Top Banner
BAKTERI PADA SISTEM SYARAF Nama : 1. Ocha Poetra 05 – 145 2. Nani Yuanita 05 – 044 Universitas Kristen Indonesia
24

Bakteri Pada Sistem Syaraf

Dec 01, 2015

Download

Documents

Ochabianconeri

mikrobiologi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bakteri Pada Sistem Syaraf

BAKTERI PADA SISTEM SYARAF

Nama : 1. Ocha Poetra 05 – 145

2. Nani Yuanita 05 – 044

Universitas Kristen Indonesia

Fakultas Kedokteran

Page 2: Bakteri Pada Sistem Syaraf

Bakteri Patogen Sistem Saraf

1. Neisseria meningitides

Klasifikasi ilmiah

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Class : Beta Proteobacteria

Ordo : Neisseriales

Famili : Neisseriaceae

Genus : Neisseria

Spesies : Neisseria meningitides

Karakteristik

Penyakit Meningokokus adalah satu penyakit berjangkit. Neisseria menigitides

(meningokokus) merupakan bakteri kokus gram negatif yang secara alami hidup di dalam

tubuh manusia. Memiliki kapsul (polysaccharide). Meningokokus bisa menyebabkan infeksi

pada selaput yang menyelimuti otak dan sumsum tulang belakang (meningitis), infeksi darah,

dan infeksi berat lainnya pada dewasa dan anak-anak.

Patogenesis

Manusia adalah satu-satunya inang dimana meningococci menjadi patogen. Hidung

dan tenggorokan merupakan pintu masuk bagi penyakit yang disebabkan oleh meningococci.

Penularannya melalui droplet.

Pada organ tersebut, organisme menempel pada sel epitel dengan bantuan pilinya;

mereka membentuk flora transient (yang berumur pendek) tanpa menampakkan gejala. Dari

hidung dan tenggorokan (nasopharynx), organisme menuju aliran darah menimbulkan

bakteremia; gejala yang timbul mungkin mirip dengan infeksi pada saluran pernafasan atas.

Fulminant meningococcemia lebih parah lagi dengan demam yang tinggi dan ruam-ruam

yang bisa menjadi koagulasi diseminasi intravaskular dan kolaps pada aliran darah (sindrom

Waterhouse-Friderichsen). Meningitis adalah suatu komplikasi yang paling banyak ditemui

pada meningococcemia. Muncul gejala mendadak dengan sakit kepala yang terus-menerus,

Page 3: Bakteri Pada Sistem Syaraf

muntah, dan leher kaku dan hal ini dapat berkembang ke arah koma hanya dalam waktu

beberapa jam.

Selama proses meningococcemia, terdapat thrombosis pada pembuluh darah kecil di

berbagai organ, dengan infiltrasi perivaskuler dan petechial hemorrhages. Mungkin terjadi

myocarditis interstisial, arthritis dan lesi pada kulit. Pada meningitis, selaput otak akan

terinflamasi akut dengan thrombosis pada pembuluh darah dan eksudasi pada leukosit

polimorfonukleat, sehingga permukaan otak akan tertutupi oleh eksudat nanah yang kental.

Tidak diketahui apa yang mengubah sebuah infeksi yang tanpa gejala pada hidung

dan tenggorokan menjadi meningococcemia dan meningitis, namun hal ini dapat dicegah

dengan antibodi serum bakterisidal spesifik yang dapat melawan senotipe yang menginfeksi.

Neisseria bakterimia menyukai kondisi yang tidak ada antibodi bakterisidalnya (IgM dan

IgG), terhambatnya kinerja serum bakterisidal oleh blokade antibodi IgA atau kekurangan

komponen-komponen komplemen (C5, C6, C7 atau C8). Meningococci siap berfagositosis

dalam keadaan opsonin spesifik.

Infeksi berlaku secara epidemik terutama di kalangan anak-anak yang berumur 5

tahun ke bawah. Yang paling rentan ialah bayi berumur 6 - 24 bulan. Persentase kematian

pada anak-anak mencapai 80% jika tidak dirawat. Dengan perawatan persentase ini dapat

berkurang 10% dalam populasi. Persentase komplikasi neurologi rendah jika dibandingkan

dengan meningitis yang disebabkan oleh organisme lain.

