkat primer (klinik).

• Melakukan monitoring yang sangat ketat terhadap pemanfaatan DAK Fisik, sehingga pemanfaatan DAK Fisik dapat dioptimalkan.

• Peningkatan peran daerah dalam pengadaan sarana dan prasarana fasilitas kesehatan sebagai pendukung pelayanan primer dan rujukan kepada masyarakat, dengan memamfaatkan dana 10% anggaran kesehatan daerah.

c. Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Terkait peningkatan mutu pelayanan kesehatan, upaya yang dilakukan dengan penerapan akreditasi FKTP dan FKTRL. Sampai saat ini sebagian besar tingkat kelulusan akreditasi pada FKTP masih pada tingkat dasar, hal ini tentu memberikan disparitas yang sangat besar terhadap FKTP yang ada, yang pada akhirnya masyarakat akan dirugikan dengan disparitas tersebut. Untuk itu harus ada kebijakan yang bisa

Page 96: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 96

mendorong Pemerintah Daerah utuk ikut serta memikirkan program akreditasi terutama FKTP, sesuai dengan amanah dari UU No 32 Tahun 2014 bahwa FKTP khususnya Puskesmas menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Dalam usaha peningkatan mutu pelayanan kesehatan, beberapa usulan rekomendasi kebijakan adalah :

• Mendorong daerah untuk meningkatkan pembiayaan terkait dengan pemenuhan sarana dan prasarana di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga dapat dilakukan proses akreditasi secepatnya.

• Kemenkes bekerja sama dengan kemendagri harus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh fasilitas pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun milik daerah, sehingga bisa didorong untuk melakukan akreditasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini agar memastikan dapat bekerja sama dengan BPJS kesehatan dalam melayanani masyarakat pada program JKN.

• Pada masa transisi (sampai Juni 2019) semua rumah sakit yang pernah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tidak ada yang diputus kerjasamanya, dengan harapan pelayanan kesehatan bagi peserta JKN tidak menjadi kendala. Telah dikeluarkan Permenkes usulan rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

• Terkait dengan penyaluran DAK Non Fisik BOK, agar segera ditinjau kembali karena sudah ada dana Kapitasi di Puskesmas, sehingga diusulkan untuk pelaksanaan penjaringan Pendonor Darah, sebagai implementasi dari Kerjasama Pengadaan Darah antara RS, Puskesmas dan Unit Transfusi Darah (UTD)

d. Pendekatan Pelayanan Kesehatan Affirmatif untuk daerah 3T Pengembangan daerah 3T memerlukan pendekatan khusus sehingga daerah tersebut tidak semakin tertinggal oleh daerah lainnya, sementara permasalahan kesehatan yang ada di daerah 3T bukan lebih sedikit dari yang lainnya, justru terkadang bisa lebih komplek (karena keterkaitan dengan berbagai upaya atau program lain). Untuk itu diperlukan pendekatan khusus yang bersifat multi disiplin, sehingga pelayanan kesehatan di daerah 3T dapat dilakukan. Untuk itu kebijakan penyusunan rencana aksi lintas KL yang dilakukan untuk Papua dan Papua Barat melalui penerbitan Inpres telah tepat. Akan tetapi rencana aksi tersebut harus terus di monitoring agar KL terus dapat terpacu. Selain Papua dan Papua Barat rasanya daerah lain yang masuk dalam kategori 3T juga perlu dilakukan penanganan serupa. Beberapa usulan rekomendasi kebijakan adalah :

• Mendorong pemerintah pusat untuk mempunyai pendekatan menyeluruh terhadap daerah-daerah di 3T, pendekatan ini perlu dilakukan karena bila dilakukansecara partial maka hanya akan membuang waktu dan uang saja, karena tidak mampu meningkatkan kesehatan maupun kesejahteraan masyakarat. Daerah2 yang memerlukan pendekatan khusu ini adalah daerah pedalaman Papua, Papua Barat, Maluku, NTT dan daerah kepualuan lainnya. Misalnya pembagunan puskesmas atau RS harus didukung dengan pembangunan jalan, infrastruktur lainnya, sehingga tenaga kesehatan dapat bekerja dengan nyaman.

• Penggunaan dana daerah harus sinergis dengan program affirmative yang dilakukan pemerintah pusat, hal ini perlu dilakukan agar tidak ada dana yang terbuat secara

Page 97: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 97

percuma karena dalam implemetasi pelaksanaan tidak ada yang mendukung. Misalnya pembangunan puskesmas dan RS di daerah, maka pendaan daerah harus diarahkan pada bagaimana agar puskesmas atau RS yang dibangun dapat beroperasi.

e. Peningkatan Pelayanan Promotif dan Preventif Pendekatan promotif dan preventif menjadi bagian yang tidak terpisahkan di FKTP, kondisi saat ini dalam era JKN kesibukan tenaga kesehatan dalam pelayanan kuratif, semakin mengesampingkan upaya promotif dan preventif ini. Untuk itu perlu dilakukan sistem monev yang baik terkait dengan pembiayaan kapitasi melalui BPJS dan penyaluran dana BOK melalui DAK Non Fisik. Sehingga dapat secara jelas pemanfaatan dana tersebut tidak tumpang tindih. Penggunaan Dana BOK juga dapat dioptimalkan guna mendukung Program PISPK, salah satunya dengan melibatkan tenaga kesehatan yang bertugas di Desa. Beberapa usulan rekomendasi kebijakan adalah :

• Diperlukan peningkatan kemampuan perawat untuk bisa melakukan keperawatan yang mendukung pelayanan promotif dan preventif

• Diperlukan jenjang yang jelas bagi perawat yang bekerja di lapangan sehingga menumbuhkan keinginan untuk meningkatkan pelayanan promotif dan preventif

• Diperlukan system database dan system informasi yang sifatkan fleksibel sehingga data nya dapat diakses oleh pengambilan keputusan, dalam rangka intervensi program promotif dan preventif

4.5. FAKTOR PENENTU KEBIJAKAN

Pada era otonomi daerah dimana kesehatan termasuk salah satu urusan pemerintah konkuren yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten Kota sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah maka untuk percepatan peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan kunci utama adalah komitmen kuat dari pemerintah daerah yang secara nyata mendukung berbagai aspek yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan percepatan akses dan mutu pelayanan.

Rekomendasi

1. Perlu peningkatan kapasitas SDM Dinas Kesehatan sebagai tim pendamping surveior verifikator akreditasi RS

2. Sosialisasi SNARS ed.1 untuk Dinas Kesehatan dan para Dewan Pengawas BLUD RS 3. Dukungan kemenkeu dan kemendagri dalam meningkatkan pemahaman serta

kemampuan daerah dalam pengelolaan alokasi dukungan dak fisik atau dak non fisik yang dapat dimanfaatkan sesuai juknis yang diterbitkan kementerian teknis (kemenkes) seperti bagaimana skema pencairannya di daerah, bila diperlukan perubahan tidak perlu harus menunggu apbnp, dll.

Page 98: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 98

4. Kemendagri perlu mendorong kab/kota untu disiplin dalam pelaporan dak mengingat laporan ini dijadikan indikator penilaian usulan/proposal dak setiap tahunnya

5. Perlu kesatuan langkah daerah dalam mendukung jampersal dan hal ini perlu diarahkan dalam juknis.

6. Perlu dilakukan pengembangan sistem pencatatan & pelaporan penyelenggaraan akreditasi yang real time dengan basis web

2) Usulan Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Pembiayaan Kesehatan di SJSN Sesuai amanat Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2018 merupakan penjabaran tahun keempat pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang memuat sasaran, arah kebijakan, dan strategi pembangunan. Penyusunan katalog kebijakan ini merupakan upaya untuk memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait dalam upaya memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia secara optimal, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel untuk mewujudkan visi misi Presiden Republik Indonesia. Pada penyusunan katalog Kebijakan ini dilakukan dengan mengacu pada penajaman terhadap 10 Prioritas Nasional (PN) dan 30 Program Prioritas (PP). Terkait dengan Pembangunan kesehatan prioritas RKP pada Tahun 2018 ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, meningkatkan pemerataan akses pelayanan kesehatan, dan meningkatkan perlindungan finansial. Dalam mencapai tujuan tersebut, tiga tantangan utama pada tahun 2018 adalah peningkatan kesehatan ibu dan anak, pencegahan dan pengendalian penyakit, dan peningkatan promosi dan pemberdayaan masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak bawah dua tahun (baduta) mengalami penurunan, tetapi masih tetap tinggi. Penyakit menular termasuk penyakit yang terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTD) masih muncul, sementara itu penyakit tidak menular dan penyakit degeneratif meningkat. Upaya promotif dan preventif masih perlu ditingkatkan untuk menurunkan faktor risiko penyakit. Sehingga program prioritas pembangunan kesehatan untuk tahun 2018 adalah: 1) peningkatan kesehatan ibu dan anak, 2) pencegahan dan pengendalian penyakit, dan 3) penguatan upaya promotif dan preventif “Gerakan Masyarakat Hidup Sehat”. Dengan uraian kegiatan Prioritas sebagai berikut:

1. Program Prioritas Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak Untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak, terdapat tiga kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan pada tahun 2018, yaitu: 1) peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan proyek prioritas Penurunan Kematian Ibu di fasilitas pelayanan kesehatan, 2) peningkatan akses pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan proyek (1) Pemenuhan JKN/KIS, (2) Penyediaan fasilitas kesehatan yang berkualitas, (3) Pemenuhan SDM kesehatan, dan (4) Penyediaan dan peningkatan mutu ketersediaan farmasi dan alat kesehatan, dan 3) perbaikan gizi ibu dan anak dengan proyek prioritas prioritas Penurunan Stunting.

2. Program Prioritas Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.

Page 99: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 99

Untuk meningkatkan pencegahan dan pengendalian penyakit, tiga kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan pada tahun 2018, yaitu: 1) pencegahan dan pengendalian penyakit menular dengan proyek prioritas (1) Pencegahan dan Pengendalian TB dan HIV/AIDS, (2) Pengendalian Malaria, dan (3) Pengendalian Penyakit Tropis Terabaikan/Neglected Tropical Diseases; 2) pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dengan proyek prioritas Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular; dan 3) surveilans, imunisasi, dan karantina kesehatan Peningkatan Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap.

3. Kegiatan Prioritas pada Penguatan Promotif dan Preventif “Gerakan Masyarakat Hidup Sehat” Untuk meperkuat promotif dan preventif “Gerakan Masyarakat Hidup Sehat”, tiga kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan pada tahun 2018, yaitu: 1) peningkatan lingkungan sehat dengan proyek prioritas Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Sehat; 2) peningkatan konsumsi pangan sehat dengan proyek prioritas Peningkatan Konsumsi Pangan Sehat; dan 3) peningkatan pemahaman hidup sehat dengan proyek prioritas Kampanye Hidup Sehat.

Adapun Arah Kebijakan dalam Bidang Kesehatan dalm RKP 2018 adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesehatan ibu dan anak, melalui:

a. akselerasi pemenuhan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB) untuk mendukung penurunan kematian ibu di fasilitas pelayanan kesehatan; dan

b. percepatan perbaikan gizi masyarakat khususnya penurunan stunting terutama pada periode seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) melalui intervensi spesifik, sensitif, dan lintas pemangku kepentingan yang terintegrasi dengan didukung bukti.

2. Memperkuat upaya pencegahan dan pengendalian penyakit, melalui:

a. peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit menular terutama HIV/AIDS, TB, malaria, penyakit tropis terabaikan/neglected tropical diseases; dan

b. peningkatan pencegahan, deteksi dini, dan pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular (PTM);

c. peningkatan cakupan dan pemerataan imunisasi dasar lengkap.

3. Mempercepat pelaksanaan upaya promotif dan preventif dengan “Gerakan Masyarakat Hidup Sehat”, melalui:

a. penguatan intervensi lintas sektor baik di tingkat pusat maupun daerah dengan fokus pada peningkatan kualitas lingkungan hidup sehat dan konsumsi pangan sehat; dan

b. peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan berperilaku hidup sehat, dengan fokus pada kampanye hidup sehat.

4. Meningkatkan perluasan akses, kepesertaan, dan pengelolaan sistem pembayaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terutama bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), Pekerja Penerima Upah (PPU), dan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).

5. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas

Page 100: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 100

termasuk meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan swasta.

6. Meningkatkan ketersediaan, penyebaran, dan mutu sumber daya manusia kesehatan terutama di daerah tertinggal dan daerah perbatasan.

7. Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta memperkuat pengawasan obat dan makanan termasuk penguatan regulasi dan kelembagaan.

Page 101: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 101

Terkait dengan Peningkatan Pembiayaan Kesehatan di SJSN, maka ditujukan untuk mendukung Program Nasional Kesehatan, Program Prioritas Peningkatan Akses Pelayanan kesehatan Ibu dan anak, dengan Proyek Prioritas Pemenuhan JKN/KIS. Arah Kebijakan yang terkait dengan Peningkatan Pembiayaan Kesehatan di SJSN adalah Meningkatkan perluasan akses, kepesertaan, dan pengelolaan sistem pembayaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terutama bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), Pekerja Penerima Upah (PPU), dan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Sesuai dengan kebijakan Nasional dimana dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan RKP tahun 2018 yang menggunakan prinsip money follows program, perlu adanya sinkronisasi perencanaan penganggaran, sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 17/2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional.

Dalam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, capaian per 31 Desember 2018 adalah sebagai berikut:

• Jumlah peserta JKN-KIS adalah 208.054.199 juta jiwa atau 78,49% dari total penduduk Indonesia (263.950.794 juta jiwa)

• Jumlah peserta JKN-KIS terdiri dari peserta PBI 92,4 juta jiwa (44,42%) dan Non PBI 115,6 juta jiwa (55.58%)

• Jumlah fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan 27.189 faskes, terdiri dari FKTP sebanyak 23.027 dan FKRTL sebanyak 4.162

• Dana Bantuan Sosial untuk iuran peserta PBI APBN Tahun 2018 sudah dibayarkan dari Kementerian Kesehatan kepada BPJS Kesehatan sampai dengan Desember 2018 sebesar Rp. 25.476.375.408.000 pada 31 Juli 2018

• Proporsi Faskes milik swasta sebesar 49,9% dan Pemerintah 50,1% di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP); sedangkan proporsi Faskes milik swasta sebesar

Page 102: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 102

49% dan Pemerintah 51% di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)

• Saat ini terdapat 884 RS yang telah memiliki Sistem Antrian yang Efektif (Antrian Elektronik Online)

Cadangan dana JKN untuk penanganan defisit Dana Jaminan Sosial telah dibayarkan dari Kemenkeu ke BPJS Kesehatan sebesar 4,98T pada 24 September 2018 dan telah digunakan untuk pembayaran klaim yang jatuh tempo tanggal 23 Agustus sampai dengan 18 September 2018 pada 1.748 Rumah Sakit di 122 Cabang BPJS Kesehatan.

PERMASALAHAN Dalam upaya meningkatkan pembiayaan kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pemerintah masih menghadapi tantangan dan kendala, yaitu ketersediaan anggaran kesehatan baik dari APBN (Pusat) maupun APBD (Provinsi/Kabupaten/Kota) belum mencapai sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, yakni 5% APBN serta 10 % APBD (di luar gaji). Baru sekitar 3% - 5% dari dana APBN dan APBD yang dialokasikan untuk bidang kesehatan; Pembiayaan kesehatan tidak fokus pada program prioritas, masih terbagi-bagi antara Standar Pelayanan Minimal, pencapaian SDGs dan dana operasional; Alokasi dan utilisasi anggaran belum efektif di mana pembiayaan untuk operasional lebih kecil dibanding untuk investasi atau pemeliharaan; Pembiayaan yang ada belum terfokus untuk meningkatkan kinerja karena kebijakan anggaran yang masih konvensional; Ketergantungan kepada Sistem Tunai Perorangan (Out Of Pocket) masih tinggi; Realisasi anggaran terlambat sehingga berakibat penyerapan rendah; serta subsidi biaya kesehatan masih belum terarah.

Page 103: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 103

Implementasi JKN-KIS dengan sendirinya juga masih menghadapi berbagai kendala, utamanya dengan kasus pending klaim di Fasilitas Kesehatan Rujukan Dan Tindak Lanjut (FKRTL); “Ketidakcukupan” tarif kapitasi; “Ketidakcukupan” tarif INA- CBG; Potensi fraud dalam JKN; serta defisit Dana Jaminan Sosial (DJS). Permasalahan Aspek Supply Side FKTRL

1. Distribusi FKRTL belum merata

2. Distribusi dokter dan paramedis belum merata

3. Disparitas sarana prasarana antar Faskes dan Nakes belum merata

4. Disparitas kompetensi dokter dan paramedis

5. Standardisasi Fasilitas Kesehatan Permasalahan Pelayanan Non Medis • Antrian administrasi Pasien BPJS Kesehatan di RS • Diskriminasi Pelayanan bagi pasien BPJS Kesehatan • Informasi ketersediaan tempat tidur • Pengenaan Iur Biaya diluar ketentuan • Ketersediaan Obat Di FKRTL Permasalahan Pelayanan Medis (Mutu Layanan)

1. Pelayanan pada pasien belum standar

2. Ketersediaan dan konsistensi pelaksanaan standar prosedur operasional (SPO) dalam bentuk Panduan Praktik Klinis dilengkapi clinical pathway

Permasalahan Aspek Pembiayaan

1. Tarif INA CBG dianggap belum rasional

2. Pemecahan episode perawatan pasien, Pasien diminta datang berulang kali untuk pemeriksaan penunjang, Pasien diminta pulang paket habis

3. Merujuk Pasien berbiaya besar

4. Pemahaman sistem pembayaran INA CBG belum baik

5. Sistem remunerasi di FKRTL

Permasalahan Administrasi Klaim

1. Jumlah Beban klaim

2. Jumlah dan Standardisasi Verifikator

3. Kualitas administrasi pengajuan klaim

4. Kepatuhan terhadap legal aspek (SIP)

Permasalahan Pelaksanaan SJSN

1. Disparitas Faskes dan Nakes berdampak pada aspek ekuitas dan kemudahan akses peserta termasuk di Daerah terpencil (DTPK)

2. Aspek Mutu Layanan Faskes berdampak pada kepuasan peserta JKN

• Belum adanya standar indikator mutu yang terkait dengan pembayaran

3. Sistem pembayaran yang dapat diterima dan dipahami secara sama oleh Faskes dan Nakes

Page 104: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 104

• Menjelaskan ke pelaksana fungsional (profesional di RS)

• Membuat sistem operasional yang lebih efisien

• Membentuk sistem renumerasi yang tepat berbasis KPI (indikator performa kunci)

• pembayaran yang memicu perbaikan mutu layanan

4. Ketersediaan Clinical Pathway dan konsistensi pelaksanaannya

5. Tantangan perbaikan sistem rujukan berjenjang dan rujuk balik

6. Sistem anti fraud yang dilakukan secara terpadu dan sistematis (termasuk otomasi red flag)

ISU KEBIJAKAN Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menjelaskan bahwa SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial. SJSN diselenggarakan berdasarkan 3 asas yakni asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. SJSN sesuai prinsipnya bersandar pada skema gotong royong dengan sasaran umum pelaksanaan SJSN sampai dengan tahun 2019 adalah perlindungan aset dan pendapatan keluarga yang bermuara pada pencegahan kemiskinan serta peningkatan pemerataan dan kesejahteraan penduduk. Jaminan sosial diharapkan dapat menjadi jaring pengaman (safety nets) yang mencegah kemiskinan saat penduduk menghadapi guncangan resiko sepanjang siklus hidup. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program SJSN yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Pembiayaan kesehatan bertujuan untuk melindungi masyarakat dari pengeluaran katastrofik akibat sakit. Pembiayaan kesehatan harus bisa efektif dan efisien, serta memenuhi prinsip keadilan (ekuiti). Kerangka pendanaan meliputi peningkatan pendanaan dan efektifitas

Page 105: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 105

pendanaan. Peningkatan pendanaan kesehatan dilakukan melalui peningkatan proporsi anggaran kesehatan secara signifikan sehingga mencapai 5% dari APBN pada tahun 2019. Dalam upaya meningkatkan pelaksanaan program Penguatan Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)/Kartu Indonesia Sehat (KIS), maka pendanaan diutamakan untuk pembayaran premi Peserta Bantuan Indonesia (PBI) JKN/KIS. Untuk mendukung program Penguatan Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)/Kartu Indonesia Sehat (KIS), Pemerintah juga memberikan pendanaan bagi daerah melalui Dana Dekonsentrasi.

