Top Banner
MAKALAH ILMU BEDAH MULUT TUGAS KEPANITRAAN DISUSUN OLEH SHINTATIKA ERLAGISTA 09/280735/KG/08422 BAGIAN ILMU BEDAH MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA 1
47

bedah mulut

Oct 02, 2015

Download

Documents

rlagiega

bedah mulut
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Microsoft Word - ANESTESI BLOK MANDIBULA makalah pdgi.doc

MAKALAH ILMU BEDAH MULUTTUGAS KEPANITRAAN

DISUSUN OLEHSHINTATIKA ERLAGISTA09/280735/KG/08422

Bagian Ilmu Bedah MulutFakultas Kedokteran GigiUniversitas Gadjah MadaYogyakarta2014

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan berkah yang telah Dia curahkan kepada kita semua,sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Ilmu Bedah Mulut ini. Dalam makalah ini penulis membahas tentang ilmu ilmu eksodonsia secara luas. Sholawat serta salam juga tak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi teladan untuk menjadi manusia yang lebih baik dan bermakna serta dapat bermanfaat bagi kehidupan. Makalah ini merupakan pretest yang dibuat sebagai salah satu syarat dalam kepaniteraan Ilmu Bedah Muluit Fakultas Kedokteran Gigi Universitas gadjah Mada. Makalah ini disusun sebagai pretest pada kepaniteraan bagian Ilmu Bedah MulutDengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada 1. Drg Rahardjo, Sp. BM selaku ketua bagian dan koordinator kepaniteraan bagian Bedah Mulut 2. Segenap Dosen Bagian Ilmu Bedah mulut3. Kakak-kakak angkatan koas stase bedah mulut4. Serta Koas angkatan 41 khususnya teman stase bedah mulut yang telah bersama sama berdikusi dan berbagi suka dan dukanya bersama-sama.5. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatuPenulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran untuk perbaikan dan kemajuan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi.Yogyakarta, Februari 2014Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakangllmu Bedah Mulut merupakan cabang dari ilmu Kedokteran Gigi yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan bedah di rongga mulut baik berupa bedah minor, mayor, dan juga tindakan eksodonsi. Eksodonsia adalah salah satu cabang ilmu bedah mulut yang mempelajari tentang hal-hal yang berhubungan dengan tindakan bedah gigi yang bertujuan yang bertujuan untuk mengeluarkan seluruh bagian gigi bersama jaringan patologisnya dari dalam soket gigi serta menanggulangi komplikasi yang mungkin ditimbulkannyaPrinsip kerja eksodonsia mengikuti tahapan kerja tindak bedah pada umumnya yang harus melalui 3 tahapan pokok, yaitu tahap pra bedah, merupakan persiapan untuk eksodonsia, tahap bedah merupakan langkah kerja untuk melakukan eksodonsia dan tahap pasca bedah langkah kerja untuk yang ditujukan untuk penyembuhan luka pasca eksodonsia sampai penanggulangan komplikasinya. Prinsip yang berlaku dalam eksodonsia maupun ilmu bedah yaitu asepsis, bedah atraumatik, anestesi, dan keseimbangan cairan tubuh. Asepsis merupakan keadaan bebas dari mikroorganisme yang dapat dicapai melalui sterilisasi dan desinfeksi. Bedah atraumatik merupakan tindakan bedah dengan prinsip menimbulkan trauma jaringan sekecil mungkin. Anestesi merupakan tindakan dengan tujuan menghilangkan atau sedikitnya mengurangi rasa nyeri selama perawatan bedah dilangsungkan. Anestesi yang sering dijumpai pada eksodonsia adalah anestesi lokal dengan berbagai cara, yaitu topikal, infiltrasi, dan blok syaraf. Keseimbangan cairan tubuh juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam eksodonsia.Dokter gigi harus menerapkan prinsip-prinsip dalam eksodonsia maupun ilmu bedah tersebut untuk meminimalisir resiko terjadinya komplikasi pada tindakan bedah. Selain itu, dokter gigi juga harus mengetahui secara tepat keadaan gigi dan jaringan sekitarnya serta keadaan kesehatan umum penderita yang dihadapinya sehingga diagnosis maupun rencana perawatan akan dibuat berdasarkan keadaan pada masing-masing individu dengan keadaan yang berbeda, serta dokter gigi pun mampu meminimalisir pengunaan alat bedah agar sesuai dengan kebutuhan.B. Rumusan Masalah1. Bagaimana teknik anestesi blok N. Alveolaris inferior metode Fisher?2. Bagaimana cara-cara sterilisasi alat, ruangan, dan bahan-bahan medis?3. Apa faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat praktikum Bedah Mulut?4. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada pemberian anestesi lokal dan proses pencabutan gigi?5. Apa ciri-ciri tang posterior rahang atas dan rahang bawah?C. Tujuan1. Memenuhi ujian kepaniteraan Bedah Mulut2. Mengetahui teknik anestesi blok N. Alveolaris inferior metode Fisher3. Mengetahui cara-cara sterilisasi alat, ruangan, dan bahan-bahan medis4. Mengetahui faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat praktikum Bedah Mulut5. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada pemberian anestesi lokal dan proses pencabutan gigi6. Mengetahui ciri-ciri tang posterior rahang atas dan rahang bawah

