Top Banner
LAPORAN PRESENTASI KASUS BEDAH Topik: KOLIK RENAL EC NEFROLITHIASIS SINISTRA + SUSPEK URETEROLITHIASIS SINISTRA + HIDRONEFROSIS + HIDROURETER SINISTRA Disusun oleh: Shiela Stefani, dr. Pendamping: dr. Hj. Supriyati Rahayu, MPH 1
64

Bedah Shiela

Dec 11, 2015

Download

Documents

preskas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bedah Shiela

LAPORAN PRESENTASI KASUS BEDAH

Topik:

KOLIK RENAL EC NEFROLITHIASIS SINISTRA + SUSPEK

URETEROLITHIASIS SINISTRA + HIDRONEFROSIS +

HIDROURETER SINISTRA

Disusun oleh:

Shiela Stefani, dr.

Pendamping:

dr. Hj. Supriyati Rahayu, MPH

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

RSUD KABUPATEN BEKASI

PERIODE JUNI 2014-JUNI 2015

1

Page 2: Bedah Shiela

BERITA ACARA PRESENTASI

Pada hari ini, Senin, 11 Mei 2015 telah dipresentasikan oleh :

Nama : dr. Shiela Stefani

Topik : Bedah

Judul : kolik renal ec nefrolithiasis sinistra + suspek ureterolithiasis sinistra +

hidronefrosis + hidroureter sinistra

Pendamping : dr. Hj. Supriyati Rahayu, MPH

Wahana : RSUD Kabupaten Bekasi

No. Nama Peserta Presentasi

1. dr. Ayu Anggraini Putri

2. dr. Astriliana Febrianawati Hidayat

3. dr. Renny Anggraeni

4. dr. Aloysius Dwi Ernawan

5. dr. Shiela Stefani

6. dr. Tiara Mangiwa

7. dr. Jessica Wiguna

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping Presentan

(dr. Hj. Supriyati Rahayu, MPH) (dr. Shiela Stefani)

2

Page 3: Bedah Shiela

BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. N

Usia : 26 tahun

No. Medrek : 541044

Alamat : Dusun Bantar Panjang RT 004/006, Sukowangi

Status : Kawin

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Tanggal masuk : 18 Oktober 2014, pk.19.45

1.2. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri pinggang belakang kiri

Anamnesis Khusus:

Os mengeluhkan nyeri pinggang belakang kiri sejak hari ini. Nyeri

dirasakan terus menerus, semakin memberat hingga Os datang ke UGD. Nyeri

tidak membaik dengan pergerakan maupun perubahan posisi dan istirahat. Sejak 2

minggu terakhir pasien kadang merasakan nyeri hilang timbul di pinggang

belakang kiri, namun pasien masih dapat menahan rasa sakit tersebut, sehingga

tidak datang berobat. BAK pasien berwarna kemerahan sejak 2 minggu terakhir,

tidak terasa panas maupun nyeri. Riwayat keluar batu saat berkemih disangkal.

BAB lancar tidak ada keluhan. Pasien bekerja kantoran dan memang kurang

asupan minum setiap harinya. Bila sedang dinas diluar kantor, kadang menahan

BAK.

Keluhan mual, muntah, demam, kaki bengkak, trauma disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Sebulan yang lalu pasien mengalami hal yang

sama (nyeri pinggang belakang kiri), namun nyeri hilang setelah berobat ke dokter

Sp.PD, diperiksa darah dan USG abdomen, dan disarankan untuk BNO-IVP,

namun pasien tidak melakukan karena merasa sudah tidak ada keluhan. Riwayat

3

Page 4: Bedah Shiela

infeksi saluran kemih, hipertensi, penyakit jantung, penyakit darah, kencing manis

disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki hipertensi,

penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit darah, kencing manis.

Usaha Berobat : pasien langsung dibawa ke UGD RSUD Kab. Bekasi

1.3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)

Kesan sakit : Berat

Posisi : Gelisah

Penampilan umum :

Mental : Baik

Fisik : Gelisah, kesakitan

Tanda Vital

Tensi : 120/100 mmHg

Nadi : 95 x / menit, reguler, ekual, isi cukup

Respirasi : 20 x / menit, tipe abdominothorakal

Suhu : 36,7 0C (aksiler)

Pemeriksaan Sistemik

o Kulit : Warna sawo matang, Sianosis (-), Ikterik (-), turgor

kembali cepat, oedem (-), keringat dingin (+)

o Kuku : Sianosis (-), Capillary refill < 2 detik

o Kepala : Bentuk – Ukuran simetris kiri = kanan

Mata : Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -,

pupil bulat, isokor, diameter 3mm refleks cahaya +/+

THT : PCH (-), Sekret telinga (-), Sekret hidung (-)

Mulut : Bibir lembab, mukosa basah, sianosis (-)

4

Page 5: Bedah Shiela

o Leher : KGB tidak teraba membesar, JVP 5+0 cm H2O

o Thorax

Inspeksi : Bentuk dan pergerakan saat bernafas simetris kiri = kanan

Retraksi (-)

Paru : Sonor kanan = kiri.

VBS +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung : Bunyi Jantung Murni, reguler, murmur (-)

o Abdomen

Inspeksi : datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Shifting dullness (-), ruang Traube kosong, nyeri ketok

CVA -/+

Palpasi : Agak tegang, nyeri tekan (-), Hepar tidak membesar,

ballotemen ginjal -/-

o Anggota Gerak : edema (-), sianosis (-), akral hangat, tonus otot baik.

o Neurologis

Refleks Fisiologis : +/+

Refleks Patologis : -/-

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah

9 September 2014 Nilai normal

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

14,2 gr/ dL

41.7 %

10.800/mm3

237.000/mm3

(12-16 gr/dL)

(35-50 %)

(3500-10.000/mm3)

(150-400 rb/mm3)

Ureum

Kreatinin

GFR

Asam Urat

31 mg/dL

1.0 mg/dL

90

4.1 mg/dL

(15-45 mg/dL)

(0.5-0.9 mg/dL)

(>90)

(3.4-7.0 mg/dL)

5

Page 6: Bedah Shiela

Urin Lengkap

Makroskopis:

Warna

Kejernihan

pH

Berat jenis

Leukosit

Eritrosit

Keton

Bilirubin

Protein

Glukosa

Mikroskopis:

Leukosit

Eritrosit

Epitel

Silinder

Kristal

Bakteri

Candida

Kuning

Keruh

6.0

1.015

-

++

-

-

-

-

4-6

20-25

+

-

-

-

-

Kuning

Jernih

5-8

1.010-1.030

-

-

-

-

-

-

0-5

0-1

+

-

-

-

-

6

Page 7: Bedah Shiela

USG Abdomen (9 September 2014)

Hepar: ukuran tidak membesar, parenkim ekogenisitas normal, tak tampak nodul,

v.porta & v.hepatika tak melebar.