Dengan telah diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional diharapkan dapat menjamin keberlangsungan program JKN yang merupakan program strategis nasional dan untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi peserta JKN. Jumlah peserta JKN- KIS per 1 Maret 2018 adalah 193,5 juta jiwa terdiri dari 48% PBI dan 52% Non PBI, dengan jumlah FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan 21.842, sedangkan jumlah FKRTL yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berjumlah 2.343. Jumlah PBI APBN 2017 sebanyak 92.315.746 jiwa dengan realisasi anggaran Rp. 25.417.000.000 (98,67%). Untuk tahun 2018 target PBI-APBN sejumlah 92,4 juta jiwa dengan anggaran Rp. 25.502.400.000.000. Jaminan Kesehatan Nasional sebagai bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional, sesuai dengan peta jalan SJSN, maka beberapa hal yang menjadi perhatian adalah : Tahun 2014 :

• Mulai Beroperasi

• 121,6 juta peserta (49% populasi)

• Manfaat medis standar dan manfaat non-medis sesuai kelas rawat

• Kontrak fasilitas kesehatan

• Menyusun aturan teknis

• Indeks kepuasan peserta 75%

• Indeks kepuasan fasilitas kesehatan 65%

• BPJS Dikelola secara terbuka, efisien, dan akuntabel Tahun 2019 :

Page 106: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 106

• Kesinambungan Operasional

• 25.7 juta peserta (100% populasi)

• Manfaat medis dan non-medis standar

• Jumlah fasilitas kesehatan cukup

• Peraturan direvisi secara rutin

• Indeks kepuasan peserta 85%

• Indeks kepuasan fasilitas kesehatan 80%

• BPJS dikelola secara terbuka, efisien, dan akuntabel

Dari sisi akses dan utilisasi pelayanan kesehatan, total pemanfaatan layanan kesehatan tahun 2017 sebanyak 219,6 juta kunjungan meningkat dari 92,3 juta kunjungan di tahun 2014. Total biaya pelayanan kesehatan yang dibayarkan sepanjang tahun 2014 - 2017 sebesar Rp. 250 Triliun, terdiri dari Rp. 203 Triliun dibayarkan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) dan Rp. 47 Triliun dibayarkan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dengan total pembiayaan untuk penyakit katastropik yang dibayarkan sebesar Rp. 57 Triliun.

AKSES DAN UTILISASI PELAYANAN KESEHATAN 100 80 60

40 20 0

TOTAL BIAYA PELAYANAN

KESEHATAN (2014-2017)

Rp 250 T

67 T 84 T*

57 T

42 T

Page 107: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 107

Total Biaya Linear ( Total Biaya)

Secara konseptual, pemantapan Sistem Jaminan Sosial Nasional khususnya Jaminan Kesehatan Nasional dapat diuaraikan sebagai berikut:

1. Penerbitan NIK, setiap penduduk Indonesia hanrus ber NIK sehingga sistem pendataan dapat dlukan dengan baik dan sistem kepesertaan dapat dijamin kebenarannya.

2. Pendataan Peserta, Bagi penduduk miskin yang harus ditanggung oleh negara harus dilakukan pendataan dan dilakukan verifikasi dan validasi sehingga semua penduduk dapat dipastikan mendapat jaminan kesehatan sesuai yang standar

3. Kepesertaan JKN, harus ada mekanisme yang baik agar masyarakat dapat dengan mudah melakukan pendaftaran, sehingga hal sebagai warga negara dalam memperoleh jaminan kesehatan dapat terpenuhi

4. Besaran Iuran BPJS, besaran iuran BPJS harus ditetapkan dengan baik sehingga mampu secara berkesimabungan dibayarkan oleh masyarakat dan yang paling penting dapat membantu meringankan beban keuangan negara dalam penyelenggaran JKN ini

5. Besaran tarif JKN, besaran tariff JKN yang diterima oleh fasilitas pelayanan kesehatan secara tidak langsung menjadi ukuran kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan. Karena dari tariff inilah pelayanan kesehatan dibiayai. Diharapkan dapat diperoleh tariff yang paling optimal untuk pelayanan kesehatan yang efektif kepada masyarakat.

6. Pengelolaan Dana Jaminan Nasional, yang tidak kalah penting adalah bagaimana keuangan jaminan kesehatan nasional ini dikelola, harus dipastikan bahwa dana jaminan nasional dipergunakan secara optimal untuk pembiayaan pada pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

7. Pemanfaatan dan pengelolaan Dana Kapitasi, pemanfaatan dan pengelolaan dana kapitasi harus dipastikan dapat digunakan secara tepat waktu dan tepat sasaran, sehingga masyarakat yang menjadi peserta BPJS dapat dilayani dengan maksimal.

8. Pemanfaatan dan pengelolaan Dana INACBGs, pemanfaatan dan pengelolaan dana INACBGs harus dipastikan dapat digunakan secara tepat waktu dan tepat sasaran, sehingga masyarakat yang menjadi peserta BPJS dapat dilayani dengan maksimal.

9. Pelayanan Kesehatan yang sesuai dengan keinginan Masyarakat (Pelayanan Optimal)

Sesuai dengan Perpres No 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Bahwa pembayaran BPJS Kesehatan dilakukan dalam 2 kelompok besar yaitu:

1. Pembayaran kepada Faskes TK Pratama, pembayaran ini ada dua kelomppok, yaitu Pembayaran Kapitasi dan Pembayaran Non Kapitasi.

2. Pembayaran kepada Faskes TK Lanjutan, pembayaran ini ada dua kelomppok, yaitu Pembayaran INACBGs dan Pembayaran Non INACBGs.

Konsep Pembayaran Kapitasi adalah sistem pembayaran pra upaya kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK) berdasarkan jumlah jiwa/kapita yang terdaftar/ harus dilayani oleh PPK, baik sakit atau tidak sakit, untuk pola pembayaran kapitasi membutuhkan besaran. Penerapan Kapitasi ini ditujukan agar tercapai :

Rp 57 T dibayarkan untuk

penyakit katastrofik

Rp 203 T

di FKRTL

47 T

di FKTP

Page 108: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 108

a. Efisiensi

• Efisiensi Teknis digunanak untuk mengkontrol “moral hazard” bagi peserta maupun tenaga kesehatan

• Efisiensi alokasi digunakan untuk meningkatkan promosi, prevensi, dan deteksi dini.

b. Peningkatan kualitas layanan primer jika diciptakan kondisi kebebasan dalam memilih faskes

c. Stabilitas dan pemerataan pendapatan bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan

d. Resiko Finansial bagi PPK Tinggi, akan tetapi bagi Provider rendah Metoda Pembayaran di FKTP dapat dilihat pada gambar berikut :

Konsep Norma Kapitasi dalam Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan Permenkes No 52 Tahun 2016 dapat diuraikan sebagai berkut :

1. Besaran tarif kapitasi yang diterima oleh FKTP (Norma Kapitasi) ditentukan berdasarkan seleksi dan kredensial yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan, dinas kesehatan, kabupaten/kota, dan/atau Asosiasi Fasilitas Kesehatan.

2. Penentuan besaran kapitasi ditentukan berdasarkan atas kriteria :

• Sumberdaya manusia : Jumlah Dokter dan Dokter Gigi

• Komitmen Pelayanan : Kapitasi berbasis komitmen pelayanan : jumlah yang dapat dilayanai dalam waktu tertentu

• Kelengkapan Sarana Prasarana

• Lingkup Pelayanan Dari ke empat kriteria tersebut pada saat ini yang digunakan baru 2 kriteria yaitu Sumberdaya manusia dan komitmen pelayanan, sedang kelengkapan sarana dna prasarana dan lingkup pelayanan belum diterapkan. Pada gambar di bawah dapat dilihat implementasi dari penentuan besaran kapitasi yang dijalankan

Page 109: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 109

Sistem pembayaran yang dilakukan di FKTP selain mengacu pada Kapitasi, juga dilakukan pembayaran Non Kapitasi terutama untuk pelayanan yang tidak dijamin dalam Kapitasi. Gambar dibawah babarapa pelayanan dengan tariff Kapitasi yang berlaku.

Pemerintah nmelalui Kementerian kesehatan telah menyusun Rodmap Kapitasi dengan uraian sebagai berkut:

1. 2014 : Implemetasi Kapitasi dalam JKN

2. 2016 : Kapitasi Berbasis Penemuhan Komintem Pelayanan (KBKP) Mulai diimplementasikan

3. Dilakukan redistribusi Peserta

4. Penerapan Adjusted Capitation; Update Costing serta Update Besaran Kapitasi

Untuk Pembayaran kepada Faskes Lanjutan, dilakukan dengan penerapan tariff ANACBGs dan Non INACBGs bagi pelayanan yang tidak bisa masuk dalam kelompok INACBGs. Pelaksanaan pemberlakukan Tariff INA-CBGs dilaksanakan berdasarkan atas Peemneks No 64 Tahun 2016 tentang Perubahan atas permenkes No. 52 Tahun 2016 tentang standar tarfi pelayanan kesehatan dalam penyelenggaran program JKN, dengan kriteria :

Page 110: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 110

• Berupa tarif paket, meliputi seluruh komponen biaya pelayanan yang diberikan kepada pasien

• Penyusunan berbasis pd data costing & data coding rumah sakit di Indonesia, dan disesuaikan secara periodic (2 tahun sekali)

• DAFTAR TARIF INA-CBG saat ini terdiri atas 1075 kelompok kasus, meliputi:

a. 786 kelompok kasus rawat inap kelas 1, 2, 3

b. 289 kelompok kasus rawat jalan • Pengelompokkan Tarif INA-CBG :

a. berdasarkan klasifikasi RS

b. berdasarkan regionalisasi

Sejak Tahun 2016 Model pembayaran INA INA-CBG & Non-INA-CBG dilakukan dengan pola :

• Pembayaran dengan INA-CBGs untuk 1075 kelompok kasus Rawat Inap & Rawat Jalan

• Pembayaran untuk Special CMG (Drugs, Procedures, Investigation, Prothesis, Subacute, Chronic)

• Pembayaran FFS separately reimbursed (some medical supplies, chemoteraphy agent, chronic diseases medicine, CAPD, Petscan)

Dimana DAFTAR TARIF INA-CBG saat ini meliputi 289 kelompok kasus rawat jalan, 786 kelompok kasus rawat inap untuk kelas 1, 2, 3; serta 32 item Top Up Special CMG Dalam pelaksanaannya Pembayaran INACBGs dilakukan dengan 6 kelompok besar sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit, yaitu :

1. Tarif RSUPN Cipto Mangunkusumo

2. Tarif RSJP Harapan Kita, RSAB Harapan Kita, RSK Dharmais

3. Tarif RS Pemerintah dan Swasta Kelas A

4. Tarif RS Pemerintah dan Swasta Kelas B

5. Tarif RS Pemerintah dan Swasta Kelas C

6. Tarif RS Pemerintah dan Swasta Kelas D

Secara regional, juga dilakukan pengelompokan (perbedaan tarif antar wilayah akibat adanya perbedaan harga obat/ alkes, dsb dg acuan Indeks Harga Konsumen (BPS), yaitu • Regional 1 untuk Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,

Jawa Timur • Regional 2 untuk Provinsi Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Bali, Nusa

Tenggara Barat • Regional 3 untuk Provinsi Nangro Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Jambi, Bengkulu,

Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo

• Regional 4 untuk Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah

• Regional 5 untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat

Page 111: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 111

Sesuai dengan Perpres No 19 tahun 2016 tentang perubahan kedua Perpres No 12 tahun 2013 ttg Jaminan Kesehatan Besaran kapitasi dan non kapitasi serta Ind.onesian Case Based Groups (INA-CBG) dan non Indonesian Case Based Groups (non INA-CBG) ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali oleh Menteri. Dengan demikian Kebijakan Pengembangan Tarif dilakukan dengan :

1. Pengembangan tools audit coding

2. Update besaran tariff : Updating Tarif dilakukan Setiap 2 Tahun sekali Proses Pengumpulan data costing akan dimulai Tahun 2018

3. Klasifikasi pengelompokan kasus ; proses pengelompokan ulang diagnosis dan prosedur merujuk pada ICD 10 dan ICD-9-CM update 2010 dan disesuaikan dengan kondisi lokal Indonesia

4. Menyusun Grouper untuk Indonesia

Pada Triwulan IV Tahun 2018, dilakukan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kebijakan peningkatan pembiayaan Sistem Jaminan Sosial Nasional terkait dengan kualitas pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut. Dukungan peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas di Fasilitas Pelayanan Kesehatan diwujudkan dengan pelaksanaan Gerakan Nasional Revolusi Mental melalui program Gerakan Rumah Sakit Melayani (GRSM) dan Gerakan Rumah Sakit Bersih (GRSB). Sehubungan dengan hal tersebut, Asisten Deputi Pelayanan Kesehatan telah melakukan Rapat Koordinasi pada Bidang Pembiayaan Kesehatan untuk membahas pelaksanaan pelayanan publik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Pertemuan bertujuan untuk memperoleh masukan terkait kewenangan instansi/lembaga dalam menyusun kebijakan dan regulasi sesuai dengan pertimbangan medis (patient safety) dan pertimbangan keterbukaan akses bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas serta membahas proses pembuatan peraturan sesuai dengan kewenangan termasuk keterlibatan stakeholders dan masyarakat. Saat ini, Kementerian Kesehatan telah menyusun Panduan Interaksi Layanan Publik Di Rumah Sakit yang dapat digunakan sebagai acuan bagi unit-unit pelaksanaan tugas di unit pelayanan untuk memastikan layanan yang prima bagi siapa pun pihak yang menerima layanan. Panduan ini mencakup unsur-unsur layanan yang bisa membentuk pengalaman pasien dan kepuasan pasien serta mengurangi risiko munculnya keluhan pasien terkait layanan yang diterima. Adapun Prinsip Pelayanan Publik di Rumah Sakit, yaitu:

a. Menggunakan sudut pandang pasien dalam memahami dan membangun kepedulian terhadap kebutuhan, harapan, pengalaan dan keluhan mereka;

b. Mengupayakan berbagai informasi yang relevan dan bermanfaat bagi pasien dapat tersedia, mudah diakses, jelas dan mudah dipahami

c. Selalu menciptakan kesan positif melalui berbagai aspek layanan yang dapat ditangkap oleh panca indera pasien

d. Mengupayakan jawaban/bantuan/solusi/alternatif solusi/saran/informasi berguna

Page 112: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 112

bagi pasien, tanpa terlalu cepat mengatakan tidak tahu/tidak bisa/tidak ada, didukung dengan koordinasi dan komunikasi yang efektif dan efisiensi antarbagian

e. Mendorong konsistensi pelaksanaan kegiatan layanan yang bermutu, sesuai panduan yang ada, yang mampu menciptakan kepuasan customer dan mencegah keluhan mereka

f. Selalu memanta pelaksanaan kegiatan layanan serta umpan balik dari pasien, untuk dapat menangkap peluang-peluang perbaikan dan peningkatan mutu layanan, serta mengupayakan peningkatan mutu layanan yang berkelanjutan

g. Bersedia untuk memberikan manfaat lebih bagi konsumen walaupun tidak diminta oleh konsumen sesuai situai yang sedang dihadapi pasien

h. Menjadikan layanan prima sebagai bagian dari budaya instansi, yang perlu terus didorong dan diingatkan oleh jajaran pimpinan instansi kepada seluruh anggota instansi, di berbagai jenjang jabatan dan lintas fungsi dalam instansi

Jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin juga turut terintegrasi dalam Jaminan Kesehatan Nasional. Dahulu Pemerintah mengelola dengan menggunakan kepesertaan Askeskin dan Jamkesmas. Dengan implementasi JKN, masyarakat miskin dan tidak mampu dijamin oleh negara melalui kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan. Dimana pada Tahun 2019 kepesertaan JKN-KIS mencapai 96,8 juta jiwa.

Program JKN-KIS sudah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, terlihat bahwa dari tahun ke tahun pemanfaatan program JKN meningkat terus. Sejak Tahun 2014 total pemanfaatan layanan kesehatan meningkat dari 92.3 juta kunjungan menjadi 223,4 juta kunjungan di tahun 2017. Sementara untuk tahun 2018 sampai dengan bulan November total pemanfaatan JKN sebesar 212,7 juta kunjungan. Selama Tahun 2018, total biaya pelayanan kesehatan yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas pelayanan kesehatan sampai dengan bulan November 2018 adalah sebesar Rp. 85 Triliun. Dampak

Page 113: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 113

Program JKN-KIS dapat dilihat bukan saja dari peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan dari seluruh segmen ekonomi di semua fasilitas kesehatan, tetapi juga dari pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh golongan ekonomi lemah di Fasilitas Kesehatan Swasta yang meningkat. Perlu diketahui, bahwa Indonesia yang termasuk dalam negara lower middle income country yang menuju ke upper middle income country, dinilai memiliki financial protection sistem yang cukup baik dengan nilai di atas rata-rata global namun untuk services coverage sedikit di bawah rata-rata global. Hal ini perlu dioptimalkan salah satunya dengan meningkatkan akses pelayanan melalui Jaminan Kesehatan Nasional. Sejak diimplementasikannya program Jaminan Kesehatan Nasional, proporsi belanja rumah tangga (Out of Pocket) menurun dari 54,8% di Tahun 2010 menjadi 48,7% di Tahun 2016. Isu yang muncul dalam penggunaan akses dan manfaat pelayanan kesehatan, seperti masih adanya ketimpangan permintaan dan persediaan (demand & supply) termasuk sarana dan prasarana (termasuk obat); perlunya merancang sistem pembayaran provider yang mendorong peningkatan mutu dan efisiensi melalui sistem kapitasi khusus, sistem pembayaran untuk pelayanan gigi di FKTP, sistem Kapitasi Berbasis Komitmen yang sudah dilaksanakan oleh 8.701 Puskesmas, sedangkan pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut belum ada sistem pembayaran yang mendorong kinerja. Selain itu, dari sisi sumber daya manusia, terdapat isu dimana kompetensi tenaga kesehatan masih belum merata. Seperti di FKTP, belum semua tenaga kesehatan berkompetensi sesuai Permenkes no. 5 Tahun 2014. Dari 144 diagnosis yang seharusnya paripurna di FKTP rata-rata baru 123 diagnosis yang dapat diselesaikan (hasil peer review), sehingga berdampak pada inefisiensi akibat rujukan yang tidak perlu. Terkait dengan Nilai Keekonomian Tarif Pelayanan Kesehatan, terdapat isu dari beberapa perspektif, yaitu:

1. Dari perspektif Penjamin (BPJS Kesehatan), isu pembiayaan yang menggunakan grouping tarif INA CBG’s belum dapat mengendalikan biaya pelayanan kesehatan; Biaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit adalah 83% dari total biaya manfaat, karena kurangnya fungsi FKTP sebagai gate keeper.