BAB II PEMBAHASAN

A. Anastesi blok n. alveolaris inferior metode FisherAnestesi blok rahang bawah biasanya dilakukan apabila kita memerlukan daerah yang teranestesi luas misalnya pada waktu pencabutan gigi posterior rahang bawah atau pencabutan beberapa gigi pada satu quadran. Teknik Fisher saraf yang dituju adalah :N. Alveolaris inferior dan N. Lingualis. Sedangkan daerah yang teranestesi pada Teknik Fisher adalah: gigi -gigi mandibula setengah quadran, badan mandibula dan ramus bagian bawah, mukoperiosteum bukal dan membrane mukosa didepan foramen mentalis, dasar mulut dan dua pertiga anterior lidah, jaringan lunak dan periosteum bagian lingual mandibula. Karena N. Bukalis tidak teranestesi maka apabila diperlukan , harus dilakukan penyuntikan tambahan sehingga pasen menerima beban rasa sakit. Pada Teknik modifikasi Fisher kita menambahkan satu posisi lagi sebelum jarum dicabut sehingga tidak diperlukan penusukan ulang yang menambah beban sakit pada pasen. a. Prosedur yang digunakan adalah :1. Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang. Aplikasikan antiseptic didaerah trigonum retromolar.2. Jari telunjuk diletakkan dibelakang gigi terakhir mandibula, geser kelateral untuk meraba linea oblique eksterna.

Gambar 1. Perabaan linea obliqua eksterna3. Kemudian telunjuk digeser kemedian untuk mencari linea oblique interna, ujung lengkung kuku berada di linea oblique interna dan permukaan samping jari berada dibidang oklusal gigi rahang bawah.

Gambar 2. Letak Linea obliqua interna4. Posisi I : Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku , dari sisi rahang yang tidak dianestesi yaitu regio premolar. Gambar 3. Barrel dari syringe berada pada sisi kontra lateral premolar 5. Posisi II : Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang oklusal dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Lingualis.

Gambar 4. Lokasi insersi 6. Posisi III : Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15 mm. Aspirasi dan bila negative keluarkan anestetikum sebanyak 1 ml untuk menganestesi N. Alveolaris inferior.7. Setelah selesai spuit ditarik kembaliB. Sterilisasi Sterilisasi merupakan proses menghancurkan semua mikroorganisme termasuk virus dan spora bakteri (Pedersen, 1996).A.Sterilisasi alat dan bahanUntuk menentukan tingkat sterilisasi atau disinfeksi yang layak, maka alat-alat digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya.a. Alat kritisAlat kritis adalah alat yang berkontak langsung dengan daerah steril pada tubuh, yaitu semua struktur atau jaringan yang tertutup kulit atau mukosa. Alat yang termasuk dalam kategori ini yaitu jarum suntik, skalpel, elevator, bur, tang, jarum jahit, dan peralatan untuk implantasi misalnya implan, bahan aloplastik, dan bahan hemostatik. Alat kritis sebaiknya disterilisasi dengan autoklaf.Sterilisasi autoklaf merupakan cara sterilisasi pemanasan dengan uap bertekanan yang merupakan cara sterilisasi paling efektif. Sterilisasi autoklaf pada suhu 121oC selama 10 menit normalnya dapat merusak semua bentuk kehidupan mikrobial (Mulyanti dan Putri, 2011). Autoklaf terutama ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu sel reisten yang muncul pada bakteri untuk pertahanan diri dilingkungan yang kurang baik. Sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik. Apabila penggunaan autoklaf tidak memungkinkan, desinfeksi yang sangat baik dapat dicapai dengan menggunakan bahan kimia yang terdaftar pada US Environmental Protection Agency (EPA). Cara lain untuk mensterilkan adalah dengan merendam dalam air mendidih selama paling sedikit 10 menit .(Pedersen, 1996)

Gambar 5. Alat sterilisasi Autoclaveb. Alat semikritisAlat semikritis adalah alat yang bisa bersentuhan tetapi sebenarnya tidak dipergunakan untuk penetrasi ke membran mukosa mulut. Kaca mulut dan alat-alat lain yang digunakan untuk pemeriksaan dan tes termasuk dalam kategori ini. Handpiece yang digunakan dalam bedah mulut idealnya bisa diautoklaf. (Pedersen, 1996)c. Alat nonkritisAlat nonkritis adalah peralatan yang biasanya tidak berkontak dengan membran mukosa, meliputi pengontrol posisi kursi, kran yang dioperasikan dengan tangan, dan pengontrol kontak untuk melihat gambar sinar X. Apabila terkontaminasi oleh darah, dan/atau saliva, mula-mula harus dilap dengan handuk pengisap kemudian didesinfeksi dengan larutan antibakteri yang cocok. (Pedersen, 1996)Alat dan bahan juga dapat disterilisasi menggunakan metode pemanasan kering. Prosedur ini dikerjakan dalam oven. Hal ini berlaku bagi peralatan laboratorium seperti cawan petri, pipet, juga minyak atau serbuk. Waktu yang diperlukan yaitu 1-2 jam (Mulyanti dan Putri, 2011). Sterilisasi menggunakan oven udara panas membutuhkan suhu yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama, dibandingkan dengan menggunakan autoklaf dalam pemusnahan spora bakteri, oven cenderung membentuk titik-titik panas dan dingin didalamnya, yang mengakibatkan ada beberapa instrumen tertentu yang tidak mencapai suhu yang diperlukan. Sementara ada instrumen yang menerima panas lebih besar dari yang seharusnya, sehingga dapat menyebabkan kerusakan instrumen.