Vesica felea: ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu, tak tampak

sludge.

Duktus biliaris: intra dan ekstra hepatic tak melebar

Pankreas: ukuran dan parenkim normal, tak tampak kalsifikasi

Lien: ukuran dan parenkim normal, v.lienalis tak melebar

Ginjal kanan: bentuk dan ukuran normal, parenkim ekogenisitas normal, batas

kortikomeduler jelas, tak tampak penipisan korteks, tak tampak batu, PCS

(pielokaliks system) tak melebar

Ginjal kiri: bentuk dan ukuran normal, parenkim ekogenisitas normal, batas

kortikomeduler tak jelas, tak tampak penipisan korteks, tampak batu soliter

dengan ukuran: +/- 0,41cm, PCS (pielokaliks system) dan ureter melebar, tak jelas

gambaran batu di ureter distal karena tertutup oleh udara usus.

7

Page 8: Bedah Shiela

Paraaorta: tak tampak pembesaran kelenjar limfe paraaorta

Vesica urinaria: dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak

tampak massa.

Tak tampak cairan bebas intraabdominal

KESAN:

Gambaran moderate hidronefrosis ginjal kiri disertai hidroureter kiri ec suspek

batu di ureter kiri.

Gambaran nefrolitiasis ginjal kiri dengan ukuran +/- 0.41cm

Tak tampak kelainan lainnya pada sonografi organ-organ solid intraabdominal

diatas saat ini.

NB: usul pemeriksaan BNO-IVP dengan persiapan

1.5. DIAGNOSIS

Kolik renal ec nefrolithiasis sinistra + suspek ureterolithiasis sinistra +

hidronefrosis + hidroureter sinistra

1.6. TATALAKSANA DI IGD

Ranitidin 50mg IV bolus

Ketorolac 30mg IV bolus

Pasien dirujuk karena keterbatasan fasilitas (BNO-IVP dan Sp.U)

1.7. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

8

Page 9: Bedah Shiela

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi 4,6

A. Definisi

Istilah urolithiasis menunjukkan adanya batu yang berasal dari saluran

kemih, termasuk ginjal dan kandung kemih. Meski begitu, dasar patofisiologi

terbentuknya batu ginjal dan kandung kemih sangat berbeda. Batu ginjal

(nefrolitiasis) terbentuk akibat susunan genetik yang menyebabkan peningkatan

saturasi urine dengan garam pembentuk batu, atau pada kasus yang lebih jarang,

akibat infeksi saluran kemih berulang oleh bakteri penghasil urease. Stasis dari

saluran kemih bagian atas akibat anomali anatomi lokal juga dapat mendukung

terbentuknya batu ginjal pada individu tertentu.

Berbeda dari nefrolitiasis, batu kandung kemih (vesikolitiasis) terbentuk

hampir selalu akibat stasis urine dan/atau infeksi berulang karena obstruksi

kandung kemih atau neurogenic bladder. Batu ureter (ureterolitiasis) sendiri pada

umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Gerakan peristaltik ureter

akan mendorong batu ke arah distal sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat.

Batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih, terutama pada lokasi yang sering

mengalami stasis urine akibat penyempitan ureter, yakni di uretero-pelvico

junction, pada persilangan dengan A. Iliaka, dan uretero-vesico junction.

9

Page 10: Bedah Shiela

B. Etiologi

Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,

gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya

membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati

(nekrosis papil) dan multifaktor.

1. Gangguan aliran urin

a. Fimosis

10

Gambar 2.1 – Lokasi

yang paling sering

mengalami stasis urine

Page 11: Bedah Shiela

b. Hipertrofi prostate

c. Refluks vesiko-uretral

d. Striktur meatus

e. Ureterokele

f. Konstriksi hubungan ureteropelvik

2. Gangguan metabolisme

Menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu

a. Hiperkalsiuria

b. Hiperuresemia

c. Hiperparatiroidisme

3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease

4. Dehidrasi : kurang minum, suhu lingkungan tinggi

5. Benda asing : fragmen kateter, telur sistosoma

6. Jaringan mati (nekrosis papil)

7. Batu idiopatik

Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran

kemih pada seseorang, yaitu :

Beberapa faktor ekstrinsik adalah :

1. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu

saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal

sebagai daerah stone belt, sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan

hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium pada

air yang dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih

4. Diet diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya

batu saluran kemih

5. Pekerjaan penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya

banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi lama

pada penderita cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang

11

Page 12: Bedah Shiela

menyebabkan dekalsifikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium

dan stasis sehingga presipitasi batu mudah terjadi.

Faktor intrinsik antara lain adalah :

1. Umur penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun

2. Jenis kelamin jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak

dibandingkan pasien perempuan

3. Herediter penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

C. Epidemiologi

Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar

dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari

penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Sekitar 1 di antara

1000 pria dan 1 dari 3000 wanita datang dengan keluhan utama batu ginjal yang

pertama dalam satu tahun. Lima belas persen mengalami batu rekuren dalam

waktu setahun setelah keluhan pertama, 30% dalam 5 tahun.

INSIDENSI UROLITHIASIS

PEMBENTUK BATU India USA Japan UK

Calcium Oxalate Murni 86.1 33 17.4 39.4

Calcium Oxalate bercampur 4.9 34 50.8 20.2

Phosphate

Magnesium Ammonium 2.7 15 17.4 15.4

Phosphate (Struvite )

D. Patogenesis

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama

pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin).,

12

Page 13: Bedah Shiela

yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada

pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis

seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik

merupakan keadaan-keadaan yang mempermudahkan terjadinya pembentukan

batu.