2. Dari perspektif Fasilitas Kesehatan (Manajemen/Owner RS), terdapat isu mengenai Tarif INA CBGs yang tidak sesuai dengan nilai keekonomian karena dasar penghitungan tarif di Rumah Sakit masih secara fee for service; Belum optimalnya peran Komite Medik untuk kendali mutu kendali biaya di Rumah Sakit; Belum adanya Clinical Pathway di Rumah Sakit sehingga pelayanan kesehatan tidak terstandar dan terdapat variasi penatalaksanaan yang mengakibatkan variasi biaya pelayanan kesehatan;

3. Dari perspektif Profesi (Dokter, Dokter Spesialis), terdapat isu bahwa grouping yang belum sesuai (tidak ada tarif untuk TB-MDR); Terdapat kesan pembatasan layanan kesehatan karena belum adanya Clinical Pathway sebagai standar pelayanan kesehatan; Dokter cenderung tidak berinovasi karena “khawatir” biaya tidak dapat dijaminkan

4. Dari perspektif Peserta (Pasien), terdapat potensi pembatasan layanan kesehatan karena limit biaya di RS “sudah habis”.

Page 114: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 114

Pada Triwulan IV ini, Bidang Pembiayaan Kesehatan dan Farmasi juga melakukan kegiatan Identifikasi, Inventarisasi Data Permasalahan Kebijakan Peningkatan Pembiayaan Sistem Jaminan Sosial Nasional ke Provinsi Jawa Timur. Kegiatan dilakukan melalui pertemuan dengan Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan di Provinsi Jawa Timur. Dari pertemuan tersebut dapat dilaporkan bahwa jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur yang mengikuti program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) rata-rata masih 64%. Dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, hanya Kota Mojokerto yang sudah mencapai 'Universal Health Coverage' (UHC) yakni 97%. Peringkat kedua adalah Kota Surabaya di mana penduduknya yang menjadi peserta JKN-KIS sudah mencapai 80%. Jumlah Rumah Sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan di Provinsi Jawa Timur sebanyak 296 Rumah Sakit. Kendala yang paling utama untuk mencapai UHC adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk ikut program JKN-KIS, kemudian kondisi keuangan perusahaan yang tidak bisa melindungi pekerjanya dalam JKN, serta UMKM yang hanya memiliki satu hingga dua pekerja. Selain itu, pelaksanaan integrasi masyarakat miskin dan tidak mampu dalam program JKN sering kali terkendala oleh pelaksanaan verifikasi dan validasi data peserta dan masih banyak dijumpai masyarakat dengan identitas kependudukan yang tidak jelas/tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) sehingga tidak dapat didaftarkan ke BPJS Kesehatan sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Diharapkan peranan Pemerintah Daerah dan berbagai pihak untuk mengoptimalkan pencapaian UHC pada tahun 2019 sesuai target pemerintah. Selanjutnya, juga dilaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dalam rangka peningkatan pembiayaan Sistem Jaminan Sosial Nasional ke Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat, Provinsi DI Yogyakarta, dan Kota Solo, Jawa Tengah.

USULAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Dalam penyusunan Usulan Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Pembiayaan Kesehatan di Sistem Jaminan Sosial Nasional, harus dibuat beberapa alternatif kebijakan sehingga dapat ditentukan usulan rekomendasi kebijakan yang paling sesuai dengan kondisi yang ada, adapun alternative kebijakan tersebut adalah:

a. Sinkronisasi sistem database BPJS Kesehatan, Kemenkes, Kemensos, dan Dukcapil - Kemendagri

b. Penyesuaian tarif pelayanan kesehatan

c. Peningkatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

4.1. ASUMSI KEBIJAKAN Layanan kesehatan yang berkualitas dan tersedia dalam jarak tempuh relatif singkat merupakan kunci keberhasilan kedua dari penyelenggaraan JKN. Dalam UU SJSN telah ditetapkan bahwa BPJS akan membayar fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun milik swasta dengan tarif kesepakatan untuk suatu wilayah. Ketentuan ini berindikasi bahwa pembayaran haruslah berbasis harga keekonomian dimana fasilitas swasta dapat menutup biaya-biaya yang dikeluarkan yang dapat bervariasi antar wilayah. Untuk menjamin efisiensi, fasilitas kesehatan akan dibayar dengan tarif paket per

Page 115: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 115

orang per bulan (kapitasi) atau tarif per diagnosis. Dengan penetapan tarif yang sama untuk seluruh fasilitas kesehatan di suatu wilayah, maka akan terjadi persaingan dalam mutu pelayanan. Selain itu, sistem ini akan dengan sendirinya mendorong penyebaran fasilitas kesehatan ke daerah yang kini kurang tersedia. Pengertian wilayah adalah wilayah dengan tingkat biaya hidup yang relatif seragam. Bisa saja suatu wilayah adalah sebagian provinsi dan bisa juga satu wilayah mencakup beberap provinsi. Kriteria yang digunakan adalah indeks biaya hidup. Pengaturan aspek pelayanan kesehatan ini dapat berjalan seiring dengan beroperasinya BPJS Kesehatan. Sesungguhnya selama ini prosedur dan ketentuan tentang mutu layanan kesehatan seperti akreditasi rumah sakit sudah berjalan. Proses peningkatan mutu layanan tidak harus selesai sebelum BPJS Kesehatan beroperasi. Seiring perjalanan waktu, peserta BPJS Kesehatan dapat memilih fasilitas kesehatan yang telah memenuhi standar dan harapan mereka. Hal ini akan mendorong fasilitas kesehatan yang belum terpilih untuk meningkatkan kualitasnya. Kuncinya adalah Peraturan Presiden harus memberikan kebebasan memilih fasilitas kesehatan primer, sekunder dan tersier kepada peserta. Kuncinya, BPJS Kesehatan harus membayar fasilitas kesehatan dengan harga keekonomian dimana swasta akan tertantang untuk melayani dan tertutup ongkos- ongkos produksinya. Mekanisme pasar akan dengan sendirinya menarik investor membangun lebih banyak fasilitas kesehatan dan mencari tenaga kesehatan untuk melayani peserta jaminan di berbagai daerah yang kini belum cukup tersedia layanan. Kuncinya, pembayaran yang memadai atau dengan harga keekonomian. Selain itu, menurut UU Pemerintah Daerah, Pemda wajib menyediakan fasilitias kesehatan. Pada kasus-kasus dimana jumlah penduduk dan sebaran penduduk yang jarang, investor swasta tidak tertarik untuk membangun faskes; maka Pemda (yang memiliki dana APBN/APBD, atau dana rakyat) wajib menyediakan fasilitas dengan kualitas yang baik. Selain itu, pemda-pemda yang selama ini membayar iuran Jamkesda (yang bukan kewajibannya), didorong untuk memindahkan dananya guna membangun dan memperbaiki fasilitas kesehatan dan membayar (menambah insentif) tenaga kesehatan agar mereka mampu melayani penduduk daerah itu dengan kualitas yang memuaskan. Pendekatan ini, jauh lebih adil dan lebih efektif daripada meminta pemda membayar iuran untuk kelompok non-kuota seperti yang terjadi sekarang ini. Namun demikian, karena sebaran fasilitas kesehatan (termasuk tenaga kesehatan) dan layanan yang berkualitas masih memiliki ketimpangan besar, maka perlu dilakukan hal-hal berikut:

1. Peningkatan Ketersediaan dan Kualitas Fasilitas Kesehatan

a. Kemenkes perlu menyusun peta ketersediaan dan kualitas layanan dan rencana aksi Pengembangan fasilitas kesehatan, termasuk tenaga kesehatan, alat, obat, bahan medis habis pakai, dan kelengkapan lainnya.

b. Pemerintah (termasuk pemda) memberikan informasi dan peluang kepada sektor swasta perorangan atau kelembagaan untuk berperan aktif menyediakan layanan kesehatan bagi peserta BPJS.

c. Menjamin bahwa prinsip any willing provider (yaitu setiap fasilitas kesehatan yang bersedia menerima pembayaran dari BPJS yang besarnya disepakati

Page 116: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 116

untuk suatu wilayah) diterapkan. Tidak boleh ada diskriminasi dimana suatu fasilitas kesehatan tidak dikontrak BPJS, padahal fasilitas kesehatan tersebut bersedia menerima dan memenuhi ketentuan peraturan perundangan.

2. Penyusunan Sistem/Standar Operasional Pelayanan

a. Kemenkes juga perlu segera melakukan perumusan dan penerapan standar kualitas medis dan non-medis serta mekanisme pemantauan yang harus diumumkan agar peserta dapat mengidentifikasi fasilitas kesehatan (termasuk dokter/dokter gigi praktik) yang memenuhi standar

b. Kemenkes bersama Konsil Kedokteran Indonesia harus menerapkan standar kompetensi yang telah disusun dan memantau bahwa kompetensi tersebut dijalankan. Sebagian besar pemantauan standar kompetensi didelegasikan kepada pemda

c. BPJS Kesehatan menysun pedoman Kredensialing/Re-Kredensialing (ketentuan yang harus dipenuhi fasilitas kesehatan untuk menjamin bahwa fasilitas kesehatan memenuhi standar layanan sebelum dikontrak dan ketika kontrak akan diperpanjang)

d. BPJS Kesehatan meyusun dan mengembangkan system kendali mutu layanan kesehatan yang mencakup mutu layanan medis, layanan non medis, layanan lain oleh fasilitas kesehatan yang dikontrak. Selain itu BPJS juga harus menyusun sistem kendali mutu layanan BPJS kepada peserta, kepada fasilitas kesehatan, dan kepada pihak lain.

4.2. TUJUAN KEBIJAKAN

Untuk periode pembangunan tahun 2014 - 2019, secara lebih spesifik pembangunan sektor kesehatan nasional dihadapkan pada tantangan konkrit sesuai amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dengan diberlakukannya jaminan kesehatan secara nasional bagi masyarakat Indonesia pada awal tahun 2014, yang ditetapkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional bagi masyarakat akan dilakukan secara bertahap seperti dalam Tabel dibawah. Tahapan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional

2010 2012 - 2014 2015 - 2020 2021 – 2025 (

1)

(2)

(3)

(4) Cakupan 58,6% dari total penduduk

Sasaran cakupan 70%

Sasaran cakupan 80%- 100%

Sasaran cakupan 100%

Page 117: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 117

Program jaminan kesehatan terfragmentasi dalam banyak program dan penyelenggara (Jamkesmas, Jampersal, Jamkesda, PT Askes, PT Jamsostek dan asuransi kesehatan swasta)

Beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014

a. Ekspansi jaminan kesehatan menuju universal coverage

b. dengan tahapan: c. Perluasan

kepesertaan di perusahaan besar (termasuk BUMN)

d. Perluasan kepesertaan di perusahaan menengah

e. Perluasan kepesertaan di perusahan kecil dan mikro yang sebagian besar adalah peserta sektor informal

Peningkatan kualitas layanan jaminan kesehatan universal

Peran masyarakat dalam iuran asuransi sosial masih rendah

Peningkatan peran masyarakat dalam iuran asuransi sosial masih rendah

Pengalihan peran pemerintah kepada masyarakat dalam iuran asuransi social

Adapun tujuan dari penyusunan alternatif kebijakan ini adalah: a. Memastikan terjadi Sinkronisasi sistem database Kemenkes dengan BPJS,

sehingga dapat digunakan sebagai dasar penyusunan tariff sesuai kebutuhan b. Memastikan terjadi penyesuaian tarif pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan perkembangan pelayanan kesehatan c. Mendorong peningkatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bekerja sama dengan

BPJS Kesehatan, sehingga masyarakat dapat terlayani sesuai dengan kebutuhan. 4.3. FOKUS KEBIJAKAN

Pembuatan regulasi sebagai turunan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Nomor No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berupa Peraturan Pemerintah sebagai landasan dalam pelaksanaan di setiap K/L terkait dan Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatan pembiayaan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Strategi kebijakan dalam Peningkatan Pembiayaan Kesehatan Di Sistem Jaminan Sosial Nasional meliputi: a. Sinkronisasi sistem database BPJS Kesehatan, Kemenkes, Kemensos dan Dukcapil,

sehingga dapat digunakan sebagai dasar penyusunan tariff sesuai kebutuhan b. Penyesuaian tarif pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan perkembangan

pelayanan kesehatan c. Peningkatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS

Kesehatan, sehingga masyarakat dapat terlayani sesuai dengan kebutuhan. 4.4. STRATEGI KEBIJAKAN

Upaya-upaya untuk mengimplementasikan paradigma nasional dalam bidang kesehatan, baik pada level instrumentasi maupun level praktisnya, sudah dijalankan secara optimal. Namun demikian, harus ada upaya kritis untuk menganalisis lebih lanjut apakah optimalisasi tersebut sudah berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini mengingat bahwa tujuan nasional bidang kesehatan yang merupakan salah satu unsur untuk memajukan kesejahteraan umum harus jelas arah dan capaian waktunya.

Page 118: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 118

Dalam rangka pelaksanaan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Nasional. Strategi kebijakan dalam Peningkatan Pembiayaan Kesehatan Di Sistem Jaminan Sosial Nasional meliputi: a. Sinkronisasi sistem database BPJS Kesehatan, Kemenkes, Kemensos, dan Dukcapil

Salah satu keberhasilan pelaksanaan kebijakan adalah terdapat system basis data terpadu yang disepakati oleh semua pihak sehingga pengambilan keputusan menjadi lebih efektif dan efisien. Terkait dengan sistem Jaminan social nasional, khususnya jaminan kesehatan nasional (JKN), dalam terdapat berbagai system database yang ada, baik di Kemenkes, BPJS, Kementerian Sosial dan Dukcapil-Kemendagri. Untuk itu diperlukan kebijakan yang arus data dan informasi, pada saat itu kebijakan dilakukan oleh institusi pemegang data. Berbagai kebutuhan sinkronisasi data ini meliputi: ➢ Jumlah Klaim Pelayanan Kesehatan, diperlukan oleh Dirjen Pelayanan

Kesehatan dalam monev program ➢ Klaim yang telah terverifikasi, diperlukan oleh P2JK dalam penyusunan

Grouping penyusunan Tarif ➢ Sinkronisasi data PBI dilakukan oleh Kemensos dan BPJS ➢ Sinkronisasi data PBI yang tidak ber NIK dilakukan noleh Kemensos dan

Dukcapil- Kemendagri Sehingga perlu adalanya kebijakan pemanfaatan data secara luas oleh pihak-pihak yang memerlukan tanpa adanya kendala administrasi dan lain-lain. Beberapa usulan rekomendasi kebijakan adalah: • Diperlukan akses dari tiap Kementerian dan Lembaga terkait (Kementerian

Kesehatan, BPJS Kesehatan dan Kementerian Sosial) terhadap database kepesertaan, database pelayanan (data P-Care, data INACGs, data v-klaim, dll), serta database pembayaran (yang sudah terbayar, yeng belum terbayar dan yang belum terverifikasi) sehingga dapat digunakan seluas-luasnya untuk peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

• Diperlukan kelompok kerja yang beranggotakan ketiga Kementerian dan Lembaga terkait (Kesehatan, BPJS Kesehatan dan Kementerian Sosial) untuk mendefinisikan pertukaran database dari masing-masing Kementerian dan Lembaga yang ada.

b. Penyesuaian tarif pelayanan kesehatan Penyesuaian tarif sampai saat ini belum pernah dilakukan, karena pada saat ini dana DJS masih mengalami defisit, hal ini mengakibatkan pelayanan kesehatan mengalami stagnan, terdapat taif pelayanan kesehatan yang masih merugi. Hal ini mengakibatkan RS melakukan pelayanan yang tertentu sehingga tidak mengakibatkan kerugian dari RS yang bersangkutan. Sehingga masyarakat menjadi sangat dirugikan, yang seharusnya dapat dilanyani dengan cepat menjadi tertunda. Apabila memungkinkan untuk pelayanan kesehatan yang terindikasi mengakibatkan pelayanan kesehatan merugi, dimungkinkan untuk iur biaya, dengan harapan masyarakat tetap dapat dilayani sesuai dengan

Page 119: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 119

kebutuhannya. Penentuan iur biaya tentu harus dilakukan melalui rumusan dengan melibatkan pihak yang berkompeten, tentu juga harus dijaga kemungkinannya untuk melakukan fraud. Beberapa usulan rekomendasi kebijakan adalah: • Diperlukan penyesuaian tariff pelayanan kesehatan terutama yang masih

mengalami kerugian pada aspek pelayanannya, hal ini diperlukan karena ada indikasi bahwa pelayanan yang mmengalami kerugian maka rumah sakit cenderung untuk merujuk atau melakukan penjadwalan.

• Perlu diatur apabila pasien memerlukan kenaikan kelas Rumah Sakit diperkenankan dengan system perhitungan selisih yang dilakukan di RS, telah diatur dalam Perpes No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Nasional dan Permenkes No 51 Tahun 2018 serta Permenkeu 141 Tahun 2018.

• Pembatalan Perdirjempelkes Nomor 2, 3, dan 5 Tahun 2018 terkait pembatasan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini dilakukan agar gejolak yang terjadi di masyarakat yang ekskalasinya terus meningkat, untuk itu saat ini BPJS Kesehatan sedang mengusulkan untuk membuat kebijakan baru terkait hal ini.

c. Peningkatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan Semakin banyak fasyankes yang bekerja sama dengan BPJS tentu menguntungkan masyarakat, tentu akan sangat mengurangi antrian di fasyankes. Usulan Rekomendasi Kebijakan yang bisa dilakukan dalam hal ini adalah: • Menambah jumlah fasyankes yang bekerja sama dengan BPJS, terutama

untuk DTPK dan DBK (daerah bermasalah kesehatan), dengan memberikan insentif lebih bagi fasyankes yang berangkutan.