Kekebalan

Kekebalan terhadap infeksi yang disebabkan oleh meningococci berkaitan dengan

keberadaan antibodi bakterisidal yang spesifik, komplemen-dependent dalam serum.

Antibodi-antibodi ini berkembang setelah infeksi subklinis dengan strain yang berbeda

atau injeksi antigen grup spesifik, tipe spesifik, atau kedua-duanya. Antigen kekebalan untuk

kelompok A, C, Y, dan W-135 adalah polisakarida kapsuler. Pada kelompok B, antigen

spesifik yang cocok digunakan sebagai vaksin, belum terdefinisikan; namun vaksin dari

kelompok B dengan campuran antigen telah digunakan di banyak bagian dunia. Vaksin yang

berkonjugasi untuk beberapa kelompok sedang dalam perkembangan dan memberikan

harapan besar. Balita mempunyai kekebalan pasif melalui antibodi IgG yang ditransfer dari

ibunya. Anak-anak dibawah usia 2 tahun tidak mudah menghasilkan antibodi ketika

diimunisasi dengan bakteri meningococci atau bakteri polisakarida lainnya.

Page 4: Bakteri Pada Sistem Syaraf

Pengobatan

Penicillin G adalah obat yang dipilih untuk mengobati penyakit ini. Chlorampenicol

atau cephalosporin generasi ketiga seperti cefotaxime atau ceftriaxone digunakan untuk orang

yang alergi terhadap penicillin. Rifampin 600 mg 2 kali sehari selama 2 hari secara oral ( atau

minocycline 100 mg setiap 12 jam ) dapat menghilangkan keberadaan carrier dan bekerja

sebagai chemoprophylaxis.

Pencegahan

Kasus klinis dari meningitis hanya memperlihatkan sedikit sumber infeksi, dan isolasi

hanya menjadi kegunaan yang terbatas. Lebih penting lagi adalah pengurangan kontak

personal pada populasi yang memiliki tingkat carrier yang tinggi. Hal ini dapat dicapai

dengan menghindari kepadatan populasi. Polisakarida spesifik dari kelompok A, C, Y, dan

W-135 dapat menstimulasi respon antibodi dan melindungi orang yang rentan untuk melawan

infeksi.

2. Listeria monocytogenes

Klasifikasi ilmiah

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Class : Basilli

Ordo : Bacillales

Family : Listeriaceae

Genus : Listeria

Spesies : Listeria monocytogenes

Karakteristik

Bakteri ini merupakan bakteri Gram-positif, dan motil/bergerak dengan menggunakan

flagella. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 1-10% manusia mungkin memiliki L.

Page 5: Bakteri Pada Sistem Syaraf

monocytogenes di dalam ususnya. Bakteri ini telah ditemukan pada setidaknya 37 spesies

mamalia, baik hewan piaraan maupun hewan liar, serta pada setidaknya 17 spesies burung,

dan mungkin pada beberapa spesies ikan dan kerang. Bakteri ini dapat diisolasi dari tanah,

silage (pakan ternak yang dibuat dari daun-daunan hijau yang diawetkan dengan fermentasi),

dan sumber-sumber alami lainnya. Sebagai bakteri yang tidak membentuk spora, L.

monocytogenes sangat kuat dan tahan terhadap efek mematikan dari pembekuan,

pengeringan, dan pemanasan. Sebagian besar L. monocytogenes bersifat patogen pada tingkat

tertentu.

