PRESBIOPIA, HIPERMETROPIA, DAN ASTIGMAT I. PENDAHULUAN Dalam keadaan normal, cahaya sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat atau tidak berakomodasi akan difokuskan pada satu titik di retina. Kondisi ini disebut emetropia. Ketika mata dalam keadaan tidak berakomodasi, mata tidak dapat memfokuskan cahaya ke retina, keadaan ini disebut ametropia. Ada tiga keadaan yang dapat menyebabkan ametropia, yaitu: 1. Miopia 2. Hipermetropia (disebut juga hiperopia) 3. Astigmat Miopia disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Hipermetropia dikenal juga dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Pasien denga hipermetrop mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada astigmat atau silinder, sinar-sinar yang masuk ke mata tidak dapat difokuskan pada satu titik di retina akibat perbedaan kelengkungan kornea atau lensa. Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana akomodasi yang diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Pada usia di atas 40 tahun
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PRESBIOPIA, HIPERMETROPIA, DAN ASTIGMAT
I. PENDAHULUAN
Dalam keadaan normal, cahaya sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat
atau tidak berakomodasi akan difokuskan pada satu titik di retina. Kondisi ini disebut
emetropia. Ketika mata dalam keadaan tidak berakomodasi, mata tidak dapat
memfokuskan cahaya ke retina, keadaan ini disebut ametropia. Ada tiga keadaan yang
dapat menyebabkan ametropia, yaitu:
1. Miopia
2. Hipermetropia (disebut juga hiperopia)
3. Astigmat
Miopia disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh
akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik.
Hipermetropia dikenal juga dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Pasien denga
hipermetrop mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi.
Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot
siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa.
Pada astigmat atau silinder, sinar-sinar yang masuk ke mata tidak dapat difokuskan
pada satu titik di retina akibat perbedaan kelengkungan kornea atau lensa.
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana
akomodasi yang diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Pada usia di
atas 40 tahun umumnya seseorang akan membutuhkan kacamata baca. Keadaan ini akibat
telah terjadinya presbiopia.
Pada keadaan tidak terfokusnya sinar pada retina, hal yang dapat dilakukan adalah
memperlemah pembiasaan sinar seperti pada myopia dipergunakan lensa negatif untuk
memindahkan focus sinar ke belakang. Bila sinar dibiaskan di belakang retina seperti pada
hipermetropia maka diperlukan lensa positif untuk menggeser sinar ke depan sehingga
melihat jelas. Lensa positif atau lensa negatif dapat dipergunakan dalam bentuk kacamata
ataupun dalam bentuk lensa kontak. Penggeseran bayangan sinar dapat pula dilakukan
denan tindakan bedah yang dinamakan bedah refraktif.
II. ANATOMI
Terdapat empat struktur bola mata yang berperan dalam proses perjalanan cahaya dari luar
menuju retina, yaitu:
A. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan
Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sclera di limbus, lekuk
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar
11,5 mm. Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda: lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan
endotel. Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel sedangkan endotel hanya
satu lapis. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang merupakan
bagian stroma yang berubah. Membran Descemet merupakan suatu membran elastik
yang jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elekron dan merupakan
membran basalis dari endotel kornea. Stroma kornea mencakup sekitar 90% dari
ketebalan lensa. Bagian ini tersusun dari lamella fibril-fibril kolagen dengan lebar
sekitar 1μm yang salin menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea.
Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea dan karena ukuran dan
periodiditasnya secara optic menjadi jernih. Lamella terletak di dalam suatu zat dasar
proteoglikan hidrat bersama dengan keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat
dasar.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humor aqueus, dan air mata. Kornea superficial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama
(oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus).
Kornea mempunyai indeksi bias 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai kekuatan
yang sebanding dengan lensa hingga 40 dioptri. Pemeriksaan kelengkungan kornea
ditentukan dengan keratometer. Keratometri diperlukan untuk:
· Melihat kecembungan yang teratur
· Meluhat kecembungan berbeda pada meridian berbeda sehingga diketahui mata
tersebut mempunyai kelainan refraksi astigmat/silinder
· Menyesuaikan kelengkungan lensa kontak yang dapat di steep (cembung kuat),
flat (permukaan yang rata) dan normal
· Melihat kemungkinan terdapat permukaan kornea yang tidak teratur atau
astigmat ireguler
B. Humor aquaeus
Humor aqueus diproduksi oleh korpus siliaris. Setelah memasuki kamera okuli
posterior, humor aqueus melalui pupil masuk ke kamera okuli anterior dan kemudian
ke perifer menuju sudut kamera okuli anterior.
