Top Banner
KONSOLIDASI PERBIBITAN TERNAK design by: cakra POTENSI Bangga dengan ayam Gaga Cara mudah dan praks atasi kasus kawin berulang pada sapi Yang Tamak dan Serakah Sering Berbuat Mubazir SAINS DAN TEKNOLOGI RENUNGAN MAJALAH INFORMASI PERBIBITAN TERNAK Volume 6, No. 1 Tahun 2012
44

Bibit Maret 2012_print

Oct 20, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bibit Maret 2012_print

KONSOLIDASIPERBIBITAN TERNAK

desi

gn b

y: c

akra POTENSI

Bangga dengan ayam Gaga

Cara mudah dan praktis atasi kasus kawin berulang pada sapi

Yang Tamak dan Serakah Sering Berbuat Mubazir

SAINS DAN TEKNOLOGI RENUNGAN

MAJALAH INFORMASI PERBIBITAN TERNAKVolume 6, No. 1 Tahun 2012

Page 2: Bibit Maret 2012_print

Volume 6, No. 1 Tahun 2012

Dari Redaksi

Alamat Redaksi

Direktorat Perbibitan TernakDirektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kanpus Kementerian Pertanian Gd. C Lt. 8 Jl. RM. Harsono No.3Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta 12550

Telepon: 021 7815781 Fax: 021 7811385email : [email protected]

KONSOLIDASIPERBIBITAN TERNAK

desi

gn b

y: c

akra POTENSI

Bangga dengan ayam Gaga

Cara mudah dan praktis atasi kasus kawin berulang pada sapi

Yang Tamak dan Serakah Sering Berbuat Mubazir

SAINS DAN TEKNOLOGI RENUNGAN

MAJALAH INFORMASI PERBIBITAN TERNAKVolume 6, No. 1 Tahun 2012

KONSOLIDASI

PERBIBITAN TERNAK

desi

gn b

y: c

akra

POTENSIBangga dengan

ayam Gaga

Cara mudah dan praktis

atasi kasus kawin

berulang pada sapi

Yang Tamak dan

Serakah Sering

Berbuat MubazirSAINS DAN TEKNOLOGI

RENUNGAN

MAJALAH INFORMASI PERBIBITAN TERNAK

Volume 6, No. 1 Tahun 2012

KONSOLIDASIPERBIBITAN TERNAK

desi

gn b

y: c

akra

POTENSIBangga dengan ayam Gaga Cara mudah dan praktis atasi kasus kawin berulang pada sapi Yang Tamak dan Serakah Sering Berbuat Mubazir

SAINS DAN TEKNOLOGI RENUNGAN

MAJALAH INFORMASI PERBIBITAN TERNAK

Volume 6, No. 1 Tahun 2012

Salam Bebiters

Puji dan syukur ke Hadirat Allah SWT, sehingga kami dapat menyajikan majalah BIBIT ini untuk menemani rutinitas kerja pembaca. Kami mengharapkan majalah ini memberikan warna positif bagi kehidupan Pembaca sehingga dapat berinovasi bagi kemajuan Peternakan di Indonesia. Di triwulan pertama ini kita dihadapkan dengan banyak berita dan kegiatan di bidang peternakan dalam rangka konsolidasi seluruh perangkat perbibitan ternak, selain kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Berita dan kegiatan tersebut kami rangkum sedemikian rupa da-lam majalah ini. Isu-isu penting mengenai peran Pemerintah, Swasta dan Peternak Rakyat dalam menumbuh-kembangkan peternakan di Indonesia sedikitnya akan dikupas dalam isi majalah ini. Peran ilmu statistika dalam mendukung penguatan data perbibitan perlu dipahami dan dikuasai oleh Wasbitnak. selain itu, muncul pertanyaan mengenai langkah yang akan diambil dalam mengangkat citra bibit ternak pasca pelaksanaan PENAS XIII yang sudah dilaksanakan hampir setahun ini. Dalam upayanya memantapkan pelaksanaaan kegiatan di Tahun 2012, Pemerintah telah membuat Kontrak Kinerja Program PSDS/K 2014 dengan Kepala Dinas Provinsi yang membidangi Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Kepala UPT lingkup Ditjen. Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengkonsolidasikan semua kekuatan yang ada dalam rangka meningkatkan peran perbibitan ternak dimasa depan. Dengan dasar tersebut, majalah BIBIT kali ini mengangkat tema besar “Konsolidasi Perbibitan Ternak”. Semangat yang terkandung dalam tema adalah sebagai dorongan moril dan meteril bagi para stakeholder perbibitan guna bahu-membahu menyelesaikan segala per-masalahan yang ada di bidang perbibitan. Pembaca yang berbahagia, rubrik-rubrik yang kami sajikan dalam majalah BIBIT Volume 6, No.1 Tahun 2012 ini antara lain: Topik Utama, Laporan, Kajian, Manajemen Perbibi-tan, Potensi Perbibitan, Profil, Bitopinia, Tahukah Kita dan Untuk Kita Renungkan. Akhirnya, Redaksi Majalah BIBIT mengucapkan selamat menjalankan rutinitas harian di tahun 2012. Semoga hari ini prestasi kinerja kita lebih meningkat dari hari kemarin, dan menjadikan diri kita lebih baik dari sebelumnya. Selamat membaca.

Redaksi

Redaksi menerima artikel yang berkaitan dengan aspek perbibitan. Syarat artikel yang dimuat adalah karya asli dan belum pernah dimuat di media massa lain,

penyajian tidak berkepanjangan dan menggunakan bahasa populer/luwes. Penulisan artikel menggunaan font arial 11, spasi rangkap di kertas A4 dan panjang tulisan maksimum 6000 karakter ditulis dengan program Words. Foto/gambar yang dimuat dalam

artikel dilampirkan dalam file tersendiri dan diberi keterangan.

Redaksi

PelindungDirektur Jenderal Peternakan

dan Kesehatan Hewan

Penanggung JawabDirektur Perbibitan Ternak

Pemimpin RedaksiIr. Rachmiyati D

Redaktur PelaksanaIr. Adolfina A. Fua

EditorBagus Pancaputra, M.Si

FF. Bayu Ruikana, S.Pt, M.ScIr. Endang Marhaeningsih

Idha Susanti, S.PtDr.Drh. Andi Widodo W, M.Si

Jamarizal, S.PtAsrul Erlys, S.ST

Drh. Novi Suprihatin

Fotografer & ReporterR. Jatu Winantoro S.B, S.Pt

Titien Widi R, S.Pt

Desain GrafisHarry Chakra M, S.Pt

Sekretariat RedaksiDewi Sari, SE

SugimanMaria Flora, S.Pt

Gunawan Sitanggang, S.Pt

KontributorPara Kasubdit

Kepala Tata UsahaFungsional Wasbitnak

Konsultan MediaTristar Kreasi

Editorial

Page 3: Bibit Maret 2012_print

1

2424 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Laporan

Pembibitan Sapi di Bawah Kaki Gunung Sago

Udara dingin langsung terasa ketika tiba di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Potong Padang Mangatas, ini

disebabkan karena letaknya yang berada di bawah kaki Gunung Sago dengan temperatur udara mencapai 180 s.d 280 C. Selain udara dingin kita juga akan disuguhkan pemandangan indah berupa hamparan padang gembala yang luasnya ±240 Ha dengan sapi-sapi yang sedang

Rani Istriani, S.PtWasbitnak

digembalakan. BPTU Sapi Potong Padang Mangatas yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan awal berdiri tahun 1916 oleh Pemerintah Hindia Belanda dan ternak yang dikembangbiakan berupa kuda kemudian berkembang pada tahun 1935 didatangkan sapi Zebu dari Benggala India untuk dikembangbiakan. Pada zaman Revolusi Kemerdekaan kegiatan terhenti, kemudian tahun 1950

oleh Wakil Presiden Dr. Moh. Hatta dipugar kembali dan dijadikan sebagai Stasiun Peternakan Pemerintah dan di beri nama Induk Taman Ternak (ITT) Padang Mangatas. Seiring berkembangnya zaman ITT Padang Mangatas terus mengalami perubahan dan pembaharuan hingga akhirnya berdasarkan keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 292/Kpts/OT.210/4/2001 tanggal 16 April 2002 ITT Padang Mangatas berubah nama

Pedet merumput di sisi kandang sapi dewasa

8

14

12

TOPIK MAJALAH BIBIT

Penyedia Bibit Ternak Nasional Program pemuliaan Ternak Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Ternak Pengendalian Mutu Bibit Kelembagaan Perbibitan Ternak Peningkatan SDM Perbibitan

Funsional Pengawas Bibit Ternak

Wasbitnak dan Statistik

Kaizen: “Menulis Pembibitan Ternakuntuk Kemakmuran Indonesia”

Gebrakan Ayam Ras di Awal Tahun 2012Sanggupkah Kita Memproduksi Bibit Sendiri ?

Program BPTU Sapi Potong Padang Mangatas Dalam Mendukung Perbibitan TernakEfisiensi Reproduksi Induk Babi

Beternak Sapi……., Siapa Takut??

4 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Topik Utama

Bulan November 2011 lalu Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak ditandatangani Presiden. Beberapa regulasi di tingkat lebih rendah seperti Peraturan

Menteri juga telah dilahirkan. Ini menunjukkan komitmen pemerintah yang lebih baik dalam pengembangan benih dan bibit ternak di Indonesia.

Selama ini usaha perbibitan (termasuk perbenihan) yang menghasilkan “bibit ternak dalam arti sebenarnya” belum dikembangkan oleh masyarakat. Pada komoditas ayam ras pedaging dan petelur, usaha pembibitannya hanya merupakan kegiatan “memelihara ayam berkualitas bibit” tetapi bukan menghasilkan bibit ayam. Apalagi pada komoditas ternak sapi, yang dimaksudkan dengan usaha pembibitan (termasuk yang digunakan dalam sensus ternak sapi dan kerbau) adalah usaha menghasilkan sapi bakalan. Singkat cerita, tidak ada usaha perbibitan ternak di masyarakat.

Sampai tahun ini, hanya pemerintah yang melakukan usaha perbenihan dan perbibitan di bawah koordinasi Direktorat Perbibitan Ternak, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Untuk usaha perbenihan, ada tiga unit pelaksana teknis yaitu BBIB Singosari, BIB Lembang, dan BET Cipelang. Untuk usaha

perbibitan, ada tujuh unit pelaksana teknis yaitu BPTU Sapi Aceh di NAD, BPTU Babi dan Kerbau Siborong-borong Sumatera Utara, BPTU Sapi Simental Padang Mangatas Sumatera Barat, BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa Sumatera Selatan, BPTU Sapi Perah Baturaden Jawa Tengah, BPTU Kambing Domba Itik Pelaihari Kalimantan Selatan, dan BPTU Sapi Bali.

Dengan tetap mengapresiasi kinerja 10 UPT tersebut, secara jujur harus diakui bahwa semuanya belum melaksanakan fungsi perbibitan secara maksimal. Oleh karena itu, dengan mengacu pada berbagai regulasi yang baru dilahirkan sebagaimana diuraikan di atas, sudah saatnya pembenahan UPT dilakukan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat secara optimal. Yang paling utama adalah sumberdaya manusia khususnya yang secara langsung menangani usaha perbibitan tersebut.

Dalam sistem jabatan fungsional, ternyata hanya dikenal pengawas bibit ternak (wasbitnak) yang fungsinya juga belum maksimal. Tidak dikenal pejabat fungsional yang berperan sebagai pembibit atau pemulia ternak. Dengan demikian, yang diawasi wasbitnak adalah bibit ternak saja dan tidak mengawasi pembibit atau pemulia ternaknya. Seorang yang memiliki profesi sebagai inseminator atau selector atau recorder atau bull master atau sebangsanya yang saat ini diberi status sebagai

Konsolidasi Perbibitan

MuladnoGuru Besar Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan IPB.

Unit Pelaksana Teknis Pembibitan, BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa

4

Bangga Dengan Ayam Gaga

24

Kajian

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar Pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh karena

itu Pemerintah RI mempunyai kewajiban diantaranya penyediaan pangan hewani asal ternak yang bergizi tinggi dalam jumlah cukup, harga terjangkau, aman dan halal. Salah satu produk pangan hewani yang bernilai gizi tinggi dan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas generasi bangsa yaitu susu.

Produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) saat ini sebanyak 927,8 ribu ton. Produksi susu segar ini masih didominasi oleh produksi susu asal sapi perah FH. Populasi sapi FH pada tahun 2011 berjumlah 597 ribu ekor dengan pertumbuhan populasi sebesar 7,9% per tahun dan produksi susu sebesar 8,8% per tahun.

Konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia tahun 2010 sekitar 11,82 kg/kapita/tahun masih jauh lebih rendah dibandingkan konsumsi susu negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura yang sudah mencapai di atas 20

kg/kapita/tahun. Pertumbuhan populasi sapi perah dan pertumbuhan produksinya belum mampu mengimbangi pertumbuhan konsumsi, sehingga sebagian besar produk susu harus diimpor yang semakin lama semakin tinggi. Pada tahun 2010, besaran impor mencapai 78% kebutuhan nasional. Besaran impor ini jauh lebih besar dibanding ekspor sehingga menyebabkan defisit neraca perdagangan.

SUSU UNTUK INDONESIA CERDAS, MANDIRI DAN BERDAULATOlehM. Mawardi, S.Pt, MT

36

Ketergantungan impor ini juga ditunjang oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal pada prinsipnya disebabkan oleh tuntutan penghapusan kebijakan rasio oleh kalangan negara-negara eksportir susu dunia sebagai konsekuensi ratifikasi perjanjian WTO. Sedangkan faktor internal antara lain akibat beragamnya produktivitas sapi perah, rendahnya kualitas susu segar dalam negeri, dan diperparah dengan adanya tuntutan penurunan tarif impor oleh kalangan importir/industri pengolahan susu. Kondisi ini mendorong kalangan industri pengolahan susu lebih condong untuk menggunakan bahan baku susu bubuk impor yang harganya relatif murah dari pada susu segar dalam negeri.

Salah satu permasalahan produksi susu di Indonesia adalah hanya mengandalkan produksi dari sapi perah. Padahal sebenarnya dibeberapa negara di dunia produksi susu banyak disuport oleh produksi susu non sapi perah seperti susu kerbau perah di Asia selatan (India, pakistan, Bangladesh, Mesir, Italia dan Brazilia) ataupun susu kambing (Timur

Tengah dan Afrika) serta susu kuda di Asia Tengah. Oleh karena itu perlu dipikirkan upaya pengembangan ternak perah baik sapi perah non FH dan ternak perah non sapi seperti kerbau, kambing dan kuda yang sesuai dengan kondisi iklim tropis Indonesia. Pengembangan usaha ternak perah yaitu sapi perah FH dan non FH serta non sapi perah (kerbau, kambing dan kuda) yang akan dikembangkan harus

tetap berkomitmen sesuai dengan tujuan pembangunan ekonomi pemerintah yaitu pro poor, pro job dan pro growth.

Sentra produksi susu sapi masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Dalam kegiatan persusuan tersebut dikenal adanya jalur susu. Jalur susu ini meliputi pulau Jawa yaitu di provinsi Jawa Timur di Kabupaten Malang, Pasuruan, Mojokerto, Probolinggo, Gresik dan Kediri. Di Jawa Tengah meliputi Kabupaten Semarang, Salatiga, Boyolali, Klaten, Banyumas dan Karang Anyar. Sedangkan untuk Provinsi Jawa Barat meliputi Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Selatan, Cianjur, Bogor, Sumedang, Garut, Sukabumi, Kuningan dan Tasikmalaya.

Sampai saat ini usaha ternak perah non sapi seperti kerbau, kambing dan kuda belum mendapat perhatian yang cukup sehingga produksi susu yang dihasilkan tidak tercatat dalam produksi susu nasional. Saat ini sentra produksi susu kerbau hanya ada di sekitar kota Medan, Asahan, Tapanuli Utara, Binjai, dan Kabupaten Deli Serdang. Produksi susu kerbau Murrah di Sumatera Utara

bisa mencapai antara 8-15 liter/hari/ekor. Produksi susu kambing belum terdata dengan baik, namun sentra produksi susu kambing yang tercatat saat ini adalah di Jawa Barat (Bogor, Sukabumi dan Cianjur). Sementara di Jawa Tengah ada di Kabupaten Purworejo, Wonosobo, Banjarnegara, Tegal, Kendal dan Semarang. Di Jawa Timur, sentra kambing ada di kabupaten Malang, Pasuruan. Produksi

36 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

36

2

3

6

Kilas Info

Profil dan Potensi UPTD Pembibitan TernakKabupaten Nabire – Papua

Memaknai Konsolidasi

Kontrak Kinerja Program Swasembada Dading Sapi/Kerbau (PSDS/K) 2014

Langkah Awal Standarisasi dan Sertifikasi Profesi SDM Pertanian

Si Mungil dan Unik, Ayam Serama

Selepas PENAS XIII, Selanjutnya Apa(Refleksi Stand -stand UPT lingkup Perbibitan Ternak)

Indukan Sapi dan Potret Peternakan Indonesia Ke Depan

Mengangkat Peran Unit Pelaksana TeknisPerbibitan Daerah

Cara Murah dan Praktis Atasi Kasus Kawin Berulang(Repeat Breeder) Pada Sapi

10

16

17

18

20

22

26

28

30

32

34

38

40

Penciptaan Alam Semesta Menurut Astronomi dan Al QuranYang Tamak dan Serakah Sering Berbuat Mubazir

Page 4: Bibit Maret 2012_print

Pada tanggal 23-25 Februari lalu, telah dilaksanakan kegiatan pertemuan koordinasi Uji Zuriat Sapi Perah Nasional II di Baturraden,Purwokerto. Pertemuan ini

dilakukan untuk mengevaluasi program uji zuriat tahap I dan juga untuk merencanakan program Uji Zuriat Sapi Perah Nasional Tahap II. Pada Kegiatan uji zuriat sapi perah tahap II ini, Calon Pejantan Unggul (CPU) yang akan diuji yaitu, Goldsy, Fortuner, dan Ferventfil telah memiliki silsilah. Sedangkan CPU tambahan sebanyak 16 ekor berasal dari BBIB Singosari, BIB Lembang dan BET Cipelang.

Rencana alokasi distribusi semen beku untuk uji zuriat Tahap II yang menggunakan CPU Goldsy, Fortuner, dan Ferventfil yang telah disepakati dalam pertemuan tersebut adalah sebanyak 5040 dosis yang tersebar di DI. Yogyakarta (360 dosis), Jawa Tengah (720 dosis), Jawa Barat (1800 dosis), dan Jawa Timur (1800 dosis) serta PT. BALI Farm, PT Greenfield Indonesia, dan PT Naksastra Kejora yang masing-masing mendapat 60 dosis.

Uji zuriat merupakan kegiatan yang berkelanjutan dan pencatatan/recording merupakan inti dari kegiatan ini, sehingga diperlukan komitmen dari para pelaku kegiatan untuk dapat memberikan data yang akurat dan tepat waktu. Hal tersebut untuk menjamin data yang masuk ke data base akurat dan terbarukan (update). Semoga dengan program ini, jumlah sapi perah unggul Indonesia akan bertambah. (FBR)

Sampai dengan akhir bulan Maret ini, Direktorat Perbibitan Ternak tengah menyusun Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Bidang

Perbibitan Ternak. Ada tiga SNI baru yang akan segera disahkan oleh Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSNI). Ketiga SNI tersebut adalah mengenai embrio ternak, bibit sapi Aceh, dan bibit sapi Madura.

Ketiga RSNI tersebut akan menambah koleksi SNI yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga sampai dengan akhir tahun ini jumlah SNI yang diterbitkan akan berjumlah 24 buah SNI bidang perbibitan ternak.

Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Pasal 13 ayat (4), yang menekankan bahwa benih dan/atau bibit ternak harus bersertifikat. Maka SNI benih/bibit ternak akan menjadi suatu paremeter ukur dalam pemberian sertifikat bagi benih/bibit ternak.

