1 ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BAWANG DAUN (Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa-Barat) Oleh: SUMIYATI A 14101008 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI
PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
USAHATANI BAWANG DAUN
(Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,
Propinsi Jawa-Barat)
Oleh:
SUMIYATI
A 14101008
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
2
RINGKASAN
SUMIYATI. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor
Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di Desa Sindangjaya,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa-Barat). Dibawah
bimbingan DWI RACHMINA.
Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai
sumber utama pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Termasuk dalam
kategori sektor pertanian diantaranya adalah hortikultura. Hortikultura merupakan
salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi,
artinya di dalam pengusahaannya sub sektor hortikultura dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efisiensi penggunaan
faktor -faktor produksi usahatani bawang daun di daerah penelitian, menganalisis
kondisi skala usaha usahatani bawang daun di daerah penelitian, menganalisis
pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian dan untuk mengetahui
hubungan antara tingkat produksi bawang daun yang rendah dengan tingkat
keuntungan petani di daerah penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Juli 2005. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan
cara melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke petani. Data sekunder
diperoleh dari literatur dan instansi-insatnsi terkait, seperti Dinas Pertanian
Cianjur, Badan Pusat statistik, Departemen Pertanian, dan sebagainya.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum
usahatani bawang daun sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan
usahatani, analisis R/C rasio, analisis penggunaan faktor -faktor produksi serta
analisis efisiensi ekonomi faktor produksi.
Berdasarkan analisis pendapatan dan biaya usahatani, komponen biaya
produksi terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya untuk bibit yaitu
3
sebesar Rp 15.282.713,52,- atau 56,52 persen dari total biaya. Dari satu hektar
lahan bawang daun rata-rata dapat menghasilkan produksi 20.824,12 kg dengan
harga rata -rata pada tingkat petani sebesar Rp 2.823,33,-/ kg, sehingga rata-rata
total penerimaan yang di dapat petani sebesar Rp 58.793.362,72,-/ ha. Apabila
rata-rata total pengeluaran per hektar sebesar Rp 27.040.198,92,-, maka
pendapatan atas biaya total adalah Rp 31.753.163,80,-. Sedangkan apabila
pengeluaran tunai sebesar Rp 10.469.965,39,-, maka pendapatan atas biaya tunai
adalah Rp 48.323.397,33,-. Dengan demikian R/C atas biaya total dan tunai
adalah 2,17 dan 5,62.
Penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien karena rasio antara NPM
dan BKM tidak sama dengan satu. Rasio NPM-BKM dari lahan adalah 7,99, bibit
sebesar 1,23, pupuk TSP sebesar -0,59, pupuk Urea sebesar 5,96, pupuk KCl
sebesar 5,19, pupuk kandang sebesar 7,28, obat cair sebesar -4,85, obat padat
sebesar 23,35, tenaga kerja pria sebesar 1,38 dan tenaga kerja wanita sebesar
12,10.
Berdasarkan perbandingan tingkat pendapatan, terlihat bahwa pendapatan
petani bawang daun pada kondisi optimal lebih besar yaitu Rp 81.903.061,04,-
dibandingkan pendapatan petani bawang daun pada kondisi aktual sebesar Rp
5.591.655,94,-. Selain itu, nilai R/C pada kondisi optimal lebih besar yaitu 8,13
dibandingkan dengan nilai R/C pada kondisi aktual yang besarnya hanya 2,32.
Hal ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan efisiensi tercapai keuntungan
maksimum.
Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah perlu adanya
peningkatan pembinaan dan penyuluhan dari Dinas Pertanian dan Petugas
Penyuluh Lapangan untuk memberikan penyuluhan kepada petani mengenai
penggunaan input yang optimal sehingga diperoleh hasil. Petani hendaknya dapat
memastikan ketersediaan pasar untuk menyerap hasil produksi bawang daun di
lokasi penelitian sehingga kebutuhan bawang daun tidak lagi dipenuhi oleh daerah
lain penghasil sayuran. Dengan luas lahan yang tetap petani hendaknya
melakukan intens ifikasi namun tetap melakukan efisiensi penggunaan faktor-
faktor produksi sehingga mampu meningkatkan produktivitas bawang daun.
4
ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI
PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI
USAHATANI BAWANG DAUN
(Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa-Barat)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
SUMIYATI
A 14101008
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
5
LEMBAR PENGESAHAN
Judul skripsi : Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor -
Faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di
Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,
Propinsi Jawa-Barat)
Nama : Sumiyati
NRP : A 14101008
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Kelulusan:
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM
PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2006
Sumiyati A 14101008
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 1983. Penulis adalah
anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Mahmudi dan Enny. Pada tahun
1989-1995 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Lagoa 02 Pagi
Jakarta Utara. Pada tahun 1995 melanjutkan pendidikan menengah pertama di
SMP Negeri 84 Jakarta Utara, kemudian pada tahun 1998 melanjutkan pendidikan
menengah atas di SMU Insan Kamil Bogor, dan lulus tahun 2001.
Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan kuliah di Program Studi
Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia -Nya, sehingga dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-
faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di Desa Sindangjaya),
yang merupakan syarat kelulusan Sarjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tingkat produksi per hektar bawang daun yang rendah dapat disebabkan
oleh ketidakefisiensian dalam pengalokasian faktor -faktor produksi, sehingga
akan berdampak pada pendapatan dan keuntungan petani. Agar efisiensi
penggunaan faktor produksi dapat dicapai maka petani harus mengalokasikan
penggunaan faktor-faktor produksi tersebut dengan optimal. Oleh sebab itu
penulis berkeinginan untuk menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan
faktor produksi.
Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
penyempurnaan tulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
Bogor, Januari 2006
Penulis
9
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
dengan izin-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak berupa bimbingan, dukungan dan masukan.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Kedua orang tua, kakak dan adikku tercinta atas perhatian, doa serta dorongan
moral dan material yang penulis butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Ir. Dwi Rachmina, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan yang sangat berharga mulai dari awal sampai akhir skripsi ini.
3. Tim Dosen Penguji atas kesediaannya menjadi dosen penguji pada ujian
sidang Penulis.
4. PPL Kecamatan Pacet atas kelancaran pelaksanaan penelitian.
5. Bapak Mulyadi dan keluarga yang telah bersedia memberikan tempat tinggal
selama penulis melakukan penelitian.
6. Seluruh petani responden dan staf desa Sindangjaya yang bersedia
meluangkan waktunya, memberikan informasi, bantuan dan pengarahan
selama Penulis melakukan kegiatan turun lapang.
7. Riko Febriatha yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk
penyelesaian skripsi ini.
8. Teman-teman AGB, EPS dan KPM Angkatan 38 dan semua pihak yang telah
membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan
dan perhatian yang telah diberikan akan mendapat balasan dari Allah.