Komposisi batu

a. Batu kalsium

Kalsium merupakan ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium

plasma yang terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di glomerulus. Lebih dari 95%

kalsium terfiltrasi di glomerulus diserap baik pada tubulus proksimal maupun

distal, dan dalam jumlah yang terbatas dalam tubulus pengumpul. Kurang dari 2%

diekskresikan dalam urin. Banyak faktor yang mempengaruhi availibilitas kalsium

dalam larutan, termasuk kompleksasi dengan sitrat, fosfat, dan sulfat. Peningkatan

monosodium urat dan penurunan pH urin mengganggu kompleksasi ini, dan oleh

karena itu menginduksi agregasi kristal.

Batu ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 – 80 % dari seluruh

batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium

fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Predisposisi kejadian hiperkalsiuria

(kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250 – 300 mg / 24 jam), menurut

Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab :

a. Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi

kalsium melalui usus.

b. Hiperkalsiuri renal karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium

melalui tubulus ginjal.

c. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium

tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiriodisme primer atau pada

tumor paratiriod.

b. Batu oksalat

13

Page 14: Bedah Shiela

Oksalat merupakan produk limbah metabolisme normal dan relatif tidak

terlarut. Normalnya, sekitar 10-15% dari oksalat yang ditemukan dalam urin

berasal dari diet.

Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus besar didekomposisi bakteri.

Diet, bagaimanapun dapat berdampak pada jumlah oksalat yang ditemukan dalam

urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak dimetabolisme dan

diekskresikan hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Adanya kalsium

dalam lumen usus merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah oksalat

yang diabsorbsi. Pengaturan oksalat dalam urin memainkan peran penting dalam

pembentukan batu kalsium oksalat. Ekskresi normal 20-45 mg/hari dan tidak

berubah secara signifikan menurut usia. Perubahan kecil pada level oksalat dalam

urin dapat menyebabkan dampak dramatis terhadap supersaturasi kalsium oksalat.

Prekursor utama oksalat adalah glisin dan asam askorbat, namun dampak

masuknya vitamin C (<2 g/hari) diabaikan. Hiperoksaluria (ekskresi oksalat urin

yang melebihi 45 g/hari) dapat terjadi pada pasien dengan gangguan usus,

terutama inflammatory bowel disease, reseksi usus halus, bypass usus dan pasien

yang banyak mengonsumsi makanan yang kaya dengan oksalat, diantaranya

adalah : teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan

sayuran berwarna hijau terutama bayam.. Batu ginjal terjadi pada 5-10% pasien

dengan kondisi ini. Kalsium intralumen berikatan dengan lemak sehingga menjadi

tidak tersedia untuk mengikat oksalat. Oksalat yang tidak berikatan mudah

diserap. Oksalat yang berlebihan dapat terjadi pencernaan ethylene glycol

(oksidasi parsial oksalat). Hal ini dapat mengakibatkan deposit kristal kalsium

oksalat yang difus dan masif dan kadang dapat menyebabkan gagal ginjal.

14

Page 15: Bedah Shiela

c. Fosfat

Fosfat merupakan buffer dan berikatan dengan kalsium dalam urin. Ini

adalah komponen penting dari batu kalsium fosfat dan batu amonium magnesium

fosfat. Ekskresi fosfat urin pada orang dewasa normal berkaitan dengan jumlah

diet fosfat (terutama pada daging, produk susu, dan sayuran). Sejumlah kecil

fosfat yang difiltrasi oleh glomerulus secara dominan diserap kembali oleh

tubulus proksimal. Hormon paratiroid menghambat reabsorpsi ini. Kristal utama

yang ditemukan pada mereka yang hiperparatiroidisme adalah fosfat, dalam

bentuk hidroksiapatit, amorf kalsium fosfat, dan karbonat apatit.

d. Asam urat

Asam urat merupakan produk sampingan dari metabolisme purin. Sekitar 5

– 10 % dari seluruh batu saluran kemih. Penyakit batu asam urat banyak diderita

oleh pasien – pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang

mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik

diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum

alkohol dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk

mendapatkan penyakit ini.

Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan tertentu

mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu

asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah (1) urin

yang terlalu asam(pH urin <6), (2) volume urin yang jumlahnya terlalu sedikit (<2

liter / hari), (3) hiperurikosuri atau kadar asam urat tinggi (>850 mg / 24 jam).

Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran

besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises

ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat

bentuknya halus dan bulat sehingga sering keluar spontan. Batu asam urat murni

bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan

filling defect pada saluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan

bekuan darah, bentukan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur.

15

Page 16: Bedah Shiela

Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic

shadowing).

e. Batu struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini

disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah

kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim

urease dan merubah urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi

amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2 + H20 2NH3 + CO2

Suasana basa ini yang memudahkan garam – garam magnesium, amonium,

fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP). Kuman

pemecah fosfat anatranya adalah: Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,

Pseudomonas dan Stafilokokus.

f. Batu jenis lain

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang

dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu

kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk

karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang

mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin menjadi asam urat.

Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat atau

aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat

menyebabkan timbulnya batu silikat.

Keadaan lain yang menyebabkan terjadinya batu saluran kemih adalah :

I. Hipositraturia di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk

kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau

fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut

daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat bertindak sebagai

penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia terjadi pada:

penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom

malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu

lama. Estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan dapat menjadi faktor yang

16

Page 17: Bedah Shiela

mengurangi timbulnya batu pada wanita, terutama selama kehamilan.

Alkalosis juga meningkatkan ekskresi sitrat. (Emil, 2008, Jack W, 2008)

II. Hipomagnesuria Magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya

batu oksalat, karena dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi

magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat.

Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus

(inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.

E. Gambaran Klinis

Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar

batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah nyeri

pinggang, bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Karena peristaltik, akan

terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai perasaan mual

dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di tempat

yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang – ulang sampai batu bergeser

dan memberi kesempatan air kemih untuk lewat.

Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai

nyeri pada saat berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali dikeluhkan

oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.

Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis.

Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan

kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak

kelainan anatomik pada saluran kemih dan segera dilakukan terapi berupa

drainase dan pemberian antibiotik.

Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah

kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-

tanda gagal ginjal, retensi urin.

17

Page 18: Bedah Shiela

Gambar 2.2. Batu saluran kemih

F. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

1. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.

2. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.

3. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

4. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein,

fosfatase alkali serum.3

Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross hematuria.

Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, dan

dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. 85% pasien dengan batu ginjal

didapatkan hematuria maksoskopik dan mikroskopik. Namun, tidak ditemukannya

hematuria tidak berarti menghilangkan kemungkinan menderita batu ginjal.

Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman

pemecah urea.

Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan

adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu

fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat.

18

Page 19: Bedah Shiela

Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya

penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan

foto PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria adalah kondisi abnormal dimana

urin berisi sejumlah protein. Kebanyakan protein terlalu besar untuk melewati

filter ginjal ke dalam urin. Namun, protein dari darah dapat bocor ke dalam urin

ketika glomeruli rusak. Proteinuria merupakan tanda penyakit ginjal kronis

(CKD), yang dapat disebabkan oleh diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit

yang menyebabkan peradangan pada ginjal. Sebagai akibat fungsi ginjal menurun,

jumlah albumin dalam urin akan meningkat. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit

yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih, antara lain

kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat. Pemeriksaan darah lengkap, dapat

menentukan kadar hemoglobin yang menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa

juga didapatkan jumlah lekosit yang meningkat akibat proses peradangan di

ureter.

b. Radiologis

Foto polos abdomen

Bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran

kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak,

sedangkan batu asam urat bersifat radio lusen.

Foto BNO-IVP

Adalah suatu tindakan untuk memvisualisasikan anatomi, dan  fungsi ginjal ureter

dan kandung kencing. Termasuk didalamnya fungsi pengisian dan pengosongan

buli, untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan atau

tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan

ini dapat dilakukan retrograde pielografi (teknik atau prosedur atau tata cara

pemeriksaan sistem urinaria dengan menggunakan  sinar-X dan memasukkan

media kontras secara retrograde) atau dilanjutkan dengan anterograd pielografi

(prosedur pemeriksaan sinar-X sistem urinaria dengan menggunakan media

kontras yang dimasukkan melalui kateter yang telah dipasang dengan cara

19

Page 20: Bedah Shiela

nefrostomi percutan), bila hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi

yang memadai. Pada foto BNO batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu

radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen.

Berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya, dari yang paling opak hingga

yang paling bersifat radiolusen, kalsium fosfat (opak), kalsium oxalat (opak),

Magnesium (semi opak), amonium fosfat (semi opak), sistin (non opak), asam

urat (non opak),

Pemeriksaan ini diindikasikan untuk:

1. Kecurigaan adanya batu disaluran kencing.

2. Kecurigaan tumor/keganasan traktus urinarius.

3. Gross hematuria.

4. Infeksi traktus urinarius yang berulang setelah terapi antibiotik yang

adekuat.

5. Pasca trauma deselerasi dengan hematuria yang bermakna.

6. Trauma dengan jejas di flank dengan riwayat shock, dan shok telah stabil.

7. Menilai/evaluasi/follow up tindakan urologis sebelumnya.

Tindakan ini dikontraindikasikan bagi:

1. Pasien yang alergi  terhadap komponen kontras (iodine).

2. Mengkonsumsi metformin: karena dapat terjadi asidosis metabolic. Untuk

pemeriksaan BNO-IVP pasien yang mengkonsumsi metformin harus stop

minum metformin minimal 48 jam sebelum BNO-IVP dan minum metformin

lagi setelah 72 jam.

3. Kehamilan

4. Pasien sedang dalam keadaan kolik

Syarat BNO-IVP adalah keatinin kurang dari 2 mg/dl. Jika kadar kreatinin lebih

dari 2 mg/dL maka dilakukan BNO-USG dan renogram.

Pesiapan BNO-IVP, seandainya foto dilakukan pukul 08.00 WIB, persiapan hari

sebelumnya:

20

Page 21: Bedah Shiela

1. Diit rendah gas dan rendah residu minimal 24 jam sebelum foto. Biasa

diberikan bubur kecap.

2. Stop makan  pukul 20.00 WIB.

3. Berikan garam Inggris pukul 22.00. minum terakhir pukul 22.00.

4. Lavement dengan gliserin 125 cc pada pukul 05.00 WIB hari tindakan.

5. Foto BNO-IVP 08.00 WIB dengan didahului skin test kontras.

6. Perlu diperhatikan, pasien harus puasa bicara sejak 1 hari sebelum

tindakan.

Pembacaan hasil BNO-IVP

Traktus Urinarius terdiri dari sepasang Ginjal, sepasang Ureter, Vesica Urinaria,

Uretra.

Ginjal

Sisi lateralnya berbentuk cembung, sisi medial cekung, sedikir pada permukaan

anterior, sedikit cembung pada permukaan porterior. Ukuran ginjal 4,5 inci x 3

inci x 1,5 inci. Ginjal kiri sedikit lebih panjang dari pada ginjal kanan.

Letak ginjal yang normal setinggi columna vertebralis thoracalis XII s.d columna

vertebralis lumbalis III dibelakang peritonium bersinggungan dengan dinding

abdomen posterior. Ginjal kanan lebih rendah dari pada ginjal kiri.

Pada bagian yang cekung memiliki hilus tempat transmisi dari pembuluh-

pembuluh darah, limfe, syaraf dan ureter. Hilus berlanjut membentuk cavitas

pusat yang disebut sinus renalis. Lapisan luar ginjal disebut substansi cortical dan

lapisan dalam disebut substansi medular, permukaan luar ginjal ditutupi oleh

lapisan tipis jaringan fibrosus. Substansi medular terdiri dari sekumpulan tubuli

membentuk 8 s.d 15 segmen conus yang disebut pyramid yang masing-masing

puncaknya membentuk sistem calyses.

Ureter

Panjang ureter 10-12 inci, terletak pada posterior dari peritoneum dan didepan

dari musculus PSOAS dan processus transversum columna vertebralis lumbalis.

Bagian distal berhubungan dengan vesica urinaria pada tepi lateral bagian

superior.

21

Page 22: Bedah Shiela

Vesica Urinaria

Penampungan urine, letaknya postero-superior terhadap sympisis pubis. Bentuk

dan ukurannya bervariasi sesuai banyaknya urine yang ditampung. Kapasitasnya

sekitar 700-1000 ml.

Uretra

Merupakan traktus urinarius paling distal, tempat ekskresi urine. Panjangnya kira-

kira 1,5 inci pada wanita dan 7-8 inci pada pria.