• Tetap melakukan kerjasama bagi RS yang belum terakreditasi, walaupun mulai Januari 2019, RS yang belum terakreditasi dilarang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Hal ini dilakukan agar pelayanan kesehatan tidak terganggu dan memberikan waktu tenggang bagi RS untuk megurus akreditasinya.

• Melakukan distribusi kepesertaan sesuai dengan perkembangan dari fasyankes, terutama daerah DTPK dan DBK

• Melakukan distribusi kepesertaan dari Puskesmas dengan pelayanan terbatas ke FKTP yang mempunyai pelayanan lebih baik terutama di daerah DTPK dan DBK

4.5. FAKTOR PENENTU KEBIJAKAN

Pada era otonomi daerah dimana kesehatan termasuk salah satu urusan pemerintah konkuren yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten Kota sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah maka untuk percepatan peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan kunci utama adalah komitmen kuat dari pemerintah daerah yang secara nyata mendukung berbagai aspek yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan percepatan akses dan mutu pelayanan.

Page 120: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 120

Selain itu, diperlukan Komitmen Pemerintah untuk mengalokasi 5% dari APBN untuk Anggaran Kesehatan di luar gaji sehingga tujuan pembangunan kesehatan dan target yang sudah ditentukan dapat tercapai. Di sisi lain, kepuasan pelanggan atau penerima manfaat layanan kesehatan juga menjadi perhatian khusus. Ke depannya, dalam pelaksanaan JKN diperlukan koordinasi dan kerjasama yang baik antara Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Kementerian Sosial.

3) USULAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PENINGKATAN PENGAWASAN DAN PEMENUHAN OBAT DAN ALAT KESEHATAN Pembangunan kesehatan merupakan salah satu pilar utama pembangunan nasional. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Selain itu dalam undang-undang tersebut juga dinyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Tantangan utama pembangunan kesehatan nasional adalah jumlah penduduk yang terus bertambah, pergeseran demografi dan pola penyakit, serta kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk melakukan pelayanan kesehatan juga terus meningkat. Oleh karena itu, ketersediaan obat, alat kesehatan, dan sarana pendukung pelayanan kesehatan yang cukup, terjangkau, berkualitas, dan kontinyu merupakan faktor penting keberhasilan pembangunan kesehatan nasional. Berdasarkan data demografi, penduduk Indonesia tahun 2035 diproyeksikan akan mencapai 305,5 juta jiwa dengan prosentase kelompok usia produktif dan usia lanjut lebih besar dibanding kelompok usia anak. Hal ini akan menyebabkan pergeseran pola penyakit di Indonesia dimana kelompok penyakit menular akan mengalami penurunan, sedangkan kelompok penyakit tidak menular dan penyakit akibat cedera akan meningkat. Ada korelasi antara jumlah penduduk kelompok usia lanjut yang meningkat dengan peningkatan penyakit tidak menular, seperti stroke, penyakit jantung, hipertensi, diabetes dan kanker. Berdasarkan pola penyakit tersebut, diperkirakan kebutuhan obat dan alat kesehatan akan lebih banyak untuk mengatasi penyakit tidak menular. Namun di sisi lain, sediaan obat untuk mengatasi penyakit menular juga masih diperlukan secara kontinyu, seperti anti biotik, anti virus dan vaksin. Demikian halnya dengan kebutuhan bahan baku obat juga akan meningkat sejalan dengan peningkatan kebutuhan obat jadi. Untuk itu, upaya pengembangan industri bahan baku obat menjadi penting untuk didorong oleh seluruh pemangku kepentingan. Sesuai amanat Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2018 merupakan penjabaran tahun keempat pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang memuat sasaran, arah kebijakan, dan strategi pembangunan. Adapun Arah Kebijakan di Bidang Kesehatan dalam RKP 2018 adalah sebagai berikut: • Meningkatkan kesehatan ibu dan anak, melalui:

• akselerasi pemenuhan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak

Page 121: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 121

termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB) untuk mendukung penurunan kematian ibu di fasilitas pelayanan kesehatan; dan percepatan perbaikan gizi masyarakat khususnya penurunan stunting terutama pada periode seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) melalui intervensi spesifik, sensitif, dan lintas pemangku kepentingan yang terintegrasi dengan didukung bukti.

• Memperkuat upaya pencegahan dan pengendalian penyakit, melalui: • peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit menular terutama HIV/AIDS,

TB, malaria, penyakit tropis terabaikan/neglected tropical diseases; dan • peningkatan pencegahan, deteksi dini, dan pengendalian faktor risiko penyakit tidak

menular (PTM); • peningkatan cakupan dan pemerataan imunisasi dasar lengkap.

• Mempercepat pelaksanaan upaya promotif dan preventif dengan “Gerakan Masyarakat Hidup Sehat”, melalui: • penguatan intervensi lintas sektor baik di tingkat pusat maupun daerah dengan fokus

pada peningkatan kualitas lingkungan hidup sehat dan konsumsi pangan sehat; dan • peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan

pemahaman dan berperilaku hidup sehat, dengan fokus pada kampanye hidup sehat. • Meningkatkan perluasan akses, kepesertaan, dan pengelolaan sistem pembayaran

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terutama bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), Pekerja Penerima Upah (PPU), dan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).

• Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas termasuk meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan swasta.

• Meningkatkan ketersediaan, penyebaran, dan mutu sumber daya manusia kesehatan terutama di daerah tertinggal dan daerah perbatasan.

• Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta memperkuat pengawasan obat dan makanan termasuk penguatan regulasi dan kelembagaan.

Terkait dengan Peningkatan Pengawasan dan Pemenuhan Obat dan Alat Kesehatan, maka ditujukan untuk mendukung Program Nasional Kesehatan, Program Prioritas Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dengan Proyek Prioritas penyediaan dan peningkatan mutu ketersediaan farmasi dan alat kesehatan. Arah Kebijakan yang terkait dengan Peningkatan Pengawasan dan Pemenuhan Obat dan Alat Kesehatan adalah meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta memperkuat pengawasan obat dan makanan termasuk penguatan regulasi dan kelembagaan. Sesuai dengan Kebijakan Nasional di mana dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan RKP tahun 2018 yang menggunakan prinsip money follows program, perlu adanya sinkronisasi perencanaan penganggaran, sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional.

PERMASALAHAN

Page 122: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 122

Dalam upaya meningkatkan pengawasan dan pemenuhan kebutuhan obat dan alat kesehatan di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Pemerintah masih menghadapi tantangan dan kendala terkait dengan produksi obat, yaitu: masalah kapasitas produksi yang tidak sesuai untuk memenuhi kebutuhan obat JKN; terganggunya fasilitas produksi (kerusakan mesin, dll); hambatan pada supply bahan baku, misal karena pabrik bahan baku tutup, masalah Good Manufacturing Practices (GMP) di pabrik bahan baku; hasil pengawasan, obat tidak memenuhi syarat mutu harus di recall; industri melakukan perubahan/penggantian bahan baku atau formula yang memerlukan proses trial (uji stabilitas, validasi proses, dll); serta ketidaksiapan industri untuk melakukan produksi.

Hambatan Ketersediaan obat JKN Terkait Produksi Obat

a. Kapasitas produksi tidak sesuai untuk memenuhi kebutuhan obat JKN

b. Terganggunya fasilitas produksi (kerusakan mesin, dll)

c. Hambatan pada supply bahan baku, misal karena pabrik bahan baku tutup, masalah GMP di pabrik bahan baku

d. Hasil pengawasan, obat tidak memenuhi syarat mutu harus di recall

e. Industri melakukan perubahan/penggantian bahan baku atau formula yang memerlukan proses trial (uji stabilitas, validasi proses, dll).

f. Ketidaksiapan industri untuk melakukan produksi.

Dari temuan umum yang diperoleh, permasalahan dan tantangan pemenuhan obat dapat dikelompokkan dalam:

• Perencanaan • Fasilitas kesehatan, terutama Rumah Sakit tidak terbiasa menyusun rencana

kebutuhan obat (RKO) untuk 1 tahun ke depan • SDM penyusunan RKO langka dan pemahamannya kurang • Data setempat terkait epidemiologi tidak tersedia • Sistem dan kelengkapan IT kurang memadai dan terfregmentasi, system emonev

yang disusun oleh Kemenkes belum berjalan dengan baik • Sistem penyusunan RKO yang berlaku secara inheren tidak memungkinkan

dipeloh RKO yang akurat

• Pricing • Jumlah RKO yang tidak akurat membuat Harga perhitungan sendiri (HPS)

menjadi tidak wajar • Obat murah tertentu hanya diminati oleh perusahaan yang kurang kompeten • Perlu transparansi dan akuntabilitas dalam penetapan HPS

• Pendanaan • Banyak Puskesmas dan RS public belum BLUD, sumber dana yang beragam (DUK,

APBD dan Kapitasi) • Dana kapitasi digunakan untuk pembelian obat karena tidak ditunjang dengan

aturan yang jelas

Page 123: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 123

• Pembelian • Epurchasing harus dilakukan oleh pejabat yang bersertifikast • Proses data entry untuk epurchasing memakan waktu, input data obat yang

dipesan harus item per item dan eorder harus dilakukan berulang-ulang • Item obat yang dipesan kadang tidak tersedia sehingga harus dilakukan order

secara manual

• Delivery • Koneksi internet lambat terkadang tidak tersambung (down) • Faskes swasta harus melakukan order secara manual • Lead time panjang, delivery sering tidak tepat waktu bahkan terkadang pesanan

tidak dipenuhi

• Pembayaran • Obat diterima kadang dalam keadaan cacat • Proses klaim secara administrasi panjang dan rumit • Proses verifikasi panjang dan rumit

ISU KEBIJAKAN

ISU 1 Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan

Pada Triwulan II Tahun 2018, dilakukan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kebijakan peningkatan pengawasan obat dan makanan terkait dengan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (RPP JPH). Inisiatif Pemerintah Indonesia dalam penjaminan produk halal bertujuan untuk menunjang kesehatan dan keamanan suatu produk untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Proses sertifikasi halal untuk obat-obatan, produk biologi dan alat kesehatan menyangkut kompleksitas yang sangat tinggi serta memiliki peran strategis terhadap keberhasilan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, serta pelayanan kesehatan dan pelayanan kefarmasian berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada tingkat harmonisasi pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (RPP JPH), Kementerian Kesehatan mengusulkan agar: • Obat, vaksin, dan alat kesehatan yang akan disertifikasi halal harus memenuhi

persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu termasuk Cara Pembuatan Yang Baik dan Halal atau Good Manufacturing Practice (GMP) Halal. Sementara bagi obat, vaksin, dan alat kesehatan yang belum berasal bahan/melalui proses yang halal dikecualikan dari kewajiban mencantumkan keterangan tidak halal. Terhadap dua hal tersebut diatur dengan Perpres.

• Kementerian Kesehatan juga mengusulkan kerjasama antara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dengan

Page 124: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 124

Kementerian Kesehatan berupa pengawasan, fasilitasi sertifikasi halal dan rekomendasi pencabutan sertifikasi halal.

Kewajiban sertifikasi halal atau kewajiban mencantumkan keterangan tidak halal bagi obat, vaksin, dan alat kesehatan bila RPP JPH diberlakukan maka akan berdampak pada: • Meningkatnya harga obat, vaksin dan alat kesehatan sehingga menyebabkan

peningkatan biaya pelayanan kesehatan. Terdapat 19 item obat yang telah bersertifikat halal dari 14.758 item obat yang memiliki izin edar di Indonesia. Artinya, industri farmasi tidak mampu apabila harus menyesuaikan dengan proses halal sesuai ketentuan.

• Menurunnya atau hilangnya akses masyarakat terhadap obat, vaksin, dan alat kesehatan tertentu.

• Menimbulkan implikasi negatif yang luas bagi pelayanan kesehatan yang sifatnya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

Sesuai dengan hasil kesepakatan antara Sekretaris Kementerian Agama dan Sekretaris Kementerian Kesehatan pada tanggal 11 April 2018, telah diajukan usulan dari Kementerian Kesehatan untuk pasal 8 dan pasal 71 dalam draft RPP JPH. Seluruh materi muatan RPP JPH pada prinsipnya sudah disetujui oleh Kementerian dan Lembaga termasuk dengan Kementerian Kesehatan, khususnya pada pasal mengenai obat, vaksin dan alat kesehatan yang termaktup pada RPP JPH pasal 8 dan pasal 74 (draft terakhir). Penyusunan RPP JPH sudah dinyatakan selesai dan segera akan diproses lebih lanjut oleh Kementerian Agama untuk ditandatangani oleh Presiden. Pengawasan obat dan makanan yang dilakukan meliputi evaluasi pre-market dalam rangka pemberian persetujuan izin edar, pengawasan post-market setelah produk beredar dengan cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk obat dan makanan yang beredar, inspeksi cara produksi dan distribusi dalam rangka pengawasan implementasi Cara Produksi dan Cara Distribusi yang baik, serta pengawasan iklan dan penandaan. Dalam rangka peningkatan pengawasan, dilakukan pula intensifikasi pengawasan pada saat-saat tertentu seperti menjelang hari besar dan hari raya keagamaan dan tahun baru, dimana produk ilegal dan kadaluarsa lebih banyak beredar. Selain itu, dilakukan pengawasan dalam rangka pengawalan event-event Internasional, seperti ASIAN Games; pengawasan untuk produk-produk tertentu seperti air minum; dan pengawasan di wilayah perbatasan. Pengawasan secara khusus juga dilakukan bila ada target khusus yang akan menghasilkan keputusan tertentu sesuai jenis dan tingkat pelanggarannya. Pengawasan/operasi khusus ini dilakukan baik secara mandiri maupun terpadu dengan lintas sektor terkait dalam kerangka Integrated Criminal Justice System .

Page 125: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 125

Sampai tahun 2017, Profil Obat Terdaftar di Badan POM yaitu sejumlah 14.758 obat, terdiri dari 12.301 obat merupakan obat dengan nama dagang dan 2.457 merupakan obat generik. Sebanyak 11.918 obat yang tergolong sebagai obat keras dan 359 produk diantaranya merupakan obat kanker.

Pengawasan rutin, intensifikasi, maupun penindakan terhadap pelanggaran di bidang Obat dan Makanan dilakukan utamanya dalam kerangka Integrated Criminal Justice System (ICJS). Intensifikasi pengawasan dan operasi terpadu dilakukan dalam bentuk operasi bersama baik di tingkat wilayah (Operasi Gabungan Daerah), Nasional (Operasi Gabungan Nasional), dan di tingkat Regional dan Internasional (Operasi Storm, Pangea, dan Opson). Sebagai tindak lanjut dari pengawasan dan operasi-operasi penindakan tersebut, terhadap pelaku pelanggaran diberikan sanksi baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Terhadap barang bukti pelanggaran, dilakukan pemusnahan. Dari hasil pengawasan rutin, intensifikasi, maupun operasi penindakan yang dilakukan selama tahun 2017, didapatkan temuan Obat dan Makanan ilegal dan tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat/khasiat, dan mutu dengan nilai keekonomian mencapai 298,7 Milyar Rupiah.

Page 126: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 126

Dalam implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional untuk memenuhi kebutuhan Obat dengan syarat keamanan, khasiat dan mutu yang baik, terjadi perubahan lingkungan strategis Era JKN yang berdampak pada peningkatan volume obat beredar; konsistensi mutu dengan harga murah; serta peningkatan kapasitas produksi Industri Farmasi pemenang tender (rentan over-capacity). Terkait dengan hal tersebut, perlu diperhatikan pengawasan mutu bahan baku melalui verifikasi implementasi cara pembuatan dan distribusi obat yang baik serta dengan melakukan sampling dan pengujian obat. Dalam kaitannya dengan ketersediaan obat di era JKN ini, Pemerintah berperan dalam menfasilitasi industri farmasi dalam melakukan proses registrasi obat JKN dalam mendapatkan ijin edar. Dalam proses tersebut, persetujuan selalu diberikan berdasarkan hasil penilaian yang menyeluruh dan kompresensif terhadap aspek khasiat, keamanan dan mutu obat. Terhadap produk yang telah diberikan ijin edar, kemudian dilakukan pemilihan produk oleh Tim Formularium Nasional (Fornas) dengan berdasarkan benefit risk dan cost-effectiveness. Dari hasil evaluasi Tim Fornas tersebut, kemudian dilakukan sistem pengadaan obat JKN dengan tujuan untuk menjamin ketersediaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan. Secara umum, untuk menjadi mutu obat di fasilitas kesehatan, Pemerintah berupaya untuk terus melakukan peningkatan pelaksanaaan kawalan jaminan mutu secara komprehensif agar obat yang tersedia untuk masyarakat terjamin dari aspek khasiat, keamanan dan mutunya. Selain itu dilakukan pula penyempurnaan dan penyusunan regulasi yang diperlukan, peningkatan efektivitas dan efisiensi tersedianya obat (registrasi) dengan menerapkan Standard dan Persyaratan nasional dan internasional, peningkatan compliance pemenuhan standar dan persyaratan jaminan mutu (produksi dan distribusi), peningkatan kerja sama lintas sektor dan jejaring kerja (networking) serta pemberdayaan lintas sektor dan masyarakat dalam pelaksanaan risk communication. Sedangkan secara khusus, diperlukan langkah strategis untuk menjamin mutu obat di era JKN berupa pengawalan jalur distribusi, jalur produksi serta pengawalan efisiensi produksi dan ketersediaan obat.

Page 127: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 127

Pada Triwulan IV Tahun 2018, telah dilaksanakan pertemuan Koordinasi, Sinkronisasi dan Pengendalian dalam rangka pelaksanaan kebijakan Pengawasan dan Pemenuhan Obat dan Alat Kesehatan pada 12 - 14 November 2018 di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Pertemuan membahas upaya yang dilakukan dalam meningkatkan pengawasan dan pemenuhan kebutuhan obat di Provinsi Jawa Timur termasuk pencairan Dana Alokasi Khusus Farmasi serta inventarisasi permasalahan dan usulan rekomendasi yang diperlukan untuk penyusunan kebijakan. Peserta yang hadir dari Dinas Kesehatan dan BAPPEDA Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur, serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait di Provinsi Jawa Timur. Nara sumber pada pertemuan koordinasi tersebut adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan Jawa Timur, Ditjen Farmalkes Kementerian Kesehatan dan Asdep Pelayanan Kesehatan Kemenko PMK.

Cakupan dan wilayah kerja BBPOM di Surabaya meliputi 29 Kabupaten dan 9 Kota di Prov. Jawa Timur, yaitu: • Fasilitas Pelayanan Kesehatan: Rumah Sakit 94; Rumah Sakit Swasta 248; GFK

38; Puskesmas 960; Pustu 310; • Industri: Industri Farmasi 41; Industri Pangan 498; IRT Pangan 13.833; Industri

Kosmetik 114; Industri Obat Tradisional 9; Industri Kecil Obat Tradisional 128; Industri PKRT 21;

• PBF 368; Apotik 2.299; Toko Obat 304; Sarana Distribusi OT 1.397; Sarana Distribusi Kosmetik 2.880; Sarana Distribusi Pangan 4.567; Sarana Distribusi Bahan Berbahaya 40.