C. Lensa
Lensa yang berkembang dengan sempurna berbentuk bikonveks dan tidak berwarna
sehingga hampir transparan sempurna. Permukaan posteriornya lebih konveks dari
permukaan anteriornya. Pada orang dewasa, tebalnya sekitar 4 mm dengan diameter 9
mm. Berat suatu lensa bertambah lima kali lipat berbanding berat lensa saat lahir.
Lensa pada orang dewasa diperkirakan seberat 220 gm. Lensa terletak bilik mata
belakang yaitu antara bagian posterior dari iris dan bagian anterior dari corpus
vitreous yang dinamakan fossa hialoid. Terdapat serabut-serabut yang dinamakan
zonulla zinni (zonula fibres) di sekitar ekuator lensa yang berfungsi untuk mengikat
lensa dengan corpus siliaris. Serabut-serabut ini memegang lensa pada posisinya dan
akan berkontraksi atau mengendur saat otot siliaris berkontraksi atau berdilatasi saat
proses akomodasi.
Lensa merupakan salah satu media refraksi yang penting. Kekuatan dioptri seluruh
bola mata adalah sekitar 58 dioptri. Lensa mempunyai kekuatan dioptri sekitar 15
dioptri. Tetapi kekuatan dioptri ini tidak menetap seperti pada kornea (43 dioptri).
Kekuatan dioptri lensa berubah dengan meningkatnya umur, yaitu menjadi sekitar 8
dioptri pada umur 40 tahun dan menjadi 1 atau 2 dioptri pada umur 60 tahun.
Lensa terbentuk dari kapsul yang elastis, epitel yang terbatas pada permukaan anterior
lensa dan serabut-serabut lensa yang dibagi lagi menjadi nukleus dan korteks.
Kapsul lensa merupakan suatu membran elastis yang membungkus seluruh
permukaan lensa. Kapsul bagian anterior (20µm) lebih tebal berbanding kapsul bagian
posterior (3µm). Di bawah mikroskop electron, kapsul lensa terdiri dari lamela yang
mengandung kolagen tipe 4. Pada bagian ekuator lensa, terdapat zonula zinnia yang
mengikat lensa pada prosessus ciliaris. Kapsul lensa berfungsi sebagai diffusion barier
dan permeabel terhadap komponen dengan berat molekul rendah. Fungsi utama
kapsul lensa adalah untuk membentuk lensa sebagai respon dari penarikan serabut-
serabut zonula saat proses akomodasi.
Epitel lensa berbentuk kuboid dan terletak di bawah kapsul bagian anterior. Di bagian
ekuator, sel-sel ini memanjang dan membentuk kolumnar. Di bagian ekuator ini juga
sel epitel lensa berubah membentuk serabut-serabut lensa karena di bagian ini
aktivitas mitotik berada pada puncaknya. Fungsi sel epitel lensa adalah untuk
berdiferensiasi membentuk serabut lensa dan terlibat dalam transportasi antara humor
aquous dengan bagian dalamnya dan sekresi material kapsul.
Seperti yang telah diketahui, serabut-serabut lensa terbentuk dari multiplikasi dan
diferensiasi dari sel epitel lensa di bagian ekuator. Oleh karena pertumbuhan normal
dari lensa bermula dari permukaan ke arah dalam, maka serabut yang terbentuk
terlebih dahulu dinamakan nukleus lensa dan serabut yang baru terbentuk dinamakan
korteks.
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 15 % protein, dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat
dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah
dan persarafan di lensa.
D. Korpus Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskuler yang membentuk
duapertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh
kornea, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus (membrane hiloid)
normalnya kontak dengan struktur-struktur seperti kapsul lensa posterior, serat-serat
zonula pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi optici. Basis vitreus
mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel pars plana
dan retina tepat di belakang ora serata Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus optikus
kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang. Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya
1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberikan bentuk
dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.
