Top Banner
Tinjauan Pustaka BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANG Oleh: Nurtyana Utami Dewi 1302006112 Pembimbing: dr. I Ketut Wibawa Nada, Sp. An, KAKV DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR 2017
32

BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

Dec 14, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

Tinjauan Pustaka

BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANG

Oleh:

Nurtyana Utami Dewi

1302006112

Pembimbing:

dr. I Ketut Wibawa Nada, Sp. An, KAKV

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH DENPASAR

2017

Page 2: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

iii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................. 2

BAB II ISI ............................................................................................................... 3

2.1 Penilaian (Gauging) .............................................................................. 3

2.1.1 Henti Jantung ..................................................................... 3

2.1.2 Henti Nafas ........................................................................ 6

2.2 Mentasi Manusia ................................................................................... 6

2.2.1 Homeostasis Ekstrakranium .............................................. 6

2.2.1.1 Terapi Cairan ....................................................... 6

2.2.1.2 Obat – Obatan Vasoaktif ..................................... 8

2.2.1.3 Ventilasi Mekanik ............................................. 11

2.2.1.4 Obat – Obat Pelumpuh Otot .............................. 17

2.2.2 Homeostasis Intrakranium ............................................... 18

2.2.2.1 Diuretik ............................................................. 19

2.2.2.2 Steroid ............................................................... 20

2.2.2.3 Hipotermia......................................................... 20

2.2.2.4 EEG ................................................................... 21

2.3 Perawatan Intensif ............................................................................... 23

2.3.1 Terapi Nutrisi dalam Perawatan Intensif ......................... 24

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Resusitasi adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat,

pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke

otak, jantung, dan alat-alat vital lainnya.1 Resusitasi merupakan suatu tindakan

dalam penanganan kegawatdaruratan, dimana apabila tidak segera ditolong pasien

akan mengalami kecacatan, kehilangan organ tubuh, ataupun meninggal dunia.2

Faktor waktu memegang peranan utama dalam penanganan kondisi darurat,

seperti semboyan “time saving is life saving” atau yang dapat diartikan

pertolongan pertama yang cepat dan tepat dapat mencegah kerusakan yang lebih

parah.2,3

Resusitasi jantung paru otak (RJPO) dibagi menjadi tiga tahap, yaitu

bantuan hidup dasar (Basic Life Support), bantuan hidup lanjut (Advance Life

Support), dan bantuan hidup jangka panjang (Prolonged Life Support). Bantuan

hidup dasar adalah upaya oksigenasi darurat yang terdiri dari penguasaan jalan

nafas (Airway Control), bantuan pernafasan (Breathing Control), dan bantuan

sirkulasi (Circulation Control). Penguasaan jalan nafas dapat dilakukan dengan

membebaskan jalan nafas dari kemungkinan adanya sumbatan jalan nafas, baik

total maupun partial, yang disebebkan karena lidah jatuh ke belakang, benda padat

ataupun benda cair, serta adanya edema jalan nafas. Bantuan pernafasan dapat

dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat.

Bantuan sirkulasi dapat dilakukan dengan menentukan ada tidaknya denut nadi

dan mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung, mengatasi

perdarahan, dan meletakkan pasien dalam posisi syok.4 Bantuan hidup lanjut

adalah kegiatan yang dilakukan untuk memulai kembali sirkulasi yang spontan an

memantapkan sistem paru-jantung dengan cara memulihkan transport oksigen

arteri mendekati normal. Tahap ini meliputi obat-obatan dan cairan (Drugs and

fluids) melalui cairan infus intravena, elektrokardioskopi (Electrocardiography),

dan terapi fibrilasi (Fibrillation treatment) dengan syok balik listrik.4 Pelaksanaan

Page 4: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

2

bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjutan hendaknya dilakukan dengan

adekuat dan secepat mungkin, karena sirkulasi buatan dengan menggunakan

kompresi jantung luar hanya menghasilkan 6 – 30% aliran darah normal.

Bantuan hidup jangka panjang merupakan suatu pengelolaan intensif pasca

resusitasi. Tahap ini terdiri dari penilaian (Gauging), yaitu menentukan dan

memberi terapi penyebab kematian dan menilai sampai sejauh mana penderita

dapat diselamatkan; mentasi manusia (Human mentation), yaitu tindakan yang

diharapkan dapat memulihkan keadaan dengan resusitasi otak yang baru; dan

pengelolaan intensif (Intensive care), yaitu resusitasi jangka panjang. Tahap ini

merupakan pengelolaan intensif berorientasikan otak pada penderita dengan

kegagalan organ multipel pasca resusitasi.4 Bantuan hidup jangka panjang

diteruskan sampai sampai penderita sadar kembali.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah tinjauan pustaka

adalah bagaimana penatalaksanaan Bantuan Hidup Jangka Panjang?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan tinjauan pustaka ini

adalah untuk mengetahui penatalaksanaan Bantuan Hidup Jangka Panjang.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini yaitu memberikan kajian

teroritis kepada kalangan medis dan masyarakat mengenai penatalaksanaan

Bantuan Hidup Jangka Panjang.

Page 5: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penilaian (Gauging)

Tahap penilaian (Gauging) pada Bantuan Hidup Jangka Panjang adalah

tahap untuk menentukan dan memberi terapi penyebab kematian, serta menilai

sejauh mana pasien masih bisa diselamatkan.5 Terdapat beberapa definisi

kematian, antara lain:4

a. Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah

henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti dan

bersifat reversibel. Pemulaian resusitasi dapat dimulai pada kematian klinis

dan dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem organ vital dengan

terai optimum, termasuk fungsi otak normal.

b. Mati serebrum (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel (nekrosis)

serebrum, terutama neokorteks. Mati otak (kematian otak total) adalah mati

serebrum ditambah dengan nekrosis sisa otak lainnya, termasuk serebelum,

otak tengah, dan batang otak. Kematian otak dapat terjadi dalam seminggu

pertama setelah henti jantung.

c. Mati biologis (kematian semua organ) terjadi setelah kematian klinis yang

tidak dilakukan ataupun penghentian resusitasi jantung paru dan

menyebabkan nekrosis semua jaringan tubuh. Kematian biologis dimulai

dengan nekrosis neuron otak setelah kira-kira satu jam tanpa sirkulasi,

diikuti dengan nekrosis jantung, ginjal, paru-paru, dan hati yang menjadi

nekrotik setelah dua jam tanpa sirkulasi.

d. Mati sosial adalah tahap dimana kerusakan otak berat dan irreversibel pada

pasien yang tetap tidak sadar dan tidak responsif, tetapi memiliki

elektroensefalogram (EEG) aktif dan beberapa reflex yang masih utuh. Mati

sosial merupakan keadaan status vegetatif yang menetap (sindroma apalika).

