Top Banner

of 37

Belajar Jadi Pengusaha

Apr 07, 2018

Download

Documents

Yusuf Kurniawan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    1/37

    DAFTAR ISI

    MIMPI JADI ENTREPRENEUR.................................................................................................................3

    MENJADI ENTREPRENEUR, SEMUA BISA...........................................................................................3

    MANAGER YANG BERJIWA ENTREPRENEUR...................................................................................4

    GAGAL KULIAH, JADILAH ENTREPRENEUR....................................................................................5

    BERANI DULU, BARU TRAMPIL.............................................................................................................6

    KAYA IDE, MISKIN KEBERANIAN.........................................................................................................7

    PELUANG BISNIS DI SEKITAR................................................................................................................8

    BUKAN MELULU KARENA UANG..........................................................................................................9

    MEMULAI BISNIS BARU..........................................................................................................................10

    MEMULAI BISNIS TANPA UANG TUNAI.............................................................................................11

    MITOS HUTANG........................................................................................................................................12

    BERHUTANG ITU MULIA........................................................................................................................13

    JANGAN JADI PENGUSAHA KLIEN.....................................................................................................14

    BELAJAR BISNIS SAMBIL JALAN........................................................................................................15

    PROSES KREATIF BERWIRAUSAHA...................................................................................................16

    KEBERANIAN ENTREPRENEUR WANITA.........................................................................................18

    KEBERUNTUNGAN DAN TIMING.........................................................................................................19

    SUKSES ITU BIKIN "PEDE"....................................................................................................................20

    REJEKI ITU BISA DIRENCANAKAN.....................................................................................................20

    SUKSES ITU GURU YANG JELEK.........................................................................................................21

    KARIR ENTREPRENEUR.........................................................................................................................22

    BISNIS KELUARGA...................................................................................................................................23

    JIKA ANAK INGIN BISNIS.......................................................................................................................24

    BODOL, BOTOL, DAN BOBOL................................................................................................................25

    MAU BIKIN APA LAGI..............................................................................................................................26

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY1

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    2/37

    BANGUN BISNIS, BELI PROPERTI........................................................................................................27

    SETELAH PENSIUN, MAU APA?............................................................................................................28

    MALU MEMASAK, SESAT DALAM BERBISNIS !..............................................................................28

    JADI RAJA PROPERTY DENGAN JUAL RUMAH SENDIRI............................................................30

    DAYA UNGKIT BISNIS.............................................................................................................................32

    VIRUS ENTREPRENEUR..........................................................................................................................33

    JADI PENGUSAHA TAK HARUS PINTAR............................................................................................34

    KAYA ITU MIMPI......................................................................................................................................36

    BELAJAR MANDIRI DENGAN BUKA USAHA....................................................................................36

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY2

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    3/37

    Mimpi Jadi Entrepreneur

    Sunday, 24 October 2004

    Jika kita punya tekad besar, tak mustahil hal itu akan terwujud.

    Banyak di antara kita, yang ingin bekerja pada perusahaan orang lain, sebagai karyawan. Apakah itu karyawan

    perusahaan swasta maupun pegawai negeri. saya kira alasannya, kita tentu sudah tahu semua, yaitu sebagai

    karyawan yang dibutuhkan adalah keamanan. Setiap bulan ada kepastian terima gaji. Setelah tua dapat pensiun.

    Mengapa tidak tertarik untuk menjadi entrepreneur. Saya kira,hal itu karena di antara kita banyak yangtidak

    siap menghadapi risiko atau lebih tepat disebut suka menjauh dari risiko. Sehingga, tidak mengherankan,

    banyak di antara kita yang kemudian takut untuk menjadi entrepreneur.

    Karena inginnya aman-aman saja, saya kira itu sebabnya mengapa yang sudah jadi karyawan pun sulit untuk

    berubah menjadi entrepreneur. Oleh karena itu, saya mengajak bagaimana kalau kita menjadi entrepreneur.

    Menurut saya, jika kita punya tekad besar, tak mustahil hal itu akan terwujud. Saya yakin, kita akan lebih

    bangga, karena kita akhirnya punya banyak karyawan, dan bisa menggaji mereka, cobalah kita jalani.

    Pemikiran saya ini memang beda dengan saat kita sekolah dulu. Dimana setelah kita lulus nanti, mencari kerja,

    lalu bekerja keras, dan terus mendapatkan uang. Setelah uang itu kita raih, uang itu kita tabung. Jadinya, kita

    tak pernah belajar bagaimana untuk berani mengambil risiko. Kita tak pernah belajar bagaimana untuk berani

    membuka usaha. Tapi sebaliknya, kita justru lebih diajarkan bagaimana kita bisa mencari pekerjaan pada

    perusahaan orang lain atau istilah lain, menggantungkan nasib kita pada orang lain. Akhirnya apa yang terjadi,

    kalau dia terkena PHK. Akibatnya, mereka pun menganggur.

    Saya justru berpendapat, bahwa sistem pendidikan kita semestinya tidak seperti itu. Tapi sebaliknya, sistem

    pendidikan kita seharusnya mengajarkan bagaimana kita bisa mandiri. Oleh karena itulah, menurut saya, di era

    otonomi sekarang ini tak ada salahnya kalau kita mau membangun mental dan emosi kita. Kita harus pula selalu

    punya keberanian mengambil risiko. Kita tidak seharusnya takut membuat kesalahan, dan kita tidak seharusnyatakut untuk gagal. Saya yakin, dengan begitu kita akan lebih punya keberanian membuka usaha.

    Bahkan, menurut Robert Kiyosaki, penulis best seller "Rich Dad Poor Dad", agar kita bisa menjadi pengusaha,

    maka kita harus punya mimpi. Kita harus punya tekad besar, kemauan untuk belajar, dan punya kemampuan

    Menggunakan dengan benar aset kita yang tak lain merupakan pemberian Tuhan.

    Itu sebabnya, mengapa banyak orang di sekitar kita yang tidak tertarik untuk memiliki bisnis sendiri.

    Jawabannya, dapat disimpulkan dalam satu kata: Resiko. Yah, takut menghadapi risiko. Sehingga, mental dan

    emosi kita hanya ingin aman-aman saja.

    Oleh karena itu, kenapa kita tidak mau mencoba menjadi pengusaha. Kalau kita punya mimpi dan tekad besal,

    saya berkeyakinan, kita bisa menjadi entrepreneur. Apalagi, kalau kita mau merubah mental dan emosi kita

    yang selama ini inginnya selalu menjadi karyawan. Mental dan emosi untuk selalu aman menerima gaji,

    seharusnya kita ubah menjadi mental dan emosi untuk bisa memberi gaji. Anda berani mencoba?

    Menjadi Entrepreneur, Semua Bisa

    Wednesday, 27 October 2004

    Menjadi entrepteneur sangat tergantung kemampuan kita merekayasa diri.

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY3

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    4/37

    Menjadi entrepreneur, saya yakin siapapun bisa. Hal ini, sengaja saya ungkap dalam tulisan ini, mengingat di

    lapangan kita masih sering melihat bahwa kebanyakan orang Padang, Bugis atau keturunan Cina itu lebih

    berhasil di bidang bisnis dibanding lainnya. Sehingga disimpulkan, bahwa hal itu karena sifat keturunan atau

    bakat. Saya kira itu bukan satu-satunya. Justru yang benar, menurut saya, anak-anak mereka sejak kecilnya

    memang telah belajar secara informal tentang bisnis (yang menjadi dunia orang tuanya) dari lingkungan

    keluarganya terus menerus, dan kemudian merekamnya dalam memori otaknya, yang selanjutnya membentuk

    pola berpikir dan cara berperilaku.

    Dalam konteks ini, saya justru berpendapat, meski kita tak ada bakat dagang, bisa saja jadi pedagang atau

    wirausahawan. Karena itu, janganlah kita merasa rendah diri hanya karena persoalan berbakat atau tidak.

    Menurut saya, untuk menjadi pengusaha itu juga tak mengenal usia tua atau muda. Kaya atau miskin. Jenius

    atau tidak. Mahasiswa atau bukan. Sudah sarjana atau belum. Dan, gelar formal seseorang itu, saya kira,

    bukanlah jaminan atau faktor penentu satu-satunya untuk kita berhasil menjadi pengusaha.

    Bahkan, Al Ries, seorang penulis buku: "Positioning: The Battle of Your Mind", ini pernah mengungkapkan, bahwa

    lebih dari lima puluh persen anggota eksekutif puncak di Mc. Donald's Corporation, ternyata juga tidak bergelar

    akademis. Namun, mereka mampu meraih kesuksesan yang luar biasa.

    Selain itu, untuk menjadi pengusaha itu, juga tidak mengenal etnis. Artinya, etnis apapun bisa menjadipengusaha yang sukses. Maka, sebaiknya janganlah ada kekhawatiran lainnya yang mungkin masih terbayang

    dibenak kita atau yang intinya kita "alergi" dengan dunia usaha.

    Sebab, sesungguhnya keberhasilan seseorang menjadi pengusaha sangat tergantung pada kemampuan kita untuk

    merekayasa diri melalui pengalaman hidup di luar keluarga. Misalnya, bisa melalui pendidikan atau pelatihan

    atau mentoring. Atau bisa juga kita belajar dari pengalaman di lapangan atau istilahnya "universitas kehidupan".

    Apalagi, kalau kita juga mampu melaksanakan empat tugas pokok seorang wirausahawan, yakni: tugas kreatif,

    tugas

    manajerial, tugas interpersonal, dan tugas kepemimpinan. Hal tersebut tentunya akan lebih memungkinkan lagi

    bagi kita, untuk lebih bisa meraih keberhasilan dalam karier sebagai pengusaha yang sukses.

    Maka, sekali lagi, percayalah pada kemampuan kita. Pemikiran pesimistis yang membuat kita merasa tidak

    mampu menjadi pengusaha, itu harus kita buang jauh-jauh. Sebaliknya, kita tidak hanya yakin sekadar bisa

    menjadi pengusaha, tapi kita pun akan semakin yakin dan mampu menjadi pengusaha yang sukses.

    Saya yakin, dengan kita bersikap begitu, pasti selalu ada jalan untuk menjadi pengusaha yang sukses. Itu ibarat

    air yang tak akan mulai mengalir kalau krannya belum diputar. Anda berani mencoba?

    Manager Yang Berjiwa Entrepreneur

    Thursday, 30 June 2005

    Memajukan perusahaan, saya kira, itulah harapan setiap orang yang bergerak di bidang bisnis. Itu hal yang

    sangat mungkin, asal orang-orang yang ada di dalamnya mau berusaha mewujudkan keinginan tersebut.

    Menurut saya, salah satu jalan untuk mewujudkan keinginan tersebut diantaranya adalah membentuk manajer-

    manajer yang berjiwa entrepreneur di sebuah perusahaan.

    Hal ini sangatlah penting. Sebab jika tidak, akan berakibat pada perusahaan atau bisnis itu sendiri, yakni

    usaha akan berada pada posisi stabil atau status quo. Kondisinya hanya begitu-begitu saja.

    Namun lain halnya, apabila sebuah perusahaan memiliki manajer yang berjiwa entrepreneur, saya yakin bisnis

    yang tersebut akan lebih berpeluang cepat berkembang. Juga, akan lebih siap menghadapi persaingan bisnis

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY4

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    5/37

    yang ketat di era globalisasi. Selain itu, manajer berjiwa entrepreneur akan membuat sebuah perusahaan lebih

    kreatif dan inovatif. Sebab, bisnis

    yang sudah mencapai titik optimum biasanya jika tidak disentuh oleh manajer berjiwa entrepreneur, justru akan

    mengalami kondisi menurun. Saya sendiri merasakan bahwa ketika sebuah perusahaan memiliki manajer berjiwa

    entrepreneur, biasanya perusahaan tersebut juga akan selalu siap menghadapi setiap perubahan dalam bisnis.

    Itu pula yang saya kira, ada di perusahaan saya.Dan, perubahan, bagi manajer berjiwa entrepreneur adalah pekerjaan itu sendiri. Sedangkan resiko yang timbul

    juga bagian dari pekerjaannya. Persis seperti yang dikatakan oleh William Ahmanson, bahwa dalam bisnis tidak

    ada jalan lurus yang dapat ditempuh dari tempat satu ke tempat lain.