10
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR. ................................................................................... i UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii DAFTAR TABEL........................................................................................... v DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah............................................................... 8 1.3. Tujuan Penelitian................................................................... 10 1.4. Kegunaan Penelitian.............................................................. 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Singkat Bawang daun............................................... 12
2.2. Persyaratan Lokasi Usahatani bawang Daun........................ 13 2.3. Teknologi Budidaya .............................................................. 14 2.4. Kajian Empiris....................................................................... 19
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 21 3.1.1. Pengertian Usahatani……………………………….. 21 3.1.2 Penerimaan dan Biaya Usaha tani…………….….…. 22 3.1.3. Analisa Pendapatan usahatani……………………... 22 3.1.4. Fungsi Produksi…………………………………..… 24 3.1.5. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi………….….. 28 3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual…………………………… 31 BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian................................................. 34 4.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 34 4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data .................................. 35
4.4. Konsep pengukuran Variabel................................................ 44 BAB V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Keadaan Umum dan Geografis ............................................. 47 5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian........................... 48 5.3. Karakteristik Petani ............................................................... 50
5.3.1. Umur Petani................................................................. 50
11
5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden................................................................... 51
5.3.3. Luas Lahan Garapan.................................................... 52 5.3.4. Gambaran Umum Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya ................................................................. 53
BAB VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN 6.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi .................................. 56 6.1.1. Sarana Produksi Bibit................................................. 56 6.1.2. Sarana Produksi Pupuk............................................... 57 6.1.3. Sarana Produksi Obat-obatan..................................... 59 6.1.4. Tenaga Kerja .............................................................. 60 6.1.5. Alat-alat Pertanian...................................................... 61 6.2. Analisis pendapatan Usahatani Bawang daun....................... 62
BAB VII. HASIL ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI BAWANG DAUN 7.1. Analisis Pe milihan Fungsi Produksi ...................................... 67 7.2. Analisis Faktor Produksi dan Skala Usaha ............................ 71 7.3. Analisis Efisiensi Ekonomi .................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 85 LAMPIRAN .................................................................................................... 87
12
DAFTAR TABEL Nomor Halaman
1. Nilai Ekspor Sayuran dan sayuran segar Indonesia, 1997-2002 (000US $) .......................................................................................... 2
2. Komposisi dan Kandungan Gizi Bawang Daun Dalam Setiap 100 Gram........................................................................................... 3
3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia, 1997-2003............................................ 4
4. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia, 1997-2003 .................. 5
5. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas BawangDaun di Kabupaten Cianjur, 1999-2004 .............................. 7
6. Realisasi Panen, Produksi dan Produktivitas bawang daun di Kecamatan Pacet Pada Tahun 2002-2005......................................... 8
7. Pemanfaatan Lahan Desa Sindangjaya, Tahun 2004 ........................ 47
8. Komposisi Penduduk berdasarkan Golongan Usia di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 .................................................................. 48
9. Kualitas Angkatan Kerja berdasarkan Tingkat Pendidikan
Masyarakat di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 ................................. 48
10. Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 .................................................................. 49
11. Sebaran Petani Responden berdasarkan Umur Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 ............................. 50
12. Sebaran Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005........................................................................................ 50
13. Sebaran Petani Responden menurut Pengalaman Bertani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 ............................. 51
14. Sebaran Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 ..................................................... 51
15. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Daun untuk Satu Musim Tanam di Desa Sindangjaya, Tahun 2005........................................................................................ 61
16. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya per Satu Musim Tanam (MT), Tahun 2005........................................................................................ 62
13
Nomor Halaman
17. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Desa Sindangjaya per Hektar Untuk Satu Musim Tanam.......................... 63
18. Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Linier Berganda ................................................................................. 68
19. Hasil Analisis Faktor-Faktor Produksi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya ......... 70
20. Nilai VIF, MSE, Durbin Watson Model Linier berganda dan Model Cobb-Douglas ................................................................. 71
21. Rasio Nilai Produk Marginal dan Biaya Korbanan Marginal dari Produksi Usahatani Bawang Daun............................................. 78
22. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor Produksi
Bawang Daun .................................................................................... 81
14
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Daerah Produksi dan elastisitas Produksi.................................... 26 2. Garis Harga dan Efisiensi Ekonomis............................................ 31
3. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual..................................... 33 4. Bentuk Fungsi Produksi Kuadratik ............................................. 38
15
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Analisis Regresi Model Linier Berganda………………………88 2. Analisis regresi Model Cobb-Douglas…………………………89
3. Data Produksi dan Penggunaan Faktor -faktor Produksi Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya Satu Musim Tanam, tahun 2005……………………………….90 4. Perhitunga n Rasio Nilai Produk marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM)...............................................92 5. Perhitungan Penggunaan faktor Produksi pada Kondisi Optimal.......................................................................................96 6. Data Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi Per Hektar...................................................................................99
7. Rasio Perbandingan Pendapatan Petani Bawang Daun Pada Kondisi Aktual dan Pada Kondisi Optimal Per Rata-rata Luasan Lahan …………………….................…100
16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai
sumber utama pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Dengan demikian
sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor
pertanian. Termasuk dalam kategori sektor pertanian diantaranya adalah
hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan.
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi, artinya di dalam pengusahaannya sub sektor hortikultura
dapat memberikan nilai tambah, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani1.
Selain itu, sub sektor hortikultura jenis sayuran merupakan salah satu
penyumbang devisa bagi Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari data nilai ekspor
sayuran selama tahun 1997-2002 yang secara rata -rata mencapai $ 24.451 - $
61.009 dengan trend meningkat sebesar 15,88 persen. Dilain pihak nilai ekspor
sayuran segar selama tahun 1997-2002 juga menunjukkan trend peningkatan
sebesar 16,57 persen, dimana kontribusi ekspor sayuran segar terhadap sayuran
secara rata-rata mencapai 38,72 persen – 60,98 persen. Sementara itu, jika dilihat
dari delapan komoditas terbesar sayuran segar yang di ekspor, yaitu kentang,
tomat, bawang merah, kubis, wortel, jamur, timun, dan bawang daun, maka ke
delapan komoditas tersebut menguasai 71,68 persen dari keseluruhan nilai ekspor
1 Program Pengembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat, 05 April 2005. www.jabar.go.id/berita.php?data=87-7k-hasiltambahan
17
sayuran segar selama tahun 1997-2002 (BPS, 2004). Nilai ekspor sayuran dan
sayuran segar Indonesia dari tahun 1997-2002 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Ekspor Sayuran dan Sayuran Segar Indonesia, 1997 -2002 (000 US $)
Tahun No Komoditas
1997 1998 1999 2000 2001 2002 Trend/Tahun
(%) A. Sayuran 48.637 24.451 58.456 61.009 58.011 52.552 15,88
Persentase Ekspor Sayuran Segar Terhadap Total Sayuran
48,77 53,80 46,84 38,72 47,22 60,98 49,39
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2004. (diolah)
Bawang daun merupakan salah satu komoditas sayuran segar yang
menyumbangkan devisa bagi Indonesia. Walaupun nilai ekspor bawang daun dari
tahun 1997-2002 mengalami fluktuasi dengan trend menurun tetapi produksi
bawang daun cenderung mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa penurunan
nilai ekspor bawang daun bukan disebabkan oleh penurunan produksi tetapi lebih
banyak disebabkan oleh peningkatan permintaan di dalam negeri. Pendapatan
masyarakat yang meningkat terutama masyarakat di perkotaan telah berdampak
pada peningkatan permintaan terhadap komoditas sayuran. Selain itu, lahan
pertanian yang ada di Indonesia sangat subur serta didukung oleh kondisi alam
18
yang tropis sehingga dapat menguntungkan petani untuk meningkatkan hasil
produksi berbagai komoditas sayuran (Pertiwi, 2000).
Bawang daun yang masih muda dengan batang yang masih putih dan
terpendam di dalam tanah banyak dimanfaatkan sebagai sayur atau bumbu dalam
berbagai macam masakan. Seperti sayuran pada umumnya, maka bawang daun
merupakan sumber gizi yang baik. Bawang daun juga dapat dimanfaatkan untuk
memudahkan pencernaan dan menghilangkan lendir-lendir dalam kerongkongan2.
Komposisi dan kandungan gizi dalam setiap 100 gram bawang daun dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Bawang Daun
Komposisi Gizi Satuan Kandungan Gizi Bawang Daun
Kalori Kal 29,00 Protein Gr 1,80 Lemak Gr 0,40 Karbohidrat Gr 6,00 Serat Gr 0,90 Abu Gr 0,50 Kalsium Mg 35,00 Phosfor Mg 38,00 Besi Mg 3,20 Vitamin A SI 910,00 Tiamin Mg 0,08 Riboflavin Mg 0,09 Niasin Mg 0,60 Vitamin C Mg 48,00 Air Gr - Nikotinamid Mg 0,50
Sumber: Cahyono, 2005.
Dengan banyaknya kegunaan dan manfaat dari bawang daun, maka tak
mengherankan jika produksi bawang daun terus mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut, selain disebabkan oleh peningkatan luas panen juga
2 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
19
disebabkan oleh peningkatan produktivitas hasil per hektar. Perkembangan luas
panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Indonesia dari tahun 1997-
2003 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia, 1997-2003
kacang panjang, cabe, tomat, terung, buncis, ketimun, labu siyam, kangkung, dan
bayam4. Dari luas total wilayah Kabupaten Cianjur sebesar 350.148 hektar, maka
sebanyak 97.227 Ha atau setara dengan 27,76 persen berupa lahan pertanian
kering dan tegalan. Sementara itu, sekitar 62,99 persen penduduk Cianjur bekerja
di sektor pertanian, sehingga hal tersebut menjadikan sektor pertanian sebagai
penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Cianjur, yaitu sekitar 42,80 persen5.
Menurut Kepala Bina Usaha Kabupaten Cianjur, diperoleh informasi
bahwa bawang daun merupakan komoditas unggulan. Penentuan bawang daun
sebagai komoditas unggulan bagi Kabupaten Cianjur didasarkan kepada luas
areal, penyerapan tenaga kerja, produktivitas, benih ya ng tidak perlu di impor
karena perbanyakan dilakukan dengan cara vegetatif dan adanya kebijakan
pemerintah daerah yang mendorong pengembangan komoditas bawang daun.
Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Kabupaten
Cianjur dari tahun 1999-2004 dapat dilihat pada Tabel 5.