2.1.1 Henti Jantung

Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi darah secara mendadak pada

pasien yang masih memiliki harapan hidup. Diagnosis henti jantung dapat

Page 6: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

4

ditegakkan apabila terdapat tanda dan gejala pasien tidak sadar, tidak

bergerak, tampak pucat ataupun sianosis, dilatasi pupil, dan dengan

diagnosis pasti denyut nadi besar tidak teraba.6

Penyebab henti jantung terbagi menjadi faktor primer dan faktor

sekunder. Faktor primer penyebab henti jantung adalah kelainan sistem

konduksi jantung atau kelainan pada otot jantung, seperti infark, fibrilasi

ventrikel, atau trauma petir. Faktor sekunder penyebab henti jantung adalah

asfiksia akibat gagal nafas akut yang menyebabkan kegagalan pasokan

oksigen ke otak, dan perdarahan akut/ masif akibat trauma yang

menyebabkan kekosongan volume sirkulasi sehingga tidak ada curah

jantung. 6

Henti jantung menyebabkan kegagalan perfusi oksigen ke seluruh

jaringan tubuh, sehingga menimbulkan hipoksia atau anoksia jaringan,

terutama organ – organ vital. Keadaan ini menyebabkan timbulnya

perubahan metabolisme dari siklus aerob ke anaerob yang mengakibatkan

tertumpuknya produk – produk intermediet sehingga terjadi akumulasi asam

laktat dan piruvat yang selanjutnya menyebabkan asidosis metabolik.

Asidosis metabolik dapat menyebabkan disfungsi enzim yang berfungsi

sebagai katalisator dan disfungsi mitokondria sel – sel, serta pada akhirnya

kematian sel irreversibel terjadi. Otak merupakan organ vital yang sangat

rentan dengan keadaan iskemi.6

Pertolongan pertama (resusitasi) yang dapat diberikan pada pasien henti

jantung adalah dengan melakukan kompresi jantng. Kompresi jantung

adalah bantuan sirkulasi yang dapat dilakukan dari luar dan dapat pula

dilakukan dari dalam rongga dada melalui torakotomi, apabila kejadiannya

di kamar operasi.6

Berikut adalah penanganan pasien paska henti jantung (post cardiac

arrest patient).7

a. Pemasangan angiografi koroner pada pasien henti jantung di luar rumah

sakit dengan suspek etiologi henti jantung dan terdapat ST elevasi pada

EKG

Page 7: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

5

b. Semua pasien dewasa yang tidak sadar dengan ROSC setelah henti jantung

harus mendapat TTM (Targeted Temperature Management), dengan suhu

target antara 32o – 36o C, dan dipertahankan konstan selama minimal 24

jam.

c. Cegah terjadinya demam setelah dilakukan TTM. Demam setelah

dihangatkan kembali setelah dilakukan TTM berhubungan dengan

perburukan injuri neurologis

d. Cegah dan segera perbaiki hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg,

MAP <65 mmHg) selama penanganan paska henti jantung.

e. Semua pasien yang terresusitasi dari henti jantung namun tidak

menunjukkan adanya kematian atau kematian otak, dapat dievaluasi sebagai

donor organ yang berpotensi.

Tidak adanya tanggapan jantung terhadap usaha resusitasi dibandingkan

dengan tanda – tanda klinis kematian otak merupakan titik dimana

keputusan mengakhiri usaha resusitasi dapat dibuat. Dalam keadaan

darurat, resusitasi dapat diakhiri apabila:6

a. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif

b. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang bertanggung jawab

meneruskan resusitasi (bila tidak ada dokter)

c. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tidak ada dokter

sebenernya)

d. Penolong terlalu capai sehingga tak sanggup meneruskan resusitasi

e. Pasien dinyatakan mati

f. Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada

dalam stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan atau

hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih (sesudah 30

– 60 menit terbukti tidak adanya denyut nadi pada keadaan normotermia

tanpa RJP).

Page 8: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

6

2.1.2 Henti Nafas

Henti nafas disebabkan karena adanya depresi pusat nafas dan

kelumpuhan otot pernafasan. Depresi pusat dapat disebabkan oleh trauma

kapitis, infeksi intrakranial, dan obat – obatan yang memiliki efek depresi

pusat nafas, misalnya beberapa obat anestesia. Kelumpuhan otot pernafasan

dapat disebabkan oleh penyakit infeksi, seperti sindrom Guillan-Barre,

penyakit saraf – otot, seperti Myastenia Gravis, trauma medula spinalis, obat

– obatan, seperti streptomisin, dan penggunaan obat pelumpuh otot.6

Usaha pemberian nafas buatan dapat dilakukan tanpa alat atau dengan

alat bantu nafas, mempergunakan udara ekspirasi penolong atau dengan

udara atmosfir disertai dengan campuran oksigen murni.6

2.2 Mentasi Manusia (Human Mentation)

Hasil resusitasi memengaruhi jenis pengelolaan yang diperlukan pasien

yang telah mendapatkan resusitasi. Apabila pasien tidak memiliki defisit

neurologik dan pasien terpelihara dalam tekanan darah yang normal tanpa aritmia,

pasien jenis ini hanya memerlukan monitor intensif dan observasi terus menerus

terhadap sirkulasi, pernafasan, fungsi otak, hati, dan ginjal. Namun, apabila pasien

memiliki kegagalan satu atau lebih sistem organ, pasien jenis ini memerlukan

bantuan ventilasi atau sirkulasi, terapi aritmia, dialisis atau resusitasi otak.6

Otak merupakan organ yang paling terpengaruh selama henti jantung karena

hipoksemik dan iskemik. Apabila setelah henti jantung dan dilakukan resusitasi

pasien tetap sadar, hendaknya dilakukan usaha untuk memelihara perfusi dan

oksigenasi otak.6

Tahap mentasi manusia adalah tahapan untuk melakukan resusitasi otak.

Tindakan – tindakan bantuan hidup yang berorientasi otak adalah sebagai berikut.

2.2.1 Homeostasis Ekstrakranium

Usaha – usaha yang dapat dilakukan dalam rangka hemeostasis

ekstrakranium antara lain:6,7

a. mengupayakan sistem kardiovaskuler dalam batas normal dengan

pemantauan ketat, sehingga tekanan darah dapat dipertahankan dalam

Page 9: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

7

batas-batas normal, baik dengan terapi cairan maupun penggunaan

obat vasoaktif;

b. ventilasi mekanik, diperlukan untuk mempertahankan variabel gas

darah dalam batas nilai pH 7,3 – 7,6 dengan PaO2 = >60 mmHg dan

<300 mmHg dan PaCO2 = 35 – 45 mmHg;

c. immobilisaasi dengan obat-obatan pelumpuh otot, yang juga dikaitkan

dengan usaha ventilasi mekanik;

d. mengupayakan agar variabel darah dalam batas normal, seperti kadar

elektrolit, gula darah, hemoglobin;

e. mempertahankan keadaan normotermia dan mencegah hipotermia;

f. alimentasi yang adekuat, kalau diperlukan dapat diberikan nutrisi

parenteral;

g. pemantauan yang adekuat terhadap semua organ untuk mengetahui

komplikasi sedini mungkin, seperti misalnya gangguan fungsi hati,

ginjal.

2.2.1.1 Terapi cairan

Berdasarkan penggunaannya, cairan infus dapat dibedakan menjadi:6

a. Cairan pemeliharaan

Cairan pemeliharaan diberikan untuk mengganti kehilangan cairan

tubuh yang dapat dikeluarkan melalu urin, feces, keringat, dan uap air

saat ekspirasi. Jumlah kehilangan cairan tubuh manusia berbeda

berdasarkan umur, dewasa 1,5 – 2 ml/kgBB/jam; anak 2 – 4

ml/kgBB/jam; bayi 4 – 6 ml/kgBB/jam; dan neonatus 3 ml/kgBB/jam.