Keduapuluh-empat SNI tersebut tentunya belum dapat memenuhi harapan pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan banyaknya komoditi ternak maka hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi Direktorat Perbibitan Ternak agar segera merumuskan standar untuk komoditi yang belum terstandar. Namun demikian, perlu memilah dan memilih komoditi ternak yang perlu distandarkan berdasarkan prioritasnya, sehingga energi dan biaya yang dikeluarkan akan efisien dan tepat guna. (FBR)

CALON SNI BENIH/BIBIT TERNAKOleh: Harry Chakra M

UJI ZURIAT SAPI PERAH NASIONALOleh: Harry Chakra Mahendra

2 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Kilas Info

Rupanya Direktorat Perbibitan Ternak terusik jua, manakala hampir sebagian UPT Perbibitan

Ternak sudah melaksanakan proses kerja berdasar pada SNI ISO 9001:2008. Direktorat Perbibitan Ternak pada awal bulan Maret 2012 mulai merintis untuk bekerja keras mencapai standar kerja tertentu dengan sertifikasi ISO terkait. Hal ini perlu dipicu untuk dilakukan, lantaran ke depan tantangan organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya kian kompleks dan menuntut untuk segera diselesaikan. Dalam kaitan itu,

Menuju ISO 9001:2008 Direktorat Perbibitan Ternak

Oleh :Titien Widi R

untuk meningkatkan mutu pelayanan publik kepada masyarakat maka perlu menerapkan sistem manajemen mutu dengan sertifikasi ISO 9001:2008 dari Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) yang terakreditasi.

Sebagai catatan, tidak mudah mewujudkan cita-cita besar kita ini. Dibutuhkan waktu, tenaga, dan pikiran bersama. Terpenting dari itu, perlu komitmen untuk memahami orang lain, sehingga menghasilkan kesepakatan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan secara efektif dan efisien. Bapak

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan di dalam pertemuan internal mengungkapkan bahwa standar kinerja yang tertib dan teratur sebenarnya adalah “mengerjakan apa yang kita tulis, dan menulis apa yang kita kerjakan”.

Diharapkan dengan penerapan ISO 9001:2008, kinerja Direktorat Perbibitan Ternak benar-benar akan menjadi produktif dan efektif dan mencapai target-target yang telah ditetapkan. Dengan dukungan tenaga-tenaga potensial, handal dan kompeten di bidangnya, semoga menjadi kenyataan. (BPC)

Page 5: Bibit Maret 2012_print

3

Topik Utama

MEMAKNAI KONSOLIDASI

Harry Chakra Mahendra, S.Pt

Konsolidasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai perbuataan (hal, dan sebagainya) memperteguh atau

memperkuat (perhubungan, persatuan, dan sebagainya). Berdasarkan pengertian tersebut maka konsolidasi diartikan sebagai penguatan atau peneguhan kelembagaan perbibitan sehingga menjadi kesatuan utuh yang memiliki tujuan yang sama. Dengan demikian konsolidasi mengandung pengertian revitalisasi, mengisi, memberikan arahan dan mensinergikan seluruh kemampuan teknis, konsep-intelektual dan idealisme yang dimiliki. Kegiatan konsolidasi dapat dilakukan antara-lain dengan melakukan evaluasi terhadap kondisi secara internal dan memantapkan tupoksi organisasi pada tingkat unit pelaksana kegiatan, akan tetapi tidak mengabaikan kondisi real yang terjadi masyarakat.

Kondisi perbibitan/pembiakan saat ini masih didominasi oleh peternakan rakyat, yang bercirikan dengan skala usaha rendah, penerapan teknologi yang belum berjalan, dan kelembagaan yang belum berfungsi optimal.

Evaluasi InternalEvaluasi kondisi internal meliputi

mengidentifikasikan potensi dan kelemahan dari dalam direktorat maupun UPT perbibitan ternak yang ada. Potensi yang dimiliki dalam rangka membangun

Identifikasi tersebut menjadi landasan dalam merumuskan langkah-langkah perbaikan ke depan.

Peningkatan Kinerja OrganisasiOrganisasi direktorat perbibitan

mengkoordinir 10 UPT Pusat. dalam pelaksanaan kerja perlu melakukan kerjasama dengan instansi dan stakes holder pendukung perbibitan lainnya, akan tetapi tidak mengabaikan kualitas koordinasi intern di perbibitan. Peningkatan koordinasi intern dan dukungan berbagai pihak perlu dilakukan perubahan untuk dilakukan kinerja.

Perubahan yang diperlukan adalah melalui pemantapan tupoksi organisasi pada tingkatan pelaksana. Pemantapan ini bertujuan agar seluruh energi dan biaya terfokus pada sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana strategis. Dalam kaitannya dengan perbibitan ternak, maka masing-masing unit kerja perlu membuat job description dan mekanisme kegiatan yang jelas sesuai dengan tupoksi masing-masing. Perbibitan sebaiknya fokus terhadap peningkatan mutu genetik dan ketersediaan benih dan bibit ternak lokal/asli, pengembangan dan penerapan teknologi pemuliaan, peningkatan pengawasan mutu, dan peningkatan pelaku usaha pembibitan melalui kebijakan yang tepat guna serta fasilitasi lainnya, bukan sekedar mengejar pertambahan jumlah ternak saja.

Indonesia masih mengalami permasalahan dalam pengembangan perbenihan dan atau perbibitan ternak lokal. Hal ini berpengaruh pada penyediaan kebutuhan bibit, mutu bibit belum memenuhi standar, dan dan usaha pembibitan/pembiakan rakyat belum berkembang. Kondisi ini tentunya harus segera terpecahkan dan itu adalah sebuah pekerjaan rumah yang berat bagi Direktorat Perbibitan ternak beserta jajarannya, dalam hal ini unit pelaksana teknis (UPT) perbibitan. Untuk memecahkan permasalahan tersebut, salah satu caranya dengan melakukan kegiatan konsolidasi antara Direktorat perbibitan dan UPT Perbibitan.

perbibitan ternak antara lain; a) tersedianya keragaman genetik ternak lokal, b) regulasi di bidang perbibitan, c) kelembagaan yang mendukung, teknologi yang memadai dan sumber daya manusia yang siap bekerja, sedangkan dari sisi kelemahan, antara lain; a) produksi dan produktivitas ternak asli/lokal masih rendah dan belum optimalnya penerapan sistem manajemen perbibitan, b) kualitas dan kuantitas tenaga fungsional yang kurang dan belum sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, c) fungsi kelembagaan perbibitan belum optimal, d) lemahnya koordinasi lintas sektor, e) rendahnya penerapan standar mutu bibit, dan f) belum adanya program pembibitan yang jelas dan terukur.

Dalam menjalankan kedua hal di atas, komitmen menjadi hal penting yang perlu ditekankan bagi kemajuan perbibitan. Komitmen pulalah yang menjadikan konsolidasi menjadi bernilai dan mampu menggerakkan semua pihak terkait untuk bekerja membangun perbibitan ternak yang lebih maju dan lebih baik. Penguatan hubungan kerjasama antar pusat dan daerah dan membangun organisasi perbibitan nasional jelas bukanlah hal yang mudah. Hal itu melibatkan temu pikir, gagasan dan kesepakatan bersama yang kesemua itu bisa dimulai melalui konsolidasi perbibitan. (IDS)

Page 6: Bibit Maret 2012_print

4 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Topik Utama

Bulan November 2011 lalu Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak ditandatangani Presiden. Beberapa regulasi di tingkat lebih rendah seperti Peraturan

Menteri juga telah dilahirkan. Ini menunjukkan komitmen pemerintah yang lebih baik dalam pengembangan benih dan bibit ternak di Indonesia.

Selama ini usaha perbibitan (termasuk perbenihan) yang menghasilkan “bibit ternak dalam arti sebenarnya” belum dikembangkan oleh masyarakat. Pada komoditas ayam ras pedaging dan petelur, usaha pembibitannya hanya merupakan kegiatan “memelihara ayam berkualitas bibit” tetapi bukan menghasilkan bibit ayam. Apalagi pada komoditas ternak sapi, yang dimaksudkan dengan usaha pembibitan (termasuk yang digunakan dalam sensus ternak sapi dan kerbau) adalah usaha menghasilkan sapi bakalan. Singkat cerita, tidak ada usaha perbibitan ternak di masyarakat.

Sampai tahun ini, hanya pemerintah yang melakukan usaha perbenihan dan perbibitan di bawah koordinasi Direktorat Perbibitan Ternak, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Untuk usaha perbenihan, ada tiga unit pelaksana teknis yaitu BBIB Singosari, BIB Lembang, dan BET Cipelang. Untuk usaha perbibitan, ada tujuh unit pelaksana teknis yaitu BPTU Sapi Aceh di NAD, BPTU Babi dan Kerbau Siborong-borong Sumatera

Utara, BPTU Sapi Simental Padang Mangatas Sumatera Barat, BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa Sumatera Selatan, BPTU Sapi Perah Baturaden Jawa Tengah, BPTU Kambing Domba Itik Pelaihari Kalimantan Selatan, dan BPTU Sapi Bali.

Dengan tetap mengapresiasi kinerja 10 UPT tersebut, secara jujur harus diakui bahwa semuanya belum melaksanakan fungsi perbibitan secara maksimal. Oleh karena itu, dengan mengacu pada berbagai regulasi yang baru dilahirkan sebagaimana diuraikan di atas, sudah saatnya pembenahan UPT dilakukan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat secara optimal. Yang paling utama adalah sumberdaya manusia khususnya yang secara langsung menangani usaha perbibitan tersebut.

Dalam sistem jabatan fungsional, ternyata hanya dikenal pengawas bibit ternak (wasbitnak) yang fungsinya juga belum maksimal. Tidak dikenal pejabat fungsional yang berperan sebagai pembibit atau pemulia ternak. Dengan demikian, yang diawasi wasbitnak adalah bibit ternak saja dan tidak mengawasi pembibit atau pemulia ternaknya. Seorang yang memiliki profesi sebagai inseminator atau selector atau recorder atau bull master atau sebangsanya yang saat ini diberi status sebagai pejabat fungsional wasbitnak adalah kurang tepat. Mestinya mereka yang berprofesi seperti itu berstatus sebagai pejabat fungsional pemulia. Dengan demikian yang melakukan usaha perbibitan secara operasional itu adalah pemulia sedangkan

KONSOLIDASI PERBIBITAN

MuladnoGuru Besar Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan IPB.

Unit Pelaksana Teknis Pembibitan, BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa

Page 7: Bibit Maret 2012_print

5

Topik Utama

yang mengawasi pelaksanaan usaha perbibitan oleh pemulia adalah wasbitnak. Karena fungsi pengawas memiliki tanggung jawab lebih besar, maka latar belakang pendidikan wasbitnak minimal adalah sarjana dengan golongan terrendah IIIa dan tertinggi IVD sedangkan latar belakang pendidikan pemulia adalah sekolah menengah atau diploma dengan golongan terendah IIa dan tertinggi IIId. Adapun pembina wasbitnak adalah para akademisi atau peneliti dengan latar belakang keahlian pemuliaan dan genetika ternak dan/atau reproduksi ternak. Jadi ada hirarkhi pejabat fungsional dalam mengoperasikan usaha perbibitan milik pemerintah yaitu pembina, pengawas, dan pemulia.

Dengan tersedianya tiga macam operator yang profesional dan terampil, setiap BPTU tersebut di atas harus memiliki program pembibitan yang jelas, terarah, terstruktur, dan terukur. Dalam program ini, harus jelas bibit ternak dan spefisikasi yang ingin dihasilkan; harus jelas pendekatan dan metoda pemuliaan yang digunakan; harus jelas parameter apa saja yang harus diukur dan dianalisa; harus jelas kalkulasi untung ruginya dalam usahanya; dan hal lain yang mendukung kegiatan pembibitan tersebut.

Bicara tentang bibit berarti bicara tentang mutu genetik. Bukan bicara tentang jumlah ternak. Oleh karena itu, setiap BPTU mestinya fokus mengembangkan satu jenis ternak saja tetapi menghasilkan bibit yang “benar-benar bibit” dan bukan sekedar “ternak betina produktif”. Adanya BPTU yang masih mengusahakan dua atau tiga jenis ternak perlu ditinjau ulang karena ditinjau dari berbagai aspek pengembangan bibit

ternak, hal itu kurang tepat. Dan itu “bukan contoh yang baik sebagai usaha pembibitan ternak” bagi masyarakat.

Satu hal lagi yang kurang tepat adalah mengembangkan ternak impor seperti yang terdapat di Padang Mangatas dengan sapi Simentalnya. Bibit ternak sapi Simental dengan mutu genetik seperti apa yang diharapkan oleh BPTU tersebut? Sehebat-hebatnya mutu genetik sapi simental yang dihasilkan di BPTU tersebut pasti tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bibit sapi Simental yang dihasilkan di negara asalnya. Namun jika yang dihasilkan adalah bibit ternak lokal Indonesia, maka bibit ternak terbaik yang dihasilkan di suatu BPTU pasti terbaik juga di dunia. Jadi apa perlunya mengembangkan bibit sapi impor?

Peningkatan mutu genetik ternak lokal yang saat ini memang terdegradasi memerlukan jangka waktu panjang dan tidak akan pernah ada habisnya. Harus ada continuous improvement (perbaikan terus menerus) dalam berbagai aspek perbibitan di semua UPT Perbibitan. Reward bagi para pejabat fungsional (pembina, pengawas, dan pemulia) harus lebih ditingkatkan sepanjang profesionalitas yang dimiliki ketiga pejabat fungsional tersebut dapat dibuktikan. Dengan demikian tidak semua PNS hanya ingin mengejar jabatan struktural tetapi diharapkan lebih tertarik menduduki jabatan fungsional. Ini akan berdampak dengan mutu genetik bibit ternak yang dihasilkan oleh UPT pemerintah tersebut dan akan berdampak lebih luas lagi bagi masyarakat peternakan. Kita harapkan demikian dan semoga para pemulia menjadi garda terdepan dalam mewujudkan kedaulatan pangan di NKRI.

Profesi sebagai inseminator atau selector atau recorder atau bull master atau sebangsanya mestinya berstatus sebagai pejabat fungsional pemulia

Page 8: Bibit Maret 2012_print

6 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

PROFIL DAN POTENSI UPTD PEMBIBITAN TERNAKKABUPATEN NABIRE – PAPUA

Ir. ESTEPANUS L.S. TUMBAL, M.Si

menurut salah satu petugas pengawas bibit ternak (Ir. Rachmiyati Djuddawi) yang pernah berkunjung dan melihat Potensi Nabire tahun 2011, Nabire memiliki Keunggulan Potensi Peternakan bagaikan “TAMBANG EMAS” (Majalah BIBIT Volume 5 No. 4 Tahun 2011). Berdasarkan keunggulan potensi tersebut, Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Papua telah menetapkan Kabupaten Nabire sebagai salah satu kawasan Sentra Produksi Bibit Ternak Sapi dan Babi di Provinsi Papua.

Gambaran kondisi dan keunggulan Potensi yang dimiliki oleh daerah ini telah menginspirasi dan memotivasi jajaran Dinas Peternakan Kabupaten Nabire Papua di bawah kepemimpinan Ir. Willem M. Rumbiak, M.Si selaku kepala dinas untuk mempersiapkan, menata

dan melaksanakan serta mewujudkan pembangunan UPTD Pembibitan Ternak Sapi dan Babi di Kabupaten Nabire.

Profil UPTD Pembibitan TernakPembangunan UPTD Pembibitan

Ternak Sapi dan Babi di Kabupaten Nabire dimulai pada tahun 2002 dengan sumber dana OTSUS (Otonomi Khusus), pembangunan UPTD diawali dengan pembangunan sarana prasarana seperti pemagaran lokasi lahan UPTD, kandang ternak, rumah petugas. Menurut Ir. Willem M. Rumbiak, M.Si, UPTD Pembibitan Ternak ditetapkan pada tahun 2005. Lebih lanjut disampaikan bahwa “Sudah saatnya kita harus berani memulai membangun UPTD Pembibitan Ternak sebagai prasarana dasar penentu keberhasilan pembangunan peternakan walaupun

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa bibit ternak yang berkualitas merupakan salah satu faktor

penting penentu keberhasilan usaha peternakan, disamping faktor tatalaksana pemeliharaan dan manajemen pakan yang baik. Penyediaan bibit ternak yang berkualitas menjadi suatu prasyarat utama dalam mewujudkan keberhasilan usaha peternakan terutama dalam peningkatan populasi, produksi dan produktivitas ternak.

Kondisi dan permasalahan yang dialami selama ini adalah tingginya ketergantungan bibit ternak sapi dari luar Nabire – Papua dan menurunnya mutu genetik ternak babi lokal karena in-breeding sebagai akibat dari sistem usaha peternakan rakyat yang belum intensif, kurang menerapkan seleksi dan persilangan bibit ternak.

Padahal disisi lain jika dilihat dari aspek keunggulan potensi peternakan yang dimiliki Kabupaten Nabire seperti potensi sumber daya alam, letak wilayah, peluang pasar dan sumber daya manusia (peternak) tak perlu diragukan lagi. Sebab

Profil

Page 9: Bibit Maret 2012_print

7

Profil

dengan keterbatasan pendanaan; sebab, jika tidak dimiliki saat ini, maka tantangan dan permasalahan pembangunan peternakan ke depan akan semakin sulit dan berat.”

Unit Pelaksana Teknis Dinas dalam penyediaan bibit ternak sapi dan babi, dituntut mampu menjawab dan mewujudkan permintaan pelayanan kebutuhan masyarakat terhadap bibit ternak yang bermutu serta merealisasikan visi dinas “Terwujudnya Penyediaan Pangan Hewani Asal Ternak yang berbasis Sumber Daya Lokal di Kabupaten Nabire”. Sementara misi dinas adalah : (1) Peningkatan Populasi, Produksi, dan Produktivitas Ternak; (2) Peningkatan Sarana Produksi peternakan berupa Penyediaan Bibit Ternak yang Berkualitas; (3) Peningkatan Kemampuan Peternak dalam Penggunaan Tekhnologi Maju yang Spesifik Lokal dan; (4) Peningkatan kesejahteraan dan Taraf Hidup Peternak Melalui Peningkatan Hasil dan Nilai Tambah Usaha Peternakan.

UPTD Pembibitan Ternak Kabupaten Nabire beralamat pada jalan poros Nabire – Wanggar KM 12 Kampung Wadio Distrik Nabire Barat. Luas lahan UPTD sebesar 9,65 ha. Sesuai SK Bupati Nabire Nomor : 49 Tahun 2009, UPTD Pembibitan Ternak Nabire dipimpin oleh seorang Kepala UPTD dan satu pejabat Tata Usaha serta tiga pejabat Koordinator Urusan, terdiri dari Koordinator Urusan Pembibitan Ternak Sapi, Koordinator Urusan Pembibitan Ternak Babi, serta Koordinator Urusan Pengembangan Kebun HPT dan Pakan Ternak dan memiliki 5 orang staf serta belum memiliki kelompok jabatan fungsional Pengawas Bibit Ternak.

Sarana dan Prasarana yang tersedia di UPTD Pembibitan Ternak belum sepenuhnya mencukupi. Meskipun UPTD telah memiliki kantor berikut fasilitas didalamnya, sarana pergudangan dan fasilitas bangunan serta sarana pendukung lainnya, UPTD masih perlu mendapat dukungan kedepan bantuan pendanaan serta pembinaan teknis dibidang perbibitan ternak.

Potensi UPTD Pembibitan TernakDalam kurun waktu 5 tahun terakhir UPTD Pembibitan Ternak

telah memberikan kontribusi bagi PAD Kabupaten Nabire secara rata-rata sebesar Rp. 30 juta per tahun. PAD diperoleh dari penjualan bibit ternak babi dengan kisaran harga jual bibit ternak babi sebagai berikut: bibit Babi di pasar umur 2 bulan seharga Rp. 800 ribu s/d Rp. 1 juta per ekor, sementara harga daging babi adalah Rp. 80 ribu per kilo. Harga bibit sapi umur 12 – 18 bulan sebesar Rp. 6 juta s/d 8 juta sementara harga daging sapi sebesar Rp. 100 ribu per kilo.

Selain potensi penjualan bibit ternak sapi maupun babi, potensi pasar yang cukup terbuka adalah pelayanan intensifikasi kawin alam, terutama pada ternak babi. Layanan perkawinan ini cukup menjanjikan, sebab nilai pelayanannya menggunakan

pejantan unggul sebesar harga 1 ekor anak babi umur 2 bulan (umur sapih) dan dapat berupa bibit ternak atau diuangkan kepada pemilik ternak jantan pemacek tersebut.

Gambaran kondisi dan peluang tersebut menunjukkan bahwa pengembangan UPTD Pembibitan ternak pada masa kini dan akan datang harus ditingkatkan terutama dalam penyediaan bibit ternak yang berkualitas dan pelaksanaan pelayanan kawin suntik (IB) baik pada ternak sapi maupun pada ternak babi.

Pelaksanaan Pengembangan Pembibitan Ternak Sapi dan Babi di kabupaten Nabire didasarkan pada keunggulan potensi dan peluang dari komoditas ternak tersebut sebagai komoditas ternak unggulan dan andalan daerah. Tambah lagi menginggat ternak sapi mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sedangkan ternak babi disamping mempunyai nilai ekonomi yang tinggi juga mempunyai nilai status sosial budaya yang tinggi bagi masyarakat asli Papua di Kabupaten Nabire.