Gejala Penyakit

Listeriosis merupakan nama penyakit yang disebabkan oleh L. monocytogenes. Secara

klinis, suatu penyakit disebut listeriosis apabila L. monocytogenes diisolasi dari darah, cairan

cerebrospinal (cairan otak dan sumsum tulang belakang), atau dari tempat lain yang

seharusnya steril (misalnya plasenta, janin).Gejala listeriosis termasuk septicemia (infeksi

pada aliran darah), meningitis (radang selaput otak) atau meningoencephalitis (radang pada

otak dan selaputnya), encephalitis (radang otak), dan infeksi pada kandungan atau pada leher

rahim pada wanita hamil, yang dapat berakibat keguguran spontan (trimester kedua/ketiga)

atau bayi lahir dalam keadaan meninggal. Kondisi di atas biasanya diawali dengan gejala-

gejala seperti influenza, antara lain demam berkepanjangan. Dilaporkan bahwa gejala-gejala

pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare dapat merupakan bentuk awal dari

listeriosis yang lebih parah, namun mungkin juga hanya gejala itu yang terjadi. Secara

epidemiologi, gejala pada saluran pencernaan berkaitan dengan penggunaan antasida atau

cimetidine (antasida dan cimetidine merupakan obat-obatan yang berfungsi menetralkan atau

mengurangi produksi asam lambung). Waktu mulai timbulnya gejala listeriosis yang lebih

parah tidak diketahui, tetapi mungkin berkisar dari beberapa hari sampai tiga minggu. Awal

munculnya gejala pada saluran pencernaan tidak diketahui, tetapi mungkin lebih dari 12 hari.

Dosis infektif L. monocytogenes tidak diketahui, tetapi diyakini bervariasi menurut strain dan

kerentanan korban. Dari kasus yang disebabkan oleh susu mentah atau susu yang proses

pasteurisasinya kurang benar, diduga kurang dari 1000 organisme dapat menyebabkan

penyakit pada orang-orang yang rentan. L. monocytogenes dapat menyerang epithelium

(permukaan dinding) saluran pencernaan. Sekali bakteri ini memasuki sel darah putih (tipe

monocyte , macrophage , atau polymorphonuclear ) dalam tubuh korbannya, bakteri ini

masuk ke aliran darah (septicemia) dan dapat berkembang biak. Keberadaannya di dalam sel

fagosit memungkinkannya memasuki otak, dan pada wanita hamil, mungkin masuk ke janin

Page 6: Bakteri Pada Sistem Syaraf

melalui plasenta. Sifat patogenik L. monocytogenes berpusat pada kemampuannya untuk

bertahan.

Makanan Terkait

L. monocytogenes dikaitkan dengan makanan seperti susu mentah, susu yang proses

pasteurisasinya kurang benar, keju (terutama jenis keju yang dimatangkan secara lunak), es

krim, sayuran mentah, sosis dari daging mentah yang difermentasi, daging unggas mentah

dan yang sudah dimasak, semua jenis daging mentah, dan ikan mentah atau ikan asap.

Kemampuannya untuk tumbuh pada temperatur rendah hingga 3°C memungkinkan bakteri

ini berkembang biak dalam makanan yang disimpan di lemari pendingin.

Pencegahan

Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang

dimasak, dipanaskan dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi karena bakteri

ini terbunuh pada temperatur 75°C. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yakni

apabila makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan

(misalnya alas pemotong) yang terkontaminasi.

Populasi Rentan

Populasi yang rentan pada listeriosis yaitu:

• wanita hamil/janin – infeksi perinatal (sesaat sebelum dan sesudah kelahiran) dan

Neonatal (segera setelah kelahiran)

• orang yang sistem kekebalannya lemah karena perawatan dengan corticosteroid

(salahsatu jenis hormon), obat-obat anti kanker, graft suppression therapy (perawatan

setelah pencangkokan bagian tubuh, dengan obat-obat yang menekan sistem kekebalan

tubuh), AIDS;

• pasien kanker – terutama pasien leukemia;

• lebih jarang dilaporkan – pada pasien penderita diabetes, pengecilan hati ( cirrhotic),

asma, dan radang kronis pada usus besar ( ulcerative colitis );

• orang-orang tua;

• orang normal—beberapa laporan menunjukkan bahwa orang normal yang sehat

dapat menjadi rentan, walaupun penggunaan antasida atau cimetidine mungkin

berpengaruh.

Page 7: Bakteri Pada Sistem Syaraf

Kasus listeriosis yang pernah terjadi di Swiss, yang melibatkan keju, menunjukkan

bahwa orang sehat dapat terserang penyakit ini, terutama bila makanan terkontaminasi

organisme ini dalam jumlah besar.