Kehilangan cairan melalui urin, feces, keringat, dan uap air saat

ekspirasi sedikit sekali mengandung elektrolit, oleh sebab itu cairan

pengganti yang digunakan adalah cairan hipotonis – isotonis, dengan

perhatian khusus untuk natrium, contohnya cairan dextrose 5% dalam

NaCl 0,9%, dextrose 5% dalam ringer laktat. Selain cairan hipotonis –

isotonis dapat pula digunakan cairan nonelekterolit, contohnya

maltose 5%.

Page 10: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

8

b. Cairan pengganti

Tujuan diberikan cairan pengganti adalah untuk mengganti

kehilangan caiaran tubuh yang disebabkan oleh sekuestrasi atau proses

patologi lain, contohnya drainase lambung, dehidrasi, dan perdarahan.

Cairan pengganti yang digunakan adalah cairan kristaloid, misalnya

NaCl 0,9%, atau cairan kristaloid, misalnya dextrans 40.

Cairan kristaloid diindikasikan untuk mengganti cairan dan

eletrolit, namun dapat juga digunakan untuk ekspansi cairan. Elektrolit

pada kristaloid akan terdistribusi dengan mudah melalui cairan

ekstraselular, yang akan diikuti oleh berpindahnya air karena gradien

osmotik. Hal ini menyababkan distribusi cairan kristaloid pada seluruh

cairan ekstravaskuler dengan menyisakan hanya 20% pada

intravaskuler.8 Edema jaringan, seperti pada paru, lambung, dan

jaringna lunak, akan meningkat apabila cairan kristaloid diberikan

pada pasien dengan normovolum.8

c. Cairan untuk tujuan khusus

Cairan tujuan khusus diberikan untuk mengoreksi khusus terhadap

gangguan keseimbangan elektolit, misalnya dengan pemberian

natrium bikarbonat 7,5%.

d. Cairan nutrisi

Cairan nutrisi diberikan untuk memberikan nutrisi parenteral pada

pasien yang tidak dapat, tidak boleh, dan tidak bisa makan per oral.

2.2.1.2 Obat – obatan vasoaktif

Tujuan diberikannya obat-obatan vasoaktif adalah untuk memelihara

tekanan darah sistemik agar dalam batas normal.5,9

a. Epinefrin

Epinefrin merupakan katekolamin endogen yang disintesa di

medulla adrenal. Stimulasi lansung reseptor ß1 miokakardium oleh

epinefrin akan meningkatkan tekanan darah, curah jantung (cardiac

output), dan permintaan oksigen miokardial dengan meningkatkan

kontraktilitas jantung dan denyut jantung (peningkatan laju

Page 11: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

9

depolarisasi spontan fase IV). Stimulasi α1 akan menurunkan aliran

darah ginjal dan limfa, namun akan meningkatkan tekanan perfusi

koroner dengan meningkatkan tekanan diastol aorta. Tekanan darah

sistolik meningkat, walaupun stimulasi ß2 yang memediasi terjadinya

vasodilatasi pada otot-otot skeletal akan menurunkan tekanan darah

diastol.

Dosis epinefrin dalam keadaan emergensi adalah 0,05 – 1 mg

intravena dengan pemberian bolus, bergantung seberapa kompromi

kardiovaskuler. Dalam upaya peningkatan kontraktilitas jantung atau

denyut janutng, infus kontinu disiapkan dengan 1 mg epinefrin dalam

250 mL dan diberikan dengan laju 2 – 2 mcg/menit.

b. Norepinefrin

Stimulasi langsung α1 dengan sedikit aktivitas ß2 menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah vena dan arteri. Peningkatan

kontraktilitas miokardial akibat efek dari stimulasi ß1 bersamaan

dengan vasokonstriksi perifer berkontribuasi dalam peningkatan

tekanan darah arteri. Tekanan sistolik dan diastolik mengalami

peningkatan namun peningkatan afterload dan refleks bradikardia

mencegah peningkatan curah jantung. Ekstravasasi noreinefrin pada

daerah injeksi intravena dapat menyebabkan nekrosis jaringan.

Noreponefrin dapat diberikan melalui bolus (0,1 mcg/kg) atau

menggunakan infus kontinu dengan laju 2 – 20 mcg/menit.

c. Methoxamine

Methoxamine secara farmakologi bekerja seperti phenylephrin dan

bekerja langsung pada agonis reseptor α1. Methoxamine akan

memperpanjang peningkatan tekanan darah karena vasokonstriksi, dan

menyebabkan bradikardi yang yang dimediasi oleh refleks vagal.

Methoxamine tersedia dalam sediaan untuk pemberian parenteral,

namun jarang digunakan.(#)

d. Dopamin

Dopamin merupakan adrenergik direk dan indirek yang nonselektif

dan juga dopaminergikagonis. Penggunaan dopamine dosis rendah

Page 12: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

10

(0,5 – 3 mg/kgBB/menit) mengaktivasi reseptor dopaminergik,

dimana stimulasi reseptor dopaminergik ini mengakibatkan

vasodilatasi pembuluh darah ginjal sehingga terjadi diuresis dan

natriuresis. Penggunaan dopamin dosis sedang (3 – 10

mcg/kgBB/menit) menstimulasi reseptor ßyang menyebabkan

peningkatan kontraktilitas miokardium, denyut jantung, tekanan darah

sistolik, dan curah jantung. Penggunaan dopamin dosis tinggi (10 – 20

mcg/kgBB/menit) memberikan efek pada reseptor α1, yang

menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler perifer (peripheral

vascular resistance) dan penurunan tekanan darah ginjal.

Dopamin sering digunakan pada penanganan kasus syok, untuk

meningktakan curah jantung, support tekanan darah, dan menjaga

fungsi ginjal. Dopamin juga sering dikombinasikan dengan

vasodilator, misalnya nitrogliserin, dengan tujuan mengurangi

afterload yang selanjutnya dapat meningkatkan curah jantung.

e. Dobutamin

Dobutamin merupakan campuran rasemat dari dua isomer dengan

afinitas pada kedua reseptor ßdan ß, dengan selektivitas yang relatif

lebi tinggi untuk resepto ß Efek dobutamin pada sistem

kardiovaskuler adalah peningkatan curah jantung sebagai akibat dari

peningkatan kontraktilitas mikardium. Tekanan pengisian ventrikel

kiri menurun sedangkan aliran darah koroner meingkat.

Pemilihan dobutamin sering digunakan pada pasien dengan gagal

jantung kongestif dan pada pasien dengan coronary artery disease,

walaupun terjadi penningkatan tahanan vaskuler perifer.

Dobutamin diberikan secara infus kontinu dengan laju 2 – 20

mcg/kgBB/menit.

f. Vasopressin

Vasopresin merupakan hormon peptida yang dihasilkan oleh

pituitari posterior sebagai respon terhadap peningkatan tonisitas

plasma atau penurunan tekanan darah. Vasopresin mengaktivasi dua

subtipe reseptor G protein – coupled, dimana reseptor V1 ditemukan di

Page 13: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

11

sel vaskular otot polos dan memediasi vasokonstriksi, dan reseptor V2

ditemukan di sel tubulus ginjal dan menurunkan diuresis melalui

peningkatan permeabilitas air dan reabsorpsi air di tubulus kolektifus

ginjal.