    Maka, dalam konteks inilah, saya melihat, bahwa ada tiga komponen di dalam sebuah bisnis, meliputi: investor

    (orang yang mencari resiko), entrepreneur (orang yang mengambil resiko), dan manager (orang yang menghindar

    dari resiko).

    Dan, dalam kondisi bisnis yang baik, jiwa entrepreneur menjadi hal yang sangat penting. Apalagi di saat

    sebuah usaha harus menghadapi krisis ekonomi, tentu saja sikap ini akan lebih penting lagi.

    Karena itu, kita bisa melihat, bagaimana orang-orang barat yang bergerak di dunia usaha juga terus melakukan

    pengambangan bentuk-bentuk intuisi, yang saya tahu itu sangat banyak membantu dalam mengembangkan

    usahanya. Itu juga pertanda, bahwa mereka memiliki jiwa entrepreneur.

    Adapun ciri-ciri manajer berjiwa entrepreneur memang tidak hanya itu. Menurut J.A Schumpeter dalam bukunya

    The Entrepreneur as Innovator, manajer berjiwa entrepreneur juga merupakan sosok yang berambisi tinggi di

    dalam mengembangkan bisnisnya, energik, percaya diri, kreatif dan inovatif,

    senang dan pandai bergaul, berpadangan ke depan, bersifat fleksibel, berani terhadap resiko

    , senang mandiri dan bebas, banyak inisiatif dan bertanggung jawab,

    optimistik, memandang kegagalan sebagai pengalaman yang berharga (positif), selalu berorientasi pada

    keuntungan, dan gemar berkompetisi.

    Berbeda dengan manajer yang tidak berjiwa entrepreneur. Biasanya mereka cenderung berpikir sangat rasional,

    suka kemapanan, dan tidak menginginkan adanya perubahan. Kerap kali terjadi mereka

    mengalami kesulitan dalam mengikuti gaya berpikir seorang entrepreneur.

    Mereka juga akan kesulitan mengikuti langkah-langkah bisnis entrepreneur.

    Namun ketika seorang manajer memiliki sense of entrepreneur, biasanya ia akan bisa menjadi entrepreneur

    sejati. Dan, apabila Anda sebagai entrepreneur telah memiliki manajer yang menjalankan usaha Anda,

    sebaiknya manajer perusahaan yang berjiwa entrepreneur tersebut Anda beri lagi sebuah tantangan yang lebih

    besar, misalnya mengelola unit usaha anda, lantas berbekal jiwa entrepreneur yang dimilikinya,

    ia memberanikan diri mendirikan usaha sendiri. Itu tentu saja lebih baik.

    Sebab tindakannya itu akan membantu menciptakan lapangan kerja, entrepreneur-entrepreneur baru pun

    semakin sering bermunculan.

    Memang, pada akhirnya bisa jadi ia akan menjadi kompetitor Anda jika ternyata bisnis yang digelutinya sama

    dengan bisnis Anda. Saran saya, anggap saja itu sebagai bumbu penyedap dalam menggeluti bisnis. Selamat

    menjadi manajer berjiwa entrepreneur. Atau, membentuk manajer Anda memiliki karakter entrepreneur

    .

    Gagal Kuliah, Jadilah Entrepreneur

    Sunday, 24 October 2004

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY5

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    6/37

    Mulailah berwirausaha justru di saat kita tidak punya apa-apa.

    Waktu kuliah dulu saya punya teman yang pandai dan memiliki wawasan dunia bisnis yang lumayan. Ide-ide

    rencana usaha yang muncul dari pemikirannya sangat cemerlang. prospeltif, dan berpeluang besar untuk

    digarap. Selalu saja, ide-ide itu adalah ide bisnis yang menarik, Semua teman kuliah berdecak kagum dengan

    lontaran ide-idenya.

    Tetapi ide-ide itu tinggal ide saja. Sampai hari ini belum ada satu pun bisnis yang pernah dijalankannya.Malahan, terakhir saya ketemu dia, berstatus karyawan sebuah perusahaan publik di Jakarta. Dia memang

    terlalu pandai untuk merencanakan sebuah usaha sekaligus terlalu takut untuk memulai.

    Ada juga mahasiswa yang pernah datang pada saya. Dia menyatakan ingin berwirasusaha, kemudian dia

    mengatakan, bahwa dirinya belum punya modal dan tidak begitu pandai. Saya katakan pada dia: "Kebetulan!"

    Kemudian saya katakan lagi: "Jangan takut, karena modal utama untuk memulai bisnis adalah keberanian."

    Mengapa saya katakan seperti itu? Sebab, biasanya kalau terlalu pinter itu malah terlalu berhitung. Orang yang

    tahu banyak hal, maka dia akan tahu banyak risiko dan halangan di depannya. Hal itu menurut saya justru akan

    menciutkan nyalinya. Saya malah pernah bilang pada seorang sarjana yang ingin berwirausaha.

    Saya katakan: "Sekarang, abaikan ijazahmu. Buatlah dirimu seolah-olah tidak punya apa-apa, kecuali semangat

    dan keinginan yang kuat." Saya teruskan: "Mulailah berwirausaha justru pada saat Anda tidak punya apa-apa.

    Saat Anda merasa tertekan. Saat Anda tidak dapat berbuat apa-apa dengan ijazah Anda. Saat Andakebingungan

    karena harus bayar kredit rumah. Atau pada saat Anda merasa terhina."

    Memang nasehat saya ini agak berbeda dengan kebanyakan orang. Biasanya orang menyarankan, kalau mau

    usaha sebaiknya mengumpulkan modal dulu, kemudian cari tempat dan seterusnya. Tetapi, banyak orang sukses

    sebagai wirausahawan justru dimulai dari sebaliknya, hanya punya semangat dan tidak punya apa-apa.

    Kondisi yang ada memaksa mereka harus "bermimpi" tentang masa depannya, kemudian tertantang untuk

    menggapainya, dan berusaha keras untuk mewujudkannya.

    Anda tentu tahu atau paling tidak pernah mendengar nama Steve Jobs. sebelumnya dia bukan siapa- siapa. Jobs

    hanyalah anak muda yang gemar bercelana jeans belel dan berkantong kempes. Belakangan, dia membuat Apple

    Computer di garasi rumahnya, dan mendirikan perusahaan yang masuk Fortune 500 lebih cepat dari siapapun

    sepanjang sejarah. Jobs adalah contoh orang yang berhasil dalam berwirausaha, justru bukan karena

    kepandaiannya di bangku kuliah. Tapi, karena ia memiliki keberanian dan keyakinan akan usaha yang

    digelutinya. Dia mampu bertindak merealisasi gagasannya dengan meninggalkan lingkungan kuliah dan teman-

    temannya yang suka berhura-hura. Tapi, saya tidak menyarankan Anda untuk mengabaikan pendidikan. Hanya

    saja, saya ingin mengatakan, bahwa untuk menjadi wirausahawan terlebih dahulu dibutuhkan keberanian

    memulai (bertindak), untuk memanfaatkan peluang bisnis yang ada. Hal tersebut harus segera dilakukan,

    sebelum orang lain mendahuluinya. Kepandaian akademis akan diperlukan bila usaha kita sudah berjalan, dan

    itu bisa kita dapatkan dengan mengikuti kuliah lagi, atau kita bisa membayar orang-orang pandai sebagai

    karyawan atau konsultan.

    Berani Dulu, Baru Trampil

    Sunday, 24 October 2004

    Saya bisanya hanya nggodhog wedang atau merebus air, tapi akhirnya saya bisa juga punya restoran. Itu karena,

    saya punya keberanian. Saat saya berbicara pada kuliah kewirausahaan di Fakultas Ekonomi sebuah universitas

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY6

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    7/37

    swasta di Yogyakarta, saya sempat ditanya para mahasiswa: "Apakah seorang untuk menjadi pengusaha itu harus

    memiliki keterampilan dulu ?"

    Saya rasa, ini pertanyaan bagus. Pertanyaan yang sama pernah juga hinggap di benak saya, yaitu saat saya baru

    memulai menjadi pengusaha. Saat pertanyaan ini saya balikkan pada mereka, teryata sebagian besar mahasiswa

    mengatakan: "Perlu terampil dulu, baru berani memulai usaha."

    Saya rasa jawaban mereka tidak bisa disalahkan. Mereka cenderung menggunakan otak rasional. Padahalmenurut saya, untuk menjadi pengusaha, kita harus berani dulu memulai usaha, baru setelah itu memiliki

    keterampilan. Bukan sebaliknya, terampil dulu, baru berani memulai usaha.

    Sebab, saya melihat di Indonesia, ini sebenarya banyak sekali pengangguran yang tidak sedikit memiliki

    keterampilan tertentu. Namun, mereka tidak punya keberanian memulai usaha. Akibatnya, keterampilan yang

    dimiliki apakah yang diperolehnya saat sekolah atau bekerja sebelumnya, akhirnya banyak yang tidak

    dimanfaatkan. Itu 'kan itu sayang sekali.

    Seperti yang saya alami sendiri, saat membuka usaha Restoran Padang Sari Raja. Saya katakan pada mereka,

    bahwa terus terang saya tidak bisa membuat masakan padang yang enak. saya penikmat masakan padang. Tapi

    saya tidak tahu bumbunya apa saja yang membuat masakan tersebut enak. Saya katakan pada mereka: "Saya

    bisanya hanya nggodhog wedang atau merebus air".Itu artinya apa? Saya bisa punya usaha restoran, karena saya punya keberanian. Begitu juga, saat saya dulu

    membuka usaha Bimbingan Belajar Primagama. Saya belum pernah mengajar atau menjadi tentor di tempat

    lain. Bahkan saya belum pernah menjadi karyawan di perusahaan orang lain. Namun, saya memberanikan diri

    untuk membuka usaha tersebut. Sebab, saya berpendapat, kalau kita tidak punya keterampilan, maka banyak

    orang lain yang terampil di bidangnya bisa menjadi mitra usaha kita.

    Karena itu bagi saya, yang terpenting adalah keberanian dulu membuka usaha. Apapun jenisnya, apapun

    namanya. Sebab, sesungguhnya, untuk menjadi pengusaha, keterampilan bukan segala-galanya.

    Tetapi keberanian memulai usaha itulah yang harus kita miliki terlebih dahulu.

    Banyak contoh, orang yang sukses menjadi manajer, tapi ternyata belum tentu sukses sebagai entrepreneur.

    sebaliknya, seseorang yang di awal memulai usaha dengan tidak memiliki keterampilan manajerial, tetapi ia

    memiliki keberanian memulai usaha, banyak yang ternyata berhasil. mau mengembangkan jiwa entrepreneur.

    Orang jenis terakhir ini selain memiliki keberanian, juga Oleh karena itulah saya kira, jiwa entrepreneur, harus

    kita bangun atau kita bentuk sejak awal.

    Kaya Ide, Miskin Keberanian

    Sunday, 24 October 2004

    Kita harus ada keberanian untuk jatuh - bangun.

    Ada sebuah pertanyaan menarik dari seorang peserta "Entrepreneur University" angkatan ketiga saat mengikuti

    kuliah perdana pekan lalu. "Saya begitu banyak sekali ide bisnis, tapi nyatanya tak ada satu pun ide bisnis itu

    terealisir. Akibabnya, saya hanya sekadar kaya ide, tapi bisnis tak ada?",

    tanya peserta yang kebetulan ibu-rumah tangga itu.

    Saya kira, pertanyaan atau kejadian seperti itu tak hanya dialami oleh ibu tadi, tapi juga cukup banyak dialami

    oleh kita semua, bahwa yang namanya ide bisnis itu ada-ada saja. Tapi, yah hanya sekadar ide bisnis,sementara

    bisnisnya nol atau tak terwujud sama sekali.

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY7

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    8/37

    Terkadang ide yang tidak kita realisir justru sudah dicoba lebih dulu oleh orang lain. Dalam konteks ini, saya

    berpendapat, sebenarnya untuk membuat bisnis, memang dibutuhkan ide. Hanya saja, karena kita hanya kaya

    ide, namun miskin keberanian untuk mencobanya, maka yang berkembang adalah idenya, sedang bisnisnya nol.