3. Mycobacterium leprae

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom : Bacteria

Filum : Actinobacteria

Class : Actinomycetales

Ordo : Corynebacterineae

Family : Mycobacteriaceae

Genus : Mycobacterium

Spesies : Mycobacterium leprae

Mycobacterium leprae, juga disebut Basillus

Hansen, adalah bakteri yang menyebabkan penyakit kusta

(penyakit Hansen) yaitu infeksi menahun yang terutama ditandai oleh adanya kerusakan saraf

perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), kulit, selaput lendir hidung, buah zakar

(testis) dan mata. Bakteri ini merupakan bakteri intraselular. M. leprae merupakan gram-

positif berbentuk tongkat (basil). Mycobacterium leprae mirip dengan Mycobacterium

tuberculosis dalam besar dan bentuknya.

Cara Penularan

Cara penularan lepra belum diketahui secara pasti. Jika seorang penderita lepra berat

dan tidak diobati bersih, maka bakteri akan menyebar ke udara. Sekitar 50% penderita

mungkin tertular karena berhubungan dekat dengan seorang yang terinfeksi. Infeksi juga

mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo, kutu busuk dan nyamuk.

Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena

sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Penyakit yang terjadi bisa ringan (lepra

tuberkuloid) atau berat (lepra lepromatosa). Penderita lepra ringan tidak dapat menularkan

penyakitnya kepada orang lain. Lebih dari 5 juta penduduk dunia yang terinfeksi leh kuman

ini. Lepra paling banyak terdapat di Asia, Afrika, Amerika Latin dan kepulauan Samudra

Page 8: Bakteri Pada Sistem Syaraf

Pasifik. Infeksi dapat terjadi pada semua umur, paling sering mulai dari usia 20-an dan 30-an.

Bentuk lepromatosa 2 kali lebih sering ditemukan pada pria.

Gejala

Bakteri penyebab lepra berkembang biak sangat lambat, sehingga gejalanya baru

muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7).

Gejala dan tanda yang muncul tergantung kepada respon kekebalan penderita.

Jenis lepra menentukan prognosis jangka panjang, komplikasi yang mungkin terjadi

dan kebutuhan akan antibiotik.

.● Lepra tuberkuloid

ditandai dengan ruam kulit berupa 1 atau beberapa daerah putih yang datar.

Daerah tersebut bebal terhadap sentuhan karena mikobakteri telah merusak

saraf-sarafnya.

● Lepra lepromatosa

ditandai dengan munculnya benjolan kecil atau ruam menonjol yang lebih besar

dengan berbagai ukuran dan bentuk. Terjadi kerontokan rambut tubuh, termasuk alis

dan bulu mata

● Lepra perbatasan

merupakan suatu keadaan yang tidak stabil, yang memiliki gambaran kedua bentuk

lepra Jika keadaannya membaik, maka akan menyerupai lepra Tuberkuloid, jika

kaeadaannya memburuk, maka akan menyerupai lepra lepromatosa. .

Selama perjalanan penyakitnya, baik diobati maupun tidak diobati, bisa terjadi reaksi

kekebalan tertentu, yang kadang timbul sebagai demam dan peradangan kulit, saraf

tepi dan kelenjar getah bening, sendi, buah zakar, ginjal, hati dan mata. Pengobatan

yang diberikan tergantung kepada jenis dan beratnya reaksi, bisa diberikan

kostikosteroid atau talidomid.

Mycobacterium leprae adalah satu-satunya bakteri yang menginfeksi saraf tepi dan

hampir semua komplikasinya merupakan akibat langsung dari masuknya bakteri ke dalam

saraf tepi. Bakteri ini tidak menyerang otak dan medulla spinalis.

Kemampuan untuk merasakan sentuhan, nyeri, panas dan dingin menurun, sehingga

penderita yang mengalami kerusakan saraf tepi tidak menyadari adanya luka bakar, luka

sayat atau mereka melukai dirinya sendiri. Kerusakan saraf tepi juga menyebabkan

kelemahan otot yang menyebabkan jari-jari tangan seperti sedang mencakar dan kaki terkulai.

Karena itu penderita lepra menjadi tampak mengerikan.

Page 9: Bakteri Pada Sistem Syaraf

Penderita juga memiliki luka di telapak kakinya. Kerusakan pada saluran udara di

hidung bisa menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata dapat menyebabkan kebutaan.

Penderita lepra lepromatosa dapat menjadi impoten dan mandul, karena infeksi ini

dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh testis.

Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memperkuat diagnosis bisa

dilakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap contoh jaringan kulit yang terinfeksi

Pengobatan

Antibiotik dapat menahan perkembangan penyakit atau bahkan menyembuhkannya.

Beberapa mikobakterium mungkin resisten terhadap obat tertentu, karena itu sebaiknya

diberikan lebih dari 1 macam obat, terutama pada penderita lepra lepromatosa.

Antibiotik yang paling banyak digunakan untuk mengobati lepra adalah dapson,

relatif tidak mahal dan biasanya aman. Kadang obat ini menyebabkan reaksi alergi berupa

ruam kulit dan anemia.

Rifampicin adalah obat yang lebih mahal dan lebih kuat daripada dapson. Efek

samping yang paling serius adalah kerusakan hati dan gejala-gejala yang menyerupai flu.

Antibiotik lainnya yang bisa diberikan adalah klofazimin, etionamid, misiklin, klaritromisin

dan ofloksasin.

Terapi antibiotik harus dilanjutkan selama beberapa waktu karena bakteri penyebab

lepra sulit dilenyapkan. Pengobatan bisa dilanjutkan sampai 6 bulan atau lebih, tergantung

kepada beratnya infeksi dan penilaian dokter. Banyak penderita lepra lepromatosa yang

mengkonsumsi dapson seumur hidupnya.

Pencegahan

Dulu perubahan bentuk anggota tubuh akibat lepra menyebabkan penderitanya

diasingkan dan diisolasi. Pengobatan dini bisa mencegah atau memperbaiki kelainan bentuk,

tetapi penderita cenderung mengalami masalah psikis dan sosial. Tidak perlu dilakukan

isolasi. Lepra hanya menular jika terdapat dalam bentuk lepromatosa yang tidak diobati dan

itupun tidak mudah ditularkan kepada orang lain.

Selain itu, sebagian besar secara alami memiliki kekebalan terhadap lepra dan hanya orang

yang tinggal serumah dalam jangka waktu yang lama yang memiliki resiko tertular.

Dokter dan perawat yang mengobati penderita lepra tampaknya tidak memiliki resiko tertular.

Page 10: Bakteri Pada Sistem Syaraf

4. Clostridium tetani

Klasifikasi Ilmiah

Karakteristik

Clostridium tetani adalah bakteri

gram positif berbentuk batang,

anaerobic berspora, motil,

memproduksi eksotoksin, berukuran

panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Spora dari Clostridium tetani resisten terhadap

panas dan juga biasanya terhadap antiseptis. Sporanya juga dapat bertahan pada autoclave

pada suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15 menit. Juga resisten terhadap phenol dan agen

kimia yang lainnya. Kuman ini terdapat di tanah terutama tanah yang tercemar tinja manusia

dan binatang.

Costridium tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin dan tetanolisin.

Penyakit tetanus disebabkan oleh tetanospamin. Perkiraan dosis mematikan minimal dari

kadar toksin (tetanospamin) adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175

nanogram untuk 70 kilogram (154lb) manusia.

Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak memecah

protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak menghasilkan gas H2S.

Menghasilkan gelatinase, dan indol positif.

Infeksi

Tetanus terutama ditemukan di daerah tropis dan merupakan penyakit infeksi yang

penting baik dalam prevalensinya maupun angka kematiannya yang masih tinggi . Tetanus

merupakan infeksi berbahaya yang biasa mendatangkan kematian. Infeksi ini muncul (masa

inkubasi) 3 sampai 14 hari. Di dalam luka yang dalam dan sempit sehingga terjadi suasana

anaerob. Toksin, tetanospasmin, diproduksi pada masa pertumbuhan sel,sporulasi dan lisis.

Toksin ini akan mencapai sistem syaraf pusat melalui syaraf motorik menuju ke bagian

anterior spinal cord.

Jenis-jenis luka yang sering menjadi tempat masuknya kuman Clostridium tetani sehingga

harus mendapatkan perawatan khusus adalah:

Kingdom: Bacteria

Division: Firmicutes

Class: Clostridia

Order: Clostridiales

Family: Clostridiaceae

Genus: Clostridium

Species: Clostridium tetani

Page 11: Bakteri Pada Sistem Syaraf

a) Luka-luka tembus pada kulit atau yang menimbulkan kerusakan luas

b) Luka bakar tingkat 2 dan 3

c) Fistula kulit atau pada sinus-sinusnya

d) Luka-luka di bawah kuku

e) Ulkus kulit yang iskemik

f) Luka bekas suntikan narkoba

g) Bekas irisan umbilicus pada bayi

h) Endometritis sesudah abortus septic

i) Abses gigi j) Mastoiditis kronis

k) Ruptur apendiks

l) Abses dan luka yang mengandung bakteri dari tinja

Gejala

Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, kadang masa inkubasi singkat selama

1-2 hari atau panjang lebih dari satu bulan. Makin pendek masa inkubasi, makin buruk

prognosisnya. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani

dengan susunan saraf pusat, dan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit.

Makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang.

Saat gejala muncul kesadaran tetap ada dan rasa sakit sangat hebat. kematian biasanya

karena gangguan alat-alat pernafasan. Angka kematian pada tetanus yang menyeluruh

biasanya kurang lebih 50%.

Opistotonus

Secara klinis tetanus dibedakan menjadi :

1. Tetanus Lokal

Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka karena hanya

sedikit toksin yang masuk. Memiliki tingkat mortilitas yang rendah.

Page 12: Bakteri Pada Sistem Syaraf

2. Tetanus Umum

Pada awalnya terjadi kekakuan otot kepala dan otot leher, kemudian menyebar secara

kaudal ke seluruh tubuh. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang

karakteristik berupa risus sardonicus. Terjadi opistotonos karena spasme otot pungggung.

Selama periode ini penderita berada dalarn kesadaran penuh

3. Tetanus

Biasanya terjadi disfungsi saraf cranial local dengan trauma kepala atau infeksi telinga

tengah. Memilliki tingkat mortilitas yang tinggi.

Diagnosis

Diagnosis tetanus ditegakan berdasarkan gejala-gejala klinik yang khas. Secara

bakteriologi biasanya tidak diharuskan oleh karena sukar sekali mengisolasi Clostridium

tetani dari luka penderita , yang kerap kali sangat kecil dan sulit dikenal kembali oleh

penderita sekalipun.

Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat,

berupa :

1.Gejala klinik

- Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).

2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.

3. Kultur: C. tetani (+).

4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

Pengobatan

1. Antibiotika :

Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus

pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM

diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan

preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2

gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat

digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.

Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk

toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad

spektrum dapat dilakukan.

2. Antitoksin

Page 13: Bakteri Pada Sistem Syaraf

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-

6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena

TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat

mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk

menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan

cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan

NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam

waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada

daerah pada sebelah luar.

3.Tetanus Toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian

antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian

dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap

tetanus selesai

4. Antikonvulsan

Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik

yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan

obat – obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi. Contohnya :

- Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM)

- Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM)

- Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM)

- Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM)

Pencegahan

Pencegahan merupakan tindakan paling penting, yang dapat dilakukan dengan cara :

1. imunisasi aktif dengan toksoid

2. perawatan luka menurut cara yang tepat

3. penggunaan antitoksi profilaksis

Namun sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan

satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan denganpemberian

imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi

aktif (DPT atau DT).

Page 14: Bakteri Pada Sistem Syaraf

5. Clostridium botulinum

Klasifikasi Ilmiah

Karakteristik Umum

Clostridium botulinum adalah

bakteri gram positif berbentuk

batang, terdapat tunggal,

berpasangan, atau dalam rantai, anaerobic, tak berspora, tak berkapsul, motil, peritikus,

memproduksi eksotoksin yang menyebabkan botulisme,

Terdapat secara luas di alam, kadang ada dalam feses binatang. Terdapat enam tipe

berdasarkan toksin, yaitu A, B, C, D, E, F. Pada manusia didapatkan tipe A, B, dan E.

Eksotoksin yang dikeluarkan adalah protein dengan BM 70.000 yang termolabil (1000C-20

menit menjadi inaktif). Dosis letal untuk manusia = 1 ɱg. Kerja toksin adalah memblokir

pembentukan atau pelepasan asetilkolin pada hubungan saraf otot sehingga terjadi

kelumpuhan otot.

Cara Penularan

C. botulinum biasanya menyebabkan keracunan makanan oleh toksin yang termakan

bersama dengan makanan. Pada beberapa kasus bakteri tumbuh dan menghasilkan toksin

pada jaringan yang mati, kemudian menyebabkan kontaminasi luka. Makanan yang sering

tercemar dengan Clostridium adalah makanan yang berbumbu, makanan yang diasap,

makanan kalengan yang dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu.

Gejala

Kingdom: Bacteria

Division: Firmicutes

Class: Clostridia

Order: Clostridiales

Family: Clostridiaceae

Genus: Clostridium

Species: Clostridium botulinum

Page 15: Bakteri Pada Sistem Syaraf

Gejalanya biasanya setelah 18-96 jam makan toksin dengan keluhan penglihatan

karena otot mata yang tidak ada koordinasi. Sulit menelan, sulit bicara. kematian biasanya

karena paralisis otot pernafasan atau kelumpuhan jantung (cardiac arrest). Angka kematian

botulismus adalah tinggi.

Pada botulisme bayi, organisme yang masuk melalui makanan memproduksi toksin di

usus bayi sehingga bayi mengalami badan lemah, tidak dapat buang air besar dan lumpuh.

Organisme biasanya masuk melalui madu yang mengandung spora Clostridium botulinum.

Diagnosis

Biasanya dengan cara mendeteksi toksin di dalam sisa makanan, dan tidak dalam

serum penderita. Dapat dideteksi dengan cara reaksi netralisasi antigen-antibodi atau secara

aglutinasi sel darah merah yang dilapisi dengan antiserum, atau dengan percobaan pada

mencit yang disuntik bahan tersangka. Kultur biasanya tidak dilakukan.

Cara utama untuk memperkuat diagnosis botulisme di laboratorium ialah

menunjukkan adanya toksin botulisme dalam serum atau tinja penderita atau pada makanan

yang dimakan. Suntikan intraperitoneal (dalam perut) serum atau ekstrak cairan tinja

penderita atau makanan tersebut pada mencit akan mengakibatkan kematian pada hewan

tersebut, karena mencit sangat peka terhadap toksin ini. Juga specimen tinja dan makanan itu

harus dikulturkan untuk mengisolasi organisme tersebut.

Pengobatan

Dengan pemberian antitoksin polivalen (tipe A, B, dan C) yang disuntikkan I.V. dan

secara simptomatik terutama untuk pernafasan (pernafasan buatan). Pengobatan

Bila terjadi kelumpuhan pada pernafasan dapat dilakukan trakeomi (bedah batang

tenggorokan) dan diberikan pernafasan buatan.

Page 16: Bakteri Pada Sistem Syaraf

Kehilangan control otot mata karena botulisme

Risus sardonicus

Opistotonus pada bayi

Pencegahan

Makanan yang diawetkan di rumah harus dimasak secara baik sehingga dapat membunuh

spora dan makanan harus dimasak sebelum dimakan. Makanan rumah yang harus

diperhatikan adalah: kacang-kacangan, jagung, ikan asap atau ikan segar dalam plastik

Makanan yang mengandung toksin tidak selalu kelihatan atau menimbulkan bau yang

berbeda dari makan yang tidak tercemar

Page 17: Bakteri Pada Sistem Syaraf