Top Banner
BATUAN METAMORF ANALISIS BATUAN METAMORF Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350 o C < T < 650-800 o C) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral- mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa. Pembentukan Batuan Metamorf Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme. Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah
40

BATUAN metamorf

Dec 28, 2015

Download

Documents

Fajar Aries

iseng
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BATUAN metamorf

BATUAN METAMORFANALISIS BATUAN METAMORF

Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen

maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi,

tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di

atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-

800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan

metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada

kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan

bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral

suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap

kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi

sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan

diagenesa.

Pembentukan Batuan Metamorf

Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia,

fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di

permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada

saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang

baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas

di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut

terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah

pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.

Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan

sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik.

Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan

tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan

komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan

tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen

lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan

umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme

adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai

kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di

dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit.

Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai

Page 2: BATUAN metamorf

contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan

konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga,

eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak

menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C

yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material

disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada

awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau

piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di

bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada

150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di

sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.

Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi

pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi

temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik

dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian

besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan

oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan

kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi

batuan beku dan batuan metamorf yang lain.

Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua

yaitu (1) metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2)

metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9).

Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal

masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-

sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak

batuan asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit

(batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur

beku atau igneous).

Page 3: BATUAN metamorf

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme

tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat

malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan

penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1)

Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme

dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3)

Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas.

Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung

dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km (Gambar

3.10). Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama

yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan.

Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam

dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11).

penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan

kilometer.

Page 4: BATUAN metamorf

Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan

beku (Gillen, 1982).

 

Page 5: BATUAN metamorf

Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf

(Gillen, 1982).

Pengenalan Batuan Metamorf

Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-

kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang

merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan

tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran

atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan

metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross

bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme.

Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh

pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran

dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur

planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa

dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan

mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan

lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti:

feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis.

Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari

mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit)

Page 6: BATUAN metamorf

disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity

menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.

Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain

yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun

untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya

yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur

foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral)

(Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur

migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka

penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun

berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama

batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak.

Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya

hornfels; liniasi untuk asbes.

Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan

metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari

beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme.

Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus

seperti kemungkinan banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan

yang ada.

Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum

(Gillen, 1982).

Page 7: BATUAN metamorf

Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna

terang) (Compton, 1985).

 

Struktur Batuan Metamorf

Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi

menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi.

Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral

penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak

memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan

metamorf.

Struktur Foliasi

a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral

pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.

Page 8: BATUAN metamorf

b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral

granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral

pipih.

c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan

kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).

d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral

dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

 

Struktur Non Foliasi

a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran

mineral relatif seragam.

b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya

penghancuran terhadap batuan asal.

c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya

orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.

d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan

permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar

dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.

e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal

berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.

f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari

butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.

g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya

mempunyai ukuran beragam.

h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang

berbentuk jarus atau fibrous.

 

Tekstur Batuan Metamorf

Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal

penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik.

Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran

seragam disebut dengangranoblastik. Secara umum satu atau lebih

mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih

besar tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam

pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada

Page 9: BATUAN metamorf

batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat

mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian

mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari

material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya

dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling

sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat

diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih

cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya.

Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau

penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti

skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau

poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan

metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa

atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini

disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari

kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini

dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat

adalah porphyroklast.

Tekstur Kristaloblastik

Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal

sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama

sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata –blastik.

Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat dilihat pada

Gambar 3.13.

a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku),

hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.

b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral

seragam.

c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral

saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.

d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-

mineral prismatik yang sejajar dan terarah.

e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral

berbentuk euhedral.

Page 10: BATUAN metamorf

f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya

berbentuk anhedral.

 

Tekstur Palimpset

Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan

asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata

–blasto.

a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang

porfiritik.

b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal

sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.

c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran

butirnya sama dengan pasir.

d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen

yang ukuran butirnya lempung.