    Menurut saya, miskinnya keberanian itu bermula ketika kita mendapat pendidikan di sekolah atau di bangku

    kuliah, yang kita dapat hanyalah teori semata. Jadi, kita terlalu banyak berteori, tapi miskin praktek.

    Akibatnya, ketika kita kaya ide, miskin keberanian. Artinya, kalau kita hanya menguasai teori, namun kalautidak bisa dipraktekkan, maka ide bisnis sehebat apapun akan sulit jadi kenyataan.

    Yah, seperti halnya, kita belajar setir mobil. Kalau kita hanya tahu teorinya, tapi tak pernah mencoba atau

    mempraktekkannya, tentu tetap tidak bisa setir mobil. Jadi, saya kira, persoalannya adalah terletak pada,

    bagaimana kita yang semula hanya kaya teori atau hanya sekadar bermain logika atau istilah lainnya hanya

    mengandalkan otak kiri , kemudian bisa berpikir atau bertindak dengan otak , kemudian bisa berpikir atau

    bertindak dengan otak kanan, Saya yakin, jika kita mampu juga menggunakan otak kanan, maka seperti pada

    saat kita setir mobil. Serba otomatis, tidak lagi harus dipikir, semua sudah di bawah sadar kita.

    Kalau pun, di saat kita praktek setir mobil atau mempraktekkan teori kita itu, terjadi berbagai kendala, seperti:

    di saat kita memasukkan mobil ke garasi, mobil kita sedikit rusak karena nyenggol pagar misalnya, saya kira

    nggak masalah.Begitu juga, ketika kita kecil belajar bersepeda, mengalami jatuh beberapa kali, itu sudah biasa. Tapi,

    akhirnya, bisa juga kita naik sepeda. Artinya, kita baru bisa naik sepeda setelah pernah mengalami jatuh

    beberapa kali. Di bisnis, saya kira itu juga sama. Kita harus ada keberanian untuk jatuh dan bangun. Sebaliknya,

    kalau tidak ada keberanian seperti itu, bisnis sekecil apapun tak akan ada. Dan, kalau kita biarkan ide bisnis itu,

    akibatnya kita hanya kaya ide bisnis, tapi miskin duitnya. Saya yakin, engan keberanian itulah akan

    mendatangkan duit. Oleh karena itulah, menurut hemat saya, lebih baik kita berani mencoba dan gagal dari

    pada gagal mencoba. Anda berani mencoba?

    Peluang Bisnis Di Sekitar

    Monday, 25 October 2004

    Kita harus ada keberanian untuk jatuh - bangun.

    Ada sebuah pertanyaan menarik dari seorang peserta "Entrepreneur University" angkatan ketiga saat mengikuti

    kuliah perdana pekan lalu.

    "Saya begitu banyak sekali ide bisnis, tapi nyatanya tak ada satu pun ide bisnis itu terealisir.

    Akibabnya, saya hanya sekadar kaya ide, tapi bisnis tak ada?", tanya peserta yang kebetulan ibu-rumah tangga

    itu. Sebenarnya di sekitar kita ini banyak sekali macam bisnis yang bisa diraih. Hanya saja, kita harus betul-

    betul memahami kebutuhan masyarakat konsumen. Sebagai contoh, di beberapa kota di Amerika Serikat, sudah

    banyak bisnis yang dikembangkan dari ide-ide sederhana seprti bisnis membangunkan orang tidur (morning

    call). Aneh, tapi itu nyata. Tentu, pengguna jasa ini harus menjadi member terlebih dahulu dengan membayar

    annual fee dalam jumlah tertentu. Ada juga bisnis yang di sini masih langka dan belum memasyarakat, yaknibisnis menyewakan pakaian dan perlengkapan bayi.

    Barangkali sekarang ini belum banyak yang kita temukan. Namun, saya yakin jika kita kreatif, akan mampu

    melihat peluang bisnis sebanyak-banyaknya dan mampu menangkap satu atau dua di antaranya. Pendek kata,

    peluang bisnis tidak akan pernah ada habisnya, selama minat manusia masih menjalankan hajat hidupnya di

    dunia ini.

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY8

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    9/37

    Dimana saja sebenarnya peluang bisnis disekitar kita? Misalnya, Saat ldul Fitri yang membawa tradisi kirim

    mengirim parcel dan buah tangan lainnya, walau itu sifatnya musiman, namun saya melihat itu adalah peluang

    bisnis. Awalnya musiman, tetapi bila dikembangkan dan ditekuni dapat dijadikan bisnis permanen bersama

    berkembangnya kehidupan sosial masyarakat.

    Keterampilan tertentu juga bisa dijadikan peluang bisnis. Terampil dibidang elektronika misalnya, bisa

    membuka bisnis reparasi dan maintenance alat-alat elektronik. Ahli di bidang komputer bisa membuka bisnis

    software dan hardware.

    Terampil di mesin, bisa memulai bisnis dari servis motor atau mobil. Atau barangkali, punya kreativitasyang

    berciri khas dan unik, kita bisa merintis bisnis kreatif, seperti Kaos Dagadu itu.

    Bahwa produk ini akhirnya jadi souvenir khas yogya, itu sebagai bukti bahwa kreativitas bisa jadi peluang bisnis

    yang menarik untuk digeluti. Maka, tidak ada salahnya, jika kita juga mencoba mengembangkan kreativitas yang

    tidak lazim dan unik, agar bisa dijadikan peluang bisnis. Tingkat pendidikan kita juga bisa menjadi peluang

    bisnis dengan pengembangan profesi. Misal sarjana matematika membuka kursus matematika.

    Sarjana Sastra lnggris memulai usaha dengan membuka kursus bahasa lnggris. Peluang bisnis juga ada

    dilingkungan keluarga. Bisa dimulai dengan berbisnis makanan atau katering dan keluarga bisa diajak

    serta, dan bisnis ini bisa dikelola dari rumah. Peluang itu juga terdapat di lingkungan pekerjaan, organisasi dan

    tetangga. Tentu saja, di lingkungan itu kita banyak teman.

    Maka, jika punya produk tertentu, bisa saja kita jual produk tersebut kepada mereka. Bahkan relasi kita pun

    bisa juga jadi peluang bisnis. Misalnya, bisa pinjam uang pada relasi untuk modal usaha. Produk yang dihasilkan,

    selain bisa dijual pada orang lain, juga pada relasi kita itu.

    Dengan begitu, kita tak hanya jeli mencari peluang bisnis, tapi juga mampu menciptakan Pasar.

    Begitu pula, jika punya hobi. Misalnya melukis, bisa jadi pelukis, dan lukisan itu bisa dijual digaleri. Bagi yang

    hobi senam aerobik atau body Inngunge, bisa berwirausaha buka studio senam. Bahkan, peluang bisnis itu juga

    bisa diraih saat kita melakukan perjalanan ke luar kota. lde bisnis bisa muncul setelah kita melihat bisnis di kota

    lain, dan itu bisa dikembangkan di kota sendiri. Hanya saja, agar bisnis yang akan dijalankan tidak sia- sia, ada

    baiknya pastikan dulu pasarnya.Tapi, tentu, peluang bisnis itu hanya bisa diraih, jika kita jeli dan gigih. Ingat pepatah yang mengatakan: " Tidak

    ada usaha, tidak ada hasil". Oleh karena itu, sebaiknya jangan ragu di dalam setiap meraih peluang bisnis yang

    ada di sekitar kita. Soal besar kecilnya peluang jangan jadi masalah. Tangkap dulu peluang yang ada. Dan,

    jangan khawatir, peluang bisnis yang berikutnya pasti akan mengikuti. Bisnis itu selalu mengalir, seperti bola

    salju, dimulai dari yang kecil lalu menggumpal menjadi besar.

    Bukan Melulu Karena Uang

    Monday, 25 October 2004

    Kesukses bisnis kita bukan semata-mata uang, tapi visi. Karena itu, visi masa depan harus kita miliki.

    Saya kira, tidak sedikit obsesi entrepreneur dalam menekuni bisnisnya, bukan semata karena uang. Banyak dari

    mereka yang maju karena visi, yaitu ingin menciptakan lapangan pekerjaan, dan dari usahanya itu mempunyai

    dampak sosial bagi kesejahteraan masyarakat. Dan, karena visinya seperti itu, maka dengan berhasil

    menciptakan lapangan kerja, atau usahanya memiliki dampak sosial yang positif, maka hal itu pun sudah

    merupakan sesuatu yang sangat memuaskan dirinya.

    Bahkan, saya merasakan, bahwa dengan memiliki visi itu, maka kalaupun usaha yang kita jalankan tidak untung,

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY9

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    10/37

    tetapi tetap jalan, maka hal tersebut bukanlah merupakan permasalahan yang amat penting.

    Selama ini saya jarang melihat, ada entrepreneur yang mencapai puncak prestasinya, dengan cara lebih

    menempatkan uang sebagai penggerak utamanya. Tapi saya berpendapat, keberhasilannya karena ia memang

    lebih punya kemampuan menggerakkan visinya. Sehingga, sosok entrepreneur seperti ini, selalu saja punya

    keinginan merubah cara kerja dunia.

    Mereka selalu kreatif dan inovatif, Mereka menikmati apa yang dilakukannya. Pendeknya, visi itulah yangsebenarnya menggerakkan entrepreneur melakukan sesuatu yang akhirnya usahanya meraih kesuksesan.

    Hanya saja, untuk bisa menjadi entrepreneur yang baik, maka perlu memiliki kebebasan untuk mengejar visi-visi

    tersebut. sebaliknya, jika tak dapat melakukannya, maka kita tidak akan pernah memperoleh keuntungan dari

    hal tersebut.

    Pengusaha yang bisa kita jadikan contoh memiliki visi yang luar biasa adalah Bill Gates pendiri perusahaan

    komputer perangkat lunak terbesar di dunia, Microsoft Corp, yang baru-baru ini meraih gelar Doctor (HC) di

    sebuah universitas di Jepang.

    Pengusaha ini termasuk orang tersukses pada akhir abad ke-20 dalam kategori bisnis.

    Namun, dari apa yang saya pahami, keberhasilannya itu karena ia memiliki visi dan komitmen untuk sukses, dan

    ternyata Bill Gates sangat menikmatinya. Jelas, bahwa kesuksesannya nyata-nyata bukan Semata- mata karena

    soal uang, tetapi karena ia memiliki komitmen yang luar biasa pada visinya. sesuatu yang mungkin sulit kita

    bayangkan sebelumnya.

    Dalam konteks ini, saya sependapat dengan Fred Smith, pendiri dan CEO Federal Express Corporation, bahwa

    untuk bisa menjadi entrepreneur sukses, semestinya kita juga memiliki kemampuan melihat sesuatu yang tidak

    bisa dilihat orang lain. Atau minimal melihat sesuatu dalam cara yang berbeda dari orang lain yang melihatnya

    secara tradisional. Jadi menurut saya, sebaiknya kita sebagai seorang entrepreneur, memiliki kemampuan

    membuat visi masa depan.

    Disamping juga, kita harus mampu menggunakan intuisi, bahkan kalau perlu kita pun juga sering membuat

    perubahan "revolusioner". Dengan begitu, setidaknya kita memiliki kemampuan melihat masa depan dengan

    lebih baik. Kita harus yakin, bahwa tahun-tahun ke depan akan menjadi masa terbaik bagi para entrepreneur.

    Maka tak ada salahnya kalau kita berani meraihnya.

    Memulai Bisnis Baru

    Monday, 25 October 2004

    Jika kita memang ingin memulai bisnis baru, maka semestinya peluang pasarlah yang lebih kita jadikan pijakan.

    Saya percaya, bahwa setiap tahun telah cukup banyak orang yang masuk dunia bisnis. Mereka umumnya

    melakukan tiga cara. Yakni, membeli bisnis yang sudah ada, menjadi partner dalam sebuah franchise, atau

    dengan memulai bisnis baru.