 

Kontras Media

Bahan Kontras dari golongan garam sodium atau meglumin dari diatrizoat atau

iothalamate secara terpisah atau campuran. Dosis rendah atau dosis tinggi dari

kontras media bisa digunakan menurut indikasi/ klinis pemeriksaan dan keputusan

dokter Radiologi, misalnya:

Dosis rendah: 20 ml

Dosis Medium: 50 ml

Dosis tinggi: diatas 50 ml

Volume bahan kontras  (Saxton, 1969) :

Dewasa sekitar 70 kg : 20 ml Urografin 76 % atau 40 ml Hypaque untuk

dosis rendah

Untuk pasien anak-anak : 2 ml/kg berat badan, bila ada dugaan kegagalan

ginjal dosis 4 ml/kg berat badan.

 

Prosedur Pemeriksaan

Foto Pendahuluan

Tujuan foto pendahuluan :

1. Melihat persiapan pasien

2. Menilai abdomen secara umum, mengetahui letak ginjal

3. Menentukan faktor eksposi selanjutnya.

Pemeriksaan BNO-IVP

1. Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk melihat persiapan pasien

22

Page 23: Bedah Shiela

2. Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui

intravena 1 cc saja, diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis.

3. Jika tidak ada reaksi alergis penyuntikan dapat dilanjutkan dengan

memasang alat compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan

dan kiri

4. Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit

setelah injeksi media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke

collecting sistem, terutama pada pasien hypertensi dan anak-anak.

5. Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan

ukuran film 24 x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi

media kontras.

6. Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24

x 30 mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi

media kontras

7. Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran

bladder terisi penuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40.

8. Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi,

biasanya dibuat foto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada

pasien yang lanjut usia). 

9. Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect

untuk melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder.

Dengan posisi erect dapat menunjukan adanya ren mobile (pergerakan

ginjal yang tidak normal) pada kasus pos hematuri.

Kriteria Gambar 

1. Foto 5 menit post injeksi

o Tampak kontras mengisi ginjal kanan dan kiri.

2. Foto 15 menit post injeksi 

o Tampak kontras mengisi ginjal, ureter.

3. Foto 30 menit post injeksi (full blass)

o Tampak blass terisi penuh oleh kontras 

23

Page 24: Bedah Shiela

4. Foto Post Mixi 

o Tampak blass yang telah kosong.

Posisi Pasien

Radiograf Foto Plain

Pengambilan Gambar Radiografi

24

Page 25: Bedah Shiela

Foto 5’

1. Fase Nephrogram: dibuat segera setelah selesai penyuntikan bahan kontras

terutama untuk klinis hypertensi.

2. Film medium mencakup processus Xypoideus sampai dengan crista iliaca.

3. Eksposi pada saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh.

4. Kompresi ureter bertujuan untuk menahan kontras media tetap berada pada

system pelvi-calyses dan ureter bagian proksimal. Kompresi diketatkan setelah

dilakukan pengambilan foto menit ke-5.

Gbr. Pasien saat di Stuwing

Foto 10’

1. Bila penggambaran system pelvi-calyses kurang baik pada menit ke 5 foto

diambil kembali pada menit ke 10 sebaiknya dengan zonografi untuk memperjelas

bayangan.

2. Kompresor ureter dibuka pada menit ke 20 atau 30 tergantung hasil gambaran

pada menit sebelumnya.

25

Page 26: Bedah Shiela

3. Foto abdomen dengan posisi pasien prone dapat dilakukan bila bahan kontras

lambat mengisi ureter atau vesica urinaria.

Foto 30’, prone

–  Untuk kasus pasien dengan massa/tumor, dibuat foto lateral abdomen

Foto 60’ dan 120’

1. Hanya dibuat jika kontras media tidak mengisi salah satu & atau kedua ginjal

2. Pengambilan foto sama seperti pada foto BNO

3. Jika pada foto 60’ kontras media sudah mengisi ginjal maka tidak perlu dibuat

foto 120’, melainkan tinggal menunggu Full Blass

4. Jika pada foto 60’ kontras media belum mengisi ginjal maka dilanjutkan

dengan foto 120’

Foto full blast (blast penuh)

–  Foto blast penuh dilakukan untuk melihat kelainan yang terdapat pada blast

 Foto post void

–   Foto post mixi dibuat setelah pasien mixi untuk menilai pengosongan vesica

urinaria (kandung kemih)

Gbr. Full Blast & Post Voiding

Foto-foto yang dibuat pada klinis tertentu :

1. Hypertensi: frekuensi waktu lebih singkat

2. Eksresi lambat: dibuat foto 24 jam setelah penyuntikan bahan kontras.

26

Page 27: Bedah Shiela

3. Hydronephrosis; 48 jam setelah penyuntikan bahan kontras dengan dosis

maksimum

Ullrasonografi

USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP yaitu

pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang

menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic

shadow jika terdapat batu.

CT-scan

Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk

melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana

terjadinya obstruksi.

Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi

ginjal.

27

Page 28: Bedah Shiela

Gambar 2.2. Grade Hydronefrosis

Hidronefrosis derajat 1. Calices berbentuk blunting, alias tumpul.

Hidronefrosis derajat 2. Calices berbentuk flattening, alias mendatar.

Hidronefrosis derajat 3. Calices berbentuk clubbing, alias menonjol.

Hidronefrosis derajat 4. Calices berbentuk ballooning, alias

menggembung.

G. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan

dapat keluar spontan.

28

Page 29: Bedah Shiela

Pada dasarnya penatalaksanaan batu saluran kemih secara farmakologis meliputi

dua aspek:

1. Menghilangkan rasa nyeri/kolik yang timbul akibat adanya batu, dan

2. Menangani batu yang terbentuk, yaitu dengan meluruhkan batu dan juga

mencegah terbentuknya batu lebih lanjut (atau dapat juga sebagai

pencegahan/profilaksis)

Panduan khusus dalam menatalaksana batu saluran kemih:

1.   Pasien dengan dehidrasi harus tetap mendapat asupan cairan yang adekuat

2.   Tatalaksana untuk kolik ureter adalah analgesik, yang dapat dicapai dengan

pemberian opioid (morfin sulfat) atau NSAID.

3.   Pada pasien dengan kemungkinan pengeluaran batu secara spontan, dapat

diberikan regimen MET (medical expulsive therapy). Regimen ini meliputi

kortikosteroid (prednisone), calcium channel blocker (nifedipin) untuk

relaksasi otot polos uretra dan alpha blocker (terazosin) atau alpha-1 selective

blocker (tamsulosin) yang juga bermanfaat untuk merelaksasikan otot polos

uretra dan saluran urinari bagian bawah. Sehingga dengan demikian batu

dapat keluar dengan mudah  (85% batu yang berukuran kurang dari 3 mm

dapat keluar spontan).