Gambar 6. Alat sterilisasi panasB. Sterilisasi ruanganDekontaminasi permukaan-permukaan yang tersentuh sekresi mulut pasien, instrumen, atau tangan operator dapat diatasi dengan bahan kimia antibakteri seperti sodium hipoklorit (larutan pemutih). Semua permukaan kerja yang terkontaminasi pertama-tama dilap dengan handuk untuk menghilangkan bahan-bahan organik kemudian didesinfeksi dengan larutan pemutih (clorox diencerkan dalam perbandingan 1:10 sampai dengan 1:100 tergantung bahan organik yang ada). Hal tersebut dilakukan setiap hari. Pemutih merupakan salah satu bahan antibakteri yang murah dan efektif, namun perlu diperhatikan bahwa bahan ini bersifat korosif terhadap logam, khususnya alumunium.Idealnya pengontrolan dengan tangan sebaiknya dihindarkan atau dikurangi. Tempat kumur, dispenser untuk sabun, dan pengontrol kursi sebaiknya menggunakan peralatan yang bisa dioperasikan dengan kaki. Peralatan tajam yang biasanya digunakan di dalam prosedur bedah mulut dan sering terkontaminasi darah dan saliva, misalnya jarum suntik, jarum jahit, blade, elevator, dan lain-lain dianggap berpotensi untuk menginfeksi dan harus ditangani dengan cara khusus. Untuk menghindari kontak yang tidak diperlukan, semua peralatan disposibel ditempatkan dalam wadah yang diletakkan sedekat mungkin dengan tempat penggunaanya. Secara umum, semua alat yang disposibel diautoklaf dulu sebelum dibuang. (Pedersen, 1996)Ruangan bedah pada umumnya dibagi menjadi 4 area yang dibagi menurut aktivitas yang dilakukan, yaitu:1.Daerah tidak terbatasArea ini adalah pintu masuk dari koridor utama dan terisolasi dari area lainnya dari ruangan bedah. Tempat ini adalah tempat petugas, pasien, dan material.2.Zona transisiArea ini terdiri atas ruang pakaian dan lemari, adalah tempat petugas memakai pakaian bedah yang memungkinkan mereka berpindah dari daerah tidak terbatas ke daerah semi terbatas atau daerah terbatas pada ruangan bedah. Hanya petugas yang berwenang yang bisa memasuki area ini.3.Daerah semi terbatasArea ini merupakan area penunjang dari ruangan bedah dan terdiri atas ruangan pra-operasi dan ruang pemulihan, serta tempat penyimpanan untuk instrumen steril. Hal-hal yang harus diperhatikan di area ini adalah.a.Batasi lalu lintas petugas dan pasien setiap waktub.Ada area kerja untuk pemrosesan instrumen bersihc.Ada tempat penyimpanan untuk suplai yang bersih dan steril dengan rak-rak tertutup untuk meminimalkan debu dan kotoran yang menumpuk di atas instrumen yang disimpand.Ada pintu yang membatasi akses ke daerah terbatas dari ruangan bedah tersebute.Petugas yang bekerja di area ini diwajibkan memakai pakaian bedah dan menutup seluruh kepalaf.Petugas harus memakai sepatu yang bersih dan tertutup yang akan melindungi kaki mereka dari cairan dan instrumen yang jatuh4.Daerah terbatasArea ini terdiri atas ruangan-ruangan operasi dan tempat cuci tangan. Hal-hal yang harus diperatikan di area ini adalah:a.Batasi lalu lintas staf dan pasien setiap waktub.Pintu harus selalu tertutupc.Petugas pencuci harus memakai pakaian bedah penuh, penutup kepala, dan maskerd.Masker wajib digunakan ketika peralatan bedah dibuka dan petugas menyusun peralatan bedahe.Pasien yang memasuki unit bedah harus memakai baju bersih dan tutup kepala. (Mulyanti dan Putri, 2011)C. Faktor yang diperhatikan dalam pratikum bedah mulutFaktor-faktor yang harus diperhatikan dalam praktikum Bedah Mulut, yaitu asepsis, bedah atraumatik, dan di bawah anestesi yang baik serta keseimbangan cairan tubuh (Mangunkusumo, 1997).1. AsepsisAsepsis adalah suatu keadaan yang bebas mikroorganisme. Di bidang kedokteran gigi, asepsis di daerah rongga mulut harus diusahakan sebaik mungkin. Keadaan tersebut juga diusahakan untuk operator, alat bedah yang digunakan, dan kamar bedah. Hasil bedah yang paling baik tidak akan dicapai tanpa keadaan yang asepsis karena umumnya kegagalan bedah terutama berasal dari infeksi. (Mangunkusumo, 1997)Tangan operator yang bekerja di daerah operasi harus diperhatikan kebersihannya yaitu tangan dan telapak tangan termasuk daerah kuku lalu ke daerah atas sampai siku tangan harus secara tekun disikat dengan sabun selama 10 menit dan sabun yang melekat kemudian dibasuh dengan air yang mengalir dari keran langsung.sebelum menggunakan sarung tangan steril maka telapak tangan harus dicuci terlebih dahulu dengan alkohol 70% (Dwirahardjo, 2004).2. Bedah AtraumatikBedah atraumatik adalah cara mengerjakan bedah (operasi) jaringan hidup yang berprinsip pada trauma jaringan yang ditimbulkan diusahakan sekecil mungkin. Prinsip ini berlaku bagi tindakan eksodonsia. Semua kegiatan eksodonsia harus terencana pasti untuk menghindari komplikasi eksodonsia yang tidak dikehendaki, misalnya fraktur akar gigi, fratur tulang pendukung gigi, fraktur tulang rahang, pendarahan, terjadinya oro anthral fistula yang lebar, paralisis syaraf, laserasi jaringan lunak disekitar gigi. Jaringan yang laserasi berpotensi menjadi nekrosis karena sel-sel yang membentuknya menjadi rusak dan kehilangan aktivitasnya (Dwirahardjo, 2004).Pada bedah yang membutuhan pembukaan lapisan jaringan lunak, ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, yaitu:1. Lapisan jaringan lunak harus direncanakan sehingga persediaan darah akan tetap dipertahankan.2. Pola lapisan jaringan lunak harus memberi kemudahan dalam refleksinya; lapisan jaringan lunak tersebut harus dapat menutup daerah operasi secara sempurna saat dikembalikan pada posisi semula dan dapat ditahan oleh jahitan tanpa ada ketegangan jaringan.(Mangunkusumo, 1997)3. AnastesiAnestesi diartikan sebagai tanpa rasa atau tanpa sensasi. Setiap tindakan bedah selalu dilaksanakan di bawah pengaruh anestesi yang dapat dilakukan secara umum atau lokal dengan tujuan menghilangkan ataupun mengurangi rasa nyeri selama perawatan bedah berlangsung sehingga dapat dicapai ketenangan kerja operator selama bekerja. Anestesi umum merupakan suatu keadaan tidak ada sensibilitas yang meliputi seluruh tubuh dan penderita tidak dalam kesadaran penuh, sedangkan anestesi lokal merupakan keadaan tidak adanya rasa pada daerah yang terbatas atau hilangnya sensasi pada daerah tertentu sewaktu penderita masih dalam keadaan sadar. Pada umumnya anestesi untuk kepentingan eksodonsia atau bedah minor lainnya dilakukan secara lokal.(Mangunkusumo, 1997)4. Keseimbangan cairan tubuhSeorang penderita yang mengalami perdarahan yang berlebihan akibat kecelakaan atau tindakan bedah perlu mendapatkan pengganti darah yang hilang. Beberapa penderita memerlukan penggantian cairan tubuh melalui jalan intravenosa (infus). Umumnya pemberian cairan intravenosa terdiri dari glukosa dalam 500-1000cc akuades steril. Pemberian larutan glukosa dianjurkan 250cc per jam dan jangan lebih cepat dari ketentuan itu. Bila penderita dalam keadaan dehidrasi dan toksis, lebih baik diberikan cairan garam (salin).(Dwirahardjo, 2004)