    Jika kita akan memulai bisnis baru, tentu kita harus bisa menjawab empat pertanyaan ini. Pertama, produk atau

    layanan apakah yang akan kita buat, dan itu untuk siapa? Kedua, mengapa harus usaha itu? Mengapa calon

    customer harus membeli dari kita? Apa yang akan kita berikan jika ternyata produk itu belum ada? Bagaimanakompetisinya? Apa keuntungan yang akan kita peroleh dari kompetisi itu? Ketiga, Apakah kita mempunyai

    sumbernya? Apakah kita akan mendapat order? Apakah order itu datang segera? Keempat, siapa pasar kita?

    Lantas dari manakah ide untuk mulai bisnis baru itu berasal? Hasil sebuah survey di AS, yang tertuang dalam

    buku The Origins of Entrepreneurship, memang disebutkan, bahwa 43% pengusaha itu dapat ide dari pengalaman

    yang diperoleh saat dia bekerja di industri yang sama.

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY10

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    11/37

    Mereka tahu operasional suatu usaha dan umumnya punya jaringan kerjasama. Sebanyak 15% pengusaha dapat

    ide bisnis saat melihat orang lain mencoba suatu usaha. Sebanyak 11% pengusaha dapat ide saat melihat peluang

    pasar yang tidak atau belum terpenuhi, 7% pengusaha dapat ide karena telah meneliti secara sistematik

    kesempatan berbisnis, dan 3% pengusaha dapat ide karena hobi atau tertarik akan kegemaran tertentu. Di

    Indonesia sendiri bagaimana? Saya kira dalam konteks ini, kita tidak harus sependapat dengan hasil data

    tersebut. Data 43% pengusaha itu dapat ide dari pengalaman yang diperoleh ketika bekerja di industri yangsama, itu menunjukkan bahwa dia tipe pengusaha yang hanya berani memulai bisnis baru karena hanya semata

    melihat sisi terangnya saja. Menurut saya, jika kita memang benar-benar ingin memulai bisnis baru, semestinya

    peluang pasarlah yang lebih kita jadikan pijakan. Untuk itulah langkah yang kita gunakan pun bukannya inside

    out aproach melainkan outside in approach, yaitu pendekatan dari luar ke dalam. Cara ini cenderung melihat

    dahulu, apakah ada peluang bisnis atau tidak. Sebab, sesungguhnya ide dasar bisnis itu sukses adalah jika kita

    mampu merespon dan mengkreasikan kebutuhan pasar. Caraini biasanya disebut opportunity recognition.Oleh

    karena itulah, saya berpendapat, sebagai pengusaha kita semestinya harus berani memulai bisnis baru. Hal itu

    memang bukan hal mudah, karena membutuhkan analisa dan perencanaan yang serius.

    Namun, percayalah bahwa ide memulai bisnis baru tak terlalu sulit. Ide itu bisa berasal dari mana saja dalam

    berbagai cara.Yang pasti,sekali ide bisnis itu dikembangkan dengan jelas, maka bisnis baru itu niscaya akan

    berkembang. Apalagi, setelah terlebih dahulu kita adakan evaluasi dengan teliti, baik itu berkaitan dengan

    customer dan Kompetisinya.

    Memulai Bisnis Tanpa Uang Tunai

    Monday, 25 October 2004

    Bisnis punya uang tunai dulu, itu sudah lumrah. Tapi tak benar, tak mungkin memulai bisnis tanpa uang tunai

    Mungkinkah kita mulai bisnis tanpa memiliki uang tunai? Saya kira itu mungkin saja. Mengapa tidak! Jika kita

    mampu mengoptimalkan pemikiran kita, maka akan banyak jalan yang bisa ditempuh dalam menghadapi

    masalah permodalan untuk kita bisa memulai bisnis.

    Cuma masalah permodalan untuk kita bisa memulai bisnis. Cuma masalahnya, darimana duit itu berasal?

    Logikanya, semua bisnis itu membutuhkan modal uang.

    Memang, kebanyakan kita selalu mengeluh ketiadaan modal uang sebagai alasan mengapa kita "enggan"

    berwirausaha. Padahal, modal yang paling vital sebenarnya bukanlah uang, tetapi modal non-fisik, yakni berupa

    motivasi dan keberanian memulai yang mengebu-gebu.

    Saya yakin, jika hal itu sudah bisa dipenuhi, maka mencari modal uang bukanlah persoalan yang tidakmungkin,

    meski secara pribadi kita tidak memiliki uang. Sementara kita telah tahu, bahwa peluang bisnis telah ada di

    depan mata. Tentu, alangkah baiknya jika kita tidak menundanya untuk memulai berbisnis.

    Toh kita tahu, bahwa sebenarnya banyak sumber permodalan. Seperti uang tabungan, uang pesangon, pinjam di

    bank dan di koperasi atau dari lembaga keuangan atau dari pihak lainnya. Namun, jika kita ternyata tidak

    memiliki uang tabungan, uang pesangon atau katakanlah belum ada keberanian untuk meminjam uang di bank

    atau koperasi, saya kira kita juga tidak perlu risau. Karena ada cara untuk memulai bisnis, meski kita tidak

    memiliki uang tunai sekalipun. Contohnya, kita bisa menjadi seorang perantara. Misalnya, menjadi perantara

    jual beli rumah, jual beli motor dan lain-lain. Keuntungan yang kita dapat bisa dari komisi penjualan atau cara

    lain atas kesepakatan kita dengan pemilik produk. Saya yakin, kita pasti bisa melakukannya.

    Kita bisa juga membuat usaha dengan cara konsumen melakukan pembayaran di muka. Dalam hal ini, kita bisa

    mencari bisnis dimana konsumen yang jadi sasaran bisnis kita itu mau membayar atau mengeluarkan uang dulu

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY11

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    12/37

    sebelum proses bisnis, baik jasa maupun produk, itu terjadi. Misalnya bisa dilakukan pada bisnis jasa, seperti

    industri jasa pendidikan. Dimana, siswa diwajibkan membayar dulu didepan sebelum proses pendidikan itu

    terjadi. Bisa juga misalnya, ada orang yang memesan barang pada kita, namun sebelum barang yang dipesan itu

    jadi, pihak konsumen sudah memberikan uang muka dulu.

    Artinya, itu sama saja kita telah diberi modal oleh konsumen.

    Masih ada cara lain memulai bisnis tanpa kita memiliki uang tunai. Contohnya, menggunakan sistem bagi hasil.Biasanya, cara bisnis model ini banyak diterapkan pada Rumah Makan Padang. Dimana kita sebagai orang yang

    memiliki keahlian memasak, sementara patner bisnis kita sebagai pemilik modal uang.

    Kita bekerjasama dan keuntungan yang didapat pun dibagi sesuai kesepakatan bersama. Atau kita mungkin ingin

    cara lain? Tentu masih ada. Contohnya, kita bisa melakukannya dengan sistem barter dengan pemasok, dan kita

    pun jika memiliki keahlian tertentu, mengapa tidak saja menjadi seorang konsultan. Selain itu, bisa saja denagn

    cara kita mengambil dulu produk yang akan diperdagangkan, hanya untuk pembayarannya bisa kita lakukan

    setelah produk tersebut terjual pada konsumen.

    Tentu, masih banyak cara lain untuk kita memulai bisnis tanpa uang tunai.

    Oleh karena itu, menurut saya, sebaiknya kita tidak perlu berkecil hati atau takut dipandang rendah, bila

    ternyata kita memang tidak memiliki uang tunai namun berhasrat untuk memulai bisnis. Saya yakin, dengan kita

    memiliki uang

    tunai namun berhasrat untuk memulai bisnis. Saya yakin, dengan kita memiliki kemauan besar menjadi seorang

    wirausahawan atau entrepreneur, maka setidaknya akan selalu ada jalan untuk memulai bisnis. Nyatanya, tidak

    sedikit pengusaha yang telah meraih keberhasilan meski saat memulai bisnisnya dulu tanpa memiliki uang tunai.

    Itu menunjukkan bahwa tidak benar kalau ada yang mengatakan "Tak mungkin kita memulai bisnis tanpa memiliki

    uang tunai." Kuncinya sebetulnya terletak pada motivasi dan keberanian kita memulai bisnis yang mengebu-

    ngebu. Hanya saja, untuk cepat meraih sukses - apalagi tanpa memiliki uang tunai - itu tidak semudah seperti

    kita membalikkan telapak tangan. Semuanya membutuhkan perjuangan

    Mitos Hutang

    Monday, 25 October 2004

    Kalau bisnis kita ingin maju, maka hutang untuk perusahaan saya kira bukan masalah

    Mitos atau anggapan "Hutang itu Buruk", bisa benar bisa salah. Benar hutang itu buruk, apabila kita berhutang

    terlalu banyak, hanya untuk keperluan konsumtif. Tetapi apabila hutang itu kita manfaatkan untuk melakukan

    bisnis atau usaha, maka anggapan hutang itu buruk adalah salah.

    Saya sepakat, kalau kalau kita mempunyai hutang pribadi, sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan. Jangan

    banyakbanyak. Dan pastikan hutang kita itu ada yang bayar.

    Dalam berbisnis, kalau bisnis kita mulai berkembang, pasti sangat membutuhkan tambahan modal kerja maupun

    investasi. Kalau kita mau maju, maka hutang untuk bisnis bukan suatu masalah, justru sangat perlu. Asal kita

    bisa menggunakannya secara tepat, hal itu justru akan membuat bisnis kita lebih berkembang. Sebagai contoh

    kita mempunyai modal Rp. 10 juta. Dari modal itu kita unntung 20%, maka keuntungan yang kita peroleh Rp. 2juta. Namun kalau dari Rp. 10 juta kita bisa mendatangkan tambahan modal Rp. 90 juta dari hutang, sehinga

    modal menjadi Rp. 100 juta, maka keuntungan kita yang 20% menjadi Rp. 20 juta. Dari sini kita bisa

    membandingkan berapa keuntungan kita sebelum dan sesudah mendapatkan modal dari luar.

    Itu hitungan sederhana. Banyak cara untuk mendapatkan hutang.

    Misalnya melalui bank. Tetapi bank dalam memberikan pinjaman pasti melihat kredibilitas kita.

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY12

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    13/37

    Kalau bisnis kita baik, mengapa kita takut hutang. Karena dengan tambahnya modal, maka bisnis kita akan

    menjadi lebih baik. Sehingga dengan berkembangnya bisnis kita, dampak positifnya dapat membuka lapangan

    kerja baru.

    Kredit modal kerja adalah salah satu bentuk hutang yang bisa kita manfaatkan. Dan modal itu bisa kita pakai

    terus, karena sistemnya rekening koran, dimana kita membayar bunga dari saldo pinjaman yang kita pakai.

    Setiap jatuh tempo kita diperpanjang. Bahkan kalau bisnis kita semakin maju, maka kita dapat mengajukantambahan kredit lagi sesuai kebutuhan. Yang penting dalam berhutang tidak ada sedikitpun pikiran atau niat

    untuk ngemplang atau tidak membayar. Kita harus punya niat baik menepati perjanjian kredit dengan bank.

    Perlu kita ketahui, pihak bank sendiri dalam operasionalnya selalu menggunakan fungsi intermediasi, yakni

    penyaluran dana dan menghimpun dana. Kedua fungsi ini harus seimbang. Dalam penyaluran kredit, pihak bank

    mengharapkan adanya keuntungan demi kelancaran operasional dan peningkatan kesejahteraan karyawan, serta

    perkembangan bank itu sendiri. Sedang bagi kita yang memanfaatkan kredit sehingga bisnisnya berkembang,

    maka dampak positifnya, kesejahteraan karyawan akan meningkat. Disinilah perlunya, pihak bank dan

    pengusaha saling kerjasama, saling memberikan dukungan.

    Sebenarnya, seorang yang mempunyai citra buruk dalam berhutang, pada dasarnya disebabkan orang tersebut

    ingkar janji, tidak bisa membayar atau bahkan ngemplang tidak mau membayar. Tetapi ada pula citra buruk

    diciptakan oleh mereka yang tidak percaya untuk mendapatkan hutang. Sehingga sebagai kompensasi

    kejengkelannya, mereka menyebarkan isu, bahwa hutang itu buruk.

    Anggapan seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi, karena apa yang kita lakukan itu demi kemajuan bisnis kita.

    Sayangnya, sebagian besar masyarakat percaya tentang hal itu. Padahal kalau kita mau eksis dan maju dalam

    berbisnis, salah satu jurus yang kitu adalah harus mau dan mampu memanfaatkan dana dari pihak lain.