4.   Pemberian analgesik yang dikombinasikan dengan MET dapat mempermudah

pengeluaran batu, mengurangi nyeri serta memperkecil kemungkinan operasi.

Pemberian regimen ini hanya dibatasi selama 10-14 hari, apabila terapi ini gagal

(batu tidak keluar) maka pasien harus dikonsultasikan lebih lanjut pada urologis.

Pada batu dengan komposisi predominan kalsium, sulit untuk terjadi peluruhan

(dissolve). Oleh sebab itu tatalaksana lebih mengarah pada pencegahan

terbentuknya kalkulus lebih lanjut. Hal ini dapat dicapai dengan pengaturan diet,

pemberian inhibitor pembentuk batu atau pengikat kalsium di usus, peningkatan

asupan cairan serta pengurangan konsumsi garam dan protein.

Adapun batu dengan komposisi asam urat dan sistin  (cystine) lebih mudah untuk

meluruh, yaitu dengan bantuan agen alkalis. Agen yang dapat digunakan adalah

29

Page 30: Bedah Shiela

sodium bikarbonat atau potasium sitrat. pH dijaga agar berada pada kisaran 6.5-

7.0. Dengan cara demikian maka batu yang berespon terhadap terapi dapat

meluruh, bahkan hingga 1 cm per bulan.

Pada pasien batu asam urat, jika terdapat hiperurikosurik/hiperurisemia dapat

diberikan allopurinol. Selain itu, pada pasien dengan batu sistin, dapat diberikan

D-penicillamine, 2-alpha-mercaptopropionyl-glycine yang fungsinya mengikat

sistin bebas di urin sehingga mengurangi pembentukan batu lebih lanjut.

Di bawah ini adalah obat yang dapat digunakan untuk menatalaksana batu saluran

kemih :

1.Opioid analgesik, berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri. Dapat digunakan

kombinasi obat (seperti oxycodone dan acetaminophen) untuk menghilangkan

rasa nyeri sedang sampai berat. Hanya jika diperlukan (prn= pro re nata)

Morphine sulphate 2-5 mg IV setiap 15 menit jika diperlukan (jika RR<16

x/menit dan sistolik < 100 mmHg), atau

Oxycodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6 jam jika

diperlukan, atau

Hydrocodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6 jam jika

diperlukan.

2. Obat antiinflamasi non-steroid, bekerja dengan menghambat aktivitas COX

yang bertanggung jawab dalam sintesis prostaglandin (PGD) sebagai mediator

nyeri. Bermanfaat dalam mengatasi kolik ginjal.

Ketorolac 30 mg IV (15 mg jika usia >65 tahun, gangguan fungsi ginjal

atau BB <50 kg) diikuti dosis 15 mg IV setiap 6 jam jika diperlukan.

Dianjurkan untuk tidak digunakan melebihi 5 hari karena kemungkinan

tukak lambung.

Ibuprofen 600-800 mg PO setiap 8 jam.

3. Kortikosteroid, merupakan agen antiinflamatorik yang dapat menekan

peradangan di ureter. Juga memiliki efek imunosupresif.

30

Page 31: Bedah Shiela

Prednisone 10 mg PO dua kali sehari. Penggunaan prednisone dibatasi

tidak boleh melebihi 5-10 hari.

4. Calcium channel blockers, merupakan obat yang mengganggu konduksi ion

Ca2+ pada kanal kalsium sehingga menghambat kontraksi otot polos.

Nifedipine 30 mg/hari PO extended release cap

5. Alpha blocker, merupakan antagonis dari reseptor α1-adrenergic. Dalam

keadaan normal reseptor α1-adrenergic merupakan bagian dari protein

berpasangan protein G (G protein-coupled receptor). Protein ini berfungsi

dalam signaling dan aktivasi protein kinase C yang memfosforilasi berbagai

protein lainnya. Salah satu efeknya adalah konstriksi otot polos; dengan adanya

alpha blockers maka konstriksi otot polos (pada saluran kemih) tersebut

dihambat.

Tamsulosine 0.4 mg tablet PO setiap hari selama 10 hari. Tamsulosin

merupakan alpha-1 blocker yang digunakan untuk memudahkan keluarnya

batu saluran kemih.

Terazosin 4 mg PO setiap hari selama 10 hari.

6. Obat urikosurik, merupakan obat yang menghambat nefropati dan pembentukan

kalkulus oksalat.

Allopurinol 100-300 mg PO setiap hari. Allopurinol merupakan obat yang

menghambat enzim xantin oksidase, suatu enzim yang mengubah

hipoxantin menjadi asam urat.

7.  Agen alkalis

Potassium citrate 30-90 mEq/hari PO dibagi menjadi 3-4 kali sehari,

dimakan bersama makanan.

8. Diuretic

Thiazide, hidroklorothiazide 25-50 mg perhari

31

Page 32: Bedah Shiela

Non-medikamentosa

ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang yang diperkenalkan pertama kali

oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter

proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan.

Prinsip dari ESWL adalah memecah batu menjadi fragmen-fragmen kecil dengan

menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh,

sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.

Indikasi:

Batu ginjal berukuran dari 5 mm - 20 mm. Batu yang berukuran lebih

besar kadang memerlukan pemasangan stent (sejenis selang kecil) sebelum

tindakan ESWL untuk memperlancar aliran air seni.

Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.

Fungsi ginjal masih baik.

Tidak ada sumbatan distal dari batu seperti tidak ada jaringan plam ureter

yang dapat mencegah mengalirkan pecahan batu keluar melalui urin

Tidak ada kelainan perdarahan,pasien yang rutin mengkonsumsi aspirin

harus dihentikan minimal 1 minggu sebelum ESWL

Tidak sedang hamil.

Tidak ada infeksi ginjal, UTI atau keganasan pada ginjal yang akan

menyebabkan tidak seluruh pecahan batu dpat keluar dari ginjal

Tidak ada structure yang abnormal dari ginjal (anatomi dari tubulus

collecting baik)

Komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL

mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya

kalsium oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga

pada orang gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan ESWL untuk terapi batu

ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan

serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum

32

Page 33: Bedah Shiela

ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan

sejelas-jelasnya.