Selain keempat struktur bola mata di atas, terdapat satu struktur lagi yang penting
pada proses masuknya cahaya ke retina, yaitu pupil. Pupil merupakan lubang bundar di
tengah iris yang sesuai dengan bukaan lensa pada sebuah kamera. Pupil mengendalikan
banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya diatur oleh
keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatik yang dihantarkan melalui
nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik. Pada proses
miosis (konstriksi), otot sfingter pupil mengecilkan pupil. Hal ini terjadi pada kondisi
lingkungan yang terang dan selama proses akomodasi. Miosis merupakan aktivitas saraf
parasimpatis. Pada proses midriasis (dilatasi), otot dilator pupil melebarkan pupil. Hal ini
terjadi pada kondisi lingkungan yang gelap. Midriasis merupakan aktivitas saraf simpatis.
Secara fisiologik besarnya pupil didapatkan :
· Perempuan > laki-laki
· Myopia > hipermetropia
· Mata biru > mata coklat
· Dewasa > anak – anak atau orang tua
· Inspirasi > ekspirasi
III. REFRAKSI
Mata dapat dianggap sebagai kamera diamana sistem refraksinya menghasilkan
bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel batang dan kerucut
di retina, yang diteruskan melalui N.II ke korteks serebri pusat penglihatan, yang
kemudian tampak sebagai bayangan yang tegak. Supaya bayangan tak kabur, kelebihan
cahaya diserap oleh lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi,
pupil akan mengecil untuk menguranginya. Alat-alat refraksi mata terdiri dari permukaan
kornea, humor aqueus, lensa, dan korpus vitreus. Daya refraksi kornea hampir sama
dengan humor aqueus, sedangkan daya refraksi lensa hampir sama dengan korpus vitreus.
Keseluruhan sistem refraksi mata ini membentuk lensa yang cembung dengan fokus 23
mm. dengan demikian pada mata yang emetrop, dalam keadaan istirahat, sinar yang sejajar
yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis di retina. Fovea sentralis
merupakan posterior principal focus dari sistem refraksi mata ini dimana cahaya yang
datangnya sejajar, setelah melalui sistem refraksi ini bertemu. Fovea sentralis letaknya 23
mm di belakang kornea, tepat dibagian dalam macula lutea. Pembiasan yang terbesar
terdapat pada permukaan anterior dari kornea, ditambah dengan permukaan anterior dan
posterior dari lensa.
Gambar 1. Refraksi pada mata emetrop
IV. AKOMODASI
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya pembiasannya.
Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm.siliaris. Fungsi serat-serat sirkuler
adalah mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula yang berorigo di lembah-lembah di
antara prosesus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa
dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek dekat maupun yang berjarak jauh
dalam lapangan pandang.
Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara lain:
a. Teori Helmholtz. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris
digerakkan ke depan bawah, sehingga zonulla Zinnii menjadi kendor, lensa
menjadi cembung.
b. Teori Schoen. Terjadi akibat mm.siliaris pada bola karet yang dipegang dengan
kedua tangan dengan jari akan mengakibatkan pencembungan bola di bagian
tengah.
c. Teori dari Tichering. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris
digerakkan ke belakang atas/luar, sehingga zonulla Zinnii menjadi tegang, bagian
perifer lensa juga menjadi tegang, sedangkan bagian tengahnya didorong ke sentral
Videokeratografi merupakan cara terbaik untuk mengobservasi atau melihat permukaan
kornea yang ireguler. Selain itu, astigmat ireguler dapat diketahui dengan keratometer
dan/atau feflex retinoskopi yang ireguler.
Gejala dan tanda astigmat
Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan:
· Penglihatan ganda pada satu atau kedua mata
· Melihat benda yang bulat menjadi lonjong
· Penglihatan kabur
· Bentukbenda berubah
· Sakit kepala
· Mata tegang dan pegal
· Mata dan fisik lemah
· Pada astigmat tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan
ambliopia.