    Untuk melakukan itu memang dituntut keberanian dan rasa optimis. Bisa saja kita punya rasa optimis justru

    dengan modal sendiri, walaupun ada yang mengatakan, bisnis dengan modal sendiri berarti kita egois, tidak

    sosial, tidak mau bagi-bagi keuntungan. Dan dari aspek spiritual, menurut saya, semakin banyak kita melibatkan

    dana orang lain utnuk mengembangkan bisnis, maka semakin banyak pula orang ikut mendoakan bisnis kita.

    Sebaliknya, kalau bisnis kita menggunakan modal sendiri, maka yang mendoakan bisnis kita hanya kita sendiri.

    Berani mencoba?***

    Berhutang Itu Mulia

    Monday, 25 October 2004

    Janganlah mudah percaya pada mitos, yang mengatakan, bahwa usaha itu tak mungkin dimulai dengan modal

    dengkulDalam sebuah program pelatihan entrepreneur yang diadakan Prima Enrepreneurship, beberapa waktu

    lalu, saya ditanya peserta, "Bagaimana cara kita berwiraswasta namun tidak mempunyai modal?" Saya jawab

    "Kuncinya, BODOL!". Itu singakatan: berani, optimis, duit, orang lain.

    Maksudnya, bila kita berani menjadi wirausahawan atau entrepreneur, tentunya kita harus punya keberanian.

    Tak hanya berani mimpi, tetapi juga berani mencoba, berani gagal dan berani sukses. Saya kira hal itu penting

    dan harus kita miliki. Selain itu, kita juga harus optimis. Sebab dengan kita tetap optimis, maka kita akan selalu

    yakin akan masa depan, yakin pada kemampuan, dan juga menghentikan alur pemikiran yang negatif. Dan, kita

    janganlah mudah percaya pada mitos yang mengatakan, bahwa usaha itu tak mungkin dimulai dengan modal

    dengkul berarti mulai kecil-kecilan. Saya percaya, bahwa kalau kita yakin akan bisnis yang kita lakukan, pastilah

    bisa jalan. Kalaupun nanti di tengah jalan kesulitan modal, anggaplah itu wajar saja dalam bisnis. Sebab,

    sesungguhnya, salah satu ciri usaha atau bisnis kita berkembang adalah selalu saja kekurangan modal. Bila bisnis

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY13

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    14/37

    kita bertambah maju dan omset naik, maka tentu dituntut pula menyediakan modal tambahan. Singkatnya,

    dengan omset naik, kita dihadapkan pada kesulitan modal. Kita butuh duit. Duit itu dapat dari mana? Jika kita

    punya warisan dan simpanan banyak tak masalah.

    Jika tidak ada? Duit itu bisa saja kita dapat dari duit orang lain atau hutang. Apalagi yang namanya modalnya

    entrepreneur adalah dengkulnya. MAka tak punya dengkulpun, bisa meminjam dengkulnya orang lain. Atau

    katakanlah, akhirnya hutang di bank, atau kita dapat hutang berarti kita membuktikan bahwa kita memangdipercaya. Credible.

    Sehingga, semakin besar hutang kita pada bank dan tidak macet, maka semakin besar pula kepercayaan bank

    pada kita. Sehingga bonafiditas seorang entrepreneur diukur dari seberapa besar hutang yang didapatnya, dan

    kita semakin dihormati. Sebab, bunga hutang kita itu pun digunakan untuk membiyayai operasional bank

    tersebut, termasuk membayar gaji karyawannya dan bunga para penabung Ingat, bisnis

    bank salah satu sumber pendapatannya dari bunga pinjaman. Bahwa dengan kita berhutang yang digunakan

    untuk mengembangkan usaha, maka tentu saja hal itu tak mustahil akan menciptakan lapangan kerja baru. Itu

    sangat bermanfaat. Apakah itu, namanya tidak mulia?

    Bicara soal hutang, saya jadi teringat pada metabolisme tubuh manusia. Agar metabolisma tubuh kita berjalan

    baik, tentu saja aliran darahnya juga harus baik dan stabil sesuai kebutuhan organ-organ tubuh kita. Kalau

    kurang darah tentu saja perlu diatasi dengan cara tambahan darah. Nah, hutang itulah saya ibaratkan darahnya.

    Memang yang namanya hutang di bank itu ada resikonya. Tapi semuanya itu dianggapnya perjuangan.

    Perjuangan adalah hari-hari yang dijalani oleh seorang entrepreneur. Saya sendiri sangat merasakan hal itu.

    Tapi anggaplah, resiko itu sesuatu yang harus senantiasa diperhitungkan, namun tidak perlu ditakuti. Asal saja,

    hutang atau tambahan modal usaha itu betul-betuk digunakan untuk kepentingan bisnis dan bukan untuk

    kepentingan konsumtif. Memang, kita dituntut pintar dan seefektif mungkin menggunakannya. Sehingga kita

    dapat membayar hutang tepat waktu.

    Saya dan anda, mungkin sama-sama yakin betul, bahwa seorang entrepreneur yang cerdas pasti bisa

    memanfaatkan hutang itu sebaik mungkin. Alasannya adalah seorang pekerja keras, tekun, tak mudah puas,

    berani bersaing, gerak langkahnya cenderung mengejar prestasi terbaik, dan berani mengambil resiko, termasuk

    berhutang tadi. Itu sebabnya, mengapa dia lebih mampu menangkap dan memanfaatkan peluang apapun dengan

    baik, termasuk tentunya kejeliannya dalam berhutang. Maka tak mustahil, kaslau seorang entrepreneur tidak

    berhutang hidupnya pun terasa hampa. Karena, baginya, berhutang pun tetap mulia. Yah itulah entrepreneur.***

    Jangan Jadi Pengusaha Klien

    Monday, 25 October 2004

    Jadi pengusaha klien aman membuat kita repot, jadi pengusaha otonom akan membuat kita sukses.

    Selama ini kita masih seringkali melihat, adanya pengusaha yang selalu "repot-repot" dengan mengundang

    pejabat tertentu untuk meresmikan pembukaan usahanya. Sementara, istri pejabat itu sambil tersenyum seraya

    mengguntung pita. Hadirin tepuk tangan.

    Itu semua, tentu saja, selalu ada pamrihnya. Setidaknya, pengaruh pejabat itu akan

    memuluskan usahanya kelak. Namun, di era milenium ketiga ini, tampaknya hal-hal seperti itu tidak perlu

    terjadi lagi. Artinya, kita tidak usah repot-repot seperti itu.

    Sebaiknya, kita harus bebas dari pengaruh kekuasaan politik dan pemerintah, apalagi pejabat tertentu. Menurut

    saya, justru yang sangat diperlukan dalam siatu sistem perekonomian terbuka sekarang ini, adalah

    pengusaha yang kompetitif dan otonom. Pengusaha semacam inilah adalah pengusaha yang tidak tergantung

    pemerintah, tapi lebih tergantung mekanisme pasar.

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY14

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    15/37

    Saya yakin, kehadiran pengusaha yang kompetitif dan otonom akan merupakan satu elemen yang sangat penting

    artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Sosok seperti ini, cenderung akan lebih mampu berperan

    sebagai kekuatan utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Tapi sayangnya, dinegara kita ini, golongan pengusaha yang kompetitif dan otonom semacam ini, ternyata

    belum berkembang secara maksimal. Justru, yang saya lihat selama ini, yakni masih banyak munculnya

    kelompok-kelompok pengusaha swasta jenis lain yang biasa kita namakan pengusaha klien (client businessmen).Dalam aktivitas bisnisnya, mereka memang banyak tergantung, dan menjadi kroni pejabat,

    atau tergantung pada pengaruh kekuasaan politik atau pemerintah. Dalam konteks inilah, saya kira sebaiknya

    peranan pemerintah tidak diperbesar. Karena, inefesiensi dalam birokrasi jelas sudah usang.

    Hal itu sudah tak cocok lagi dengan kecepatan bisnis, apalagi di era milenium ketiga ini. Dan, kita sendiri

    sebagai pengusaha atau wiraswastawan juga perlu banyak belajar dari pengalaman, bahwa sesungguhnya

    menjadi pengusaha klien nyata-nyata tidak membuat kita mandiri dalam bisnis.

    Sebab, bagaimanapun juga, kalau kita menjadi pengusaha yang otonom, akan lebih mampu memperbaiki

    kredibilitas negara kita. Bahkan, saya optimis, kita juga akan mampu membantu mengembalikan kepercayaan

    pada investor asing. Saya yakin, kalau pengusaha yang kompetitif dan otonom ini berkembang dengan baik di

    negara kita, diharapkan bisa pulih kembali. Agaknya, semua harapan ini masih termasuk wajar. Hanya,

    bagaimana pemerintah kita menyikapinya.

    Kita sebagai pengusaha, memang dituntut untuk terus berusaha menjadi pengusaha otonom. Dengan demikian,

    kita akan lebih mampu menjadi pengusaha yang kompetitif. Karena itu, menurut saya, sekarang ini bukan

    waktunya lagi bagi kita untuk mengembangkan bisnis klien, yang dikenal sebagai bisnis lobi. Bisnis lobi karena

    faktor kedekatan dengan politikus maupun pemerintahan semacam itu, dulu memang banyak berkembang di

    negara kita. Sehingga, tak mengherankan kalau lantas banyak bermunculan kasus KKN.

    Sementara, kita lihat pengusaha yang benar-benar otonom menjadi sulit berkembang.

    Pengertian otonom yang saya maksud disini, bukan lantas hubungan antar perusahaan, itu tidak penting.

    Hubungan sinergi dalam bisnis itu, tentu saja tetap diperlukan. Begitupula hubungan kita dengan pemerintah,

    juga harus tetap harmonis dan transparan.

    Hanya saja, tergantung pada pemerintah itu ganti atau partainya tidak lagi memerintah, akibatnya bisnis bisa

    bangkrut atau hancur. Oleh karena itulah, ada baiknya kita menjauhi saja bisnis lobi. Dan, lebih baik kita

    menggalakan bisnis yang berhubungan langsung dengan pasar. Sebab, bagaimanapun juga kita harus tetap

    berusaha, bahwa dengan kondisi pasar yang terus bergerak, ternyata pasar tetap membutuhkan produk kita. Itu

    lebih penting. Sebab, kalau seorang pengusaha berhasil menjalankan bisnis pasar, tentu dia akan memiliki

    kredibilitas yang tinggi sebagai pengusaha otonom yang sukses.***

    Belajar Bisnis Sambil Jalan

    Monday, 25 October 2004

    Untuk jadi pengusaha, kita tak harus punya pengalaman bisnis yang mumpuni dulu.

    Saya sependapat kalau ada yang mengatakan, bahwa untuk meraih sukses bisnis, kita bisa meniru sukses oranglain, apakah itu strateginya, atau pilihan usaha yang dilakukannya. Selain itu, saya ingin menambahkan, bahwa

    untuk kita bisa menjadi pengusaha, sesungguhnya tidak harus punya pengalaman bisnis

    yang mumpuni dulu. Logikanya adalah, kalau kita menunggu sampai punya pengalaman bisnis yang mumpuni,

    lantas kapan kita akan memulai usaha? Dari pengalaman saya sendiri, maupun pengalaman

    pengusaha Bob Sadino, juga pengalaman pengusaha-pengusaha lain, bahwa sesungguhnya pengalaman

    bisnis yang mumpuni itu bisa kita raih sambil menjalankan bisnis kita. Maka, jika kita ingin memulai usaha,

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY15

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    16/37

    ada baiknya jangan banyak dipikirkan atau pakai rencana yang muluk-muluk. Yakinlah,

    bahwa semua itu dalam bisnis bisa saja berubah, dan itu bisa kita tangani sambil jalan.

    Hanya saja, mungkin ketakutan kita sementara ini justru karena kita terlalu siap, terlalu banyak yang dipikir,

    bahkan terlalu takut dengan resiko bisnis.

    Padahal, menurut saya, dalam praktek bisnis, yang terjadi sesungguhnya banyak berbeda dengan apa yang

    pernah kita pikirkan.Sehingga tak mengherankan kalau kita kemudian banyak menemukan jalan keluar utnuk mengatasi semua

    kesulitan bisnis yang kita alami.