Gambar 2.3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi

Gambar 2.4. ESWL

Endourologi

1. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi: memasukkan alat ureteroskopi per

uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan

memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem

pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan ureteroskopi atau uretero-renoskopi

ini.

33

Page 34: Bedah Shiela

2. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di

saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks

melalui insisi pada kulit untuk mengeluarkan batu di ginjal/ureter proximal.

Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu.

3. Litotripsi : yaitu memecah batu bulis-buli atau batu uretra dengan memasukkan

alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan

dengan evakuator Ellik.

4. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan

keranjang Dormia.

H. Prognosis

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,

dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk

prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat

mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya

infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.1

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan

bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada

sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan

PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula

oleh pengalaman operator.1

34

Page 35: Bedah Shiela

BAB III

PEMBAHASAN

A. Diskusi Keluhan Utama

Keluhan Utama : Nyeri pinggang belakang kiri

Anamnesis Khusus:

Os mengeluhkan nyeri pinggang belakang kiri sejak hari ini. Nyeri

dirasakan terus menerus, semakin memberat hingga Os datang ke UGD. Nyeri

tidak membaik dengan pergerakan maupun perubahan posisi dan istirahat. Sejak 2

minggu terakhir pasien kadang merasakan nyeri hilang timbul di pinggang

belakang kiri, namun pasien masih dapat menahan rasa sakit tersebut, sehingga

tidak datang berobat. BAK pasien berwarna kemerahan sejak 2 minggu terakhir,

tidak terasa panas maupun nyeri. Riwayat keluar batu saat berkemih disangkal.

BAB lancar tidak ada keluhan. Pasien bekerja kantoran dan memang kurang

asupan minum setiap harinya. Bila sedang dinas diluar kantor, kadang menahan

BAK.

Keluhan mual, muntah, demam, kaki bengkak, trauma disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Sebulan yang lalu pasien mengalami hal yang

sama (nyeri pinggang belakang kiri), namun nyeri hilang setelah berobat ke dokter

Sp.PD, diperiksa darah dan USG abdomen, dan disarankan untuk BNO-IVP,

namun pasien tidak melakukan karena merasa sudah tidak ada keluhan. Riwayat

infeksi saluran kemih, hipertensi, penyakit jantung, penyakit darah, kencing manis

disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki hipertensi,

penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit darah, kencing manis.

Usaha Berobat : pasien langsung dibawa ke UGD RSUD Kab. Bekasi

35

Page 36: Bedah Shiela

keluhan nyeri pinggang belakang merupakan keluhan yang khas dikeluhkan

oleh pasien dengan penyakit ginjal. Keluhan ini diperjelas dengan BAK yang

berwarna kemerahan serta kebiasaan pasien yang kurang minum, sering menahan

BAK, serta sudah pernah mengalami hal yang sama sebelumnya yang mendukung

kearah diagnosis batu saluran kemih.

B. Diskusi Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)

Kesan sakit : Berat

Posisi : Gelisah

Penampilan umum :

Mental : Baik

Fisik : Gelisah, kesakitan

Tanda Vital

Tensi : 120/100 mmHg

Nadi : 95 x / menit, reguler, ekual, isi cukup

Respirasi : 20 x / menit, tipe abdominothorakal

Suhu : 36,7 0C (aksiler)

Pemeriksaan Sistemik

o Kulit : Warna sawo matang, Sianosis (-), Ikterik (-), turgor

kembali cepat, oedem (-), keringat dingin (+)

o Kuku : Sianosis (-), Capillary refill < 2 detik

o Kepala : Bentuk – Ukuran simetris kiri = kanan

Mata : Konjungtiva anemis -, sklera ikterik -,

pupil bulat, isokor, diameter 3mm refleks cahaya +/+

THT : PCH (-), Sekret telinga (-), Sekret hidung (-)

Mulut : Bibir lembab, mukosa basah, sianosis (-)

o Leher : KGB tidak teraba membesar, JVP 5+0 cm H2O

o Thorax

36

Page 37: Bedah Shiela

Inspeksi : Bentuk dan pergerakan saat bernafas simetris kiri = kanan

Retraksi (-)

Paru : Sonor kanan = kiri.

VBS +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung : Bunyi Jantung Murni, reguler, murmur (-)

o Abdomen

Inspeksi : datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Shifting dullness (-), ruang Traube kosong, nyeri ketok

CVA -/+

Palpasi : Agak tegang, nyeri tekan (-), Hepar tidak membesar,

ballotemen ginjal -/-

o Anggota Gerak : edema (-), sianosis (-), akral hangat, tonus otot baik.

o Neurologis

Refleks Fisiologis : +/+

Refleks Patologis : -/-

dari pemeriksaan fisik didapatkan bahwa nyeri ketok CVA kiri +, hal ini

mengarah pada kelainan di ginjal kiri.

C. Diskusi Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah

9 September 2014 Nilai normal

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

14,2 gr/ dL

41.7 %

10.800/mm3

237.000/mm3

(12-16 gr/dL)

(35-50 %)

(3500-10.000/mm3)

(150-400 rb/mm3)

Ureum

Kreatinin

GFR

31 mg/dL

1.0 mg/dL

90

(15-45 mg/dL)

(0.5-0.9 mg/dL)

(>90)

37

Page 38: Bedah Shiela

Asam Urat 4.1 mg/dL (3.4-7.0 mg/dL)

Urin Lengkap

Makroskopis:

Warna

Kejernihan

pH

Berat jenis

Leukosit

Eritrosit

Keton

Bilirubin

Protein

Glukosa

Mikroskopis:

Leukosit

Eritrosit

Epitel

Silinder

Kristal

Bakteri

Candida

Kuning

Keruh

6.0

1.015

-

++

-

-

-

-

4-6

20-25

+

-

-

-

-

Kuning

Jernih

5-8

1.010-1.030

-

-

-

-

-

-

0-5

0-1

+

-

-

-

-

leukosit yang meningkat menandakan terjadinya infeksi, yang mungkin terjadi

akibat stasis urin, atau adanya infeksi pada saluran kemih. hasil urinalisis

menunjukan adanya leukosit dan eritrosit, hal ini mendukung pada diagnosis

infeksi saluran kemih dan juga hematuria yang mungkin disebabkan karena

adanya batu saluran kemih yang melukai dinding saluran kemih.