Page 128: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 128

Sampai dengan bulan Agustus 2018 ini Balai Besar POM di Surabaya dari 11 perkara tindak pidana obat dan makanan telah menyita Kosmetik tanpa izin edar 2.276 item, 46.464 pcs, nilai keekonomian Rp. 1.873.107.009,- (59,18%); Obat Tradisional tanpa izin edar 341 item, 38.650 pcs, nilai keekonomian Rp. 630.596.500,- (19,92%); Pangan tanpa izin edar 64 item 75.785 pcs nilai keekonomian Rp. 660.436.500,- (20,87); Obat tanpa izin edar 3 item 164 pcs nilai keekonomian Rp. 219.500,- (0,01%); Obat Keras 14 item 723 pcs nilai keekonomian Rp. 698.700,- (0,02%). Sebagai tindak lanjut untuk Balai Besar POM terkait Inpres Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Pengawasan Obat dan Makanan, adalah agar Balai Besar/Balai POM agar mensosialisasikan Inpres Nomor 3 Tahun 2017 kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota di wilayah kerja masing-masing untuk: • Pembagian peran dapat dilakukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan

BPOM dan Pemda untuk peningkatan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan.

• Peningkatan komitmen dan pengetahuan Pemda dalam menindaklanjuti rekomendasi hasil pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan BPOM.

Terkait dengan evaluasi implementasi Inpres Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Efektifitas Pengawasan Obat dan Makanan, saat ini sedang dalam proses survey untuk melakukan pemetaan sosialisasi Inpres dimaksud.

ISU 2 Pemenuhan Kebutuhan Obat dan Alat Kesehatan

Dalam upaya peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan melalui tersedianya obat, vaksin dan perbekalan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau di pelayanan kesehatan pemerintah, Pemerintah telah menetapkan indikator rencana strategis tahun 2015-2019 terkait program kefarmasian dan alat kesehatan, yaitu meningkatnya akses dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Indikator tercapainya sasaran hasil tersebut pada tahun 2018 yaitu persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas sebesar 90%. (renstra Kementerian Kesehatan 2015 - 2019 rev. 1). Kementerian Kesehatan telah melakukan review target RPJMN 2015-2019 oleh Kementerian/Lembaga terkait dan BPJS Kesehatan dengan salah satu indikator yaitu pemenuhan ketersediaan obat dan alat kesehatan di puskesmas. Rekapitulasi jumlah puskesmas yang telah memenuhi ketersediaan obat saat ini sebesar 86.63%. Indikator Puskesmas yang telah memenuhi ketersediaan obat adalah puskesmas yang sudah mencapai target 80% dengan minimal 16 item obat esensial dari 20 item obat esensial yang ditetapkan. Rekapitulasi ini berdasarkan data dalam sistem pelaporan puskesmas yang telah memenuhi ketersediaan obat berdasarkan jumlah dinas kab/kota yang melaporkan ke pusat melalui e-logistik.

Page 129: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 129

Sedangkan untuk pembiayaan terkait pemenuhan obat berasal dari APBN dan Dana DAK Fisik diberikan untuk pengadaan obat dan vaksin esensial. Namun sampai saat ini masih ada kab/kota yang belum tersosialisasi dengan baik terkait sistem pelaporan DAK.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan 112/PMK.07/2017 Tentang Perubahan PMK 50/PMK.07/2017 terkait Kebijakan Penyaluran DAK Fisik, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan juga melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengadaan obat melalui e-katalog dengan menggunakan DAK Fisik Tahun Anggaran 2018, khususnya terkait dengan kebijakan penyaluran DAK Fisik Tahap I yang dilaksanakan selambat-lambatnya pada 21 Juli 2018. Selanjutnya, untuk Puskemas yang mengalami kekosongan obat dapat melakukan pengadaan obat dengan menggunakan dana kapitasi. Terkait dengan pendistribusian obat dan vaksin dari pabrik kepada Pedagang Besar Farmasi dan sarana kesehatan masih baik namun yang menjadi permasalahan adalah proses pendistribusian dari provinsi ke kabupaten/kota dan puskesmas, terutama di daerah terpencil yang sulit dijangkau. Persoalan pendistribusian disebabkan oleh sarana transportasi dan fasilitas penyimpanan yang tidak memadai. Hal yang menjadi permasalahan dalam penyimpanan obat/vaksin di fasilitas kesehatan (puskesmas/Apotek) adalah sarana prasarana tidak layak, terkendala fasilitas listrik dan tenaga pengelola yang tidak memahami bagaimana penyimpanan obat/vaksin yang baik. Untuk mengatasi hal tersebut, BPOM telah pengeluarkan pedoman pengelolaan sarana kefarmasian dengan melakukan intervensi kepada tenaga kesehatan di dinas kesehatan, dan selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh dinas kesehatan kepada petugas kesehatan di puskesmas melalui kegiatan Bimbingan Teknis. Kegiatan ini

Page 130: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 130

mulai berjalan pada tahun 2017 dengan sistem cost sharing. Selanjutnya pada tahun 2018 BPOM akan melakukan pemetaan terhadap kondisi pengelolaan obat di sarana pelayanan kesehatan (puskesmas) yang membutuhkan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan. Hal lain yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah obat-obatan yang sudah memasuki masa kadaluwarsa (expired date). Permasalahannya saat ini adalah bagaimana mekanisme recall untuk obat yang tidak memenuhi syarat namun tercantun dalam e-katalog, yang jika ditarik akan menyebabkan kekosongan obat di fasilitas kesehatan. 1. Dengan Telah diundangkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang

Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah pada 22 Maret 2018 untuk menggantikan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sehingga terkait dengan pemenuhan kebutuhan obat di era JKN, dalam PerPres 16 Tahun 2018 telah diatur dalam pasal 1 angka 20 dan pasal 70 terkait e-marketplace pengadaan barang/jasa; pasal 72 terkait katalog elektronik; pasal 1 angka 35 dan pasal 38 terkait e- purchasing.

2. Definisi dan pengaturan dalam perpres 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah terkait e-marketplace

3. E-Marketplace Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa pemerintah.

4. E-Marketplace Pengadaan Barang/Jasa adalah • Pengadaan barang/jasa secara elektronik dengan memanfaatkan e-marketplace. • E-Marketplace Pengadaan Barang/Jasa menyediakan infrastruktur teknis dan

layanan dukungan transaksi bagi Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah dan Penyedia berupa: (a) Katalog Elektronik; (b) Toko Daring (Online Shop); (c) Pemilihan Penyedia;

• LKPP mempunyai kewenangan untuk mengembangkan, membina, mengelola, dan mengawasi penyele-nggaraan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa.

• Dalam rangka pengembangan dan pengelolaan E-Marketplace Pengadaan Barang/Jasa, LKPP dapat bekerjasama dengan UKPBJ dan/atau Pelaku Usaha.

• Dalam rangka pengembangan E-Marketplace, LKPP menyusun dan menetapkan peta jalan pengembangan E-Marketplace Pengadaan Barang/Jasa.

5. Pelaksanaan Katalog Elektronik, dilakukan dengan :

6. Katalog elektronik dapat berupa katalog elektronik nasional, katalog elektronik sektoral, dan katalog elektronik lokal.

7. Katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa informasi yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, TKDN, produk dalam negeri, produk SNI, produk industri hijau, negara asal, harga, Penyedia, dan informasi lainnya terkait barang/jasa.

8. Pemilihan produk yang akan dicantumkan dalam katalog elektronik dilaksanakan oleh Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah atau LKPP.

Page 131: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 131

9. Pemilihan Produk Katalog elektronik dilakukan dengan metode: Tender; atau Negosiasi.

10. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan Kepala Lembaga.

11. LKPP dan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memperluas peran serta usaha kecil dengan mencantumkan barang/jasa produksi usaha kecil dalam katalog elektronik.

Definisi dan pengaturan dalam perpres 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah terkait e-purchasing:

1. Pembelian secara elektronik yang selanjutnya disebut E-Purchasing adalah tata cara pembelian barang/ jasa melalui sistem katalog elektronik.

2. Persiapan Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya

3. Metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan E-Purchasing; Pengadaan Langsung; Penunjukan Langsung; Tender cepat; dan Tender.

4. E-Purchasing dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik.

5. Pelaksanaan E-Purchasing wajib dilakukan untuk barang/jasa yang menyangkut pemenuhan kebutuhan nasional dan/atau strategis yang ditetapkan oleh menteri, kepala lembaga, atau kepala daerah.

Kebijakan tata kelola obat pada era Jaminan Kesehatan Nasional, dilakukan dengan pentahapan sebagai berikut:

• Penyusunan Formulalium Nasional (Fornas), yaitu dengan melakukan seleksi obat yang dibutuhkan oleh masyarakat

• Perencanaan Kebutuhan Obat, yaitu dengan penyusunan RKO

• Proses penyusunan e-Katalog,

• Pengadaan obat (e-Purchasing) melalui e-Catalog atau melalui cara lain

Penyusunan Formularium Nasional (Fornas) dilakukan dengan melakukan seleksi obat, sampai saat ini telah dilakukan penyusunan Fornas 2013 ada 520 item obat didalam 930 sediaan, Addendum Fornas 2013 ada 540 item obat didalam 968 sediaan, Fornas 2015 ada 562 item obat didalam 983 sediaan, Addendum 1 Fornas 2015 ada 573 item obat didalam 1.018 sediaan, Addendum 2 Fornas 2015 ada 586 item obat didalam 1.063sediaan, yang terakhir Fornas 2017 ada 586 item obat didalam 1.031 sediaan. Dari hasil monitoring dan evaluasi, daftar obat Fornas yang digunakan bila dikelompokkan berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan, maka Faskes Tingkat I menggunakan 239 item obat didalam 396 sediaan, Faskes Tingkat II menggunakan 470 item obat didalam 847 sediaan, Faskes III menggunakan 586 item obat didalam 1.031 sediaan. Dalam Proses Penyusunan RKO dari tahun ke tahun terjadi peningkatan kepatahuan, pada table dibawah dapat dilihat penyusunan RKO tahun 2017 dan tahun 2018.

Page 132: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 132

Proses penyusunan e-Katalog pada tahun 2018 disepakati untuk selesai pada Bulan Januari 2018, dengan harapan pembelian Obat dapat dilakukan secepatnya. Kontrak katalog obat tahun 2018 ini berlaku sampai dengan 31 Desember 2019 (2 tahun), sehingga tidak diperlukan proses pra katalog pada tahun 2018. Sejak Maret 2018, terdapat 241 faskes (42 apotek PRB) yang diberikan akses e-purchasing oleh LKPP berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan. Proses e-Katalog pada tahun ini dilakukan dengan :

1. Kontrak katalog obat berlaku sampai dengan 31 Desember 2019, sehingga tidak diperlukan proses pra katalog pada tahun 2018

2. Penambahan item obat dapat dilakukan berdasarkan FORNAS baru, dan di- usulkan kembali oleh Kemenkes kepada LKPP (hanya sekali dalam setahun). LKPP akan melakukan proses pemilihan penyedia setelah semua data dan dokumen lengkap disampaikan Kemenkes

3. LKPP akan melakukan monev dan memberikan sanksi (apabila ada) kepada penyedia obat yang wanprestasi

4. LKPP akan menurunkan satu atau beberapa obat dari katalog elektronik apabila ada surat resmi pemberitahuan/permintaan dr BPOM/Kemenkes atau penyedia (dalam hal sudah terpenuhi RKO dan penyedia tidak bersedia menambah kuato obat)

5. Perlunya sinkronisasi RKO Kemenkes/Dinas/Faskes dan BKKBN untuk obat dalam rangka program Keluarga Berencana

Alur Penyusunan e-Katalog Alat Kesehatan dapat dilihat pada gambar dibawah :

Page 133: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 133

Pelaksanaan Penyusunan e-Katalog Alkes untuk tahun 2018 telah sampai pada Batch ke II dimana jumlah Kategori Alat Kesehatan yang masuk e-Kataloh 17 Kategori, dengan jumlah Produk Alat Kesehatan Luar Negeri (AKL)/ Alat Kesehatan Dalam Negeri (AKD) 385 produk, dengan rincian Produk AKL 20 Produk dan Produk AKD sebanyak 235 Produk. Terkait dengan ketersediaan obat, hasil dari pertemuan diperoleh data Rencana Kebutuhan Obat (RKO) di Provinsi Jawa Timur:

Kendala-kendala yang dihadapi dalam penyusunan RKO, yaitu: belum optimalmya koordinasi penyusunan RKO; belum optimalnya perhitungan jumlah kebutuhan obat dalam rangka penyusunan RKO; kendala dalam penggunaan aplikasi e-monev. Dukungan anggaran Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan di Provinsi Jawa Timur, meliputi DAK Fisik dan DAK Non Fisik. DAK Fisik:

1. Penyediaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di tingkat kabupaten/kota;

2. Pembangunan baru/rehabilitasi/penyediaan sarana pendukung Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK);

3. Pembangunan baru/rehabilitasi/penyediaan sarana pendukung Instalasi Farmasi Provinsi (IFP);

4. Penyediaan kendaraan distribusi obat roda 2/roda 4 DAK Non Fisik: Bantuan operasional kesehatan (BOK) untuk distribusi obat, vaksin dan bahan medis habis pakai (BMHP) serta pemanfaatan sistem e-logistik di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota

Page 134: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 134

Page 135: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 135

Target dan Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 -2019, sebagai berikut:

Page 136: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 136

USULAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Dalam penyusunan Usulan Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Pengawasan Dan Pemenuhan Obat Dan Alat Kesehatan, harus dibuat beberapa alternative kebijakan sehingga dapat ditentukan usulan rekomendasi kebijakan yang paling sesuai dengan kondisi yang ada, adapun alternative kebijakan tersebut adalah:

• Peningkatan Peran Lintas K/L dalam Mendukung Pengawasan Obat

• Penguatan Peran Daerah dalam Pengawasan Obat

• Penguatan Peran Masyarakat dalam Pengawasan Obat

• Peningkatan Perencanaan Kebutuhan Obat yang lebih baik

• Penerapan Sistem Monitoring dan Evaluasi dalam Pengadaan Obat

• Penerapan Multi Winner dan Multi Year dalam Sistem e-Catalog

ASUMSI KEBIJAKAN Dalam analisis kebijakan dipelukan pemetaan kondisi lingkungan strategis dikemukakan beberapa tinjauan makro yang berpengaruh pada pembangunan sektor kesehatan secara umum. Selanjutnya dilakukan analisis situasi terkait dengan penemuhan obat dan Alat Kesehatan dapat dikaji pola keterkaitan dan pengaruh terhadap kondisi spesifik dalam bidang kefarmasian, alat kesehatan. Pemetaan kondisi lingkungan strategis antara lain adalah: (1) Sistem Kesehatan Nasional; (2). RPJP Nasional Tahun 2005 - 2025; (3) RPJP Bidang Kesehatan Tahun 2005 - 2025; (4) Tujuan dan Target Ilustratif Program MDG's Post 2015; (5) RPJMN 2015-2019 (Perpres Nomor 2 Tahun 2015); (6) Renstra Kemenkes 2015-2019; dan (7) Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) SKN merupakan pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia, secara terpadu dan saling mendukung, guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sebagai sebuah sistem, komponen pendukung berjalannya sistem tersebut diidentifikasi dalam bentuk subsistem yang saling terkait dalam pengelolaan kesehatan. Secara khusus, kefarmasian dan alat kesehatan tercakup dalam subsistem Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan, sebagaimana tampak pada Gambar dibawah

Page 137: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 137

Unsur Pembangunan Kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional

• RPJP Nasional dan Bidang Kesehatan Tahun 2005 - 2025

Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025 tercantum bahwa Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarkan berdasarkan perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut dan keluarga miskin. Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui: peningkatan upaya kesehatan, SDM kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan yang ditandai oleh peningkatan pengawasan dan pemberdayaan masyarakat serta manajemen kesehatan. Arah pembangunan jangka panjang bidang kesehatan tahun 2005- 2025, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) yang telah dikukuhkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 375/MENKES/SK/V/2009, menyebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Manajemen Kesehatan

SDM K

Farmasi, Alkes dan makanan

Litbang

Pemberdayaan Masyarakat

Upaya

Kesehatan

Pembiayaan Kesehatan

Page 138: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 138

• Program SDGs Penekanan pada SDGs Development Agenda harus meliputi empat prinsip berikut: (i) Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan Pemerintahan yang Baik, (ii) Kesetaraan dan Non- Diskriminasi, (iii) Pembangunan Berkelanjutan, dan (iv) Pendekatan layanan publik yang berbasis sistem luas; serta isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai prinsip lintas sektoral untuk keempat prinsip tersebut. Dengan akan berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs), yang meliputi 17 goals. Dalam bidang kesehatan fakta menunjukkan bahwa individu yang sehat memiliki kemampuan fisik dan daya pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya.

• Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

Dalam RPJMN 2015-2019, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pembangunan kesehatan pada RPJMN 2015-2019 adalah : 1) Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat; 2) Meningkatnya pengendalian penyakit menular dan tidak menular; 3) Meningkatnya pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan; 4) Meningkatnya Perlindungan Finansial, Ketersediaan, Penyebaran dan Mutu Obat Serta Sumber Daya Kesehatan. Tercapainya sasaran ke-4, salah satunya diindikasikan oleh tersedianya obat dan vaksin di Puskesmas, dimana ditargetkan mencapai 90,0% pada tahun 2019 dari status awalnya di tahun 2014 sebesar 75,5%. Kebijakan pembangunan kesehatan difokuskan pada penguatan upaya kesehatan dasar (primary health care) yang berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan. Kartu Indonesia Sehat menjadi salah satu sarana utama dalam mendorong reformasi sektor kesehatan dalam mencapai pelayanan kesehatan yang optimal, termasuk penguatan upaya promotif dan preventif. Salah satu strategi pembangunan kesehatan 2015-2019 adalah meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas farmasi dan alat kesehatan. Strategi ini yang perlu diemban Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam periode 5 tahun mendatang.

• Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan 2015-2019 Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019 disusun sebagai penerjemahan visi dan misi Presiden Republik Indonesia, di bidang kesehatan. Visi Presiden adalah "Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong- royong".