3 Jalur Distribusi Sayuran Pun Seret, 17 April 2005. Http:// www.kompas.com/ 4 Program Pengembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat, 05 April 2005. www.jabar.go.id/berita.php?data=87-7k-hasiltambahan 5 Sekilas Kabupaten Cianjur, 20 April 2005. Http:// www.cianjur.go.id/
22
Tabel 5. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Kabupaten Cianjur, 1999-2004
529 kg, Obat Cair : 3 kg, Obat padat : 4 kg, tenaga kerja pria : 180 jam , tenaga
kerja wanita : 110 jam. Namun keterbatasan modal dan informasi menyebabkan
petani menggunakan faktor produksi yang tidak sesuai dengan nilai standarnya
sehingga diduga penggunaan faktor-faktor produksi dalam pengusahaan bawang
daun belum efisien. Hal ini tentunya akan mempengaruhi produkt ivitas usahatani
bawang daun.
Untuk meningkatkan produksi bawang daun dengan tujuan peningkatan
pendapatan petani perlu dilakukan efisiensi penggunaan faktor produksi. Oleh
karena itu penulis perlu mengkaji tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor
produksi usahatani bawang daun di lokasi penelitian.
Kondisi return to scale pada usahatani menentukan besarnya tingkat
pendapatan petani. Decreasing return to scale akan menambah hasil produksi
dengan proporsi yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan dari untuk tambahan
input. Sebaliknya kondisi incresing return to scale merupakan kondisi yang
paling cocok untuk meningkatkan pendapatan petani. Sehingga penulis perlu
6 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
25
melihat kondisi return to scale pada usahatani bawang daun tersebut. Dengan
menentukan tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dan identifikasi kondisi
return to scale usahatani bawang daun, penulis juga perlu menganalisis tingkat
pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian tersebut.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani
bawang daun di daerah penelitian.
2. Menganalisis kondisi skala usaha usahatani bawang daun di daerah
penelitian.
3. Menganalisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi para pelaku dunia usaha, terutama yang berkecimpung dalam bisnis
bawang daun, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
tambahan dan juga dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk
memperbaiki kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani
bawang daun oleh petani, penyuluh pertanian dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya.
2. Bagi pemerintah, terutama pemerintah daerah Kabupaten Cianjur,
diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dan bahan
pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan
pengembangan usahatani bawang daun.
26
3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan serta dapat menjadi wadah aplikasi ilmu-ilmu yang selama ini
dipelajari di bangku kuliah dalam kasus nyata.
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Singkat
Bawang daun merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia Tenggara
yang kemudian meluas dan ditanam di berbagai wilayah yang beriklim tropis dan
subtropis. Sementara itu, di Indonesia pusat produksi bawang daun pada mulanya
berada di daerah pegunungan yang sejuk, seperti Lembang, Cipanas, Pacet (Jawa
Barat) dan Malang (Jawa Timur). Kemudian budidaya bawang daun meluas ke
dataran tinggi lainnya, seperti Pangalengan dan Garut (Jawa Barat) maupun ke
dataran rendah7.
Bawang daun merupakan tanaman yang berbentuk rumput. Disebut
bawang daun karena yang dikonsumsi hanya daunnya atau bagian daun yang
masih muda. Bawang daun termasuk famili liliaceae. Ada 2 jenis bawang daun
yaitu bawang bakung (Allium Fistulosum L) dan bawang prei (Allium Porum L).
Kedua jenis bawang daun ini dapat dibedakan dengan mudah. Daun bawang
bakung bulat panjang dan berlubang seperti pipa, sedangkan bawang daun prei
panjang, pipih berpelepah panjang, dan liat. Adapun bentuk umbi bawang bakung
kadang-kadang kecil, sedangkan bawang prei tidak berumbi. Daun yang masih
muda dari kedua jenis bawang daun tersebut dapat dimakan, yaitu bagian batang
atau kelopak daun yang berwarna putih yang terpendam di dalam tanah
(Sunarjono, 2004).
2.2. Persyaratan Lokasi Usahatani Bawang Daun
7 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
28
Kondisi lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan bawang daun dapat memberikan hasil panen
yang tinggi. Keadaan lingkungan (iklim dan tanah) yang cocok sangat menunjang produktivitas tanaman. Oleh
karena itu, lokasi untuk usahatani bawang daun harus memperhatikan keadaan lingkungan (Cahyono, 2005).
A. Keadaan Iklim
Keadaan iklim yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi usahatani bawang daun adalah suhu
udara, kelembapan udara, dan curah hujan.
1. Suhu Udara
Bawang daun menghendaki suhu udara berkisaar antara 19oC - 24o C. Daerah yang memiliki kisaran
suhu udara tersebut adalah daerah yang memiliki ketinggian 400-1.200 m di atas permukaan laut (dpl). Oleh
karena itu, bawang daun sangat cocok bila di tanam di daerah tersebut. Suhu udara yang tinggi (lebih dari 240
C) dapat menyebabkan bawang daun tidaak dapat tumbuh dengan baik (tidak sempurna).
2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara yang optimal bagi pertumbuhan bawang daun berkisar antara 80%-90%.
Kelembaban udara yang tinggi (lebih dari 90%) menyebabkan pertumbuhan bawang daun tidak sempurna,
jumlah anakan setiap rumpun sedikit dan tidak subur, kualitas daun jelek, dan produksi biji rendah karena
proses pembungaan dan pembentukan buah tidak berjalan sempurna. Kelembaban udara yang rendah juga
menyebabkan pertumbuhan vegetatif terhambat, proses pembuahan terhambat, dan banyak bunga yang
gugur.
3. Curah Hujan dan Ketinggian Tempat
Bawang daun dapat ditanam sepanjang tahun (sepanjang musim). Bawang daun tergolong tanaman
yang tahan terhadap hujan sehingga dapat ditanam pada musim hujan serta memberikan hasil yang cukup
baik. Namun, curah hujan yang cocok bagi bawang daun adalah sekitar 1.000-1.500 mm/ tahun, dengan
ketinggian tempat yang cocok (ideal) untuk penanaman bawang daun adalah 700-1200 m dpl.
B. Keadaan tanah
Pemilihan lokasi untuk usahatani bawang daun harus memperhatikan keadaan tanah yang meliputi
sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah. Sifat fisik tanah yang cocok bagi tanaman bawang daun adalah tanah
gembur, memiliki solum tanah cukup dalam, dan mudah mengikat air. Sifat fisik tanah yang baik untuk
penanaman bawang daun dijumpa i pada tanah regosol, andosol, dan latosol. Kondisi fisik tanah yang baik akan
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman sehingga penyerapan zat hara di dalam
tanah dapat berjalan lebih baik. Sedangkan kondisi kimia tanah yang cocok untuk bawang daun adalah tanah
yang memiliki derajat keasaman tanah (pH tanah) berkisar antara 6,5- 7,5.
2.3. Teknologi Budidaya
29
Usahatani bawang daun perlu didukung dengan teknik bercocok tanam yang baik, bibit yang
berkualitas baik, dan tahapan kerja yang run tut. Teknik budidaya bawang daun meliputi pembibitan,
pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, serta perlindungan tanaman dari serangan hama dan penyakit8.
2.3.1. Pembibitan
Bawang daun diperbanyak secara generatif dengan bijinya atau vegetatif
dengan stek. Di Indonesia tanaman ini sulit menghasilkan biji, perbanyakan dengan
biji hanya dilakukan pada waktu pertama tanam. Untuk menghemat biaya,
penanaman selanjutnya menggunakan bibit stek tanaman induk. Benih biasanya dibeli
dari toko bibit/pupuk yang mengimpornya dari luar negeri. Sebelum membeli benih,
perhatikan varitasnya dan tanggal kadaluarsa benih.
Rumpun yang akan dijadikan bibit berumur 2,5 bulan dan sehat. Rumpun
dibongkar bersama akarnya, bersihkan tanah yang menempel dan akar/daun tua,
pisahkan rumpun sehingga didapatkan beberapa rumpun baru yang terdiri atas 1-3
anakan. Untuk mengurangi penguapan dan merangsang pertumbuhan tunas baur,
sebagian daun dibuang. Bibit ini dapat disimpan di tempat lembab dan teduh selama
5-7 hari.
2.3.2. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dilakukan 15-30 hari sebelum tanam. Lahan dibersihkan dari
berbagai jenis gulma dan sisa tanaman yang tidak bisa membusuk dan terurai,
termasuk tanaman kayu pada tanah tegalan, serta batu-batu krikil. Kemudian tanah
diolah dengan dicangkul, dibajak, atau ditraktor sehingga didapatkan tanah yang
gembur. Kedalaman tanah olahan adalah 30 -40 cm. Kemudian buat parit untuk
pemasukan dan pengeluaran air.