    Jadi, sesungguhnya tidak ada alasan untuk kita untuk tidak memulai usaha, karena alasan pengalaman bisnis kita

    terbatas. Katakanlah, dengan kita piawai menarik pelajaran dari setiap kejadian, saya yakin hal itu justru

    membuatkita tambah piawai dalam bisnis.

    Dan, kalau kita lihat dilapangan,banyak usaha yang ternyata dimulai dengan modal nol. Misalnya, uang tidak

    punya, itu bisa diatasi dengan pinjam orang lain.

    Kemudian pengalaman bisnis tidak punya, bisa tanya pada orang lain.

    Bahkan ide pun tak punya, bisa pakai ide orang lain. Begitu juga tempat usaha yang tak ada, dan masih banyak

    lagi. Apa artinya semua itu? Artinya, kita bisa lakukan dengan menggunakan "kepunyaan" orang lain. Justru dari

    Keadaan semacam inilah, akan membuat kita mandapat banyak pelajaran dalam berbisnis. Pemikiran itu

    menurut saya hal yang paling penting untuk memulai bisnis.

    Oleh karena itu, menurut saya, sesungguhnya belajar bisnis sambil jalan atau jalan sambil belajar, di dunia

    usaha itu sama saja, yang penting kita telah berusaha dengan memulai usaha. Menurut Bob Sadino dengan

    melangkah seperti itu, paling tidak kita sudah malangkah lebih maju dalam berbisnis.

    Kita tidak lagi hanya berjalan di tempat, yang berarti kita tidak kemana-mana atau tidak melakukan bisnis

    apapun. "Saya sukses karena saya melangkah.

    Bukan mengangan-angankan langkah", kata Bob Sadino yang memulai usaha dari nol.

    Tentu saya sependapat dengan Bob, yang kini memiliki banyak supermarket dalam grup Kem Chick's itu. Artinya,

    dengan melangkah, maka ada kemungkinan kita sukses, disamping ada pula kemungkinan gagal. Namun dengan

    tidak melangkah, maka kita tidak pernah akan sukses. Maka tidak ada salahnya, kita belajar bisnis sambil

    jalan.***

    Proses Kreatif Berwirausaha

    Monday, 25 October 2004

    Kita berani berpikir kreatif, itu berarti kita sudah berani mengambil resiko.

    Salah satu tugas kita sebagai pengusaha, selain memiliki keterampilan interpersonal, leadership, dan

    managerial, juga harus mampui melakukan tugas kreatif. Saya yakin, selama pengusaha itu kreatif, maka

    usahanya akan tetap eksis dan berkembang maju.

    Jadi intinya, menjadi pengusaha itu memang harus kreatif. Seolah tiada hari tanpa kreativitas. Karena itulah,

    kini saatnya kita untuk terus kreatif. ataupun di negara lain.

    Ini mengingatkan macam usaha di Indonesia belum sebanyak di Amerika Serikat

    Di Amerika Serikat misalnya, ada bisnis menyewakan pakaian dan perlengkapan bayi. Jadi sebenarnya banyak

    macam usaha yang bisa kita kerjakan, asal kita mau kreatif.

    Didalam kita memilih usaha juga harus kreatif. Begitu juga sewaktu kita menjalankan usaha juga harus kreatif.

    Maka, tak ada salahnya kalau suasana di perusahaan itu harus diciptakan iklim yang kondusif untuk kita kreatif.

    Ide-ide kreatif yang semula tak pernah kita pikirkan, akan cenderung muncul.

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY16

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    17/37

    Hanya saja memang kratif itu memerlukan proses, yakni proses kreatif. Jadi pada awalnya, untuk kreatif itu

    perlu persiapan, meski secara tidak formal. Tinggal, bagaimana kita sendiri membuat suasana kerja itu kreatif.

    Dalam prosesnya, ternyata kreatif itu juga membutuhkan konsentrasi kita. Padahal, yang mungkin terjadi pada

    saat kita melakukan konsentrasi adalah menemui hambatan atau jalan buntu.

    Sehingga akibatnya, kita tak bisa berbuat apa-apa, atau mengalami frustasi.

    Dan, sebenarnya frustasi itu merupakan bagian dari proses kreatif itu sendiri.

    Dalam kondisi inilah, menurut saya, sebaiknya kita tidak menyerah atau putus asa. Jangan berhenti sampai di

    situ. Tapi, kita harus yakin, bahwa pada saatnya nanti wawasan atau iluminasi akan muncul. Kemudian, kita

    Melewati proses kreatif berikutnya, yaitu inkubasi atau pengendapan masuk ke alam bawah sadar. Pada saatnya,

    yaitu pada kondisi yang tidak disengaja, bisa saja muncul iluminasi.

    Itu artinya ide kreatif kita telah kita temukan.

    Lantas yang perlu kita jalankan adalah mengolah atau menjalankan ide kreatif itu menjadi nyata, demi

    kemajuan bisnis kita. Bahkan menurut saya, untuk memberikan kepuasan pada pelanggan, kita pun harus

    menggunakan pendekatan yang kreatif. Termasuk juga bagaimana kita mencari modal atau dana untuk

    pengembangan usaha, peningkatan kegiatan produksi, perbaikan desain, pemasaran, dan lain sebagainya. Oleh

    karena itulah, orang kreatif itu sebenarnya adalah sama dengan orang yang berani mengambil resiko.

    Hanya tinggal seberapa besar sebenarnya kualitas kreativitas itu akan mempengaruhi resiko usaha yang

    dijalankan. Bahkan, saya berpendapat, bahwa seseorang yang berani berpikir kreatif, berarti dia sudah

    berani mengambil resiko.

    Dan saya yakin, hanya pengusaha yang berani mengambil resiko itulah yang usahanya dapat berkembang maju,

    baik untuk saat ini ataupun untuk masa depan.***

    Gaya Berwirausaha

    Monday, 25 October 2004

    Ada 2 gaya berwirausaha, yakni "manajerial" dan "kejuraganan".

    Tak ada salahnya kita memilihnya. Itu tergantung kemantapan kita, yang penting bisnis kita maju.

    Sebagai pengusaha, saya banyak memjumpai teman-teman pengusaha yang menjalankan bisnis dengan gaya

    yang berbeda-beda.

    Ada teman pengusaha yang menggunakan manajemen atau yang kita sebut gaya berwirausaha

    "manajerial". Tapi ada juga yang menjalankan bisnisnya dengan menggunakan gaya "kejuraganan".

    Saya kira, dengan gaya berwirausaha apapun yang kita terapkan dalam bisnis kita, yang penting bisnis kita tetap

    bisa dijalankan dan maju. Itu semua memang tergantung pada diri kita masing-masing.

    Asal kita mantap dengan gaya tersebut, ya lakukan saja. Sebab, kalau kita sudah mantap, maka bisnis

    yang kita jalankan sekarang ini tentu akan semakin mantap meraih kesuksesan.

    Sudah banyak terbukti, bahwa pengusaha yang menggunakan gaya berwirausaha "kejuraganan" terbukti usahanya

    sukses.

    Gaya ini menempatkan 4 fungsi manajemen, yakni produksi, pemasaran, sumber daya manusia dan keuangan,

    terpusat pada pengusahanya. Teman saya sendiri sukses luar biasa dengan gaya tersebut.

    Para juragan biasanya lebih suka bekerja seperti karyawan saja, dan jangan heran kalau kita kemudian menjadi

    sulit untuk membedakan perannya.

    Bisa sewaktu-waktu menjadi pengusaha atau pemilik bisnis, bisa juga sebagai karyawan, sebagai keuangan, dan

    lain sebagainya. Itu sekali lagi karena ke-4 fungsi manajemen dilakukannya sendiri.

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY17

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    18/37

    Sementara karyawannya yang bekerja di perusahaannya, hanya berfungsi melaksanakan tugas atau delegasi

    teknis saja.

    Sementara itu, ada teman saya yang lain asyik menjalankan bisnisnya dengan begitu gigih menggunakan gaya

    berwirausaha "manajerial". Artinya ke-4 fungsi manajemen didelegasikan kepada manajer-manajernya di

    perusahaannya. Dan, ternyata gaya "manajerial" ini pun sama-sama bisa berhasil meraih sukses.

    Gaya manajerial ini kalau kita amati memang cenderung membuat kita lebih berani mendelegasikan

    wewenang dan tanggung jawab pada manajer atau karyawan kita. Kita juga lebih mendorong mereka untuk

    memberikan peluang meningkatkan prestasi. Pemberdayaan seperti ini memang tak ada pada gaya

    "kejuraganan".

    Menghadapi 2 pilihan itu, akhirnya memang tergantung kita sendiri. Kita mau pilih gaya berwirausaha yang mana

    yang kita suka. Apakah kita akan memilih yang "manajerial", ataupun yan "kejuraganan"? Yang penting semua itu

    tergantung kemantapan kita.***

    Keberanian Entrepreneur Wanita

    Monday, 25 October 2004

    Entrepreneur wanita cenderung lebih peka intuisi bisnisnya dari pada entrepreneur laki-laki

    Peluang bisnis bagi wanita, sebenarnya sangat besar. Bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk saat yang

    akan datang. Bahkan, peluang bisnis bagi entrepreneur wanita itu sebenarnya lebih besar dari pada

    entrepreneur laki-laki.

    Itu karena, dia punya kelebihan. Kelebihannya adalah terletak justru pada "kewanitaanya". Dimana, sosok

    entrepreneur wanita itu cenderung lebih unggul dalam negosiasi. Itu mungkin karena keluwesan atau

    fleksibilitasnya. Atau istilah Candida G. Brush, asisten profesor dari Management Policy of Boston University,

    entrepreneur wanita labih kooperatif, informal dan lebih mudah membangun kesepakatan dengan pihak lain.

    Sebaliknya, entrepreneur laki-laki cenderung lebih kompetitif, lebih terkesan formal, dan lebih suka berpikir

    sistematik. Selain itu, menurut saya, entrepreneur wanita juga cenderung lebih peka instuisi bisnisnya.

    Sehingga saya yakin, jika dia memang mampu mengembangkan kelebihannya itu, tentu bisnisnya juga akan

    berkembang luar biasa.

    Seperti kalau kita lihat, keberhasilan entrepreneur wanita seperti: Dr. Martha Tilaar, Moeryati Soedibyo, Poppy

    Dharsono, Dewi Motik, dan Nyonya Suharti.

    Hanya saja, sayangnya saya melihat entrepreneur wanita umumnya dikenal terlalu hati-hati dalam berbisnis,

    dan bahkan terlalu takut untuk mengambil resiko.

    Sehingga, jika kelemahan itu tidak berhasil dikelola dengan baik, maka jelas akan mengakibatkan jumlah

    entrepreneur wanita yang terjun ke dunia usaha saat sekarang ini, masih relatif kecil.

    Contohnya, anggota Iwapi (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) yang jumlahnya relatif lebih sedikit dari pada

    kalau kita bandingkan dengan anggota Kadin atau HIPMI atau organisasi serupa yang "laki- laki".

    Mungkin hal itu bisa saja

    karena kebanyakan bisnis yang dimiliki entrepreneur wanita, lebih sedikit dari pada jika mereka bekerja pada

    suatu perusahaan.

    Seperti yang diungkapkan oleh sebuah riset dari Institute for Women's Policy Research di Washington DC.

    Sementara, Marger Lovero, direktur dari Entrepreneurial Centre at Manattancile College mengatakan, bahwa

    entrepreneur wanita itu sulit berkembang maju, juga karena mereka cenderung mempertahankan bisnis

    kecilnya.

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY18

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    19/37

    Sebab, baginya selama ini yang terpenting bukan pada usaha bagaimana membuat bisnisnya menjadi besar, tapi

    lebih pada keinginan untuk memcoba men-support dirinya sendiri atau mandiri, membawa keseimbangan dan

    Fleksibilitas dalam mengatur waktu kesehariannya. Tapi kalau dia bekerja di perusahaan lain, flesibilitas itu tak

    didapatnya. Dalam konteks inilah, barangkali ada baiknya sekarang ini bisnis di kalangan entrepreneur wanita,

    perlu untuk terus didorong pada kegiatan bisnis industri rumah tangga, yang lebih memungkinkan bisnis atau

    jiwa entrepreneurnya bisa terus berkembang.Oleh karena itulah, saya kira meski keberanian wanita di dalam menekuni dunia usaha tidak sebesar keberanian

    yang dilakukan entrepreneur laki-laki, namun jika entrepreneur wanita ingin berkembang bisnisnya, dia

    semestinya harus berani mengambil resiko, dan lebih berani membentuk jaringan bisnis yang lebih luas lagi.***

    Keberuntungan dan Timing

    Monday, 25 October 2004

    Hari ini bisa saja kita ambil peluang bisnis. Jika tidak, maka tak mustahil akan diambil orang lain.

    Dalam dialog bisnis yang diadakan oleh Assosiasi Manager Indonesia (AMA) Yogyakarta beberapa waktu lalu, ada

    seorang peserta dialog yang menanyakan kepada saya, tentang bagaimana faktor keberuntungan dan faktor

    timing menentukan keberhasilan dalam bisnis?

    Seberapa penting faktor keberuntungan itu bagi pengusaha? Orang-orang Cina punya kebiasaan, jika ingin terjun

    ke dalam bisnis, maka kita harus punya hoki atau keberuntungan yang besar.

    Kalau tidak punya, maka bisnis kita akan bangkrut.

    Kalau ternyata kita tidak punya keberuntungan, maka disarankan kita jangan mendirikan bisnis. Padahal,

    menurut saya, yang namanya keberuntungan atau hoki itu sebenarnya adalah bagian dari hidup yang tidak dapat

    kita kontrol. Tidak dapat kita duga.

    Dan, sesungguhnya itulah hidup. Bagaimana kita tahu, bahwa kita punya keberuntungan, kalau

    kita belum pernah mencobanya. Keberuntungan harus dibuktikan, bukan hanya diangan-angankan.

    Saya berpendapat, bahwa bisa saja kita punya keberuntungan. Hanya saja, oleh satu keadaan tertentu,

    keberuntungan itu bisa saja lantas rugi. Berbeda dengan timing, dalam setiap kegiatan bisnis yang kita lakukan,

    maka kita bisa mengontrolnya. Artinya, timing lebih sedikit bisa dikendalikan dari pada keberuntungan.

    Karena itulah, menurut saya, memang mungkin saja bisnis itu bisa kita mulai atau kita ambil saat ini. Tetapi

    bisa saja, kalau kita mulai sejak lima tahun yang lalu, sehingga timing ini sedikit bisa kita kontrol.

    Jelas, hal itu menunjukkan, bahwa peluang bisnis itu sesungguhnya datangnya tidak mengenal waktu.

    Hari ini bisa saja saatnya kita mengambil peluang bisnis itu. Dan, kalau ditunda, tak mustahil akan diambil orang

    lain dan kita kehilangan peluang bisnis itu.

    Saya kira, orang pertama yang menjual minuman aqua di Indonesia, yakni Tirto Utomo, juga membutuhkan

    perjuangan sekitar 8 tahun untuk bisa eksis seperti sekarang ini.

    Mungkin saja, waktu produk itu pertama kali dimunculkan, belum saatnya atau timing-nya kurang tepat. Sebab,

    sebagian besar yang membeli produk aqua tersebut adalah orang asing. Tapi ternyata, dari waktu ke waktu,

    orang Indonesia mulai sangat menggemari minuman aqua itu. Sehingga, orang kemudian mengenal air putihdengan menyebut "aqua".

    Begitu juga pada teh botol, yang pertama kali diperkenalkan oleh Pak Sosro. Dimana, pada saat itu Teh Sosro

    masuk di pasar, juga bukan pada timing yang tepat. Sehingga, produk itu untuk bisa sampai dikenal dan

    digemari masyarakat, membutuhkan perjuangan yang keras.

    Jadi saya kira, ada atau tidaknya keberuntungan di dalam kita berbisnis, sebaiknya tidak terlalu kita pikirkan hal

    itu, karena memang tidak bisa kita kontrol.

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY19

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    20/37

    Tapi sebaiknya dengan timing. Hal tersebut bisa kita kontrol sebaik mungkin.

    Tinggal bagaimana timing itu tepat, dan mudah-mudahan itu sesuai dengan keberuntungan kita.***

    Sukses Itu Bikin "Pede"

    Monday, 25 October 2004

    Sukses itu membuat kita percaya diriLowongan untuk menjadi pengusaha, saya kira sampai kapanpun masih terbuka luas, tidak terbatas. Artinya,

    kapan saja, sekarang atau besok, kita bisa saja jadi pengusaha. Bahkan, kalau kita ingin cepat menjadi

    pengusaha, bisa juga kita lakukan hari ini.

    Misalnya, cukup datang ke Notaris, buat CV atau PT, maka jadilah kita pengusaha sekaligus direktur di

    perusahaan kita sendiri.

    Dan, tak perlu ada upacara pengangkatan segala, sebab siapa lagi yang mengangkat kita kalau bukan kita

    sendiri.

    Namun, coba saja kalau kita bekerja pada perusahaan milik orang lain, maka untuk bisa menjadi direktur

    membutuhkan waktu lama. Itupun masih sangat tergantung pada keputusan atasan kita. Padahal, menurut saya,

    untuk menjadi pengusaha sekaligus direktur, tidak harus membutuhkan pengalaman kerja. Karena, pada

    dasarnya, lowongan kita untuk menjadi pengusaha itu tidak terbatas.

    Maka, semestinya kita harus "jadi" dulu. Itu setidaknya, dengan kita sudah menjadi direktur di perusahaan

    sendiri, merupakan langkah awal memulai bisnis.

    Dan, ternyata membuat bisnis itu lebih mudah dari pada kita mencari pekerjaan.

    Sehingga, dari "sukses" itulah menjadikan kita tumbuh rasa percaya diri. Dan, setelah kita percaya diri,

    maka kita akan bisa melakukan sesuatu.

    Banyak contoh di masyarakat, bahwa seseorang mendapat jabatan, baik itu di pemerintahan ataupun swasta,

    padahal dia tidak punya pengalaman sebelumnya.

    Dan ternyata, dia bisa juga melaksanakan pekerjaan itu dengan baik.

    Artinya, kepercayaan diri atau "Pede" kita bertambah saat kita dapat kesusksesan. Meski, katakanlah bisnis yang

    kita dirikan itu hanya meraih sukses-sukses kecil. Namun, itu bukanlah suatu masalah.

    Justru, hal itu akan membuat kita lebih termotivasi untuk bisa meraih sukses bisnis yang lebih besar.

    Saya kira, kita memang sebaiknya jangan mengabaikan sukses-sukses kecil itu. Percayalah, bahwa sesungguhnya

    dari sukses-sukses kecil itu akan menjadi kesuksesan yang luar biasa pada bisnis kita dimasa depan.

    Memang, bagi kita yang terbiasa berpikir linier, pasti akan mengatakan, bahwa percaya diri dulu baru kita

    sukses. Kalau kita setuju dengan pendapat, percaya diri dulu baru seseorang meraih sukses, lantas kapan kita

    bisa menjadi pengusaha?***

    Rejeki Itu Bisa Direncanakan

    Monday, 25 October 2004

    Rejeki itu akan datang, sesuai pengambilan resiko bisnis kita.

    Rejeki itu sebenarnya sudah ada yang mengatur-Nya. Saya kira, itu memang benar. Dan, sebagian besar kita

    berpendapat demikian. Karena sejak lahir setiap orang itu membawa rejeki sendiri- sendiri. Tapi, apakah kita

    itu bisa meningkatkan rejeki kita sendiri? Dan, apakah kita bisa merencanakannya?

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY20

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    21/37

    Saya berpendapat, meski rejeki itu sudah ada yang mengatur-Nya, namun kita harus teap aktif

    merencanakannya. Tanpa direncana, rejeki itu akan sulit kita raih. Saya kira, rejeki itu membutuhkan peluang

    untuk mendatanginya.

    Menurut saya, mana mungkin rejeki itu datang kalau setiap harinya kita tak punya aktivitas apa- apa. Hanya

    pasrah saja. Dan, kita terlalu yakin, bahwa rejeki itu tak perlu dikejar, pasti akan datang sendiri. Saya tidak

    Sependapat dengan prinsip ini. Sebab, bagaimanapun juga kalau pada diri kita tak ada gairah bekerja, danhanya selalu memimpikan rejeki itu datang, maka rejeki itu pun akan sulit datang atau justru malah menjauh.

    Tapi sebaliknya, jika kita tekun bekerja, dan kreatif berwirausaha, saya yakin, pasti rejeki akan datang.

    Bisnis kita pun akan lebih berkembang.

    Apalagi, kalau kita berani memilih profesi seperti pengusaha, dokter, notaris, pengacara, pelukis, seniman dan

    lainlain. Profesi ini saya lihat sangat berpeluang mendatangkan rejeki yang relatif besar atau tidak linier.

    Sebab, profesi ini berbeda dengan orang yang digaji atau seperti karyawan. Artinya, jika saat ini kita misalnya,

    sedang menekuni dunia usaha atau sebagai pengusaha, maka jelas sangat memungkinkan sekali bagi kita untuk

    datangkan rejeki yang relatif besar.

    Sementara, kalau saja kita sekarang ini bekerja ikut orang lain atau setiap bulannya digaji tetap, maka

    jelas peluang akan datangnya rejeki yang relatif besar, menjadi kecil. Oleh karena itu, rejeki besar itu

    datangnya mencari tempat yang pas, dan ini bisa kita rencanakan.

    Tinggal, kita berani atau tidak.

    Bicara soal rejeki, saya jadi teringat pengalaman rekan saya. Dia seorang Notaris. Saya lihat, dalam

    menjalankan profesinya, dia hanya menggunakan motor. agar dia "berani" ambil mobil baru secara kredit, dia

    terkejut. Lantas, ganti mobil. Itu pun mobil lama. Namun, ketika saya sarankan

    Apalagi, ketika saya sarankan mobil lamanya dijual saja, untuk bayar uang muka.

    Setiap bulannya 'kan harus bayar angsuran? itu pertanyaannya. Saya jawab, "Nah itulah rejeki akan mengikuti

    rencana anda.

    Kalau anda menggunakan mobil bagus pasti klien akan lebih percaya. Karena performance atau penampilan

    dibutuhkan dalam bisnis anda. Apalagi anda mau bekerja keras dan kreatif menjaring klien, saya yakin anda

    pasti mampu membayar angsurannya. "Rupanya, dia ikuti saran saya. Apa yang terjadi selanjutnya? Rejeki

    notaris itu ternyata mengalir deras.

    Kliennya kian bertambah. Selain bisa bayar angsuran, dia pun masih punya kelebihan rejeki

    itu. Dan, kepercayaan dirinya akan profesinya semakin mantap.

    Kejadian ini, diantaranya yang membuat saya percaya, bahwa rejeki itu sesungguhnya akan datang mengikuti

    rencana hutang kita. Rejeki itu juga akan datang sesuai pengambilan resiko bisnis kita.

    Sehingga, pada saat kita mengambil resiko bisnis yang kecil, rejeki yang mengalir pun juga kecil.

    Sebaliknya, bila kita berani ambil resiko yang bear, maka rejeki yang menglir pun juga besar.***

    Sukses Itu Guru Yang Jelek

    Monday, 25 October 2004

    Kesuksesan akan menjerumuskan kita, kalau kita terlalu bangga.

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY21

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    22/37

    ROBERT T. Kiyosaki dalam bukunya "Cash Flow Quadrant" berpendapat, bahwa sebenarnya sukses itu guru yang

    jelek. Tapi itu berlaku untuk diri kita sendiri. Artinya, sebagai entrepreneur, kita memang sebaiknya tidak

    berguru pada kesuksesan kita sendiri. Sebab, hal ini akan membuat kita menjadi kurang bersemangat, menjadi

    tidak kreatif, menjadikan kita lengah atau sombong, menjadikan kita lupa diri, bahkan tak menutup

    kemungkinan kesuksesan yang kita raih akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.

    Sukses itu, menurut saya, bukan berarti "waktunya untuk menikmati".Memang, kesuksesan kita itu bisa menjerumuskan kita. Apalagi kalau kita terlalu membanggakan kesuksesan itu,

    akan membuat kita lupa diri. Oleh karena itu, agar kesuksesan itu tidak menjadi bumerang bagi diri kita sendiri,

    maka kita harus pandai-pandai mengelola kesuksesan kita. Itu boleh. Bahkan, itu bisa menjadikan kesuksesan

    bisnis seseorang.

    Sebab, pada dasarnya belajar dari kesuksesan orang-orang lain, itu memang bisa menjadi guru yang baik. Meski

    kita sebetulnya juga bisa belajar pada orang yang gagal.

    Dalam konteks inilah, menurut saya, agar bisnis kita tetap langgeng bahkan bisa berkembang lebih baik di masa

    mendatang, adakalanya kita harus menyadari hal ini. Atau lebih tepatnya, sebagai entrepreneur seharusnya

    lebih menilai, bahwa kegagalan itu sebetulnya sebagai pelajaran yang terbaik. Oleh karena itulah, saya kira kita

    sebaiknya janganlah takut dengan kegagalan.

    Kita belajar paling banyak tentang diri kita ketika kita gagal, jadi jangan takut gagal. Sebab, kegagalan itu

    sebenarnya adalah proses kita untuk menjadi sukses. Saya yakin, yang namanya entrepreneur itu sebetulnya

    tidak bisa sukses tanpa mengalami kegagalan.

    Maka, pada saat kita ingin memulai bisnis atau di saat bisnis kita mulai berkembang, tapi kemudian tiba- tiba

    bangkrut atau mengalami kegagalan, saya kira hal itu janganlah membuat kita patah semangat.

    Justru, disaat itulah jiwa entrepreneur kita harus bangkit kembali.

    Sebab, menurut pengalaman saya dan rekan pengusaha lainnya, mereka baru sukses, setelah mereka pernah

    mengalami kegagalan paling tidak sampai tujuh kali. kalau kita baru gagal dua atau tiga kali, saya kira itu

    wajar-wajar saja bagi seorang entrepreneur.

    Mestinya, entrepreneur tidak akan pernah mendapatkan pelajaran tanpa mendapatkan pelajaran tanpa

    melakukan langkah-langkah yang berarti. Baik itu langkah yang gagal maupun sukses. Langkah-langkahnya

    dimulai dari langkah kecil sampai langkah besar. Dengan perkataan lain, saya mengatakan, sebuah perjalanan

    1000 km itu sebenarnya dimulai dari langkah kecil.

    Kalau kita tidak berani memulai atau mengembangkan bisnis, kapan kita akan punya bisnis, atau kapan bisnis

    kita berkembang. Saya menemukan kata-kata yang menarik buat kita renungkan bersama yaitu, "Memulai itu

    mengalahkan kita memulai." Artinya, orang yang berani memulai atau mengembangkan bisnis, itu

    lebih baik, dari pada orang yang sama sekali tidak berani memulai atau mengembangkan bisnis.***

    Karir Entrepreneur

    Monday, 25 October 2004

    Jika bisnis kita ingin hidup, maka kualitas harus kita tingkatkan.

    PETER F. Drucker berpendapat, bahwa setiap orang dapat saja berkarir menjadi entrepreneur. "Tidak ada yang

    misterius," begitu katanya. Meski, menjadi entrepreneur sekarang lain dengan entrepreneur dulu. Mungkin saja,

    kehidupan entrepreneur itu lebih mudah beberapa tahun yang lalu. Dimana, membuat tetangga menjadi

    pelanggan begitu mudah. Begitu juga, saat kita mau mengembangkan produk lokal. Tapi saya rasa, sekarang

    sudah beda. Tuntutan pasar semakin banyak, dan kualitas pun harus kita tingkatkan. Begitulah jika kita ingin

    hidup. Tapi saya yakin, jika saat ini kita mau menekuni karir sebagai entrepreneur prospeknya sangat bagus dan

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY22

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    23/37

    sangatlah luas. Artinya, kita bisa kapan saja memulai bisnis. Dan, kita bisa jual produk atau jasa apa pun juga.

    Sedang, berapa jenis usaha yang bisa kita lakukan, tentu saja juga tergantung kemampuan kita.

    Namun, dari sebuah survey mengungkapkan, bahwa rata-rata sekitar 44% entrepreneur yang terjun dalam dunia

    bisnis selama lebih dari 6 tahun telah, memiliki beberapa jenis bisnis yang tidak saling berhubungan atau

    tumpang tindih. Sementara 35% lagi entrepreneur hanya memiliki satu jenis bisnis, dan 21% lagi memiliki

    beberapa jenis bisnis yang masih ada hubungan atau rangkaian.Lantas bagaimanakah agar kita bisa menjadi entrepreneur yang sukses? Dari berbagai pengalaman, saya melihat,

    bahwa ada 4 karakter seseorang bisa menjadi entrepreneur sukses, yaitu Pertama, adanya keinginan. Dimana,

    dia menggunakan keinginanya untuk membuat sesuatu yang besar dari hal yang kecil. Selain itu, juga ada

    keinginan sesuai dengan cara yang ingin mereka lakukan.

    Kedua, adanya intuisi. Kesempatan jadi entrepreneur adalah sama untuk semua orang. Tidak ada tes IQ.

    Bahkan, jika kita tidak pintar pun tak menghalangi untuk jadi entrepreneur. Artinya, setiap entrepreneur yang

    sukses adalah mereka yang telah belajar mengembangkan intuisinya.

    Ketiga, dia punya kemampuan untuk terus hidup walau punya hutang. Jadi, semua entrepreneur telah bertahan

    melewati karirnya yang naik turun. Mereka pernah sukses, pernah gagal. Pernah menghasilkan uang, atau

    kehilangan uang, dan lain-lain. Bahkan, hutang pun selalau ada di setiap bisnisnya. Saya rasa, ini adalah

    kenyataannya. Sebab, bagaimanapun juga, seorang entrepreneur harus belajar beradaptasi dengan hutang.

    Keempat, selalu optimis. Misalnya saja, ada peluang bisnis, namun karena ada alasan yang lebih logis, peluang

    itu tidak dikejarnya. Sebab, ia telah mempertimbangkan dengan instuisinya, dan menutupinya dengan

    optimisme. Jadi, menurut saya, entrepreneur itu adalah pencipta dan sekaligus pelaku bisnis. Dia membuat

    hidupnya dengan mengatasi berbagai alasan untuk tidak mengejar peluang bisnis, dan kemudian meyakinkan

    orang lain untuk mengikuti caranya.

    Oleh karena itu, menurut saya, kalau kita memang ingin sukses berkarier sebagai entrepreneur, maka pastikan

    saja kita mempunyai ke-4 karakter tersebut. Dan, sebaiknya jangan pernah kita merasa ragu untuk melangkah.

    Anda berani mencoba?***

    Bisnis Keluarga

    Monday, 25 October 2004

    Bisnis keluarga sah-sah saja kita lakukan. Asal saja mereka yang terlibat dalam bisnis keluarga harus memiliki

    jiwa entrepreneur.

    Ada sebuah referensi menarik yang pernah saya baca, bahwa kebanyakan bisnis di negara barat, khususnya

    Amerika adalah bisnis keluarga. Hanya saja, bisnis semacam itu bisa jadi besar atau jadi satu kekuatan ekonomi,

    asal saja ada kekompakan dalam keluarga.

    Selain itu, mereka juga harus memiliki jiwa entrepreneur. Memang tujuan paling urgent bagi bisnis keluarga

    adalah dapat menghasilkan keuntungan, dan memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.

    Saya akui, memang ada kekuatan dan kelemahan dari bisnis keluarga. Kekuatannya, yaitu ada suatu

    kepercayaaan lebih pada keluarga itu sendiri dibandingkan orang lain. Dan, jika pemilik atau anggota keluargabisa melayani langsung pada pelanggan atau konsumen tentu mereka akan merasakan pelayanan khusus.

    Sementara, kelemahanya adalah bisnisnya akan terganggu jika ada masalah keluarga masuk dalam operasional

    bisnis. Sebab, bagaimanapun juga yang namanya bisnis keluarga, tentu banyak berkaitan dengan emosi,

    perlakuan, keamanan disamping soal produktivitas, keuntungan dan pencapaian tujuan bisnis itu sendiri.

    Contohnya, ada pasangan suami-istri jadi pengusaha. Maka, bisnis mereka akan berhasil jika mereka bisa jadi

    partner bisnis yang baik. Tapi jika tidak, pengalaman yang menyakitkan akan mereka alami.

    Mochamad Muhaimin/MJT/APP, ENTREPRENEUR UNIVERSITY23

  • 8/6/2019 Belajar Jadi Pengusaha

    24/37

    Menurut pakar entrepreneurship, Charles Kuehl, kelemahan suami istri yang sama-sama pengusaha itu, yaitu

    mereka akan terlalu sering bersama-sama. Perbincangan di rumah kerap kali didominasi masalah bisnis. Jika

    sampai terjadi perceraian, mengakibatkan suramnya bisnis mereka.

    Sedangkan keuntungannya adalah pasangan keluarga ini biasanya dapat bekerja lebih lama untuk bisa membuat

    bisnisnya sukses. Dan, mereka juga dapat berganti shift berjaga di rumah dan di kantor.

    Lantas bagaimana jika dalam bisnis tersebut anak-anak mereka juga ikut serta? Saya rasa, hal itu sah- sah saja.Karena hal itu sudah merupakan bagian dari hidup mereka. Meski ada juga pakar yang berpendapat, bahwa

    bisnis seperti itu

    Jika Anak Ingin Bisnis

    Monday, 25 October 2004

    Kita janganlah apriori, jika anak kita tiba-tiba menyatakan keinginannya meniru profesi kita sebagai

    pengusaha. Yang terpenting adalah, carilah pembimbing yang benar-benar memiliki keterampilan mententor

    anak kita.

    Jika anak kita ingin bisnis seperti profesi yang digeluti orang tuanya, bagaimana sebaiknya sikap kita sebagai

    orang tua menghadapi hal itu.

    Apakah kita apriori atau ingin ikuti saja keinginannya. Saya rasa, kasus ini tak sedikit dialami

    kalangan pengusaha, termasuk saya sendiri, yaitu ketika anak saya yang masih duduk di bangku SMP juga punya

    keinginan jadi pengusaha Warnet. Menurut saya, hal itu wajar terjadi, karena barangkali anak kita sudah

    terbiasa dengan atmosfer bisnis. Meski, tak sedikit pula anak pengusaha yang sama sekali tidak ingin bercita-cita

    jadi pengusaha, karena dia tahu ayahnya sangat sibuk. Sedangkan, untuk mendidik sendiripun tidak mudah.

    Masalahnya, adalah faktor kedekatan emosional sangat besar, dan itu terkadang menjadi kendala perkembangan

    anak itu dendiri.

    Sementara itu, saya melihat belum adanya sekolah yang bisa menyiapkan seseorang jadi pengusaha. Sehingga,

    jika anak kita ingin jadi pengusaha, maka dirasa perlu ada orang lain yang kita percaya untuk menjadi

    pembimbingnya atau mentor-nya.

    Hanya, di dalam kita melibatkan mentor dari luar keluarga, tetap harus direncanakan dengan baik. Dan, agar

    berhasil, menurut Patricia Schiff Estess, kolumnis di Entrepreneur Magazine, kita harus memperhatikan faktor-

    faktor dibawah ini.

    Faktor pertama, kita harus tahu siapa orang yang menjadi mentornya. Memiliki keterampilan dan dapat

    memberikan bimbingan, memang merupakan syarat utama. Dan, kita sebagai orang tua, semestinya harus lebih

    dulu percaya sebelum mentor tersebut kita libatkan di dalam membimbing anak kita.

    Faktor kedua, apa yang harus kita ketahui pada mentor, artinya, sebelum mentor dari luar keluarga itu

    menentukan aturan-aturan dalam memberikan bimbingan, sebaiknya kita perlu menjelaskan pada mentor

    tersebut, apa saja yang menjadi ruang geraknya, dan apa saja yang menjadi tanggung jawabnya. Misalnya saja,dia harus dapat mendidik sikap disiplin pada anak kita.

    Faktor