38

Page 39: Bedah Shiela

USG Abdomen (9 Sptember 2014)

Hepar: ukuran tidak membesar, parenkim ekogenisitas normal, tak tampak nodul,

v.porta & v.hepatika tak melebar.

Vesica felea: ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu, tak tampak

sludge.

Duktus biliaris: intra dan ekstra hepatic tak melebar

Pankreas: ukuran dan parenkim normal, tak tampak kalsifikasi

Lien: ukuran dan parenkim normal, v.lienalis tak melebar

Ginjal kanan: bentuk dan ukuran normal, parenkim ekogenisitas normal, batas

kortikomeduler jelas, tak tampak penipisan korteks, tak tampak batu, PCS

(pielokaliks system) tak melebar

Ginjal kiri: bentuk dan ukuran normal, parenkim ekogenisitas normal, batas

kortikomeduler tak jelas, tak tampak penipisan korteks, tampak batu soliter

dengan ukuran: +/- 0,41cm, PCS (pielokaliks system) dan ureter melebar, tak jelas

gambaran batu di ureter distal karena tertutup oleh udara usus.

39

Page 40: Bedah Shiela

Paraaorta: tak tampak pembesaran kelenjar limfe paraaorta

Vesica urinaria: dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak

tampak massa.

Tak tampak cairan bebas intraabdominal

KESAN:

Gambaran moderate hidronefrosis ginjal kiri disertai hidroureter kiri ec suspek

batu di ureter kiri.

Gambaran nefrolitiasis ginjal kiri dengan ukuran +/- 0.41cm

Tak tampak kelainan lainnya pada sonografi organ-organ solid intraabdominal

diatas saat ini.

NB: usul pemeriksaan BNO-IVP dengan persiapan

mendukung diagnosis nefrolitiasis yang menyebabkan kolik renal pada pasien

ini.

D. Diskusi Diagnosis

Kolik renal ec nefrolithiasis sinistra + suspek ureterolithiasis sinistra +

hidronefrosis + hidroureter sinistra

Diagnosis kolik renal ditegakan berdasarkan keluhan pasien. Karena adanya

gerakan peristaltik, akan terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang

disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama

batu bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang – ulang

sampai batu bergeser dan memberi kesempatan air kemih untuk lewat.

Diagnosis batu saluran kemih dan diagnosis anatomi keadaan saluran kemih

didapatkan dari hasil USG. Sebenarnya gold standar diagnosis untuk mengetahui

keadaan anatomi dan fisiologis dari saluran kemih adalah BNO-IVP, namun pada

pasien ini belum dilakukan karena ketidak patuhan pasien yang tidak mau

melanjutkan pemeriksaan setelah merasa sembuh pada saat pengobatan pertama.

E. Diskusi Tatalaksana

40

Page 41: Bedah Shiela

Ranitidin 50mg IV bolus

Ketorolac 30mg IV bolus

Pasien dirujuk karena keterbatasan fasilitas (BNO-IVP dan Sp.U)

Pasien hanya diberikan terapi simptomatik dan segera dirujuk untuk

pemeriksaan oleh spesialis urologi serta untuk dilakukan BNO-IVP yang belum

tersedia di RSUD Kabupaten Bekasi.

F. Diskusi Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan

adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk

prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat

mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya

infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.1

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas

dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa

fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL,

80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh

pengalaman operator.1

41

Page 42: Bedah Shiela

BAB IV

DISKUSI PRESENTASI

1. dr. Astriliana : Efek samping dari ESWL?

Jawab : Efek samping yang kadang terjadi berupa hematuria atau nyeri saat

BAK, disebabkan karena batu-batu kecil keluar melalui saluran kemih.

2. dr. Renny : Batu kalsium mungkin atau tidak tidak tampak di pemeriksaan

BNO?

Jawab : Kebanyakan batu bersifat radioopak, kecuali batu asam urat radiolusen,

oleh karena itu seharusnya batu kalsium terlihat pada pemeriksaan BNO,

kecuali ukurannya sangat kecil.

3. dr. Renny : Bagaimana cara kerja ESWL?

Jawab : Pemecahan batu dilakukan secara non invasive dengan memberikan

getaran yang cukup untuk memecah batu. Akan terasa nyeri/linu pada jaringan

yang dilewati getaran, sehingga seringkali getaran meleset ke jaringan di

sekitar batu, yang akan menambah rasa nyeri.

4. dr. Aloysius : Batu ukuran berapa yang dapat dilakukan ESWL?

Jawab : 5-20 mm

5. dr. Ayu : Berapa kadar ureum dan kreatinin yang menjadi kontra indikasi

pemeriksaan BNO-IVP?

Jawab : Ureum > 60, kreatinin > 2

6. dr. Rahayu dan dr.Tiara : Bagaimana dengan obat-obat herbal (tablet besar,

biasanya 2x sehari)?

Jawab : Biasanya obat-obat herbal tersebut juga memiliki efek relaksasi otot

polos saluran kemih, sehingga membantu pengeluaran batu saluran kemih.

42

Page 43: Bedah Shiela

BAB V

KESIMPULAN

Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di

sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan

aliran kemih, atau infeksi.

Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu.

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan

aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-

keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis

dan rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV),

Ultrasonografi, pemeriksaan urin, analisis batu, kultur urin, hematologi lengkap,

ureum, kreatinin, elektrolit.

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang

menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.

Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder,

serta komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif.

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,

dan adanya infeksi serta obstruksi.

43

Page 44: Bedah Shiela

DAFTAR PUSTAKA

1. Sja'bani M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. II J, editor. Jakarta Pusat:

Interna Publishing; 2009.

2. A.Tanagho E, W.McAninch J. Smith'sgy General Urolo. San Fransisco:

Lange; 2003.

3. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Malang: CV. Infomedika; 2007.

4. Mos C, Holt G, Iuhasz S. The Sensitivity of Transabdominal Ultrasound in

the Diagnosis of Uretherolithiasis. Journal of Medical Ultrasonography.

2010;Vol.12:188-97.

5. Henry K.Pancoast M, Sidney Lange M. Diagnosis and Management of Acute

Ureterolithiasis. American Roentgen Ray Society Journal. 2000.

6. Ahuja AT. Case Studies in Medical Imaging. Cambridge: University Press.

7. Hospital MCs. Hydronephrosis.

8. Paula Ed. Case Report : Acute onset of Renal Colic from Bilateral

Ureterolithiasis Cases Journal. 2009.

44