2.3.3 Teknik Penanaman
8 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
30
Bawang daun dapat ditanam dalam pola tanam tanaman tunggal atau
sistem tumpang sari. Sistem tumpang sari yang sekarang banyak ditanam adalah
dengan tanaman cabe. Penanaman dilakukan sepanjang tahun asal air tersedia.
Waktu tanam terbaik awal musim hujan (Oktober) atau awal kemarau (Maret).
Lubang tanam dibuat pada jarak 20 x 20 cm sedalam 10 cm. Sebelum tanam bibit
yang siap tanam sebaiknya direndam dalam larutan fungisida selama 10-15 menit.
Tanam bibit dalam lubang dan padatkan tanah di sekitar pangkal bibit pelan-
pelan.
2.3.4. Penyiangan
Gulma disiangi dua kali, yaitu waktu tanaman berumur 3-4 minggu dan 6
minggu. Lakukan penyiangan dengan hati-hati dan gunakan cangkul/kored.
Rumput liar yang tumbuh di parit antar bedengan juga harus disiangi. Untuk
menjaga kebersihan kebun dan tanaman, lakukan pemotongan tangkai bunga dan
daun tua. Pemangkasan ini juga merangsang pertumbuhan anakan.
2.3.5. Pemupukan
Pupuk yang diberikan adalah 300 kg/ha urea dan 600 kg/ha ZA. Kedua
pupuk ini diberikan bersamaan dengan penyiangan yaitu pada 3-4 minggu dan 6
minggu setelah tanam masing-masing ½ dosis. Pupuk diberikan di dalam larikan
di antara barisan bawang.
2.3.6. Hama dan Penyakit
A. Hama:
Ulat tanah merupakan hama bagi tanaman bawang daun, mempunyai ciri sebagai berikut:
kupu-kupu betina berwarna coklat tua dengan titik putih dan berga ris-garis.
31
Panjang ulat 4-5 cm. Gejala: ulat menyerang pangkal batang sehingga tanaman
terkulai. Pengendalian mekanis: mengumpulkan ulat di malam hari, menjaga
kebersihan kebun dan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae.
Pengendalian kimia: umpan beracun yang dipasang di malam hari berupa
campuran 250 gram Dipterex 95 Sl 125, 10 kg dedak dan 0,5 gram gula merah
dan dilarutkan dalam 10 liter air; Insektisida berupa Dursban atau Hostahion.
B. Penyakit:
Busuk daun daun bercak ungu merupakan penyakit pada tanaman bawang
daun. Busuk daun mempunyai gejala sebagai berikut: muncul bercak hijau pucat
di ujung daun, daun layu dan mengering dan diseliputi oleh jamur hitam;
berkembang di musim hujan. Pengendalian: menggunakan benih/bibit sehat, rotasi
tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae dan fungisida Dithane, Antracol atau
Daconil. Lalu untuk bercak ungu gejalanya adalah pada daun terdapat bercak kecil
berwarna putih sampai kelabu, membesar menjadi agak keunguan dan ujung daun
mengering. Serangan berat menyebabkan busuk pangkal batang . Pengendalian:
cara perbaikan tata air tanah, pergiliran tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae
dan menggunakan bibit sehat. Fungisida yang dapat digunakan adalah Antracol 70
WP, Dithane M-45, Orthocide 50 WP atau Difolatan 4F.
Pestisida hanya digunakan jika perlu, tetapi mengingat resiko yang akan
ditanggung jika terjadi serangan hama dan penyakit, pestisida sudah diberikan
sebelum terjadi serangan/jika sudah ada tanda -tanda awal munculnya hama dan
penyakit.
32
2.3.7 Panen
Umur 2,5 bulan setelah tanam, jumlah anakan maksimal (7-10 anakan),
beberapa daun menguning. Seluruh rumpun dibongkar dengan cangkul/kored di
sore hari/pagi hari. Bersihkan akar dari tanah yang berlebihan.
2.3.8. Pascapanen
Bawang daun yang telah dipanen dikumpulkan di tempat yang teduh, rumpun
dicuci bersih dengan air mengalir/disemprot, lalu ditiriskan. Bawang daun diikat
dengan tali rafia di bagian batang dan daunnya. Berat tiap ikatan 25-50 kg. Daun
bawang disortir berdasarkan diameter batang: kecil (1,0-1,4 cm) dan besar (1,5-2
cm), lalu bawang dicuci dengan air bersih yang mengalir/disemprot dan
dikeringanginkan. Ujung daun dipotong sekitar 10 cm. Di dalam peti kayu 20 x 28 cm
tinggi 34 cm yang diberi ventilasi dan alasnya dilapisi busa/di dalam keranjang plastik
kapasitas 20 kg9.
2.4. Kajian Empiris
Penelitian mengenai analisis terhadap faktor -faktor produksi dan
pendapatan usahatani bawang daun sudah dilakukan sebelumnya, diantaranya oleh
Sinambela (1999) dan Sari (2001). Walaupun demikian, penulis masih tetap
tertarik untuk menganalisis bawang daun terutama dari sisi efisiensi penggunaan
faktor -faktor produksi dan pendapatan bawang daun..
9 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
33
Sinambela (1999), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi usahatani bawang daun dengan model fungsi Cobb-Douglas. Faktor-
faktor produksi yang digunakan adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, Urea, TSP,
pupuk kandang, dan pestisida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja,
bibit, Urea, pestisida nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Untuk luas lahan
nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen. Sedangkan pupuk kandang nyata pada
tingkat kepercayaan 70 persen. Sementara itu, penelitian Sari (2001) terhadap
faktor -faktor produksi yang mempengaruhi produksi bawang daun dengan
menggunakan mode l fungsi Cobb-Douglas, menunjukkan bahwa dari seluruh
peubah bebas yang terdapat dalam model, yaitu bibit, tenaga kerja, pupuk Urea,
pupuk TSP, pupuk kandang dan obat ternyata hanya bibit dan pupuk Urea yang
berpengaruh nyata terhadap produksi bawang daun.
Faktor produksi dikatakan efisien apabilai nilai rasio antara NPM dan
BKM sama dengan satu. Pada penelitian Sinambela (1999), penggunaan faktor-
faktor produksi usahatani bawang daun belum mencapai tingkat efisien. Untuk
faktor produksi TSP dan Pestisida, rasio NPM dan BKM lebih kecil dari satu.
Sedangkan untuk luas lahan, tenaga kerja, bibit, Urea dan pupuk kandang lebih
besar dari satu. Sementara itu, penelitian Sari (2001) menunjukkan bahwa di
daerah penelitian penggunaan faktor produksi belum efisien karena rasio NPM
dan BKM–nya tidak sama dengan satu. Untuk faktor produksi bibit, pupuk TSP
dan pupuk kandang penggunaannya masih kurang (rasio NPM dan BKM > 1)
sehingga penggunaannya masih dapat ditambah. Sebaliknya untuk faktor produksi
tenaga kerja, pupuk Urea dan obat penggunaannya sudah berlebihan sehingga
harus dikurangi (rasio NPM dan BKM <1).
34
Tingkat pendapatan petani untuk setiap komoditas pertanian yang
diusahakan berberda-beda. Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan
efisiensi yang tinggi, salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah
yang dikeluarkan (R/C Ratio). Penelitian yang dilakukan oleh Sinambela (1999)
menunjukkan bahwa hasil analisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah
penelitian menunjukkan hasil yang menguntungkan. Dengan harga rata-rata Rp
2.100,- ditingkat petani menghasilkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp
16.465.964,- dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 5.858.314,- per hektar.
Bila dilihat dari nilai R/C nya, maka nilai R/C bawang daun adalah 1,84. Ini
berarti dari setiap rupiah yang dipakai untuk usahatani bawang daun memberikan
penerimaan sebesar Rp 1,84,-. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Sari
(2001) menunjukkan bahwa hasil analisis pendapatan baik petani lahan sempit (<
0,15 ha) maupun petani lahan luas (>0,15 Ha) juga menunjukkan hasil yang
menguntungkan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C atas biaya total dan R/C atas
biaya tunai yang lebih besar dari satu.
Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani bawang daun layak untuk diusahakan. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui tingkat pendapatan dan menganalisis efisiensi penggunaan faktor produksi bawang daun.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Pengertian Usahatani
Usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam,
tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian
(Rifai 1980 dalam Soeharjo dan Patong 1973). Dari definisi tersebut dapat dilihat
bahwa komponen dalam usahatani tersebut terdiri dari alam, tenaga kerja, modal
35
dan manajemen atau pengelolaan (organisasi). Alam, tenaga kerja dan modal
merupakan unsur usahatani yang mempunyai bentuk, sedangkan pengelolaan
tidak, tetapi keberadaannya dalam proses produksi dapat dirasakan.
Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983) mendefinisikan usahatani
sebagai suatu organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur
lahan yang mewakili unsur alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota
keluarga tani, unsur modal yang be raneka ragam jenisnya, dan unsur pengolahan
atau manajemen yang perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani.
Dalam hal ini, istilah usahatani mencakup kebutuhan keluarga, sampai pada
bentuk yang paling modern yaitu mencari keuntungan atau laba.
Soekartawi (1990) mengemukakan bahwa tujuan berusahatani dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu memaksimumkan keuntungan atau
meminimumkan biaya. Konsep maksimisasi keuntungan adalah bagaimana
mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk
memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan konsep minimisasi biaya berarti
bagaimana menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat
produksi tertentu.
3.1.2. Penerimaan dan Biaya Usahatani
Penerimaaan usahatani merupakan hasil kali antara jumlah output yang
dihasilkan dengan harga output. Sedangkan biaya adalah semua pengeluaran yang
diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi
(Fadholi, 1995). Biaya dapat dibedakan atas:
36
1. Biaya tunai, meliputi biaya tetap misalnya pajak tanah, dan biaya variabel
misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya untuk
tenaga kerja luar keluarga.
2. Biaya tidak tunai, meliputi biaya tetap misalnya biaya penyusutan alat-alat
dan bangunan pertanian serta sewa lahan milik sendiri. Sedangkan untuk
biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga.
3.1.3. Analisa Pendapatan Usahatani
Berusahatani pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan
penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari
kegiatan usahanya. Analisa pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun
bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisa pendapatan yaitu:
(1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, (2)
menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan.
Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengukur berhasil atau tidaknya suatu
kegiatan (Soeharjo dan Patong, 1973).
Dalam analisa pendapatan ada beberapa ukuran pendapatan yang dipakai
yaitu (Soeharjo dan Patong, 1973):
a). Pendapatan kerja petani
Pendapatan ini diperoleh dengan menghitung semua penerimaan baik yang
berasal dari penjualan, yang dikonsumsi keluarga, maupun kenaikan inventaris.
Setelah itu dikurangi dengan semua pengeluaran, baik yang tunai maupun yang
diperhitungkan, termasuk bunga modal dan nilai kerja keluarga. Bunga modal
disertakan karena dianggap bahwa modal itu diperoleh petani dengan jalan
meminjam atau karena untuk modal itu tersedia beberapa alternatif penggunaan.
37
Angka pendapatan kerja petani umumnya kecil, bahkan bisa negatif. Apabila
bunga modal tidak disertakan, maka lebih besar dan positif.
b). Penghasilan kerja petani
Angka ini diperoleh dari menambah pendapatan kerja petani dengan
penerimaan tidak tunai. Tanaman, ternak dan hasil ternak yang dikonsumsi
keluarga adalah penerimaan tidak tunai.
c). Pendapatan kerja keluarga
Pendapatan ini merupakan balas jasa dari kerja dan pengelolaan petani dan
anggota keluarganya. Apabila usahatani dilaksanakan oleh petani dan keluarganya
maka ukuran inilah yang terbaik untuk mengetahui berhasilnya kegiatan usaha.
Pendapatan kerja keluarga diperoleh dari menambah penghasilan kerja petani
dengan nilai kerja keluarga.
d). Pendapatan keluarga
Angka ini diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber-sumber
lain yang diterima petani bersama keluarganya di samping kegiatan pokoknya.
Cara ini dipakai apabila petani tidak membedakan sumber-sumber pendapatannya
untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
Dalam Soeharjo dan Patong (1973), dinyatakan bahwa pendapatan yang
besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, analisa
pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi
adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (Revenue Cost Ratio atau R/C
Ratio). Analisis R/C ratio digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif
usahatani berdasarkan keuntungan finansial. R/C ratio menunjukkan besarnya
penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila
38
nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sedangkan nilai R/C < 1
menunjukkan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari
penerimaan yang diperoleh.
3.1.4. Fungsi Produksi
Hubungan penggunaan faktor -faktor produksi atau input dan output yang
dihasilkan disebut fungsi produksi (Doll dan Orazem,1984). Fungsi produksi
menyatakan hubungan input-output dan menggambarkan tingkat sumberdaya
yang digunakan untuk menghasilkan produk. Umumnya untuk menghasilkan
output diperlukan lebih dari satu input. Secara matematis fungsi produksi dapat
ditulis sebagai berikut:
Y = f(X1, X2, X3,....Xn)....................................................................................(3.1)
Dimana:
Y = output
X1, X2, X3...Xn = input-input yang digunakan dalam proses produksi Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu
”Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang (The Law of Diminishing
Return)”. Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus
ditambahkan pada faktor produksi lain tetap maka tambahan jumlah produksi per
satuan akan semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan
hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi (Doll dan Orazem,1984).
Untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu produksi, terdapat dua
tolok ukur, yaitu (1) Produk Marjinal (PM) dan (2) Produk Rata-rata (PR).
Produk Rata-rata adalah produk total per satuan faktor produksi (Y/X). Tambahan
39
satu-satu input X yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu
satuan output (Y) disebut produk marjinal (PM). Dengan demikian PM dapat
dituliskan dengan äY/äX (Soekartawi, 2003).
Fungsi produksi menggambarkan transformasi sejumlah faktor produksi
dalam jumlah produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk mengukur efisiensi
dapat dilihat dari elastisitas produksinya. Elastisitas produksi (Ep) adalah
persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari
input (Soekartawi, 2003). Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Ep =
dimana :
Ep = elastisitas produksi
ä Y = perubahan hasil produksi
ä Xi = perubahan faktor produksi ke -i
Y = hasil produksi
Xi = jumlah faktor produksi ke -i
Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas 3 daerah
yaitu daerah dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I),
antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III), dapat dilihat
pada Gambar 1.
Daerah produksi I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari satu,
yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan
…...........……..(3.2) PM PR
. Xi
Y
= = äY/Y ä Xi / Xi
äY ä Xi
40
X1 X2
Y
III Ep<0
X
PM/PR
PT
X2 X1 X1 X3 X3 X3 X3
menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan
maksimum masih belum tercapai, karena produksi masih dapat diperbesar dengan
pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Karena itu daerah I dis ebut daerah
irrasional.
Daerah II elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu. Hal ini
berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan
penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada
tingkat penggunaan faktor produksi tertentu dalam daerah ini akan tercapai
keuntungan maksimum, untuk itu daerah ini disebut daerah yang rasional karena
produsen harus menetapkan tingkat produksi yang dapat mencapai maksimum.
Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya
setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah
produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor-
faktor produksi yang tidak efisien. Daerah ini disebut daerah irrasional.
0
II 0<Ep<1
I Ep>1
41
X1 X2 X3
PR PM
X
Gambar 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi
Keterangan : PT = Produksi Total PM = Produk Marjinal PR = Produk Rata-rata Y = Produksi X = Faktor produksi (Sumber: Doll dan Orazem, 1984) Soekartawi (2003), menjelaskan bahwa Return to Scale (RTS) perlu
diketahui untuk melihat apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut
mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale. Ada tiga
kemungkinan, yaitu:
1. Jika �bi > 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi increasing return
to scale , artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan
menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
2. Jika �bi < 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi decreasing
return to scale , artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi
melebihi proporsi penambahan produksi.
42
3. Jika �bi = 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi constant return
to scale, artinya bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional
denga n penambahan produksi yang diperoleh.
3.1.5 Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Efisiensi produksi terdiri dari efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi.
Menurut Teken (1965) efisiensi teknis tercapai pada saat produk rata-rata
mencapai maksimum. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat
penggunaan faktor-faktor produksi sudah dapat mencapai keuntungan maksimum.
Teken (1965) mengemukakan dua syarat yang harus dipenuhi untuk
mencapai keuntungan maksimum yaitu syarat keharusan (neccesary condition)
dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan (neccesary codition)
bagi penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik
antara faktor produksi dengan produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi
produksi, sya rat ini dipenuhi jika produsen berproduksi pada daerah II yaitu pada
saat elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu (0<Ep<1). Pada tingkat
tertentu penggunaan faktor -faktor produksi di daerah ini akan memberikan
keuntungan maksimum.
Syarat kecukupan (sufficient condition) untuk mencapai efisiensi tingkat
tertinggi atau tingkat produksi optimal adalah nilai produk marginal (NPM) sama
dengan biaya korbanan marginal (BKM). Untuk mencapai tingkat produksi yang
optimum dimana tercapai efisiensi ekonomis, maka perlu memasukkan variabel
harga yaitu harga faktor produksi dan harga produksi.