D. Komplikasi pada pemberian anestesi lokal dan proses pencabutan gigi a. Komplikasi pada proses pencabutan1. PerdaarahanPerdarahan dapat terjadi pada pasien yang memiliki penyakit hati misalnya alkoholik yang menderita sirosis, pasien yang menerima terapi anti koagulan, pasien yang mengonsumsi aspirin dosis tinggi atau agen anti radang lain yang nonsteroid. Apabila riwayat kesehatan menunjukkan kecurigaan pada penyakit tertentu, sebaiknya menghubungi dokter yangg merawat sebelumnya, sebelum melakukan perawatan. Beberapa tes laboratorium bisa dilakukan untuk mengidentifikasi kelainan yang menyebabkan kegagalan mekanisme pembentukan bekuan darah. Perdarahan juga dapat terjadi akibat sobeknya pembuluh darah sehingga pengetahuan mengenai anatomi sangat dibutuhkan agar tidak terjadi perdarahan pada arteri atau vena. Penanganan awal jika terjadi perdarahan arteri adalah dengan penekanan menggunakan jari atau kassa, serta dapat juga diklem menggunakan hemostat (Pedersen, 1996).2. Subkutaneous atau submucosal emfisemaKomplikasi ini dapat terjai akibat adanya udara yang masuk pada jaringan ikat pada saat penggunaan air-rotor.Secara klinis emfisema ditandai dengan pembengkakan yang sering menjalar hingga area leher dan wajah dengan karakteristik terdapat cracking dan suara pada saat palpasi (krepitus). Tidak ada perawatan khusus pada keadaan ini, karena akan hilang dalam waktu 2-4 hari.