Dosis pemberian vasopresin adalah 10 – 40 mcg (0,1 – 0,4 ml)

dibagi dalam dua sampai tiga dosis diberikan via nasal spray atau via

tablet oral. Vasopresin dapat menyebabkan vasokonstriksi dan

pemberiannya harus dilakukan secara hati – hati terhadap pasien

dengan penyakit jantung koroner.

2.2.1.3 Ventilasi Mekanik

Venitilasi mekanik merupakan pemberian alat bantu mekanik yang

dapat mempertahankan udara sehingga dapat mengalir ke paru – paru.

Tujuan utama penggunaan ventilator mekanik adalah untuk menormalkan

kadar gas darah arteri dan keseimbangan asam basa dengan memberi

ventilasi yang adekuat.10 Ventilasi mekanik memiliki prinsip yang

berlawanan dengan fisiologi ventilasi, yaitu dengan menghasilkan

tekanan positif sebagai pengganti tekanan negatif untuk mengembangkan

paru – paru.11 Kriteria obyektif penggunaan ventilasi mekanik adalah:11

a. Laju nafas > 35x per menit

b. Volume tidal < 5 ml/kgBB

c. Kapasitas < 15 ml/kgBB

d. Oksigenasi: PaO2 < 50 mmHg dengan fraksi oksigen 60%

e. Ventilasi: PCO2 > 50 mmHg

Pola – pola ventilasi pada pemberian ventilasi mekanik yaitu:11,13

a. Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV)

Intermittent Positive Pressure Ventilation atau pernafasan tekanan

positif intermiten merupakan pola umum berupa pengembangan paru

oleh pernerapan tekanan positif ke jalan nafas dan dapat mengempis

secara pasif pada kapasitas fungsi residu. Variabel utama yang

dikendalikan pada pola ventilasi ini meliputi volume tidal, frekuensi

Page 14: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

12

nafas, durasi inspirasi versus ekspirasi, kecepatan aliran inspirasi, dan

konsentrasi oksigen inspirasi.

b. Positive End – Expiratory Pressure (PEEP)

PEEP memungkinkan konsentrasi oksigen inspirasi diturunkan

sehingga mengurangi resiko toksisitas oksigen. PEEP sering berguna

untuk meningkatkan PO2 arterial pada pasien dengan gagal nafas.

Terkadang, penambahan PEEP yang terlalu besar menurunkan PO2

arteri, bukan meningkatkannya. Mekanisme yang mungkin terjadi

meliputi curah jantung sangat menurun sehingga menurunkan PO2

dalam darah vena campuran, penurunan ventilasi daerah dengan

perfusi baik (karena peningkatan ruang mati dan ventilasi ke daerah

dengan perfusi buruk), dan peningkatan aliran darah dari daerah

dengan ventilasi ke daerah tidak dengan ventilasi oleh peningkatan

tekanan jalan nafas. Efek membahayakan PEEP pada PO2 jarang

terjadi.11,14

Pola ventilasi ini cenderung menurunkan curah jantung dengan

menghambat aliran balik vena ke toraks, terutama jika volume darah

yang bersirkulasi menurun karena perdarahan atau syok. Pemasangan

PEEP dalam keadaan tertentu menyebabkan penurunan seluruh

konsumsi oksigen pasien. Konsumsi oksigen menurun karena perfusi

di beberapa jaringan sangat marginal sehingga jika aliran darahnya

menurun lagi, jaringan tidak dapat mengambil oksigen. Selain itu,

PEEP tingkat tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada kapiler paru

akibat regangan tinggi pada dinding alveolar. Tegangan tinggi ini

meningkatkan stres pada dinding kapiler alveolar yang dapat

menyebabkn robekan pada epitel alveolar, endotel kapiler, atau semua

lapisan dinding kapiler alveolar.

Metode PEEP diaplikasikan apabila dengan FiO2 sampai 60%

pasien tidak mampu mencapai PaO2 >60 mmHg, misalnya pada kasus

edema paru akut diberikan metode PEEP dengan tujuan untuk

melawan tekanan hidrostatik/ mendorong cairan dari alveoli menuju

kapiler. Tekanan yang digunakan adalah 5 – 15 cm H2O, apabia

Page 15: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

13

diberikan lebih tinggi dari 15 cm H2O akan meningkatkan tekanan

intratoraks sehingga menyebabkan aliran darah balik menurun dan

drainase cairan likuor terhambat. Oleh sebab itu, aplikasi metode

PEEP perlu dipertimbangkan pada kasus hipovolemik dan hipertensi

intrakranial.6

c. Continous Positive Airway Pressure (CPAP)

CPAP berguna untuk menangani gangguan pernafasan saat tidur

yang disebabkan oleh obstruksi jalan nafas atas. Peningkatan tekanan

diberikan melalui masker wajah. Perbaikan oksigenasi pada pola

ventilasi ini sama dengan PEEP.11

CPAP hanya digunakan pada penderita dengan nafas spontan dan

hanya dapat dikombinasikan dengan metode IMV.6

d. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)

Pola ventilasi IMV merupakan modifikasi dari pola IPPV dimana

pemberian volume tidal besar pada interval yang relatif jarang kepada

pasien diintubasi yang bernafas spontan. IMV sering dikombinasikan

dengan pola ventilasi PEEP atau CPAP. Pemberian IMV berguna

untuk menyapih ventilator dari pasien, dan mencegah oklusi jalan

nafas atas pada apnea tidur obstruktif dengan menggunan CPAP nasal

pada malam hari.11

Pola ventilasi ini dapat digunakan sebagai alternatif lain dari nafas

kendali. Apabila digunakan sebagai alternatif nafas kendali, dimulai

dengan pemberian volume semenit 100 ml/kgBB dengan frekuensi 8 –

10 kali per menit, selanjutnya diatur berdasarkan hasil evaluasi analisi

gas darah dan respons pasien.6

e. Ventilasi Frekuensi Tinggi

Gas darah dapat dipertahankan normal dengan ventilasi tekanan

positif berfrekuensi tinggi (±20 siklus/detik) dengan volume sekuncup

yang rendah (50 – 100 ml). Paru digetarkan bukan dikembangkan

seperti cara konvensional, dan transpor gas terjadi melalui kombinasi

difusi dan konveksi. Salah satu pemakaian pola ventilasi ini adalah

Page 16: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

14

pada pasien yang mengalami kebocoran gas dari paru melalui fistula

bronkopleura.11

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan

pasien dengan ventilator, antara lain:6

a. Intubasi endoktrakeal dan trakeostomi

Pasien yang akan diberikan ventilator mekanik harus dilakukan

intubasi endotrakeal baik nasal ataupun oral dengan pipa endotrakea

yang memiliki balon bertekanan rendah. Trakeostomi dilakukan pada

pasien dengan pemasangan ventilator mekanan lebih dari 5 – 7 hari.

b. Penataan (setting) awal ventilator

Setelah pemasangan intubasi endotrakeal atau trakeostomi telah

dilaksanakan, selanjutnya diberikan nafas buatan dengan pompa

manual, sambil menilai masalah sistem organ yang lain. Selanjutnya,

diberikan metode nafas kendali dengan penataan ventilator:

1) Volume tidal awal = 10 – 15 ml/kgBB, dengan tujuan untuk

membuka alveoli yang sempat kolaps (atelektasis) agar pertukaran

gas lebih baik.