 

Komposisi Batuan Metamorf

Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral

yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau

temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang

atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini

dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum

batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13),

namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan

menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral

stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk

pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah

gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin,

silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit.

Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi

tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar,

garnet, kalsit dan kordierit.

Page 11: BATUAN metamorf

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).

A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur

Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur

Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain

granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di

dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan

aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit

di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur

Granoblastik di dalam blastomilonit.

Page 12: BATUAN metamorf

Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf

(Gillen, 1982)

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus

menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan

metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-

nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur

dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh

awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari

tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh

skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama

(contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada

dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies

metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).

Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya

baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan

modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara

mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat

berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus

yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate.

Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari

mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari

klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini

Page 13: BATUAN metamorf

dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada

belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan

secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil

licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme

yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita

menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi

kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakan skis,

masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang

porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral

metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada

metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan

terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan

mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya

dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya

kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral

yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol).

Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur

gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan

yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat

mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna

terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya

feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.

Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada

komposisi mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit

atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan

metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah

kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara

umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:

Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi

utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.

Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin

klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina)

dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal,

tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari

batuan beku.

Page 14: BATUAN metamorf

Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama

kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur

granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri

dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.

Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari

butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa

porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang

sama disebut granofels.

Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh

pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin

menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah

dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan

kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.

Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral

dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan

karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat

feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.

Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari

mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi

karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak

batuan beku.

Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).

Page 16: BATUAN metamorf

 PENGERTIAN BATUAN METAMORF

Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200o-350oC < T < 650o-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.

Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.

Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.

Page 17: BATUAN metamorf

Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain. 

B.       PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF

Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.

Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.

Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh

Page 18: BATUAN metamorf

kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km. Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa. penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

Page 19: BATUAN metamorf

      Gambar memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).

C.       PENGENALAN BATUAN METAMORF

Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebutskistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.

Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik

Page 20: BATUAN metamorf

untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.

Gambar diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982)

D.       STRUKTUR BATUAN METAMORF

Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.

1.         Struktur Foliasi

·           Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.

·           Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.

·           Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).

·           Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

2.         Struktur Non Foliasi

·           Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam.

·           Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan asal.

Page 21: BATUAN metamorf

·           Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.

·           Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.

·           Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.

·           Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.

·           Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran beragam.

·           Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus ataufibrous.

      Gambar Sturuktur batuan metamorf (Comton; 1985)

E.       TEKSTUR BATUAN METAMORF

Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas,

Page 22: BATUAN metamorf

mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.

1.         Tekstur Kristaloblastik

Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata–blastik.

·     Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.

·           Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam.

·           Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.

·     Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah.

·           Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral.

·           Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk anhedral.

2.         Tekstur Palimpset

Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata–blasto.

·          Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.

·      Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.

Page 23: BATUAN metamorf

·     Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama dengan pasir.

·     Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lempung.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).

A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.

F.       KOMPOSISI BATUAN METAMORF

Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu, namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende,

Page 24: BATUAN metamorf

serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur. Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).

Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakanskis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.

Page 25: BATUAN metamorf

Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral, seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:

1.      Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.

2.    Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.

3.    Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.

4.  Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.

5.         Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.

6.     Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.

7.    Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.

Page 26: BATUAN metamorf

Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).

G.       TIPE-TIPE METAMORFOSA

       Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

     1.      Metamorfosa regional / dinamothermal

Metamorfosa  regional atau dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor).

·      Metamorfosa Orogenik

Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun lalu.

·      Metamorfosa Burial

Page 27: BATUAN metamorf

Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara mineral dengan fluida.

·      Metamorfosa Dasar dan Samudera

Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.

       2.      Metamorfosa Lokal

Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi

·      Metamorfosa Kontak

Terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.

·      Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.

Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike.

·      Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik

Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, ataumilonit.

·      Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme

Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.