Selanjutnya Ir. WILLEM M. RUMBIAK, M.Si menyatakan bahwa ” Pembangunan UPTD Pembibitan Ternak Sapi dan Babi merupakan salah satu upaya nyata bagi penguatan pelaksanaan otonomi daerah dalam menghasilkan PAD untuk membiayai pembangunan guna kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Nabire”. (BPC)

Page 10: Bibit Maret 2012_print

Bitopinia

Bibit ternak harus merupakan ternak yang memiliki mutu genetik terbaik yang nantinya akan diwariskan kepada

keturunannya. Jika komponen genetik yang diwariskan baik maka baik pula mutu genetik keturunannya dan sebaliknya. Bagaimana cara melihat kualitas genetik ternak? Apakah cukup dengan melihat besar kecilnya ternak? Apakah hanya melihat pola warna bulu?. Pertanyaan ini sulit dijawab tapi sebenarnya sudah banyak yang mengetahui jawabannya, apalagi jika sudah menyandang gelar Pejabat Fungsional Pengawas Bibit Ternak (Wasbitnak), dan pastinya secara serentak akan menjawab recording atau

WASBITNAK DAN STATISTIK

Harry Chakra M, S.PtWasbitnak Pertama Direktorat Perbibitan Ternak

pencatatan. Prof Muladno*), dalam tulisannya

di Majalah BIBIT Volume 5 No. 3 Tahun 2011 bahwa berbicara pencatatan “Pertanyaannya adalah informasi apa saja yang dicatat, kapan mencatatnya, bagaimana cara mencatatnya, dan bagaimana cara menganalisa hasil pencatatan sehingga semua catatan dapat mencerminkan mutu genetik seekor ternak?”.

Sebagian besar Wasbitnak mampu menjelaskan mengenai informasi yang harus dicatat, kapan waktu pencatatannya dan bagaimana cara mencatatnya. Namun bagaimana cara menganalisa hasil pencatatan agar dapat mencerminkan mutu genetik ternak,

belum semuanya memiliki kemampuan tersebut apalagi untuk dapat memahami dan menjelaskannya kembali dengan sederhana dan benar.

Wasbitnak yang berada di UPT Perbibitan dalam kesehariannya telah melakukan pencatatan terhadap produksi dan reproduksi ternak sesuai dengan komoditi ternak yang dikembangkan di UPT. Data hasil pencatatan yang dikumpulkan pun sebenarnya sudah banyak, namun bila ditanyakan perkembangan genetik ternak yang dikembangkan masih belum semuanya mampu memberikan penjelasan.

Dimana kekurangannya?Dasar dalam menghasilkan bibit

Statistik_mengumpulkan, menabulasi, menggolongkan, menganalisis dan mencari keterangan yang berarti dari data

8 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Page 11: Bibit Maret 2012_print

9

Bitopinia

unggul selain pencatatan yang dilakukan adalah pemahaman Wasbitnak akan pemuliaan dan genetika ternak. Pemahaman ini yang dirasakan masih kurang melekat dalam pribadi Wasbitnak hal ini dikarenakan kurang familiar menggunakan statistika dalam berkerja mengolah data hasil pencatatan. Statistika adalah ilmu tentang cara-cara mengumpulkan, menabulasi, menggolongkan, menganalisis, dan mencari keterangan yang berarti dari data yang berupa bilangan atau angka untuk mendapatkan kesimpulan atau keputusan tertentu.

Padahal tanpa disadari statistika praktis sudah dilakukan oleh para Wasbitnak dilapangan namun belum sampai kepada penggunaan metode ilmiahnya. Seperti contoh, ketika melihat seekor sapi Bali A dengan berat badan 300 kg yang berada di daerah subur, maka kita akan menilai bahwa berat tersebut termasuk ke dalam sapi bali kurang baik pertumbuhannya. Namun, pada daerah yang tandus dimana terjadi kekurangan hijauan, sapi Bali B dengan berat 300 kg pasti dikatakan memiliki pertumbuhan yang baik dan patut dijadikan bibit. Kemudian disimpulkan oleh petugas bahwa sapi Bali B lebih baik dari pada sapi Bali A dengan dasar efisiensi sapi Bali terhadap pakan di lingkungannya.

Contoh di atas merupakan statistika praktis yang dilakukan oleh Wasbitnak dengan landasan pengalaman di lapangan. Tetapi, kesimpulan akan lebih valid dengan adanya hasil analisa yang

tepat dan benar, sehingga kesimpulan/keputusan yang diambil menjadi lebih akurat dan minim dari kesalahan.

Manfaat statistika Analisa statistika dalam menghasilkan

berbagai parameter genetik ternak tentunya diperlukan bagi pemangku kebijakan di bidang perbibitan dalam mengarahkan UPT agar hasil ternak yang diproduksinya berkualitas baik. Dengan melakukan analisa statistika dalam pembibitan ternak, maka seorang Wasbitnak akan memperoleh keuntungan dalam melaksanakan tugasnya, sebagai berikut: 1) mampu menggambarkan data populasi ternak dalam bentuk tertentu (grafik, bagan, dan/atau tabel), 2) mampu menyederhanakan data yang kompleks menjadi data yang mudah dimengerti, 3) dapat membuat perbandingan antar jenis/bangsa ternak terhadap kemajuan genetik yang ingin dicapai, 4) dapat menentukan hubungan sebab akibat atas permasalahan yang terjadi dalam pemeliharaan ternak, dan 5) dapat memperluas pengalaman individu.

Wasbitnak dan StatistikaWasbitnak adalah Pegawai Negeri

Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan bibit ternak, yang meliputi pengawasan mutu benih/bibit ternak, di penyediaan dan pengawasan peredarannya. Seorang Wasbitnak dalam pelaksanaan pekerjaannya didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan,

metodologi dan teknik analisa tertentu.Berdasarkan hal tersebut, statistika

memang diperlukan bagi Wasbitnak dalam menunjang pekerjaanya. Karena pada dasarnya peranan statistika dalam peternakan khususnya dibidang perbibitan adalah sebagai bahan perencanaan, monitoring dan evaluasi. Ketiga unsur tersebut masuk kedalam butir-butir kegiatan Wasbitnak yang tentunya bila disertai dengan kepahaman akan statistika dasar maka kualitas seorang Wasbitnak tentunya akan semakin baik dan profesionalismenya tak akan diragukan.

Sudah saatnya Wasbitnak membuka kembali buku catatan dimasa-masa kuliah dahulu. Mempelajari kembali catatan mengenai ilmu statistik dan metodelogi penelitian serta ilmu pemuliaan. Kemudian data-data yang telah dikumpulkan mulai dilakukan pengolahan secara statistik sederhana, seperti membuat nilai standar deviasinya, melakukan analisis keragamannya, melakukan analisis korelasinya atau melakukan simulasi analisa sebab akibat dari data yang ada.

Teknologi semakin maju, statistika sekarang sudah lebih mudah dilakukan karena ada program Minitab, SPSS, bahkan dengan Microsoft Excel saja sudah mampu melakukan analisa sederhana dalam melakukan seleksi, culling, uji performans, dan sebagainya. Sekarang tinggal kemauan untuk berkembang ke arah yang lebih baik (profesionalisme) dan pilihan kita (Wasbitnak) akan menentukan nasib perbibitan Indonesia di masa depan. (AAF)

Tabel 2. Persentase Pupulasi Sapi Potong Menurut Jenis Kelamin dan PulauBerdasarkan Hasil Awal PSPK2011 (%)

Regional/Pulau

SumateraJawaBali dan Nusra

KalimantanSulawesiMaluku dan Papua

INDONESIA

TOTAL

Jantan

Anak

32,11 35,86 32,02 100,00 100,0014,94 19,68 65,3830,85 41,72 27,43 100,00 100,0013,36 20,71 65,9227,13 37,35 35,52 100,00 100,0014,76 19,58 65,6625,94 33,63 40,43 100.00 100.00

100.00 100.00100.00 100.00

100.00

100.00

100.00

14,16 20,52 65,3233,46 32,47 34,07 14,26 17,16 68,5832,73 31,77 35,50 16,27 18,70 65,02

30,68 38,52

31,85 68,15

30,80 14,03 19,88 66,09

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

AnakMuda MudaDewasa DewasaJumlah Jumlah

Betina

Page 12: Bibit Maret 2012_print

Potensi Perbibitan

SI MUNgIL & UNIK, AyAM SERAMAMaria Flora Butar Butar, S.Pt

Ayam hias yang rajin ikut kontes ini diklaim berasal dari Malaysia, dan memang terkenal unik karena posturnya yang kerdil.

Ayam serama ini merupakan hasil rekayasa genetik secara alami dan menghasilkan generasi genetik yang kerdil, dengan badan tegak dan dada yang membusung.

Ayam mungil ini, pintar mempertontonkan tubuhnya dengan membusungkan dada, meluruskan bulu ekor pedang yang panjang (lawi) ke atas sambil mengepak-ngepakkan sayapnya dengan atraktif, menarik kepalanya ke belakang membentuk huruf S sehingga seperti tentara yang sedang berbaris, memperlihatkan leher yang bergetar dan mempunyai gelagat yang menarik seperti berjalan mundur ke belakang serta memiliki mental yang cukup bagus.

Ayam ini sangat cocok sebagai hewan kesayangan karena jinak, manja dan pandai memikat hati dengan gayanya yang penuh aksi tersebut serta mengenal pemeliharanya. Perilaku inilah yang membedakan ayam Serama dengan ayam kate atau ayam jenis lainnya. Keunikan ini yang membuat banyak pemain ayam Serama rela berinvestasi besar-besaran untuk menekuni hobi memelihara ayam ini.

Sejak kecil ayam serama harus dilatih mentalnya

Ayam Serama berkualitas untuk dilombakan harganya tidak main-main. Hal ini disebabkan karena sulitnya menternakkan ayam ini dan tidak semua menghasilkan ayam Serama yang bagus. Dari data yang ada di Indonesia, ayam Serama pernah menembus harga ratusan juta. Harga yang fantastis untuk dijadikan lahan hobi serta bisnis.

Performance yang membedakan ayam Serama dengan ayam kate adalah postur tubuh dan posisi sayap. Postur tubuh ayam Serama pendek, tetapi jika berdiri posisinya tegap, sayap menjuntai (vertikal) dan nyaris menyentuh tanah, bentuk dada menonjol (membentuk setengah lingkaran). Sedangkan pada ayam kate, postur tubuh cenderung cebol, cara berdirinya tidak tegap, posisi sayap cenderung datar (horizontal), dan bentuk dada cenderung rata (lurus).

Ukuran ayam Serama hanya kurang lebih sejengkal tangan orang dewasa dengan bobot di bawah 500 gram. Bahkan menurut American Poultry Association dan American Bantam Association, ayam Serama merupakan jenis ayam terkecil di dunia.

Mengenali perbedaan ayam Serama jantan dan betina sangat penting. Secara fisik, ayam Serama jantan dan betina relatif mudah dibedakan. Ayam Serama jantan memiliki tubuh dan jengger yang lebih besar daripada yang betina, sedangkan Serama betina dewasa memiliki lubang dubur yang lebih besar daripada ayam jantan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih bibit unggul ayam Serama yaitu: a). bagian tubuh tidak ada yang cacat, misalnya kaki utuh dan leher lurus, b). otot gempal dan kuat, terutama di bagian paha dan dada, c). tulang kuat, d). susunan bulu teratur, saling menghimpit dan tampak mengkilat, e). dada membusung sehingga leher berbentuk huruf S atau F). ekor berdiri tegak, g). mata cerah dan pandangan tampak tajam, h). ukuran tubuh sedang, tidak kurus dan tidak gemuk, atau tidak lebih dari sekepal tangan orang dewasa, dengan bobot tidak lebih dari 500 gram, i). induk jantan mempunyai jengger yang berwarna merah cerah, j). kepala tampak kokoh, k). paruh pendek, tajam dan kuat, dan l). jarak ujung tulang dada dengan dubur minimal 3 jari tangan.

Meskipun seekor ayam Serama jantan hendak mengikuti lomba, bukan berarti ayam tersebut tidak boleh dikawinkan.

Asalkan proses perkawinan dilakukan secara terjadwal, dan tidak boleh terlalu sering. Pejantan yang terlalu sering kawin dapat mengalami kerusakan bulu, sehingga perlu ditempatkan di dalam kandang umbaran yang beralas rumput.

Pemberian pakan menggunakan dedak yang diberikan setiap hari dan diberi minum vitamin. Kandang harus terlindung dari hujan, karena ayam ini mudah sekali terkena penyakit jika kandangnya kurang memenuhi syarat perkandangan.

Kesuburan ayam Serama sangat dipengaruhi oleh kesehatan fisik. Cuaca terlalu dingin bisa menurunkan kemampuan ayam betina menghasilkan telur. Sebab sebagian besar pakan digunakan untuk produksi energi guna mempertahankan panas badan. Jadi, ayam serama yang dipelihara di daerah dingin harus memperoleh pakan dengan kandungan karbohidrat tinggi seperti jagung.

Produksi telur ayam serama tidak terlalu banyak, dan kegagalan menetas termasuk salah satu hambatan pembibitan ayam Serama. Namun, untuk meningkatkan keberhasilan daya tetas harus diperhatikan waktu perkawinan, umur ayam dan pakan yang diberikan, rata-rata produksi telur sekitar 6-10 butir per ekor. Telur yang diproduksi diambil setiap hari dan dikumpulkan, selanjutnya dieramkan pada induk Serama atau dapat juga dititipkan pada induk ayam biasa maupun dimasukkan ke mesin tetas, lama penetasan telur ini pada umumnya 21 hari. Suhu dan kelembaban merupakan dua hal yang tak boleh dilupakan saat menetaskan telur ayam Serama. Suhu penetasan tidak boleh melebihi atau kurang dari 37,5°C – 38°C. Kelembapan harus selalu disesuaikan dengan usia telur. Minggu pertama hingga minggu ke dua kelembapan diatur pada kisaran 65% – 70%. Kelembapan harus ditambah hingga kisaran 95% – 100% pada 2 – 3 hari menjelang menetas, kondisi udara yang terlalu kering membuat kulit telur jadi keras. Sehingga anak ayam mengalami kesulitan memecah cangkang telur. Dan dapat membuat mati lemas gara-gara tidak bisa bernafas. Anak ayam yang menetas selanjutnya dimasukan dalam kotak yang diberi lampu pemanas sebagai indukan. Pemanas ini berfungsi sebagai ganti induk ayam betina yang memanaskan anaknya. Setelah 30 hari, bulu mulai tumbuh tumbuh sempurna anak ayam ini bisa dimasukan dalam

10 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Page 13: Bibit Maret 2012_print

11

Potensi Perbibitan

SI MUNgIL & UNIK, AyAM SERAMA

Ukuran ayam Serama hanya kurang lebih sejengkal tangan orang dewasa

kandang biasa.Agar anakan ayam serama siap

menjadi calon kontestan sebaiknya diberikan terapi pijat, sejak dini agar bentuk badannya lentur dan saat menginjak dewasa tubuhnya menjadi proporsional. Pijatan dilakukan secara rutin pada bagian dada dan sayap secara lembut dan perlahan. Dengan pijatan ini secara tidak langsung membuat serama menjadi jinak dan mudah dikendalikan atau diarahkan saat dilatih bergaya.

Sebelum mengikuti kontes, ayam Serama harus dilatih mentalnya terlebih dahulu agar lebih percaya diri saat tampil. Cara melatih mental serama tidak susah, yaitu sekitar 2 atau 3 minggu sebelum kontes, ayam harus dibiasakan dengan panggung berkarpet berwarna hijau supaya karpet tersebut dianggap ayam serama adalah rumput. Jika ayam sering terjatuh saat berlatih dapat dibantu dengan menggunakan kurungan terbuka supaya serama dapat berjalan pelan-pelan dengan jarak yang aman. Hal ini dilakukan sampai serama pandai berjalan tanpa menggunakan kurungan lagi.

Untuk membiasakan posisi kepala anak ayam tegak bisa dilakukan dengan memberi pancingan makanan berupa jangkrik. Pemberian jangkrik ini sebaiknya dilakukan secara rutin dengan cara dipegang dan posisi tangan kita berada tepat di atas kepala anak serama, Untuk melatih konsentrasi, anak-anak ayam Serama umur 2-3 bulan sudah ditempatkan dalam kandang tersendiri, dan dibiasakan berjalan di atas alas kayu untuk menguatkan otot kaki, yang diharapkan akan menciptakan kaki yang lurus dan dapat berdiri tegak.

Ayam Serama yang bergaya di atas karpet akan terlihat memesona bila bulunya bersih dan cantik. Perawatan yang bisa dilakukan diantaranya memandikannya secara rutin setiap hari, terutama menjelang kontes dan diolesi dengan baby oil supaya bulu-bulu tampak mengilap.

Menjelang kontes, serama yang akan berlaga sebaiknya dipisahkan dari serama lainnya. Serama calon kontestan ini ditempatkan di kandang yang gelap dengan tujuan agar stamina dan gairah ayam Serama tetap terjaga, sehingga saat kontes dan bertemu lawan langsung beraksi, bergaya dan menunjukkan pose gagahnya. (JRZ)

(Disadurkan dari berbagai sumber)

Page 14: Bibit Maret 2012_print

LANgKAH AWAL STANDARISASI DAN SERTIFIKASI PROFESI SDM PERTANIAN

Ian Sopian,S.PtDani Kusworo,S.Pt

Pengawas Bibit Ternak di Direktorat Perbibitan Ternak

Laporan

Liberalisasi ekonomi global (GATT, WTO, European Union, APEC, NAFTA, AFTA dan SAARC) memicu berbagai tantangan di sektor pertanian. Salah satu tantangan tersebut berupa meningkatnya persaingan tenaga kerja yang makin ketat. Hal ini mendorong Indonesia untuk lebih meningkatkan profesionalisme sumberdaya manusianya dalam rangka meningkatkan daya saing di pasar global. Globalisasi pasar kerja akan diwarnai oleh persaingan kualitas dan profesionalisme tenaga kerja. Di masa mendatang pasar kerja akan lebih menuntut pada bidang-bidang profesi dengan kompetensi tertentu.

Sektor pertanian di masa mendatang masih mempunyai peranan strategis sebagai penghela pembangunan

ekonomi nasional. Ini strategis karena kontribusinya yang nyata bagi 230 juta penduduk Indonesia, penyedia bahan baku industri, peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB), penghasil devisa negara melalui ekspor, penyedia lapangan pekerjaan, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Untuk meningkatkan peran sektor pertanian diperlukan sumber daya manusia pertanian yang profesional, kreatif, inovatif, dan berwawasan global. Profesionalisme sumberdaya manusia pertanian diperlukan di semua sub sektor, termasuk sub sektor peternakan

Sebagai salah satu langkah dalam meningkatkan profesionalisme SDM Pertanian yaitu dengan melaksanakan Program Standarisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian. Program ini bertujuan untuk menghasilkan aparat kerja yang profesional, punya daya saing tinggi dan secara hukum mendapat perlindungan profesi, serta mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.

Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) menyatakan bahwa

kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. Dengan capaian bahwa kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi pengetahuan, sikap, keterampilan, kompetensi dan akumulasi pengalaman kerja. Melalui proses ini diharapkan akan diperoleh SDM yang benar-benar siap kerja dan dapat diandalkan.

Menyadari akan pentingnya SDM Pertanian yang kompeten, maka Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), mencoba menyusun konsep rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Pada tanggal 9-11 Februari 2012 di Semarang telah dilaksanakan koordinasi dan sinkronisasi mengenai sosialisasi penyusunan program standarisasi dan sertifikasi profesi pertanian. Tujuan pertemuan yakni sebagai awal dari pemetaan profesi dibidang pertanian yang nantinya akan diperoleh peta kompetensi SDM Pertanian.

Pertemuan ini di hadiri dan di

12 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Page 15: Bibit Maret 2012_print

13

Laporan

buka oleh Kepala Pusat Pendidikan, Standarisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian Ir. Heri Sulianto, MBA, dengan peserta berasal dari unit eselon I lingkup Kementerian Pertanian termasuk fungsional RIHP seperti : Pengawas Bibit Ternak (Wasbitnak), Pengawas Mutu Pakan (Wastukan), Medik Veteriner dan Paramedik Veteriner, Pengawas Benih Tanaman (PBT), Pengawas Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), Pengawas Mutu Hasil Pertanian (PMHP), juga dari swasta seperti Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia, PT. Sang Hyang Sri dan PT. Japfa Comfeed Ind. Tbk.

Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan pertemuannya di moderatori oleh Dr. Bambang Gatut N., M.Si selaku ketua pelaksana kegiatan, sedangkan sebagai narasumber adalah Rifzaldi Nasri, SE, MM dan Drs. Bayu Priantoko, M.Pd Konsultan SDM yang merupakan Tenaga Ahli dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Selama pertemuan seluruh peserta memperoleh sistem/pola penyusunan rancangan SKKNI, kemudian melakukan diskusi kelompok dan diskusi pleno dengan harapan dapat mengidentifikasi profesi SDM pertanian. Berdasarkan hasil identifikasi ini, kedepan akan dapat ditindaklanjuti sebagai bahan dalam penyusunan SKKNI sektor pertanian.

Sertifikasi profesi merupakan proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis objektif melalui uji kompetensi dengan mengacu

Foto bersama peserta koordinasi dan Sinkronisasi

Peserta Koordinasi dari Ditjen PKH dan PT. Japfa Comfeed

kepada standar kompetensi kerja. Sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi yang terakreditasi, merupakan bukti tertulis yang menerangkan bahwa seseorang telah menguasai kompetensi kerja tertentu sesuai dengan SKKNI. Disinilah profesi seseorang dapat diberdayakan dan dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, sudah saatnya kita mendukung terbentuknya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).

Mengacu pada pemahaman bahasa Indonesia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kementerian Pendidikan), kata ”Standar” diartikan sebagai ukuran yang disepakati. Kata ”Kompetensi Kerja” mempunyai arti sebagai kemampuan kerja seseorang yang dapat terobservasi, serta mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja seseorang dalam menyelesaikan suatu fungsi dan tugas atau pekerjaan

sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan. Kata ”Nasional” mempunyai arti berlaku di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan kata ”Indonesia” mempunyai arti nama untuk negara kesatuan Republik Indonesia. Sesuai Permenakertrans Nomor : Per.21/Men/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), dinyatakan bahwa SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Akhirnya melalui pertemuan awal koordinasi ini, diharapkan agar beberapa profesi di bidang pertanian termasuk peternakan dapat menjadi suatu aktifitas yang benar-benar memiliki kualitas dan daya saing tinggi, khususnya keterampilan dan keahlian yang diakui dan dapat diterima keberadaanya. Inilah awal pengakuan profesi bidang pertanian, sudah saatnya kita memikirkan profesi kerja ke depan. Akankah Wasbitnak lebih memiliki peran untuk menjadi bagian dari profesi peternakan !!! Kita tunggu kabar selanjutnya. (BPC)

Page 16: Bibit Maret 2012_print

Laporan

Dalam upaya memantapkan pelaksanaaan program/kegiatan Tahun 2012 dimaksud, Direktorat Jenderal Peternakan

dan Kesehatan Hewan menyelenggarakan Rapat Konsolidasi Kontrak Kinerja Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDS/K) 2014 pada tanggal 3 – 4 Februari 2012 di hotel Bidakara Jakarta.

Rapat dilakukan secara pleno dan kelompok, sedangkan dalam sidang pleno pertemuan dilaksanakan dalam bentuk sarasehan. Agenda utama dalam

Maria Flora Butar Butar, S.Pt KONTRAK KINERJA PROgRAM SWASEMBADA

DAgINg SAPI/KERBAU (PSDS/K) 2014Program Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

adalah Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Kerbau serta Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang aman, sehat, utuh dan halal. Fokus utama kegiatan adalah peningkatan populasi dan produksi sapi/kerbau.

Sidang kelompok perbibitan ternak

Rapat Konsolidasi Kontrak Kinerja PSDS/K 2014 adalah: (i) Arahan Umum Menteri Pertanian; (ii) Penandatanganan Kontrak Kinerja PSDS/K 2014; (iii) Sarasehan Pencapaian PSDS/K 2014; dan (v) Tindak Lanjut Penyusunan Rencana Aksi Kegiatan Pencapaian PSDS/K 2014.

Acara diawali dengan pembukaan sekaligus arahan oleh Menteri Pertanian, yang dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak kinerja antara Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan Kepala Dinas Provinsi yang

membidangi Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Kepala UPT lingkup Ditjen. Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selanjutnya, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan menyampaikan materi “Percepatan Pencapaian PSDS/K 2014”, khususnya percepatan capaian Tahun 2012. Untuk mendapatkan masukan dalam mempercepat pencapaian PSDS/K 2014 dilakukan sarasehan yang menghadirkan narasumber: Ir. E. Herman Khaeron, M.Si (Pimpinan Komisi IV DPR RI), Prof. Dr.Drh. Fahriyan H. Pasaribu (akademisi), dan DR. Ir. Arief Daryanto, M.Ec (akademisi), dengan moderator Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Forum sarasehan dibagi menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu: (1) Peserta Pusat, (2) SKPD Provinsi yang melaksanakan fungsi peternakan, (3) UPT lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan (4) Perwakilan Perguruan Tinggi.

Kaitan untuk mempertajam Rencana Aksi Nasional dari aspek perbibitan ternak, pertemuan lanjutan dilaksanakan dalam bentuk sidang kelompok. Pertemuan kelompok Perbibitan Ternak dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2012. Pertemuan dibuka oleh Direktur Perbibitan Ternak dan dihadiri oleh dinas provinsi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan khususnya perbibitan ternak, UPT lingkup Perbibitan Ternak dan staf Direktorat Perbibitan Ternak.

14 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Page 17: Bibit Maret 2012_print

15

Laporan

15

KONTRAK KINERJA PROgRAM SWASEMBADA

DAgINg SAPI/KERBAU (PSDS/K) 2014

Pemaparan Menteri Pertanian pada acara Rapat Konsolidasi Kontrak Kerja Kinerja PSDSK 2014

Hasil pertemuan selanjutnya dibahas dan disimpulkan dalam satu bentuk rumusan tentang pemantapan rencana aksi perbibitan nasional tahun 2012 sebagai berikut :

1. Pengembangan pembibitan dalam penyediaan benih dan bibit ternak diarahkan kepada pelestarian sumberdaya genetik hewan asli/lokal melalui penetapan dan pelepasan galur/rumpun ternak. Sedangkan pemanfaatannya dilakukan melalui pemurnian sebagai cikal bakal pembentukan pewilayahan sumber bibit ternak.

2. Penilaian pelepasan dan penetapan galur/rumpun ternak akan dilaksanakan pada bulan Maret 2012, untuk itu agar daerah segera menyiapkan proposal terkait dengan penilaian tersebut untuk ditetapkan oleh Menteri Pertanian serta akan diserahkan secara resmi pada acara Hari lahir Peternakan dan Kesehatan Hewan pada bulan Agustus 2012.

3. Swasembada bull perlu dukungan dari daerah dan UPT dengan cara mengidentifikasi kebutuhan dan potensi ketersediaan pejantan unggul yang dilengkapi silsilah (pedigree) dan aspek kesehatan hewan dengan memanfaatkan hasil dari kegiatan uji performan dan uji zuriat.

4. Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan daging ayam dan telur

yang selama ini ketergantungan akan importasi bibit ayam ras masih sangat tinggi, perlu peran serta semua pihak dalam mengoptimalkan peran unggas lokal melalui kegiatan pemuliaan yang terarah untuk dapat menghasilkan bibit unggas (PS dan GPS). Dalam kegiatan tersebut sangat diharapkan keterlibatan dari unsur perguruan tinggi dan lembaga penelitian dengan tetap berorientasi pada kesejahteraan masyarakat peternak.

5. Dalam upaya memenuhi kebutuhan semen beku sapi lokal yang semakin meningkat, pengadaan pejantan unggul tahun 2012 difokuskan untuk pengadaan sapi lokal baik oleh BIB Nasional maupun BIB Daerah. Alokasi semen beku subsidi APBN tahun 2013 segera diusulkan dan diarahkan untuk semen beku ternak lokal

6. Penyelamatan sapi kerbau betina untuk kegiatan tahun 2012 lebih diarahkan dilakukan di RPH tetapi masih memungkinkan untuk dilakukan di peternak. Insentif atau penguatan sapi bunting memungkinkan diberikan pada ternak peserta uji zuriat dan uji performans dan ternak pada kelompok pengembangan pembibitan yang dinilai berhasil

7. Untuk optimalisasi penyediaan

bibit dapat dikembangkan dengan melalui pendekatan kawasan dengan penerapan program pembibitan yang terarah. Model pembibitan fasilitasi APBNP 2010 yang di perkuat dengan kegiatan IPBP dapat menjadi acuan yang diperkuat dengan membangun data base yang antara lain berkaitan dengan data struktur populasi, individual record, kondisi dan penanganan reproduksi serta diperkuat dengan pendampingan yang berkelanjutan dan pembagian peran yang jelas antara pusat-daerah yang didukung oleh stakeholders terkait, walaupun demikian konsep kawasan masih perlu dirumuskan secara lebih komprehensif

8. Dalam upaya optimalisasi pengembangan pembibitan yang dilakukan oleh kelompok, perlu adanya pendampingan yang intensif oleh tenaga pendamping lapangan yang diperkuat dengan peningkatan kompetensi teknis pembibitan oleh UPT/UPTD, unsur litbang dan perguruan tinggi serta praktisi pembibitan, sehingga ke depan diharapkan dapat mendorong pembentukan asosiasi pembibitan.

Dengan dilaksanakannya pertemuan ini diharapkan dapat diperoleh hasil nyata kegiatan tahun ini yang lebih baik. (BPC)

Page 18: Bibit Maret 2012_print

16 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

INDUKAN SAPI DAN POTRET PETERNAKAN INDONESIA KE DEPAN Sutaryono, A.Md

Staf Direktorat Perbibitan Ternak

Di tahun 2012 ini pemerintah khususnya Kementerian Pertanian (Direktorat Perbibitan Ternak, Ditjen

Peternakan dan Kesehatan Hewan) meluncurkan program Penambahan Indukan Sapi. Dengan program ini diharapkan nantinya Indonesia bisa terlepas dari ketergantungan import sapi dari luar negeri. Tentunya indukan yang dimaksud adalah yang memiliki sifat unggul dan mewariskannya serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan.

Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh sekretaris tim

Laporan

Indonesia dengan banyak kepulauannya dan terdiri 33 provinsi adalah modal yang sangat potensial untuk pengembangan peternakan khususnya ternak sapi. Berbagai ternak lokal yang dimiliki oleh daerahnya masing-masing tidak boleh habis begitu saja. Pelarangan pemotongan betina produktif maupun program-program yang sejalan dengan hal itu haruslah terus digalakkan. Begitu juga impor sapi bakalan yang terus menerus juga harus segera dikurangi. Program pemerintah yang banyak digulirkan untuk pencapaian swasembada daging sapi dan kerbau yang masih berjalan harus terus berlanjut.

pengawalan penambahan indukan tahun 2012 (Ir. Fauzah M Hasani, MM) sewaktu mempresentasikan materi pada acara sosialisasi pedoman pelaksanaan penambahan indukan kepada 14 provinsi dan 2 BPTU (BBPTU Sapi Perah Baturraden dan BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa) sebagai calon pelaksana kegiatan tersebut di Hotel Sahira, Bogor tanggal 13 Februari 2012 lalu, ”Bahwa dalam pelaksanaan pengadaan indukan sapi harus sesuai spesifikasi yang dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun persyaratan mutu benih dan bibit ternak serta persyaratan kesehatan hewan”.

Sedangkan ke-14 provinsi calon pelaksana tersebut antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Papua dan Papua Barat akan menambah indukan berupa sapi potong dan sapi perah sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing provinsi tersebut, sehingga di tahun ini diharapkan target total sejumlah 7.600 ekor yang dilaksanakan secara import (sapi FH dan Brahman) serta pengadaan antardaerah (sapi PO dan sapi Bali) bisa tercapai.

Di lapangan, yang akan melaksanakan semua kegiatan ini adalah Dinas Provinsi dan B/BPTU seperti disebutkan di atas, sedangkan Pemerintah akan terus berkoordinasi dengan tim pembina provinsi serta memantau pelaksanaannya di lapangan. Ada lima tahapan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan, yaitu: Sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Pusat/Pembina Provinsi/Tim Teknis Kabupaten/Kota; Pelaksanaan proses pengadaan; Pelaksanaan seleksi sapi; Pelaksanaan seleksi calon penerima dan calon lokasi (CP/CL) yang dilakukan oleh tim Pembina Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten/Kota; serta Pengembangan pembibitan.

Lebih lanjut lagi, dijelaskan oleh Sekretaris Tim Pusat dan sekaligus Kasubdit Mutu Bibit Ternak, Direktorat Perbibitan Ternak: “Untuk mengukur keberhasilan dalam pelaksanaan penambahan indukan sapi tahun 2012 ini, parameter yang digunakan antara lain terlaksananya kegiatan ini di 14 provinsi dan 2 B/BPTU dengan jumlah sapi potong minimal 4.700 ekor dan sapi perah minimal 2.900 ekor (indicator output), sedangkan indicator outcome-nya antara lain dapat meningkatnya populasi sapi minimal 50 persen dalam waktu 2 tahun; terbentuknya kelompok pembibit; serta diperolehnya bibit sapi hasil produksi sesuai SNI minimal 25 persen pada tahun ketiga. Dimasa yang akan datang diharapkan juga akan berkembang usaha pembibitan sapi dan terbentuknya wilayah sumber bibit”. (FBR)

Peserta sosialisasi kegiatan Penambahan Indukan Sapi Tahun 2012

Page 19: Bibit Maret 2012_print

Serba-Serbi

Bukan maksud hati untuk menodai keilmiahan majalah ini dengan sebuah artikel tentang menulis bergaya narasi

ringan. Namun, agaknya pepatah di atas menginspirasi penulis untuk mengukir motivasi insan pembibitan ternak, yang mengaku nasionalis, menuliskan ragam pengetahuannya mengenai pembibitan ternak.

Belum lekang dari ingatan, bertubi-tubi kekayaan intelektual anak bangsa diklaim menjadi milik negara atau perusahaan asing. Geram atau tidak, tentu hanyalah ungkapan retoris. Semua sudah mengetahui reaksi masyarakat Indonesia, kecuali mereka yang tidak merasa Indonesian people.

Pertanyaan krusial adalah bagaimana jika yang diklaim adalah ternak asli Indo-nesia? Atau pertanyaannya diganti dengan bagaimana jika penduduk Indonesia tidak tahu dengan ternak asli Indonesia sendiri? Seberapa besar peluang klaim oleh pihak lain, karena ketidaktahuan itu? Seperti yang diketahui, ternak asli Indonesia memiliki beberapa keunggulan genetik tersendiri.

Selain masalah klaim-mengklaim, kita masih memiliki permasalahan peternakan yang serius. Sebuah tulisan lama dari Talib dan Siregar (1991), namun ternyata tak lekang sampai sekarang, mengemukakan bahwa masalah utama yang dihadapi peternak Indonesia adalah pembibitan, yang meliputi ketidakmampuan peternak untuk mempertahankan ternak terbaik yang dimiliki; kesulitan kesinambungan pengadaan bibit; dan kesulitan melakukan seleksi untuk meningkatkan atau minimal mempertahankan kualitas yang telah dimiliki ternak.

Permasalahan ketidakmampuan itu dilengkapi pula dengan naluri peternak yang menyukai yang besar-besar dan murah-murah, tanpa mempedulikan arti pentingnya kekayaan genetik. Mungkin ini salah satu penyebab, seringnya terjadi persilangan ternak lokal dan ternak luar. Hal ini diperparah dengan minimnya minat memperbaiki kualitas ternak asli/lokal, maunya serba instan. Padahal, perbaikan mutu genetik ternak lokal di masa depan

akan bermanfaat untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian Indonesia. Menurut Salamena (2003), salah satu penyebab kepunahan ternak yakni adanya introduksi jenis ternak asing dalam bentuk persilangan ternak antar bangsa yang berbeda tanpa adanya pengendalian, sehingga terjadi erosi sumber daya genetik ternak.

Lantas, apa yang harus dilakukan? Beranjak dari filosofi Jepang “Kaizen”, yaitu gabungan perubahan-perubahan kecil, tetapi dilakukan secara terus-menerus, maka akan memberikan kemenangan yang begitu besar. Merujuk hal itu, maka menulis mengenai perbibitan ternak dapat menjadi salah satu perubahan kecil itu. Tentu saja yang dimaksud disini adalah menulis secara kontinyu.

Sumbangsih ini akan membantu peternak, dan lebih umumnya masyarakat luas, kiranya memperoleh pencerahan. Banyak pengetahuan yang dapat ditulis mengenai pemuliaan, dari hal yang ringan sampai kompleks, mulai dari tulisan berbentuk features, narasi, sampai jurnal ilmiah. Mulai dari teknik inseminasi buatan pada ayam hingga rekayasa genetik ternak. Semuanya disesuaikan dengan sasaran pembaca yang hendak dituju. Hasil penelitian Dr.Pennebaker, seorang psikolog Amerika, mengungkapkan bahwa menulis membantu memecahkan masalah. Menulis masalah yang kita hadapi akan membuat kita fokus terhadap masalah itu daripada hanya dengan memikirkannya. Hal ini membuat kita juga lebih mudah mencari solusinya, termasuk masalah peternakan Indonesia

Menulis perbibitan ternak berarti telah memberikan andil bagi perbaikan peternakan Indonesia dengan peningkatan pemahaman berbagai pelakunya. Tulisan yang kontinyu akan mampu membuat efek jurnalisme. Definisi efek ini adalah kemampuan tulisan untuk membuat pembacanya terpengaruh muatan yang disampaikan tulisan. Alangkah indahnya apabila karya tulis tentang perbibitan ternak tersebut mendapat respon dan diterapkan oleh peternak. Rentetan selanjutnya, mampu menghasilkan bibit

ternak berkualitas. Pada akhirnya, ikut memberi andil dalam memakmurkan Indonesia.

Sebagai tulisan ilmiah, maka tulisan mengenai perbibitan haruslah dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, diperlukan studi pustaka untuk menguatkan tulisan. Namun, menghasilkan tulisan saja tidak cukup. Selain itu, diperlukan berbagai media publikasi untuk memperkuat dan mempertajam karya tulis tersebut hingga akan memberikan banyak kontribusi.

Tentu pembaca bertanya-tanya, apakah kemakmuran Indonesia benar-benar akan terwujud setelah menulis? Tentu saja perubahan kecil ini tidaklah berarti tanpa rangsangan perubahan kecil lain, seperti minat membaca, kemampuan menerima perubahan, ataupun sekedar etos kerja pelaku peternakan. Jika dirunut, maka akan ditemukan sangat banyak hal yang harus diperbaiki di luar aspek menulis atau membaca.

Tetapi, tanpa perubahan kecil ini (menulis), berarti kita sudah bersiap untuk legowo. Berbesar hati karena kemungkinan suatu saat akan ada klaim ternak asli Indonesia oleh pihak lain. Berbesar hati karena peternak kita semakin tertinggal informasi, pada akhirnya menjadi penonton kegiatan impor ternak atau gulung tikar. Hal ini karena salah satu cara untuk berbagi informasi tentunya melalui tulisan. Kita juga harus bersiap efisiensi budidaya atau kualitas ternak akan jauh tertinggal dengan ternak impor, yang biasanya besar-besar dan murah-murah. Jadi, mari menulis perbibitan ternak. Menangkan satu langkah kecil untuk kemakmuran Indonesia ini. (BPC)

Kaizen: “Menulis Pembibitan Ternakuntuk Kemakmuran Indonesia”Firmansyah BudiyantoCalon Pengawas Bibit Ternak di BPTU Sapi Potong dan Ayam Sembawa

“Sebuah Tulisan Lebih Bermakna Daripada Seribu

Pedang”

17

Page 20: Bibit Maret 2012_print

Bitopinia

Oleh : Firmansyah BudiyantoCalon Pengawas Bibit Ternak di BPTU Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa

SELEPAS PENAS XIII, SELANJUTNyA APA(REFLEKSI STAND-STAND UPT LINgKUP PERBIBITAN TERNAK)

orang merupakan prospek potensial berbagai produk. Apalagi data tersebut baru data peserta tercatat. Atas dasar itu, ajang ini juga dimanfaatkan UPT-UPT pembibitan ternak pemerintah. Berbondong-bondong mereka membuka stand disana. Tidak hanya di Penas, aksi mempertunjukkan produk ini juga sering dilakukan pada berbagai pameran, baik skala Nasional seperti Penas atau sekedar pameran lokal.