Page 139: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 139

Terdapat dua tujuan Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu: 1) meningkatnya status kesehatan masyarakat dan; 2) meningkatnya daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan. Peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan pada semua kontinum siklus kehidupan (life cycle), yaitu bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia kerja, maternal, dan kelompok lansia. Tujuan indikator Kementerian Kesehatan bersifat dampak (impact atau outcome) dalam peningkatan status kesehatan masyarakat, yang akan dicapai adalah: 1) Menurunnya angka kematian ibu dari 346 menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup; 2) Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup; 3) Menurunnya persentase BBLR dari 10,2% menjadi 8%; 4) Meningkatnya upaya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif; 5) Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.

a. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Untuk periode pembangunan tahun 2014 - 2019, secara lebih spesifik pembangunan sektor kesehatan nasional dihadapkan pada tantangan konkrit sesuai amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dengan diberlakukannya jaminan kesehatan secara nasional bagi masyarakat Indonesia pada awal tahun 2014, yang ditetapkan dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional bagi masyarakat akan dilakukan secara bertahap seperti dalam Tabel dibawah.

Tahapan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional

2010 2012 - 2015 - 2021 -

(1) (2) (3) (4)

Cakupan 58,6% dari total penduduk (2010)

• Sasaran cakupan 70% (by 2014)

• Saat ini

Sasaran cakupan 80%-100% (by 2020)

Sasaran cakupan 100% (by 2021)

Program jaminan kesehatan terfragmentasi dalam banyak program dan penyelenggara (Jamkesmas, Jampersal, Jamkesda, PT Askes, PT Jamsostek dan asuransi kesehatan

Beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1

Januari 2014

1. Ekspansi jaminan kesehatan menuju universal coverage

2. dengan tahapan:

3. Perluasan kepesertaan di perusahaan besar (termasuk BUMN)

4. Perluasan kepesertaan di perusahaan menengah

5. Perluasan kepesertaan di perusahan kecil dan mikro yang sebagian

Peningkatan kualitas layanan jaminan kesehatan universal

Page 140: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 140

Peran masyarakat dalam iuran asuransi sosial masih rendah

Peningkatan peran masyarakat dalam iuran asuransi sosial masih rendah

Pengalihan peran pemerintah kepada masyarakat dalam iuran asuransi

• TUJUAN KEBIJAKAN

Sesuai dengan asumsi kebijakan diatas, secara terstruktur elemen-elemen tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: • Tujuan penyelenggaraan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan

adalah tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya; Dalam hal ini tujuan direpresentasikan dalam bentuk pelangi

• Pencapaian tujuan tersebut dilakukan dengan melaksanakan 5 (lima) upaya penyelenggaraan, yang direpresentasikan dalam bentuk atap meliputi : • Upaya ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat

kesehatan; • Upaya pengawasan untuk menjamin persyaratan keamanan,

khasiat/manfaat, mutu produk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan serta perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat dan alat kesehatan;

• Upaya penyelenggaraan pelayanan kefarmasian; • Upaya penggunaan obat yang rasional; dan • Upaya kemandirian sediaan farmasi melalui pemanfaatan sumber daya

dalam negeri. • Unsur-unsur (digambarkan dalam tiang), meliputi: (1) komoditi; (2) sumber daya; (3)

pelayanan kefarmasian; (4) pengawasan; dan (5)pemberdayaan masyarakat. • Selanjutnya untuk dapat menghasilkan nilai tambah yang optimal, seluruh aktivitas

elemen dalam subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan harus patuh pada prinsip-prinsip dasar , yang meliputi: (1) aman, berkhasiat, bermanfaat, dan bermutu; (2) tersedia, merata, dan terjangkau; (3) rasional; (4) transparan dan bertanggung jawab; dan (5) kemandirian. Adapun tujuan penyusunan alternatif kebijakan ini adalah untuk pencapaian: • Memastikan Peran Lintas K/L dalam Mendukung Pengawasan Obat • Memastikan Peran Daerah dalam Pengawasan Obat • Memastikan adanya Peran Masyarakat dalam Pengawasan Obat • Memastikan adanya Perencanaan Kebutuhan Obat yang lebih baik • Memastikan Penerapan Sistem Monitoring dan Evaluasi dalam Pengadaan Obat • Memastikan Penerapan Multi Winner dan Multi Year dalam Sistem e-Catalog

• FOKUS KEBIJAKAN

Fokus kebijakan disini dilakukan dengan melihat faktor-faktor yang menjadi penentu penyusunan strategi kebijakan pemenuhan kebutuhan obat, adalah:

Page 141: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 141

a. Peningkatan Peran Lintas K/L dalam Mendukung Pengawasan Obat, agar pengawasan obat dan makanan dapat terjadi secara efektif dan efisien

b. Peningkatan Peran Daerah dalam Pengawasan Obat, agar pengawasan oabt dapat dilakukan di daerah secara efektif dan efisien

c. Peningkatan Peran Masyarakat dalam Pengawasan Obat, agar pengawasan obat dapat melibatkan peran masyarakat sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

d. Peningkatan Perencanaan Kebutuhan Obat yang lebih baik, agar kebutuhan obat dapat diperoleh secara pasti

e. Peningkatan Penerapan Sistem Monitoring dan Evaluasi dalam Pengadaan Obat, agar dapat diketahui permasalahan yang ada di lapangan sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara cepat sehingga kelangkaan obat dapat dihindarkan

f. Peningkatan Penerapan Multi Winner dan Multi Year dalam Sistem e-Catalog, agar tidak terjadi monopoli yang merugikan semua pihak terutama kelangkaan obat di lapangan.

• STRATEGI KEBIJAKAN Dalam upaya melakukanpengawasan obat dan pemenuhan kebutuhan obat pada pelayanan kesehatan, maka strategi yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan Peran Lintas K/L dalam Mendukung Pengawasan Obat Sebagai implementasi dari Inpres No. 3 Tahun 2016, bahwa Pengawasan Obat harus dilakukan secara lintas KL, untuk itu perlu didorong agar setiap KL yang masuk di dalam Inpres tersebut mampu bekerja dengan efektif dan efisien dalam upaya peksanaan Inpres tersebut. Usulan rekomendasi kebijakan adalah:

a. Perlu disusun proses bisnis pengawasan obat di Indonesia, sehingga setiap KL dan lembaga bisa berperan sesuai dengan konsep Full Spectrum dalam Pengawasan Obat

b. Secepatnya dilakukan koordinasi finalisasi PP terkait PUPK (Pelaksanaan Urusan Pemerintahan Konkuren.

c. Kementerian dan Lembaga agar membuat laporan tertulis yang disampaikan kepada Kemenko PMK, Kemendagri sebagai bahan penyusunan Laporan kepada Presiden

2. Penguatan Peran Daerah dalam Pengawasan Obat Seperti halnya peran lintas KL, maka peran daerah juga perlu didorong agar mampu bekerja secara efektif dan efisien agar pengawasan obat di daerahnya dapat dilakukan. Usulan untuk menyusun rencana aksi lintas dinas sesuai dengan urgensi dan prioritas daerah menjadi point yang penting dalam pengawasan obat di daerah. Usulan rekomendasi kebijakan adalah:

a. Meningkatkan pelatihan tenaga kesehatan di Dinas Kabupaten terkait dengan pengawasan obat dan makanan, sehingga tupoksi pengawasan obat dan makanan dapat dilakukan pada tingkat Kabupaten.

Page 142: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 142

b. Menyusun sistem informasi pengawasan obat sehingga daerah dapat melakukan pengawasan sesuai dengan proses bisnis yang akan disusun. Sudah ditindak lanjuti dengan penyusunan SMART BPOM

3. Penguatan Peran Masyarakat dalam Pengawasan Obat Keterbatasan tenaga dan anggaran menjadi kendala sampai saat ini. Sehingga dengan mengikut sertakan masyarakat dalam pengawasan obat menjadi vital untuk dilakukan. Untuk itu upaya Pemerintah Pusat adalah membuat sistem informasi yang dapat diakses oleh masyarakat sehingga masyarakat dapat ikut serta dalam upaya pengawasan obat dan makanan. Sementara Pemerintah daerah dapat sosialisasi dibantu Pemerintah Pusat secara berjenjang kepada masyarakat. Usulan rekomendasi kebijakan adalah:

a. Menyusun sistem informasi pengawasan obat berbasis masyarakat sehingga masyarakat dapat melakukan pengawasan sesuai dengan proses bisnis yang akan disusun. Sudah ditindak lanjuti dengan penyusunan BPOM Mobile

b. Perlu dibuat sosialisasi berupa hal hal yang gampang diakses oleh masyakarat sehingga masyarakat dapat mengerti bila ada obat dan makanan yang tidak sesuai dengan standard yang berlaku dapat melaporkan kepada pihak-pihak terkait.

4. Peningkatan Perencanaan Kebutuhan Obat yang lebih baik Penyusunan RKO pada saat ini menjadi titik lemah dalam pengadaan obat, untuk itu harus segera dilakukan terobosan agar obat yang digunakan oleh FKTP dan FKTRL dapat direkam dalam database sehingga perencanaan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan lebih baik. Untuk itu harus ada sistem informasi pemanfaatan obat yang terpadu yang dibuat oleh BPJS dan Kemenkes. Usulan rekomendasi kebijakan adalah:

a. Harus dipaksa kepada fasilitas pelayanan kesehatan dan satker pelayanan kesehatan untuk mematuhi penyusunan RKO, dan dilakukan monitoring secara ketat bila tidak mengirim RKO harus dilalukan punishment.

b. Rumah Sakit atau Klinik Swasta harus bisa melakukan pengadaan obat secara online, berdasarkan atas RKO yang telah dikirimkan. Pada saat ini perkembangan RS swasta yang melakukan pengadaan melalui e-catalog sudah mengalami peningkatan.

c. Kedepan perlu diantisipasi pada database INACBGs dan database vklaim dimasukkan penggunaan obat sehingga perencanaan obat dapat dilakukan dari data tersebut

5. Penerapan Sistem Monitoring dan Evaluasi dalam Pengadaan Obat Sesuai dengan hasil monev ke daerah, masih terdapat delay dalam pengadaan obat oleh distributor, sehingga perlu penerapan sistem monev secara digital, yang dapat mengetahui kendala pengadaan obat di lapangan, sehingga obat dapat dipastikan selalu ada bagi pelayanan kesehatan. Usulan rekomendasi kebijakan adalah:

a. Perlu disusun system informasi yang menggambarkan keberadaan obat disuatu daerah atau fasyankes, hal ini untuk memberikan masukan kepada pengambilan keputusan apabila terjadi kelangkaaan obat

Page 143: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 143

b. Perlu disusun system informasi terkait kualitas obat termasuk efek samping dari obat dalam system pengadaan e-catalog.

6. Penerapan Multi Winner dan Multi Year dalam Sistem e-Catalog Untuk menghindari gagal pengadaan yang dilakukan oleh distributor dan PBF, maka pelaksanaan multi winner dan multi year perlu dilakukan. Sehingga bila pemenang pertama gagal menyelesaikan pesanan, maka pemenang selanjutnya masih dapat dilakukan pengandaan, dengan demikian keberadaan obat di lapangan dapat selalu terjaga. Usulan rekomendasi kebijakan adalah :

a. Multi year sudah dilakukan pada tahun 2018 dan tahun 2019.

b. Perlu segera dilakukan mekanisme pelaksanaan Multi Winner sehingga pemenang pengadaan obat tidak hanya karena faktor biaya.

c. Untuk mengurangi kegagalan pengadaan dalam e-catalog harus dipastikan penenang e-catalog memang mempunyai perwakilan di daerah yang dimenangkan (minimal kantor di Kabupaten)

• FAKTOR PENENTU KEBIJAKAN

Pada era otonomi daerah dimana kesehatan termasuk salah satu urusan pemerintah konkuren yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten Kota sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah maka untuk percepatan peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan kunci utama adalah komitmen kuat dari pemerintah daerah yang secara nyata mendukung berbagai aspek yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan pelayanan kesehatan.

4. Asdep Kependudukan dan KB

1) Naskah (Bahan) Draft Rumusan Analisis Kebijakan Peningkatan Pemahaman Remaja Mengenai Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Dan Kesehatan Reproduksi (KBKR). Jumlah remaja usia 10-19 tahun, sesuai SUPAS 2015 sekitar 44 juta remaja atau sekitar 20% dari jumlah penduduk Indonesia, merupakan potensi yang harus diperhatikan dan digarap dengan baik untuk menciptakan SDM Indonesia yang berkualitas. Usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian. Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa bingung terhadap keputusan-keputusan moral yang harus diambilnya. Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi

Page 144: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 144

bersama teman-temannya maupun di lingkungannya. Masa remaja adalah masa kritis, namun pada masa itu juga adalah masa-masa yang luar biasa, creative thinking tinggi, critical thinking-nya tinggi. Bagaimana program untuk remaja mampu baik secara preventif dan promotif untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Karena permasalahan pada masa remaja sangat beragam dan kompleks, apa yang telah kita kerjakan dan apakah kita sudah menjawab isu-isu yang dihadapi remaja ?

PERMASALAHAN. 1. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan perilaku beresiko masih

rendah. • 8 dari 10 remaja tahu tentang sistem dan organ reproduksi karena

sudah diajarkan di sekolah. Namun ketika digali lebih dalam secara terperinci bahwa 7,3% remaja laki-laki dan 2.3% remaja perempuan usia 15-24 tahun sudah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, mereka tidak tahu hubungan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. 5.02% remaja perempuan usia subur telah aktif secara seksual dan hanya 14,1% yang menggunakan kontrasepsi.

• 36 dari 1.000 bayi dilahirkan dari remaja usia 15-19 tahun , dan 9,5% remaja usia 15-19 tahun mengalami kehamilan dan melahirkan.

• 1 dari 20 orang pelajar/mahasiswa pernah melakukan hubungan seks pra-nikah.

• Dalam kurun waktu 2006 – 2016, prevalensi merokok, minum minuman beralkohol dan sexs pranikah di kalangan remaja cenderung meningkat, khususnya di kalangan pelajar SMP atau remaja tahap awal/early adolescent.

• Proporsi pelajar dan mahasiswa yang mencoba memakai narkoba meningkat 2 kali lipat selama 2006-2016. Pelajar perempuan lebih banyak mencoba narkoba dibandingkan pelajar laki-laki

• Prevalensi merokok pada penduduk usia ≤ 18 tahun sebesar 5,6 persen, Sumber: Riskesdas, 2013.

2. Perkawinan anak dengan angka kelahiran remaja 15 – 19 tahun masih tinggi: • 1 dari 4 anak perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun. • Median Usia Kawin Pertama Perempuan terus meningkat dan hampir

mencapai usia menikah ideal, yaitu 21 tahun, namun angka perkawinan anak masih cukup tinggi.

• Meskipun Usia kawin Pertama Perempuan telah meningkat dan Angka Kelahiran Remaja 15-19 Tahun telah menurun, namun terdapat indikasi peningkatan perilaku sex bebas di kalangan remaja, kemudahan akses kontrasepsi darurat dan obat maag misoprostol (untuk penggugur kandungan), serta aborsi.

Page 145: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 145

3. Kekurangan Gizi • remaja yang stunting 13% dan sangat kurus dan kurus 11%, namun

obesitas juga tinggi, jadi Indonesia mengalami double burden. • Remaja yang hamil mengalami KEK.

4. Kekerasan Pada Anak Dan Remaja. Kekerasan pada anak terjadi antara lain akibat rendahnya pemahaman dan kemampuan orang tua mengenai pengasuhan. Prevalensi kekerasan(yang dialami anak Laki-laki dan Perempuan usia 13-17 tahun: • Kekerasan Fisik: 1 dari 4 anak atau sekitar 3 juta anak laki-laki dan 1 dari

7 anak perempuann (1.5 juta) mengalami kekerasan secara fisik. • Kekerasan Emotional: 1 dari 8 anak laki-laki ( 1.4 juta), dan 1 dari 9 anak

perempuan (1.2 juta) mengalami kekerasan emosional. • Kekerasan Seksual: 1 dari 12 anak laki-laki (900 ribu), dan 1 dari 19 anak

perempuan (600 ribu) mengalami kekerasan secara seksual.

ALTERNATIF KEBIJAKAN 1. Pendekatan Siklus Hidup Dalam Pembangunan SDM.

Kebijakan untuk remaja adalah membangun manusia yang berkualitas dan menjadi sumber daya dalam pembangunan, dengan pendekatan life cycle. Pembangunan SDM diperlukan peran dari lintas sektor karena tidak bisa diselesaikan hanya oleh satu sektor saja. Dalam setiap tahapan kehidupan diberikan intervensi untuk programnya, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, ibu muda dan lansia. Pendidikan yang diberikan meliputi pendidikan norma dan life-skill, kesehatan dan nutrisi, kelanjutusiaan berbasis keluarga dan komunitas dengan tujuan akhir adalah manusia yang sehat, dan cerdas.

2. Sinergitas program/kegiatan antara pusat (K/L) dengan pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota). Kegiatan-kegiatan di K/L terkait remaja: • Kementerian Agama (khusus dan bimbingan pra nikah) • Kementerian kesehatan : Puskesmas PKR (jam layanan yang sudah

tutup saat anak remaja pulang sekolah), pembinaan pangan jajanan,

Page 146: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 146

program Indonesia sehat degan pendekatan keluarga) • Kemen PP PA: Puspaga, Kota Layak Anak lima hak anak dengan

kluster, Perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat. • Kemensos : PKH. • Kemenpora: Pemanfaatan IPTEK dalam memerangi situs destruktif;

Kapal Pemuda Nusantara; Kirab Pemuda; Jambore Pemuda; Paskibraka; Pemuda Anti Narkoba; Gerakan Nasional Ayo Olahraga; Pemberantasan Penggunaan dan Peredaran Gelap Narkoba/P4GN (Program BNN)

• Kemendikbud : menjadi orang tua hebat • BKKBN : Genre, PPKS, Bina Keluarga Remaja • Kebudayaan : gerakan literasi sekolah (bukan hanya sekedar

membaca tetapi juga memahami isu-isu). Sinergi dalam perencanaan pembangunan bisa dilakukan dalam beberapa tahapan, antar pusat dan daerah, pendanaan antar pemerintah dan pemda maupun swasta, pelibatan pihak swasta. Bagaimana mensegmentasi sasaran dengan karakteristik remaja yang banyak untuk dapat menghasilkan outcome yang diinginkan. Sinergi antara pemerintah dan pemda, visi misi ada dalam renstras RPJMD harus sinergi dengan RPJMN.

ALTERNATIF KEBIJAKAN a. Asumsi Kebijakan

1) Dengan peningkatan pemahaman remaja mengenai penyiapan kehidupan berkeluarga dan kesehatan reproduksi akan meningkatkan Usia Kawin Pertama.

2) Mendorong sinergitas penyelenggaraan program KKBPK antara pemerintah dan pemerintah daerah

b. Tujuan Kebijakan 1) Menciptakan remaja yang sehat dan berkualitas sabagai modal

pembangunan 2) Meningkatkan pengertian dan kesadaran remaja untuk

mempertimbangkan berbagai aspek dalam merencanakan kehidupan berkeluarga, seperti kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, dan ekonomi.

c. Fokus Kebijakan Kebijakan ini fokus pada peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi dalam pendidikan pada remaja berbasis keluarga.

d. Strategi Kebijakan Strategi kebijakan adalah langkah-langkah yang berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan tujuan. Strategi kebijakan yang dilakukan untuk memenuhi tujuan dilakukan melalui : 1) Sinergi antar pelaku pembangunan (Pemerintah, Akademisi,

Filantropi dan Pelaku Usaha, dan Ormas/media), semua stake holder dilibatkan dalam pembangunan dengan prinsip mutual

Page 147: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 147

respect and care, Equal Partnership, Participation, Accountable, Mutual Benefits.