·      Metamorfosa Impact

Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan

Page 28: BATUAN metamorf

terbentuknya mineral coesite danstishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya dengan panas bumi (geothermal).

·           Metamorfosa Retrogade/Diaropteris

             Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperature yang lebih rendah (Combs, 1961).

                               

                               Gambar Lokasi dan Tipe Metamorfisme

H.       MACAM-MACAM BATUAN METAMORF

1.         Marmer

Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan dari batu gamping. Pengaruh suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen menyebabkan terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut membentuk berbagai foliasi mapun non foliasi. Akibat rekristalisasi struktur asal batuan membentuk tekstur baru dan keteraturan butir. Marmer Indonesia diperkirakan berumur sekitar 30–60 juta tahun atau berumur Kuarter hingga Tersier. Marmer akan selalu berasosiasi keberadaanya dengan batugamping. Setiap ada batu marmer akan selalu ada batugamping, walaupun tidak setiap ada batugamping akan ada marmer. Karena keberadaan marmer berhubungan dengan proses gaya endogen yang

Page 29: BATUAN metamorf

mempengaruhinya baik berupa tekan maupun perubahan temperatur yang tinggi. Di Indonesia penyebaran marmer tersebut cukup banyak, seperti dapat dilihat pada. Penggunaan marmer atau batu pualam tersebut biasa dikategorikan kepada dua penampilan yaitu tipe ordinario dan tipe staturio. Tipe ordinario biasanya digunakan untuk pembuatan tempat mandi, meja-meja, dinding dan sebagainya, sedangka tipe staturio sering dipakai untuk seni pahat dan patung. Ditemukan di gunung Jokotuwo, Bayat, Klaten.

2.         Marmer merah

Warna yang cenderung ‘ngejreng’ dan terkesan vokal, membuat jeni batu ini menjadi batu marmer favorit masyarakat. Batu ini pun sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan untuk mempercantik bangunan. Hingga saat ini jenis batu marmer merah masih digunakan sebagai bahan elemen interior dan eksterior. Ditemukan di karangsambung, Kebumen.

Page 30: BATUAN metamorf

3.         Sekismika

Batuan sekis mika memiliki warna abu-abu dan mengkilap putih, dengan komponen mineralnya yaitu mika, merupakan metamorf foliasi. Pada deretan batuan sekis mika ini terdapat aliran sungai yang merupakan arah aliran subsekuaen karena sungainya sejajar dengan arah straight. Pada struktunya terdapat rekahan yang telah terisi oleh mineral kuarsa yang masuk ke celah-celah rekahan tersebut. Sekis mika berfoliasi lemah terdapat komponen mika dan kuarsa. Terbentuk karena akibat tektonik yang merupakan fanerik lepidoblastik skistosa. Batuan dengan mineral mika yang berkilauan ketika tertimpa sinar matahari ini adalah batu tertua yang tersingkap di Pulau Jawa. Ditemukan di bayat, Klaten.

Page 31: BATUAN metamorf

4.         Sekis hijau

Batuan Sekis hijau (metamorf) merupakan satuan batuan tertua sebagai basement yang berumur Trias (TrS) terdapat di bagian timur daerah penyelidikan. Luas penyebarannya cukup luas sekitar 20% menutupi daerah penelitian dengan ketebalan diperkirakan lebih dari 300 meter (?). Batuan Sekis hijau ini tersingkap pada penorehan struktur sesar dijumpai pada bagian tebing sungai Binangga hingga ke bagian selatan didaerah desa Pakuli dan Simoro. Batuan ini tersingkap sebagai Sekis hijau, berwarna hijau tua, berlapis sebagai bidang foliasi, kompak, berbutir halus, lanau sampai lempung dan setempat-setempat rekahan terisi oleh urat-urat kwarsa maupun kalsit. Ditemukan di sadang, Kebumen.

5.         Sekis biru

Fasies blueschist atau sekis biru yang mengandung mineral sodic biru amp hibol, glaukopan bersama dengan mineral lawstonite. Ditemukann di sadang, Kebumen.