Koreksi mata
Koreksi mata astigmat adalah dengan memakai lensa dengan dua kekuatan yang
berbeda. Astigmat ringan tidak perlu diberi kacamata. Pada astigmat yang berat dapat
diberi kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan. Pada astigmat ireguler, dapat
digunakan kontak lensa yang kaku, dimana air mata antara kontak lensa dan permukaan
kornea dapat mengkompensasi permukaan kornea yang tidak regular.
III. KELAINAN REFRAKSI
Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar oleh media penglihatan (kornea, humor
aquous, lensa, badan kaca), atau akibat dari panjang bola mata yang berlebihan atau
berkurang, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat jatuh di daerah makula lutea tanpa
bantuan akomodasi. Keadaan ini disebut ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetrop,
atau astigmatisma. Sebaliknya emetropia adalah keadaan dimana sinar yang sejajar atau jauh
dibiaskan atau di fokuskan oleh sistem optik mata tepat pada daerah makula lutea tanpa mata
melakukan akomodasi.
Mata mengubah-ubah daya bias untuk memfokuskan benda dekat melalui proses yang
disebut akomodasi. Pada keadaan normal, cahaya yang berasal dari jarak tak terhingga akan
terfokus pada retina. Demikian pula bila benda jauh tersebut di dekatkan akan tepat jatuh di
retina, hal ini terjadi akibat adanya akomodasi lensa yang memfokuskan bayangan pada
retina. Jika berakomodasi maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada
retina.
Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot
siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan
meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda, makin kuat mata harus
berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks
akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat
dekat.
Mata akan berakomodasi bila bayangan benda difokuskan di belakang retina. Bila sinar jauh
tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi hipermetropia maka
mata tersebut akan berakomodasi terus-meneus walaupun letak bendanya jauh, dan pada
keadaan ini diperlukan fungsi akomodasi yang baik.
Anak – anak dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan kesukaran pada
pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-anak dapat mencapai +12,0 -
18,0 D. Akibat daripada ini, maka pada anak-anak yang sedang dilakukan pemeriksaan
kelainan refraksinya untuk melihat jauh mungkin terjadi koreksi miopia yang lebih tinggi
akibat akomodasi sahingga mata tersebut memerlukan lensa negatif yang berlebihan (koreksi
lebih). Untuk pemeriksaan kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan sikloplegik yang
melumpuhkan otot akomodasi sehingga pemeriksaan kelainan refraksi murni, dilakukan pada
mata beristirahat. Biasanya diberikan sikloplegik taua sulfas atropin tetes mata selama 3 hari.
Sulfas atropin bersifat parasimpatolitik, yang bekerja selain untuk melumpuhkan otot siliar
juga melumpuhkan otot sfingter pupil. Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula
daya akomodasi akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung.5
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea, serta panjangnya bola mata. Panjang bola mata seseorang dapat
berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea ( mendatar, mencembung ),
atau adanya perubahan panjang ( lebih panjang, lebih pendek ) bola mata maka sinar normal
tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa
miopia, hipermetropia, dan astigmat.
Miopia adalah mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar
atau datang dari tak terhingga difokuskan di depan retina. Keadaan ini diperbaiki dengan
lensa negatif sehingga bayangan benda terseger ke belakang dan diatur tepat jatuh di retina.
Sedangkan hipermetropia adalah mata dengan kekuatan lensa positif yang kurang sehingga
sinar sejajar tanpa akomodasi difokuskan di belakang retina. Keadaan ini dikoreksi dengan
penggunaan lensa positif, sehingga bayangan benda tergeser ke depan dan diatur jatuh tepat
di retina. Sementara itu, astigmatisma adalah mata dengan kekuatan pembiasan yang
berbeda-beda dalam dua bidang utama, biasanya tegak lurus satu sama lainnya. Kelainan ini
diperbaiki dengan lensa silinder.
Adapun jenis kelainan refraksi yang akan dibahas dalam referat ini adalah kelainan refraksi
berupa miopia.
a. Defenisi Miopia
Apabila bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang
tidak berakomodasi, maka mata terseburt mengalami miopia, atau penglihatan dekat
(nearsighted). Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau
kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat.