Kondisi efisien ekonomis pada suatu kegiatan usahatani terkait dengan
tujuan kegiatan usahatani tersebut pada umumnya, yaitu untuk memaksimumkan
43
keuntungan. Menurut Doll and Orazem (1984), keuntungan dapat diperoleh
dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut:
+−= ∑=
n
iii BTTxPxYPy
1
..π
Dimana: ð = laba atau keuntungan i = 1,2,3…n Y = output Py = harga output xi = input ke-i Pxi = Harga input ke-i BTT = biaya tetap total
Keuntungan maksimum tercapai pada saat turunan pertama dari persamaan
fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol.
Sehingga persamaan diatas menjadi:
0=−= iii
PxxY
Pyx δ
δδδπ
; i = 1,2,3...,n
ii
PxxY
Py =δδ
Dimana ix
Yδδ
adalah produk marginal faktor produksi ke -i
Sehingga Py. PMxi = Pxi
Dimana: Py.PMxi = nilai produk marginal xi (NPMxi) Pxi = harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal xi (BKMxi) Dengan membagi ruas kiri dan kanan dengan Py, maka persamaan menjadi:
PMxi =PyPxi
Dengan demikian secara matematis dapat diketahui besarnya marginal produk.
44
Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian
faktor produksi, persamaan dapat ditulis sebagai berikut:
NPMxi = BKMxi
1=i
i
BKMx
NPMx
Secara ekonomis efisiensi akan tercapai pada kondisi dimana harga sama
dengan nilai produk marginalnya. Jika harga dari input x ke-i (Pxi) adalah Biaya
Korbanan Marginalnya (BKM) dan Produk Marginal dikalikan dengan tingkat
harga output adalah Nilai Produk Marginal (NPM), maka kondisi efisiensi
ekonomis tercapai pada PMxi=BKMxi. Secara grafik kondisi ini ditunjukkan
pada Gambar 2.
Untuk penggunaan lebih dari faktor produksi misalnya n faktor produksi,
maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila:
1.........2
2
1
1 ====n
n
BKMxNPMx
BKMxNPMx
BKMxNPMx
(Garis Harga)
45
Gambar 2. Garis Harga dan Efisiensi Ekonomis
Jika rasio NPM dengan BKM kurang dari satu, menunjukan penggunaan
faktor produksi telah melampaui batas optimal, maka setiap penambahan biaya
akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Bagi produsen yang rasional akan
mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama
dengan BKM. Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, berarti
kondisi optimum belum tercapai, sehingga produsen yang rasional akan
menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama
dengan BKM.
3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual
Petani bawang daun di Desa Sindangjaya dalam mengelola usahanya
diduga tidak memperhatikan efisiensi usahanya, hal ini dapat dilihat dari tingkat
produksi per hektar yang masih rendah bila dibandingkan dengan tingkat produksi
idealnya. Tingkat produksi yang rendah menunjukkan penggunaan faktor-faktor
produksi yang belum optimal dan keuntungan belum maksimal. Oleh sebab itu
petani harus memperhatikan pengalokasian faktor-faktor produksi yang digunakan
dalam usahataninya agar mencapai keuntungan yang maksimal.. Sarana produksi
yang digunakan dalam usahatani bawang daun adalah luas lahan, bibit, pupuk
TSP, Urea, KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan
tenaga kerja wanita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat
pendapatan usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya, apakah tingkat
pendapatan tersebut telah dapat menguntungkan petani. Kemudian dalam
penelitian ini juga ingin melihat faktor -faktor produksi apa saja yang berpengaruh
46
terhadap produksi bawang daun, bagaimana kombinasi optimal penggunaan
faktor -faktor produksi yang dapat memaksimumkan keuntungan petani. Analisis
yang dilakukan meliputi analisis pendapatan usahatani, analisis fungsi produksi
dan analisis efisiensi penggunaan faktor -faktor produksi.
Analisis pendapatan usahatani meliputi pengukuran tingkat pendapatan
dan R/C rasio. Analisis untuk menentukan model fungsi produksi yang cocok
dilakukan dengan membandingkan model linier berganda dan model Cobb-
Douglas. Data yang dianalisis berupa data penggunaan faktor-faktor produksi
yang meliputi luas lahan, bibit, pupuk TSP, Urea, KCl, pupuk kandang, obat cair,
obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Pemilihan model fungsi
produksi berdasarkan kriteria pemilihan model fungsi yang baik yaitu dilihat dari
R2, banyaknya variabel yang nyata, goodness of fit , MSE dan kesesuaian dengan
asumsi OLS. Tahap analisis data selanjutnya adalah analisis skala usaha dan
analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Analisis efisiensi
penggunaan faktor-faktor produksi dilakukan untuk melihat kombinasi optimal
dari faktor -faktor produksi tersebut yang dapat memaksimalkan keuntungan
petani. Kerangka pemikiran konseptual di atas dapat diringkas seperti yang
terlihat pada Gambar 3.
Usahatani Bawang Daun (Produktivitas Rendah)
Faktor-faktor Produksi: - Luas Lahan - Bibit - Pupuk TSP - Pupuk Urea - Pupuk KCl - Obat Cair - Obat Padat - Tenaga Kerja Pria - Tenaga Kerja Wanita
47
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan
pertimbangan bahwa Kecamatan Pacet merupakan daerah yang memiliki luas
areal penanaman bawang daun terluas dan penghasil bawang daun terbesar di
Kabupaten Cianjur. Desa Sindangjaya dipilih berdasarkan rekomendasi dari
Pendugaan dan Pengujian Model Fungsi Produksi:
- Koefisien Determinasi - Uji Statistik F - Uji P-value
b. Sebaran Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan
Ditinjau dari pendidikan, sebagian besar penduduk Desa Sindangjaya
berpendidikan tamat SD (Sekolah Dasar) yaitu sebanyak 5995 jiwa atau setara
dengan 53,00 persen. Sementara itu masyarakat yang tidak tamat SD sebesar
23,49 persen. Masyarakat yang melanjutkan pendidikan hingga tamat SLTP
(Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) sebesar 14,70 persen, SLTA (Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas) sebesar 8,30 persen dan masyarakat yang tamat PT
(Perguruan Tinggi) sebesar 0,49 persen (Tabel 9).
Tabel 9. Kualitas Angkatan Kerja berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Sindangjaya, Tahun 2004
Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Tdk Tamat SD 2658,00 23,49 Tamat SD 5995,00 53,00 SLTP 1663,00 14,70 SLTA 939,00 8,30 PT 56,00 0,49 Total 11311,00 100,00
Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004
c. Sebaran Penduduk menurut Mata Pencaharian.
Mata pencaharian warga Desa Sindangjaya sebagian besar adalah sebagai
petani yakni sebanyak 69,99 persen (1927 jiwa). Pedagang sebanyak 18,56 persen
(511 jiwa) merupakan mata pencaharian penduduk terbesar kedua, disusul
kemudian dengan Swasta yaitu sebanyak 7,99 persen (220 jiwa). Komposisi
penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 10.
64
Tabel 10. Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Sindangjaya, Tahun 2004
Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (Orang) Persentase (%) Petani 1927,00 69,99 PNS/ABRI 55,00 1,99 Pensiunan 22,00 0,79 Swasta 220,00 7,99 Pedagang 511,00 18,56 Lainnya 18,00 0,65 Total 2753,00 100 ,00
Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004
5.3. Karakteristik Petani
5.3.1. Umur Petani
Petani responden yang mengusahakan bawang daun di Desa Sindangjaya
berusia antara 27-65 tahun. Petani responden tersebut dikelompokkan menjadi
petani responden berumur 25-30 tahun, 31-35 tahun, 36-40 tahun, 41-45 tahun,
46-50 tahun, 51-55 tahun, 56-60 tahun dan 61-65 tahun. Jika dilihat dari sebaran
umur petani responden, sebagian besar responden adalah petani yang usianya
antara 25-45 tahun, yakni sebesar 80 persen. Pembagian dan persentase dari
masing-masing kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Sebaran Petani Responden berdasarkan Umur Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005
Analisis pendapatan ini meliputi analisis pendapatan atas biaya total dan
analisis pendapatan atas biaya tunai. Pada komponen biaya, biaya yang
dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang daun terdiri dari biaya tunai dan
biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya sarana produksi yang
meliputi biaya untuk pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk ZA, pupuk
NPK, obat padat, obat cair, biaya untuk tenaga kerja luar keluarga (TKLK) , dan
pajak lahan. Sedangkan yang termasuk biaya diperhitungkan adalah biaya untuk
bibit, biaya penyusutan alat, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK).
Rata-rata pendapatan per hektar usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya
dapat dilihat pada Tabel 17.
Berdasarkan Tabel 17, komponen biaya produksi terbesar yang
dikeluarkan oleh petani adalah biaya untuk bibit yaitu sebesar Rp 15.282.713,52,-
atau 56,52 persen dari total biaya. Biaya pengadaan bibit termasuk ke dalam biaya
diperhitungkan karena selama satu musim tanam, petani responden tidak ada yang
membeli bibit, melainkan diperoleh dari sisa hasil panen musim tanam
sebelumnya.
78
Komponen biaya produksi terbesar kedua adalah biaya untuk tenaga kerja,
terutama untuk tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yaitu sebesar 16,97 persen dari
biaya total, dimana TKLK yang digunakan terdiri dari TKLK pria dan TKLK
wanita. Petani bawang daun di Desa Sindangjaya biasanya menggunakan jasa
Tabel 17. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Desa Sindangjaya per Hektar Untuk Satu Musim Tanam
No Uraian Satuan Harga/ Satuan
Jumlah Fisik
Nilai (Rp) %
I Jumlah Total Penerimaan 58.793.362,72 II Biaya Tunai A. Penggunaan TKLK 1. TKLK Pria Jam 2.400,00 1.375,21 3.300.504,00 12,21 2. TKLK Wanita Jam 1.200,00 1.073,18 1.287.816,00 4,76 B. Penggunaan Pupuk 1. Pupuk Kandang Kg 300,00 6.913,51 2.074.053,00 7,67 2. Pupuk TSP Kg 1.623,33 344,97 560.000,15 2,07 3. Pupuk Urea Kg 1.200,00 257,61 309.132,00 1,14 4. Pupuk ZA Kg 1.200,00 62,08 74.496,00 0,28 5. Pupuk KCl Kg 2.000,00 199,70 399.400,00 1,48 6. Pupuk NPK Kg 3.000,00 113,03 339.090,00 1,25
C. Penggunaan Obat-obatan:
1. Padat Kg 45.000,00 15,05 677.250,00 2,50 2. Cair Liter 72.500,00 16,80 1.165.800,00 4,31 E. Pajak Lahan Ha 282.424,24 1,04 Jumlah Total Biaya Tunai 10.469.965,39 38,72
III Biaya Diperhitungkan A. Bibit Kg 2.823,33 5.413,01 15.282.713,52 56,52 B. Penyusutan Alat 25.000,00 0,09 C. Penggunaan TKDK 1. TKDK Pria Jam 2.400,00 510,84 1.226.016,00 4,53 2. TKDK Wanita Jam 1.200,00 30,42 36.504,00 0,13
Jumlah Total Biaya Diperhitungkan 16.570.233,52 61,28
VI Jumlah Biaya Total 27.040.198,92 100,00
VII Pendapatan atas biaya tunai 48.323.397,33
VIII Pendapatan atas biaya total 31.753.163,80
IX R/C rasio atas biaya tunai 5,62 X R/C rasio atas biaya total 2,17
79
TKLK untuk kegiatan yang relatif menghabiskan banyak waktu dan tenaga,
seperti pengolahan lahan, penyiangan dan penanaman. TKLK pria yang
digunakan seluruhnya adalah sebanyak 1.375,21 jam per hektar. Sedangkan
TKLK wanita yang digunakan seluruhnya adalah sebanyak 1.073,18 jam per
hektar. Tingkat upah rata-rata tenaga kerja pria adalah Rp 2.400,- per jam,
sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk TKLK pria adalah sebesar Rp
3.300.504,- atau 12,21 persen. Sedangkan tingkat upah rata -rata tenaga kerja
wanita adalah Rp 1.200,- per jam, sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk
TKLK wanita adalah Rp 1.287.816,- atau 4,76 persen. Biaya TKDK yang
dikeluarkan petani adalah sebesar 4,66 persen dari biaya total, dimana biaya untuk
TKDK pria yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.226.016,- atau 4,53 persen dan
biaya untuk TKDK wanita adalah sebesar Rp36.504,- atau 0,13 persen.
Pengeluaran yang ke tiga adalah biaya untuk pupuk yaitu pupuk kandang
dan pupuk kimia. Biaya untuk pupuk kandang adalah Rp 2.074.053,- atau 7,67
persen dari biaya total. Pupuk kandang merupakan pupuk yang terbanyak
digunakan pada usahatani bawang daun yaitu sebanyak 6.913,51 kilogram per
hektar, dimana harga pupuk kandang per kilonya Rp 300,-. Kegunaan dari pupuk
kandang diantaranya adalah memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, porositas tanah,
struktur tanah dan menahan air tanah. Pengeluaran untuk pupuk kimia adalah
sebesar 6,22 persen dari total biaya yang meliputi biaya untuk pupuk TSP sebesar
Rp 560.000,- atau 2,07 persen, untuk pupuk Urea sebesar Rp 309.132,- atau 1,14
persen, untuk pupuk ZA sebesar Rp 74.496,- atau 0,28 persen, untuk pupuk KCl
sebesar Rp 399.400,- atau 1,48 persen, dan untuk pupuk NPK sebesar Rp
339.090,- atau 1,25 persen. Penggunaan pupuk kimia diperlukan untuk
80
pertumbuhan tanaman karena pupuk kimia dapat menambah kekurangan unsur
hara Nitrogen (N), Phosphat (P), dan Kalium (K) yang terkandung di dalam tanah
yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhannya.
Pada usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya, biaya terbesar ke empat
adalah biaya untuk obat-obatan yang digunakan sebagai tindakan pencegahan dan
pengobatan terhadap hama dan penyakit tanaman. Biaya yang harus dikeluarkan
untuk obat cair adalah sebesar Rp 1.165.800,- atau 4,31 persen dan biaya untuk
obat padat adalah sebesar Rp 677.250,- atau 2,50 persen. Ketersediaan dana bagi
obat-obatan harus selalu tersedia, karena tindakan pencegahan dan pengobatan
terhadap serangan hama dan penyakit harus dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah agar tanaman lain yang sehat tidak tertular.
Pengeluaran usahatani bawang daun lainnya adalah pajak lahan. Nilai
pajak lahan biasanya ditentukan oleh lokasi dan kualitas lahan tersebut, seperti
jarak terhadap sarana transportasi dan tingkat kesuburannya. Semakin strategis
lokasi atau tingkat kesuburannya maka akan semakin tinggi nilai pajak lahan.
Biaya untuk pajak lahan per hektar adalah sebesar Rp 282.424.24,-.
Alat-alat yang digunakan pada usahatani bawang daun adalah cangkul,
hand sprayer, parang dan gacok. Metode perhitungan penyusutan alat
menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) karena umur alat yang
dimiliki petani responden relatif seragam. Nilai penyusutan alat rata -rata per
musim tanam adalah sebesar Rp 25.000,-.
Bawang daun dapat dipanen pada saat tanaman berumur 3 bulan. Dari satu
hektar lahan bawang daun rata-rata dapat menghasilkan produksi 2.0824,12 kg
dengan harga rata -rata pada tingkat petani sebesar Rp 2.823,33,-/ kg, sehingga
81
rata-rata total penerimaan yang di dapat petani sebesar Rp 58.793.362,72,-/ ha.
Apabila rata-rata total pengeluaran per hektar sebesar Rp 27.040.198,92,-, maka
pendapatan atas biaya totalnya adalah Rp 31.753.163,80,-. Sedangkan apabila
pengeluaran tunainya sebesar Rp 10.469.965,39,-, maka pendapatan atas biaya
tunainya adalah Rp 48.323.397,33,-. Dengan demikian R/C atas biaya total dan
tunainya adalah 2,17 dan 5,62, artinya dari setiap rupiah yang dipakai untuk
usahatani bawang daun dapat memberikan penerimaan sebesar Rp 2,17,- dan Rp
5,62,-.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa usahatani bawang
daun di Desa Sindangjaya dapat memberikan keuntungan bagi petani walaupun
tingkat produksinya rendah yaitu 20.824,12 kilogram (20,82 ton) per hektar jika
dibandingkan dengan tingkat produksi idealnya yaitu 40 ton per hektar. Oleh
sebab itu petani terus mempertahankan kegiatan usahatani bawang daun, karena
petani merasa mendapat keuntungan dari usahatani tersebut. Usahatani bawang
daun merupakan usaha yang sudah mereka warisi secara turun temurun sehingga
petani tidak mau meninggalkan kegiatan usahatani tersebut, selain itu petani
mendapatkan uang hanya dari kegiatan usahatani tersebut. Jadi petani
mengusahakan usahatani bawang daun untuk mencukupi kebutuhan hidupnya
sehari-hari.
82
BAB VII
ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR
PRODUKSI BAWANG DAUN
7.1. Analisis Pemilihan Fungsi Produksi
Hubungan antara faktor -faktor produksi yang mempengaruhi produksi
dapat dimodelkan ke dalam suatu fungsi produksi. Dalam kasus penelitian tertentu
diperlukan analisis untuk menentukan model fungsi produksi yang cocok.
Sebelum menentukan fungsi produksi yang baik, maka dilakukan pendugaan dan
pengujian model fungsi produksi dengan melihat R2, uji statistik F dan uji P-value
untuk melihat faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi. Pada
penelitian ini model fungsi produksi yang diajukan adalah model fungsi linier
berganda dan model fungsi produksi Cobb-douglas dengan menggunakan
penduga metode OLS (Ordinary Least Square).
1. Model Fungsi Produksi linier
Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan model ini adalah luas
lahan (X1), jumlah bibit (X2), jumlah pupuk TSP (X3), jumlah pupuk Urea (X4),
jumlah pupuk KCl (X5), jumlah pupuk kandang (X6), jumlah obat cair (X7),
jumlah obat padat (X8), jumlah pemakaian tenaga kerja pria (X9), jumlah
pemakaian tenaga kerja wanita (X10). Kesemua faktor produksi tersebut
merupakan peubah bebas (X) yang akan menduga produksi bawang daun (Y).
Hasil pendugaan yang diperoleh untuk model linier adalah:
936,67 kg menjadi 1.148,54 kg, penggunaan pupuk Urea ditingkatkan dari 59,50
kilogram menjadi 354,85 kg, penggunaan pupuk KCl ditingkatkan dari 38,78
kilogram menjadi 201,32 kg, penggunaan pupuk kandang ditingkatkan dari
837,61 kg menjadi 6.096,88 kg, penggunaan obat padat ditingkatkan dari 1,52 kg
menjadi 35,41 kg, penggunaan tenaga kerja pria ditingkatkan dari 272,03 jam
kerja menjadi 375,31 jam kerja, dan jumlah penggunaan tenaga kerja wanita
ditingkatkan dari 169,87 jam kerja menjadi 2.054,69 jam kerja. Jumlah
penggunaan TSP dan obat cair tetap yaitu sebesar 52,28 kg dan 1,68 ltr karena
dianggap sudah efisien. Dengan memasukkan kombinasi penggunaan faktor-
faktor produksi yang baru ini ke dalam fungsi produksi diperoleh produksi
bawang daun sebesar 33.077,21 kg.
Alokasi penggunaan faktor produksi yang tepat dalam usahatani bawang
daun akan menentukan besarnya pendapatan yang diperoleh petani bawang daun.
Pada kondisi optimal diperoleh penerimaan sebesar Rp 93.387.879,31,- dan biaya
total sebesar Rp 11.484.818,27,-. Dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam
usahatani bawang daun, biaya terbesar adalah biaya untuk pengadaan bibit yaitu
sebesar Rp 3.242.707,44,- atau 28,23 persen dan biaya untuk penggunaan tenaga
kerja wanita yaitu sebesar Rp 2.465.628,- atau 21,47 persen dari biaya total. Rasio
perbandingan pendapatan petani bawang daun pada kondisi aktual dan kondisi
optimal dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pada lampiran 7, terlihat bahwa pendapatan petani bawang daun pada
kondisi optimal lebih besar yaitu Rp 81.903.061,04,- dibandingkan pendapatan
petani bawang daun pada kondisi aktual sebesar Rp 5.591.655,94,-. Untuk
mendukung keadaan usahatani bawang daun pada kondisi optimal lebih
97
menguntungkan daripada saat kondisi aktual, dapat dilihat dari rasio penerimaan
(R) dengan pengeluaran (C). Nilai R/C pada kondisi optimal lebih besar yaitu 8,13
dibandingkan dengan nilai R/C pada kondisi aktual yang besarnya hanya 2,32.
Hal ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan efisiensi tercapai keuntungan
maksimum.
98
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah
penelitian pada kondisi optimal lebih menguntungkan dibandingkan pada
kondisi aktual. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C pada kondisi optimal
sebesar 8,13 lebih besar dibandingkan nilai R/C pada kondisi aktual
sebesar 2,32.
2. Hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan bahwa
faktor produksi untuk lahan, bibit, pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk KCl,
pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja
wanita nyata , sedangkan untuk pupuk TSP tidak nyata.
3. Usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya berada pada skala kena ikan
hasil yang meningkat (Increasing Return to Scale ), hal ini ditunjukkan
oleh jumlah elastisitas dari masing-masing faktor produksi sebesar 1,21.
Hal ini berarti setiap penambahan satu persen dari masing-masing faktor
produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi bawang daun
sebesar 1,21 persen,
4. Kombinasi optimal pada usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya
dapat tercapai apabila penggunaan luas lahan ditingkatkan dari 0,17 Ha
menjadi 1,36 Ha, bibit ditingkatkan dari 936,67 kg menjadi 1.148,54 kg,
penggunaan pupuk Urea ditingkatkan dari 59,50 kilogram menjadi 354,85
kg, penggunaan pupuk KCl ditingkatkan dari 38,78 kilogram menjadi
99
201,32 kg, penggunaan pupuk kandang ditingkatkan dari 837,61 kg
menjadi 6.096,88 kg, penggunaan obat padat ditingkatkan dari 1,52 kg
menjadi 35,41 kg, penggunaan tenaga kerja pria ditingkatkan dari 272,03
jam kerja menjadi 375,31 jam kerja, dan jumlah penggunaan tenaga kerja
wanita ditingkatkan dari 169,87 jam kerja menjadi 2.054,69 jam kerja.
8.2. Saran
1. Secara aktif dan kontiniu memberikan informasi penggunaan faktor-faktor
produksi usahatani bawang daun, salah satunya melalui pemberdayaan
Petugas Penyuluh Lapangan untuk mencapai hasil produksi yang optimal
dan keuntungan yang maksimal.
2. Petani hendaknya dapat memastikan ketersediaan pasar untuk menyerap
hasil produksi bawang daun di lokasi penelitian sehingga kebutuhan
bawang daun tidak lagi dipenuhi oleh daerah lain penghasil sayuran.
3. Untuk peningkatan usaha diperlukan tambahan modal seperti bantuan
kredit dari Bank, mengingat biaya usahatani bawang daun dalam satu
musim tanam cukup besar, apalagi dikaitkan dengan hasil analisis faktor-
faktor produksi, dimana penggunaan faktor -faktor produksi masih dapat
ditingkatkan untuk mendapakan hasil yang optimal, kecuali untuk faktor
produksi pupuk TSP dan obat cair.
4. Dengan luas lahan yang tetap petani hendaknya melakukan intensifikasi
namun tetap melakukan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi
sehingga mampu meningkatkan produktivitas bawang daun.
100
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2004. Nilai Ekspor Sayuran dan Sayuran Segar Indonesia Tahun 1997-2002. Jakarta.
. 2004. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan
Produktivitas Bawang Daun di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia, 1999-2003. Jakarta.
Cahyono, B, 2005. Bawang Daun, Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur, 2005. Perkembangan Luas
Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Kabupaten Cianjur Tahun 1999-2004. Cianjur.
. 2005. Realisasi Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang
Daun di Kecamatan Pacet Pada Tahun 2002, 2004 dan 2005. Cianjur. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004. Perkembangan Luas Panen,
Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia Tahun 1997-2003. Jakarta.
Doll, J and Frank Orazem, 1984. Production Economics : Theory With
Applications, John Wiley and Sons, Inc. New York. Foth, H.D, 1990. Fundamentals of Soil Science 8th Edition. John Wiley and Son
Inc. Canada. Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004. Ramanathan, R, 1989. Introductory Econometrics With Application Fourth
Edition. Harcourt Brace and Company. USA. Sari, M, 2001. Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang Daun di Desa
Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Skripisi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sinambela, T, 1999. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor
Produksi Usahatani Bawang Daun (Allium fistulosum) Studi Kasus di Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kab, Cianjur, Propinsi Jawa Barat, Skripsi, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soeharjo dan Patong, 1973. Ilmu Usahatani, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
101
Soekartawi, et al, 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil, Penerbit UI. Jakarta.
. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Khusus
Fungsi Produksi Cobb-Douglas, Raja Grafindo Persada. Jakarta. . 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok bahasan Analisis
Fungsi Cobb-Douglas, Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sunarjono, H, 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur, Penebar Swadaya. Jakarta. Teken, I.G. 1965. Beberapa Azas Ekonomi Produksi Pertanian. Penerbit Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Tjakrawirawiralaksana dan Soeriatmaja. 1983. Ilmu Usahatani. Departemen