Pada hakikatnya, pameran berfungsi untuk memperkenalkan produk dan atau modifikasinya, memperkuat

Perhelatan akbar nasional bagi para insan Tani Nelayan, yaitu Penas XIII di Tenggarong, telah usai pada 23 Juni 2011. Hampir

setahun lalu. Sesuai informasi website resminya (http://penas.deptan.go.id), salah satu tujuan Penas adalah untuk promosi hasil pertanian, perikanan, dan kehutanan.

Beragam acara digelar di event ini, termasuk Pameran Pembangunan Pertanian Nasional. Berbagai produk pertanian tersaji di ratusan stand. Jumlah peserta yang mencapai 24 ribu

kepadatan pengunjung saat acara penutupan kontes SDG Hewan di PENAS XIII

18 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Page 21: Bibit Maret 2012_print

19

Bitopinia

Kunjungan Direktur Perbibitan Ternak ke Stand Papua

citra, menguji penjualan produk, serta menguji kekuatan team work SDM. Tujuan-tujuan itu sangat mungkin diraih UPT pembibitan ternak. Hal ini karena pameran merupakan satu-satunya media periklanan yang menyentuh semua panca indra. Keunggulan tersebut membuatnya lebih memikat, karena visual yang ditampilkan konkrit dan dapat menggiring prospek segera melakukan pembelian.

Selama pameran, UPT akan bertemu 4 level konsumen. Level tersebut adalah:

1. Prospek, yaitu pihak yang sudah mengenal atau dikenalkan produk, namun belum sekalipun membeli atau transaksi. Diperlukan tindakan lebih lanjut agar prospek tertarik membeli.

2. Pelanggan adalah pihak yang telah melakukan transaksi/pembelian.

3. Klien adalah pihak yang rutin bertransaksi/melakukan pembelian.

4. Advokat adalah pihak yang memiliki kepuasan terhadap produk, yang akhirnya menceritakan produk kepada pihak lain.

Sebagai instansi penyedia bibit/benih ternak berkualitas, kegiatan pemasaran UPT menjadi sangat penting. Pemasaran yang dimaksud tentu pemasaran dalam arti luas. Tidak hanya menjual bibit atau produk yang lain, tetapi juga membangun

ketertarikan berkelanjutan konsumen pada produk, memperbanyak relasi, dan media informasi konsumen.

Pameran menjadi momen bagi UPT pembibitan ternak. Mereka dapat menunjukkan pencapaian yang telah dilakukan. Ajang ini tidak hanya untuk menunjukkan “ini lho produk saya,” tetapi lebih dari itu, “Ini lho produk saya, bermanfaat buat bangsa. Silahkan memakainya”.

Demi misi itu, maka sedari memutuskan sebagai peserta stand, UPT pembibitan ternak sudah harus merancang target. Tidak hanya memperbanyak pengunjung, yang dibuktikan dengan banyaknya jumlah tanda tangan pada buku tamu. Lebih dari itu, pameran diharapkan berhasil membangun pemasaran, seperti uraian penulis sebelumnya.

Namun, harapan tersebut harus memiliki parameter keberhasilan, tidak sekedar abstrak. Berapa jumlah prospek yang harus diperoleh; berapa jumlah pengunjung yang dijadikan agen promosi mouth to mouth; berapa jumlah pelanggan yang akan berubah menjadi klien atau advokat; dan berapa jumlah transaksi berkelanjutan setelah pameran selesai. Semuanya harus terukur.

Selain itu, pameran adalah media

untuk mencegah paradox of excellence. Kondisi ini dijelaskan sebagai keadaan produk yang sebenarnya bagus, namun karena hal itu sudah berlangsung lama, akhirnya menjadi standar produk. Produk yang dijadikan standar akhirnya dianggap biasa saja. Akhirnya, konsumen menuntut lebih baik dari hal itu. Naasnya, konsumen memandang rendah produk, bila keinginan mereka tidak dapat dipenuhi dalam waktu dekat. Melalui pameran, konsumen diberi pemahaman yang baik kenapa kualitas produk masih seperti itu, serta upaya apa yang direncanakan untuk meningkatkannya.

Lalu, bagaimana stand UPT pembibitan pemerintah sendiri? Pertanyaan menggelitik tentu akan terlontar setelah membaca tulisan di atas. Apakah UPT pembibitan benar-benar memanfaatkan pameran? Apakah banyak terjadi follow up dan kerjasama kepada konsumen? Atau kehadirannya hanya menjadi pemeriah saja, kemudian menghilang dan muncul kembali saat Penas XIV atau pameran lain? Sekali lagi, UPT-UPT pembibitan tentu lebih tahu kondisi mereka. Yang jelas, sebagus apapun bibit/benih dari UPT pembibitan, tentu tiada guna apabila hanya menjadi kebanggaan internal UPT semata. (FBR)

Page 22: Bibit Maret 2012_print

Bitopinia

Industri perunggasan dapat dianggap sebagai salah satu dari subsektor peternakan yang telah berkembang dan mandiri dalam mendukung

roda perekonomian di dalam negeri kita. Selain itu tentunya mampu memberikan penghasilan yang cukup bagi para pelaku usaha dan pembibit ayam ras yang dianggap besar. Berbagai cara dilakukan oleh perusahaan pembibitan ayam ras (breeder) dalam menjemput pasar dimana salah satunya dengan melakukan ekspansi dan sistem integrasi atau dikenal dengan kemitraan di berbagai daerah dari hulu sampai hilir, sehingga tidak sedikit perusahaan terus menunjukan kehebatan bisnis dan melebarkan sayapnya tanpa memperdulikan ekses terhadap peternak ayam mandiri, khususnya dalam penyediaan DOC FS yang merata di

gEBRAKAN AyAM RAS DI AWAL TAHUN 2012

Sanggupkah Kita Memproduksi Bibit Sendiri ?

Ian Sopian, S.PtPengawas Bibit Ternak Pertama di Direktorat Perbibitan Ternak

Tidak terasa kita telah berada di awal tahun 2012, semua rencana dan agenda pembibitan ayam ras pun sudah mulai dikerjakan. Tahun 2012 sebagai tahun naga air, bagi mereka yang percaya mungkin bisa menjadi tahun harapan untuk berkembangnya produksi dan peningkatan kualitas bibit ayam ras. Industri perunggasan saat ini memegang peranan penting, khususnya dalam menghasilkan swasembada daging unggas maupun telur.

Arahan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan saat melakukan pertemuan dengan pelaku usaha pembibitan ayam ras

berbagai daerah. Jika melihat data Majalah Poultry

Indonesia edisi Januari 2012 bahwa Industri perunggasan telah memberikan kontribusi sebesar 65% dari total produksi daging nasional, sementara kontribusi telur ayam ras sebesar 70,1% dari total produksi telur nasional. Adapun dalam mencukupi kebutuhan produksi ayam ras dalam negeri, merupakan kerja keras perusahaan swasta, pengusaha dan peternak yang bergelut dalam bidang perunggasan.

Perlu kita ketahui sampai tahun 2012, terdapat banyak breeder atau usaha pembibitan ayam ras di Indonesia antara lain terdapat 12 perusahaan GPS broiler dan 3 perusahaan GPS layer serta sekitar 60-an pembibitan PS broiler dan layer. Adapun 12 perusahaan GPS broiler antara

lain: PT. Centralavian Pertiwi, PT. MBAI (Multibreeder Adirama Indonesia), PT CJ-PIA, PT. Hybro Indonesia, CV. Missouri, PT. Bibit Indonesia, PT. Wonokoyo Jaya Corp., PT. Cibadak Indah Sari Farm, PT. Cipendawa Agriindustri, PT. Galur Prima Cobbindo, PT. Expravet Nasuba, PT. Saveta dan 3 perusahaan GPS layer antara lain: PT. MBAI (Multibreeder Adirama Indonesia), PT. ISA Indonesia, CV. Missouri.

Dari semua perusahaan pembibitan ayam ras baik broiler maupun layer yang ada, hampir 100 % pemasukan bibit nenek (GPS) dan sebagian bibit induk (PS) dilakukan melalui impor, tidak satupun bibit nenek yang diproduksi di dalam negeri. Adapun impor dilakukan dalam bentuk DOC, Hatcing Egg (telur tetas) GPS (Grand Parent Stock) maupun

20 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Page 23: Bibit Maret 2012_print

21

Bitopinia

Proses chick in di bandara

PS (Parent Stock) yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitas produksi masing-masing perusahaan, khusus impor DOC PS dilakukan dengan kebijakan buka-tutup.

Bisa dibayangkan apabila suatu waktu dimana negara pengimpor bibit DOC GPS dan PS ayam ras seperti Amerika, Inggris, Belanda, Perancis, Jerman dan Australia terkena wabah penyakit, apa yang harus kita lakukan?, haruskah kita semua beralih ke daging sapi yang dianggap masih mahal ataupun ayam kampung yang juga mahal?, padahal saat ini konsumsi daging ayam perkapita penduduk Indonesia sudah mulai meningkat. Ini baru asumsi negatif yang mungkin suatu saat akan terjadi. Tetapi yang pasti setiap tahun akan terjadi adalah harga DOC yang tiba-tiba tinggi atau bahkan menghilang di pasaran, sedangkan harga livebird (ayam hidup) stabil atau bahkan menurun. Apa yang harus dilakukan oleh peternak kecil dengan populasi sekitar 1.000-1.500 ekor, apakah mereka harus gulung tikar dan beralih ke usaha lain. Seperti yang terjadi baru-baru ini dimana sejak awal Januari 2012, harga DOC FS Layer bertahan pada harga Rp. 12.000/ekor selama hampir 3 bulan, apa yang harus kita lakukan?

Aspek ketergantungan terhadap impor GPS ayam ras akan terus berlangsung selama negara kita belum memiliki teknologi dan keinginan tinggi untuk meneliti dan membentuk bibit ayam ras yang benar-benar pure line dan berasal dari ayam lokal unggul Indonesia. Selain itu juga faktor kesiapan pemerintah dan swasta dalam penyiapan dana untuk memulai project tersebut. Pada prinsipnya dalam pelaksanaan

impor bibit ayam ras masih terbuka dan dapat terus dilakukan, hanya saja dalam perjalanannya pelaksanaan impor dimaksudkan dengan tujuan antara lain: meningkatkan mutu dan keragaman genetik, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengatasi kekurangan bibit ternak dalam negeri dan memenuhi keperluan penelitian dan pengembangan ternak. Sebelum kita bisa mengembangkan bibit ayam ras sendiri, maka untuk memenuhi keperluan DOC ayam ras dalam negeri, impor adalah satu-satunya alternatif jawaban yang ada.

Dalam pelaksanaan di lapangan bahwa setiap perusahaan pembibitan yang akan melakukan impor maka diperlukan persyaratan, kesiapan serta memiliki rencana yang matang, sehingga setelah melakukan impor diharapkan tidak terjadi over supply di lapangan yang mengakibatkan kerugian perusahaan itu sendiri dan umumnya diproduksi di dalam negeri. Pemerintah bertanggungjawab dalam menjaga stabilitas peredaran produksi bibit ayam ras, terutama dalam mengatur rencana impor dari setiap perusahaan pembibitan, selain itu pemerintah terus melakukan regulasi dan penghitungan supply demand produksi bibit ayam ras dengan menggunakan parameter teknis.

Salah satu cara yang telah dilakukan pemerintah dalam mengatur pemasukan (impor) dan pengeluaran bibit ayam ras yaitu diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 51/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan dan Pengeluaran Benih dan/atau Bibit Ternak ke dalam dan ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia. Aturan yang

mulai diberlakukan pada awal tahun 2012, merupakan salah satunya dalam rangka menjaga stabilitas produksi ayam ras di dalam negeri dan sebagai bahan koordinasi dalam mengatasi permasalahan perunggasan.

Keberadaan pemasukan/impor bibit ayam ras merupakan langkah awal dan penentu dalam budidaya ayam ras, sehingga dapat mempengaruhi produksi dan menentukan kualitas generasi ayam ras berikutnya, begitupun perhitungan waktu yang tepat dan perencanaan yang matang sangat menentukan keberhasilan usaha pada periode yang akan datang. Maka setiap pembibit ayam ras perlu menetapkan waktu penentuan chick in (memasukkan DOC baru) yang menjadi momentum awal usaha, karena selain menghadapi fluktuasi harga yang sensitif juga perkembangan pasar kadang sulit dikendalikan. Dalam mengawali tahun 2012 ini penting sekali adanya perencanaan dan prediksi yang perlu diperhatikan, sehingga efek domino pada industri perunggasan sangat dipertaruhkan.

Berbagai harapan di tahun 2012 adanya peningkatan prospek perunggasan yang tetap stabil dan terus meningkat, begitupula keseimbangan supply dan demand produksi ayam ras merupakan tujuan strategis mendukung swasembada daging dan telur sebagai langkah diversifikasi pangan dalam pembangunan peternakan. Selain itu dalam menjaga stabilitas produksi daging dan telur ayam ras diperlukan koordinasi dan komunikasi yang selaras antara pengusaha, pembibit dan pemerintah dalam melaksanakan restrukturisasi perunggasan yang terintegrasi. (JRZ)

Page 24: Bibit Maret 2012_print

22 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Potensi Perbibitan

Sebagai salah satu ternak ayam lokal yang menjadi aset sumberdaya genetik, ayam Gaga’ telah menjadi daya tarik

tersendiri khususnya bagi masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan. Saat ini ayam Gaga’ cukup terkenal dan berkembang di beberapa Kabupaten di Provinsi Sulsel, dengan populasi terbanyak berada di Kabupaten Sidrap (Sidenreng Rappang). Dalam kultur budaya masyarakat setempat, selain sebagai penghasil daging dan telur, ternak ayam Gaga’ juga mempunyai fungsi sebagai ayam kontes karena memiliki suara yang khas serta

nilai jual yang menggiurkan.Menurut Amiruddin (2011), ternak

ayam Gaga’ di mata masyarakat Bugis khususnya masyarakat Sidrap bukanlah ayam aduan, bukan pula sekedar penghias sangkar, melainkan memiliki nilai budaya, yaitu sebagai sennuangeng dan simbol keperkasaan juga status sosial bagi yang memilikinya. Sennuangeng adalah harapan agar dapat memperoleh keberuntungan dalam pekerjaan atau usaha, disamping itu ayam Gaga’ dianggap sebagai simbol status sosial dan simbol keperkasaan serta simbol kepahlawanan yang dilekatkan kepada orang-orang

yang memiliki sifat-sifat tersebut. Dengan demikian ternak ayam Gaga’ dikalangan Etnis Bugis mempunyai nilai budaya yang sangat unik maupun sebagai sennuangeng, simbol keperkasaan, keberanian dan kepahlawanan.

Ayam Gaga’ dibedakan menjadi beberapa jenis warna ; (a). Bakka : warna dasar putih mengkilat dengan dihiasi warna hitam, oranye, merah dan kaki hitam atau kaki putih, (b). Lappung : warna dasar hitam dengan dihiasi warna merah hati, kaki hitam dan mata putih, (c). Ceppaga : warna dasar hitam dengan dihiasi warna hitam dan putih, ditambah

Bangga dengan Ayam gaga’

Oleh : Ian Sopian, S.Pt dan Maria Flora Butar-Butar, S.Pt

Page 25: Bibit Maret 2012_print

23

Potensi Perbibitan

Bangga dengan Ayam gaga’

bentuk putih dibadan sampai pangkal lehar dan kaki hitam.

Kita tahu, ayam Gaga’ ini bagi sebagian kalangan hobies dijadikan sebagai bisnis unik yang menarik, terkadang keberadaan ayam Gaga’ ini dijadikan sebagai penghilang stres karena selain nyentrik suaranya pun bisa menghibur pendengarnya, sehingga tidak heran bila ayam Gaga’ ini dikenal sebagai ayam ketawa. Bagi kalangan tertentu ayam ketawa ini sebagai warisan yang luar biasa berharga, tidak heran pemerintah menjadikan ayam Gaga’ ini sebagai salah satu keanekaragaman

Sumber Daya Genetik (SDG) hewan sebagai salah satu aset Negara Indonesia. Hal seperti ini menjadi tanggungjawab pemerintah pusat maupun daerah untuk selalu menjaga dan melestarikan keberadaanya, sehingga dapat menjadi unggulan asli Provinsi Sulawesi Selatan.

Dalam perkembangannya, ayam Gaga’ menjadi salah satu ternak asli dan lokal yang merupakan plasma nutfah Provinsi Sulawesi Selatan, dan dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2920/Kpts/OT.140/6/2011 tentang Penetapan Rumpun Ayam Gaga, telah di tetapkan sebagai salah satu rumpun ayam lokal Indonesia yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Ayam Gaga’ ini memiliki keseragaman bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi baik pada keterbatasan lingkungan, dimana memiliki ciri khas yang berbeda dengan rumpun ayam asli atau rumpun ayam lokal lainnya.

Adapun ayam Gaga’ ini memiliki sifat kualitatif seperti jengger/balung: tunggal, bergerigi, berwarna merah; warna bulu: putih, merah atau hitam; warna ceker: putih, kuning, atau hitam; suara ayam jantan: mirip suara manusia tertawa dengan tempo cepat, (kuk kruk ku kha kha kha), sedang (kuk kruk ku...kha...kha...kha) atau lambat (ku kru ku ....kha .... kha....kha) setiap kokok terdiri dari suara kokok depan, tengah dan penutup. Sifat kuantitatif seperti suara: frekuensi berkokok 2-15 kali dari standar bunyi 2 kali dalam durasi kontes suara; bobot badan dewasa: sama dengan bibit badan dewasa ayam kampung pada umumnya; sifat reproduksi: sama dengan sifat reproduksi ayam kampung pada umumnya; wilayah sebaran: Provinsi Sulawesi Selatan.

Dalam perjalanannya Provinsi Sulawesi Selatan

telah melakukan berbagai hal untuk perkembangan ayam Gaga’ salah satunya yaitu dengan diadakannya kontes, adapun kontes ayam Gaga’ yang pertama yaitu pada tahun 1997 di areal Monumen Bambu Runcing Rappang Kecamatan Pancarijang, kontes kedua di Desa Kanie Kecamatan Maritengnae, Kontes ketiga di Pinrang Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap.

Selain kontes, juga dilaksanakan kegiatan Mappasipulung merupakan kegiatan yang mirip dengan kontes namun tidak dinilai seperti kontes resmi, karena ayam ditenggerkan pada satu lokasi yang bersamaan, jadi sifatnya hanya untuk promosi serta mempererat persatuan dikalangan peternak, pencinta dan penggemar. Hal lain untuk mengenalkan ayam Gaga’ yaitu dengan dibentuknya perkumpulan atau organisasi penggemar ayam Gaga’ setingkat Provinsi Sulawesi Selatan yang di kenal dengan Persatuan Penggemar dan Pelestari Manu Macawa (P3MM), harapan kedepannya berusaha untuk memajukan dan mengembangkan agar ayam Gaga’ ini bisa berkembang dan tetap terjaga kelestariannya.

Ayam Gaga´ salah satu ternak lokal asli Indonesia yang memiliki ciri khas tersendiri, seyogyanya dapat mampu menjadi ikon berharga bagi Provinsi Sulawesi Selatan dan mampukah ayam Gaga’ bertahan dan terus berkembang menjadi rumpun/galur ternak Indonesia yang terjaga kelestariannya? (YNT)

ayam Gaga sebagai simbol status sosial dan simbol keperkasaan serta simbol

kepahlawanan

Page 26: Bibit Maret 2012_print

2424 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Laporan

Pembibitan Sapi di Bawah Kaki gunung Sago

Udara dingin langsung terasa ketika tiba di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Potong Padang Mangatas,

ini disebabkan karena letaknya yang berada di bawah kaki Gunung Sago dengan temperatur udara mencapai 180 s.d 280 C. Selain udara dingin kita juga akan disuguhkan pemandangan indah berupa hamparan padang gembala yang luasnya ±240 Ha dengan sapi-sapi yang sedang digembalakan. BPTU Sapi Potong

Rani Istriani, S.PtWasbitnak

Padang Mangatas yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan awal berdiri tahun 1916 oleh Pemerintah Hindia Belanda dan ternak yang dikembangbiakan berupa kuda kemudian berkembang pada tahun 1935 didatangkan sapi Zebu dari Benggala India untuk dikembangbiakan. Pada zaman Revolusi Kemerdekaan kegiatan terhenti, kemudian tahun 1950 oleh Wakil Presiden Dr. Moh. Hatta dipugar

kembali dan dijadikan sebagai Stasiun Peternakan Pemerintah dan di beri nama Induk Taman Ternak (ITT) Padang Mangatas. Seiring berkembangnya zaman ITT Padang Mangatas terus mengalami perubahan dan pembaharuan hingga akhirnya berdasarkan keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 292/Kpts/OT.210/4/2001 tanggal 16 April 2002 ITT Padang Mangatas berubah nama menjadi Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Potong Padang Mangatas

Pedet merumput di sisi kandang sapi dewasa

Page 27: Bibit Maret 2012_print

2525

Laporan

dengan wilayah kerja meliputi seluruh propinsi di Indonesia.

Saat ini BPTU Sapi Potong Padang Mangatas dipimpin oleh Ir Sugiono dengan jumlah pegawai 103 orang. Kedepannya BPTU Sapi Potong Padang Mangatas berharap dapat mewujudkan visi balai untuk menjadi pusat penghasil bibit sapi potong unggul Nasional.

Sesuai dengan keputusan Mentan Nomor 292/KPTS/OT.210/4/2001 struktur organisasi BPTU Sapi Potong Padang Mangatas terdiri dari Kepala Balai, Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Pelayanan Teknik Pemeliharaan Bibit, Seksi Pelayanan Teknik Produksi, Seksi Jasa Produksi dan Pejabat Fungsional Wasbitnak (Pengawas Bibit Ternak), Wastukan (Pengawas Mutu Pakan), Medik dan Para Medik Veteriner. Dalam pelaksanaannya BPTU Sapi Potong Padang Mangatas memiliki tugas pokok melaksanakan pemuliaan, produksi dan pemasaran bibit sapi potong unggul. Populasi ternak sapi saat ini berjumlah 224 ekor Simmental dan 25 ekor Simmental Cross dimana saat ini telah menghasilkan sebanyak 51 sapi simental calon bibit yang siap disebarkan keseluruh Indonesia. Dengan padang pengembalaan yang terhampar, sistem

pemeliharaan yang dilakukan yaitu pengembalaan dengan rotasi (Rotation Grazing). Pemeliharaan khusus semi intensif juga dilakukan kepada sapi sakit, sapi melahirkan, pedet, sapi jantan dalam masa istirahat dan keperluan lainnya. Dengan demikian diharapkan bibit sapi potong unggul yang dihasilkan terjamin dan bebas dari penyakit.

Program produksi bibit yang dilaksanakan ditujukan untuk menghasilkan sapi Simmental murni, selain itu juga dicanangkan program pemurnian dan upgrading sapi pesisir sebagai salah satu sumber genetik lokal sapi potong. Kegiatan pembibitan di BPTU Sapi Potong Padang Mangatas, dimulai dengan menyediakan bibit betina dan jantan unggul. Bibit betina didapatkan dengan dua cara yaitu melalui import langsung dari australia dan melalui proses penjaringan. Sedangkan bibit jantan di dapat dalam bentuk straw dan juga pejantan yang langsung diimport dari luar negeri maupun seleksi pejantan produksi dari BPTU itu sendiri. Bibit-bibit tersebut telah teregistrasi dan bersertifikat. Petugas lapangan yang terlatih selalu mengawasi sapi baik di kandang maupun di lapangan, termasuk

pengawasan terhadap kondisi birahi sapi-sapi yang telah dikawinkan/IB selalu dipantau dan dilakukan PKB setelah dua bulan perkawinan. Pencatatan/recording untuk mengetahui kondisi dan riwayat ternak secara benar seperti silsilah ternak, perkawinan, kelahiran (tanggal lahir, berat lahir,panjang badan), pertambahan berat badan, berat sapih, berat 1 tahun, pakan dan kemampuan produksi) dilakukan menggunakan sistem aplikasi SISPO_Patas (Sistem Informasi Sapi Potong Padang Mangatas). Seleksi dilakukan secara terus menerus agar bibit yang dihasilkan sesuai dengan kualitas/standar serta bebas dari cacat fisik, cacat bawaan sehingga bibit yang didistribusikan ke konsumen benar-benar terjamin. Sapi-sapi hasil seleksi yang tidak layak sebagai bibit kemudian di culling sebagai bakalan dan sapi afkir di jual. Dalam pelaksanaan kegiatan, BPTU Sapi Potong Padang Mangatas juga menyediakan layanan publik, baik menyangkut kegiatan teknis peternakan maupun pelayanan jasa lainnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas bibit sapi potong di masyarakat dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia petrnakan sapi potong. (AWW)

Sapi di padang gembalaan

Page 28: Bibit Maret 2012_print

Balai Inseminasi Buatan (BIB) Ungaran Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah boleh

jadi merupakan salah satu lembaga perbibitan tertua di Indonesia. Cikal bakal lembaga ini telah dirintis sejak tahun 1953 melalui program pemerintah kala itu, yakni rencana kesejahteraan istimewa dengan membentuk Balai Pembenihan Ternak di desa Sidomulyo daerah Ungaran Kabupaten Semarang. Balai ini untuk pertama kalinya telah mengaplikasikan inseminasi buatan dengan menggunakan semen cair di Jawa Tengah. Namun demikian, upaya pemanfaatan bioteknologi reproduksi ini tersendat karena sejak tahun 1972 balai yang berganti nama menjadi Unit

Laporan

MENgANgKAT PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PERBIBITAN DAERAHOleh: Bagus Pancaputra

Pelaksana Teknis (UPT) Inseminasi Buatan Sidomulyo hanya melaksanakan inseminasi buatan menggunakan semen beku impor. Penggunaan semen beku impor mulai dialihkan kepada semen beku dalam negeri setelah BIB Nasional menyalurkan produksi semen beku sendiri sejak tahun 1976. Mulai saat itu pula, UPT IB hanya berperan sebagai distributor semen beku.

Upaya merintis kembali pemanfaatan bioteknologi reproduksi dengan mengoptimalkan aplikasi teknologi inseminasi buatan dimulai sejak tahun 2002, yakni dengan merevitalisasi UPT IB menjadi BIB Ungaran. Perubahan ini dirintis melalui Proyek Peningkatan Fungsi UPT IB Sidomulyo. BIB Ungaran dikukuhkan dengan Peraturan Daerah

No.1 tahun 2002 tanggal 2 April 2002. Lebih lanjut pada tanggal 27 Pebruari 2003, Gubernur Provinsi Jawa Tengah meresmikan berdirinya BIB Ungaran.

BIB Ungaran terletak + 2 km dari ibukota Kabupaten Semarang dengan ketinggian dari permukaan laut sekitar 316 meter. Suhu udara disekitar balai cukup sejuk yakni antara 240 – 300 C. Instalasi yang dimiliki balai di antaranya gedung perkantoran, laboratorium uji dan produksi semen, klinik bull, kandang bull, lahan hijauan pakan ternak, dan asrama. Instalasi ini berdiri di atas lahan seluas + 7 Ha. Sedangkan jenis ternak pejantan yang ada terdiri dari pejantan sapi potong, sapi perah dan pejantan Kambing Kaligesing.

Komposisi pejantan BIB Ungaran seperti tabel berikut.

Direktur Perbibitan Ternak dan Penulis berfoto bersama kepala BIB Ungaran

26 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Page 29: Bibit Maret 2012_print

27

Laporan

Merespons kuatnya keinginan untuk mengoptimalkan sumberdaya genetik ternak lokal, kaitan upaya pencapaian Program Swasembada Daging Sapi/ Kerbau, maka potensi yang harus ditingkatkan adalah ketersediaan semen beku adalah sapi PO, sedangkan bibit ternak yang perlu terus digali oleh daerah di antaranya sapi Jawa Brebes (Jabres), kambing Kaligesing, domba Wonosobo, domba Batur, itik Tegal, dan sumberdaya genetik ternak asal Jawa Tengah lainnya. Oleh sebab itu, pemerintah terus mendorong pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota agar berlomba mengajukan usulan ternak lokalnya untuk ditetapkan sebagai sumberdaya genetik ternak asal daerahnya.

Kembali pada kiprah BIB Ungaran dalam memberi kontribusi aspek perbibitan ternak, balai sejak berdirinya (tahun 2002) telah mampu menghasilkan semen beku sebanyak lebih dari 2 juta dosis semen sapi. Semen beku hasil produksi balai disalurkan keseluruh kabupaten dan kota yang membutuhkan di provinsi Jawa Tengah. Sampai saat ini semen beku yang disalurkan sebanyak lebih dari 1,7 juta dosis. Cukup besarnya

kontribusi semen beku balai terhadap pemenuhan kebutuhan semen beku di daerah–ke depan Direktur Perbibitan Ternak berharap agar BIB Ungaran juga dapat memasok kebutuhan semen beku khusus untuk jenis sapi lokal tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan daerahnya–namun juga ke luar provinsi Jawa Tengah. Dalam hal ini, pasokan mengarah kepada pemenuhan kebutuhan semen beku sapi PO yang memang potensial di provinsi Jawa Tengah.

Menurut Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2012 ini BIB Ungaran telah mempersiapkan untuk mengadakan sapi PO dan sapi Brahman sebanyak delapan ekor. Sumber dana yang dibutuhkan untuk mengadakan sapi-sapi tersebut berasal dari APBD dan APBN. Pejantan sapi lokal yang diadakan direncanakan berasal dari kabupaten Kebumen yang cukup banyak menyediakan calon pejantan sapi PO dan sapi Brahman teruji.

Kiprah BIB Ungaran dalam menyediakan semen beku berkualitas kiranya sudah cukup teruji dan tidak kalah dengan BIB Nasional. Hal ini disebabkan oleh bekal balai dalam menghasilkan semen beku sudah terakreditasi baik oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) maupun oleh lembaga independen lain (URS). BIB Ungaran yang memiliki visi “Menjadi Balai Inseminasi Buatan (BIB) yang berkualitas, profesional dan kompetitif untuk meningkatkan genetik ternak di Jawa Tengah.” sejak tahun 2008 telah mempeproleh sertifikat ISO 9001 : 2000 yang diperbarui dengan ISO 9001 : 2008 pada tahun 2009, berbarengan dengan diperolehnya sertifikat ISO 17025 : 2005. Selain kedua sertifikat kompetensi tersebut, balai juga telah memperoleh penghargaan berupa Plakat Abdi Bhakti Tani pada tahun 2005 dan 2006, serta Piagam Citra Pelayanan Prima pada tahun 2007.

Sesuai visi yang dicanangkan BIB Ungaran, kiranya upaya pemerintah untuk meng-optimalkan sumberdaya genetik ternak lokal mendapat sambutan baik di daerah. Dengan demikian upaya pencapaian Swasembada Daging Sapi/Kerbau melalui peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal akan terpenuhi. Tambah lagi, upaya BIB Ungaran dapat memicu UPT-UPT perbibitan ternak daerah lain untuk melakukan upaya serupa sesuai potensi kekayaan sumberdaya genetik daerahnya. (AWW)

No Jenis Pejantan Jumlah Umur (thn) Asal

1. Sapi Potong1) Simmental2) Limousine3) Brahman4) Brangus5) PO

2111112

5 – 83 – 12

963

AustralliaAustraliaBanten

Jawa TengahJawa Tengah

2. Sapi Perah/FH 4 3 – 6 Jawa Tengah3. Kambing Kaligesing 20 - Jawa Tengah

Dalam rangka mengangkat peran UPT Pembibitan Daerah, Direktur Perbibitan Ternak dalam kesempatan peninjauan ke BIB Ungaran pada tanggal 16 Pebruari 2012, telah memotivasi semangat jajaran pimpinan unit teknis di daerah (Kepala Dinas Provinsi dan Kepala BIB Ungaran) untuk lebih berbuat dalam memberi kontribusi pembangunan peternakan dari aspek perbibitan ternaknya. Direktur menekankan perlu dan pentingnya mempertahankan sumberdaya genetik ternak lokal. Salah satu upaya memajukan ternak lokal yakni dengan mengoptimalkan peran BIB Ungaran untuk menghasilkan dan memenuhi kebutuhan semen beku dari pejantan ternak lokal. Lebih lanjut disampaikan bahwa pimpinan Dikretorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahkan pada tingkat kementerian; sudah mengindikasikan pentingnya aspek perbibitan ternak. Kementerian Pertanian sudah berkomitmen untuk menyediakan kebutuhan anggaran yang diperlukan untuk memperkuat aspek perbibitan ternak. Hal ini sejalan dengan program kerja kegiatan perbibitan ternak yang dicanangkan yakni peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit ternak dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal.

Direktur Perbibitan Ternak mendengarkan penjelasan dari pengelola BIB Ungaran

Page 30: Bibit Maret 2012_print

Laporan

PROgRAM BPTU SAPI POTONg PADANg MENgATAS DALAM MENDUKUNg PERBIBITAN TERNAKOleh: Rifki Elfajri

BPTU Sapi Potong Padang Mengatas merupakan salah Unit Pelaksana Teknis Ditjen Peternakan dan

Kesehatan Hewan yang berperan dalam melaksanakan produksi bibit sapi potong yang unggul.BPTU berlokasi di Padang Mengatas Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat yang memiliki areal seluas 280 Ha. Ketinggian 700-900 m dpl. Iklim tropis dengan suhu 18-280C (rata-rata 230C) . Kelembaban sebesar 70% serta curah hujan sebanyak 1800 mm/ thn. Jenis tanah podsolik merah kuning, tekstur liat, dengan keasaman tanah/PH 5,6. Keadaan ini sangat baik dan sesuai untuk pengembangan perbibitan sapi.

Dalam usaha pengembangan

pembibitan sapi BPTU Sapi Potong Padang Mengatas melaksanakan kegiatan : (1). Melaksanakan pemuliaan, produksi, promosi, distribusi dan pemasaran bibit sapi potong unggul; (2). Melaksanakan dan menguji komponen inovasi bioteknologi sapi potong dan bentuk dukungan kelembagaan yang tepat dalam upaya memenuhi aneka tuntutan kondisi wilayah usaha peternakan.

Kegiatan dimaksud ditujukan untuk : (1). Meningkatkan populasi sapi potong melalui perbaikan produksi dan produktifitas bibit sapi potong; (2). Menerapkan.inovasi dan diseminasi teknologi pengembangan sapi potong; (3). Menyediakan dan menyebarkan bibit sapi potong unggul bersertifikat; (4). Melaksanakan

Simmental PKM 0978

Lahir : 24/03/2010Berat Lahir : 40 KgStatus : Calon Bull Bapak Top PC 149 Induk 783/TOP PD 024

Quaindering Wright

Topweight Bettina 126Woonallee Vision Z 48

Topweight Bettina 315

28 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Page 31: Bibit Maret 2012_print

29

Laporan

PROgRAM BPTU SAPI POTONg PADANg MENgATAS DALAM MENDUKUNg PERBIBITAN TERNAK

pelayanan teknis yang prima dan pelayanan jasa terkait dengan sapi potong; (5). Meningkatkan kualitas sumber daya insani aparatur dan pelaku usaha ternak sapi.

Tujuan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dikemukakan diatas pada dasarnya untuk mencapai sasaran : (a). Melakukan pengembangan bangsa sapi potong melalui Sapi Simental, Limosin dan sapi Lokal Pesisir; (b). Melaksanakan distribusi dan pemasaran melalui promosi keunggulan kompetityif sapi potong unggul; (c). Melaksanakan pengembangan peternak sapi potong unggul melalui pendidikan non formal; dan (d). Meningkatkan pelayanan dengan memberikan dukungan kelembagaan.

Program kerja yang sedang di jalankan balai diantaranya: (1). Pengembangan bibit sapi potong unggul; dalam hal ini BPTU SP padang mengatas dapat menyediakan bibit unggul pejantan dan betina utuk program replasmen bull dan betina serta penambahan populasi pejantan di BIB di daerah serta penambahan populasi betina di BET mellalui pemuliaan, perkawinan, penyediaan pakan, pemeliharaan kesehatan, perbaikan sarana prasarana, recording yang baik dan penyediaan bibit sapi simental, limosin serta sapi

lokal pesisir. Selanjutnya (2). Program Distribusi dan Pemasaran Bibit, yakni upaya terlaksananya promosi bibit sapi hasil produksi BPTU SP Padang Mengatas dilaksanakan melalui penetapan sistem distribusi dan pemasaran,

Simmental PBM 1393

Lahir : 26/02/2010Berat Lahir : 35 KgStatus : Calon Bull Bapak : Look Cooper Induk : Pom 0549

Simmental PKM 0976

Lahir : 28/04/2010Berat Lahir : 35 KgStatus : Calon Bull

Bapak LGK PB 638

Induk D 26 /HRT PD 026

Quaindering Wichita

Bandeeka V PuffWillandra Anaconda

NU Plains Blanche

mempersiapkan sarana promosi, website dan melakukan kontrak kerja dengan pihak pemerintah dan swasta.

Adapun peran balai kaitan menyongsong swasembada bull pada tahun 2013, pada tahun ini balai telah menghasilkan bibit pejantan unggul sebanyak 13 ekor yang siap didistribusikan. Beberapa contoh calon sapi pejantan yang didistribusikan di antaranya dengan kode, Simmental PKM 0976, Simmental PKM 0978, dan Simmental PBM 1393. (BPC)

Page 32: Bibit Maret 2012_print

PARSAORAN SILALAHI, S.Pt, M.Si

Manajemen Perbibitan

untuk mencapai efisiensi reproduksi ternak babi yaitu:1. Mengawinkan babi pada waktu puncak birahi.

Induk babi akan birahi setiap 21 hari sekali, atau dengan kisaran 18-23 hari. Babi betina dewasa mempunai siklus birahi biasanya tetap sepanjang tahun. Waktu yang dibutuhkan oleh induk babi untuk menerima penjantan untuk mengawini induk kira-kira 50 jam (kisaran normal 24-72 jam). Pada saat birahi, induk betina menalami perubahan tingkah laku, yaitu suka mengganggu babi pejantan, kegelisahan meningkat, menaiki betina lain, dan nafsu makan akan menurun. Selain itu induk babi betina mengeluarkan suara yang khas

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK BABI

Induk babi yang baik adalah induk babi yang menghasilkan anak babi yang banyak dalam satu tahun. Induk babi yang baik diharapkan

dapat menghasilkan anak babi 25 ekor per tahun dengan litter size lahir 10 ekor. Biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan 20 ekor anak babi pertahun dan 20 ekor anak babi pertahun tidak berbeda jauh, sehingga efisiensi reproduksi perlu dilakukan untuk mencapai 25 ekor per tahun. Siklus reproduksi yang singkat dan litter size sapih yang tingggi akan sangat menentukan efisiensi ini. Beberapa hal perlu dilakukan untuk mencapai efisiensi ini.

Beberapa hal yang perlu dilakukan

merengut yang ritmik. Sel telur dapat hidup dalam waktu yang sangat pendek, dengan demikian kesempatan berhasil dibuahi adalah sangat besar apabila pengawinan terjadi 6-12 jam sebelum pelontaran sel telur atau 12- 36 jam setelah mulai terlihat ciri-ciri birahi. Pengawinan pada waktu yang tepat akan menjamin banyak sel telur yang dibuahi, sehingga peluang litter size lahirnya juga tinggi.

2. Menghindari induk babi dari stress selama kebuntingan

Pada masa kebuntingan dibagi atas tiga fase yaitu fase pre implantasi, embrio dan fetus. Pada masa implantasi sejak hari pertama hingga ke-12, apabila sel

Jumlah pemberian makanan pada induk babi harus dihindari dari kemungkinan terlalu banyak dan terlalu sedikit

30 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Page 33: Bibit Maret 2012_print

31

Manajemen Perbibitantelur yang dibuahi hanya empat buah maka corpus luteum akan meregres kembali dan induk babi akan birahi kembali. Kematian embrio babi sangat tinggi terutama pada fase pre implantasi.

Pada masa kebuntingan, kematian embrio bisa mencapai 60% dari total sel telur yang dibuahi. Kejadian kematian embrio saat kebuntingan dapat ditekan dengan memperlakukan induk babi secara halus, mengandangkan induk babi yang baru dikawinkan di dalam kandang individu dan menyiram babi dengan air pada saat cuaca panas.

3. Membatasi pakan babi selama kebuntingan.

Secara teoritis, ransum yang sempurna untuk induk babi yang sedang bunting harus menyediakan zat-zat makanan untuk secara simultan dapat digunakan untuk: hidup pokok, untuk perkembangan anak-anak babi yang sedang dikandung, menyimpan cadangan zat-zat makanan, mensuplai zat-zat makanan yang menjamin pertambahan berat badan induk yang bersangkutan (khusus induk yang belum mencapai dewasa tubuh).

Jumlah pemberian makanan pada induk babi harus dihindari dari kemungkinan terlalu banyak dan terlalu sedikit. Induk babi yang mempunyai berat badan 150 kg dapat dianjurkan 1,3-1,6 kg/100kg berat badan untuk seekor sehari, sedangkan yang mempunyai berat badan lebih dari 200 kg jumlah tersebut relatif menurun, yakni 1,0-1,25 kg/100 kg berat badan untuk seekor sehari, dengan makanan kering udara. Dianjurkan untuk menambah 0,5 kg/ekor/hari dari jumlah tersebut diatas pada waktu induk tersebut sedang dikawinkan dan pada 1/3 bagian terakhir dari masa kebuntingan. Untuk induk babi yang bersifat rakus maka sebaiknya diberikan makan pada kandang khusus (individu). Hal ini juga dapat diakali dengan memberikan makanan yang murah atau yang bersifat “bulky” yang biasa digunakan adalah tepung hijauan leguminosa dan tepung tongkol jaguang dan hanya untuk sifat mengisi perut induk babi.

4. Mendampingi saat induk babi beranak

Peternakan babi komersial biasanya telah menggunakan kandang babi induk beranak khusus pada saat induk babi mau beranak. Kandang ini digunakan agar induk babi tidak menindih anaknya yang baru lahir. Kendala baru juga ditemukan saat menggunakan kandang khusus beranak ini. Peranan induk untuk membersihkan lendir yang menutupi

hidung dan mulut anak babi saat dilahirkan diganti oleh peternak. Apabila peternak tidak mendampingi induk babi saat beranak, maka besar kemungkinan anak babi akan mati tidak bisa bernafas.

5. Menambah jumlah pakan induk setelah melahirkan

Induk babi setelah beranak membutuhkan pakan lebih banyak dari induk babi pada periode lainnya. Pada saat laktasi induk babi membutuhkan pakan yang banyak untuk menghasilkan air susu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya. Selain jumlah pakan induk babi ditambah dari periode bunting, induk babi juga harus diberi pakan lebih sering untuk menghindari induk babi dari kekurangan pakan. Frekwensi pemberian pakan tiga hingga empat kali perhari akan lebih bermanfaat daripada memberi pakan dua kali sehari dengan jumlah pakan yang sama. Hijauan menjadi perangsang produksi air susu, sehingga sangat baik sebagai sumber zat-zat makanan namun yang perlu diperhatikan adalah induk babi diberi hijauan yang bebas dari parasit.

6. Menyapih anak babi pada umur 25 hari

Target untuk menyapih anak babi pada umur 25 hari adalah hal yang mungkin dilakukan agar induk babi dapat beranak 5 kali dalam dua tahun. Menyapih anak babi dalam umur 25 hari juga bukan merupakan sesuatu yang mudah dicapai. Pada umur 25 hari sebenarnya anak babi masih membutuhkan air susu, tetapi

air susu dapat diganti dengan pakan yang berkualitas tinggi. Pakan yang mengandung nutrisi yang seimbang dan memenuhi kebutuhan anak babi dapat menggantikan air susu. Penyapihan pada umur 25 hari juga harus memperhatikan pertumbuhan dan kesehatan anak babi. Jika pada umur tersebut anak babi telah mencapai bobot badan 6-7 kg per ekor maka anak babi tersebut sudah cukup baik untuk di sapih.

7. Melakukan flushing supaya induk kering cepat birahi kembali

Peternak berharap induk babi yang baru menyapih anaknya segera birahi dan segera dikawinkan. Semakin baik nutrisi induk babi saat laktasi maka semakin cepat induk babi birahi kembali. Induk babi yang baik akan birahi kembali 4-5 hari setelah menyapih. Flushing juga dapat dilakukan untuk mempercepat birahi ini. Flushing setelah beranak dilakukan dengan menambah jumlah pakan dengan energi yang tinggi. Flushing ini juga bermanfaat untuk menambah sel telur yang akan diovulasikan dan menambah peluang jumlah anak babi yang akan difertilisasi dan akibatnya semakin besar jumlah anak babi yang akan dilahirkan.

Semakin efisien induk babi maka akan semakin banyak anak babi yang akan diperoleh setiap tahun. Dan semakin banyak anak babi yang diperoleh setiap tahun maka keuntungan yang diperoleh juga akan semakin besar. Beberapa hal yang telah dijelaskan diatas dapat dilakukan untuk mencapai efisiensi reproduksi ini. (YNT)

Mendampingi saat induk babi beranak

Page 34: Bibit Maret 2012_print

Pepatah mengatakan bahwa “Bangsa yang memiliki banyak ternak tidak akan pernah miskin, bangsa yang miskin ternak tidak

akan pernah menjadi kaya”. Pepatah ini terbukti benar, bangsa maju seperti Australia, Selandia Baru, Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat, pada umumnya mampu berswasembada ternak karena memiliki basis peternakan yang kuat.

Indonesia memiliki potensi ternak sapi potong yang luar biasa, dan pangsa pasar dalam negeri pun sudah sangat terbuka tapi mengapa potensi tersebut belum mampu membangkitkan dunia peternakan di Indonesia? Jika kita tidak mampu menciptakan keunggulan komparatif yang menunjang peternakan di masa depan, Indonesia akan tetap menjadi negara yang miskin ternak.

Peternakan sapi potong di Indonesia masih dikelola secara tradisional, menggunakan kualitas bibit yang buruk

BETERNAK SAPI……., SIAPA TAKUT??

Dani Kusworo,SPt

Manajemen Perbibitan

serta pola manajemen pemeliharaan ala kadarnya sehingga tidak mengherankan apabila sapi yang dipelihara memiliki pertambahan bobot harian yang sangat rendah. Kondisi ini jelas sangat merugikan peternak sendiri karena kurang mendapatkan hasil yang memuaskan. Jangankan berkembang, untuk bertahan pun sudah kepayahan, sehingga banyak peternak lebih memilih menjual sapi mereka dan menggantinya dengan motor kreditan, dan beralih profesi menjadi tukang Ojeg.

Prospek usaha pembibitan sapi potong mempunyai peluang yang besar, hal ini terlihat dari tingkat konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya, karena peningkatan jumlah penduduk, jumlah pendapatan dan bertambahnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya gizi. Namun demikian apabila dibandingkan dengan masyarakat

di kawasan Asia Tenggara tingkatan Indonesia dalam mengkonsumsi daging sapi tergolong masih sangat rendah. Konsumsi daging sapi masyarakat Malaysia sudah mencapai 30 kg/kapita/tahun, sedangkan di Indonesia 7 kg/kapita/tahun.

Kebutuhan bibit sapi potong di Indonesia masih sangat besar. Hal ini dikarenakan bibit sapi potong merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai nilai strategis dalam upaya mendukung terpenuhinya kebutuhan sapi bakalan dan daging terutama dalam mendukung swasembada daging sapi 2014. Cara utama untuk meningkatkan keseimbangan penyediaan dan kebutuhan ternak sangat tergantung pada ketersediaan bibit yang berkualitas. Oleh karena itu upaya perbaikan mutu dan penyediaan bibit yang memenuhi standar dalam jumlah yang cukup dan

Bibit sapi PO yang ideal

32 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Page 35: Bibit Maret 2012_print

33

Manajemen Perbibitan

Penulis saat berkunjung ke BPTU Ayam Arab dan Sapi Dwiguna Sembawa

tersedia secara berkelanjutan serta harga terjangkau harus diupayakan secara terus menerus.

Kita perlu belajar dari Bangsa Korea, dimana lima puluh tahun yang lalu, bobot hidup sapi potong lokal mereka tak lebih dari 350 Kg, namun berkat kerja keras mereka, sapi-sapi tersebut saat ini mampu mencapai 800 Kg bahkan 1 Ton lebih. Ketika ditanya teknologi apa yang dipergunakan, jawabannya adalah rekording yang akurat dan berlanjut, seleksi ketat induk, inseminasi buatan, dan manajemen pemeliharaan yang baik. Sebenarnya teknologi ini juga sudah dikenal oleh Bangsa Indonesia lima puluh tahun yang lalu dan sudah menghasilkan guru-guru besar serta Profesor di bidang peternakan, tapi sayang, ternak dan peternak kita masih sama seperti 50 tahun yang lalu.

Pengembangan pembibitan ternak sapi potong di negara kita berjalan alamiah tanpa perlakuan khusus, sehingga bibit yang dihasilkan relatif kurang berkualitas. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki kondisi tersebut di atas. Diantaranya pada tahun 2010 Kementerian Pertanian melalui Direktorat Perbibitan Ternak telah melaksanakan kegiatan pengembangan pembibitan ternak sapi yang didanai melalui dana APBN-P dengan memberdayakan kelompok-kelompok yang telah mempunyai usaha pembibitan sapi sebelumnya. Program ini juga memberikan ilmu dan pengalaman tentang pembibitan yang baik, seperti pemilihan kualitas bibit sapi potong unggul, pemeliharaan dengan sistem rekording yang baik, kesehatan ternak, pemasangan microchip dan pengadaan peralatan yang berhubungan dengan pembibitan.

Program pembibitan yang lainnya antara lain melalui pengaturan perkawinan dengan menggunakan ternak-ternak unggul, baik melalui kawin alam maupun kawin suntik (insemenasi buatan/IB). Selain itu untuk jangka panjang di setiap kabupaten/kota diharapkan terbentuk kawasan pembibitan rakyat (village breeding centre/ VBC) sebagai pusat penghasil bibit ternak unggul di Indonesia. Upaya peningkatan kualitas multi genetik pun telah dilakukan, antara lain peningkatan mutu genetik bibit ternak sapi potong melalui teknologi reproduksi (IB dan Transfer embrio/TE).

Untuk mencukupi ketersediaan bibit sapi potong dan mencegah berkurangnya ternak sapi potong betina produktif perlu dilakukan pengendalian terhadap

ternak ruminansia betina produktif yang dikeluarkan atau dipotong oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No.18 tahun 2008 yang melarang adanya pemotongan betina produktif, dan diperkuat dengan adanya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35 tahun 2011 tentang pengendalian ternak ruminansia betina produktif. Hal ini dimaksudkan sebagai dasar dalam mencegah pemotongan ternak ruminansia betina produktif dengan tujuan untuk mempertahankan betina prooduktif yang akan digunakan sebagai penghasil bibit ternak sehingga ketersediaan bibit dapat terpenuhi.

Untuk mewujudkan suatu peternakan yang berkelanjutan perlu pola pembibitan dan pemeliharaan ternak secara terpadu, diantaranya dengan melakukan sistem pencatatan (rekording) yang baik, penyeleksian induk yang berkualitas secara ketat, inseminasi buatan maupun embrio transfer, dan manajemen pemeliharaan yang menunjang pada usaha peternakan yang menguntungkan (profitable). Dengan demikian, harapan dan cita-cita untuk dapat mewujudkan tersedianya sapi potong yang memiliki kualitas bibit yang baik akan terwujud dan pada akhirnya akan memberikan nilai tambah bagi peternak serta membantu

pemerintah untuk mengurangi nilai ketergantungan impor bakalan dari negara lain.

Kami bermimpi suatu saat nanti, Indonesia tidak lagi mendatangkan ratusan ribu ekor sapi potong dari luar negeri karena kita mampu memenuhi kebutuhan sapi potong dari dalam negeri sendiri dengan memberdayakan peternakan rakyat yang ada di Indonesia. Namun mimpi saja tidaklah cukup...kita harus berusaha untuk mewujudkannya. Oleh karena itu mari kita tumbuhkan semangat para peternak dan perbaiki sistem peternakan di negeri kita. Akhir kata.... “Ayo beternak bibit sapi potong!”. (NSP)

Referensi : - Himpunan peraturan perundang-

undangan Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Sekretariat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Jakarta 2010

- e Farm Nusantara Organization 2010 http://3farm.wordpress.com/

- Campbell, J.R. dan J.F. Lasley. 1985. The Science of Animal that Serve Humanity. 2nd Ed.,Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi

Calon Pengawas Bibit Ternak

Page 36: Bibit Maret 2012_print

34

Oleh: Drh. SuhardiBBPTU Sapi Perah Baturraden

Pengalaman dalam menangani kasus kawin berulang secara murah dan praktis, kasus seperti ini harus ada solusi tepat dan cepat, terlebih di era kejar target pemenuhan swasebada daging tahun 2014. Berawal dari pengalaman di lapangan sebagai tenaga mandiri, sebelum bekerja di salah satu UPT Pusat yang membidangi perbibitan ini, tepatnya di satu Puskeswan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul DIY, ada kebiasaan peternak menjual ternaknya yang sudah berkali-kali dikawinkan (repeat breeder) tetapi tidak kunjung bunting. Begitu juga ketika mendapat tugas melakukan program sinkronisasi di Wilayah Kalimantan Barat pada Bulan November tahun 2010 banyak dijumpai kasus serupa, yang kemudian sapi dijual untuk dipotong.

34 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Sains dan Teknologi

CARA MURAH DAN PRAKTIS ATASI KASUS KAWINBERULANg (REPEAT BREEDER) PADA SAPI

Definisi kawin berulang, menurut Hardjopranjoto (1995), adalah induk hewan yang mempunyai siklus birahi yang normal

dan gejala birahi yang jelas, tetapi bila dikawinkan dengan pejantan yang subur atau diinseminasi buatan dengan air mani yang bermutu tinggi berulang-ulang tidak pernah menjadi bunting. Kondisi tubuh induk normal dan kesehatannya juga baik tanpa gejala penyakit yang terlihat.

Repeat breeder dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah faktor kegagalan pembuahan maupun faktor kematian embrio dini. Faktor kegagalan pembuahan terjadi karena kelainan anatomi saluran reproduksi, kelainan ovulasi, sel telur dan sel sperma yang abnormal, dan kesalahan pengelolaan reproduksi. Sedangkan faktor kematian embrio dini terjadi karena adanya:

a. kelainan genetik seperti adanya gen lethal yang melekat pada sel telur menyebabkan embrio yang terbentuk segera mati.

b. perkawinan se-bapak (in breeding).c. Adanya penyakit/infeksi pada

organ kelamin oleh kuman non spesifik seperti stafilokokus, streptococus, E. Coli, P. aeroginosa, dan C. pyogenis dari kandang yang tidak terjamin kebersihanannya;

d. Peradangan ringan pada uterus (sub klinis);

e. Pengaruh ketidakseimbangan hormon pada awal kebuntingan (hormon estrogen yang berlebihan kekurangan hormon progesteron)

Di antara beberapa faktor di atas, fokus pada faktor peradangan uterus sebagai penyebab terbesar kematian embrio dini. Hal ini mengacu pada temuan Randel (1986) bahwa hampir 90 % dari induk sapi sampai 10 hari setelah

melahirkan masih dapat ditemukan banyak bakteri. Populasi mikroorganisme yang berlebihan dalam saluran alat kelamin betina dan beberapa penyakit virus dapat menyebabkan kematian embrion dini (Hardjopranjoto, 1995).

Penanganan repeat breeder murah dan praktis

Dikatakan murah dan praktis karena hanya menggunakan bahan yang murah dan mudah di dapat yaitu menggunakan Povidon iodine 1-2 % sebanyak 20-100 ml yang dimasukkan ke dalam uterus (infusi intra uterin) dengan bantuan alat gun IB, plastik sheet IB dan supit ukuran 20 atau 50 ml. Praktis karena bisa langsung diberikan beberapa saat setelah sapi dikawinkan, tanpa harus menunggu waktu istirahat kelamin yang waktunya kadang tidak pasti. Adapun durasi pemberiannya antara 10 menit - 24 jam setelah perkawinan, hingga infeksi dapat diatasi sebelum pembuahan, yaitu 96 jam setelah inseminasi. Pemilihan saat untuk infusi ini bersifat kritis, karena bila diberikan 48 jam setelah inseminasi, akan terbebaskan prostaglandin, yang dapat mengakibatkan keguguran (Subronto, 2007).

Terapi hormonal yang biasa dilakukan pada kasus ini dirasa kurang efisien karena biaya yang dikeluarkan lebih mahal. Pemberian antibiotik, baik sistemik maupun intra uterin beresiko adanya residu antibiotik jika digunakan pada sapi laktasi (sapi perah) menjadi pertimbangan penulis untuk mencoba dengan satu preparat di atas. Selain itu harga povidon iodine sekali terapi jauh lebih murah dari antibiotik, kecuali pada kasus-kasus tertentu yang memang harus menggunakan preparat antibiotik.

Larutan Iodium berkemampuan tinggi dalam menembus sel dan menyebabkan

Page 37: Bibit Maret 2012_print

3535

TAHUN JUMLAH INDUK(ekor)

JUMLAH KELAHIRAN (ekor) PROSENTASE KELAHIRAN

2006 146 125 85.62%

2007 143 114 79.72%

2008 135 64 47.41%

2009 157 100 63.69%

2010 164 136 82.92%

Sains dan Teknologi

gangguan metabolisme di dalam protoplasma sehingga kuman mati. Kuman akan mati di dalam larutan yodium 50 ppm selama satu menit dan untuk spora kuman dibutuhkan waktu 15 menit. Di samping keampuhannya, Iodium menyebabkan rasa perih pada luka, bersifat korosif atau merusak alat-alat kedokteran, meninggalkan warna pada jaringan, meningalkan luka parut yang berlebihan dan bersifat toksik. Akan tetapi dengan ditemukannya polyvinyl pyrrolidon, sediaan yodium dapat dicampurkan dan kelemahan yodium di atas dapat ditekan. Rasa tidak perih, tidak korosif, tidak meningalkan warna pada jaringan, tidak meninggalkan luka parut dan tidak toksik (Subronto et al, 2004). Gabungan sediaan iodium dengan polivinyl pyrrolidon dikenal dengan povidone iodine.

Sediaan yang beredar di pasaran sudah umum dalam konsentrasi 10 %. Untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi lebih kecil digunakan rumus pengenceran yaitu M1.V1 = M2.V2. Misalnya untuk mendapatkan sediaan 50 ml konsentrasi 2 % dari bahan yang tersedia 10 % adalah 10 x V1 = 2 x 50. V1 = 10 ml. V2-V1 = 50 – 10 = 40. Jadi 10 ml Povidon Iodin 10% ditambah 40 ml pengencer (aquadest) akan menghasilkan 50 ml berkonsentrasi 2 %. Dengan cara yang sama dapat dibuat sedian dengan pengenceran sesuai yang diharapkan.

Dengan konsentrasi 1,5 % yang diberikan pada sapi-sapi penderita kawin berulang sebanyak 20 – 50 ml secara intra uterina. Dalam kurun waktu antara akhir 2008 sampai awal tahun 2011 penulis mengaplikasikan pada salah satu farm BBPTU sapi perah Baturraden (Farm Limpakuwus) yang diberikan secara selektif untuk sapi-sapi dengan kasus ekstrim. Hasil sementara dari perlakuan tersebut dapat mengatasi kawin berulang sampai 72 %.

Dengan melakukan hal tersebut diatas diharapkan dapat meningkatkan jumlah kelahiran sapi. Seperti pada catatan kelahiran ternak sapi perah di Farm Limpakuwus Baturraden, target kelahiran dapat terpenuhi. Pada tahun 2010 presentase kelahiran cukup tinggi yaitu 82,92 % dibandingkan dengan kelahiran ideal berkisar 45% - 65% (Hardjopranjoto, 1995).

Tabel angka kelahiran di farm Limpakuwus sejak tahun 2006 (impor) s.d 2010.

Dari uraian di atas semoga dapat dijadikan bahan untuk tukar informasi pengalaman atau pengetahuan di kalangan pengemban tugas peternakan tentang penanganan kasus reproduksi khusunya kawin berulang secara murah dan praktis. Stimulan telaah dan penelitian lebih lanjut sangat diharapkan sebagai bentuk penyempurnaan.

Sebagai masukan dan sekaligus harapan, bahwa penyuluhan dan pelayanan yang tuntas kepada peternak tentang kemajiran dapat diterapkan secara maksimal sehingga peternak tidak gampang menjual ternaknya ke Rumah Potong Hewan (RPH), sebelum dilakukan penanganan secara murah dan praktis. Dengan demikian program penyelamatan ternak betina produktif sebagai salah satu langkah dalam menunjang program swasembada daging tahun 2014 akan berjalan lebih baik. Manfaat ikutan yang lain tentu angka kelahiran dapat meningkat yang turut pula mendukung PSDSK 2014 tersebut di atas. (EMH)

Repeat breeding adalah induk dengan siklus dan gejala birahi yang dan telah dikawinkan berulang-ulang kali tetapi tidak bunting

Page 38: Bibit Maret 2012_print

Kajian

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar Pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh karena

itu Pemerintah RI mempunyai kewajiban diantaranya penyediaan pangan hewani asal ternak yang bergizi tinggi dalam jumlah cukup, harga terjangkau, aman dan halal. Salah satu produk pangan hewani yang bernilai gizi tinggi dan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas generasi bangsa yaitu susu.

Produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) saat ini sebanyak 927,8 ribu ton. Produksi susu segar ini masih didominasi oleh produksi susu asal sapi perah FH. Populasi sapi FH pada tahun 2011 berjumlah 597 ribu ekor dengan pertumbuhan populasi sebesar 7,9% per tahun dan produksi susu sebesar 8,8% per tahun.

Konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia tahun 2010 sekitar 11,82 kg/kapita/tahun masih jauh lebih rendah dibandingkan konsumsi susu negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura yang sudah mencapai di

atas 20 kg/kapita/tahun. Pertumbuhan populasi sapi perah dan pertumbuhan produksinya belum mampu mengimbangi pertumbuhan konsumsi, sehingga sebagian besar produk susu harus diimpor yang semakin lama semakin tinggi. Pada tahun 2010, besaran impor mencapai 78% kebutuhan nasional. Besaran impor ini jauh lebih besar dibanding ekspor sehingga menyebabkan defisit neraca

perdagangan.Ketergantungan impor ini juga

ditunjang oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal pada prinsipnya disebabkan oleh tuntutan penghapusan kebijakan rasio oleh kalangan negara-negara eksportir susu dunia sebagai konsekuensi ratifikasi perjanjian WTO. Sedangkan faktor internal antara lain akibat beragamnya produktivitas sapi perah, rendahnya kualitas susu segar dalam negeri, dan diperparah dengan adanya tuntutan penurunan tarif impor oleh kalangan importir/industri pengolahan susu. Kondisi ini mendorong kalangan industri pengolahan susu lebih condong untuk menggunakan bahan baku susu bubuk impor yang harganya relatif murah dari pada susu segar dalam negeri.

Salah satu permasalahan produksi susu di Indonesia adalah hanya mengandalkan produksi dari sapi perah. Padahal sebenarnya dibeberapa negara di dunia produksi susu banyak disuport oleh produksi susu non sapi perah seperti susu kerbau perah di Asia selatan (India, pakistan, Bangladesh, Mesir, Italia dan

Brazilia) ataupun susu kambing (Timur Tengah dan Afrika) serta susu kuda di Asia Tengah. Oleh karena itu perlu dipikirkan upaya pengembangan ternak perah baik sapi perah non FH dan ternak perah non sapi seperti kerbau, kambing dan kuda yang sesuai dengan kondisi iklim tropis Indonesia. Pengembangan usaha ternak perah yaitu sapi perah FH dan non FH serta non sapi perah (kerbau, kambing

dan kuda) yang akan dikembangkan harus tetap berkomitmen sesuai dengan tujuan pembangunan ekonomi pemerintah yaitu pro poor, pro job dan pro growth.

Sentra produksi susu sapi masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Dalam kegiatan persusuan tersebut dikenal adanya jalur susu. Jalur susu ini meliputi pulau Jawa yaitu di provinsi Jawa Timur di Kabupaten Malang, Pasuruan, Mojokerto, Probolinggo, Gresik dan Kediri. Di Jawa Tengah meliputi Kabupaten Semarang, Salatiga, Boyolali, Klaten, Banyumas dan Karang Anyar. Sedangkan untuk Provinsi Jawa Barat meliputi Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Selatan, Cianjur, Bogor, Sumedang, Garut, Sukabumi, Kuningan dan Tasikmalaya.

Sampai saat ini usaha ternak perah non sapi seperti kerbau, kambing dan kuda belum mendapat perhatian yang cukup sehingga produksi susu yang dihasilkan tidak tercatat dalam produksi susu nasional. Saat ini sentra produksi susu kerbau hanya ada di sekitar kota Medan, Asahan, Tapanuli Utara, Binjai, dan Kabupaten Deli Serdang. Produksi

susu kerbau Murrah di Sumatera Utara bisa mencapai antara 8-15 liter/hari/ekor. Produksi susu kambing belum terdata dengan baik, namun sentra produksi susu kambing yang tercatat saat ini adalah di Jawa Barat (Bogor, Sukabumi dan Cianjur). Sementara di Jawa Tengah ada di Kabupaten Purworejo, Wonosobo, Banjarnegara, Tegal, Kendal dan Semarang. Di Jawa Timur, sentra

SUSU UNTUK INDONESIA CERDAS, MANDIRI DAN BERDAULATOlehM. Mawardi, S.Pt, MT

3636 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Page 39: Bibit Maret 2012_print

37

Kajian

37

KUD dan stakeholders lainnya melakukan berbagai promosi konsumsi susu segar di dalam negeri, terutama dikalangan pelajar sebagai captive market yang dikaitkan dengan program susu sekolah.

Permasaran susu dari peternak ke pengolah melalui berbagai cara yang sangat berpengaruh terhadap pendapatan peternak. Ada beberapa model yaitu:• Dari Peternak àKelompokàKoperasi àIPS

• Dari Peternak àLoper àKoperasi àIPS• Dari PeternakàLoper àKelompok

Tani TernakàKoperasiàIPS• Dari PeternakàLoper àKelompok Tani

Ternak àGabungan Kelompokà Koperasi àIPSUntuk efisiensi dan meningkatkan

margin peternak sapi perah maka mata rantai antara produsen dan konsumen

harus lebih didekatkan lagi, dengan cara pemasaran langsung dari

peternak sapi perah ataupun mendirikan

industri pengolahan susu

yang dikelola oleh peternak sapi perah.

Pembangunan Persusuan Indonesia Ke depan

Salah satu terobosan pembangunan persusuan Indonesia ke depan

kambing ada di kabupaten Malang, Pasuruan. Produksi susu kuda diperkirakan berasal dari daerah Pulau Sumbawa yang sudah sebagian besar dimanfaatkan dan dikomersialkan jika ini digarap secara serius maka dari 409.000 ternak kuda bisa memberikan susu 204.500 liter susu kuda.

Di Indonesia pemasaran susu segar hasil peternakan sapi perah rakyat cenderung tergantung kepada Industri Pengolahan Susu (IPS) dan hanya sebagian kecil dipasarkan langsung ke konsumen. Pengolahan susu oleh peternak dan atau koperasi dapat menambah income peternak. Mengantisipasi kondisi ini pemerintah bekerjasama dengan koperasi/

yaitu tersusunnya Rencana Induk Pengembangan Persusuan Indonesia 2025. Hal ini disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Indonesia 2025. Beberapa permasalahan yang harus diselesaikan dan masuk dalam rencana Induk Pengembangan Persusuan Indonesia 2025 antara lain :1. Peningkatan populasi dan

produktivitas ternak perah yang terdiri dari sapi perah FH dan sapi perah non FH dan ternak non sapi yaitu kerbau, kambing dan kuda yang adaptif dengan lingkungan dan budaya masyarakat.

2. Lahan untuk penyediaan pakan hijaun ternak dan usaha ternak terutama di luar pulau Jawa sesuai potensi ternak perah yang dikembangkan oleh masyarakat.

3. Bibit ternak harus tersedia cukup dan unggul serta mudah diperoleh oleh masyarakat.

4. Pakan ternak yang berkualitas.5. Kelembagaan persusuan yang mampu

mengakomodir kebutuhan anggota serta mendorong daya saing peternak dalam produksi dan pemasaran hasil usaha ternak perah.

6. Peningkatan investasi dan permodalan serta SDM dalam menumbuhkembangkan usaha ternak perah rakyat dan industri persusuan.

7. Pemetaan wilayah pengembangan sentra produksi susu dan klaster industri pengolah susu. (NSP)

Page 40: Bibit Maret 2012_print

Tahukah Kita

PENCIPTAAN ALAM SEMESTAMENURUT ASTRONOMI

DAN AL QURANOleh: Asrul Erlys, SST

Teori yang kini banyak pendukungnya menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari ledakan besar (Big Bang) sekitar

10-20 miliar tahun yang lalu. Semua materi dan energi yang kini ada di alam terkumpul dalam satu titik tak berdimensi yang berkerapatan tak berhingga. Janganlah dibayangkan seolah-olah titik ini berada di suatu tempat di alam yang kita kenal sekarang ini. Yang benar adalah materi, energi, dan ruang yang ditempati seluruhnya bervolume amat kecil, hanya satu titik tak berdimensi.

Tidak ada suatu titik pun di alam semesta yang dapat dianggap sebagai pusat ledakan. Dengan kata lain, ledakan besar alam semesta tidak seperti ledakan bom yang meledak dari satu titik ke

segenap penjuru. Hal ini karena pada hakikatnya seluruh alam turut serta dalam ledakan itu. Lebih tepatnya, seluruh alam semesta mengembang tiba-tiba secara serentak. Ketika itulah mulainya terbentuk ruang dan waktu.

Radiasi yang terpancar pada awal pembentukan itu masih berupa cahaya. Namun, karena alam semesta terus mengembang, panjang gelombang radiasi itu pun makin panjang, sesuai dengan efek doppler, menjadi gelombang radio. Kini radiasi awal itu – yang dikenal sebagai radiasi latar belakang kosmik (cosmic background radiation)-- -dapat dideteksi dengan teleskop radio.

Peristiwa serupa diisyaratkan juga di dalam Al Quran bahwa seluruh materi dan energi di langit dan bumi berasal dari

satu kesatuan pada awal penciptaannya. ”Tidakkah tahu orang-orang kafir itu

bahwa sesungguhnya langit dan bumi berasal dari satu kesatuan kemudian Kami pisahkan?” ( Q.S. Al Anbiya 21:30).

Seperti telah dibahas terdahulu, langit yang dimaksud di sini adalah seluruh benda-benda luar angkasa. Semuanya berasal dari satu materi dasar yang berupa hidrogen. Dari reaksi nuklir (fusi) di dalam bintang, terbentuklah unsur-unsur berat mulai dari karbon sampai besi. Kandungan unsur-unsur berat dalam komposisi materi bintang merupakan salah satu ”akte” lahirnya bintang. Bintang-bintang yang mengandung banyak unsur berat adalah ”generasi muda” yang memanfaatkan

38 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 201238

Page 41: Bibit Maret 2012_print

39

Tahukah Kita

materi-materi sisa ledakan bintang-bintang tua. Materi pembentuk bumi pun diyakini berasal dari debu dan gas antarbintang yang berasal dari ledakan bintang di masa lalu. Jadi, seisi alam ini memang berasal dari satu kesatuan.

Walaupun tidak terlalu banyak pendukungnya, beberapa pakar kosmologi dan fisikawan teoretis ”menggugat” bahwa alam ada awalnya. Beberapa teori lain menyatakan bahwa tidak ada batas dalam waktu, tidak ada singularitas Big Bang. Ini misalnya dikemukakan oleh Maddox (1989), Levy-Leblond (1989), serta dalam buku populer Hawking (1989). Mereka berpendapat bahwa tidak ada batas waktu yang dapat disebut sebagai awal penciptaan alam semesta. Hawking dalam buku A Brief History of Time menyebutnya No-boundary conditions. Model matematis itu menyatakan bahwa alam semesta berhingga ukurannya tetapi tanpa batas dalam ruang dan waktu.

Dengan menggunakan keadaan tak terbatas (no-boundary conditions) ini, Hawking menyatakan bahwa alam semesta mulai hanya dengan keacakan minimum yang memenuhi Prinsip Ketidakpastian. Kemudian alam semesta mulai mengembang dengan

pesat. Dengan Prinsip Ketidakpastian ini, dinyatakan bahwa alam semesta tak mungkin sepenuhnya seragam karena di sana-sini pasti didapati ketidakpastian posisi dan kecepatan partikel-partikel. Dalam alam semesta yang sedang mengembang ini. kerapatan (density) suatu tempat akan berbeda dengan tempat lainnya. Gravitasi menyebabkan daerah yang berkerapatan tinggi makin lambat mengembang dan mulai memampat (berkontraksi). Pemampatan inilah yang akhirnya membentuk galaksi-galaksi, bintang-bintang, dan semua benda-benda langit.

Berdasarkan model tersebut, Hawking menyatakan, “Sejauh anggapan bahwa alam semesta bermula, kita menganggap ada Sang Pencipta. Tetapi jika alam semesta sesungguhnya ada dengan sendirinya, tak berbatas tak bertepi, tanpa awal dan akhir, lalu di manakah peran Sang Pencipta?”

Tentunya bagi ilmuwan muslim yang penalarannya berdasarkan iman, tak mungkin mempertanyakan peran Allah Rabbul”alamin. Kita meyakini bahwa Dia adalah Pencipta semesta ini. Tetapi cara Allah menciptakan semesta ini tak mungkin sama dengan apa yang manusia gambarkan sebagai pencipta.

“Tak ada suatu pun yang menyamai-Nya.” ( Q.S. Al Ikhlas 112 : 4 ).

Kalau kita cermati penalaran Hawking

yang menyatakan bahwa alam mulai hanya dengan ”keacakan minimum”, sebenarnya adanya syarat ”keacakan” itu dan berbagai hukum dalam sains (termasuk ”Prinsip Ketidakpastian” yang menjadi asal ”keacakan”) cukup menjadi bukti bahwa semua itu ada penciptanya, Allah Rabbul”alamin. Allah ”bekerja” dengan cara-Nya. Cara ini mungkin tak bisa ditelusur dengan sains. (BPC)

Diambil dari buku : “MENJELAJAH KELUASAN LANGIT MENEMBUS KEDALAMAN AL QURAN” karya T. DJAMALUDDIN, halaman 33-38, cetakan I, Shafar 1427 / Maret 2006, Penerbit Khazanah Intelektual - Bandung. E-mail : [email protected][email protected]//www.percikan-iman.com

39

Page 42: Bibit Maret 2012_print

40 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Manusia yang cinta kemewahan dunia, itulah orang yang sangat pengecut, tidak berani menegakkan kebenaran yang

diridhai Allah. Kerjanya setiap saat hanya memikirkan masalah uang dan kekayaan semata. Baginya tidak menjadi masalah, apakah usahanya diridhai atau tidak oleh Allah. Yang penting adalah mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, tidak peduli haram atau halal.

Kalau kita pikir sepintas lalu, memang sudah merupakan sifat setiap manusia, terutama mereka yang tidak beriman, lebih banyak yang ia miliki, lebih banyak lagi yang ia inginkan. Keinginan manusia tanpa batas, dalam Islam dinamakan tamak dan serakah. Keserakahan sering menjadikannya berbuat mubazir. Dengan kekayaannya, dia memuaskan hatinya di meja judi atau berfoya-foya dan menghamburkan uang dengan wanita jalang. Sedangkan untuk berbuat baik atau beramal, dia sangat kikir.

Manusia seperti ini, semakin banyak dia minum, dia akan semakin haus. Semakin banyak dia makan, dia akan semakin lapar. Semakin kaya dia, semakin serakah dan sombonglah dia. Kadang-kadang terhadap familinya, saudaranya, teman-temannya, dia lupa. Tak ingat lagi masalah hubungan silaturahmi. Yang dia ingat adalah harta kekayaan semata. Orang yang miskin dilihatnya dengan sebelah mata. Kalau bisa dijauhi, dia dijauhi.

Bila dia terpaksa mengeluarkan uang/hartanya, dia akan berfikir tujuh kali. Untuk mengeluarkan zakat pun dia merasa sayang. Merasa rugi.

“Andaikan seorang anak Adam telah memiliki harta benda sebanyak satu lembah, pasti ia akan berusaha lagi untuk memiliki dua lembah. Dan andaikata ia telah memiliki dua lembah, pasti dia akan berusaha lagi untuk memiliki tiga lembah. Memang tidak ada sesuatu yang dapat memenuhi keinginan anak Adam, melainkan tanah (tempat kubur, yakni mati). Dan Allah akan memberi/menerima taubat bagi mereka yang bertaubat.” ( HR. Bukhari dan Muslim, Ahmad dan Turmudzy ).

Allah Maha Pengampun dan Maha Pengasih. Mereka yang melakukan

kesalahan, tetapi mau bertaubat, Allah akan mengampuninya.

Mubazir atau BorosAllah sangat membenci orang yang

menyia-nyiakan harta bendanya. Maksudnya, Allah sangat benci kepada manusia yang pemboros, suka berbuat mubazir. Ada suatu sifat kebiasaan yang jarang sekali diperhatikan orang. Dalam suatu undangan atau kenduri makan, banyak orang yang selalu menyisakan nasi yang sudah dia ambil di atas piringnya. Sebetulnya orang yang bijaksana, sebelum mengisi piringnya, dia dapat memperhatikan keadaan hidangan yang akan dia ambil. Dia bisa mempertimbangkan kekuatan seleranya. Jadi dia tidak usah berbuat mubazir dan menyisakan makanan. Apa salahnya mengambil secukupnya saja. Tetapi karena sifat keserakahannya, dia tidak memikirkan, apakah dia sanggup menghabiskan nasi sepiring penuh atau tidak.

Banyak orang tidak merasa malu bersisa di waktu makan dalam perhelatan atau kenduri. Anehnya yang terpikir adalah sebaliknya. Bila dia menghabiskan nasinya, dia beranggapan, orang akan mengatakan dia kelaparan. Padahal adalah suatu perbuatan yang sangat tidak baik, sangat dibenci Allah, orang yang selalu berbuat mubazir dan membuang-buang nasi atau makanan.

Yang lebih bijaksana adalah mengambil secukupnya dan menghabiskan tanpa sebutir nasi pun yang tertinggal. Bila kita pikir dan renungkan, betapa orang tani bersusah payah mengerjakan sawahnya untuk mendapatkan/menghasilkan padi.

Tetapi bagi mereka yang tak pernah memikirkan pekerjaan petani, dia selalu membuang-buang nasi tanpa perhitungan.

Mereka yang mengambil nasi sepiring, adalah wajar dan wajar pula bila dia habiskan semuanya. Tetapi sebaliknya adalah tidak wajar dan tidak baik, bila nasi sepiring itu tidak dia habiskan dan dia sisakan. Dialah orang yang serakah dan tamak, tidak menghabiskan nasi itu. Apa salahnya tadi diambil secukupnya saja. Jadi tidak perlu bersisa.

Hemat dan Hati-hatiKelihatannya masalah ini adalah masalah

sepele. Yang dianggap sepele sudah tentu mereka yang tidak mengerti apa itu tamak, mubazir, dan apa pula itu serakah dan boros. Islam memang sangat apik dalam segala masalah, sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya.

Bila orang sudah terbiasa dengan berbuat hati-hati selalu, orang ini pun akan selalu pula berhemat. Dia tidak boros, tidak mau berfoya-foya, tidak mau berbuat mubazir dan tidak mau membuang sebutir beras atau nasi pun.

Hemat dan tidak royal, sudah merupakan penghasilan yang besar. Sifat inilah yang dijadikan pepatah oleh orang tua-tua di zaman dulu, yang berbunyi : “Hemat pangkal kaya, rajin pangkal pandai”.

Ada perbedaan yang besar antara orang yang hemat dan orang yang kikir. Seseorang yang kikir akan selalu merasa kekurangan. Sedangkan orang yang hemat, tidak pernah merasa kekurangan. Dia selalu berbuat hati-hati. Mereka yang hati-hati, biasanya sangat teliti. Ketelitiannya yang membawanya pada ketenteraman hidup. Orang yang berhati-hati, jarang membuat kesalahan.

Sebagai umat Islam, kita harus selalu hemat dan hati-hati. Apa pun yang kita lakukan, lakukanlah dengan hati-hati dan perhitungkanlah akibatnya. Hati-hati bukan berarti ragu-ragu, tetapi berbuat baik dan bertindak lebih teliti.

Bila Anda hidup dengan berbuat dan bertindak lebih teliti dan berpegang dengan “tali Allah”, yakinlah, Anda akan terhindar dari keserakahan dan ketamakan. Dengan itu pula, Anda tidak akan berbuat mubazir. Semoga demikianlah hendaknya.

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” ( Q.S. Al ‘Aadiyaat 6 – 8 )

Disunting dari buku : “SETIAP HARI BERARTI KEHIDUPAN BARU” karya ROESLI LAHANI YUNUS, halaman 43-48 cetakan kedua – 2004. Penerbit Balai Pendidikan Jurnalistik Bandung.

Oleh: Asrul Erlys, SST

40

Renungan

yANg TAMAK DAN SERAKAH SERINg BERBUAT MUBAZIR

40 BIBIT Vol 6 No. 1 Maret 2012

Page 43: Bibit Maret 2012_print

DokumentasiPEDOMAN TEKNIS 2012DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

Page 44: Bibit Maret 2012_print

DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAKDIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWANKEMENTERIAN PERTANIAN

KUDA SEMBAWAMerupakan kekayaan sumberdaya genetik ternak lokal

Indonesia yang perlu dilindungi dan dilestarikan, dengan wilayah penyebaran di Nusa Tenggara Barat.

Ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor:

2917/Kpts/OT.140/6/2011 Tanggal 17 Juni 2011