3. HemorrhageHemmorrage adalah komplikasi yang sering terjadi pada saat proses bedah mulut dan bisa juga terjadi pada saat pencabutan gigi biasa. Hemorrhage dapat terjadi akibat trauma dari pembuluh darah sehingga menimbulkan koagulasi darah. Pendarahan post operative pada pasien sehat dapat terjadi akibat jeleknya proses hemostasis dari luka.4. Patah mahkota atau luksasi gigi sebelahnyaPatah mahkota dari gigi tetangganya adalah hal yang sering ditemui pada proses ekstrasi gigi. Luksasi atau dislokasi dari gigi tetangganya muncul akibat kekuatan yang berlebihan pada saat luksasi gigi yang menggunakan gigi tetangga sebagai fulkrum. Apabila gigi sebelah mengalami luksasi, maka dapa dilakukan stabilisasi dan fiksasi antara 40-60 hari.5. FrakturFraktur bisa mengenai akar gigi, gigi disampingnya atau gigi antagonis, restorasi, prosesus alveolaris dan kadang-kadang tulang mandibula. Fraktur dapat terjadi akibat tekanan yang berlebihan atau tidak terkontrol. Fraktur akar merupakan masalah yang sering ditemui pada proses ekstraksi gigi. Penyebab dari fraktur gigi/ akar gigi diantaranya adalah kesalahan dalam menggunakan paruh forcep, pemilihan forcep yang salah, karies gigi yang meluas, kerapuhan struktur gigi, dan gigi yang mempunyai kelainan akar.Untuk mengambil sisa akar yang tertinggal didalam soket harus dipilih teknik pengambilan yang paling tepat.Teknik pengambilan akar ditentukan oleh ukuran panjang akar gigi yang masih tersisa, kepadatan jaringan pendukung sekeliling akar gigi, posisi akar gigi terhadap sinus maksilaris, dan posisi akar gigi.Fraktur prosesus alveolaris (Fragiskos), Komplikasi ini dapat timbul apabila pergerakan pada saat ekstrasi yang tidak semestinya atau akibat pencabutan gigi yang ankilosis.Fraktur prosesus alveolar sering terjadi pada ekstraksi gigi caninus.Untuk mengatasinya, apabila tulang yang fraktur berukuran kecil, ambil tulang tersebut dengan menggunakan forcep dan bagian yang tajam dikikir sampai tidak tajam kembali.Setelah itu area diirigasi dengan larutan saline kemudian lukanya dijahit.Fraktur tuberositas maksilaris dapat timbul pada saat proses ekstraksi gigi belakang maksila dan biasanya terjadi akibat, melemahnya tulang tuberositas maksila akibat infeksi sinus, dan ankylosis dari gigi molar.Fraktur mandibula hal ini jarang terjadi.Fraktur tulang mandibular dapat terjadi akibat dari ekstraksi gigi molar 3 yang impaksi.Hal ini dapat terjadi akibat tekanan yang berlebihan dari penggunaan elevator.Fraktur dapat diminimalisasi dengan melakukan rontgen foto terlebih dahulu agar dapat mengetahui bagaimana struktur gigi atau tulang yang sebenarnya sehingga dapat melakukan tindakan dan menggunakan alat secara tepat. Penyebab fraktur gigi atau akar gigi: Kesalahan dalam menempatkan paruh forsep, paruh forsep memegang bagian gigi di luar daerah sementum atau poros panjang paruh forsep tidak sejajar dengan poros panjang gigi Pemilihan forsep yang salah Karies gigi yang meluas; struktur gigi akan menjadi rapuh dan mudah fraktur Kerapuhan struktur gigi yang berhubungan dengan usia lanjut atau nekrosis jaringan pulpa gigi Gigi yang mempunyai kelainan akar, misalnya akar gigi membengkok atau menyudut pada ujungnya Kelainan tulang pendukung gigi Gerakan ekstraksi gigi yang salah arah Menggerakan gigi yang akan diekstraksi ke satu arah saja dengan kekuatan yang melebihi batas kekuatan struktur gigi tersebut.(Dwirahardjo, 2004)6. Cedera jaringan lunakCedera jaringan lunak yang paling umum adalah lecet (luka sobek) dan luka bakar atau abrasi. Lecet sering diakibatkan oleh retraksi berlebihan dari flap yang kurang besar. Komplikasi ini bisa dihindari dengan membuat flap yang lebih besar dan menggunakan retraksi yang ringan saja. Luka bakar atau abrasi biasanya akibat dari tertekannya bibir yang dalam keadaan teranestesi oleh pegangan handpiece. Luka ini bisa diminimalisasi dengan berhati-hati dalam menggunakan alat-alat saat operasi (Pedersen, 1996).7. Cedera syarafSaraf yang paling sering cedera selama pencabutan dan pembedahan gigi adalah divisi ketiga dari nervus Trigeminus. Cedera saraf dapat dirawat dengan dekompresi, eksisi, dan anastomosis ulangan atau cangkok (Pedersen, 1996).8. AlveolalgiaKeadaan alveolus gigi dapat dikatakan menderita alveolalgia atau dry socket bila pasca pencabutan gigi alveolus gigi yang bersangkutan tidak terisi jendalan darah, atau jendalan darah yang sudah terjadi rusak atau lepas dari soket gigi. Sebab utama alveolalgia adalah adanya gangguan nutrisi di daerah alveolus yang bersangkutan yang berasal dari kerusakan vasa darah pokok yang memberi nutrisi pada soket gigi yang bersangkutan. Alveolalgia ini juga dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri ke dalam soket gigi, benda asing yang masuk ke dalam soket gigi, trauma, dan lain-lain. (Dwirahardjo, 2004)9. Fistula Oro-AntralFistula oroantral adalah saluran yang menghubungkan rongga mulut dan rongga sinus maksilaris. Fistula ini dapat dibentuk oleh penutupan lubang yang tidak sempurna dari suatu lesi (misalnya abses, luka, proses penyakit). Fistula oroantral dapat terjadi sebagai komplikasi pencabutan gigi posterior maksila, misalnya akibat penggunaan elevator yang salah dalam pengambilan akar gigi atau gigi sehingga mendorong akar gigi atau gigi masuk ke sinus, ataupun akibat rongga sinus yang terlalu luas sampai daerah akar gigi sehingga ekstraksi gigi yang berdekatan dengan sinus meninggalkan lubang besar.(Dwirahardjo, 2004)b. Komplikasi pada saat proses anestesi (Malamed, 1997) antara lain :1. Kegagalan mencapai analgesiaKegagalan untuk mencapai analgesia biasanya disebabkan oleh teknik yang salah. Bila analgesia kurang memadai sebaiknya prosedur tersebut diulang dengan lebih memperhatikan anatomi landmark dan detil teknik. Kegagalan analgesia juga dapat disebabkan adanya infeksi, analgesia local harus diberikan didekat daerah infeksi.2. Patah jarumPencegahan dilakukan dengan mengenali anatomi daerah yang akan dianestesi, menggunakan jarum gauge besar, jangan gunakan jarum sapai porosnya, menggunakan jarum sekali saja, jangan mengubah arah jarum, beritahu pasien sebelum penyuntikan. Penanganan dilakukan dengan tenang, jangan panik, pasien jangan bergerak, mulut harus tetap terbuka jika fragmennya kelihtan, angkat dengan hemostat keal, jika tidak terlihat diinsisi, beritahu pasien, kirim ke ahli bedah mulut.3. Rasa terbakar pada injeksiPencegahan dilakukan dengan menggunakan anestetik lokal yang pH kira-kira 5, injeksi larutan perlahan-lahan (iml/menit), cartridge disimpan pada suhu kamar, lokal anestetik tetap steril.4. Rasa sakit selama penyuntikanTidak diragukan lagi bahwa ada beberapa pasien yang takut terhadap suntikan. Walaupun pada beberapa kasus ketakutan ini hanya merupakan salah satu aspek dari sikap hidup pasien umumnya dan terhadap perawatan gigi khususnya, sungguh disayangkan bahwa pada beberapa kasus lainnya ketakutan disebabkan karena pengalaman suntikan yang sakit di masa lalu. Dokter gigi berkewajiban untuk memastikan bahwa metode pengontrolan rasa sakit yang digunakannya benar-benar tidak menimbulkan rasa kurang enak dan bahwa metode tersebut dapat digunakan senyaman mungkin. Tajamnya jarum merupakan faktor penting dan karena itulah, perlu dipastikan bahwa dokter gigi hanya menggunakan jarum disposibel berkualitas tinggi yang dipasarkan oleh industri farmasi yang sudah ternama. Bila jaringan tegang dan ujung yang tajam dari jarum diinsersikan tegak lurus terhadap mukosa, penetrasi dapat terjadi segera. Tindakan lain yang dapat memperkecil rasa tidak enak yaitu menghangatkan larutan dan menyuntikannya perlahan- lahan. Sakit dapat ditimbulkan dari penyuntikan larutan nonisotonik atau larutan yang sudah terkontaminasi. Penggunaan catridge yang tepat akan dapat menghilangkan kemungkinan ini. Pemberian suntikan blok gigi inferior kadang-kadang menyebabkan pasien mengalami sakit neuralgia yang hebat pada jaringan yang disuplai oleh saraf tersebut. Simtom ini merupakan indikator bahwa jarum sudah menembus selubung saraf dan harus segera ditarik keluar. Bila dokter gigi tetap bersikeras untuk mendepositkan larutan anestesi pada situasi seperti ini, akan terjadi gangguan sensasi labial yang berlangsung cukup lama. Digunakannya tekanan yang cukup besar untuk mendepositkan larutan pada jaringan resisten juga akan menimbulkan rasa sakit, dan karena itu harus dihindari sebisa mungkin.5. MemucatTerjadi pada daerah penyuntikan akibat dari kombinasi tekanan hidrostatik larutas anestesi local dan vasokonstriktor.Pemucatan terjadi jauh dari lokasi penyuntikan akibat penyuntikan intravascular atau teknik yang salah. Tidak ada perawatan yang diperlukan kecuali menenangkan pasien karena pemucatan akan menghilang selama 30-35 menit.6. Parastesi (kelainan saraf akibat anestesi)Parestesia didefenisikan sebagai suatu fenomena sensorik berupa kebas, rasa terbakar dari kulit tanpa adanya stimulus yang jelas. Parestesi dapat disebabkan oleh trauma, tumor, penyakit jaringan kolagen, infeksi dan penyakit-penyakit idiopatik. Pencegahan dilakukan dengan injeksi yang tepat, penggunaan cartridge yang baik. Penanganan dilakukan dengan menenangkan pasien, pemeriksaan pasien (lamanya parastesia), pemeriksaan ulang sampai gejala hilang, konsul keahli bedah, mulut atau neurologi.7. Trismus (gangguan membuka mulut)Trismus merupakan hal biasa terjadi pada pasien, dan pasien merasa sulit untuk membuka mulutnya setelah pemberian anestesi blok mandibula. Trismus biasanya disebabkan oleh trauma tusukan jarum pada serabut otot pterigoideus medial.Trismus adalah kejang otot yang menyulitkan gerak membuka mulut.Terjadi bila suntikan ke pterigoid medial menyebabkan sobeknya serat otot dan haematoma. Pencegahan dilakukan dengan memakai jarum suntik tajam, asepsis saat melakukan suntikan, menghindari injeksi berulang-ulang, volume anestesi minimal. Penanganan dilakukan dengan terapi panas (kompres daerah trismus 15-20 menit) setiap jam. Analgetik obat relaksasi otot, fisioterapi (buka mulut 5-10 menit tiap 3 jam), megunyah permen karet, bila ada infeksi beri antibiotik alat yang digunakan untuk membuka mulut saat trismus. 8. Pembentukan hematoma (efusi darah kedalam ruang vaskuler)Beberapa daerah yang banyak mempunyai suplai syaraf ke jaringan orofasial, sangatlah vaskular. Pada saat melakukan blok syaraf, terutama blok alveolar superior posterior, pembuluh darah dapat tertembus. Ini akan menimbulkan perdarahan ke jaringan dan merangsang terbentuknya haematoma. Pencegahan dilakukan dengan mengetahui anatomi dan cara injeksi sesuai dengan indikasi, jumlah penetrasi jarum seminimal mungkin. Penanganan dilakukan dengan penekanan pada pembuluh darah yang terkena, analgetik bila nyeri, aplikasi pada pada hari berikutnya. Terapi antibiotic harus diberikan sebagai tindakan profilatik, karena haematoma ini mungkin akan terinfeksi. 