2) Sinergi segmentasi sasaran program (dibutuhkan data yang valid, komprehensif) remaja berdasarkan karakteristik (jenis kelamin, kelompok usia, kelompok remaja beresiko, kelompok remaja berkebutuhan khusus, lingkungn tempat tinggal) sehingga diperlukan program yang sangat berbeda antar karakteristik remaja. Program yang ada saat ini bersifat general.

3) Peningkatan jumlah, kompetensi dan kapasitas SDM (pengelola kader/penyuluh, pendidik dan konselor sebaya, serta toga/toma) dalam memberikan KIE dan konseling kepada remaja dan orangtua, serta penguatan lembaga (forum koordinasi).

e. Faktor Penentu Keberlanjutan Kebijakan

Sebagai faktor penentu keberlanjutan suatu kebijakan adalah cara pandang pemerintah atas permasalahan remaja, setelah dilakukan analisis situasi 1) Pendanaan

Dukungan anggaran kependudukan dan KB, baik dari belanja pusat maupun belanja daerah.

2) Regulasi: Sinergitas peraturan perundang-undangan pembangunan KKB .

3) SDM. 4) Data terpilah.

2) Naskah (Bahan) Draft Rumusan Isu Kebijakan Penguatan Landasan Hukum

Dan Kelembagaan Kb. Pembangunan Kependudukan dan KB pada RPJM III (2015 –2019) diarahkan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata di setiap wilayah dan kelompok masyarakat melalui strategi salah satunya “Penguatan landasan hukum, dan kelembagaan KB”. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Program KB berpengaruh terhadap komitmen kabupaten/Kota yang umumnya sangat bervariasi dalam memberikan prioritas terhadap program KB, dan keragaman kelembagaan berpengaruhi terhadap pengelolaan program KB di tingkat kabupaten/kota. Penguatan kelembagaan menjadi salah satu tujuan revitalisasi progam Keluarga Berencana yang mengalami penurunan sejak otonomi. Untuk itulah melalui undang-undang No.52 tahun 2009, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diinstruksikan membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD). Berdasarkan pasal 12 ayat (2) huruf (h) dan lampiran huruf (N) Undang-undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana adalah urusan Pemerintah wajib yang

Page 148: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 148

tidak berkaitan dengan pelayanan dasar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi serta Daerah Kabupaten dan Kota. Sejalan dengan itu telah terjadi pula perubahan nomenklatur kelembagaan program KKBPK di daerah, dari semula berbentuk badan atau kantor, menjadi Dinas yang sudah mengakomodir urusan pengendalian penduduk. Penguatan landasan hukum dan kelembagaan KB menjadi isu yang penting karena terkait masalah koordinasi antara pusat dan daerah, serta Dukungan peraturan perundangan tentang kapasitas kelembagaan KKB tidak sinergis antara pemerintah pusat dan daerah (kelembagaan KKB beragam, masih sedikitnya pembentukan lembaga KKB oleh pemerintah daerah, disharmonisasi peraturan perundangan pembentukan lembaga KKB). PERMASALAHAN Permasalan terkait Kelembagaan KB yang saat ini menjadi isu nasional yaitu: 1) Dukungan peraturan perundangan tentang kapasitas kelembagaan

KKB tidak sinergis Belum bersinerginya antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dapat dilihat antara lain: Kelembagaan KKB beragam, masih sedikitnya pembentukan lembaga KKB oleh pemerintah daerah, hal tersebu disebabkan masih belum harmnisnya UU 52/2009, serta UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, khususnya terkait nomenklatur lembaga KKB.

2) Koordinasi antara pusat dan daerah, serta kemitraan untuk memperkuat

jejaringan pelaksanaan program KKBPK masih lemah dan hanya sebatas pada perjanjian/MoU.

ISU KEBIJAKAN

1. Menguatkan landasan hukum dan menyerasikan kebijakan

pembangunan bidang KKB Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa sinergitas dan koordinasi antara pusat dan daerah masih lemah. Hal ini ditenggarai karena beragamnya komitmen pemerintah daerah terhadap program pemerintah terkait pembangunan Kependudukan dan KB. Komponen yang harus tersedia untuk membangun komitmen pemerintah daerah adalah menyiapkan landasan hukum yang sinergis dengan melakukan peninjauan kembali landasan hukum/peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pembangunan bidang KKB.

2. Menata, menguatkan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan pembangunan bidang KKB di tingkat pusat dan daerah.

Page 149: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 149

ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGUATAN KELEMBAGAAN a. Asumsi Kebijakan

Kebijakan penguatan kelembagaan bersifat mendorong dan mengerakkan pemerintah dan pemerintah daerah, serta kemitraan untuk memperkuat jejaring pelaksanaan program KKB.

b. Tujuan Kebijakan Membangun dukungan pemerintah pusat dan daerah serta mitra kerja terhadap kebijakan pembangunan bidang KKB.

c. Fokus Kebijakan Kebijakan ini focus pada Penguatan kelembagaan di tingkat masyarakat untuk mendukung penggerakan & penyuluhan KB.

d. Strategi Kebijakan Strategi kebijakan adalah langkah-langkah yang berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan tujuan. Strategi kebijakan yang dilakukan untuk memenuhi tujuan dilakukan melalui koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian urusan kependudukan dan keluarga berencana atas langkah:

1) Evaluasi kelembagaan KKB terhadap UU 52 tahun2009 serta peraturan perundangan lainnya, utamanya setelah pelaksanaan desentralisasi dan otda;

2) Advokasi dan fasilitasi kepada pemerintah daerah tentang program-program pembangunan KKB dan pembentukan kelembagaan KKB;

3) Literasi perkembangan kependudukan dan pembangunan bagi masyarakat, pengambil kebijakan, perencana dan pelaksana pembangunan;

4) Penguatan kelembagaan serta ketenagaan (tenaga pengelola dan pelaksana) pembangunan KKB di tingkat pusat, daerah, dan lini lapangan;

5) Peningkatan koordinasi antar-instansi terkait serta penguatan jejaring dan kemitraan kelembagaan KKB dengan seluruh pemangku kepentingan;

6) Penguatan manajemen program.

e. Faktor Penentu Keberlanjutan Kebijakan Sebagai faktor penentu keberlanjutan suatu kebijakan adalah cara pandang pemerintah dan pemerintah daerah atas permasalahan Kelembagaan KB, setelah dilakukan analisis situasi. 1) Pendanaan

Dukungan anggaran kependudukan dan KB, baik dari belanja pusat maupun belanja daerah.

2) Regulasi: menyusun, menyeraskan, harmonisasi peraturan perundang-undangan pembangunan KKB.

3) SDM.

Page 150: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 150

4) Usulan Rekomendasi Kebijakan (Urk) Naskah (Bahan) Draf Isu Kebijakan Pembangunan Kependudukan (Isu 137) Permasalahan di bidang Kependudukan dan KB bukan lagi berkaitan dengan indikator umum kependudukan, seperti pengendalian jumlah penduduk, penurunan angka fertilitas, penurunan angka kematian bayi, anak serta migrasi penduduk, akan tetapi terkait juga isu-isu yang lebih luas yaitu lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan, hak azasi manusia, keseteraan gender, kesehatan reproduksi, penduduk usia lanjut, pengangguran dan kemiskinan. Di Indonesia ada empat aspek kependudukan yang menjadi tantangan, yaitu : a. Kuantitas, penduduk Indonesia berjumlah sangat besar, yaitu nomor

empat terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Saat ini penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 255,5 juta (2015) jiwa dengan angka pertumbuhan penduduk sekitar 1,19% per tahun sesuai proyeksi penduduk Indonesia.

b. Kualitas penduduk yang relatif masih rendah. Kualitas penduduk yang masih rendah ini ditandai antara lain dengan angka kematian yang masih tinggi. Rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu. Rata-rata angka kematian Bayi (AKB) tercatat 32 per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia 2015 Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di peringkat ke-113 dari 188 negara dengan besaran 0,689 atau sama dengan tahun sebelumnya. Tahun 2015 angka harapan hidup 69,1 tahun, harapan tahun bersekolah 13, serta rata-rata waktu sekolah yang dijalani individu berusia 25 tahun ke atas adalah 7,9 tahun. Pendapatan nasional bruto per kapita 10.053 dollar AS.

c. Persebaran penduduk Indonesia tidak merata. Sekitar 60% penduduk tinggal di Pulau Jawa dan Bali yang luas areanya hanya sekitar 7% dari luas Indonesia. Jumlah penduduk yang tidak merata dan berjejal di suatu wilayah akan memberikan beban yang berat bagi wilayah yang bersangkutan termasuk masalah lingkungan (environmental stress), masalah air bersih (water management), sampah, terumbu karang, pendangkalan sungai, serta polusi udara.

d. Data, informasi, dan administrasi kependudukan yang perlu dibenahi. Kartu tanda penduduk (KTP) dan pencatatan atau registrasi penduduk berkenaan dengan kelahiran, kematian, kedatangan, dan kepergian belum bisa dilakukan dengan tertib, disiplin, serta cermat sesuai ketentuan.

Page 151: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 151

PERMASALAHAN

Tantangan besar persoalan kependudukan di Indonesia di masa depan adalah bagaimana meraih bonus demografi. Dengan tren perubahan komposisi penduduk menurut umur di masa lalu, diperkirakan Indonesia akan mencapai tahap windows of opportunity tahun 2030-an dengan asumsi bahwa jika pengelolaan kuantitas penduduk, khususnya fertilitas dilakukan dengan benar. Selain itu, kunci utama meraih bonus demografi ini terletak pada kualitas SDM sebagai modal dasar pembangunan. Terwujudnya penduduk yang berkualitas ini harus ditopang oleh upaya yang terarah dan terencana hingga tahun 2035 melalui komponen peningkatan kualitas penduduk baik dari sisi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Pembangunan kualitas penduduk ini tidak dapat berdiri sendiri dan harus ditopang oleh tiga komponen besar, yakni pengendalian kuantitas penduduk, pembangunan keluarga, dan pengarahan mobilitas penduduk. Sebagai dasar perencanaan dan pengembangan dari semua komponen tersebut adalah tersedianya system data dan informasi kependudukan yang memadai. Permasalahan utama kualitas penduduk Indonesia adalah masih rendahnya kualitas yang dapat diukur dari angka IPM yang masih rendah dibandingkan dengan beberapa negara tetangga di kawasan ASEAN. Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat sosial, ketahanan, kemandirian, kecerdasan, sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertakwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan, dan hidup layak (UU No. 52 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 5). Pengembangan kualitas penduduk

Page 152: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 152

dilakukan untuk mewujudkan manusia yang sehat jasmani dan rohani, cerdas, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan memiliki etos kerja yang tinggi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pembangunan kualitas penduduk difokuskan pada peningkatan kapasitas pendidikan, terjaminnya kesehatan, serta kapasitas perekonomian. Permasalahan utama kuantitas penduduk adalah pertumbuhan yang masih cukup tinggi. Dalam jangka panjang, kondisi kependudukan yang diinginkan adalah tercapainya penduduk stabil dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Dari kondisi ini diharapkan bahwa jumlah bayi yang lahir diharapkan sama (seimbang) dengan jumlah kematian sehingga penduduk menjadi stasioner. Permasalahan utama pembangunan keluarga adalah masih banyaknya keluarga yang berada dalam kemiskinan atau hampir (rentan) miskin. Kondisi yang diinginkan melalui pembangunan keluarga adalah terwujudnya keluarga Indonesia yang berkualitas, sejahtera, dan berketahanan sosial yang mampu melaksanakan fungsi keluarga secara maksimal. Persoalan lain yang masih menjadi kendala besar dalam pembangunan kependudukan adalah tidak tersebarnya mobilitas penduduk secara merata. Lebih banyak penduduk yang terkonsentrasi di kota-kota besar khususnya di Jawa. Ketidakmerataan ini berdampak pada lambatnya perkembangan ekonomi antar daerah sehingga terjadi ketimpangan ekonomi antar daerah. Dari aspek mobilitas penduduk, kondisi yang diinginkan adalah terjadinya persebaran penduduk yang lebih merata ke luar Pulau Jawa sehingga konsentrasi penduduk tidak semakin besar di Pulau Jawa yang memang sangat padat penduduk. Demikian juga halnya dengan urbanisasi, diharapkan agar penduduk tidak berbondong-bondong datang ke perkotaan yang pada gilirannya menimbulkan masalah baru. Kondisi persebaran penduduk yang diinginkan adalah persebaran penduduk yang merata dan pengaturan mobilitas sesuai dengan potensi daerahnya. Tentunya yang diharapkan adalah adanya penataan dan persebaran yang proporsial sesuai daya dukung alam dan lingkungan. Sebagai penopang dari keempat komponen kependudukan di atas adalah tersedianya sistem data dan informasi kependudukan yang memadai. Namun sayangnya kualitas sistem ini belum tercapai oleh sebab adanya berbagai kendala baik dari regulasi, kelembagaan, kapasitas SDM maupun kewenangan pusat daerah pasca diterapkannya otonomi daerah.

ISU KEBIJAKAN a. Isu Kebijakan

Isu Kebijakan Pembangunan Kependudukan (Isu 137)

b. Waktu pelaksanaan Koordinasi, Sinkronisasi dan Pengendalian (KSP)

1. Pelaksanaan Bulan Juli

Page 153: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 153

No

Tempat Kegiatan Tanggal Kegiatan Agenda

1 Pontianak 16 s/d 18 Juli KSP-Isu No.137

2. Pelaksanaan Bulan Agustus

No

Tempat Kegiatan Tanggal Kegiatan Agenda

1 Kab. Klungkung 1 s/d 3 Agustus KSP Isu N0.137

3. Pelaksanaan Bulan September

No

Tempat Kegiatan Tanggal Kegiatan Agenda

1 Semarang 12 s/d 14 Sept KSP Isu N0.137

2 Surakarta 24 s/d 26 Sept KSP Isu No. 137

c. Permasalahan dan Usulan Rekomendasi Kebijakan (URK) Koordinasi,

Sinkronisasi dan Pengendalian (KSP) 1) Masih belum optimalnya dalam melayani masyarakat dalam proses

pelayanan admistrasi kependudukan, yang disebabkan kondisi geografi yang masih susah untuk diakses.

2) Jaringan yang tidak ada dan susah untuk diakses menjadi kendala dalam pelayanan perekaman dan pencetakan KTP, apa lagi di daerah yang belum terjangkau oleh Transmisi jaringan.

3) Masih minimnya ASN yang berkualitas dan Tenaga operasional khususnya di Kab/Kota di Kalimantan Barat.

4) Kurangnya Sarana dan Prasarana dalam rangka mendukung pelayanan administrasi.

5). Belum dilakukan Koordinasi Lintas sektor secara terintegrasi, sehingga masih adanya ego sektor.

6). Belum adanya peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur, sehingga Dinas Kab/Kota berjalan sendiri-sendiri.

7). Belum adanya Komitmen penggunaan data kependudukan yang dimiliki oleh Dukcapil, sehingga Program Integrasi berdasarkan data kependudukan masih menjadi problem di Provinsi Kalimantan Barat.

8) NIK diberikan kepada setiap penduduk di Provinsi Kalimantan Barat. 9) Pemanfaatan dalam penangan penduduk miskin telah menggunakan

data kependudukan yang ada di Disdukcapil dengan melakukan MOU terlebih dahulu denga emendagri.

10) Tidak semua Instansi lintas sektor di Provinsi Kalimantan Barat telah menggunakan data kependudukan yang ada di Dinas Kependudukan dan catatan sipil.

11) BPJS, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan telah memanfaatkan data kependudukan yang ada di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Page 154: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 154

d. Usulan Rekomendasi Kebijakan (URK) Koordinasi, Sinkronisasi dan

Pengendalian (KSP) yang perlu diindaklanjuti : Kegiatan Koordinasi, Sinkronisasi,dan Pengendalian (KSP) terkait Kebijakan Penataan, Pelayanan dan Pemanfaatan data Kependudukan dalam kerangka Grand Desain Pembangunan Kependudukan (GDPK) dilaksanakan oleh Keasdepan Kependudukan dan Keluarga Berencana, Kedeputian Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga dan Pemerntah Daerah Kabupaten dan Kota.

e. Hal-hal yang direkomendasikan terkait Kebijakan Pembangunan

Kependudukan meliputi : 1) Perpres tentang GDPK perlu disosialisasikan sampai pada tingkat

kabupaten/Kota. 2) Pertemuan menyepakati perlunya implementasi GDPK dalam RPJMD 3) GDPK Harus sejalan dengan road maps Pembangunan Indonesia

Untuk rencana aksi perlunya sinergitas antar lembaga di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota.

4) GDPK secara naskah akademik bisa mendukung roadmap peningkatan kualitas sumberdaya Manusia yang saat ini menjadi konsen Pemerintah. Roadmap diharapkan dapat menunjukkan apa saja yang akan dilakukan secara sistematis dan terencana dengan sasaran indikator pencapaiannya dalam lima tahunan.

ALTERNATIF KEBIJAKAN

1) Peraturan terkait Pembangunan Kependudukan

a) UU No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Pembangunan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga

b) UU RI No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan c) UU RI N0 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

2) Permasalahan Pembangunan Kependudukan: administrasi

kependudukan a) Kesadaran masyarakat kurang untuk mengurus sendiri semua

peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami; b) Ketergatungan pada SIAK dan jaringannya yang terintergrasi di

pemerintah pusat; c) Dualisme peraturan perundang-undangan yang mengatur

Administrasi Kependudukan;(selain UU No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, di Dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 12 ayat (2) juga mengatur tentang Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil )

Page 155: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 155

d) Keterkaitan antara Administrasi Kependudukan dengan persyaratan hukum yang diperlukan (untuk peristiwa penting), memberikan kesan pelayanan yang ribet;

e) Pemaknaan asas domisili dalam pengurusan Administrasi Kependudukan, berpengaruh pada proses pengurusan dan data base kependudukan;

f) Kekosongan institusi di daerah yang bertanggungjawab pada pelayanan kependudukan bagi orang terlantar yang tidak berada di rumah singgah/panti;

g) Masih rendahnya pelaporan surat keterangan yang diberikan pada Orang Asing yang akan tinggal di NKRI (pemegang ITAS/ITAP/SKTT);

h) Tidak ada sanksi terhadap pelanggaran pelaporan SKTT oleh Orang Asing.