Apabila mata berukuran lebih panjang daripada normal, maka kesalahan terjadi di sebut
miopia aksial, (untuk setiap millimeter tambahan panjang sumbu, maka mata kira-kira lebih
miopik sebesar 3 dioptri). Apabila unsur pembiasan lebih refraktif dibandingkan dengan
rerata, maka kesalahan yang terjadi disebut miopia kelengkungan atau miopia refraktif, suatu
benda digeser lebih dekat dari 6 meter, maka bayangan bergerak mendekati retina, dan
fokusnya menjadi lebih tajam. Titik tempat bayangan paling tajam fokusnya di retina disebut
titik jauh, derajat miopia dapat diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari jarak titik
jauh tersebut. Dengan demikian titik jauh sebesar 0,25 m menandakan perlunya lensa koreksi
sekitar minus 4 dioptri. Orang miopik memiliki keuntungan dapat membaca di titik jauh
tanpa kaca mata bahkan pada usia presbiopik. Miopia derajat tinggi menimbulkan
peningkatan kerentanan terhadap gangguan-gangguan retina degeneratif, termasuk pelepasan
retina.
b. Jenis Miopia
Di kenal beberapa bentuk miopia seperti :
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada
katarak intumesan dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat sama
dengan myopia bias atau myopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media
penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
b. Miopia aksial, myopia akibat panjangnya sumbu bola mata, engan kelengkungan kornea
dan lensa yang normal.
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam:
a. Miopia levator, dimana miopia kecil dari pada 1-3 dioptri
b. Miopia moderat, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia gravior, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk :
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa.
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnya bola mata.
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif , yang dapat mengakibatkan ablasi retina
dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = maligna = miopia degeneratif.
c. Gejala Klinis Miopia
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat terlalu
dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Pasien dengan
miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai juling dan kelopak bola mata
sempit . seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah
aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).
Pasien miopia mempunyai puntum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
berkedudukan konfergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esoptropia.
d. Diagnosis Miopia
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang
terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, sclera atau koroid.pada mata dengan miopia
tinggi akan terdapat pula kelaunan pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan
degenerasi retina bagian perifer.
e. Penanganan Miopia
Adapun penanganan miopia antara lain;
1. Penggunaan lensa kacamata: kacamata masih merupakan metode paling aman untuk
memperbaiki refraksi. Pengobatan pasien miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis
negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal . sebagai contoh bila
pasien dikoreksi dengan -3,0memberikan tajam penglihatan 6/6 ,dan demikian juga bila
diberi S-3,25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 Tujuannya agar mata tidak
berakomodasi jika diberi lensa ukuran terkecil.
2. Penggunaan lensa kontak : lensa kontak pertama adalah lensa sklera kaca berisi cairan.
Lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang dan menyebabkan edema kornea dan rasa tidak
enak pada mata. Lensa kontak keras yang terbuat dari polimetilmetakrilat, merupakan lensa
kontak pertama yang benar-benar berhasil dan memperoleh penerimaan yang luas sebagai
pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya antara lain adalah lensa kaku yang
permeabel udara, yang terbuat dari asetat biurat selulosa, silikon atau berbagai polimer plastik
dan lensa kontak lunak, yang terbuat dari bermacam-macam plastikhidrogel, yang semuanya
menghasilkan kenyamanan yang lebih baik tetapi resiko penyulit yang lebih besar.
Lensa keras dan permeabel mengoreksi kesalahan refraksi dengan mengubah kelengkungan
permukaan anterior mata. Daya refraksi total terdiri dari daya yang ditimbulkan oleh
kelengkungan belakang lensa. Kelengkungan dasar, bersama dengan daya lensa sebenarnya
yang disebabkan oleh perbedaan antara kelengkungan di depan dan belakang. Hanya yang
kedua yang bergantung pada indeks refraksi bahan kontak. Lensa keras dan yang permiabel-
udara mengatasi astigmatisme kornea dengan memodifikasi permukaan anterior mata
menjadi bentuk yang benar-benar sferis. Lensa kontak lunak, terutama bentuk-bentuk yang
lebih lentur, mengadopsi bentuk kornea pasien. Dengan demikian daya refraksinya terdapat
hanya pada perbedaan antara kelengkungan depan dan belakang, dan lensa ini hanya sedikit
mengoreksi astigmatisme kornea kecuali apabila disertakan koreksi silinder. Kelengkungan
dasar lensa kontak di pilih sesuai dengan kelengkungan kornea, seperti di tentukan oleh
keratometri. Lensa kontak keras secara spesifik di indikasikan untuk koreksi astigmatisme
ireguler, seperti pada keratokonus.
Sementara itu, lensa kontak lunak di gunakan untuk mengobati gangguan permukaan kornea.
Tetapi untuk mengontrol gejala dan bukan untuk alasan refraksi. Lensa kontak digunakan
untuk melakukan koreksi refraksi afakia. Terutama untuk mengatasi aniseikoniaafakia
monokuler, dan koreksi miopia tinggi. Dan lensa ini menghasilkan kualitas bayangan yang
lebih baik dari pada kacamata. Tetapi sebagian besar pengguna lensa kontak adalah untuk
koreksi kosmetik kesalahan refraktif ringan. Hal ini menimbulkan dampak penting pada
resiko yang dapat diterima dalam penggunaan lensa kontak.
f. Komplikasi Miopia
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan
strabismus. Strabismus biasanya esotropia atau juling kedalam akibat mata berkonvergensi
terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau
terdapat ambliopia.
Perubahan degeneratif retina pada miopia terjadi di koroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh
darah koroid akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini terjadi
pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini
terutama terjadi didaerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya
degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia.
Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau
hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih
sering daripada mata fakia.
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih awal
daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam
hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan
sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi
dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel
pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina.
Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah
sklerosis degeneratif. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina
sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.
Definisi
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata jatuh di depan retina pada mata yang istirahat (tanpa akomodasi). Gambaran kelainan pemfokusan cahaya di retina pada miopia, dimana cahaya sejajar difokuskan didepan retina.
Gambar. Pembentukan fokus pada mata miopia
-
Klasifikasi Miopia
-
Etiologi Miopia
Etiologi miopia belum diketahui secara pasti. Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan timbulnya miopia seperti alergi, gangguan endokrin, kekurangan makanan, herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium, kekurangan vitamin) (Desvianita cit Slone, 1997).
Pada mata miopia fokus sistem optik mata terletak di depan retina, sinar sejajar yang masuk ke dalam mata difokuskan di dalam badan kaca. Jika penderita miopia tanpa koreksi melihat ke objek yang jauh, sinar divergenlah yang akan mencapai retina sehingga bayangan menjadi kabur. Ada dua penyebab yaitu : daya refraksi terlalu kuat atau sumbu mata terlalu panjang (Hoolwich, 1993).
Miopia yang sering dijumpai adalah miopia aksial. Miopia aksial adalah bayangan jatuh di depan retina dapat terjadi jika bola mata terlalu panjang. Penyebab dari miopia aksial adalah perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada waktu awal kelahiran, yang dinamakan tipe herediter. Bila karena peningkatan kurvatura kornea atau lensa, kelainan ini disebut miopia kurvatura (desvianita cit Slone, 1997).
Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan :
1. Tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan.2. Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan
yang dihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala sebagai akibat dari posisi tubuh yang membungkuk.
3. Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang berlebihan (Desvianita cit Perera, 1997).
Peningkatan kurvatura kornea dapat ditemukan pada keratokonus yaitu kelainan pada bentuk kornea. Pada penderita katarak (kekeruhan lensa) terjadi miopia karena lensa bertambah cembung atau akibat bertambah padatnya inti lensa ( Desvianita cit Slone, 1997).
Miopia dapat ditimbulkan oleh karena indeks bias yang tidak normal, misalnya akibat kadar gula yang tinggi dalam cairan mata (diabetes mellitus) atau kadar protein yang meninggi pada peradangan mata. Miopia bias juga terjadi akibat spasme berkepanjangan dari otot siliaris (spasme akomodatif), misalnya akibat terlalu lama melihat objek yang dekat. Keadaan ini menimbulkan kelainan yang disebut pseudo miopia (Sastradiwiria, 1989).
-
Gambaran Klinik Miopia
Sebahagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada jarak pandang. Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita telah diperiksa (Desvianita cit Adler, 1997).
Gejala subjektif :
1. Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita miopia hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan penglihatan kabur bila melihat objek jauh.
2. Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari miopianya dapat disembuhkan.
3. Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk mendapatkan efek “pinhole” agar dapat melihat dengan lebih jelas.
4. Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa usaha akomodasi (Slone, 1979).
Gejala objektif :
1. Miopia simple : o Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang bola mata ditemukan agak menonjol.
o Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen miopia yang ringan disekitar papil saraf optik.
o Miopia Patologi :o Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simple.o Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kalainan-kelainan
pada :
Korpus vitreum Papil saraf optik Makula Retina terutama pada bagian temporal Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
-
Diagnosis Miopia
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan objektif, setelah diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan organik (Sastrawiria, 1989).
A. Cara Subyektif
Cara subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di periksa. Pemeriksaan dilakukan guns mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik. Alat yang digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan dan sebuah set lensa coba.
Tehnik pemeriksaan :
1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.2. Pada mata dipasang bingkai percobaan dan satu mata ditutup.3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan sampai
huruf terkecil yang masih dapat dibaca.4. Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan menjadi
lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat di baca huruf pada baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6. 1. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama (Ilyas, 2003).
B. Cara Obyektif
Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah atau kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu yaitu retinoskop. Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara mengamati gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh retina. Pada saat pemeriksaan retinoskop tanpa sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi), pasien harus menatap jauh. Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata kanan dengan mata kanan dan jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visuil mata. Jarak pemeriksaan biasanya ½ meter dan dipakai sinar yang sejajar atau sedikit divergen berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak di pupil bergerak searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus tambah sampai
tampak hampir diam atau hampir terbalik arahnya. Keadaan ini dikatakan point of reversal (POR), sebaliknya bila terbalik tambahkan lensa minus sampai diam. Nilai refraksi sama dengan nilai POR dikurangi dengan ekivalen dioptri untuk jarak tersebut, misalnya untuk jarak ½ meter dikurangi 2 dioptri (Sastrawiria, 1989).
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada setiap pasien. Cara ini sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak kooperatif, cukup dengan pemeriksaan objektif. Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan subjektif saja pada umumnya bisa dilakukan (Sastrawiria, 1989).
-
Penatalaksanaan Miopia
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :
1. Cara optik2. Cara operasi
-
Cara optik
Kacamata (Lensa Konkaf)
Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina (Guyton, 1997).
Lensa kontak
Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah menghilangkan hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air mata mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea sehingga permukaan anterior kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan optik mata. Sehingga permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan penting.
-
Cara operasi pada kornea
Ada beberapa cara, yaitu :
1. Radikal keratotomy (dengan pisau) yaitu operasi dengan menginsisi kornea perifer sehingga kornea sentral menjadi datar. Hal ini menyebabkan sinar yang masuk ke mata menjadi lebih dekat ke retina.
2. Excimer laser (dengan sinar laser) yaitu operasi dengan menggunakan tenaga laser untuk mengurangi kecembungannya dan dilengketkan kembali.
3. Keratomileusis yaitu bila kornea yang terlalu cembung di insisi kemudian dikurangi kecembungannya dan dilengketkan kembali.
4. Epiratopati yaitu operasi dengan melakukan penjahitan keratolens yang sesuai dengan koreksi refraksi ke kornea penderita yang telah di buang epitelnya.
Cara operasi di atas masih mempunyai kekurangan – kekurangan, oleh karena itu para ahli mencoba untuk mencari jalan lain yang dapat mengatasi kekurangan tersebut dengan jalan mengambil lensa mata yang masih jernih (clear lens extraction/CLE).
-
Prognosis Miopia
Pada tingkat ringan dan sedang dari miopia simple prognosisnya baik bila penderita miopia
memakai kacamata yang sesuai dan mengikuti petunjuk kesehatan. Bila progresif miopia
prognosisnya buruk terutama bila di sertai oleh perubahan koroid dan vitreus, sedangkan