9. InfeksiPencegahan dilakukan dengan jarum steril, aseptik, hindari indikasi berulang-ulang. Penanganan dilakukan dengan terapi panas, analgesik, antibiotik. Pada umumnya suatu infeksi ditentukan oleh (a) viruslensi organisme yang ada, (b) jumlah organisme, (c) resistensi vital dari penderita. Suatu operasi didaerah infeksi bernanah dianjurkan untuk menggunakan drin ( drain ) saat luka ditutup. Macam drin yang digunakan :a. Penrose drain yang dibuat dari kain kasa pipih terbungkus pipa karet tipis dalam berbagai ukuran.b. Rubber tissue / rubber dam yang lebar dan panjangnya tertentu.c. Rubber tube, pipa karet yang ujungnya yang akan dimasukkan kedalam jaringan dan pada sisi sisi pipa dilubangi pada beberapa tempat.d. kain kasa yodoform 5 % dengan lebar berbagai ukuran.Drin dimasukan kedalam luka insisi / rongga suatu abses dan dimasukan untuk memberi kemudahan jalan bahan produksi infeksi keluar kepermukaan luar luka. Saat memasang drin, sisakan beberapa centimeter panjang drin dipermukaaan luar dengan maksud agar drin tidak menghilang kedalam luka serta akan mempermudah sat pengambilannya. Drin yang terbuat dari pipa karet difiksasi pada permukaan luar untuk mencegahnya masuk kedalan luka. Setiap hari drin harus diganti dan akan dihentikan bila cairan produk infeksi sudah mengering, drin dihentikan dengan melepasnya dari luka dan membiarkan luka menutup sendiri dalam proses penyembuhannya. Drin intra oral sebaiknya dihentikan paling lama 3 ( tiga ) hari. Kadang kadang dihadapi luka yang besar yang disamping membutuhkan drin juga membutuhkan pembalut ( dressing ) kain kasa. Pembalut kasa ini bekerja lebih banyak sebagai suatu pek ( pack ) dari pada suatu drin ( misalnya pada kasus osteomielitis, kavitas kista tulang rahang, sinus maksilaris yang terbuka lebar ). 10. HematomHematom sering terjadi pada komplikasi blok N. Alveolaris Inferior, N. Alveolaris Superior Posterior, dan N. Mentalis/ Insisif. Pencegahan hematom dapat dilakukan dengan mengetahui anatomi sehingga tidak terjadi penyebaran darah ke rongga ekstravaskuler. Penggunaan jarum pendek pada anestesi N. Alveolaris superior posterior juga dapat dilakukan sebagai upaya meminimalisasi hematom. Penanggulangan hematom akibat administrasi anestesi lokal adalah dengan menekan perdarahan dan jangan mengompres panas selama 4-6 jam setelah kejadian, namun setelah satu hari dapat dikompres hangat 20 menit per jam. Kompres dingin dapat dilakukan segera setelah terjadi hematom untuk mengurangi perdarahan dan rasa sakit.11. Edema (pembengkakan jaringan)Edema disebabkan oleh trauma selama anestesi lokal, infeksi, alergi, perdarahan, dan penyuntikan anestetikum yang terkontaminasi alkohol. Penanggulangan edema dilakukan dengan observasi bila edema disebabkan oleh trauma injeksi atau iritasi larutan, biasanya akan hilang 1- 3 hari tanpa terapi. Sedangkan bila lebih dari 3 hari dan disertai rasa sakit atau disfungsi mandibula, antibiotik sebaiknya diberikan untuk pasien tersebut. Pencegahan dilakukan dengan pemakaian alat anestesi lokal yang betul, injeksi atraumatik, teliti pasien sebelum pemberian larutan analgesik. Penanganan dilakukan dengan mengurangi pembengkakan secepat mungkin, bila udema berhubungan dengan pernafasan maka dirawat dengan epinefrin 8,3 mg IV/Im, antihistramin IV/im. Kortikosteroid IV/ IM, supinasi, berikan basic life support, tracheastomi, bila sumbat nafas, evaluasi pasien.12. Paralisis N. FacialisParalisis unilateral dari otot wajah adalah komplikasi yang tidak umum dan bila terjadi biasanya setelah suntikan alveolar inferior. Terjadi karena ujung jarum terletak jauh dalam hubungannya dengan mandibula dan masuk kelenjar parotid, membuat cabang-cabang syaraf wajah teranelgesia, menimbulkan paralisa otot yang disuplainya, serta paralisa sebagian besar sisi wajah. Pasien tidak dapat mengaktifkan orbicularis atau orbicularis oris. Pencegahan dilakukan dengan blok yang benar untuk n. Alveaolaris inferior, jarum jangan menyimpang lebih kepost Waktu blok n. alveolaris inferior. Penanganan dilakukan dengan memberitahu pasien, bahan ini bersifat sementara, anjurkan secara periodic membuka dan menutup mata13. SinkopSinkope atau kolaps merupakan komplikasi yang paling sering terjadi dari penggunaan anestesi lokal di kedokteran gigi. Kolaps merupakan bentuk dari syok neurogenik yang disebabkan oleh iskeminya jaringan serebral sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah perifer disertai penurunan tekanan darah.Pencegahan dilakukan dengan fentilasi yang cukup, posisi kepala lebih rendah dari tubuh, hentikan bila terjadi perubahan wajah pasien. Penanganan dilakukan dengan memposisikan kepala lebih rendah dari tubuh, kaki sedikit diangkat, bila sadar anjurkan tarik nafas dalam-dalam, rangsang pernaasan dengan wangi-wangian.14. Lesi Intraoral Lesi intraoral umumnya disebabkan oleh trauma jarum pada jaringan saat insersi. Penanggulangan lesi ini dilakukan dengan pemberian topikal anestesi praanestesi, pemberian obat kumur, dan pemberian antibiotik jika terjadi infeksi.15. Gangguan penglihatanGangguan penglihatan unilateral mungkin disebabkan kejang vascular atau suntikan intraarterial.Penglihatan normal biasanya kembali dalam waktu 30 menit, pasien harus ditenangkan tetapi jangan diperbolehkan pulang.16. Pingsan atau serangan vasovagalGangguan emosi sebelum diakukan analgesia local merupakan faktor predisposing dari pingsan karena pasien terlalu tegang.Dilatasi arteriar ditambah aliran vagal yang banyak menyebabkan berkurangnya darah yang kembali ke jantung yang menyebabkan penurunan umpan balik kardiak.Akibat dari keadaan ini adalah hilangnya kesadaran yang mendadak menyebabkan pasien pingsan.17. Toksisitas sistemisToksisitas dapat terjadi akibat analagesia lokan masuk ke dalan pembuluh darah.Toksisitas dapat menyebabkan gangguan pernapasan, kolaps pernapasan, dan konvulsi.

E. Ciri-ciri tang posterior Rahang atas dan Rahang Bawah1. Tang posterior rahang atas

Gambar 7. Tang molar rahang atas. Paruh bukal dari masing-masing tang memiliki desain yang runcing, yang mana akan tepat menempati bifurkasio bukal dari kedua akar bukal.

Gambar 8. Paruh tang premolar rahang atas berhadapan seperti bayangan cermin satu sama lain, dapat digunakan untuk pencabutan premolar rahang atas kiri maupun kanan.\

Gambar 9. Tang bayonet dengan paruh memanjang didesain untuk ekstraksi gigi dan akar molar ketiga rahang atas.

2. Tang posterior rahang bawah

Gambar 10. Tang akar rahang bawah dengan paruh runcing digunakan dan mengatup rapat untuk pencabutan incisivus, premolar, dan akar gigi rahang bawah.

Gambar 11. Tang molar rahang bawah digunakan untuk pencabutan gigi permanen rahang bawah. Ujung paruh akan menempati furkasi molar, dapat digunakan pada gigi rahang bawah kanan atau kiri.(Abusallamah, 2013)

Gambar 12. Macam-macam Tang rahang bawah digunakan untuk pencabutan gigi permanen rahang bawah. Ujung paruh akan menempati furkasi molar, dapat digunakan pada gigi rahang bawah kanan atau kiri.

Tabel 1. Perbedaan tang posterior rahang atas dan rahang bawahRahang AtasRahang Bawah

DesainParuhnya cenderung lebih paralel terhadap pegangannya. Desain pegangan bayonet hanya khusus untuk tang rahang atas. Modifikasi ini dimaksudkan untuk membantu menghindari bibir bawah. Desain paruh yang asimetris, kanan dan kiri hanya terdapat pada tang untuk gigi molar atasParuhnya lebih membentuk sudut terhadap pegangannya. Paruh tang mandibula selalu simetris. Pegangan vertikal jika digunakan adalah khusus untuk tang-tang rahang bawah

AplikasiDikenakan pada daerah servikal gigi yang dicabut. Adaptasi diperoleh melalui kombinasi dari tekanan mencengkram dan apikal. Digunakan dengan pinch grasp dan telapak tangan menghadap ke atas.Gaya vertikal yang diperlukan untuk adaptasi atau menempatkan tang diimbangi oleh gaya berlawanan yang dikenakan terhadap mandibula dengan melakukan sling grasp. Telapak tangan menghadap ke bawah

Tekanan yang dihantarkanLateral (bukal/lingual), paralel (apikal/oklusal), dan rotasionalTekanan lateral (bukal/lingual) dihantarkan, tetapi tekanan lingual mungkin lebih dominan pada pencabutan gigi-gigi molar bawah. Tekanan paralel, apikal, dan oklusal serta tekanan rotasional juga digunakan apabila diperlukan

BAB IIIPENUTUPA. Kesimpulan1. Anestesi blok n. alveolaris inferior metode Fisher merupakan teknik yang digunakan untuk menganestesi gigi mandibula, gingiva mandibula, dan bibir bawah.2. Untuk menentukan tingkat sterilisasi atau disinfeksi yang layak, maka alat-alat dapat digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya menjadi alat kritis, semikritis, dan nonkritis. Sterilisasi dapat dilakukan menggunakan autoklaf, oven, dan lain-lain.3. Desinfeksi ruangan dapat dilakukan dengan menggunakan larutan pemutih pada daerah yang terkontaminasi. Kontaminasi pada ruangan dapat dicegah dan diminimalisir dengan mengurangi pemakaian tangan pada peralatan-peralatan seperti tempat kumur, dispenser untuk sabun, pengontrol kursi, serta dengan melakukan pengaturan letak alat.4. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam praktikum Bedah Mulut, yaitu asepsis, bedah atraumatik, anastesi, dan keseimbangan cairan tubuh.5. Tindakan pencabutan gigi dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan baik pada pemberian anestesi lokal maupun selama proses pencabutan gigi itu berlangsung.6. Terdapat beberapa perbedaan tang posterior rahang atas dan rahang bawah dilihat dari desain, aplikasi, dan tekanan yang dihantarkan.B. SaranDokter gigi perlu melaksanakan prinsip-prinsip bedah (asepsis, bedah atraumatik, anestesi, keseimbangan cairan tubuh) dengan sebaik-baiknya untuk meminimalisir komplikasi yang mungkin dapat terjadi, karena sebagian besar komplikasi disebabkan oleh tidak terciptanya kondisi yang asepsis serta teknik anestesi yang tidak sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Abusallamah, A., 2012, Simple Tooth Extraction Technique, http://www.slideshare.net/, diakses pada 05/2/2014.Anonim, 2014, ilmu bedah mulut, http://nitnotpinky.blogspot.com/2012/01/ilmu-bedah-mulut.html diakses pada 05/022014Anonim, anastesi blok, http://respositori.usu.ac.id diakses pada 05/02/2014Anonim, sterilisasi, http://repositori.usu.ac.id diakses pada 05/02/2014Anonim, anastesi blok mandibula, http://pustaka.unpad.ac.id diakses pdda 05/02/2014Dwirahardjo, B., Bahan Ajar Bedah Mulut I, Yogyakarta, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, h. 2-3, 30-50.Malamed, S.F., 2004, The Handbook of Local Anesthesia, 5th ed., Los Angeles, Elsevier, h. 288, 297, 319.Mangunkusumo, H., 1997, Eksodonsia dan Komplikasinya, Yogyakarta, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, h. 21-23.Mulyanti, S. dan Putri, M.H., 2011, Pengendalian Infeksi Silang di Klinik Gigi, Jakarta, EGC, h.66, 161-2.Pederson, G.W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terj.), Jakarta, EGC, h. 1-3, 25Roberts, G.J. dan Rosenbaum, N.L., 1991, Atlas Berwarna Analgesia dan Sedasi Gigi Geligi, Jakarta, Hipokrates, h. 65-67.Thangavelu K., Sabitha S., Kannan R., dan Saravanan K., 2012, Inferior alveolar nerve block using internal oblique ridge as landmark, Streamdent, 3(1): 15-8.22