2) Frekuensi nafas pada orang dewasa 12 – 15 kali per menit.

Frekuensi ini relatif lebih lambat untuk mencegah keniakan rasio

VD/VT.

3) Waktu inspirasi (I) : waktu ekspirasi (E) = 1 : 2 menit.

4) Fraksi inspirasi oksigen FiO2= 100% selama 15 – 30 menit.

5) Tekanan inflasi <35 – 40 cm H2O, untuk mencegah barotrauma

atau goncangan kardiovaskular.

6) Pemberian volume inspirasi ±2x atau lebih (sigh) pada periode

tertentu, untuk mencegah atelektasis paru.

Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan setelah 15 – 30 menit

setelah pengaplikasian alat. Hasil yang diperoleh digunakan untuk

menentukan metode ventilasi mekanik yang diberikan.

Page 17: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

15

c. Pemantauan

Pemantauan dilakukan secara ketat dan kontinu pada pasien dan

pada alat. Pemantauan terhdapat beberapa penyulit yang mungkin

terjadi, misalnya barotrauma, juga harus dilakukan. Kejadian penyulit

yang berhubungan dengan masalah ventilasi paling sering disebabkan

karena diskoneksi antara penderita dan mesin atau kebocoran pada

sirkuit pernafasannya.

d. Kebersihan saluran nafas

Pipa endotrakeal dan aplikasi ventilasi mekanik menimbulkan

hipersekresi kelenjar saluran nafas. Timbunan hipersekresi ini, apabila

tidak dibersihkan, dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas dan

atelektasis yang dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas dan

media infeksi.

Upaya cuci bronkus merupakan merupakan tindakan rutin dalam

upaya pemeliharaan kebersihan jalan nafas. Pembersihan jalan nafas

dapat dilakukan dengan melakukan hiperinflasi manual dengan

oksigen 100% memakai alat bantu nafas manual selama 2 – 3 menit.

Sputum yang didapat kemudian dibiakkan dan dilakukan uji

sensitivitas antibiotika minimal satu minggu sekali.

e. Penderita melawan mesin (fighting)

Fighting menunjukkan keadaan dimana penderita dan mesin sudah

tidak padu lagi. Ketidakpaduan ini dapat disebabkan oleh pasien tidak

nyaman, nyeri, hipoksemia, hiperkarbia, pneumotoraks, atau

kerusakan pada mesin ventilator. Perlawanan ini menyebabkan proses

ventilasi – oksigenasi tidak teratur, kebutuhan oksigen meningkat, dan

resiko komplikasi meningkat.

f. Penyulit

1) Infeksi nosokomial

Resiko terjadinya infeksi nosokomial pada pasien dengan

ventilator mekanik sangat tinggi. Resiko inu berkaitan dengan

lamanya aplikasi dan manipulasi yang dilakukan pada jalan nafas

dan manipulasi lain yang tidak mempertahankan asepsis.

Page 18: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

16

VAP (Ventilator Associated Pneumonia) merupakan infeksi

nosokomial kedua tersering dan menempati urutan pertama

penyebab kematian akibat infeksi nosokomial pada pasien

perawatn intensif. Angka mortalitas penderita VAP berkisar 24% –

76% dengan resiko kematian dua sampai sepuluh kali lipat

dibandingkan dengan penderita tanpa pneumonia. Kuman tersering

penyebab terjadinya VAP adalah Pseudomonas aeruginosa,

Acetinobacter spp, dan Stenophomonas maltophilia.12

2) Pneumotoraks

Kecurigaan terhadap pneumotoraks dimulai saat pasien mulai

melawan mesin, bentuk dan gerak dada tidak simetris, suara nafas

tidak simetris antara paru kanan dan kiri, dan terdapat hipotensi

tanpa penyebab yang jelas.

3) Atelektasis

Penyulit ini terjadi karena sumbatan sputum dalam waktu cukup

lama dan immobilisasi dalam waktu yang lama. Pencegahan

terhadap kondisi ini dapat dilakuka dengan mobilisasi, fisioterapi

dada, drainase postural, dan penghisapan sputum. Apabila belum

berhasil, bisa dihisap dengan bantuan bronkoskop lewat pipa

endotrakeal atau trakeostomi.

4) Luka dekubitus

Luka dekubitus disebabkan oleh immobilisasi yang lama.

Kejadian ini dapat dihindari dengan perubahan posisi sessering

mungkin dan dengan pemakaian kasur anti dekubitus.

g. Tunjangan nutrisi

Pasien dengan pemasangan ventilator mekanik tidak dapat makan

sendiri. Oleh karena itu, kebutuhan nutrisinya harus dipenuhi melalui

pipa nasogastrik. Penderita yang tidak boleh makan karena fungsi

saluran cerna tidak berfungsi normal, kebutuhan nutrisi dipenuhi

melalui parenteral.

Kebutuhan kalori per hari berkisar antara 30 – 40 kal/kgBB, protein

1 – 2 g/kgBB dan kebutuhan elemen – elemen lain seperti mineral dan

Page 19: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

17

vitamin. Apabila kebutuhan kalori tidak tercukupi, pasien akan

mengalami kelaparan yang dapat menyebabkan otot – otot mengecil,

enzim – enzim sebagai katalisator berkurang, dan immunoglobulin

serta fraksi protein juga menurun. Hal ini menyebabkan daya tahan

tubuh menurun, sehingga mudah terkena infeksi, penyembuhan luka

terhambat, dan kesulitan dalam proses penyapihan karena otot nafas

yang lemah.

2.2.1.4 Obat – Obat Pelumpuh Otot

a. Succinylcholine

Succinylcholine (diacetylcholine atau suxamethonium) terdiri dari

dua molekul acetylcholine yang bergabung menjadi satu. Obat ini

bekerja cepat (30 – 60 detik) dan dengan durasi yang singkat (<10

menit). Pemanjangan waktu paralisis oleh succinylcholine akibar dari

abnormalitas pesudocholinesterase (atypical cholinesterase) dapat

ditangani dengan melanjutkan penggunaan ventilasi mekanik dan

pemberian obat – obatan sedasi sampai fungsi otot kembali normal.

Dosis dewasa succinylcholine untuk intubasi adalah 1 – 1,5

mg/kgBB intravena. Penggulangan pemberian dengan bolus kecil (10

mg) atau dengan titrasi 1 g pada 500 ml atau 1000 ml dapat diberikan

selama durante operasi.

Pemberian succinylcholine dosis kecil dapat menghasilkan efek

negatif kronotropik dan inotropik, namun pemberian dengan dosis

tinggi dapat meningkatkan laju jantung, kontraktil jantung, serta

meningkatkan level katekolamin di sirkulasi15

b. Rocuronium

Rocuronium dieliminasi di hati dan sebagian kecil dieliminasi di

ginjal. Durasi kerja dari rocuronium tidak secara signifikan

dipengaruhhi oleh penyakit ginjal, namun durasi kerja rocuronium

dapat memanjang apabila pasien memiliki kegagalan fungsi hati dan

kehamilan. Rocuronium merupakan pilihan terbaik, dibandingkan

Page 20: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

18

vecuronium, untuk pemilihan obat – obat pelemas otot untuk pasien

yang membutuhkan infus lama di ruang terapi intensif.15

Dosis awal rocuronium untuk intubasi adalah 0,45 – 0,9 mg/kgBB

intravena dengan dosis pemeliharaan 0,15 mg/kgBB secara bolus.

Kerja rocuronium dapat memanjang pada pasien tua, karena massa

hati pasien tua berkurang. Rocuronium memiliki onset aksi yang

menyerupai succinylcholine (60 – 90 detik) dan dapat digunakan pada

rapid-sequence induction.15

c. Atracurium

Atracurium memiliki struktur benzylisoquinolone. Obat ini

termasuk obat – obatan pelumpuh otot nondepolarisasi.

Dosis yang diberikan untuk intubasi adalah 0, 5 mg/kg intravena.

Relaksasi intraoperatif dapat diberikan dengan dosis awal 0,25 mg/kg.

Kemudian diberikan dengan dosis pemeliharaan 0,1 mg/kg setiap 10 –

20 menit. Atracurium bekerja lebih singkat pada anak dan balita

dibanding pada dewasa.15

Atracurium memicu pelepasan histamin dosis dependen dengan

dosis >0,5 mg/kg. Atracurium sebaiknya tidak diberikan pada pasien

dengan asma karena dapat menyebabkan bronkospasme.

d. Pancuronium

Pancuronium dimetabolisme di hati, dimana hasil sisa metabolisme

dapat memblok aktivitas neuromuskular. Obat ini diekskresi di ginjal.

Dosis pancuronium untuk intubasi 2 – menit adalah 0,08 – 0,12

mg/kgBB. Relaksasi otot intraoperatif dapat dicapai dengan

memberikan dosis awal 0,04 mg/kgBB dengan dosis pemeliharaan

0,01 mgkgBB.15

Efek samping pemberian pancuronium antara lain hipertensi,

takikardi, aritmia, dan reaksi alergi.

2.2.2 Homeostasis Intrakranium

Usaha – usaha yang dapat dilakukan dalam rangka hemeostasis

intrakranium antara lain: 6

Page 21: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

19

a. monitor tekanan intrakranium. Setelah cedera kepala dan pada pasien

dengan ensefalitis dianjurkan untuk memonitor tekanan intrakranium

dengan menggunakan baut tengkorak berongga, untuk pasien koma

bukan karena trauma, atau dengan menggunakan kateter ventrikel,

untuk pasien koma karena trauma.

b. mengendalikan tekanan intrakranium pada tekanan ≤15 mmHg

dengan:

1) hiperventilasi lebih lanjut (PaCO2 sampai 20 mmHg)

2) drenase CSS ventrikel

3) manitol 0,5 g/kg IV ditambah dengan 0,3 g/kg/jam intravena

4) obat-obatan diuretik, misalnya furosemid 0,5 – 1,0 mg/kg intravena

5) tiopenton atau pentobarbital 2 – 5 mg/kg intravena, diulangi

seperlunya

6) kortikosteroid, misalnya metilprednisolon 5 mg/kgBB intravena

diikuti dengan 1 mg/kgBB tiap 6 jam intravena, atau deksametason

1 mg/kgBB intrevena diikuti dengan 0,2 mg/kgBB tiap 6 jam

selama 2 – 5 hari

7) hipotermia (32o – 36oC) jangka pendek (dengan ventilasi kendali,

pelumpuh otot, anestetika, vasodilator).

8) Obat – obatan sedatif, hipnotik, atau analgetik narkotik apabila

diperlukan

c. Monitor fungsi otak, dengan:

1) EEG

2) EEG komputer (monitor fungsi otak = “cerebral function monitor”)

2.2.2.1 Diuretik

a. Mannitol

Mannitol merupakan obat – obatan osmotik diuretik. Penyerapan

mannitol sangat buruk pada sistem pencernaan saat diberikan per oral,

sehingga menyebabkan diare osmotik. Mannitol diberikan secara

intravena apabila ingin mendapatkan efek sistemik. Obat ini tidak

Page 22: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

20

dimetobolisme dan disekresikan melalui filtrasi glomerulus setelah 30

– 60 menit tanpa adanya reabsorpsi tubular ataupun sekresi.

Sifat osmotik diuretik yang dimiliki oleh mannitol menyebabkan

cairan meninggalkan sel sehingga menurunkan volume intraselular.

Sifat inilah yang digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial

pada pasien dengan kondisi neurologis. Dosis mannitol yang diberikan

1 – 2 kg/kgBB intravena. Tekanan intrakranial harus dimonitor selama

60 – 60 menit.16

2.2.2.2 Steroid

Beberapa penelitian menunjukkan steroid mampu menurunkan

vasogenik serebral edema. Penurunan tekanan intrakranial akan menurun

dalam dua sampai lima hari. Regimen yang sering digunakan adalah

deksamethasome 4 mg tiap 6 jam. Pemberian steroid pada kelainan

neurologis, seperti traumatic brain injury atau spontaneous intracerebral

hemorrhage, tidak memberikan suatu keuntungan.14

2.2.2.3 Hipotermia

Hipotermia adalah keadaan dimana suhu tubuh <36oC. Keadaan ini

mampu mengurangi kebutuhan oksigen yang dimetabolisme dan dapat

menjadi faktor protektif dalam keadaan iskemi otak dan jantung.

Hipotalamus mempertahankan suhu inti tubuh dalam kondisi normal.

Kenaikan suhu inti tubuh dapat memicu berkeringat dan vasodilatasi,

sebaliknya penurunan suhu inti tubuh dapat menyebabkan vasokonstriksi

dan menggigil.

Hipotermia dapat menjadi faktor neuro protektif dengan menurunkan

kadar rangsangan asam amino. Selain itu, hipotermia memiliki efek

antioksidan dan efek antiinflamasi. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa hipotermia efektif dalam penanganan hipoksia/ iskemia pada

dewasa dan neonatus.18 Mekanisme protektif hipotermia terhadap

penurunan tekanan intrakranial berhubungan dengan penurunan

konsumsi energi dengan menghambat sinyal intraseluler, seperti

pergerakan kalsium yang dapat mencegah kehabisan ATP dan produksi

Page 23: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

21

radikal bebas. Hipotermia memodulasi kaskade apoptosis dan inflamasi,

sehingga menyebabkan sintesa protein apoptotic dan trofik, sehingga

terjadi penurunan eksitasi neurotransmitter dan respons inflamasi.19

2.2.2.4 EEG

Electroencephalogram (EEG) menunjukkan aktifitas elektrik neuron

otak yang ditunjukkan dengan sinyal elektik. Aktifitas elektrik otak

ditangkap oleh elektroda yang dipasangkan pada kulit kepala dan

teramplikasi pada mesin EEG yang ditunjukkan sebagai gelombang otak.

Batasan EEG terkait sensitifitasnya meliputi: 1) aktifitas abnormal

otak tidak dapat terdeteksi saat lokasi keabnormalitasan terlalu sempit

pada permukaan otak (keterlibatan permukaan korteks ±4 cm2), foci

terletak terlalu dalam di otak (mesial aspect and inferior aspect of the

cortex), dan keterbatasan waktu pengambilan sampel; 2) kualitas teknik

yang buruk; dan 3) interpretasi signifikasi abnormalitas EEG pada setting

klinis. Batasan EEG terkain spesifitasnya meliputi: 1) ditemukan sampai

10% abnormalitas EEG non spesifik pada orang normal; 2) aktifitas

paroxysmal epileptiform tanpa adanya tanda klinis kejang; 3) benign

focal epileptiform dilepaskan pada anak-anak tanpa kejang.20

Gambar 1. Pemasangan elektroda EEG pada kulit kepala

Ritme Frekuensi Deskripsi

Alfa 8 – 13 Hz Ritme posterior dominan

Page 24: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

22

Beta >13 Hz

normal, ditemukan ketika

tidur, terutama pada bayi

dan anak – anak

Theta 4 – 7 Hz ditemukan ketika kantuk

dan tidur

Delta < 4 Hz tidur tahap IV Tabel 1. Ritme EEG

Respon mioklonik berhubungan dengan cemas, alkohol, drug

withdrawal, dan sindrom parkinsonisme. Respon ini termasuk respon

normal. Respon fotoparoxymal paling sering dijumpai pada tingkat

kilasan 15 – 20 Hz dan dijumpai pada orang dengan epilepsi generalisasi

primer, namun dapat juga dijumpai pada pasien dengan keadaan drug

withdrawal (± 2% ditemukan pada orang normal).20

Gambar 2. Respons fotomyoklonik

Gambar 3. Respon fotoparoxymal

Page 25: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

23

2.3 Perawatan Intensif (Intensive Care)

Kriteria pasien masuk perawatan intensif berdasarkan parameter obyektif

terbagi menjadi:6

a. Tanda vital

Pasien yang layak masuk perawatan intensif memiliki tanda – tanda vital

sebagai berikut:

1) Nadi <40x/menit atau >140x/menit

2) Tekanan darah sistolik arteri <80 mmHg atau 20 mmHg di bawah

tekanan darah pasien sehari – hari

3) Mean arterial pressure <60 mmHg

4) Tekanan darah diastolik arteri >120 mmHg

5) Frekuensi nafas >35x/menit

b. Nilai laboratorium

Pasien yang layak masuk perawatan intensif memiliki nilai laboratorium

sebagai berikut:

1) Natrium serum <110 mEq/L atau >170 mEq/L

2) Kalium serum <2,0 mEq/L atau 7,0 mEq/L

3) PaO2 <50 mmHg

4) pH <7,1 atau >7,7

5) Glukosa serum >800 mg/dl

6) Kalsium serum >15 mg/dl

7) Kadar toksik obat atau bahan kimia lain dengan gangguan

hemodinamik dan neurologis

c. Radiografi/ ultrasonografi/ tomografi

Pasien yang layak masuk perawatan intensif memiliki gambaran

radiografi/ ultrasonografi/ tomografi sebagai berikut:

1) Perdarahan vaskular otak, kontusio atau perdarahan subarchnoid

dengan penurunan kesadaran atau tanda defisit neurologis fokla

2) Ruptur organ dalam, kandung kemih, hepar, varises esophagus atau

uterus dengan hemodinamik tidak stabil

3) Diseksi aneurisma aorta

d. Elektrokardiogram

Page 26: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

24

Pasien yang layak masuk perawatan intensif memiliki gambaran

elektrokardiogram sebagai berikut:

1) Infark miokard dengan aritmia kompleks, hemodinamik tidak stabil

atau gagal jantung kongestif

2) Ventrikel takikardi menetap atau fibrilasi

3) Blokade jantung komplit dengan hemodinamik tidak stabil

e. Pemeriksaan fisik (onset akut)

Pasien yang layak masuk perawatan intensif memiliki hasil pemeriksaan

fisik sebagai berikut:

1) Pupil anisokor pada pasien tidak sadar

2) Luka bakar >10% BSA

3) Anuria

4) Obstruksi jalan nafas

5) Koma

6) Sianosis

7) Kejang berlanjut

8) Tamponade jantung

2.3.1 Terapi Nutrisi dalam Perawatan Intensif

Peningkatan pelepasan mediator – mediator inflamasi, seperti IL-1, IL-6,

dan TNF, dan peningkatan produksi counter regulatory hormone, seperti

katekolamin, kortisol, dan glukagon, pada pasien dalam keadan kritis

menimbulkan efek pada status metabolik dan nutrisi pasien.21

Level serum albumin merupakan jenis protein yang sering diukur. Level

albumin yang rendah merefleksikan status nutrisi penderita yang

dihubungkan dengan proses penyakit dan atau proses pemulihan. Penurunan

sintesesa albumin, pergeseran distribusi dari ruangan intrvaskular ke ruang

interstitial, dan pelepasan hormon yang meningkatkan destruksi

metabolisme albumin dapat dijumpai apabila level albumin rendah. Level

serum hemoglobim dan trace elements, seperti Mg2+ dan fosfor merupakan

indikator tambahan biokimia. Hemoglobin digunakan sebagai indikator

kapasitas angkut oksigen, sedangkan magnesium dan fosfor digunakan

Page 27: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

25

sebagai indikator gangguan jantung, saraf, dan neuromuskular. Selain itu,

Delayed Hypersensitivity dan Total Lymphocyte Count dapat digunakan

untuk mengukur fungsi imun.21

Keseimbangan nitrogen dapat digunakan untuk menegakkan keefektifan

terapi nutrisi. Nitrogen secara kontinu terakumulasi dan hilang melalui

pertukaran yang bersifat homeostatik pada jaringan protein tubuh.

Keseimbangan nitrogen dapat dihitung dengan menggunakan formula yang

mempertimbangkan nitrogen urin 24 jam, dalam bentuk nitrogen urea urin

(NUU), dan nitrogen dari protein dalam makanan:

Keseimbangan Nitrogen = {(dietary protein : 6,25) – (NUU : 0,8) + 4}

Keseimbangan nitrogen positif menunjukkan asupan nitrogen melebihi

ekskresi nitrogen, dan menggambarkan bahwa asupan nutrisi ukup untuk

terjadinya anabolisme dan mempertahanakn lean body mass. Keseimbangan

nitrogen negatif ditandai dengan ekskresi nitrogen yang melebihi oksigen.

Kebutuhan kalori dapat juga dihitung menggunakan rumus ”role of

thumb”, yaitu 25 – 30 kkal/kgBB/hari. Penetapan Resting Energy

Expenditure (REE) atau Basal Metabolic Rate (BMR) harus dilakukan

sebelum pemberian nutrisi. REE merupakan pengukuran jumlah energi yang

dikeluarkan untuk mempertahankan kehidupan pada kondisi istriahat dan 12

– 18 jam setelah makan.

Gambar perhitungan Basal Energy Expenditure

Page 28: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

26

Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting. Setiap gram

karbohidrat menghasilkan ±4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam makanan

sebaiknya berkisar 50% - 60% dari kebutuhan kalori. Kecepatan pemberian

glukosan pada pasien dewasa maksimal 5 mg/kgBB/menit.

Komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral maupun

parenteral sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 30% -

50% dari total kebutuhan. Satu gram lemk menghasilkan 9 kalori.selama

hari – hari pertama pemberian emulsi lemak khususnya pada pasien yang

mengalami stress, pemberian infus dianjurkan selambat mungkin, yaitu

pemberian emulsi Long Chain Triglyseride (LCT) <0,1 g/kgBB/mjam dan

emulsi campuran Medium Chain Triglyseride (MCT) / Long Chain

Triglyseride (LCT) dengan kecepatan pemberian < 0,15 g/kgBB/jam.

Pemberian protein (asam – asam amino) menurut Recommended Dietary

Allowance (RDA) adalah 0,8 g/kgBB/hari atau ±10% dari total kebutuhan

kalori. Rata – rata kebutuhan protein dewasa muda sebesar 0,75

g/kgBB/hari. Namun, selama masa kritis, kebutuhan protein meningkat

menjadi 1,2 – 1,5 g/kgBB/hari.

Pasien perawatan intensif membutuhkan vitamin – vitamin A, E, K, B1

(thiamin), B3 (niasin), B6 (piridoksia), C, asam pantotenat, dan asam folat

lebih banyak dibandingkan kebutuhan normal sehari –hari. Pemberian

thiamin, asam folat, dan vitamin K mudah menyebabkan infeksi.

Nutrisi tambahan berupa growth hormone, glutamine, branched – chain

amino acids, novel lipids, omega-3 fatty acid, arginine, dan nucleotides

dapat diberikan untuk memodulasi respon metabolik dan sistem imun.

Imunonutrisi dapat menurunkan komplikasi infeksi, tapi tidak berhubungan

dengan mortalitas secara umum.

Rute pemberian nutrisi dipilih rute yang mampu menyalurkan nutrisi

dengan morbiditas minimal. Penggunaan nutrisi parenteral di Inggris sudah

mulai dikurangi sejak 15 tahun yang lalu. Hal ini disebabkan karena terjadi

perubahan sistem imun dan gangguan pada usus melalui jalur GALT (Gut

Page 29: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

27

Associated Lymphatic System), yang merupakan stimulasi proinflamasi

selama kelaparan usus. Abnormalitas sekuner lainnya adalah perubahan

permeabilitas atau bahkan translokasi kuman. Meskipun rute pemberian

melalui enteral lebih dipilih, namun nutrisi enteral tidak selalu tersedia, dan

untuk kasus tertentu kurang aman.

Pemberian nutrisi enteral, pipa nasal lebih dianjurkan daripada oral,

kecuali pasien dengan fraktur basis cranii, dimana dapat terjadi resiko

penetrasi ke intrakranial. Pipsa naso-jejunal dapat digunakan jika terjadi

kelainan pengosongan lambung yang menetap dengan pemberian obat

prokinetik. Alternatif lain untuk pemberian nutrisi enteral jangka panjang

adalah dengan gastrotomi dan jejuunum perkutans. Pemberian nutrisi enteral

adalah faktor resiko independen pneumonia nosokomial yang berhubungan

dengan ventilasi mekanik. Cara pemberian sedini dan benar akan

menurunkan kejadian pneumonia.

Pemberian nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat

dipenuhi dengan baik. Pemberian nutrisi parenteral bertujuan untuk dapat

beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin. Infeksi dapat terjadi pada

pemberian nutrisi parenteral.

Page 30: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

27

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijelaskan, maka dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Penanganan Bantuan Hidup Jangka Panjang terbagai menjadi beberapa

tahap, yaitu Gauging (Penilaian), mentasi manusia (Human mentation), dan

pengelolaan intensif (Intensive care).

2. Tahap penilaian (Gauging) dapat dilakukan dengan tahap untuk menentukan

dan memberi terapi penyebab kematian, serta menilai sejauh mana pasien

masih bisa diselamatkan.

3. Tahap mentasi manusia (Human Mentation) adalah tahapan untuk

melakukan resusitasi otak. Tahapan ini dapat dilakukan dengan cara

menjaga homeostasis intrakranium dan homeostasis ekstrakranium.

4. Tahap pengelolaan intensif (Intensive care), yaitu resusitasi jangka panjang.

Tahap ini merupakan pengelolaan intensif berorientasikan otak pada

penderita dengan kegagalan organ multipel pasca resusitasi.

Page 31: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

cDAFTAR PUSTAKA

1. Saifuddin, Abdul Bari. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal. 10th ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 2002.

2. Lantip R. Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed [Internet]. Purwokerto;

[cited 7 April 2017]. Available from: http://fk.unsoed.ac.id/sites/default/

files/img/modul%20labskill/genap%20II/Genap%20II%20%20Resuitasi%2

0Jantung%20Paru%20dan%20otak.pdf.

3. Pertolongan Pertama, Save Life [Internet]. Rsudrsoetomo.jatimprov.go.id.

2017 [cited 7 April 2017]. Available from:http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.

id/id/index.php/2014-11-20-16-51-43/2014-11-24-13-37-43/245-pertolong

an-pertama-save-life.

4. Safar P. Resusitasi Jantung Paru Otak. 1st ed. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia; 1984.

5. Yang dari dr ronald

(*) buku dr cok

(&) miller

(%) AHA 2015

(#) katzung

(^)Franzon D, Kache S. MANAGEMENT OF HEAD INJURY &

INTRACRANIAL PRESSURE [Internet]. 1st ed. California; [cited 20 April

2017]. Available from:

http://peds.stanford.edu/Rotations/picu/pdfs/7_ICP.pdf

($) andresen M, Gazmuri J, Marín A, Regueira T, Rovegno M. Therapeutic

hypothermia for acute brain injuries. Scandinavian Journal of Trauma,

Resuscitation and Emergency Medicine [Internet]. 2015 [cited 20 April 2017];23(1).

Available from:

http://www.immediatecaretraining.ie/assets/Therapeutic_hypothermia_for_acute

_brain_injuries.pdf

Page 32: BANTUAN HIDUP JANGKA PANJANGerepo.unud.ac.id/id/eprint/13796/1/871bf5c7b322cd841fac87c4e465… · dilakukan dengan ventilasi buatan dan oksigenasi pada paru secara darurat. Bantuan

(.)Castillo L, Gopinath S, Robertson C. Management of Intracranial Hypertension.

National Incstitute of Health [Internet]. 2008 [cited 20 April 2017];26(2):521 - 541.

Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2452989/pdf/nihms56358.pdf

Grossbach I, Stanberg S, Chlan L. Promoting effective communication for patients

receiving mechanical ventilation. Pubmed [Internet]. 2010 [cited 22 April

2017];31(3):46 - 60. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20807893

(;) usu

(w)

(b) Pranggono E. VENTILASI MEKANIK [Internet]. 1st ed. Bandung: RS dr. Hasan

Sadikin/ FK Unpad; [cited 21 April 2017]. Available from:

http://repository.unpad.ac.id/8382/1/ventilasi_mekanik.pdf

(o) Tat O. EEG Basics and Interpretation. Lecture presented at; University

Children’s Medical Institute National University Health System Singapore.