ALTERNATIF KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN . 1. Asumsi Kebijakan

Penyiapan draf Asumsi Bidang Kependudukan mengacu pada program prioritas dalam pembangunan kependudukan , administrasi kependudukan sebagai suatu sistem merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari administrasi pemerintahan dan administrai Negara dalam rangka pemberian perlindungan terhadap hak-hak individu penduduk, melalui pelayanan publik dalam bentuk penerbitan dokumen kependudukan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Akta Catatan Sipil) sesuai amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan sebagai landasan hokum pelaksanaan kebijakan administrasi kependudukan dan data dasar (data base) kependudukan nasional dan terwujudnya tertib administrasi kependudukan, pada gilirannya nanti akan dapat didayagunakan untuk kepentingan-

Page 156: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 156

kepentingan perumusan kebijakan pemerintahan dan perencanaan pembangunan yang berbasis administrasi kependudukan, sehingga akan terwujud pembangunan yang berkelanjutan.

2. Tujuan Kebijakan Penyiapan Draf Tujuan Kebijakan yang diharapkan adalah menyikapi isu-isu strategis di lingkungan Nasional maupun global serta pengembangan berbagai ukuran atau indikator kinerja dalam menciptakan suatu sistem pembangunan kependudukan yang terintegrasi, mudah diakses, dan menjadi bagian dari Perumusan Kebijakan.

3. Fokus Kebijakan Penyiapan draf Fokus Kebijakan yang diaharapkan adalah penguatan kebijakan pembangunan kependudukan secara integrasi di tingkat kementerian, pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota..

4. Strategi Kebijakan Penyiapan draf strategi kebijakan antara lain: a. Pemantapan penguatan kebijakan pembangunan Kependudukan.

Dalam kegiatan ini yang dilaksanakan adalah KSP lintas sektor terkait kebijakan pembangunan kependudukan sebagaimana yang diamanatkan dalam UU N0.23 Tahun 2006 yang disempurnakan dalam UU N0 24 Tahun 2013.

b. Memberikan layanan prima untuk mendukung hubungan sesama instansi pemerintah, hubungan kepada masyarakat, dan hubungan dunia bisnis.

c. Pemantapan fungsi dan peranan Pemerintah Daerah, Provinsi Kabupaten dan Kota dalam pengintegrasian pembangunan kependudukan dalam RPJMN/RPJMD Provinsi Kabupaten dan Kota.

d. Mengoptimalkan sosialisasi Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 153 Tahun 2014, untuk mengestimasikan pembangunan Kependudukan Tahun 2045, yang berdasaran Proyeksi Kependudukan dan sensus Penduduk.

5. Faktor Penentu Keberlanjutan Kebijakan

Draf faktor penentu keberlanjutan kebijakan antara lain meliputi: a. Kebijakan dan startegi pembangunan Kependudukan.. b. Komitmen pemangku kepentingan dan mitra kerja lintas sektor

serta pimpinan pusat, daerah tentang pembangunan Kependudukan..

c. Pengintegrasian Pembangunan Kependudukan dalam RPJMD, RPJM Kab/Kota.

d. Kesepakatan dan dukungan melalu Kerjasama (MOU) oleh Lintas sektor dalam Perencanaan Pembangunan Kependudukan..

e. Data dan Informasi Pembangunan Kependudukan.

Page 157: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 157

B. Realisasi Anggaran Realisasi Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan sampai dengan Desember 2018, sebagai berikut: Tabel 4 : Realisasi anggaran tahun 2018

Page 158: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 158

BAB IV

A. Kesimpulan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan pada Tahun Anggaran 2017 mencapai target yaitu tersusunnya dokumen-dokumen rekomendasi kebijakan dan laporan kegiatan di bidang peningkatan kesehatan. Target-target tersebut dicapai melalui pelaksanaan rapat koordinasi antar Kementerian/Lembaga di tingkat pusat, rapat koordinasi di tingkat daerah dan monitoring evaluasi. Namun demikian, pada sisi penyerapan anggaran kegiatan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan pada Tahun 2018 belum maksimal yaitu sebesar 54,96%.

B. Penutup

1. Pencapaian output ( Draft Usulan Rekomendasi Kebijakan ) dari pelaksanaan program/kegiatan Kepala Bidang Ketahanan Gizi dan KIA, di Asdep Ketahanan Gizi, KIA dan Kesling, Kemenko PMK pada Triwulan IV Tahun 2018 telah sesuai dengan yang direncanakan. Namun demikian, terdapat beberapa target yang belum tercapai secara optimal. Beberapa kegiatan yang belum dapat terlaksana pada tahun 2018 akan dilaksanakan pada periode selanjutnya yaitu tahun 2019 ataupun akan direvisi sesuai dengan perkembangan prioritas di masing-masing unit kerja di lingkup Kemenko PMK. Dalam pencapaian output pelaksanaan program, dan kegiatan ada 3 usulan Rekomendasi Kebijakan dalam bentuk : 1. Draft URK Ketahanan Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak dalam rangka Ketahanan

Gizi 2. Draft URK Ketahanan Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak dalam rangka peningkatan

Kesehatan Ibu dan Anak 3. Draft URK Ketahanan Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak dalam rangka Kesehatan

Lingkungan

Kerjasama yang baik antar unit di lingkungan Internal Kemenko PMK dan antar instansi pemerintah 9Kementerian / Lembaga) merupakan kunci utama dalam berhasilnya menyelenggarakan kinerja yang optimal.

2. Analisis kebijakan dalam rangka pencapaian target pemerintah Indonesia untuk

menghilangkan untuk seterusnya (eliminasi) penyakit kaki gajah tahun 2020 dari bumi Indonesia tercinta ini. Kebijakan akan berhasil dilakukan karena sudah mempertimbangkan pada regulasi pusat dan daerah yang mendukung pelaksanaannya; regulasi pembinaan SDM baik secara kwantitas maupun kwalitas dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Tentunya untuk sampai kepada tujuan akhir terbitnya Kebijakan dalam rangka eliminasi penyakit kaki gajah ini harus melalui tahapan-tahapan yang dilalui dengan maksud bahwa kebijakan ini nantinya bukan hanya milik Kementerian Koordinator Bidang

Page 159: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 159

Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, tetapi merupakan milik bersama, dan sama-sama berkomitmen untuk melaksanakan kebijakan ini. Adapun tahapan tersebut adalah dimulainya Analisis kenapa Kebijakan untuk menunjang eliminasi penyakit kaki gajah ini diperlukan, selanjutnya akan diikuti dengan tahapan Identifikasi dan Inventarisasi kebijakan-kebijakan yang sudah ada di berbagai Kementerian dan Lembaga yang ada, baik yang secara langsung secara teknis menangani masalah kaki gajah (Kementerian Kesehatan), serta kementerian lain yang tidak secara langsung melakukan pencegahan dan pengendalian Penyakit kaki gajah (filariasis). Kebijakan dan Analisis awal Usulan Rekomendasi Kebijakan (URK) ini disampaikan dalam rangka pencapaian penurunan factor resiko penyakit diabetes di Indonesia. Tentunya untuk sampai kepada tujuan akhir terbitnya Usulan Rekomendasi Kebijakan dalam rangka penurunan factor resiko penyakit diabetes harus melalui tahapan-tahapan yang dilalui dengan maksud bahwa kebijakan ini nantinya bukan hanya milik Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, tetapi merupakan milik bersama, dan sama-sama berkomitmen untuk melaksanakan kebijakan ini. Adapun tahapan tersebut adalah dimulainya Analisis kenapa Usulan Rekomendasi Kebijakan untuk menunjang penurunan faktr resiko diabetes ini diperlukan, selanjutnya akan diikuti dengan tahapan Identifikasi dan Inventarisasi kebijakan-kebijakan yang sudah ada di berbagai Kementerian dan Lembaga yang ada baik yang secara langsung secara teknis menangani, serta kementerian lain yang tidak secara langsung melakukan promotif dan preventif dan pengendalian penyakit diabetes.

3. Akses dan mutu pelayanan kesehatan sangat berdampak terhadap penurunan angka

kesakitan dan angka kematian khususnya penurunan angka kematian ibu dan bayi yang merupakan program prioritas serta meningkatkan kualitas hidup manusia dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan menuju Indonesia Sehat.

4. Akses dan mutu pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan dasar dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut memiliki peranan penting dalam keberhasilan program JKN

5. Percepatan penyediaan akses pelayanan rujukan tersier yang berkualitas di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebagai upaya menurunkan disparitas pelayanan kesehatan rujukan yang bermutu bagi masyarakat di KTI

6. Pada era otonomi daerah keberhasilan program peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan memerlukan komitmen kuat dari pemerintah daerah dalam memenuhi berbagai aspek yang mendukung pelaksanaan kegiatan dan pencapaian target sasaran indikator program.

7. Kebutuhan infrastruktur harus diimbangi dengan kebutuhan SDM sesuai dengan standar minimal Faskes

8. Pemerintah Daerah harus memperhitungkan kebutuhan Tempat Tidur untuk akses pelayanan kesehatan rujukan sebelum membangun rumah sakit baru.

Page 160: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 160

9. Evaluasi dan Pengendalian pelaksanaan DAK perlu penguatan dari Kemendagri terhadap Pemerintah Daerah serta mendayagunakan sekretariat bersama.

10. Perlu koordinasi, sinkronisasi antar Kementerian/Lembaga sangat penting untuk percepatan pencapaian program peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan serta pelaksanaan RDS.

11. Perlu koordinasi antara Kemenkes dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian ESDM dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dalam upaya pemenuhan infrastruktur fasilitas kesehatan terutama sinkronisasi locus yang menjadi sasaran program dari K/L untuk daerah 3T.

12. Untuk penyakuran DAK Non Fisik banyak daerah tidak patuh terhadap jadwal penyampaian laporan realisasi dana dan pencapaian ouput yang diamanatkan sehingga terkena penghematan alamiah.

13. Beberapa daerah tidak langsung menggunakan DAK, menunggu perubahan APBD sehingga DAK tidak langsung digunakan.

14. PP 18/2016 tentang Perangkat Daerah semestinya dapat memperkuat kewenangan Dinas Kesehatan untuk mendorong akreditasi RS sebagai UPT Dinas Kesehatan.

15. Pencapaian Universal Health Coverage (UHC) bagi seluruh negara di dunia telah menjadi komitmen global WHO dan salah satu tujuan Sustainable Development Goals (SDGs). Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN telah dipilih untuk mewujudkan tercapainya jaminan kesehatan semesta. Oleh karena itu, cakupan JKN ditingkatkan secara bertahap dan ditargetkan paling lambat tahun 2019 seluruh penduduk Indonesia telah mempunyai jaminan kesehatan.

16. Sejalan dengah hal tersebut, penyiapan dan penyediaan sisi supply merupakan hal yang penting dan simultan dilakukan dengan meningkatknya cakupan kepesertaan JKN dengan dukungan dan kerja sama semua pemangku kepentingan baik Pemerintah maupun pihak swasta. Pemerintah sebagai regulator senantiasa melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kebijakan terkait JKN termasuk perbaikan regulasi dalam upaya peningkatan pembiayaan kesehatan dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.

17. Untuk menindaklanjuti upaya peningkatan pembiayaan kesehatan dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Pertemuan rutin koordinasi penyelesaian pending klaim oleh Kemenkes dan BPJS

Kesehatan 2) Updating Tarif INA-CBG dan Kapitasi 3) Penyusunan Pedoman Pencegahan, Deteksi dan Penanganan Kecurangan sebagai

tindaklanjut Surat Keputusan Bersama Pembentukan Tim Bersama Penanganan Kecurangan

4) Revisi Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan yang saat ini sedang proses pembahasan antar Kementerian.

18. Dalam rangka Kesinambungan Operasional maka harus dipastikan bahwa kepuasan peserta dapat tercapai disamping juga secara finansial harus bisa sustainable, untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah: 1. Kendali Mutu, yaitu dengan Peningkatan Kualitas Pelayanan Faskes,

Pembayaran Berbasis Kinerja, Penguatan standar mutu Faskes, Penguatan

Page 161: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 161

Koordinasi Manfaat dan Pelayanan, Penerapan Elektronik Klaim 2. Kendali Biaya, yaitu dengan Kendali Utilisasi dengan Penguatan sistem rujukan,

Pemantapan Upaya Pencegahan Kecurangan, Optimalisasi Program Promotif Preventif

Terkait dengan Indeks Kepuasan Fasilitas Kesehatan, dalam hal ini Perbaikan Administrasi Klaim, beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain : 1. Pengembangan E-Claim di FKTP dan FKRTL, 2. Implementasi verifikasi digital klaim (VEDIKA) pada semua FKRTL kerja sama, 3. Pengembangan aplikasi penagihan obat Online, 4. Standardisasi kompetensi Verifikator melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), 5. Penetapan waktu pernyataan klaim lengkap diterima, 6. Penetapan standar waktu penyelesaian klaim, 7. Standardisasi prosedur verifikasi dan waktu verifikasi, 8. Standardisasi prosedur dan waktu penyelesaian Dispute Klaim Dalam peningkatan Manfaat Medis dan Non Medis Standar, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah : 1. Manfaat Medis, antara lain Standardisasi pelayanan berdasarkan panduan

praktik klinis, Pelayanan efektif dan efisien yang dibuktikan dengan HTA dan bukti ilmiah, Penetapan paket manfaat berdasarkan kebutuhan medis dan analisis efektivitas

2. Manfaat Non Medis, antara lain Standardisasi fasilitas kelas rawat I, II dan II; Kecukupan dan ketersediaan tempat tidur; Tempat tidur non kelas rawat (semua peserta mendapatkan hak rawat di kelas standar)

Terkait dengan pelayanan yang optimal maka Kecukupan Jumlah Faskes harus dipenuhi, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah 1. Pelayanan Medis, antara lain Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama adalah

yang telah lulus Seleksi, Memastikan terpenuhinya standar kewenangan dan kompetensi dokter melalui surat ijin praktik (SIP) dan clinical appointment di seluruh Fasilitas Kesehatan, Ketersediaan clinical pathway atau Panduan Praktek Klinis (PPK) di Fasilitas Kesehatan Pelayanan Non Medis, antara lain Rujukan On Line dari FKTP dan antar FKRTL, Informasi profil RS (dokter dan penunjang pelayanan medis) pada Aplicares, termasuk Display informasi ketersediaan tempat tidur RS, Implementasi Sistem antrian elektronik di FKRTL, Integrasi Sistem IT RS dengan BPJS Kesehatan untuk penerbitan Eligibilitas Peserta, Memastikan tidak adanya iur biaya yang tidak sesuai ketentuan, Memastikan ketersediaan obat di Fasilitas Kesehatan dengan ikut mendorong pengisian RKO, mensosialisasikan E-Monev Obat dan kebijakan obat substitusi jika obat e-katalog tidak tersedia, Penyediaan Layanan PIPP (Pemberian Informasi dan Penanganan Pengaduan) Peserta di RS.

19. Dalam menghadapi tantangan dengan tujuan mendukung ketersediaan obat JKN diantaranya yaitu: 1 Menginventarisasi obat terdaftar dengan zat akitf yang tercantum dalam Fornas; 2 Melakukan pemutakhiran dan menjaga validitas data pada website Badan POM; 3 Berkoordinasi dengan Kemenkes untuk mendorong industri farmasi menyediaan

Page 162: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 162

obat yang dibutuhkan; dan 4 Mendorong industri farmasi untuk berkomitmen melaksanakan ijin edar yang

telah diterbitkan.

Guna meningkatkan ketersediaan obat di lapangan, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah : 1 Penetapan Multi Winner dalam e-Katalog 2 Pemberlakuan Multi year dalam e-Katalog 3 Deteksi dini potensi kekosongan obat 4 Sistem kendali inventarisasi obat secara web-based dan app-based 5 Optimalisasi implementasi e-monev obat 6 Pengaduan kelulah berbasis applikasi

Upaya Lain untuk Mengatasi Hambatan Ketersediaan Produk yang Bermutu 1 Sistem penilaian untuk penetapan pemenang pada mekanisme tender e-catalog

tidak hanya didasarkan pada harga terendah, aspek mutu harus menjadi pertimbangan utama (cost of quality)

2 Dilakukan verifikasi lapangan terkait kapasitas / kemampuan industri farmasi peserta lelang

3 Perencanaan dibuat multiyears (lebih dari satu tahun) untuk memudahkan produsen melakukan perencanaan dan produksi, terkait perencanaan penyediaan bahan baku obat.

4 Sistem perencanaan agar lebih mendekati data kebutuhan aktual sehingga pelayanan tidak terganggu

5 Pemenang tidak hanya satu, sehingga ada alternatif sumber untuk antisipasi jika terjadi gangguan supply

Terkait dengan peningkatan pengawasan obat, beberapa hal : 1 Badan POM dengan koordinasi dengan K/L terkait terus berupaya meningkatkan

pengawasan pre dan post market dengan perkuatan regulasi dan upaya peningkatan infrastuktur pengawasan obat.

2 Badan POM terus meningkatkan pelayanan registrasi obat untuk menunjang ketersediaan obat untuk program JKN melalui simplifikasi prosedur, percepatan dan fasilitasi proses registrasi dengan pemanfaatan teknologi tanpa mengabaikan kualitas perlindungan masyarakat dari produk yang tidak memenuhi syarat khasiat, keamanan dan mutu.

3. Dalam rangka perkuatan pengawasan post market obat JKN, Badan POM berkoordinasi dengan stakeholder untuk memastikan mutu, khasiat dan keamanan obat JKN yang beredar.

20. Pemahaman remaja mengenai Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR), perlu ditingkatkan melalui: a. Pemberian informasi KB dan KR harus spesifik sesuai umur dan karakteristik sasaran

(tidak sama-rata).

Page 163: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 163

b. Pelayanan konseling bagi wanita berpendidikan dan berasal dari sosial-ekonomi tinggi perlu lebih detail.

c. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja harusnya tidak hanya terbatas berupa pelayanan informasi.

d. Pelayanan kesehatan remaja perlu memanfatkan fasilitas di luar Pemerintah dan bermitra dengan aktor pembangunan lainnya.

e. Kompetensi petugas kesehatan dalam hal reproduksi remaja masih sangat terbatas. Sinergi program/kegiatan belum optimal.

21. Koordinasi antara pusat dan daerah, serta kemitraan untuk memperkuat jejaringan

pelaksanaan program KKBPK masih perlu diperkuat dan diimplementasikan bukan hanya sebatas komitmen.

22. Saran/tindak lanjut penyerasian kebijakan pembangunan bidang KKB, yaitu beberapa peraturan pemerintah UU no. 52/2009 belum disusun dan ditetapkan, dan sinergitas kebijakan pembangunan KKB dengan sektor lainnya. Komitmen dan dukungan pemerintah pusat dan daerah terhadap kebijakan pembangunan bidang KKB masih rendah, (pemahaman tentang program KKB, kebijakan perencanaan dan penganggaran KKB perlu ditingkatkan dalam perencanaan daerah, sinergis dalam penguatan kelembagaan.

Page 164: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan

LAKIP 2018 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENINGKATAN KESEHATAN 164

Page 165: BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN …kemenkopmk.go.id/sites/default/files/field/ReformasiBirokrasi/deputi 3_0.pdf · lakip 2018 deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatan