Top Banner
KENDATI perjalanan usahanya telah melalui dua dekade, salah satu pendiri Bhineka.com, Hendrik Tio mengaku ia tak mau kehabisan napas dalam mengembangkan bisnisnya. “Bisnis berbasis internet seharusnya tidak berbatas. Sekarang saya tak hanya berjualan gadget dan perlengkapan elektronik. Kami memperluas hingga perlengkapan bayi juga fesyen, seperti tas dan jam tangan. Perla- han produk baru ditampilkan dalam situs Bhinneka. Masyarakat memang belum sepe- nuhnya terima memang, Bhinneka telanjur melekat dengan produk berbasis teknologi,” kata Hendrik sembari membagi kiatnya untuk terus bertumbuh dalam bisnis yang lekat dengan internet yang lekat dengan perubahan. Rugi itu biaya belajar Presiden Direktur PT Bhinneka Mentari Dimensi (Bhinneka.com) ini tidak pernah menganggap bisnisnya merugi. Ia justru berpandangan, pengeluaran tidak ter- duga dan tak diharapkan itu sebagai biaya belajar. “Dengan begitu, tidak pernah pusing menghadapi persoalan yang datang. Saya sempat berjualan tisu basah, jumlahnya tidak sedikit, nah pas sampai ke tangan konsumer eh tisunya sudah kering. Habislah saya diprotes konsumen ha...ha...ha. Tetapi ya itulah yang saya katakan, anggap saja itu sebagai biaya belajar, saya pun menjadi tahu bagaimana teknik menyimpan tisu basah supaya tidak kering,” kata Hendrik. Melatih pekerja Hendrik mengaku tak mau ikut-ikutan mengejar tenaga kerja yang sudah siap pakai. Ia memilih melatih beberapa calon pekerja agar memiliki keahlian yang dibutuhkan. “Namun tetap harus mencari solusi supaya bisa mengajari tanpa menyita waktu, itu masih menjadi pekerjaan rumah saya,” kata Hendrik. Kembali ke kultur Kebiasaan masyarakat Indonesia untuk melakukan penawaran terhadap barang yang akan dibelinya dijadikan Hendrik sebagai pemanis bisnisnya. “Bagaimana caranya proses tawar-menawar tidak hanya bisa dilakukan bagi mereka yang membeli secara langsung datang ke toko. Kami ingin pembeli online pun memiliki kesempatan yang sama sehingga penjualan akan sema- kin meningkat. Ada tur tawar online, inilah website made in Indonesia, sesuai dengan karakteristik masyarakat he...he...he...,” kata Hendrik. Dinamis Upaya terus berkembang pun dilakukan Hendrik dengan rutin membenahi tema pada tampilan website-nya. “Agar dapat memberi- kan nilai lebih bagi masyarakat. Contohnya pada tema kali ini, Faces of Indonesia, secara tidak langsung memberikan pengetahuan tentang ragam topeng yang ada di Indone- sia. Sudah sekitar 16 tema yang menghiasi webstore kami,” kata Hendrik. Buat Indonesia Keinginan terbesar laki-laki lulusan Akun- tansi ini menjadikan merek usahanya seba- gai kebanggaan Indonesia. “Jangan sampai semua didominasi asing, meskipun produk berasal dari luar negeri, kami tetap menguta- makan mendapatkan barang dari distributor Indonesia. Kami juga ingin mengajak teman usaha kecil menengah berpartisipasi ber- sama. Mereka dapat menitipkan barang yang tidak dimiliki Bhinneka,” kata Hendrik. Tak hanya itu, Hendrik juga memberikan ruang bagi para pengunjung toko daringnya untuk berbagi ulasan mengenai produk- produk yang digunakannya. “Itu jadi bagian dari upaya kami menjadikan Bhineka kuat karena bisnis yang kuat akan menghasilkan citra barang yang melekat di ingatan masya- rakat,” kata Hendrik. (Wnd/M-3) SITI RETNO WULANDARI “C EK harga dulu ah di Bhi- nneka.” Kalimat itu kerap terlontar saat pehobi gadget atau peranti teknologi in- formasi (TI) menimbang-nimbang untuk membeli perangkat dambaannya. Bukan cuma individu atau perusahaan yang hendak berbelanja perangkat TI yang menjadikan harga di Bhinneka.com sebagai acuan. Hendrik Tio, 51, salah satu pendiri situs belanja itu, meyakini bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun men- jadikan harga di tokonya sebagai referensi. Harga di Bhinneka dianggap memenuhi kri- teria kewajaran sehingga jika dalam kasus yang diteliti KPK dana yang dibelanjakan buat perangkat TI melebihi kisaran harga Bhinneka, bisa jadi aksi memakan uang ne- gara telah terjadi. Menjadi situs yang menjadi patokan harga, termasuk ketika pengakses toko itu kemudian justru berbelanja di pedagang ritel lainnya, bagi Hendrik tak masalah. Konsekuensi itu sebanding dengan popularitas dan besaran bisnis yang kini dikelolanya bersama tak kurang 500 karyawan. Ketika ditemui di salah satu dari enam tokonya yang tersebar di Jakarta, Hendrik berkisah tentang upayanya merintis Bhin- neka. Di gedung di kawasan Gunung Sahari Raya, Jakarta Pusat itu, lantai satunya di- gunakan sebagai toko dan di lantai dua, Hendrik mengomandani perusahaan yang awalnya ia rintis dengan 10 karyawan. Mulai dari toko konvensional Hendrik memulai bisnis ritel TI pada 1993 dengan membuka toko konvensional. Setelah lima tahun, pil pahit ditelan, krisis moneter membuat penjualan anjlok drastis. Ia memutar otak agar bisnisnya terus ber- putar. Berbagai masukan coba dijajalnya, mulai beralih pada usaha furnitur hingga pemasok sayuran. Namun, hanya bertahan hitungan bulan, Hendrik menyadari ia telan- jur berjodoh dengan TI. Bersama kawan-kawannya, pada 1999 Hendrik kembali ke bisnis ritel TI dengan konsep berbeda. Internet yang saat itu belum populer dijadikannya sebagai konsep dasar. Ia meyakini betul masa depan e-commerce. “Saat itu, barang belum tersedia, jadi masih menunggu permintaan konsumen mau apa, baru kami penuhi. Benar-benar mulai dari nol, grak pengguna internet pun masih lam- ban, sempat pesimistis, tetapi kemudian saya tepis dan terus mengembangkan webstore ini,” ujar Hendrik yang tampil sangat santai ketika ditemui pertengahan pekan ini. Hendrik menyadari masyarakat Indone- sia saat itu belum memercayai toko daring. Maka, ia membuka juga toko konvensional buat menunjang proses transaksi di Mangga Dua, Jakarta Utara. Namun, pergerakan semakin terlihat, toko maya Bhinneka.com mulai banyak diklik. Jumlah produk yang dijual terus ditambah dan layanan dibuat makin canggih. Hasilnya, kini, jumlah pengunjung mencapai 165 ribu orang per hari. Kendati begitu, Hendrik mengaku masih bekerja keras buat mengukuhkan nama Bhinneka.com dalam benak konsumen. Pergerakan dunia internet yang makin pro- gresif membuatnya harus terus belajar. “Bukan lagi bertahan, melainkan jadi pemenang. Pengunjung Bhinneka.com itu mayoritas masuk web hanya untuk melihat harga, belinya belum tentu di toko kami ha ha ha. Enggak apa-apa, kami tidak boleh me- monopoli, semua juga cari rezeki. Dengan menjadi harga pembanding atau pricegrab- ber saja, kami sudah terbantu, paling tidak mengenalkan nama Bhinneka kepada yang belum tahu,” kata dia seraya tertawa. Sembari berkelakar, Hendrik mengakui kini waktu panen Bhinneka.com telah tiba seusai perjuangan berat yang dilaluinya. Bis- nis jual beli daring yang dulu tabu sehingga sepi kompetitor kini kian ramai, sekaligus sukses menggaet kepercayaan lebih banyak konsumen. “Tapi Bhinneka kan bukan baru saja dimulai, melainkan sudah dikenal se- jak 21 tahun silam. Kami menargetkan 1% pengunjung yang 165 ribu itu membeli,” kata Hendrik. Harga dinamis Hendrik mengakui Bhinneka.com tak bisa mengklaim pihaknya menawarkan harga paling murah. Apalagi situs itu menjalankan sistem dynamic price, harga yang selalu berubah, sehingga tidak bisa dipastikan konsumen yang mendapat harga paling murah. “Ha ha 1% dari 165 ribu kan 1.650 orang, wih itu jumlah yang banyak bukan? Ya dikali saja dengan harga produk elektronik dan gadget, fantastis bukan he he he. Tidak bisa dimungkiri, banyak toko lain yang mati- matian memberikan harga termurah. Tetapi kami tidak bisa mengorbankan kesejahter- aan karyawan, yang ada kami keok,” ujarnya sembari memperlihatkan mimik sedih. Ia pun tidak menampik selain jadi acuan konsumen bahkan lembaga negara antirasy- wah, harga produknya juga jadi patokan para pedagang elektronik. “Wah di Bhinneka har- ganya segini nih, ya sudah saya kasih harga segini saja deh ha ha ha,” imbuh Hendrik menirukan kalimat yang kerap diucapkan para pedagang. Selain harga yang kompetitif, walaupun tak mesti selalu yang terendah, Hendrik juga percaya diri dengan pelayanan Bhinneka.com yang diklaimnya baik. “Sehingga pembeli puas dan percaya dengan pelayanan. Bukan hanya menjual, Bhinneka juga satu-satunya usaha yang menerima jasa reparasi alat elektronik. Mau beli di Bhinneka atau bukan, boleh produknya dibawa ke sini,” ujarnya sembari menunjukkan tempat reparasi yang berada di bagian belakang gedung. Berubah cepat, terus berinovasi Bisnis berbasis internet, kata Hendrik, butuh jaringan kuat. Salah satunya, kawan yang meng-input berbagai informasi menge- nai perkembangan internet dan media sosial. Ia pun mencontohkan kemunculan beberapa media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Line, dan Whatsapp yang datang bertubi- tubi. “Saya ajak teman-teman lain untuk berdiskusi agar Bhinneka tidak tertinggal. Saya ingin Bhinneka hadir di setiap lini sehingga siapa pun dapat mengetahui ke- beradaan webstore kami,” kata Hendrik yang mengaku kini tokonya masuk jajaran 100 besar website Indonesia. Belum lagi kecanggihan sistem pemba- yaran yang makin variatif. Pembeli tidak lagi diharuskan datang ke toko dan membayar tunai. Cukup mengakses situs Bhinneka, klik tombol beli, barang langsung diantar, dan pembeli boleh membayar produk saat petugas pengantar tiba. Sekitar 70% penjualan produk dilakukan online, dengan sistem telepon ke nomor kon- tak yang tertera di website. “Pada 2011, kami mulai terima pemba- yaran dengan debit dan kartu kredit. Namun lagi-lagi, masyarakat Indonesia belum bisa percaya terhadap penggunaan kartu terse- but, mayoritas tetap membayar tunai dan transfer lewat rekening,” pungkasnya. Persoalan pembayaran melalui transfer rekening rupanya kerap membuat Hendrik tertawa. Pasalnya setiap orang akan diberi- kan angka khusus untuk mempermudah proses pelacakan data, semisal harga jual Rp5.000, lalu Hendrik memberikan informasi agar pembeli menyertakan angka istimewa yang diberikan pihaknya. Yang terjadi justru pembeli tetap mentransfer sejumlah harga yang tertera pada produk. “Ha ha ha ampun deh, mereka merasa kami menambahkan harga pada angka istimewa itu, jadilah kami harus mengeluarkan waktu lebih un- tuk memverifikasi pembeli. Kan enggak ada namanya juga,” kata Hendrik sembari menepuk dahinya. Untuk pengiriman barang, sekitar daerah Jakarta, Tangerang, dan Depok dilakukan de- ngan armada Bhinneka tersendiri, sedangkan untuk wilayah lainnya menggunakan jasa ekspedisi tetapi tetap tak berbayar pada 5 kg pertama. Biaya gratis itu hanya berlaku di wilayah Jawa, Bali, dan beberapa kota di Sumatra dan Sulawesi. (M-3) [email protected] SABTU, 8 MARET 2014 WIRAUSAHA 19 Ketika dirintis pada 1999, internet masih sunyi. Konsumen pun masih perlu diedukasi. Kini kepercayaan telah diraih, namun Bhinneka terus berinovasi agar pasar mereka terus melebar. Menolak Kehabisan Napas Bhinneka.com, Cukup Satu Persen Hendrik Tio, pendiri Bhinneka.com. MI/ATET DWI PRAMADIA DOK. BHINNEKA.COM Bhineka.com, bukan hanya menawarkan barang, juga mengampanyekan kultur Indonesia.
1

Bhinneka.Com "Cukup Satu Persen"

Nov 29, 2014

Download

Marketing

Kelly Oktavian

an Interview and Nation wide media coverage with Mr. Hendrik Tio (CEO/Founder) Bhinneka.Com conducted by one of Indonesian establish newspaper "Media Indonesia" in conjunction with Bhinneka.Com's 21st Anniversary
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bhinneka.Com "Cukup Satu Persen"

KENDATI perjalanan usahanya telah melalui dua dekade, salah satu pendiri Bhineka.com, Hendrik Tio mengaku ia tak mau kehabisan napas dalam mengembangkan bisnisnya.

“Bisnis berbasis internet seharusnya tidak berbatas. Sekarang saya tak hanya berjualan gadget dan perlengkapan elektronik. Kami memperluas hingga perlengkapan bayi juga fesyen, seperti tas dan jam tangan. Perla-han produk baru ditampilkan dalam situs Bhinneka. Masyarakat memang belum sepe-nuhnya terima memang, Bhinneka telanjur melekat dengan produk berbasis teknologi,” kata Hendrik sembari membagi kiatnya untuk terus bertumbuh dalam bisnis yang lekat dengan internet yang lekat dengan perubahan.

Rugi itu biaya belajarPresiden Direktur PT Bhinneka Mentari

Dimensi (Bhinneka.com) ini tidak pernah menganggap bisnisnya merugi. Ia justru berpandangan, pengeluaran tidak ter-duga dan tak diharapkan itu sebagai biaya belajar.

“Dengan begitu, tidak pernah pusing menghadapi persoalan yang datang. Saya sempat berjualan tisu basah, jumlahnya tidak sedikit, nah pas sampai ke tangan konsumer eh tisunya sudah kering. Habislah saya diprotes konsumen ha...ha...ha. Tetapi ya itulah yang saya katakan, anggap saja itu sebagai biaya belajar, saya pun menjadi tahu bagaimana teknik menyimpan tisu basah supaya tidak kering,” kata Hendrik.

Melatih pekerja Hendrik mengaku tak mau ikut-ikutan

mengejar tenaga kerja yang sudah siap pakai.

Ia memilih melatih beberapa calon pekerja agar memiliki keahlian yang dibutuhkan. “Namun tetap harus mencari solusi supaya bisa mengajari tanpa menyita waktu, itu masih menjadi pekerjaan rumah saya,” kata Hendrik.

Kembali ke kultur Kebiasaan masyarakat Indonesia untuk

melakukan penawaran terhadap barang yang akan dibelinya dijadikan Hendrik sebagai pemanis bisnisnya. “Bagaimana caranya proses tawar-menawar tidak hanya bisa dilakukan bagi mereka yang membeli

secara langsung datang ke toko. Kami ingin pembeli online pun memiliki kesempatan yang sama sehingga penjualan akan sema-kin meningkat. Ada fi tur tawar online, inilah website made in Indonesia, sesuai dengan karakteristik masyarakat he...he...he...,” kata Hendrik.

Dinamis Upaya terus berkembang pun dilakukan

Hendrik dengan rutin membenahi tema pada tampilan website-nya. “Agar dapat memberi-kan nilai lebih bagi masyarakat. Contohnya pada tema kali ini, Faces of Indonesia, secara tidak langsung memberikan pengetahuan tentang ragam topeng yang ada di Indone-sia. Sudah sekitar 16 tema yang menghiasi webstore kami,” kata Hendrik.

Buat Indonesia Keinginan terbesar laki-laki lulusan Akun-

tansi ini menjadikan merek usahanya seba-gai kebanggaan Indonesia. “Jangan sampai semua didominasi asing, meskipun produk berasal dari luar negeri, kami tetap menguta-makan mendapatkan barang dari distributor Indonesia. Kami juga ingin mengajak teman usaha kecil menengah berpartisipasi ber-sama. Mereka dapat menitipkan barang yang tidak dimiliki Bhinneka,” kata Hendrik.

Tak hanya itu, Hendrik juga memberikan ruang bagi para pengunjung toko daringnya untuk berbagi ulasan mengenai produk-produk yang digunakannya. “Itu jadi bagian dari upaya kami menjadikan Bhineka kuat karena bisnis yang kuat akan menghasilkan citra barang yang melekat di ingatan masya-rakat,” kata Hendrik. (Wnd/M-3)

SITI RETNO WULANDARI

“CEK harga dulu ah di Bhi-nneka.” Kalimat itu kerap terlontar saat pehobi gadget atau peranti teknologi in-

formasi (TI) menimbang-nimbang untuk membeli perangkat dambaannya.

Bukan cuma individu atau perusahaan yang hendak berbelanja perangkat TI yang menjadikan harga di Bhinneka.com sebagai acuan. Hendrik Tio, 51, salah satu pendiri situs belanja itu, meyakini bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun men-jadikan harga di tokonya sebagai referensi. Harga di Bhinneka dianggap memenuhi kri-teria kewajaran sehingga jika dalam kasus yang diteliti KPK dana yang dibelanjakan buat perangkat TI melebihi kisaran harga Bhinneka, bisa jadi aksi memakan uang ne-gara telah terjadi.

Menjadi situs yang menjadi patokan harga, termasuk ketika pengakses toko itu kemudian justru berbelanja di pedagang ritel lainnya, bagi Hendrik tak masalah. Konsekuensi itu sebanding dengan popularitas dan besaran bisnis yang kini dikelolanya bersama tak kurang 500 karyawan.

Ketika ditemui di salah satu dari enam tokonya yang tersebar di Jakarta, Hendrik berkisah tentang upayanya merintis Bhin-neka. Di gedung di kawasan Gunung Sahari Raya, Jakarta Pusat itu, lantai satunya di-gunakan sebagai toko dan di lantai dua, Hendrik mengomandani perusahaan yang awalnya ia rintis dengan 10 karyawan.

Mulai dari toko konvensionalHendrik memulai bisnis ritel TI pada 1993

dengan membuka toko konvensional. Setelah lima tahun, pil pahit ditelan, krisis moneter membuat penjualan anjlok drastis.

Ia memutar otak agar bisnisnya terus ber-putar. Berbagai masukan coba dijajalnya, mulai beralih pada usaha furnitur hingga pemasok sayuran. Namun, hanya bertahan hitungan bulan, Hendrik menyadari ia telan-jur berjodoh dengan TI.

Bersama kawan-kawannya, pada 1999 Hendrik kembali ke bisnis ritel TI dengan konsep berbeda. Internet yang saat itu belum populer dijadikannya sebagai konsep dasar. Ia meyakini betul masa depan e-commerce.

“Saat itu, barang belum tersedia, jadi masih menunggu permintaan konsumen mau apa, baru kami penuhi. Benar-benar mulai dari nol, grafi k pengguna internet pun masih lam-ban, sempat pesimistis, tetapi kemudian saya tepis dan terus mengembangkan webstore ini,” ujar Hendrik yang tampil sangat santai ketika ditemui pertengahan pekan ini.

Hendrik menyadari masyarakat Indone-sia saat itu belum memercayai toko daring. Maka, ia membuka juga toko konvensional buat menunjang proses transaksi di Mangga Dua, Jakarta Utara.

Namun, pergerakan semakin terlihat, toko maya Bhinneka.com mulai banyak diklik. Jumlah produk yang dijual terus ditambah dan layanan dibuat makin canggih. Hasilnya, kini, jumlah pengunjung mencapai 165 ribu orang per hari.

Kendati begitu, Hendrik mengaku masih bekerja keras buat mengukuhkan nama Bhinneka.com dalam benak konsumen. Pergerakan dunia internet yang makin pro-gresif membuatnya harus terus belajar.

“Bukan lagi bertahan, melainkan jadi pemenang. Pengunjung Bhinneka.com itu mayoritas masuk web hanya untuk melihat harga, belinya belum tentu di toko kami ha ha ha. Enggak apa-apa, kami tidak boleh me-monopoli, semua juga cari rezeki. Dengan menjadi harga pembanding atau pricegrab-ber saja, kami sudah terbantu, paling tidak mengenalkan nama Bhinneka kepada yang belum tahu,” kata dia seraya tertawa.

Sembari berkelakar, Hendrik mengakui kini waktu panen Bhinneka.com telah tiba seusai perjuangan berat yang dilaluinya. Bis-nis jual beli daring yang dulu tabu sehingga sepi kompetitor kini kian ramai, sekaligus sukses menggaet kepercayaan lebih banyak konsumen. “Tapi Bhinneka kan bukan baru saja dimulai, melainkan sudah dikenal se-jak 21 tahun silam. Kami menargetkan 1% pengunjung yang 165 ribu itu membeli,” kata Hendrik.

Harga dinamisHendrik mengakui Bhinneka.com tak bisa

mengklaim pihaknya menawarkan harga paling murah. Apalagi situs itu menjalankan sistem dynamic price, harga yang selalu berubah, sehingga tidak bisa dipastikan konsumen yang mendapat harga paling murah. “Ha ha 1% dari 165 ribu kan 1.650 orang, wih itu jumlah yang banyak bukan? Ya

dikali saja dengan harga produk elektronik dan gadget, fantastis bukan he he he. Tidak bisa dimungkiri, banyak toko lain yang mati-matian memberikan harga termurah. Tetapi kami tidak bisa mengorbankan kesejahter-aan karyawan, yang ada kami keok,” ujarnya sembari memperlihatkan mimik sedih.

Ia pun tidak menampik selain jadi acuan konsumen bahkan lembaga negara antirasy-wah, harga produknya juga jadi patokan para pedagang elektronik. “Wah di Bhinneka har-ganya segini nih, ya sudah saya kasih harga segini saja deh ha ha ha,” imbuh Hendrik menirukan kalimat yang kerap diucapkan para pedagang.

Selain harga yang kompetitif, walaupun tak mesti selalu yang terendah, Hendrik juga percaya diri dengan pelayanan Bhinneka.com yang diklaimnya baik. “Sehingga pembeli puas dan percaya dengan pelayanan. Bukan hanya menjual, Bhinneka juga satu-satunya usaha yang menerima jasa reparasi alat elektronik. Mau beli di Bhinneka atau bukan, boleh produknya dibawa ke sini,” ujarnya sembari menunjukkan tempat reparasi yang berada di bagian belakang gedung.

Berubah cepat, terus berinovasi Bisnis berbasis internet, kata Hendrik,

butuh jaringan kuat. Salah satunya, kawan yang meng-input berbagai informasi menge-nai perkembangan internet dan media sosial. Ia pun mencontohkan kemunculan beberapa media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Line, dan Whatsapp yang datang bertubi-tubi. “Saya ajak teman-teman lain untuk berdiskusi agar Bhinneka tidak tertinggal. Saya ingin Bhinneka hadir di setiap lini sehingga siapa pun dapat mengetahui ke-beradaan webstore kami,” kata Hendrik yang mengaku kini tokonya masuk jajaran 100 besar website Indonesia.

Belum lagi kecanggihan sistem pemba-yaran yang makin variatif. Pembeli tidak lagi diharuskan datang ke toko dan membayar tunai. Cukup mengakses situs Bhinneka, klik tombol beli, barang langsung diantar, dan pembeli boleh membayar produk saat petugas pengantar tiba.

Sekitar 70% penjualan produk dilakukan online, dengan sistem telepon ke nomor kon-tak yang tertera di website.

“Pada 2011, kami mulai terima pemba-yaran dengan debit dan kartu kredit. Namun lagi-lagi, masyarakat Indonesia belum bisa percaya terhadap penggunaan kartu terse-but, mayoritas tetap membayar tunai dan transfer lewat rekening,” pungkasnya.

Persoalan pembayaran melalui transfer rekening rupanya kerap membuat Hendrik tertawa. Pasalnya setiap orang akan diberi-kan angka khusus untuk mempermudah proses pelacakan data, semisal harga jual Rp5.000, lalu Hendrik memberikan informasi agar pembeli menyertakan angka istimewa yang diberikan pihaknya. Yang terjadi justru pembeli tetap mentransfer sejumlah harga yang tertera pada produk. “Ha ha ha ampun deh, mereka merasa kami menambahkan harga pada angka istimewa itu, jadilah kami harus mengeluarkan waktu lebih un-tuk memverifikasi pembeli. Kan enggak ada namanya juga,” kata Hendrik sembari menepuk dahinya.

Untuk pengiriman barang, sekitar daerah Jakarta, Tangerang, dan Depok dilakukan de-ngan armada Bhinneka tersendiri, sedangkan untuk wilayah lainnya menggunakan jasa ekspedisi tetapi tetap tak berbayar pada 5 kg pertama. Biaya gratis itu hanya berlaku di wilayah Jawa, Bali, dan beberapa kota di Sumatra dan Sulawesi. (M-3)

[email protected]

SABTU, 8 MARET 2014 WIRAUSAHA 19

Ketika dirintis pada 1999, internet masih sunyi. Konsumen pun masih perlu diedukasi. Kini kepercayaan telah diraih, namun Bhinneka terus berinovasi agar pasar mereka terus melebar.

Menolak Kehabisan Napas

Bhinneka.com, Cukup Satu Persen

Hendrik Tio,pendiri

Bhinneka.com.

MI/ATET DWI PRAMADIA

DOK. BHINNEKA.COM

Bhineka.com, bukan hanya menawarkan barang, juga mengampanyekan kultur Indonesia.