Page 32: BATUAN metamorf

6.         Gneis

Gneiss adalah typical dari jenis batuan metamorf, batuan ini terbentuk pada saat batuan sedimen atau batuan beku yang terpendam pada tempat yang dalam mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi. Hampir dari semua jejak jejak asli batuan ( termasuk kandungan fosil) dan bentuk bentuk struktur lapisan ( seperti layering dan ripple marks) menjadi hilang akibat dari mineral-mineral mengalami proses migrasi dan rekristalisasi. Pada batuan ini terbentuk goresan goresan yang tersusun dari mineral mineral seperti hornblende yang tidak terdapat pada batuan batuan sediment. Ditemukan di Pulau bangka, belitung.

Page 33: BATUAN metamorf

7.         Filit

Filit berwarna hitam terdapat pada dinding sungai yang terjal. Batuan ini terbentuk selama proses penunjaman serta merupakan batuan metamorf berderajat rendah. Proses tektonik dan deformasi lebih lanjut berupa patahan geser searah aliran sungai, membentuk lipatan-lipatan kecil serta struktur gores garis pada batuan filit. Ditemukan di Bayat, klaten.

8.         Agate

Agate adalah mikrokristalin berbagai kuarsa ( silika ), ditandai oleh kehalusan yang gandum dan kecerahan warna. Meski agates dapat ditemukan di berbagai jenis batu, mereka klasik terkait dengan gunung berapi batu tetapi dapat umum di beberapa batu metamorfik dan lainnya chalcedonies diperoleh lebih dari 3.000 tahun yang lalu dari Sungai Achates, sekarang disebut Dirillo , di Sisilia . Agate adalah salah satu yang paling bahan umum digunakan dalam seni ukir hardstone , dan telah pulih di sejumlah situs kuno, yang menunjukkan penggunaan meluas dalam dunia kuno, misalnya, pemulihan arkeologi di Knossos situs di Kreta menggambarkan perannya dalam Zaman Perunggu Minoan budaya. Ditemukan di karangsambunng, Kebumen.

Page 34: BATUAN metamorf

9.         Nefrit

Nefrit adalah permata , berbagai amphibole , bersama dengan giok giok dikenal nama. (Jadeit je pyroxen.) warna giok adalah bayam hijau tua, mineral memiliki kekerasan sekitar 7 derajat skala Mohs, seperti kuarsa, tetapi lebih sulit karena struktur mikrokristalin. Setelah polishing sangat estetika, dengan kemilau kaca sempurna. Ditemukan di Karang sambung Kebumen.

Page 35: BATUAN metamorf

10.     Horenfels

Hornfels ( Jerman , yang berarti "hornstone," setelah sering hubungan dengan glasial "puncak" tanduk di Alps, menjadi batu yang sangat keras dan dengan demikian lebih mungkin untuk menolak tindakan glasial dan tanduk berbentuk seperti bentuk puncak Matterhorn ) adalah kelompok peruntukan untuk serangkaian metamorf kontak batuan yang telah dipanggang dan indurated oleh panas mengganggu massa beku dan telah diberikan besar, keras, splintery, dan dalam beberapa kasus yang sangat tangguh dan tahan lama. Ditemukan di watumpang, Kebumen.

11.       Asbes

Asbes merupakan mineral yang berbentuk serat-serat yang mudah terpisah. Ukuran sebuah serat asbes sangat kecil dan halus. Karena itulah mudah beterbangan di udara. Apabila terhirup, asbes akan segera masuk ke dalam rongga pernapasan, kemudian menimbulkan berbagai kerusakan. Ditemukan di karangsambung, Kebumen.

Page 37: BATUAN metamorf

SUMBER :

http://wingmanarrows.wordpress.com/geological/petrologi/batuan-metamorf/

http://rizqigeos.blogspot.com/2013/05/batuan-metamorf.html